revisi responsi kolesistitis dan kolelitiasis 31 januari 2015

47
RESPONSI KASUS CHOLECYSTITIS DAN CHOLELITHIASIS Oleh: Fahimma 105070104111011 Hans Mahagi 105070100111012 Leong Siu Mun 105070108121006 Vidia Meiranda Akib 105070106111013 Pembimbing: dr. Supriono Sp.PD-KGEH

Upload: nadiya-elfira-bilqis

Post on 08-Jul-2016

70 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

TRANSCRIPT

Page 1: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

RESPONSI KASUS

CHOLECYSTITIS DAN CHOLELITHIASIS

Oleh: Fahimma 105070104111011 Hans Mahagi 105070100111012 Leong Siu Mun 105070108121006 Vidia Meiranda Akib 105070106111013

Pembimbing:dr. Supriono Sp.PD-KGEH

LABORATORIUM / SMF ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWARMALANG

2015

Page 2: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

BAB IPENDAHULUAN 

1.1Latar Belakang 

Kolesistitis adalah inflamasi kandung empedu yang terjadi paling sering karena

obstruksi duktus sisitikus oleh batu empudu. Kurang lebih 90% kasus kolesistitis

melibatkan batu pada duktus sitikus (kolesistitis kalkulus) dan sebanyak 10%

termasuk kolesistitis akalkulus (Sudoyo et al, 2006). Kira-kira 10-20% penduduk

Amerika memiliki batu empedu dan sepertiganya berkembang menjadi kolesistitis

akut. Angka kejadian batu empedu tertinggi pada orang Eropa utara dan populasi

orang Hispanik dan Amerika. Sedangkan untuk Asia dan Afrika, angka kejadian batu

empedu relatif lebih rendah (Ahrend and Pitt, 2004 & Brunicardi, 2007).

Perempuan penderita kolesistitis 2-3 kali lebih banyak daripada laki-laki,

sehingga lebih banyak perempuan yang menderita kolesistitis. Peningkatan kadar

progesteron selama kehamilan dapat menyebabkan stasis cairan empedu, sehingga

penyakit kandung empedu meningkat kejadiannya pada wanita hamil. Sedangkan,

kolesistitis akalkulus lebih sering terjadi pada laki-laki usia lanjut (Bloom et al, 2010).

Prevalensi batu empedu meningkat sepanjang hidup, dan di dunia barat

hampir 10% dari populasi lansia memiliki batu kandung empedu, faktor risiko lain

untuk batu kandung empedu adalah jenis kelamin wanita, obesitas, penurunan berat

badan yang cepat, kehamilan, estrogen eksogen, penyakit hemolitik, biliary tree

infections, hiperkolesterolemia dan sirosis hati. Sekitar 10% pasien dengan batu

empedu akan mengembangkan gejala empedu dalam waktu 5 tahun setelah

diagnosis, dan menurut epidemiologi seperempat akhirnya akan menjalani operasi

(Barak et al, 2009).

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di

negara Barat sedangkan di lndonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,

sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas (Lesmana, 2008).

Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut memiliki serangan kolik bilier, tetapi

beberapa tidak memiliki gejala empedu sebelumnya. Setelah serangan awal

kolesistitis akut, serangan tambahan seperti rasa sakit atau peradangan umum

terjadi. Dalam sebagian kecil pasien, kolesistitis akut dapat hidup berdampingan

dengan choledocholithiasis, kolangitis, atau pankreatitis batu empedu (Strasberg,

Page 3: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

2008). Penatalaksanaan untuk kolesistitis dapat dilakukan secara medikamentosa

atau dengan pembedahan. Kolesistektomi untuk kolik bilier rekuren atau kolesistitis

akut adalah prosedur penatalaksanaan bedah utama yang dilakukan oleh ahil bedah

umum, dan kurang lebih 500,000 operasi dilakukan per tahunnya (Steel et al, 2010).

Pada makalah ini, akan dibahas lebih dalam mengenai kolesistitis, baik teori yang

berkembang saat ini serta kasus kolesistitis yang ada.

1.2 Tujuan 

1.2.1. Tujuan Umum Untuk dapat mengetahui dan memahami tentang penyakit kolesistitis. 

1.2.2. Tujuan Khusus 

Untuk dapat mengetahui dan memahami definisi, epidemiologi, etiologi, faktor

resiko, patofisiologi, manifestasi atau gejala klinis, cara mendiagnosa, diagnosis

banding, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari penyakit kolesistitis.

1.3. Manfaat 

Manfaat yang diharapkan dengan adanya responsi kasus ini dapat bermanfaat

bagi pembaca khususnya dokter muda agar lebih mudah memahami tentang

penyakit cholecystitis baik secara teori maupun klinisi terhadap pasien.

