salomo hutahean: pola ekspresi calcium-binding protein (cabp)...

30
Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

Upload: vandien

Post on 07-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

RINGKASAN

Cacat celah langit-langit mulut (cleft palate/CP) adalah salah satu jenis cacat bawaan

yang sering dijumpai dalam masyarakat. Angka insidensinya -- umumnya dihitung

bersama-sama dengan bibir sumbing (cleft lip and palate) -- adalah tertinggi di dunia dari

antara seluruh jenis cacat bawaan yang dikenal, yakni sekitar 1 per 700 kelahiran. Melalui

percobaan-percobaan pada hewan-hewan mamalia telah dikenali sejumlah agensia toksik

yang memiliki kemampuan menginduksi cleft palate, yaitu fenitoin don diazepam

(obat-obatan antikonfulsi), alkohol, glukokortikoid, retinol, hadacidin, dioksin, nikotin dan

pelarut-pelarut organik yang biasa digunakan untuk industri. Hampir seluruh agensia

penginduksi cleft palate tersebut tergolong pada senyawa-senyawa yang aktif di sistem saraf

(memiliki aktivitas neurofarmaka), akan tetapi sejauh ini belum diketahui apa yang

mendasari kepekaan jaringan palatum embrio terhadap senyawa-senyawa neurofarmaka.

Menarik untuk diteliti kemungkinan adanya sel-sel khusus non-saraf di jaringan palatum

yang memiliki kemampuan merespon senyawa-senyawa neurofarmaka penginduksi cleft

palate.

Dalam penelitian ini dikaji secara imunohistokimiawi pola ekpresi calcium binding

protein S-100 di jaringan palatum embrio mencit sepanjang masa palatogenesis, sebagai

molekul yang diduga turut berperan dalam rangkaian respon jaringan palatum terhadap

senyawa-senyawa neurofarmaka penginduksi cleft palate.

Delapan ekor mencit (Mus musculus, L) bunting dipelihara pada kondisi

eksperimental don dikorbankan berturut-turut sejak hari ke-12 hingga hari ke-15

kebuntingan, kemudian diproses struktur craniofacialnya melalui metode parafin dan dibuat

irisan penampang

iii

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

palatum (coronol section) setebal 6μ. Irisan-irisan yang diperoleh diproses secara

imunohistokimia dan selanjutnya diamati dengan mikroskop cahaya untuk memperoleh

gambaran pola ekspresi protein S-100 secara spatiotemporal.

Hasil imunohistokimia menunjukkan bahwa terdapat ekspresi protein S-100 di

jaringan palatum embrio mencit selama proses palatogenesis berlangsung. Pada awal

palatogenesis ekspresi cenderung berderajat sedang dan terdistribusi merata di seluruh bagian

palatum, ekspresi meningkat pada saat pertumbuhan horizontal bilah terutama di jaringan

mesenkim dan cenderung tetap tinggi hingga pasca fusi dengan pola distribusi memusat di

mesenkim sepanjang poros bilah.

Pola spesifik ekspresi S-100 di palatum embrio mengindikasikan keterlibatannya

dalam proses penutupan langit-langit mulut. Senyawa-senyawa aktif neurofarmakologis yang

kerjanya melalui mobilisasi calcium binding protein (CaBP) untuk fungsi eksositosis

neurotransmitter dapat menggangu ketersediaan protein CaBP S-100 untuk fungsi regulasi

ekspresi protein. Mekanisme tersebut menjelaskan kenyataan bahwa kebanyakan agensia

penginduksi cleft palate adalah senyawa aktif neurofarmakologis.

iv

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

SUMMARY

Cleft palate syndromes are among the most common congenital malformation in

human, together with cleft lip (cleft lip and palate) occur in approximately 1 in 700 live

births.

In mammalian experimentation, cleft palate has been associated with numerous

environmental toxic substances, known as cleft palate inducer such as phenytoin and

diazepam (anticonvulsant dugs), alcohol, glucocorticoid, retinol, hadacidin, dioxin, tobacco

smokes, and industrial organic solvent. Interestingly, most of the cleft palate inducer posses

neuropharmacologic activity in adult. The mechanism that lead to sensitivity of non-neuronal

palatal tissue to those substances still unclear.

The aim of the present study was to investigate immunohistochemically the presence

and the pattern of distribution of calcium binding protein (CaBP) S-100 in mouse (Mus

musculus, L) palatal shelves during palatogenesis, to get the information about the functional

roles of this protein on palatal tissue sensitivity to neuropharmacologic substances.

Eight pregnant dams were maintained under experimental condition, and on days 12,

13, 14, and 15 of gestation (plug day = 0 day) 2 dams each were sacrificed for collecting the

fetuses. Coronal paraffin section (6μ) of craniofacial structure were stained

immunohistochemically for S-100 protein expression.

The result showed that, spatiotemporally there is a specific pattern of S-100 protein

expression in palatal tissue during palatogenesis. They were found and distributed evenly in

palatal tissue at the beginning of palatogenesis (GD12), but following the developmental

progress they

v

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

localise most intensely in the messenchyme rather than epithelia (GD13). After palatal fusion

(GD14 and GD 15), the expression remained high in the middle of palate, forming a thick

line in the area of mesenchyme across the 2 fused palatal shelves.

