rhinosinusitis pada anak

30
PENDAHULUAN Latar Belakang Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia 1. Menurut American Academy of Otolaryngology - Head & Neck Surger 1996, istilah sinusitis lebih tepat diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih akurat dengan alasan: (1) secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung, (2) sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis, dan (3) gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis. Rhinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rhinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rhinosinusitis ini.Penyebab utama sinusitis adalah infeksi virus, diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid dan maksilaris. Bahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intracranial, komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tidak dapat dihindari. Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal diatas. Terapi antibiotic diberikan pada awalnya dan jika telah terjadi hipertrofi, mukosa polipoid dan atau

Upload: luqman-hadi

Post on 21-Dec-2015

37 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

free

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia1.

Menurut American Academy of Otolaryngology - Head & Neck Surger 1996, istilah sinusitis

lebih tepat diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih akurat dengan alasan:

(1) secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung,

(2) sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis, dan

(3) gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun

sinusitis.

Rhinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus

meningkat prevalensinya. Rhinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang

berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki

pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit

rhinosinusitis ini.Penyebab utama sinusitis adalah infeksi virus, diikuti oleh infeksi bakteri.

Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid dan maksilaris. Bahaya

dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intracranial, komplikasi ini terjadi akibat

tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tidak dapat dihindari. Tatalaksana

dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal diatas. Terapi antibiotic

diberikan pada awalnya dan jika telah terjadi hipertrofi, mukosa polipoid dan atau

terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi1.

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL

Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan

sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang

kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke

rongga hidung.

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung

dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus

frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal

berkembang dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.

Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-

superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun. Pada

orang sehat, sinus terutama berisi udara. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan

yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia, sekret disalurkan

ke dalam rongga hidung.

Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran

maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os

maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal

maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah

dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila

berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui

infindibulum etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:

1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,

yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C)

dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,

sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.

2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.

3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang

baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum

adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi

pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya

menyebabkan sinusitus.

Sinus Frontal

            Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,

berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus

frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum

usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada

lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang

dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak

berkembang.Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya

2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya

gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan

adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa

serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus

frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal adalah

bagian dari sinus etmoid anterior.1,2

Sinus Etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini

dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.

Pada orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.

Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian

anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.1,2

Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,

yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media

dan dinding medial orbita, karenanya seringkali disebut sel-sel etmoid. Sel-sel ini jumlahnya

bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi

sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang

bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak,

letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya

lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka

media.1,2

Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus

frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula

etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,

tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal

dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan

sisnusitis maksila.

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.

Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid

dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan dengan sinus sfenoid.

Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus

sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2 cmn

tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat

sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi

sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus

etmoid.1,2

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar

hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus

kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah

posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.1,2

Kompleks Ostio-Meatal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-

muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit

dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid

yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel

etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1,2

            Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal.

Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena

terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Namun ada beberapa pendapat yang

dicetuskan mengenail fungsi sinus paranasal yakni :1,2

1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi.Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak

didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung.Lagipula

mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa

hidung.

Gambar 1 : sinus paranasal12

2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan

fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.

3. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan

tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan

pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak

bermakna.

4. Membantu resonansi suara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi

kualitas suara.Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak

memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif.Lagipula tidak ada

korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.

5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak misalnya

pada waktu bersin atau membuang ingus

6. Membantu produksi mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan

partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus

medius, tempat yang paling strategis.

RHINOSINUSITIS

Definisi

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai

atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah

selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh

infeksi bakteri.Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus

paranasal.Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberap

asinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis.

Disekitar rongga hidung terdapat empatsinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus

etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di

belakang dahi).1,2

Terdapat empat sinus disekitar hidung yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus

ethmoidalis (di antara kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sphenoidalis

(terletak di belakang dahi). Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat

berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila

yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut

pansinusitis1

Etiologi dan Faktor Predisposisi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam

rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan

anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osti-meatal

(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia silia seperti pada

sindrom Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Faktor predisposisi

yang paling lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis alergika; polip dapat

memenuhi rongga hidung dan menyumbat sinus.1,2

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga

perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan

rinosinusitisnya.Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta

kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak

silia. 1

Penyebab sinusitis dibagi menjadi:

1. Rhinogenik

Penyebab kelainan atau masalah di hidung.Segala sesuatu yang menyebabkan

sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.Contohnya rinitis akut, rinitis

alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain.Alergi juga merupakan predisposisi infeksi

sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi.Mukosa sinus yang membengkak

menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan,

dan siklus seterusnya berulang.

