sampah dan pengolahannya

32
Pernah mendengan PLTSa? Pembangkit Listrik Tenaga Sampah? Suatu isu yang sedang hangat dibicarakan di Kota Bandung, sebuah kota besar di Indonesa yang beberapa waktu yang lalu pernah heboh karena keberadaan sampah yang merayap bahkan hingga badan jalan- jalan utamanya. Jangankan jalan utama, saat Anda memasuki Bandung menuju flyover Pasupati, Anda pasti akan disambut dengan segunduk besar sampah yang hampir menutupi setengah badan jalan. Itu dulu. Sekarang, Kota Bandung sudah kembali menjadi sedia kala dan solusi PLTSa-lah yang sedang diperdebatkan. Tujuan akhir dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi energi. Pada dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi, yaitu proses biologis yang menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang menghasilkan panas. PLTSa yang sedang diperdebatkan untuk dibangun di Bandung menggunakan proses thermal sebagai proses konversinya. Pada kedua proses tersebut, hasil proses dapat langsung dimanfaatkan untuk menggerakkan generator listrik. Perbedaan mendasar di antara keduanya ialah proses biologis menghasilkan gas-bio yang kemudian dibarak untuk menghasilkan tenaga yang akan menggerakkan motor yang dihubungkan dengan generator listrik sedangkan proses thermal menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan steam yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang dihubungkan dengan generator listrik. Proses Konversi Thermal Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C) dalam sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Unsur-unsur penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air unit, rotary kiln, dan fluidized bed incinerator.

Upload: annisa-trimirasti

Post on 18-Feb-2015

87 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

sampahh sampahh

TRANSCRIPT

Page 1: sampah dan pengolahannya

Pernah mendengan PLTSa? Pembangkit Listrik Tenaga Sampah? Suatu isu yang sedang hangat dibicarakan di Kota Bandung, sebuah kota besar di Indonesa yang beberapa waktu yang lalu pernah heboh karena keberadaan sampah yang merayap bahkan hingga badan jalan-jalan utamanya. Jangankan jalan utama, saat Anda memasuki Bandung menuju flyover Pasupati, Anda pasti akan disambut dengan segunduk besar sampah yang hampir menutupi setengah badan jalan. Itu dulu. Sekarang, Kota Bandung sudah kembali menjadi sedia kala dan solusi PLTSa-lah yang sedang diperdebatkan.

Tujuan akhir dari sebuah PLTSa ialah untuk mengkonversi sampah menjadi energi. Pada dasarnya ada dua alternatif proses pengolahan sampah menjadi energi, yaitu proses biologis yang menghasilkan gas-bio dan proses thermal yang menghasilkan panas. PLTSa yang sedang diperdebatkan untuk dibangun di Bandung menggunakan proses thermal sebagai proses konversinya. Pada kedua proses tersebut, hasil proses dapat langsung dimanfaatkan untuk menggerakkan generator listrik. Perbedaan mendasar di antara keduanya ialah proses biologis menghasilkan gas-bio yang kemudian dibarak untuk menghasilkan tenaga yang akan menggerakkan motor yang dihubungkan dengan generator listrik sedangkan proses thermal menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk membangkitkan steam yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang dihubungkan dengan generator listrik.

Proses Konversi Thermal

Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C) dalam sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Unsur-unsur penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air unit, rotary kiln, dan fluidized bed incinerator.

Page 2: sampah dan pengolahannya

Incinerator. Sebuah ilustrasi bagian-bagian dalam sebuah incinerator.

Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur tinggi, molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi molekul organik yang kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar, larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.

Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi gas. Gasifikasi melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna pada temperatur yang relatif tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa, proses gasifikasi menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 4000 kJ/Nm3.

Proses Konversi Biologis

Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara anaerobik (biogas) atau tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi biomassa (sampah) menjadi gas dengan

Page 3: sampah dan pengolahannya

bantuan mikroba anaerob. Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan methane dan slurry. Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan slurry dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas methane yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.

Modern Landfill. Konsep landfill seperti di atas ialah sebuah konsep landfill modern yang di dalamnya terdapat suatu sistem pengolahan produk buangan yang baik.

Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate). Jika landfill tidak didesain dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke dalam badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus mempunya permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal – proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa desentralisasi.