The pattern indicate that S-100 protein may play a role in mesenchymal cell

migration and concilidation, probably through regulation function of S-100 protein on

microtubula and other contractil protein, so facilitating palatal shelves horizontal growth and

subsequent palatal closure. Protein S-100 may also play a central role in cleft palate

phenomenon, since most of the known cleft palate inducer have neuropharmacological

activity with the potential to disturb pattern of CaBP S-100 expression in developing palate.

vi

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

DAFTAR ISI

Hlm

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ................................................. ii

RINGKASAN ..................................................................................................... iii

SUMMARY .........................................................................................................v

PRAKATA ......................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR . ..........................................................................................x

I. PENDAHULUAN.............................................................................................1

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................4

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .................................................9

IV. METODE PENELITIAN ..............................................................................9

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................14

VI. KESIMPULAN .............................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA . ........................................................................................20

viii

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

DAFTAR TABEL

Hlm

Tabel 1. Bagan alir prosedur kerja imunohistokimia

untuk protein S-100 ....... . 13

Tabel 2. Pola ekspresi spatiotemporal protein S-100 di jaringan

palatum embrio mencit (Mus musculus, L) . ....... . 14

ix

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

DAFTAR GAMBAR

Hlm

Gambar 1. Pola ekspresi protein S-100 di jaringan palatum

pada tingkat perkembangan hari hari ke-13 ....................................... 15

kebuntingan.

Gambarl 2. Pola ekspresi protein S-100 di jaringan palatum……………………...17

pada tingkat perkembangan hari hari ke-14

kebuntingan.

x

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

I. PENDAHULUAN

Cacat celah langit-langit mulut (cleft palate) adalah salah satu jenis cacat bawaan

yang sering dijumpai dalam masyarakat. Angka insidensinya, dihitung bersama-soma dengan

bibir sumbing (cleft lip and palate), adalah tertinggi di dunia dari antara seluruh jenis cacat

bawaan yang dikenal, yakni sekitar 1 per 700 kelahiran (Kerrigan, dkk., 2000). Di Indonesia

cleft lip and palate adalah salah satu dari 4 jenis cacat bawaan yang paling sering dijumpai

(Kadri dkk., 1995).

Penanganan cleft palate sampai soot ini dilakukan melalui tindakan operasi yang

membutuhkan biaya besar (Tsukada don Taniguchi, 1993). Menurut Czeizel (2001) pilihan

paling rasional penanganan masalah ini adalah pencarian upaya-upaya preventif yang

ditujukan pada penekanan angka insidensi cacat yang tinggi. Akan tetapi hal tersebut belum

dapat dilakukan karena pengembangannya masih menunggu informasi-informasi dasar yang

berkaitan dengan seluk-beluk proses embriologis perkembangan palatum (palatogenesis) don

mekanisme kerjo agensia-agensia penginduksi cleft palate yang sangat beragam.

Induksi cleft palate bersifat multifaktor. Selain faktor predisposisi genetik, faktor

paparan terhadap agensia toksik dari lingkungan selama masa kehamilan juga memegang

peranan besar. Beberapa diantar agensia toksik penginduksi cleft palate telah dikenali, yaitu

fenitoin don diazepam (obat-obatan antikonfulsi), alkohol, glukokortikoid, retinol, hadacidin,

dioksin, nikotin don pelarut-pelarut organik yang biasa digunakan untuk industri.

Masing-masing agensia bekerja dengan mekanisme berbeda mengganggu tahap spesifik

proses palatogenesis embrio (Wyzynski don Beaty, 1996).

1

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

Beragamnya faktor penginduksi cleft palate mengakibatkan pengembangan upaya

pencegahan menjadi sangat kompleks karena menuntut dikembangkannya sejumlah upaya

yang spesifik terhadap tiap-tiap faktor penginduksi. Oleh karena itu salah satu strategi yang

akan besar manfaatnya bagi pengembangan upaya pencegahan cleft palate di masa

mendatang adalah mencari kesamaan dalam mekanisme kerja di antara seluruh atau sebagian

besar faktor penginduksi sehingga kompleksitas permasalahan dapat disederhanakan.

Dalam kaitan itu salah satu faktor yang menarik untuk dikaji adalah terdapatnya

kesamaan aktivitas pada agensia-agensia penginduksi cleft palate. Hampir seluruh agensia

penginduksi cleft palate memiliki aktivitas neurofarmakologi (Zimmerman dan Wee, 1984).

Berdasarkan kenyataan tersebut Zimmerman dan Wee (1984) mengemukakan dugaan bahwa

induksi cleft palate mungkin melibatkan gangguan sekresi neurotransmitter dan transduksi

signal di jaringan saraf, mengingat target organ aksi senyawa neurofarmokologik adalah pada

sel-sel neuron di otak. Akan tetapi pada percobaan kultur organ palatum in vitro induksi cleft

palate ternyata dapat berlangsung meskipun jaringan sudah terpisah dari sistem saraf pusat.

Dengan demikian induksi cleft palate tidak mensyaratkan keterlibatan sistem saraf pusat dan

itu berarti kemungkinan terdapat sel-sel khusus non-saraf di jaringan palatum sendiri yang

memiliki kemampuan merespon senyawa-senyawa neurofarmakologik penginduksi cleft

palate.

Respon sel terhadap senyawa neurofarmokologik adalah terutama berupa osilasi kadar

ion kalsium (Ca2+) di dalam sel yang mempengaruhi sekresi neurotransmitter (Thayer dkk.,

2002). Tetapi pada sisi lain, influx Ca2+, pada sel-sel tertentu dapat mengaktifkan Calcium-

2

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

Binding Protein (CaBP). CaBP teraktivasi, dalam bentuk kompleks senyawa dengan ion

Ca2+ memiliki kemampuan meregulasi mitosis dan mempengaruhi ekpresi sejumlah gen

(Swanson dkk., 1997; Tamascovic dkk., 2003) .

Protein S-100 adalah calcium-binding protein yang diekpresikan terutama di otak

tetapi juga di beberapa jaringan lain turunan krista neuralis. Protein S-100 meregulasi

ekspresi gen-gen yang mengkode protein vimentin, keratin, annexin, myosin, tropomyosin,

serta proteinprotein mikrotubula. Oleh karena protein-prptein target regulasi S-100 tersebut

bekerja menentukan migrasi, adhesi, dan diferensial sel, maka protein S-100 diperkirakan

penting peranannya dalam morfogenesis (Ikura dkk., 2002).