2. Dentogenik/odontogenik

Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi.Sering menyebabkan sinusitis adalah

infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar).Bakteri penyebab adalah

Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenza, Streptococcus viridans,

Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis dan lain-lain.

Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah disebabkan oleh adanya

kerusakan pada gigi.1,2

Sinusitis Dentogen

Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik.Dasar sinus

maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-kadang tulang

tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi apikal akar gigi, atau

inflamasi jaringan periondontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau

melalui pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada

sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas

berbau busuk.Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut dan

dirawat, pemberian antibiotik yang mencakup bakteria anaerob. Seringkali juga

diperlukan irigasi sinus maksila.1

Sinusitis Jamur

Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang

jarang ditemukan.Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya pemakaian

antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan radioterapi. Kondisi yang

merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus,

neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang

sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesis Aspergillus dan Candida.1

Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus seperti

berikut :Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi antibiotik. Adanya

gambaran kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya membran berwarna putih

keabu-abu pada irigasi antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur terbagi menjadi

bentuk yang invasif dan non-invasif.Sinusitis jamur yang invasif dibagi menjadi

invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen.Sinusitis jamur invasif akut, ada

invasi jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak

terkontrol, pasien dengan imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia, pemakain

steroid yang lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi

pembuluh darah meyebabkan penyebaran jamur menjadi sangat cepat dan merusak

dinding sinus, jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka

dan septum warna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang

nekrotik.Sering kali berakhir dengan kematian.1

Sinusitis jamur inavasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan ganguan

imunologik atau metabolik seperti diabetes.Bersifat kronik progresif dan bisa

menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gejala klinisnya tidak sehebat

gejala klinis pada fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan lambat. Gejala-

gejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya kental dengan

bercak-bercak kehitaman yang bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni

jamur. Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan jamur di

dalam ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak mendestruksi tulang.Sering

mengenai sinus maksila. Gejala klinik merupai sinusitis kronik berupa rinore purulen,

post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur di kavum nasi. Pada

operasi bisa ditemukan materi jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan

atau tanpa pus di dalam sinus.1

Klasifikasi

Secara klinis sinusitis dibagi atas1:

a. Sinusitis akut : batas waktu ≤ 4 minggu.

b. Sinusitis subakut : antara 4 minggu sampai 3 bulan

c. Sinusitis Kronis : ≥ 3 bulan.

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi menjadi 2:

a. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang

menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis

b. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan

sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens

mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal.Sinus dilapisi oleh sel

epitel respiratorius.Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu

lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda.Cairan mukus dilepaskan oleh sel

epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat

yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama

udara pernafasan.Cairan mukus secara alami menuju ke ostiumuntuk dikeluarkan jika

jumlahnya berlebihan. 1

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu

apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan

terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel

mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan

menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk

KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling

bertemu sehingga silia tidak dpat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan

negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula

serous.Kondisi ini boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh

dalam waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1,10

Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan media baik

untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.Keadaan ini disebut

sebagai rinosinusitis aku bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.10

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga

faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu

dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis. 1

Gambar 2

Patofisiologi Sinusitis

Diagnosis

Gejala

Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/

obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):

± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah

± penurunan/ hilangnya penghidu

Pemeriksaan (jika dapat dilakukan)

• pemeriksaan rongga hidung: edema, hiperemis, pus

• pemeriksaan mulut: post nasal drip

• singkirkan infeksi gigi geligi

Pemeriksaan THT termasuk nasoendoskopi

Pencitraan

(foto polos sinus paranasal tidak disarankan)

Tomografi komputer juga tidak disarankan kecuali pada keadaan di bawah ini:

• penyakit parah

• pasien imunokompromais

• tanda komplikasi berat (orbita & intrakranial)

Gambar 3. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada anak

SKEMA PENATALAKSANAAN BERBASIS BUKTI RINOSINUSITIS KRONIK PADA

ANAK

Diagnosis

Gejala selama lebih dari 12 minggu

Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat/

obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior):

± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah

± penurunan/ hilangnya penghidu

Informasi diagnostik tambahan

• pertanyaan tentang alergi harus ditambahkan, tes alergi harus dilakukan

• faktor predisposisi lain harus dipertimbangkan: defisiensi imun (dapatan, innate, GERD)

Pemeriksaan

• pemeriksaan rongga hidung: edema, hiperemis, pus

• pemeriksaan mulut: post nasal drip

• singkirkan infeksi gigi geligi

Pemeriksaan THT termasuk nasoendoskopi

Pencitraan

(foto polos sinus paranasal tidak disarankan)

Tomografi komputer juga tidak disarankan kecuali pada keadaan di bawah ini:

• penyakit parah

• pasien imunokompromais

• tanda komplikasi berat (orbita & intrakranial)

Pengobatan haruslah berdasarkan tingkat keparahan sakitnya

Tabel 1. Penatalaksanaan Berbasis Bukti Dan Rekomendasi Untuk Rinosinusitis Kronik

Pada Anak

Gambar 4. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronis pada anak

Differential Diagnosis

Beberapa penyakit lain yang memiliki manifestasi atau keterkaitan dengan

rinosinusitis yaitu :6

Granulomatosis Wegener melibatkan angiitis yang dikaitkan dengan nekrosis fokal

dan reaksi granulomatosa. Penyakit ini pada awalnya mempengaruhi saluran

pernapasan, tetapi dapat juga berkembang melibatkan organ lain.

Ataksia - telangiektasia merupakan gangguan autosomal resesif yang berhubungan

dengan sinusitis berulang, infeksi paru, bronkiektasis, fibrosis paru, tracheomegalli,

berkurangnya jaringan limfoid dan atrofi cerebellar.

Cystic fibrosis adalah gangguan autosomal resesif yang berhubungan dengan

pernapasan, GI, kelainan jantung dan sinus.

Sindrom silia imotil (immotile cilia syndrome) adalah gangguan autosomal resesif

yang terkait dengan infeksi paru berulang dan/atau konsolidasi paru, sinusitis,

bronkiektasis dan sindrom Kartagener.

Sindrom Kartagener adalah penyakit autosomal resesif yang berhubungan dengan

sinusitis, situs inversus, infeksi pernafasan berulang dan bronkiektasis.

Pasien yang hiperalergik mungkin memiliki polip yang tidak terhitung mengisi rongga

hidung dan menghalangi sinus paranasal, hal ini dapat memberikan penampilan

berkarakteristik pada pemeriksaan imaging. Penyakit ini sangat berkait erat dengan

asma.

Sindrom Wiskott - Aldrich merupakan penyakit genetik yang bersifat X-linked, resesif

dan penyakit defisiensi imun tubuh yang dikaitkan dengan infeksi berulang saluran

pernapasan dan atau pneumonia, sinusitis dan mastoiditis.

Sindrom Kuku Kuning (Yellow-nail syndrome) dikaitkan dengan efusi pleura

berulang,efusi perikardial, chylothorax, bronkiektasis dan sinusitis.

Sindrom Muda (Young Syndrome) dikaitkan dengan azoospermia sekunder pada

obstruksi epididimis dan infeksi saluran pernapasan berulang dan sinusitis.

Penatalaksanaan

Pengobatan empiris dengan antibiotik oral telah menjadi andalan pengobatan. Untuk

rhinosinusitis akut yang berlangsung 10-14 hari menggunakan lini pertama pengobatan yakni

amoksisilin oral. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, maka antibiotik harus diubah

menjadi amoksisilin dengan asam klavulanat. Tiga sampai empat minggu amoksisilin dengan

asam klavulanat adalah lini pertama untuk pengobatan rhinosinusitis kronik atau anak-anak

dengan rhinosinusitis kronik eksaserbasi akut karena penetrasi yang memadai dari mukosa

sinus. Pilihan antibiotik sebagian besar dipandu oleh toleransi pasien. Tujuan pengobatan

pada rinosinusitis adalah untuk mengurangi peradangan mukosa sehingga mengurangi

penyumbatan ostium dan perusakan aliran mukosiliar yang merupakan ciri khas dari

penyakit.4

Terapi medikamentosa

Pada rhinosinusitis akut diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik.

