sak frakturisgi

22
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN DAN DISCHARGE PLANNING FRAKTUR FEMUR YANG TERPASANG TRAKSI DI IRNA I RS DR. SARDJITO Disusun oleh : Isgiyati Dwi Yogyo Suswinarto Masri Daeng Taha Arbina Mayawati Nita Yunianti R Monica Kartini Amir Nuryanto Septi Hastuti Rondhianto Suhartanto Emulyani Minem PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Upload: fitri-anggraeni

Post on 05-Jan-2016

246 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

fraktur

TRANSCRIPT

Page 1: Sak Frakturisgi

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN DAN DISCHARGE PLANNING

FRAKTUR FEMUR YANG TERPASANG TRAKSI

DI IRNA I RS DR. SARDJITO

Disusun oleh :

Isgiyati

Dwi Yogyo Suswinarto

Masri Daeng Taha

Arbina Mayawati

Nita Yunianti R

Monica Kartini

Amir Nuryanto

Septi Hastuti

Rondhianto

Suhartanto

Emulyani

Minem

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2005

Page 2: Sak Frakturisgi

BAB I

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN (SAK)

FRAKTUR FEMUR YANG TERPASANG TRAKSI

FRAKTUR FEMUR

A.PENGERTIAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya jaringan tulang dan/atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.

Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang ini bersendi dengan

asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini tulang menjulur medial ke

lutut dan membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa tulang pipa dan mempunyai

sebuah batang dan dua ujung.

Fraktur femur adalah fraktur yang terjadi di daerah femur, fraktur dapat terjadi mulai dari

proksimal sampai distal.

B. ETIOLOGI

Penyebab fraktur antara lain:

1. Trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan

(pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran dan penarikan). Trauma tersebut

dapat langsung pada anggota tubuh penderita (direk) atau trauma tidak langsung

(indirek).

2 Kelelahan atau stress

Trauma yang berulang dan kronis pada tulang sehingga tulang tersebut jadi lemah.

Contoh, fraktur fibula pada olahragawan.

3 .Kelemahan / abnormal pada tulang (fraktur patologis)

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh

tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh.

Page 3: Sak Frakturisgi

C. TANDA DAN GEJALA

1. Nyeri pada bagian injuri

2. Pembengkakan

3. Deformitas (kelainan bentuk)

4. Kehilangan fungsi organ

5. Krepitus (bunyi kreking saat bagian yang terkena fraktur digerakkan)

6. Pergerakan yang tidak natural pada bagian injuri

7. Perdarahan

8. Kerusakan saraf

9. Syok hipovolemik

D. PATOFISIOLOGI

Jika satu tulang sudah patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak,

periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat.

Macam – macam fraktur femur, antara lain:

1. Fraktur leher femur

2. Fraktur daerah trokanter

3. Fraktur sub-trokanter

4. Fraktur diafisis femur

5. Fraktur suprakondiler femur

6. Fraktur kondilus femur

7.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan rontgen (x – ray): menentukan lokasi/luasnya fraktur atau trauma

2. Skan tulang, tomogram, CT – Scan / MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

3. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

4. Hitung darah lengkap: hematokrit mungkin meningkat, peningkatan sel darah

putih adalah respon sters normal setelah trauma

5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

6. Profil koagulasi

Page 4: Sak Frakturisgi

F. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan fraktur:

1. Reposisi dengan maksud mengembalikan fragmen – fragmen ke posisi anatomi

2. Imobilisasi atau fiksasi dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen –fragmen

tulang tersebut setelah direposisi sampai terjadi union.

3. Penyambungan fraktur (union)

4. Mengembalikan fungsi (rehabilitasi)

1.kulit

2.skeletal

operasi

(plester cast)

1.kulit

2.skeletal

Tertutup

Reposisi

Terbuka

Traksi

Manipulasi

Eksternal

Fiksasi

Internal

Gip

Traksi

Page 5: Sak Frakturisgi

G. KOMPLIKASI

1. Trauma, saraf

2. trauma, pembuluh darah: indikasi iskhemi post trauma ( 5 P : Pain, Parestesia,

Pale, Paralise, Pulseles).