Pola ekpresi S-100 di jaringan palatum sejauh ini belum diketahui. Mengingat secara

embriologis sebagian struktur palatum adalah turunan krista neuralis (D'Amico-Martel dkk

dalam Zimmerman dan Wee, 1984), diduga terdapat kelompokan sel di jaringan fersebut

yang mengekpresikan protein S-100. Sel-sel seperti itu diperkirakan berfanggungjawab

merespon influx Ca2+ akibat aksi senyawa neurofarmakologik di jaringan palatum, oukan

dalam bentuk sekresi neurotransmitter melainkan dalam bentuk perubahan ekpresi gen-gen

yang penting dalam palatogenesis.

Dalam penelitian ini akan dikaji secara imunohistokimiawi ekpresi gen S-100 pada

tingkat protein di jaringan palatum embrio mencit sepanjang masa palatogenesis untuk

mengetahui apakah ferdapaf pola ekpresi spesifik yang bersesuaian dengan tahap-tahap

genting proses penutupan palatum embrio. Hasil penelitian diharapkan dapat menjelaskan

dasar kerja senyawa-senyawa neurofarmakologik menginduksi cleft palate.

3

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Perkembangan Palatum Embrio (Palatogenesis)

Pai'atum pada mamalia adalah struktur langit-langit mulut yang membatasi rongga

nasofaring dengan rongga mulut. Secara anatomi palatum dibedakan antara palatum keras

(palatum durum) yang menempati wilayah anterior don pal.atum lunak (palatum mole) yang

menempati wilayah posterior langit-langit mulut. Sedangkan dari sudut perkembangannya

palatum dibedakan antara palatum pertama (primary palate) dengan palatum kedua

(secondary palate) (Ferguson, 1988). Dalam penelitian ini yang dimaksudkan sebagai

perkembangan palatum (palatogenesis) adalah proses pembentukan palatum kedua.

Agar diperoleh struktur langit-langit mulut yang menutup sempurna, palatogenesis

harus berhasil melampaui 4 tahapan perkembangan. Keempat tahapan itu Ddalah:

pertumbuhan awal bilah palatum (initial palatal shelves growth), pertumbuhan seperti

mendaki (shelves elevation), pertumbuhan (horizontal shelves growth), don fusi (palatal

fusion) (Ferguson, 1988).

Pertumbuhan awal palatum dimulai dari terbentuknya tonjolan bilateral dari sisi

dalam dinding maksila. Pada awalnya pertumbuhan bilah terjadi secara vertikal dengan

kedua ujung bilah mengarah ke dasar mulut. Pada tahap berikutnya ujung-ujung bilah

palatum akan tumbuh menaik seperti mendaki hingga menempatkan diri di atas punggung

lidah yang sedang berkembang. Faktor kunci keberhasilan tahap ini adalah sintesis don

distribusi spesifik matriks ekstrasel hialuronan di jaringan palatum yang diregulasi oleh

protein EGF don TGF-β1. Pertumbuhan mendaki hanya membutuhkan waktu yang singkat

yaitu beberapa menit hingga jam. Setelah itu bilah palatum yang kini sudah menempati posisi

di atas lidah akan tumbuh soling mendekat secara horizontal dari kedua arah hingga terjadi

kontak

4

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

antara kedua ujungnya. Horizontal growth mensyaratkan keajegan proses mitosis di jaringan

palatum yang melibatkan ekpresi proteinprotein pembelahan dari keluarga cyclin. Kontak

antara 2 ujung bilah palatum pada tahap akhir palatogenesis memicu serangkaian proses yang

diarahkan pada keberhasilan fusi membentuk struktur sinambung yang kokoh menutup

sempurna langit-langit mulut. Sebelum kontak terjadi bilah palatum telah memiliki struktur

histologi yang khas, yaitu jaringan mesenkim sebagai struktur tubuh bilah palatum don

jaringan epitel melapisi sisi luarnya. Kontak terjadi antara epitel aspek medial (Medial Edge

Epithelium/MEE) dari kedua bilah palatum yang berhadapan (Ferguson, 1998; Kerringan

dkk., 2000). Setelah kontak, sebagian epitel mengalami kematian sel selektif (Shapiro don

Sweney dalam Kerrigan dkk., 2000), sebagian bermigrasi ke aspek oral don nasal bilah

(Bittencourt don Bolognese, 2000), don sisanya bertransdiferensiasi menjadi mesenkim

(Kaartinen, dkk., 1997), sehingga pertemuan antar kedua ujung bilah yang tadinya

diperantarai oleh sel epitel berubah menjadi hubungan antar mesenkim yang lebih kokoh.

Pada manusia seluruh kejadian tersebut berlangsung antara minggu ke-7 hingga ke-12

kehamilan, sedangkan pada mencit percobaan sekitar hari ke-10 hingga ke-14 kebuntingan

(Kerrigan dkk., 2000).

Selama palatogenesis, pembelahan, diferensiasi don kematian sel, adhesi don migrasi

sel, gerakan morfogenesis, don sintesis senyawa matriks berlangsung silih berganti. Runtutan

proses harus berlangsung tahap demi tahap dengan pengaturan yang ketat oleh ekpresi gen-

gen secara selektif. Gangguan ekspresi gen, demikian juga gangguan oleh agensia toksis pada

salah satu tahapan perkembangan dapat menyebabkan hambatan penutupan palatum sehingga

muncul cacat cleft palate. (Kerrigan dkk., 2000).

5

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

2. Cacat Celah Langit-langit Mulut (Cleff Palate)

Cacat celah langit-langit (cleft palate) termasuk salah satu jenis cacat bawa lahir

yang sering dijumpai di masyarakat. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Kadri dkk.

(1995) sejak tahun 1991 hingga 1994 dari 14 Rumah Sakit di 11 propinsi di Indonesia cacat

celah langitlangit dan celah bibir (cleft palate and lip) ditempatkan sebagai salah satu dari 4

jenis cacat bawaan yang paling sering dijumpai dari seluruh kejadian kecacatan yang

ditemukan. Bahkan menurut Kerrigan dkk. (2000) cleft palate and lip menempati urutan

tertinggi dari seluruh jenis cacat bawa lahir yang dikenal pada penduduk dunia dengan angka

rata-rata 1 kejadian per 700 kelahiran.

