rinitis atrofi (ozaena)

Upload: megapurnama8475

Post on 17-Oct-2015

193 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

alergi

TRANSCRIPT

  • Nurul Lasmi SaridewiH1A007047

    PEMBIMBING:dr. Markus Rambu, Sp.THT-KL

    RINITIS ATROFI (OZAENA)

  • PENDAHULUANRinitis atrofi infeksi hidung kronik, dgn atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta kering yg berbau busukWanita > laki-laki, khusunya dewasa mudaSering ditemukan pada masyarakat sosial ekonomi rendah, lingkungan yang buruk dan di negara berkembang.Banyak ditemukan di negara tropis.Penyebab pasti belum diketahui faktor herediter, infeksi spesifik, status gizi, dllPengobatan sec. Konservatif jika gagal pembedahan

  • ANATOMI HIDUNGHidung Luar

    Hidung luar berbentuk pyramid, bagian-bagiannya dari atas ke bawah:Pangkal hidung (bridge)Dorsum nasiPuncak hidungAla nasiKolumelaLubang hidung (nares anterior)

  • Hidung luar dibentuk oleh:Kerangka tulangTulang rawan yang dilapisi kulitJaringan ikatOtot kecil (memperlebar atau menyempitkan lubang hidung

  • Kerangka tulang:Os nasalisProsesus frontalis os maksilaProsesus nasalis os frontalis

  • Kerangka tulang rawan:Sepasang kartilago nasalis lateralis superiorSepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)Kartilago alar minorTepi anterior kartilago septum

  • Hidung bag. dalamNares Anterior (pintu atas lubang kavum nasi bagian depan)Vestibulum NasiTepat dibelakang nares anteriorDilapisi kulit (sel epitel squamous stratifikasi)Banyak kel. SebaseaRambut2 panjang (vibriae)Cavum NasiBerbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di tengah kavum nasi kanan dan kavum nasi kiriNares Posterior/Koana (menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring)

  • Cavum nasiDinding-dinding kavum nasiDinding Medial Dinding LateralDinding InferiorDinding SuperiorDinding Posterior

  • Dinding MedialSeptum NasiTersusun olehBagian anterior : tulang rawan (kartilago septum & kolumela)Bagian posterior : tulang (lamina prependikularis os ethmoid,vomer, krista nasalis os maksila, krista nasalis os palatina)Dilapisi olehPerikondrium (bag. Tulang rawan)Periosteum (bag. Tulang)Mukosa hidung (bag. Luar)

  • Dinding LateralBagian Depan : Agar NasiBagian Belakang :Konka Inferior (terbesar) : tulang tersendiri yg melekat pada os maksila & labirin ethmoidKonka Media Konka SuperiorKonka Suprema (rudimenter)

  • Dinding Inferiormrpkan dasar rongga hidungdibentuk oleh os maksila dan os palatumDinding superiorsangat sempitdibentuk oleh lamina kribriformis (lempeng tulang os etmoid, berlubang2 tempat masuk saraf olfaktorius) yg memisahkan rongga tengkorak dan rongga hidung Dinding PosteriorDibentuk oleh os sfenoid

  • Perdarahan Hidung

  • Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a. etmoid anterior dan posterior yg merupakan cabang a. oftalmika (cabang dari a. karotid interna)Bagian bwh rongga hidungcab a. maksilaris interna: a. palatina mayor dan a. Sfenopalatina (keluar dari foramen sfenopalatina bersama n. Sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media) Bagian depan hidungCab. a. FasialisBagian depan septum Terdapat anastomosis dari cab2 a. Sfenopalatina, a. Etmoid anterior, a. Labialis superior, a. Palatina major Pleksus Kiesselbach (Littles area) (letak superfisial, mudah trauma)

  • Vena-vena hidung berjalan berdampingan dengan arteri. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v. Oftalmika yg berhubungan dengan sinus kavernosusVena tidak memiliki katup faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai intrakranial

