s2-2013-350379-chapter1

4
xviii BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Menurut PMI (1996), proyek didefinisikan sebagai kegiatan yang bersifat unik dan dikerjakan dalam kurun waktu tertentu. Proyek bersifat unik karena setiap proyek yang dilakukan memiliki perbedaan dengan proyek-proyek lainnya. Suatu proyek juga memiliki awal dan akhir, jadi durasi sebuah proyek sudah ditentukan sebelumnya. Tujuan dari sebuah proyek harus memenuhi lima kriteria, yaitu spesifik, dapat diukur, dapat diterima, dapat direalisasikan dan dapat diperoleh dalam kurun waktu tertentu. Dalam pelaksanaannya sebuah proyek tidak bisa terlepas dari risiko. Untuk itu diperlukan adanya proses identifikasi dan analisis terhadap risiko proyek yang bertujuan untuk memaksimalkan efek positif kesempatan dan meminimalkan konsekuensi dari efek negatif yang biasa disebut manajemen risiko proyek (PMI, 1996). Manajemen risiko juga merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan sebuah proyek. Dalam beberapa dekade terakhir, risiko pada sebuah proyek semakin meningkat yang disebabkan oleh semakin tingginya hal-hal yang sulit diprediksi (Öngel, 2009). Teori tradisional yang ada saat ini mengatakan bahwa semakin tinggi level kedewasaan suatu perusahaan dalam mengimplementasikan manajemen risiko proyek maka semakin tinggi pula nilai kinerja dari perusahaan tersebut (Elkington dan Smallman, 2002). Di sisi lain muncul pemahaman baru mengenai teori kontinjensi (Sisaye, 2005). Sisaye (2005) menyatakan bahwa menurut teori kontinjensi tidak terdapat sistem pengendalian yang secara universal

Upload: rahmad

Post on 12-Dec-2015

230 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fs

TRANSCRIPT

Page 1: S2-2013-350379-chapter1

xviii

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Menurut PMI (1996), proyek didefinisikan sebagai kegiatan yang bersifat

unik dan dikerjakan dalam kurun waktu tertentu. Proyek bersifat unik karena

setiap proyek yang dilakukan memiliki perbedaan dengan proyek-proyek lainnya.

Suatu proyek juga memiliki awal dan akhir, jadi durasi sebuah proyek sudah

ditentukan sebelumnya. Tujuan dari sebuah proyek harus memenuhi lima kriteria,

yaitu spesifik, dapat diukur, dapat diterima, dapat direalisasikan dan dapat

diperoleh dalam kurun waktu tertentu.

Dalam pelaksanaannya sebuah proyek tidak bisa terlepas dari risiko.

Untuk itu diperlukan adanya proses identifikasi dan analisis terhadap risiko

proyek yang bertujuan untuk memaksimalkan efek positif kesempatan dan

meminimalkan konsekuensi dari efek negatif yang biasa disebut manajemen risiko

proyek (PMI, 1996). Manajemen risiko juga merupakan salah satu faktor penentu

kesuksesan sebuah proyek. Dalam beberapa dekade terakhir, risiko pada sebuah

proyek semakin meningkat yang disebabkan oleh semakin tingginya hal-hal yang

sulit diprediksi (Öngel, 2009).

Teori tradisional yang ada saat ini mengatakan bahwa semakin tinggi level

kedewasaan suatu perusahaan dalam mengimplementasikan manajemen risiko

proyek maka semakin tinggi pula nilai kinerja dari perusahaan tersebut (Elkington

dan Smallman, 2002). Di sisi lain muncul pemahaman baru mengenai teori

kontinjensi (Sisaye, 2005). Sisaye (2005) menyatakan bahwa menurut teori

kontinjensi tidak terdapat sistem pengendalian yang secara universal

Page 2: S2-2013-350379-chapter1

2

2

selalu tepat untuk bisa diterapkan pada seluruh perusahaan pada setiap keadaan.

Sistem pengendalian dipengaruhi oleh konteks operasi dan karenanya sistem perlu

disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan proyek. Sebagai contoh menurut teori

kontinjensi proyek yang ruang lingkupnya kecil dan tidak membutuhkan sumber

daya yang besar tidak memerlukan level kedewasaan manajemen risiko yang

tinggi.