Cleft palate adalah manifestasi dari gangguan yang terjadi di salah satu titik

sepanjang proses palatogenesis. Kerrigan dkk. (2000) menyatakan bahwa walaupun

gangguan perkembangan dapat menimpa palatogenesis pada sebarang tahap, tetapi tahap

paling genting adalah shelves elevation dan palatal fusion.

Penanganan cleft palate yang dilakukan saat ini umumnya adalah melalui tindakan

operasi. Tsukada dan Taniguchi (1993) menggambarkan prosedur operasi untuk koreksi cleft

palate sebagai operasi yang mungkin mahal dan lama, karena tergantung pada derajat

keparahannya, seringkali operasi harus dilakukan bertahap (multiple sureries) antara lain

untuk mengoreksi kelainan anatomi palatum dan faring, mengupayakan agar penutupan

langit-langit sempurna tidak hanya sebagai pemisah fisik antara rongga mulut dengan

nasofaring tetapi juga sebagai tempat artikulasi lidah untuk mencapai kemampuan berbicara

yang baik, mencegah gangguan pertumbuhan maksila, memperbaiki fungsi pendengaran dan

memperbaiki posisi pertumbuhan geligi. Dalam keadaan seperti itu permasalahan morfologis

dan fungsional organ pasca operasi masih

6

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

sering muncul, karena perkembangan struktur-struktur tersebut pada umumnya sudah

mencapai tingkat kedewasaan organ. Oleh karena itu upaya preventif menjadi pilihan

tindakan paling rasional dalam menekan angka kejadian cacat bawa lahir. Upaya preventif

seperti itu membutuhkan informasi tentang agensia potensial penginduksi cacat don

mekanisme induksi cacat (Czeizel, 2001).

Agensia potensial penginduksi cleft palate sangat beragam jenisnya. Pada manusia

telah dipastikan obat-obatan antikonfulsi fenitoin don diazepam, kelebihan vitamin A,

konsumsi alkohol, rokok don paparan selama kehamilan terhadap pelarut-pelarut organik don

bahan-bahan kimia pertanian sebagai agensia potensial (Wyzynski dan Beaty, 1996). Selain

itu, pada mamalia coba di laboratorium glukokortikoid, dioksin, hadacidin, dan beberapa

senyawa pencemar lainnya telah terbukti sebagai agensia potensial penginduksi cleft palate

(Shah dkk., 1991; Abbott, dkk., 1994; 1998a; 1998b; Bennet dkk., 1997) .

Walaupun beragam jenisnya, terdapat juga kesamaan di antara agensia-agensia

penginduksi cleft palate. Hampir seluruh agensia penginduksi cleft palate yang dikenal

memiliki aktivitas biologis utama di otak (neurofarmakologis). Mekanisme kerja

senyawa-senyawa neurofarmakologis menimbulkan efek di luar sistem saraf, dalam hal ini di

jaringan palatum, belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Zimmermann don Wee (1984)

menduga kemungkinan adanya sel-sel non-neuronal tetapi memiliki aktivitas seperti sel

neuron mensintesis don mensekresikan neurotransmitter di jaringan palatum. Dikatakan,

sebagaimana sel neuron maka sel-sel non-neuron di palatum juga merespon

senyawa-senyawa neurofarmakologik, dan induksi cleft palate berkaitan dengan perubahan

yang ditimbulkan oleh aksi neurotransmitter hasil sekresi sel non-neural yang terpicu di

palatum.

7

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

Dugaan tersebut diperkuat oleh Hagiwara dkk. (2003) dengan menunjukkan adanya ekpresi

GABA di sel-sel non-neuron di palatum.

3. Calcium-Binding Protein S-100

Senyawa neurofarmakologik pada umumnya bekerja melalui interaksinya dengan

protein selaput sel yang bekerja sebagai gerbang kaslium. Interaksi tersebut mempengaruhi

konformasi protein gerbang sehingga influx Ca2+ ke dalam sel berubah menyebabkan

keseimbangan kadar Ca2+ intra dan ekstrasel juga berubah. Perubahan kadar Ca2+

mendorong pelepasan vesikuli berisi senyawa neurotransmitter secara eksositosis sebagai

efek utama senyawasenyawa neurofarmakologik (Thayer dkk., 2002). Pada sisi lain,

tergantung pada ada tidaknya calcium-binding protein (CaBP) spesifik di dalam sel,

perubahan dari Ca2+ dapat mengaktivasi CaBP untuk meregulasi ekspresi gen-gen yang

berada di bawah pengaruhnya (Ikura dkk., 2002). Pada sistem yang sedang dalam proses

perkembangan, seperti pada sel-sel embrio, aktivasi CaBP dapat mengubah ekspresi gen-gen

kunci dalam mitosis dan diferensiasi sehingga mempengaruhi morfogenesis secara

keseluruhan (Swanson dkk., 1997).

Protein S-100 adalah CaBP dari subfamili EF-hand yang ekspresinya terutama

adalah di otak dan di struktur-struktur lain turunan krista neuralis (Maki dkk., 2002; Ulfig,

2002, Daub, dkk., 2003). Hingga saat ini telah dikenali 20 tipe protein S-100 dengan target

kerja yang beragam, meliputi transduksi signal, diferensiasi sel, progresi sel tumor, dan

regulasi motilitas sel, tetapi secara keseluruhan bekerja dengan dasar mekanisme yang sama

meregulasi ekspresi gen spesifik setelah diaktivasi perubahan kadar Ca2+ di sitosol.

Sejumlah protein yang penting dalam morfogenesis telah diketahui sebagai target regulasi S-

8

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

100 seperti vimentin, tubulin, annexin, keratin, tropomyosin, dan proteinprotein mikrotubula.