3. Kompartemen Sindrom: edema, tidak ada denyut, pucat, sianosis, kaku, dan

paresis.

4. Komplikasi tulang:

a. Delayed Union: lebih lambat dari perkiraan kurang lebih 3 sampai 5 bulan

b. Non Union: kegagalan fraktur untuk menyatu setelah melebihi periode

tertentu.

c. Malunion: penyatuan dengan posisi yang jelek.

d. Kekakuan

e. Nekrosis avaskular (vaskular terhambat karena nekrosis)

f. Osteoartritis

g. .Emboli lemak: biasanya pada fraktur yang lemah

h. osteomielitis

5. Stres pasca operasi/trauma

TRAKSI

A. PENGERTIAN

Traksi adalah tindakan pengobatan dengan menarik bagian - bagian dari tubuh

untuk mencapai tujuan tertentu.

Page 6: Sak Frakturisgi

B. TUJUAN TRAKSI

1. Memperbaiki dan mempertahankan skeletal alngment (kesegarisan). Missal pada

fraktur, dislokasi, dan kontraktur sendi.

2. Mengurangi tekanan pada permukaan sendi/ mengistirahatkan sendi. Missal pada

arthritis

3. Mengurangi spasme otot / mengistirahatkan otot. Spasme otot ini adalah

mengkerutnya otot, yang disebabkan oleh tulang yang patah dan menimbulkan

rasa nyeri

4. Mengurangi pembengkakan

5. Mengelevasikan ekstremitas untuk drainase yang baik.

C. JENIS TRAKSI

1. Traksi secara gravitasi

Digunakan pada anggota gerak atas yaitu melakukan ‘sling’ pada pergelangan

tangan sehingga terjadi tarikan yang terus-menerus pada humerus akibat daya

tarik bumi. Metode ini umumnnya dilakukan pada fraktur humerus.

2. Traksi kulit

Traksi kulit dapat juga disebut buck traction dengan bban tidak boleh lebih dari 4

– 5 kg, kalau pada anak dikurangi lagi.bila beban terlalu berat kulit dapat terlepas

dari perlengketannya. Traksi kulit ada 3 macam : (1) fixed traction (2) traksi

balans (3) traksi Hamilton Russel

3. Traksi skeletal

Traksi skeletal dikerjakan dengan menggunakan K. wire, stainmann pin atau

Denham pin yang dipasang di distal tuberositas tibia untuk trauma pada sendi

coxae, femur maupun lutut atau pemasangan di tibia distal atau calcaneus untuk

fraktur cruris.

D. PRINSIP TRAKSI EFEKTIF

1. Kontra traksi (gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan) harus

dipertahankan agar traksi tetap efektif.

2. Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif.

3. Traksi skelet tidak boleh terputus

Page 7: Sak Frakturisgi

4. Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermitten

5. Setiap factor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta

tarikan harus dihilangkan.

6. Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan tempat tidur seketika traksi

terpasang.

7. Tali tidak boleh macet.

8. Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau

lantai.

9. Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau tempat tidur.

Page 8: Sak Frakturisgi

BAB II

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

FRAKTUR FEMUR DENGAN TRAKSI

A.PENGKAJIAN

1. Riwayat keperawatan

a. riwayat kesehatan yang lalu (status kesehatan klien secara umum)

b. riwayat kesehatan sekarang

c. keadaan tubuh

d. riwayat keluarga

e. riwayat diet

f. aktivitas sehari-hari

2. Pemeriksaan fisik

a. status neuorovaskuler: nyeri, bengkak,panas, suhu, perabaan, kemampuan

bergerak.

b. Sistem intregitas kulit: adanya kemerahan, bintik-bintik

c. Sistem respirasi: kongesti paru, statis pneumoni

d. Sistem gastrointestinal: konstipasi, kehilangan nafsu makan

e. Sistem perkemihan: stasis kemih, infeksi saluran kemih

f. Sistem kardiovaskuler: trombosis vena dalam

3..Pemeriksaan psikososial: kecemasan, adanya kebingungan, disorientasi

4. Pemeriksaan Diagnostik: rontgen, hitung darah lengkap, profil koagulasi

5. Traksi : arah tarikan, tali, beban

Page 9: Sak Frakturisgi

B. DIAGNOSA

Berdasarkan pada pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan utama pada pasien

yang terpasang traksi adalah:

1. Nyeri akut b.d diskontinuitas tulang

2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan muskuloskeletal dan program terapi

3. Kurang perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, toileting b. d tindakan traksi

4. Cemas b.d krisis situasional

5. Kurang pengetahuan mengenai program terapi b.d kurang informasi.

6. Resiko ganguan integritas kulit b.d alergi, penekanan.

7. Resiko infeksi

Page 10: Sak Frakturisgi

BAB I

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN OSTEOSARKOMA PRE DAN POST AMPUTASI

OSTEOSARKOMA

A. PENGERTIAN

Osteosarkoma merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tempat

yang paling sering terserang tumor adalah ujung tulang panjanh terutama lutut.

B. TANDA DAN GEJALA

1. nyeri

2. osteolitik (tulang telah mengalami kerusakan dan jaringan lunak diinvasi oleh

tumor)

3. osteoblastik (pembentukan tulang sklerotik yang baru)

4. kehilangan berat badan

5. malaise

6. demam

7. adanya masa pada jaringan lunak di sekitar tulang (pembengkakan)

8. .deformitas tulang

9. fraktur patologis

10. keterbatasan gerak

Page 11: Sak Frakturisgi

C. PATOFISIOLOGI

Tumor sel berkas malignan muncul di dalam tulang. Adanya tumor di tulang

menyebabkan reaksi tulang noirmal dengan respon osteolitik (destruksi tulang) atau respo

osteoblastik (pembentukan tulang). Osteosarkoma adalah jenis malignansi terbanyak dari

tumor tulang yang berjumlah kira-kira 20% dari semua kasus. Osteosarkoma lebih umum

terjadi pada pria dan orang-orang dengan usia diantara 11-20 tahun.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan dengan sinar x (rontgen): mengidentifikasi abnormalitas tulang

2. CT scan: mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomilitis dan pembentukan hematoma

3. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah: mengevaluasi perubahan perubahan sirkulasi

atau perfusi jaringan an membantu memperkirakan potensial penyembuhan jaringan

setelah amputasi

4. Pemeriksaan Ultrasound Doppler, flowmetri doppler laser: dilakukan untuk mengkaji

dan mengukur aliran darah

5. Tekanan O2 trancutaneus: memberi peta area perfusi paling besar dan paling kecil

dalam keterlibatan ekstremitas.

6. Termografi: mengukur perbedaan suhu pada tungkai

7. Pletismografi: mengukur darah segmental bawah terhadap ekstremitas bawah,

mengevaluasi aliran darah arterial.

8. LED: peningkatan LED mengindikasikan respon inflamasi.

9. Kultur luka; mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab

10. Biopsi: diagnosa masa benigna atau maligna

Page 12: Sak Frakturisgi

11. Hitung darah lengkap: peningkatan mengindikasikan proses infeksi

D. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase tumor tersebut saat didiagnosa.

1. Sasaran utama penatalaksanaan adalah penghancuran atau pengangkatan tumor.

Ini dapat dilakukan dengna eksisi bedah (berkisar dari eksisi lokal sampai

amputasi atau disartikulasi), sasaran utama dapat dilakukan dengan eksisi luas

dengan teknik grafting restoratif. Ketahanan dan kualitas hidup merupakan

pertimbangan penting pada prosedur ini. Pengangkatan tumor secara bedah sering

memerlukan amputasi ekstremitas yang sakit, dengan tinggi amputasi di atas

tumor agar dapat mengontrol lokal lesi primer.

2. Adanya bahaya metastasis pada tumor maligna maka kombinasi kemoterapi

dimulai sebelum dan dilanjutkan setelah pembedahan sebagai usaha

mengeradikasi lesi mkro metastasis. Terdapat peningkatan angka bertahan hidup

(60%) pada pengangkatan dan pemberian kemoterapi (doksorubisin hidroklorida

dan sisplatin atau metrotexat) osteosarkoma yang masih terlokalisasi.