Pemilihan Teknologi

Tujuan suatu sitem pemanfaatan sampah ialah dengan mengkonversi sampah tersebut menjadi bahan yang berguna secara efisien dan ekonomis dengan dampak lingkungan yang minimal. Untuk melakukan pemilihan alur konversi sampah diperlukan adanya informasi tentang karakter

Page 4: sampah dan pengolahannya

sampah, karakter teknis teknologi konversi yang ada, karakter pasar dari produk pengolahan, implikasi lingkungan dan sistem, persyaratan lingkungan, dan yang pasti: keekonomian.

Kembali ke Bandung. Kira-kira teknologi mana yang tepat sebagai solusi pengolahan sampah menjadi bahan berguna? Apakah PLTSa sudah merupakan teknologi yang tepat??

Referensi: Pengelolaan Limbah Industri – Prof. Tjandra Setiadi

http://majarimagazine.com/2007/12/teknologi-pengolahan-sampah/

PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK SECARA ANAEROBIK UNTUK MEMPRODUKSI BIOGAS SEBAGAI ENERGI TERBARUKAN

ANAEROBIC TREATMENT OF ORGANIC WASTE FOR BIOGAS PRODUCTION AS RENEWABLE ENERGY

Created by :SATO, ABAS  ( 2307201005 )

Subject:  Pembuangan sampah dan menolakAlt. Subject :  Refuse and refuse disposal Keyword:  biogas

sampah organikreaktor anaerobik

[ Description ]

Pada saat ini Indonesia telah menjadi negara pengimpor minyak karena kebutuhan bahan bakar minyak lebih tinggi daripada produksinya. Karenanya perlu dipikirkan usaha dalam pencarian dan penggunaan sumber energi alternatif, terutama energi terbarukan. Biogas banyak dikembangkan sebagai salah satu sumber energi alternatif. Bahan bakar ini dibuat melalui proses penguraian secara anaerobik dari berbagai macam limbah organik. Sampah merupakan sumber bahan organik yang dapat dikembangkan menjadi biogas, mengingat jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun di tempat pembuangan sampah . Dalam penelitian ini akan dilakukan usaha untuk meningkatkan produksi biogas dari fermentasi sampah organik dengan menambah air pada sampah dan kotoran sapi sebagai starter. Penelitian dilakukan di dalam reaktor anaerobik dengan volume 153 liter pada suhu kamar mesophilik antara 25�30 oC, hydraulic retention time (HRT) 10, 15, 18, 22 dan 25 hari serta feed sampah yang masuk memiliki konsentrasi solid 1%, 3%, 5% dan 7%. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan produktifitas biogas cenderung semakin tinggi pada feed dengan konsentrasi solid yang rendah, produksi tertinggi diperoleh pada konsentrasi solid 1% pada HRT 18 hari sebesar 401 liter biogas/kg sampah kering. Unjuk kerja reaktor dalam percobaan pada feed dengan kadar solid 5% atau lebih menghasilkan produksi biogas per volume reaktor cenderung semakin rendah dengan berkurangnya HRT. Percobaan juga dilakukan dengan penambahan urea di dalam feed dan hasilnya meningkatkan produktifitas biogas per kilogram sampah kering menjadi di atas 7%. Dengan mengambil data pada percobaan

Page 5: sampah dan pengolahannya

dengan kadar solid dalam feed 3% pada HRT 15 hari, maka setiap kilogram sampah kering dapat menghasilkan biogas dengan nilai bakar yang setara dengan 0.12 liter minyak tanah

Alt. Description

Indonesia has become the importer of oil because the country needs the fuel oil is higher than its production. Therefore need to be considered the searching and utilization of alternative energy sources, especially the renewable energy. Biogas has been developed as an alternative energy. This fuel is made through a process of anaerobic decomposition of various organic matter. Municipal organic waste is a source of organic material that could be developed into biogas, considering the large amount increased from year to year in waste disposal. In this research, effort will be made to increase the production of biogas from the fermentation of organic waste with addition of water in the waste and cow manure as starter. Research were conducted in 153 liter anaerobic reactor at room mesophilic temperature between 25-30 oC, hydraulic retention time (HRT) of 10, 15, 18, 22 and 25 days and the waste feed has a solid concentration of 1%, 3%, 5% and 7%. Experimental result demonstrate that biogas productivity were higher at lower solid concentration, the highest production were 401 liter biogas/kg dry waste, obtained at solid concentration in the feed of 1%, HRT 18 days. Performance of the reactor in the experiment with solid feed rate of 5% or more, the production of biogas per reactor volume tends to be lower with decreasing of HRT. xperiments were also done with the addition of urea in the feed and productivity of the biogas per kg dry waste increase to be more than 7%. Using data at the experiment of solid feed concentration of 3%, HRT 15 days, each kilogram dry waste could produce biogas in the same heat-of-combuston with heat content in 120 mL kerosene