Antibiotik yang diberikan lini I yakni amoksisilin oral dan terapi tambahan yakni obat

dekongestan oral + topikal, mukolitik untuk memperlancar drenase dan analgetik untuk

menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid

topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 48-72

jam. Jika tidak ada perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini II selama 7 hari yakni

amoksisilin klavulanat. Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14

hari.8

Sedangkan pada rhinosinusitis kronik, antibiotik yang terbaik dipilih berdasarkan hasil

kultur dan sensitivitas. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada

episode akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan,

diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotik

mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan naso-

endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks

osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah.6

(Tabel 1: Penatalaksanaan rhinosinusitis pada anak7)

Pembedahan

Sebagian besar pasien harus dikelola dengan terapi medis. Ketika terapi telah

maksimal dan berkepanjangan namun gagal, intervensi bedah harus dipertimbangkan.

Indikasi bedah apabila ditemukan perluasan infeksi intrakranial seperti meningitis, nekrosis

dinding sinus disertai pembentukan fistel, pembentukan mukokel, selulitis orbita dengan

abses dan keluarnya sekret terus menerus yang tidak membaik dengan terapi konservatif.

Beberapa tindakan pembedahan pada sinusitis antara lain adenoidektomi, irigasi dan drainase,

septoplasti, andral lavage, caldwell luc dan functional endoscopic sinus surgery (FESS).6

Komplikasi

CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat

infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin

dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.4

a. Komplikasi orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.

Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis

dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.5

Terdapat lima tahapan :

1. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus

ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina

papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada

kelompok umur ini.

2. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi

orbita namun pus belum terbentuk.

3. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita

menyebabkan proptosis dan kemosis.

4. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap

ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius.

Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva

merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.

5. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran

vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.

Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :8

a) Oftalmoplegia.

b) Kemosis konjungtiva.

c) Gangguan penglihatan yang berat.

d) Kelemahan pasien.

e) Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf

kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.

b. Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista

ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus

dan biasanya tidak berbahaya.5

Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis, kista ini dapat membesar dan

melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai

pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam

sinus sphenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan

menekan saraf didekatnya.4

Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel

meskipun lebih akut dan lebih berat.4

Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa

yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.4

c. Komplikasi Intra Kranial

1) Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut,

infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari

sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina

kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.

2) Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali

mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh

nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.

3) Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan

otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.

4) Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat

terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.Terapi komplikasi intra

kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang

mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.5

d. Osteomielitis dan abses subperiosteal

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah

infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa

malaise, demam dan menggigil.5

P encegahan :

Menjaga kebersihan gigi, mulut dan hidung

Rumah bebas asap

Pemeriksaan alergi untuk mengidentifikasi adanya alergen jika rhinitis alergi diduga.4

Daftar Pustaka

1. Mangunkusumo, Endang, Soetjipto D. Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3

2. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6

3. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, Alobid I, Baroody F, et al. European

Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Rhinol Suppl. 2012 Mar(23): 1-

298.; www.rhinologyjournal.com; www.ep3os.org.

4. Ramadan Hassan. Chronic Rhinosinusitis in Children. Hindawi Publishing Corporation

International Journal of Pediatrics Volume 2012, Article ID 573942, 5 pages.

5. Mackay DN. Antibiotic therapy of the rhinitis & sinusitis. Settipane GA. Rhinitis. 2nd

edition. Rhode Island: Ocean Side Publication;2011

6. Friedman Raymond. Chronic sinusitis in children: a general overview. Sandton

MediClinic and Netcare Linksfield Clinic. South Afr J Epidemiol Infect 2011;26(1):13-

17.

7. www.cdm.gouv.qc.ca/AcuteRhinosinusitisinChildren/conseildumedicament/Quebc.html

8. Antonio José, Sacre-Hazouri MD, Garcia Lauralicia Sacre BSc. Management of chronic

rhinosinusitis in children. Alergia, Asma e inmunologia Pediatricas.Vol. 22, Núm. 2 •

Mayo-Agosto 2013 pp 61-69.

9. Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice guidelines for acute and

chronic rhinosinusitis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2011;7(1):2

10. Alexis H. Jackman and David W. Kennedy,Pathophysiology or sinusitis,Itzaak Brook,

Sinusitis-from Microbiologi to Management, USA, 2006 Page 109-131