Penyesuaian antara level kedewasaan penggunaan manajemen risiko

proyek terhadap kondisi dari sebuah proyek perlu dilakukan mengingat adanya

trade-off antara level implementasi manajemen risiko proyek dan besar biaya

yang harus dikeluarkan. Barki et al. (2001) menyatakan bahwa semakin tinggi

level implementasi manajemen risiko pada proyek maka semakin besar biaya

yang harus dikeluarkan. Biaya tersebut termasuk biaya penggunaan sumber daya.

Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kinerja dari sebuah proyek.

Pada studi empiris yang dilakukan sebelumnya (Wijaya, 2013) telah

mengembangkan instrumen untuk mengukur level kedewasaan sebuah perusahaan

dan hubungannya terhadap level kinerja perusahaan. Instrumen dikembangkan

melalui literature review dari peneliti-peneliti sebelumnya dan telah melalui

proses analisis faktor eksploratori atau Exploratory Factor Analysis (EFA). EFA

dilakukan untuk mereduksi variabel. Namun perlu dilakukan pengujian lebih

lanjut untuk mebuat model lebih akurat dengan cara melakukan konfirmatori

faktor analisis atau Confirmatory Factor Analysis (CFA). Tujuan CFA adalah

untuk mengkonfirmasi secara statistic model yang telah dibangun pada EFA

dipenelitian sebelumnya.

Dari penelitian (Wijaya, 2013) didapatkan bahwa semakin tinggi level

kedewasaan manajemen risiko proyek maka semakin tinggi kinerja perusahaan.

Hasil dari penelitian tersebut menjadi pendukung dari teori tradisional Elkington

dan Smallman (2002). Namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan

memasukan variabel karakteristik proyek seperti yang disampaikan Sisaye (2008)

mengenai teori konijensi, yaitu tidak ada sistem pengendalian yang berlaku secara

universal maka perlu adanya penyesuaian antara level kedewasaan manajemen

risiko proyek terhadap karakteristik proyek. Menurut Saputro dan Hartono (2013)

Page 3: S2-2013-350379-chapter1

3

3

pemahaman tentang karakteristik dan kondisi proyek dapat tercermin dari

kompleksitas proyek.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, pada

penelitian ini perlu adanya pengujian lebih lanjut dengan menggunakan analisis

faktor konfirmatori pada instrumen. Pengujian tersebut bertujuan untuk

mengkonfirmasi instrumen yang telah dikembangkan sebelumnya untuk

mengukur level kedewasaan manajemen risiko sebuah perusahaan pada penelitian

sebelumnya. Hal tersebut dilakukan untuk menguji hipotesis variabel dari

instrumen yang dikembangkan. Instrumen tersebut dapat menjadi acuan dan dapat

mengarahkan suatu perusahaan dalam menentukan level manajemen risiko proyek

tepat disesuaikan dengan kompleksitas proyek tersebut.

1.3 Batasan Masalah

Agar masalah yang dibahas dalam penelitian ini lebih terfokus, maka

masalah dalam penelitian ini dibatasi pada perusahaan yang berada di Indonesia

yang menggunakan pendekatan manajemen proyek dalam bisnis intinya. Level

kedewasaan manajemen risiko proyek antara level 3 dan 4 belum terwakili

berdasarkan studi empiris yang dilakukan.

1.4 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan anatara

level kedewasaan manajemen risiko proyek, kompleksitas proyek dan kinerja

proyek perusahaan, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. melakukan pengujian lanjut instrumen pengukuran level kedewasaan manajemen

risiko, kompleksitas proyek, dan kinerja perusahaan,

2. memetakan kondisi level kedewasaan manajemen risiko proyek pada perusahaan-

perusahaan yang menggunakan pendekatan manajemen proyek dalam bisnis

intinya,

Page 4: S2-2013-350379-chapter1

4

4

3. menguji secara empiris hubungan level kedewasaan manajemen risiko proyek dan

kompleksitas proyek dan kinerja perusahaan dari perspektif kontinjensi.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh kalangan praktisi proyek

dalam menentukan level manajemen risiko proyek yang tepat disesuaikan dengan

level kompleksitas proyek untuk mencapai kinerja perusahaan yang tinggi. Untuk

kalangan akademis penelitian ini akan bermanfaat untuk menjadi pemahaman

lebih lanjut mengenai kontinjensi model antara level kedewasaan manajemen

risiko, kompleksitas proyek dan kinerja perusahaan.