Contributor : 1. Prof. Dr. Ir. Nonot Soewarno, M.Eng

Date Create : 29/06/2010 Type : TextFormat : pdf.Language : IndonesianIdentifier : ITS-Master-3100010037368Collection ID : 3100010037368Call Number : RTK 628.445 Sat p

Source : Master Theses, Chimecal Engineering, RTK 628.445 Sat p, 2010

http://digilib.its.ac.id/ITS-Master-3100010037368/11806

Page 6: sampah dan pengolahannya

KomposDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Kompos dari sampah dedaunan

Kompos dari jerami padi

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.

Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah

Page 7: sampah dan pengolahannya

sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).

Daftar isi

1 Pendahuluan 2 Jenis-jenis kompos 3 Manfaat Kompos 4 Dasar-dasar Pengomposan

o 4.1 Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan o 4.2 Proses Pengomposan o 4.3 Faktor yang memengaruhi proses Pengomposan

5 Strategi Mempercepat Proses Pengomposan o 5.1 Memanipulasi Kondisi Pengomposan o 5.2 Menggunakan Aktivator Pengomposan o 5.3 Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan o 5.4 Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan

6 Pengomposan secara aerobik o 6.1 Peralatan o 6.2 Tahapan pengomposan

7 Kontrol proses produksi kompos o 7.1 Proses pengontrolan

8 Mutu kompos 9 Literatur 10 Pranala luar

[sunting] Pendahuluan

Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.

Page 8: sampah dan pengolahannya

Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.

Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.

Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.

Bahan baku pengomposan adalah semua material orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.

Asal Bahan

1. Pertanian

Limbah dan residu tanaman

Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa

Limbah & residu ternak

Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas

Tanaman air Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air

Page 9: sampah dan pengolahannya

2. Industri

Limbah padatSerbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan

Limbah cairAlkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa sawit

3. Limbah rumah tangga

Sampah Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota

[sunting] Jenis-jenis kompos

Kompos cacing (vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan organik yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing tersebut.

Kompos bagase , yaitu pupuk yang terbuat dari ampas tebu sisa penggilingan tebu di pabrik gula. Kompos bokashi .

[sunting] Manfaat Kompos

Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.

Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:

Aspek Ekonomi :

1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah2. Mengurangi volume/ukuran limbah3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya

Page 10: sampah dan pengolahannya

Aspek Lingkungan :

1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah

2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Aspek bagi tanah/tanaman:

1. Meningkatkan kesuburan tanah2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).

Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.

Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak

Page 11: sampah dan pengolahannya

meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.

[sunting] Dasar-dasar Pengomposan

[sunting] Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan

Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.

[sunting] Proses Pengomposan

Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.

Skema Proses Pengomposan Aerobik

Page 12: sampah dan pengolahannya

Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.

Gambar profil suhu dan populasi mikroba selama proses pengomposan

Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan

Kelompok Organisme Organisme Jumlah/gr kompos

Mikroflora Bakteri; Aktinomicetes; Kapang 109 - 109; 105 108; 104 - 106

Mikrofanuna Protozoa 104 - 105

Makroflora Jamur tingkat tinggi

Makrofauna Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll

Proses pengomposan tergantung pada :

1. Karakteristik bahan yang dikomposkan2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan3. Metode pengomposan yang dilakukan

[sunting] Faktor yang memengaruhi proses Pengomposan

Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan

Page 13: sampah dan pengolahannya

kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.

Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:

Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.

Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.

Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.

Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

Porositas Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.

Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

Page 14: sampah dan pengolahannya

Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.

pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

Kandungan Hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.

Kandungan Bahan Berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.

Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)

Kondisi Konsisi yang bisa diterima Ideal

Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1

Kelembaban 40 – 65 % 45 – 62 % berat

Konsentrasi oksigen tersedia > 5% > 10%

Ukuran partikel 1 inchi bervariasi

Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd

pH 5.5 – 9.0 6.5 – 8.0

Page 15: sampah dan pengolahannya

Suhu 43 – 66oC 54 -60oC

[sunting] Strategi Mempercepat Proses Pengomposan

Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:

1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba

pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua.

[sunting] Memanipulasi Kondisi Pengomposan

Strtegi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.

[sunting] Menggunakan Aktivator Pengomposan

Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya :Green Phoskko(GP-1), Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain.

Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2

Page 16: sampah dan pengolahannya

minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.

[sunting] Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan

Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.

[sunting] Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan

Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:

1. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.2. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.3. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.4. Tingkat kesulitan pembuatan kompos

[sunting] Pengomposan secara aerobik

[sunting] Peralatan

Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan.

1. Terowongan udara (Saluran Udara) o Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udarao Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayuo Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ mo Sudut : 45oo Dapat dipakai menahan bahan 2 – 3 ton

2. Sekop o Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya

3. Garpu/cangkrang o Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan bahan dan pemilahan

sampah4. Saringan/ayakan

o Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar diperoleh ukuran yang sesuai

o Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran kompos yang diinginkano Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau saringan putar

5. Termometer o Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan

Page 17: sampah dan pengolahannya

o Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat

o Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak mencemari kompos jika termometer pecah

6. Timbangan o Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai berat yang diinginkano Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan dan pengemasan

7. Sepatu boot o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja agar terhindar dari

bahan-bahan berbahaya8. Sarung tangan

o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan perlindungan tangan

9. Masker o Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernafasan dari debu dan gas bahan terbang

lainnya

Kompos Bahan Organik dan Kotoran Hewan

Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang lebih maju dan modern. Komposter type Rotary Kiln, misalnya, berfungsi dalam memberi asupan oksigen ( intensitas aerasi), menjaga kelembaban, suhu serta membalik bahan secara praktis. Komposter type Rotary Klin di pasaran terdapat dengan kapasitas 1 ton setara 3 m3 hingga 2 ton atau setara 6 m3 bahan sampah, menggunakan proses pembalikan bahan dan mengontrol aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar aerator ( exhaust fan). Penggunaan komposter Biophoskko disertai aktivator kompos Green Phoskko (GP-1) telah mampu meningkatkan kerja penguraian bahan organik(dekomposisi) oleh jasad renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.

[sunting] Tahapan pengomposan

1. Pemilahan Sampah o Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang

lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan

2. Pengecil Ukuran

Page 18: sampah dan pengolahannya

o Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos

3. Penyusunan Tumpukan o Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian

disusun menjadi tumpukan.o Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi

panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.o Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi

mengalirkan udara di dalam tumpukan.4. Pembalikan

o Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

5. Penyiraman o Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering

(kelembaban kurang dari 50%).o Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam

bahan dari bagian dalam tumpukan.o Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan

sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

6. Pematangan o Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun

hingga mendekati suhu ruangan.o Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos

masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.7. Penyaringan

o Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.

o Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

8. Pengemasan dan Penyimpanan o Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan

pemasaran.o Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari

kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.

[sunting] Kontrol proses produksi kompos

1. Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar memperoleh hasil yang baik.2. Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan lingkungan atau habitat dimana jasad

renik (mikroorganisme) dapat hidup dan berkembang biak dengan optimal.3. Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa bahan organik dari sampah

untuk menghasilkan energi dan tumbuh.

Page 19: sampah dan pengolahannya

[sunting] Proses pengontrolan

Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:

1. Monitoring Temperatur Tumpukan2. Monitoring Kelembaban3. Monitoring Oksigen4. Monitoring Kecukupan C/N Ratio5. Monitoring Volume

[sunting] Mutu kompos

1. Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman.

2. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman

3. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut : o Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,o Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,o Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya,o Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,o Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dano Tidak berbau.

[sunting] Literatur

Abdurohim, Oim. 2008. Pengaruh Kompos Terhadap Ketersediaan Hara Dan Produksi Tanaman Caisin Pada Tanah Latosol Dari Gunung Sindur, sebuah skripsi. Dalam IPB Repository, diunduh 13 Juni 2010.

Gaur, D. C. 1980. Present Status of Composting and Agricultural Aspect, in: Hesse, P. R. (ed). Improvig Soil Fertility Through Organic Recycling, Compost Technology. FAO of United Nation. New Delhi.

Guntoro Dwi, Purwono, dan Sarwono. 2003. Pengaruh Pemberian Kompos Bagase Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Dalam Buletin Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Handayani, Mutia. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan Bibit Salam, sebuah skripsi. Dalam IPB Repository diunduh 13 Juni 2010.

Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta, sebuah prosiding.

Bogor, 17 Februari 2005. Toharisman, A. 1991. Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula Sebagai Sumber Bahan

Organik Tanah.