  • Persarafan hidungBagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior cab n. nasosiliaris cab n. oftalmikusRongga hidung lainnya : n. maksila melalui ganglion sfenopalatinumGanglion sfenopalatinum (terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media) menerimaSerabut2 sensoris dari n maksilaSerabut parasimpatis dari n petrosus superfisialis mayorSerabut simpatis n petrosus profundus N. Olfaktorius Turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berakhir pada sel2 resptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung

  • Mukosa HidungSecara histologik dan fungsional:Mukosa pernapasan (mukosa respiratorius)Mukosa penghidu (mukosa olfaktrius

  • Mukosa RespiratoriTerdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaan dilapisi pseudostratified columnar epithelium, yg mempunyai silia dan sel gobletPada daerah yang banyak terkena udara, mukosa lebih tebal dan kadang terjadi metaplasia sel epitel skuamousNormalnya mukosa berwarna merah muda & selalu basah (krn dilapisi oleh mucous blanket yg dihasilkan kel. Mukosa dan sel2 gobletSilia (pada permukaan epitel)Dengan gerakan silia yg teratur parut lendir di dalam kavum nasi di dorong ke arah nasofaring Mukosa mempunyai daya utk membersihkan diri sendiri dan mengeluarkan benda asing yg masuk ke dalam hidung Gangguan fx silia (ec pengeringan udara yg berlebihan, radang, sekret kental, obat2) sekret terkumpul dan menimbulkan hidung tersumbat

  • Mukosa OlfaktoriusStratified columnar epithelium cell, dengan 3 jenis sel:Sel saraf bipolar olfaktoriusSel sustentakular penyokongSel basal

  • RINITIS ATROFI (OZAENA)DEFINISI penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta yang ketika kering berbau busuk

  • EPIDEMIOLOGI

    Wanita : laki-laki 3 : 1 ( Boeis, 1997) berkisar antar usia 10-37 tahunBiasanya pada sosial ekonomi rendah, lingkungan yang buruk, dan di negara sedang berkembang

  • Etiologi Berbagai teori mengenai etiologi rinitis atrofi antara lain:a. Infeksi kronik spesifikPaling banyak Klebsiella ozaena menghentikan aktifitas sillia normal pada mukosa hidung manusia. kuman lainnya Pseudomonas aeuruginosa (penyebab kedua terbanyak), Stafilokokus, Streptokokus, Coccobacillus foetidus ozaenae, Bacillus mucosus, Diphteroid bacilli, Bacillus pertusis, Haemophilus influenzae, dan Proteus sp.

  • Autoimunitas.Teori infeksi kronis dan autoimunitas mendapat dukungan ahli terbanyak.Defisiensi Fe Defisiensi vitamin AStatus gizi burukHerediter, dll

  • Patologi & patogenesismetaplasi epitel kolumnar bersilia di mukosa respirasi epitel kubik / gepeng berlapis / atrofik silia menghilang + fibrosis dari tunika propria pengurangan kelenjar alveolar baik dalam jumlah dan ukuranAtrofi epitel bersilia dan kelenjar seromusinus pembentukan krusta tebal yang melekat. Atrofi konka menyebabkan saluran nafas jadi lapang.

  • Defisiensi surfaktan menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi pengurangan efisiensi mucus clearance gerakan silia +++ lendir , keringnya mukosa hidung dan hilangnya silia

  • Gejala Klinis & pemeriksaanGejala klinis hidung tersumbat, anosmia, ingus kental berwarna hijau, krusta berwarna hijau, sakit kepala, epistaksis dan hidung terasa kering, serta napas berbau. Pada pemeriksaan hidung krusta hijau dan purulen, rongga hidung sangat lapang, atrofi konka, mukosa hidung tipis dan kering.

  • Sutomo dan Samsudin membagi ozaena secara klinik dalam tiga tingkat : Tingkat I: Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan berlendir, krusta sedikit. Tingkat II: Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa makin kering, warna makin pudar, krusta banyak, keluhan anosmia belum jelas. Tingkat III: Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai garis, rongga hidung tampak lebar sekali, dapat ditemukan krusta di nasofaring, terdapat anosmia yang jelas.