Protein-protein tersebut aktif dalam proses morfogenesis (Ikura dkk., 2002).

III. TUJUAN DAN MANFAAT

Terdapat dua tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini :

1. Menentukan ekspresi calcium-binding protein S-100 di jaringan palatum embrio

mencit.

2. Memperoleh gambaran polo ekspresi calcium-binding protein S100 secara

spatiotemporal di jaringan palatum dan kaitannya dengan tahapan genting penutupan

langit-langit mulut selama palatogenesis.

Sedangkan manfaat yang diperoleh dari penelitian ini berkaitan dengan pencarian

upaya menekan angka insidensi cleft palate masih memerlukan informasi tentang seluk-beluk

proses palatogenesis dan kerentanannya terhadap berbagai agensia. Kontribusi penelitian ini

adalah dalam memberi data mikroanatomis tentang pola ekpresi calcium-binding protein

S-100 di jaringan palatum yang diperkirakan mendasari respon jaringan terhadap

agensia-agensia neurofarmakologik penginduksi cleft palate.

IV. METODE PENELITIAN

1. Sampel Embrio

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit (Mus musculus). Mencit bunting

diperoleh dengan cara menempatkan 3 ekor mencit betina dara estrus dalam satu kandang

dengan seekor mencit jantan fertil semalaman. Apabila pada keesokan harinya

9

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

dijumpai sumbat vagina maka had itu ditetapkan sebagai hari ke-0 kebuntingan. Delapan

ekor hewan bunting yang diperoleh dengan cara tersebut dipelihara di dalam kandang

pemeliharaan dan diberikan pakan dan air minum secara ad libitum.

Berturut-turut sejak hari ke-12 hingga hari ke-15 kebuntingan, masing-masing 2

induk dikorbankan. Induk mencit dibedah dan embrio diangkat dan ditempatkan di dalam

larutan fisiologis lalu sebanyak 2 embrio dari masing-masing induk diambil secara acak

sebagai sampel. Dengan cara ini diperoleh embrio sampel sebanyak 16 dari 4 tingkat usia

perkembangan yang berbeda (kebuntingan hari ke-12, 13, 14, dan ke-15). Selanjutnya

struktur craniofactial dari masing-masing embdo sampel diisolasi don difiksasi di dalam

formalin 10%.

2. Pembuatan Irisan Berparafin

Pekerjaan dilakukan mengikuti Drury don Wallington (1976). Setelah fiksasi

palatum embrio sampel dicuci di dalam larutan alkohol 70% berkali-kali lalu didehidrasi

dengan cara merendam berturut-turut di dalam alkohol 80, 90, 95% don akhirnya di dalam

alkohol absolut. Alkohol dilepas dengan cara merendam organ di dalam toluol. Infiltrasi

parafin ke dalam organ dilakukan di dalam oven. Organ dipindah berturut-turut dari

campuran toluol dan parafin (3 : 1, lalu 1 : 1 dana akhirnya 2 kali di dalam parafin murni).

Setelah itu parafin cair dituang ke dalam kotak cetakan dari kertas dan organ ditanam dengan

posisi berdiri dengan bagian anterior berada di bagian dasar kotak. Irisan penampang palatum

(coronal section) dibuat menggunakan mikrotom dengan ketebalan 6μ dan selanjutnya

palatum direkatkan di atas kaca benda.

3. Imunohistokimia Protein S-100

Untuk memperoleh data pola ekpresi protein S-100 di jaringan palatum dilakukan

pekerjaan imunohistokimia. Pekerjaan dilakukan

10

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

mengikuti petunjuk pada kit imunohistokimia dari perusahaan (SIGMA). Komponen yang

tersedia pada kit adalah: antibodi sekunder (anti rabbit IgG berkonjugat Horse Radish

Preroxidase / HRP), reagen peroksidase, buffer substrat, kromogen AEC (3-amono-9-

ethylcarbazole), don H202. Antibodi primer (rabbit anti-mouse S-100) dipesan terpisah

(SIGMA).

Dua slide (irisan jaringan) palatum dari masing-masing embrio sampel dihilangkan

parafinnya dengan cara merendam slide di larutan xilol (2 kali, masing-masing 15 menit).

Setelah itu jaringan dihidrasi dengan cara mencelup-celupkan slide ke dalam seri

larutan-larutan alkohol dengan konsentrasi menurun (100, 95, 80, 70, 50, 30%), untuk

selanjutnya direndam di dalam akuades selama 2 menit. Kemungkinan adanya gangguan

peroksidase endogenous jaringan dihilangkan dengan cara diinaktivasi menggunakan H202

3% (selama 10 menit). Selanjutnya slide dicuci dengan akuades berkali-kali dan kemudian

ditetesi blocking agent dan dibiarkan selama 20 menit. Sebagai blocking agent digunakan

Bovine Serum Albumin (BSA) 5 %. Setelah itu sisa BSA di slide dibuang dan tanpa dicuci

jaringan langsung ditetesi dengan antibodi terhadap protein S-100 (antibodi primer) don

diinkubasikan semalaman di dalam wadah yang dibuat lembab dengan uap air (humidified

chamber) yang disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu 8 OC. Keesokan harinya

slide dicuci beberapa kali dan selanjutnya ditetesi dengan antibodi sekunder berkonjugat