~ Teknologi Tepat Guna Dari Sampah Kumpulan Artikel - 110 - Energi Sampah / PLTSa

Page 20: sampah dan pengolahannya

Sulap Sampah Jadi Barang Bermanfaat

 Dengan teknologi yang tepat,  sampah yang tadinya sebagai barang buangan, kotor, berbau, menimbulkan penyakit dan mencemari lingkungan dapat menjadi barang yang bisa dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Sampah anorganik bisa membantu mengembangkan industri daur ulang (recycling). Kertas bekas akan di daur ulang oleh industri kertas, sampah plastik dan kaca akan di daur ulang menjadi bahan baku industri, sedangkan sampah organik dapat mengembangkan industri pengolah kompos menjadi pupuk organik dan juga dapat diolah menjadi industri energi/industri bahan bangunan. Volume sampah dikota-kota besar seperti di Jakarta bisa mencapai 24.000 hingga 27.000 meter kubik/hari. Kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang sekitar 60% dari seluruh produksi sampah.

 

Jenis sampah dan kandungannyaPertama, dilihat dari asal zat-zat yang dikandungnya. Secara garis besar sampah bisa digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu sampah organik yakni sampah yang berasal dari benda-benda atau makhluk hidup. Contohnya, sisa sayuran, buah-buahan dan daun-daunan. Sampah anorganik, yakni sampah yang berasal dari benda-benda atau zat-zat mati. Misalnya, kaleng, plastik, besi, kaca. Berangkal juga bisa dimasukkan dalam kelompok ini. Sampah jenis ini banyak yang sulit hancur dan sulit diolah. Untuk mengolah sampah ini memerlukan biaya dan teknologi tinggi. Kedua, dilihat dari sumbernya; sampah ini bisa dibedakan menjadi tiga macam, yakni sampah rumah tangga adalah sampah yang dihasilkan dari rumah tangga, sampah industri, meliputi buangan hasil proses industri, dan sampah makhluk hidup, segala jenis benda buangan dari makhluk hidup.

 

Teknologi proses sampahSampah yang telah ditimbun pada tempat pembuangan akhir (TPA) dapat mengalami proses lanjutan. Teknologi yang digunakan dalam proses lanjutan yang umum adalah pertama; teknologi pembakaran (incinerator). Teknologi akan menghasilkan produk samping berupa logam bekas (skrap) dan uap yang dapat dikonservasikan menjadi energi listrik. Keuntungan lainnya menggunakan teknologi ini menurut Dinas Kebersihan DKI Jakarta adalah, dapat mengurangi volume sampah sekitar 75% - 80% dari sumber sampah tanpa proses pemilahan. Abu atau terak dari sisa pembakaran cukup kering dan bebas dari pembusukan dan bisa langsung dapat dibawa ke tempat penimbunan pada lahan kosong, rawa ataupun daerah sebagai bahan pengurug. Dan pada instalasi yang cukup besar dengan kapasitas 300 ton/hari dapat dilengkapi dengan pembangkit listrik sehingga energi listrik sekitar 96.000 MWH/tahun yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya proses. Kedua, teknologi pengomposan (composting). Pada prinsipnya teknologi pengomposan adalah sebagai berikut, sampah yang tak lapuh seperti kaca, plastik, besi dan bongkahan beton disisihkan dan dibuang. Sehingga yang tinggal hanya yang bisa lapuk saja. Selanjutnya sampah dihancurleburkan menggunakan mesin khusus sampai lumat, agar proses pembusuksn oleh mikroorganisme dapat berjalan dengan baik, sampah kemudian ditimbun secara teratur dalam suatu hamparan tertutup yang bisa diawasi suhu, tingkat kelembaban dan aliran udaranya menggunakan alat khusus. Perlakuan ini akan membuat proses pembusukan sampah berlangsung optimal. Walaupun demikian