  • Diagnosis

    Secara klinis berdasarkan trias napas berbau, krusta purulen kehijauan, dan rongga hidung lapangPemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosis rinitis atrofi pemeriksaan darah rutin, rontgen foto sinus paranasal, CT-scan sinus paranasal, pemeriksaan Fe serum, Mantoux test, pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan mikrobiologi, dan test serologi (VDRL test dan Wasserman test) untuk menyingkirkan sifilis.

  • Komplikasi Perforasi septumFaringitis atrofiSinusitisMiasis hidungHidung pelana

  • PenatalaksanaanKonservatif AntibiotikObat cuci hidung : betadine solutionLarutan garam dapurCampuranObat tetes hidungVitamin APreparat Fe

  • B. PembedahanJika konservatif gagalTujuan: menyempitkan rongga hidung yang lapang, mengurangi turbulensi udara, mengurangi pengeringan dan pembentukan krusta dan mengistirahatkan mukosa sehingga memungkinkan terjadinya regenerasi

  • Teknik operasi: Young's operation Modified Young's operation Lautenschlager operation Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, dermofit, bahan sintetis seperti Teflon, campuran Triosite dan Fibrin GlueWittmack's operationBedah sinus endoskopik fungsional (BSEF)

  • Prognosis Prognosisnya baik, walaupun dapat berulang.

  • KesimpulanRinitis atrofi atau ozaena adalah penyakit infeksi hidung kronik, dgn atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta kering yg berbau busuk.Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi belum dapat diterangkan dengan memuaskan hingga sekarang. Gejala klinis hidung tersumbat, anosmia, ingus kental berwarna hijau, krusta berwarna hijau, sakit kepala, epistaksis dan hidung terasa kering, serta napas berbau. Pada pemeriksaan hidung krusta hijau dan purulen, rongga hidung sangat lapang, atrofi konka, mukosa hidung tipis dan kering.

  • Diagnosis rinitis atrofi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan dibantu pemeriksaan penunjang.Pengobatan rinitis atrofi tidak ada yang baku karena etiologinya belum pasti. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkam faktor penyebab dan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau operatif.

  • Daftar PustakaSampan S. Bist, Manisha Bist, dan Jagdish P. Purohit. Primary Atrophic Rhinitis: A Clinical Profile, Microbiological, and Radiological Study. India: International Scholarly Research Network Otolaryngology, volume 2012. 2012. pp 1-6Retno S. Wardani dan Endang Mangunkusumo. Rinitis Atrofi. Dalam: Efiaty A. Soepardi dkk (Editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorak Kepala dan Leher, edisi 6. Jakarta: Balai Penertbit FKUI. 2007. hlm 140-141Rizalina A. Asnir. Rinitis Atrofi. Cermin Dunia Kedokteran, no.144. 2004. hlm 5-7Probst, R, Grevers G, dan Iro H. Basic Otorhinolaryngology. New York: Thieme Inc. 2006. pp 53-54Ballenger J. John, dan Snow B. James. Otorhinilaryngology Head and Neck Surgery, 16th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2003. pp 750-751Safia, Abu et al. Septal Mucoperichondrial Flap for Closure of Nostril in Atrophic Rhinitis. Saudi Arabia: Department of Otorhinolaryngology, Al Hada Military Hospital, Taif. 1998. Pp 202-203Keith L. Moore dan Arthur F. Dalley. Clinically Oriented Anatomy, 5th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2006. pp 1012-1019Damayanti Soetjipto dan Retno S. Wardani. Hidung. Dalam: Efiaty A. Soepardi dkk (Editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorak Kepala dan Leher, edisi 6. Jakarta: Balai Penertbit FKUI. 2007. hlm 118-122Richard L. Drake et al. Grays Anatomy for Students. New York: Elsevier Inc. 2007. pp 972-976Peter A. Higler. Rinitis Atrofik, Atrofik Hidung, dan Ozaena. In: George L. Adams et al (editor). Boeis Buku Ajar Penyakit THT (Boeis Fundamental of Otolaryngology), edisi 6. Jakarta: EGC. 1997. pp 221-222

  • TERIMA KASIH