3. Penanganan kanker tulang yang metastasis adalah paliatif, dan sasaran

terapeutiknya adalah mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan sebanyak mungkin.

Terapi tambahan disesuaikan dengan metode yang digunakan untuk menangani

kanker asal.

Page 13: Sak Frakturisgi

E. KOMPLIKASI

Komplikasi osteosarkoma dari proses penyakit meliputi metastase pada paru-paru

dan nodus limfa dan perlu untuk dilakukan amputasi. Komplikasi pembedahan alograf

yang tidak bersatu, kondisi tipe arthritis, fraktur iatrogenikl, dislokasi sendi, dan infeksi.

Jika dilakukan radiasi mungkin akan teerjadi perlambatan penyembuhan luka, dan

nekrosis jaringan setelahnya. Komplikasi dari kemoterapi meliputi mual, muntah,

stomatitis, miopati jantung, sistitis hemoragik, neuropati perifer, dan kerusakan hepar.

Page 14: Sak Frakturisgi

BAB II

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

OSTEOSARKOMA PRE DAN POST AMPUTASI

A. PENGKAJIAN

PRE AMPUTASI

1. Riwayat keperawatan

a. data biografi

b. iwayat kesehatan yang lalu

c. riwayat kesehatan sekarang

2. Pemeriksaan fisik

a. status neuorovaskuler: nyeri, bengkak,panas, suhu, perabaan, kemampuan

bergerak.

b. status fungsional ekstremitas: respon terhadap pengubahan posisi, respon terhadap

sensasi

c. kaji kemungkinan terjadinya infeksi: adanya pembesaran limfe, demam dan pus

pada tungkai sisa amputasi

d. Sistem gastrointestinal: konstipasi, kehilangan nafsu makan

e. Sistem perkemihan: stasis kemih, infeksi saluran kemih

f. Sistem kardiovaskuler: trombosis vena dalam

g. status hidrasi: turgor kulit, tanda vital dan urin output

3..Status psikologis: adanya respon berduka, kecemasan, adanya kebingungan,

disorientasi

Page 15: Sak Frakturisgi

4. Status nutrisi

5. Pemeriksaan Diagnostik: rontgen, hitung darah lengkap, profil koagulasi

6. Pengobatan yang diterima: terapi steroid dapat memperburuk kemampuan dalam

menghadapi stres operasi

POST AMPUTASI

1. Riwayat keperawatan

a. data biografi

b. riwayat kesehatan yang lalu

c. riwayat kesehatan sekarang

2.Pemeriksaan fisik

a. status neuorovaskuler: nyeri, bengkak,panas, suhu, perabaan, kemampuan

bergerak.

b. status fungsional ekstremitas: respon terhadap pengubahan posisi, respon terhadap

sensasi

c. kaji kemungkinan terjadinya infeksi: adanya pembesaran limfe, demam dan pus

pada tungkai sisa amputasi

d. Sistem gastrointestinal: konstipasi, kehilangan nafsu makan

e. Sistem perkemihan: stasis kemih, infeksi saluran kemih

f. Sistem kardiovaskuler: trombosis vena dalam

3..Status psikologis: adanya respon berduka, kecemasan, adanya kebingungan,

disorientasi

4. Status nutrisi

Page 16: Sak Frakturisgi

5. Pemeriksaan Diagnostik: rontgen, hitung darah lengkap, profil koagulasi

B. DIAGNOSA

1. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan

2. Gangguan gambaran diri b.d kehilangan anggota tubuh

3. Berduka disfungsional b.d kehilangan anggota tubuh

4. Gangguan mobilitas fisik b.d kehilangan ekstremitas

5. Kerusakan integritas kulit b.d amputasi bedah

6. Kurang perawatan diri: makan, mandi, berpakaian b.d kehilangan bagian tubuh

7. Kurang pengetahuan tentang program terapi b.d kurang informasi

8. Resiko infeksi