Page 21: sampah dan pengolahannya

pembusukan bisa dilakukan secara sederhana. Sampah yang telah digiling cukup dihamparkan begitu saja tertimpa sinar matahari selama beberapa hari sampai membusuk dengan sempurna. Kompos yang dalam pembuatannya dilapisi dengan lumpur dasar sungai ternyata hasilnya jauh lebih baik dibandingkan dengan jika tidak dilapisi dengan lumpur. Proses pembuatan kompos ini biasanya  berlangsung antara 2 hari hingga 6 minggu, tergantung pada cara penangannanya. Setelah kompos itu “jadi”, segera dikeringkan kemudian digiling. Setelah dikemas dengan baik, maka kompos  siap dipasarkan. Ketiga, teknologi penimbunan tanah (land fill). Teknologi ini sudah lama dilakukan. Sampah yang terkumpul dari rumah tangga dan pasar dimanfaatkan untuk menimbun tanah rendah. Sampah ditimbun begitu saja sampai menggunung, lalu diratakan dan dipadatkan. Setelah ketinggian mencapi yang diinginkan penimbunan sampah dihentikan. Sebaiknya yang dimanfaatkan jenis sampah yang tak mudah lapuk saja, seperti kertas, potongan kayu, potongan besi, kaleng bekas dan sebagainya. Sebab kalau sampah itu bercampur dengan sampah lapuk yang sangat mudah membusuk akan menimbulkan bau tidak sedap. Setelah mencapai tinggi tertentu segera ditimbun tanah. Lapisan tanah ini sedikitnya setebal 60 cm. Pemusnahan dengan cara ini (sanitary landfill) memang membutuhkan biaya lebih besar, tapi lebih aman dan tidak merugikan kehidupan masyarakat. Keempat, teknologi daur ulang (recycling). Sampah-sampah yang kiranya masih bisa diolah kembali, dipungut dan dikumpulkan. Contohnya adalah kertas, kardus, pecahan kaca, botol bekas, logam-logam, plastik dan sebagainya. Barang-barang bekas ini bisa dikirim ke pabrik yang melakukan daur ulang, sehingga barang bekas tadi bisa diolah menjadi bahan baku, yang dapat menghasilkan produk daur ulang seperti karton, kardus pembungkus, alat-alat dan perangkat rumah tangga dari plastik dan kaca. Cara daur ulang kertas, kertas-kertas dikumpulkan secara terpisah dengan plastik. Lantas dibawa ketempat daur ulang kertas. Kemudian kertas dicampur dengan air, dipanaskan dan dibuat pulp. Residu tinta dipisahkan untuk meningkatkan kualitas. Akhirnya dihasilkan kertas daur ulang. Setelah dipotong dalam ukuran tertentu dan dikemas, kertas sudah bisa dipasarkan kembali.

       Manfaat lain sampahSampah tidak hanya bisa dimanfaatkan sebagai kompos untuk pupuk organik, tapi juga bisa diolah menjadi energi bio arang, biomass dan energi untuk listrik. Lebih jauh sampah dapat dijadikan barang-barang aksesoris, barang fungsional dan sebagai bahan bangunan. Pengolahan sampah menjadi energi listrik sudah lazim di banyak negara, tetapi di Indonesia fasilitas gas dari TPA masih relatif baru. Pada saat ini proyek untuk menghasilkan energi listrik dari sampah sedang dibangun di Bali. Investor Inggris, Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI), akan mendirikan instalasi pengelolaan sampah terpadu sebagai penghasil listrik untuk Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Proyek ini akan mengolah sampah sebanyak 500 ton per hari dan menhasilkan listrik 5–8 megawatt. Teknologi yang digunakan adalah teknologi landfill. Prosesnya, menjadikan biogas yang didapat dari sampah melalui gas engine dikonservasikan menjadi energi listrik. Mula-mula seluruh sampah ditimbun dengan tanah, lalu lewat pipa yang dipasang di dalamnya, gas methan ditangkap dan digunakan untuk mengeringkan sampah. Dengan demikian tumpukan sampah itu akan mengering. Cairan yang keluar selama proses itu ditampung dan dikelola dalam instalasi khusus atau water treatment supaya tidak menimbulkan pencemaran. Untuk sampah yang baru,  prosesnya dipilah dulu. Sampah basah seperti kayu, daun, kertas dicacah dulu, kemudian dimasukkan dalam digester (pengering) yang nantinya menghasilkan biogas dan kompos. Teknologi ini disebut Anaerobic Digestion. Sedangkan sampah kering semacam plastik akan diolah dengan teknologi pirolisis dan gassfication, yakni dengan pemanasan tinggi tanpa oksigen yang menhasilkan gas dan digunakan untuk menggerakkan turbin. Pemprov DKI juga berencana menerapkan system waste to energy

Page 22: sampah dan pengolahannya

(WTE), yang akan dibangun di empat lokasi; Marunda, Pulo Gebang, Ragunan dan Duri Kosambi. Dengan ini diharapkan sampah di Bantar Gebang bisa berkurang dari 6.250 ton per hari menjadi 1000 ton. Selain itu, sampah ternyata juga bisa dibuat bahan bangunan, seperti bata seukuran bata merah, batako, paving block, tegel, teraso dan genteng.