HRP, dan diinkubasikan selama 30 menit di dalam humidified chamber. Setelah itu slide

dicuci beberapa kali dengan akuades lalu ditetesi dengan substrat peroksidase dan

diinkubasikan selama 15 menit. Pada saat inkubasi ini reagen substrat dicampurkan (terdiri

dari akuades + buffer substrat + kromogen AEC + H202). Setelah inkubasi 15 menit di

substrat peroksidase berlalu, slide dicuci dan ditetesi dengan reagen

11

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

substrat yang baru dicampurkan tadi dan dibiarkan selama 10 menit. Selanjutnya slide dicuci

lagi beberapa kali dengan akuades lalu diberi pewarna Hematoksilin Meyer. Caranya adalah

dengan merendam slide di dalam larutan pewarna selama 1 menit dan selanjutnya mencuci

slide tersebut di air mengalir selama 20 menit. Pencucian di air mengalir (air PAM, bukan

akuades) perlu dilakukan untuk memunculkan warna biru pada jaringan. Setelah itu slide

ditempatkan sesaat di antara 2 lembar kertas saring untuk menghilangkan kelebihan air yang

ada pada jaringan, untuk selanjutnya ditetesi dengan mounting medium dan ditutup dengan

gelas penutup. Untuk mounting medium tidak digunakan bahan berbasis minyak (balsam

kanada atau entellan), tetapi gliserol-gelatin yang berbasis air untuk menghindari pelunturan

warna kromogen AEC. Jaringan selanjutnya diamati di bawah mikroskop, penilaian tingkat

ekpresi ditentukan secara semikuantitatif melalui perbedaan intensitas warna yang timbul.

Pola ekpresi S-100 diamati secara spatiotemporal di daerah mesenkim dan di daerah epitel

wilayah oral, medial dan nasal palatum. Derajat kepositipan ditentukan sebagai: tidak

dijumpai ekspresi (-), ekspresi rendah (+), ekspresi sedang (++), dan ekspresi tinggi (+++).

Pada saat optimasi dilakukan, ekspresi S-100 yang diperoleh sangat lemah,

diperkirakan antigen terselubungi akibat penggunaan fiksatif formalin. Untuk itu teknik

Antigen Retrieval menggunakan microwave oven diterapkan (Shan-Rong Shi, dkk., 2001).

Caranya adalah dengan menempatkan slide yang sudah dideparafinasi dan dihidrasi ke dalam

larutan natrium sitrat (pH 6,0) dan dididihkan di dalam microwave oven selam 20 menit.

12

13

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil imunohistokimia menunjukkan bahwa terdapat ekspresi protein S-100 di

jaringan palatum embrio mencit selama proses palatogenesis berlangsung. Data

semikuantitatif polo ekspresi yang diamati di sejumlah wilayah anatomis palatum pada 4

tingkat perkembangan yang berbeda dirangkumkan di dalam Tabel 2. Rinciannya adalah

sebagai berikut.

Pada palatum embrio tingkat perkembangan hari ke-12 kebuntingan, ekspresi protein S-100

telah dijumpai merata di seluruh bagian palatum dengan derajat kepositipan sedang (++).

Tabe12. Pola ekspresi spatiotemporal protein S-100 di jaringan palatum embrio mencit

(Mus musculus, L).

Wilayah anatomis palatum yang diamati Tingkat Perkembangan embrio (kebuntingan hari ke-)

12 13 14 15 Epitel palatum Aspek nasal ++ + - -

Aspek medial ++ + fusi fusi Aspek oral ++ + + +

Mesenkim paltum Sisi luar aspek oral ++ ++ ++ ++ Sisi luar aspek oral ++ ++ + + Poros ++ ++ +++ +++ Ujung bilah ++ ++ Fusi Fusi Pangkal aspek nasal ++ +++ +++ +++ Pangkal aspek oral ++ + + +

Keterangan: (-): tidak dijumpai ekspresi; (+); ekspresi rendah;

(++); ekspresi sedang; (+++): ekspresi tinggi .

Posisi kedua bilah palatum pada tingkat perkembangan ini telah melampaui proses tumbuh

menaik (shelves elevation) dan mulai tumbuh horizontal. Ekspresi protein S-100 berderajat

sedang yang dijumpai di palatum sejak masa awal perkembangannya bersesuaian dengan

asal-usul jaringan palatum sebagai turunan sel-sel krista neuralis

14

yang bermigrasi pada tahap dini perkembangan embrio (D'Amico Martel dkk dalam

Zimmerman dan Wee, 1984). Peran khusus protein S100 yang bersifat keruangan tidak

teramati pada tingkat perkembangan ini karena ekspresi terdistribusi secara merata di seluruh

bagian palatum.

Pada palatum embrio tingkat perkembangan hari ke-13 kebuntingan, dijumpai

perubahan pola ekspresi. Ekspresi di jaringan epitel, yang diamati di aspek oral, media, dan

nasal palatum, cenderung berkurang (+) sedangkan di jaringan mesenkim tetap

Gambar 1. Pola ekspresi protein S-100 di jaringan palatum pada fngkat perkembangan

hari-hari ke-13 kebuntingan. Lokasi ekspresi warna merah) spesifik di

bilah palatum (b p) ; (l) = lidah; (+++) - ekspresi yang tinggi di mesenkim

pangkal palatum aspek nasal.

pada tingkat sedang hingga tinggi (++ hingga +++). Ekspresi yang tinggi terutama dijumpai

di bagian pangkal bilah aspek nasal. Pada

15Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004

USU Repository©2006

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

tingkat perkembangan ini bilah palatum telah menyelesaikan sebagian besar proses

pertumbuhan horizontalnya sehingga kedua ujung bilah sudah berada dalam posisi

berdekatan untuk berfusi. Dari pola ekspresi seperti ini diperkirakan bahwa, baik sel-sel yang

mengekspresikan maupun sel-sel sasaran kerja utama protein S-100 di palatum adalah

komponen jaringan mesenkim. Tumbuh horizontal bilah palatum adalah salah satu proses

genting palatogenesis yang harus berlangsung dengan laju tumbuh tertentu agar dicapai

ukuran panjang yang cukup untuk mempertemukan kedua ujung bilah pada saat masa untuk

berfusii tiba. Proses tumbuh ini membutuhkan sinkronisasi proliferasi don migrasi sel,

sintesis senyawa matriks ekstrasel, don pengaturan arah tumbuh (Ferguson, 1988). Dalam hal

ini kerja protein S-100 diperkirakan berkaitan dengan perannya sebagai faktor mitogenik don

sebagai faktor peregulasi ekspresi protein-protein kontraktil seperti tubulin, tropomyosin,

myosin, vimentin, don sitokeratin (Ikura, dkk., 2002). Khusus untuk ekspresi tinggi yang

ditemukan di pangkal bilah aspek nasal, diperkirakan berkaitan dengan kontrol arah tumbuh

bilah melalui kerja protein-protein kontraktil. Kontrol arah tumbuh bilah ini sangat perlu

mengingat kedua bilah palatum tumbuh menjulur di dalam rongga dengan ujung-ujung bebas

dan hanya ditopang oleh struktur bagian pangkalnya. Pengamatan histologis menunjukkan

sel-sel mesenkim di daerah pangkal bilah aspek nasal tersusun rapi dengan arah sejajar

dengan sumbu bilah.