 

Proses pembuatan bahan bangunan1. Proses pembuatan batako, yakni terdiri dari sampah dan berangkal (puing). Kedua bahan ini harus diolah terlebih dahulu. Bakar atau hancurkan di incinerator. Bila incinerator tidak ada, proses pembakaran dapat dilakukan di tempat lain, misalnya di pekarangan atau di dalam wadah khusus  seperti drum. Selain dibakar, sampah juga bisa dicacah dengan parang atau golok. Pencacahan dilakukan di sebuah wadah khusus, misalnya di cekungan tanah. Pencacahan tidak sebaik hasil pembakaran dan butuh waktu lama. Sayangnya ditempat-tempat pembuangan sampah tidak semuanya tersedia incinerator. Proses penghancuran berangkal dapat dilakukan di sebuah mesin giling khusus, dapat pula dilakukan secara manual. Penghancuran dengan mesin giling relatif lebih efisien dan efektif, waktu yang dibutuhka lebih sedikit. Perbandingan bahan-bahan untuk membuat batako, sampah yang telah dihancurkan (50%),  berangkal yang telah digiling (35%), semen (10%), dan air secukupnya (5%). Selanjutnya bahan-bahan tadi dicampur dan diaduk-aduk. Adukan jangan terlalu encer atau kental. Setelah jadi adukan dimasukkan dalam alat pencetak, ratakan bagian atasnya. Setelah itu keluarkan batako yang sudah jadi dari alat cetak Untuk membuat lubang-lubang batako, pergunakan pipa besi. Sebaiknya penususksn dilakukan ketika alat cetak baru berisi separo.

2. Dalam prinsipnya pembuatan bata sama dengan pembuatan batako. Komposisi perbandingan bahan sama persis dengan batako. Alat cetak bisa dipakai alat cetak bata merah non sampah.

3. Komposisi bahan yang diperlukan dalam membuat genteng berbeda dengan komposisi jenis batako. Batako dan bata menggunakan adukan tipe kasar. Kalau genteng membutuhkan adukan tipe halus dengan komposisi sebagai berikut, sampah yang dihancurkan (45%), berangkal yang digiling (30%), semen (20%), dan air secukupnya (5%). Cara pembuatannya, setelah adukan jadi, kemudian dimasukkan dalam alat cetak genteng.  Sebelumya alat cetak dilapisi oleh plastik dan diolesi solar secara merata di seluruh permukaan plastik. Padatkan dan ratakan dengan besi atau baja. Haluskan dengan alat penghalus. Maka gentengpun sudah jadi.

4. Paving block terbuat dari pencampuran dua tipe adukan, tipe kasar dan tipe halus. Perbandingan kedua tipe ini 1:2. Setiap satu bagian tipe halus dicampurkan denga dua bagian tipe kasar. Adukan yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat cetak pukul-pukul biar padat. Ratakan permukaan dengan limbatan. Cara mengeluarkan paving block dengan bantuan papan. Balikan alat cetak, tekan alasnya sambil menarik pegangannya.

5. Bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan tegel terdiri dari sampah dan berangkal hancuran, semen biasa, semen putih, pewarna semen, kapur giling dan air sabun. Khusus untuk sampah dan berangkal harus dibagi dua, yang kasar dan yang halus. Untuk itu sampah berangkal harus diayak dengan ayakan ukuran maksimum lubang 2 mm.

Page 23: sampah dan pengolahannya

Pemakaian bahan-bahan tadi tidak sekaligus tapi dibagi menjadi lima jenis adukan: Adukan ke 1: terdiri dari sampah dan berangkal halus dan semen biasa dengan komposisi 3 : 1. Aukan ke 2: terdiri dari sampah dan berangkal kasar dan semen biasa dengan komposisi 5 : 1.  Adukan 1 dan 2 digunakan untuk semua jenis tegel. Adukan ke 3: terdiri dari kapur giling dan semen putih dengan komposisi 2 : 1. Adukan ini dipakai untuk jenis tegel wavel. Adukan ke 4: terdiri dari semen putih, pewarna tegel dan air sabun. Setiap 1 kg semen putih membutuhkan air sabun 1 liter dengan pewararna secukupnya. Adukan ini digunakan untuk membuat tegel wavel dan kembang. Adukan ke 5: terdiri dari semen biasa, pewarna hitam dan air sabun. Setiap 1 kg semen biasa membutuhkan air sabun 3 liter dengan pewarna hitam secukupnya. Adukan ini digunakan untuk membuat tegel kembang dan polos. Kemudian masukkan ke alat cetak yang terlebih dulu dilapisi dengan plastik yang diolesi solar. Untuk membuat tegel polos prosesnya paling sederhana. Masukkan adukan kelima setebal 4 mm. Ini untuk bagian kepala. Kemudian diikuti adukan kesatu juga setebal 4 mm. Lalu masukkan adukan kedua setebal 25 mm. Ini untuk bagian kaki. Setelah proses tadi selesai, kemuadian campuran adukan tadi di press. Keluarkan tegel yang sudah jadi.

6. Seperti tegel, teraso juga terdiri dari bagian kepala dan kaki. Bahan untuk membuat bagian kepala adalah semen putih, kapur giling, batu teraso dan air sabun. Komposisinya 1:2:1 dengan air sabun secukupnya. Proses selanjutnya sama dengan proses pembuatan tegel. Campurkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan bagian kepala. Aduklah sampai kental, seperti adukan untuk mengecor. Tempatkan diwadah khusus. Kemudian siapkan adukan untuk bagian kaki. Siapkan cetakan. Lapisi seluruh permukaan bagian dalam dengan plastik tipis. Oleskan solar. Masukkan adukan dibagian kepala setebal 4 mm. Ratakan. Masukkan adukan kesatu setebal 5mm, diikuti dengan adukan kedua 20 mm. Kemudian preslah. Keluarkan teraso dan bawa ketempat penampungan.

Wagu F

 

By Amri Views

Pengusaha Jabar Lirik Pengolahan Sampah Organik di Batam

BATAM--MICOM: Pengusaha provinsi Jawa Barat berminat menggarap sampah di Batam menjadi sumber bio energi dengan menerapkan teknologi yang tepat guna.

Direktur PT Cipta Visi Sinar Kencana Sonson Garsoni menyebutkan teknologi pengolahan sampah menjadi bio energi telah diterapkan di Jawa Barat dan hasilnya sudah dapat dirasakan oleh masyarakat.

Page 24: sampah dan pengolahannya

"Mengolah sampah menjadi energy listrik dan bisa dijadikan pupuk organik teorinya rumit, namun pada praktiknya hal itu sangat mudah dapat diterapkan di mana pun di Indonesia," paparnya, usai seminar Pemanfaatan Biomassa (Material Organik) Menjadi Bio Listrik dan Pupuk di Batam, Kamis (26/5).

Apalagi teknologi pengolahan sampah menjadi energi bisa diterapkan di kawasan terpencil di daerah pesisir yang ada di sejumlah kawasan di Batam seperti pulau-pulau yang sulit mendapatkan listrik.

Daerah-daerah yang telah diuji coba antara lain Cipondoh Tangerang, pesantren Internasional, di Indramayu, dan Tasikmalaya, Jawa Barat.

Dia menjelaskan seperti di Cipondoh, diterapkan pada sebuah danau berisikan enceng gondok yang terdapat kafe di sekitarnya.

"Kita ubah enceng gondok menjadi energy yang ramah lingkungan. Dan bisa dimanfaatkan oleh kalangan dunia usaha, dengan biaya murah," ujarnya.

Khusus Batam, lanjut dia, banyak sarana fasilitas akomodasi seperti hotel dan restoran. Yang mana menghasilkan food waste (sampah sisa makanan) yang masuk kategori sampah organik.

Dengan alat yang berupa digester dan generator untuk mengolah dan membangkitkan listrik, hal itu bisa dilakukan.

Dengan syarat yaitu minimal kapasitas sampah organik yang dibutuhkan untuk menghasilkan listrik yang diperlukan sekitar 3.000 meter kubik atau 1 ton, dan sudah mampu menghasilkan listrik sekitar 5 atau 6 Kwh atau sama dengan 5.000 -6.000 watt per hari.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Batam Rudy mengatakan Pemkot Batam mendukung upaya perusahaan Jawa Barat untuk mengubah sampah organik menjadi energi yang bermanfaat dan murah bagi masyarakat Batam.

Page 25: sampah dan pengolahannya

"Masyarakat di daerah ini akan senang sekali dengan penerapan teknologi tersebut jika benar-benar akan diimplementasikan dalam waktu dekat, kami mendukung upaya itu," katanya. (OL-12)

http://www.mediaindonesia.com/read/2011/05/27/229171/21/2/-Pengusaha-Jabar-Lirik-Pengolahan-Sampah-Organik-di-Batam