Pada palatum embrio tingkat perkembangan hari ke-14 kebuntingan, perubahan polo

ekspresi terus berlanjut. Di jaringan epitel ekspresi yang rendah (+) masih terlihat di epitel

bilah aspek oral, sedangkan di aspek nasal tanda-tanda adanya ekspresi sudah tidak dijumpai

sama sekali. Sementara itu epitel medial (Mid Edge Epithelium /MEE) tidak dapat lagi

diamati karena bilah-bilah telah berfusi.

16

Sementara itu, perubahan pola ekspresi yang lebih tegas terlihat di jaringan mesenkim. Ada

kecenderungan peningkatan (+++) dan pemusatan ekspresi di mesenkim yang membangun

tubuh bilah

Gambar 2. Pola ekspresi protein S-100 di jaringan palatum pada tingkat

perkembangan hari-hari ke-14 kebuntingan. Lokasi ekspresi tinggi

memusat di mesenkim membentuk garis merah sepanjang poros

palatum ( ); (l) = lidah; nf = rongga nasofaring; of = rongga

orofaring.

palatum, sehingga terlihat sebagai garis tebal horizontal di sepanjang poros bilah yang sudah

berfusi. Sebaliknya, tingkat ekspresi di mesenkim sisi luar bilah aspek oral cenderung

menurun (+). Pola ekspresi yang dijumpai pada embrio tingkat perkembangan hari ke-14

17Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004

USU Repository©2006

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

kebuntingan ini terlihat tidak berubah lagi pada embrio tingkat perkembangan hari ke-15

kebuntingan.

Pada perkembangan hari hari ke- 14 dan hari ke-15 kebuntingan fusi telah

berlangsung, kedua ujung bilah telah menyatu dan lapisan epitel medial sebagian mengalami

kematian (Kerrigan, dkk., 2000) dan sebagian lagi telah bertransdiferensiasi menjadi

mesenkim (Kaartinen, dkk., 1997) sehingga padanya tidak mungkin lagi dilakukan

pengamatan adanya ekspresi. Meskipun ujung-ujung bilah palatum telah berfusi masih tetap

diperlukan kondisi spesifik untuk mempertuhankan fusi agar tetap sinambung dan tidak

terlepas kembali akibat tenaga regangan yang timbul ketika struktur-struktur kepala tumbuh

membesar. Diperkirakan kondisi seperti ini memerlukan kerja protein-protein kontraktil,

mikrotubula, protein-protein tautan sel seperti desmin yang dibangun oleh regulasi protein

S-100 pasca fusi yang ditunjukkan oleh pola khas ekspresinya yang cenderung meningkat

dan memusat di sepanjang poros palatum.

Ekspresi protein S-100 yang dijumpai spesifik di jaringan palatum dan berfluktuasi

secara spatiotemporal mengisyaratkan bahwa, pada hewan mencit protein S-100 turut

berperan dalam proses palatogenesis yang bermuara pada keberhasilan penutupan

langit-langit mulut embrio. Dengan demikian segala macam faktor yang dapat mengubah

pola ekspresi tersebut dapat menggangu keberhasilan palatogenesis dan berpotensi

menginduksi cleft palate.

Dalam kaitan itulah penjelasan tentang faktor penentu apa yang berada di balik

kenyataan bahwa sebagian besar agensia penginduksi cleft palate tergolong senyawa aktif

neurofarmakologis dapat diberikan. Pada palatogenesis normal, terdapat pola ekspresi

protein S100 dengan derajat dan sebaran yang berfluktuasi bersesuaian dengan

perkembangan palatum. Gangguan terhadap pola ekspresi ini dapat

18

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan bilah palatum dan akhimya mempengaruhi

keberhasilan penutupan langit-langit mulut. Berbagai macam senyawa aktif

neurofarmakologis yang mekanisme kerjanya berlangsung melalui osilasi kalsium,

diperkirakan dapat mengubah derajat don pola ekspresi protein CaBP S-100 di palatum,

kemungkinan melalui pengalihan sebagian daripadanya untuk fungsi eksositosis

neurotransmitter sehingga mengganggu fungsi regulasi ekspresi gen (Swanson, dkk., 1997).

Jika pengaruh senyawa-senyawa tersebut memasuki palatum pada saat-saat genting dari

perkembangannya maka induksi cleft palate dapat terjadi.

VI. KESIMPULAN

1. Protein S-100 telah diekspresikan di jaringan palatum mencit (Mus musculus, L) pada

masa awal palatogenesis dengan kecenderungan ekspresi berderajat sedang dan

terdistribusi merata di seluruh bagian palatum, ekspresi meningkat pada soot

pertumbuhan horizontal bilah terutama di jaringan mesenkim dan cenderung tetap

tinggi hingga pasca fusi dengan pola distribusi memusat di mesenkim sepanjang poros

bilah.

2. Pola spesifik ekspresi S-100 di palatum embrio mengindikasikan keterlibatannya

dalam proses penutupan langit-langit mulut.

3. Senyawa-senyawa aktif neurofarmakologis yang kerjanya melalui mobilisasi calcium

binding protein (CaBP) untuk fungsi eksositosis neurotransmitter dapat menggangu

ketersediaan protein CaBP S-100 untuk fungsi regulasi ekspresi protein. Mekanisme

tersebut menjelaskan kenyataan bahwa kebanyakan agensia penginduksi cleft palate

adalah senyawa aktif neurofarmakologis.

19

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, B.D., T.R. Longsdon, T.S. Wilke. 1994. Effects of Methanol on Embryonic Mouse

Palate in Serum-Free Organ Culture. Teratology 49 : 122 - 134.

Abbot, B.D., M.R. Probst, G.H. Perdew, A.R. Buckalew. 1998x. Ah Receptor, ARNT,

Glucocorticoid Receptor, EGF Receptor, EGF, TGF-a, TGF-ail, TGF-(i2, TGF-(33,

Expression in Human Embryonic Palate and Effect of 2, 3, 7, 8-

Tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TODD). Teratology 58: 30-43.

Abbott, B.D., C.D. Adamson, R.M. Pratt. 1998b. Retinoic Acid Alters EGF Receptor

Expression During Palatogenesis. Development 102: 833 - 867.

Bennet, G.D., F. Lou, J.A. Calvin, R.H. Finnel. 1997. Phenytoin-Induced Teratogenesis: A

Molecular Basis for The Observed Developmental Delay During Neurulation.

Epilepsia 38: 415 - 423.

Bittencourt, M.A.V., A.M. Bolognese. 2000. Epithelial alterations of secondary palate

formation. Braz DentJ. 11(2): 117- 126.

Czeizel, A.E. 2001. Primary Prevention of Congenital Abnormalities. Cong Anom, 41: 124 -

125.

Daub, B.M. Schroeter, G. Pfitzer, V. Ganikevich. 2003. Expression of members of the

S-100 Ca2+- binding protein family in guinea-pig smooth muscle. Cell Calcium

33(1): 1 - 10.

Drury, R.A.B., E.A. Wallington. 1976. Charleton's Histological Technique. Oxford Univ.

Press.

Ferguson, M.W.J. 1988. Palate Development. Development 103 (Suppl): 41 - 60.

Hagiwara N, Katarova Z, Siracusa LD, Brilliant MH. 2003. Nonneuronal expression of the

GABA (A) beta 3 subunit gene is required for normal palate development in mice.

Dev Biol 2003 Feb 1; 254 (1): 93- 101.

20

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

ikura, M., M. Osawa, J.B. Ames. 2002. The role of calcium binding protein in the control of

transcription: structure to function. Bioessays 24 (7) : 625 - 636.

Kaartinern, V., Xiao-Mei Cui, N. Heisterkamp, J. Goffen, dan C.F. Shuler. 1997.

Transforming Growth Factor-~3 Regulates Transdifferentiation of Medial Edge

Epihelium during Palatal Fusion and Associated Degradation of the Basement

Membrane. Developmental Dynamics 2009: 255 - 260.

Kadri, N., S. Ismael, N. raid, A. Surjono, A. Harianto, I. Mustajab. 1995. Congenital

Malformations and Deformations in Provincial Hospitals in Indonesia. Cong-Anom.

35: 411 - 423.

Kerrigan, J.J., J.P. Mansell, A. Sengupta, N, Brown, J.R. Sandy. 2000. Palatogenesis and

potential mechanism for clefting. J.R. Coll. Surg. Edinb., 45: 351 - 353.

Maki, M., Y. Kitaura, H. Satih, S. Ohkouchi, H. Shibata. 2003. Structure, function and

molecular evolution of the penta-EF-hand Ca2+ -binding protein. Biochim Biophys

Acta 4; 1600 (1-2): 51 - 60.

Marti nez-Alvarez, C., C. Tudeta, J. Perez Miguelsanz, S. O'Kane, J. Puerta, M.W. Ferguson.

2000. Medial edge epithelial cell fate during palatal fusion. Dev Biol 220 (2): 343 -

357.

Shah, R.M., R. Shuing, G. Benkhaial, A.V. Young, D. Burdett. 1991 b. Genesis of

Hadacidine-Induced Cleft Palate in Hamster: Morphogenesis, Electron Microscopy,

and Determination of DNA Synthesis, CAMP, and Enzyme Acid Phosphatase. The

American Journal of Anatomy 192: 55 - 68.

Swanson, A.G., A.P. Arkin, J. Ross. 1997. An endogenous calcium oscillator may control

early embryonic division. PNAS USA 94: 1 194 - 1 199.

Tamascovic, R. S.J. Bischel, H. Rogniayx, M.R. Stegert, B.A. Hemmings. 2003, Mechanism

of Ca2+ -mediated regulation of NDR protein kinase through autophosphorilation

and phosphorilation by an upstream kinase. J Biol Chem 278 (9): 6710- 6718.

Thayer, S.A., Y.M. Usachev, W.J. Pottorf. 2002. Modulation Ca2+ clearence from neurons.

Front Biosci 7: d1255- 1279.

21

Salomo Hutahean: Pola Ekspresi Calcium-Binding Protein (CaBP) S-100 di Jaringan Palatum…, 2004 USU Repository©2006

Tsukada, S., W. Tanaguchi. 1993. Clinical Aspects of Cleft Lip and Palate Patient Treated at

Kanazawa Medical University Hospital from 1974 to 1993. Cong Anom. 33: 345 -

355.

Ulfig, N. 2002. Calcium-binding protein in the human brain development. Adv Anat

Embryol Cell Biol 165: 111-IX, 1 - 92.

Wyzinsky, D.F., dan T.H. Beaty. 1996. Review of the Role of Potensial Teratogens in the

Origin of Human Non-Syndromic Oral Clefts. Teratology 53: 309 - 317.

Zimmerman, E.F., E.L. Wee. 1984. Role of neurotransmitter in palate development. In:

Current topics in developmental biology, vol 19, ed. By: Zimmerman, E.F.

ACAdemic press, Orlando Florida. Pp. 37 - 63.

22