Page 4: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang berupa inflamasi akut pada

dinding kandung empedu yang disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan (murphy

sign +) dan demam. Terdapat dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Sancers, 2007).

Kolesistitis akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya

merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara

tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.  Kolesistitis Kronis adalah

peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan

serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat. Kolesistektomi merupakan

tindakan pembedah pengangkatan kandung empedu (biasanya untuk mengangkat

batu empedu atau kolelithiasis yang hamipr 90% menyebabkan kolesistitis)

(Sancers, 2007).

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian Cholelithiasis dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk etnik,

gender, komorbid, dan genetik. Sekitar 20 juta orang (10-20% dari jumlah orang

dewasa) mengalami batu empedu. Setiap tahun sekitar 1-3% dari orang-orang

menderita batu empedu dan 1-3% diantaranya asimtomatik.

Penelitian di Italia menunjukkan 20% wanita menderita batu empedu,

sedangkan pada pria ditemukan sekitar 14%. Penelitian di Belanda menunjukkan

angka kejadian batu empedu pada usia 30 tahun sekitar 1,8% untuk laki-laki dan

4,8% pada wanita.Pada usia 60 tahun adalah 12,9% pada laki-laki dan 22,4% pada

wanita. Batu kandung empedu lebih banyak terdapat pada wanita dibanding laki-laki.

Hal ini disebabkan karena estrogen mengakibatkan meningkatnya sekresi kolesterol

dan progesteron akan menyebabkan stasis sistem bilier. Selain itu, resiko untuk

timbulnya batu kandung empedu juga meningkat seiring dengan bertambahnya

umur. Insidensi batu empedu meningkat 1-3% tiap tahun. Adalah hal yang sangat

tidak biasa jika terjadi pembentukkan batu pada anak-anak. Anak dengan batu

Page 5: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

empedu biasanya memiliki anomali kongenital, malformasi bilier dan penyakit pada

sistem biliernya atau batu pigmen akibat proses hemolitik.

Setiap tahunnya, 1-3% orang mengalami batu empedu dan sekitar jumlah

yang sama mengalami gejala-gejala batu empedu. Batu empedu asimtomatik tidak

berhubungan dengan kematian. Angka kesakitan dan kematian berhubungan

dengan simtomatik Cholelithiasis, Cholecystitis, atau Cholangitis.

Angka kejadian batu empedu tertinggi pada orang Eropa utara dan populasi

orang Hispanik dan Amerika. Sedangkan untuk Asia dan Afrika, angka kejadian batu

empedu relatif lebih rendah (Ahrend and Pitt, 2004 & Brunicardi, 2007).

2.3 Faktor resiko

Faktor risiko terjadinya kolesistitis adalah sebagai berikut:

4F - Perempuan (female)

- Subur (fertile)

- Gemuk (fatty)

- Usia >40 tahun (forthy)

-  Hiperlidemia

-  Dismotilitas atau statis kandung empedu

-  Nutrisi IV jangka panjang

2.4 Etiologi

Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu memiliki batu empedu

(kolelitiasis). Kadang suatu infeksi bakteri terutama bakteri usus seperti e.coli

menyebabkan terjadinya peradangan pada kandung empedu. Kolesistitis tanpa batu

empedu (kolesistitis acalculous) merupakan penyakit yang serius dan cenderung

timbul setelah terjadinya:

- cedera,

- pembedahan

- luka bakar

- sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)

- penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima makanan lewat

Page 6: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

infus dalam jangka waktu yang lama).

Sebelum secara tiba-tiba merasakan nyeri di perut kanan bagian atas, penderita

biasanya tidak menunjukan tanda-tanda keradangan pada kandung empedu.

Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut, yang

menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan

kandung empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung

empedu. (Laurentius, 2006). Penyebab terjadinya kolesistitis kronis adalah terdapat

riwayat kolesistitis akut sebelumnya.

2.5 Patofisiologi

Patofisiologi kolesistitis terbagi menjadi 2 yaitu kolesistitis dengan batu

empedu (kolesistitis calculous) dan tanpa batu empedu (kolesistitis acalculous) :

2.5.1 Kolesistitis calculous

Penyebab utama dari kolesistitis obstruktif adalah batu empedu. Semua

individu yang memiliki batu empedu, 1% sampai 3% akan berkembang menjadi

kolesistitis. Penyebab lain kolesistitis obstruktif meliputi tumor primer dari kandung

empedu atau bile duct, polip jinak kandung empedu, parasit, tumor metastatik ke

kandung empedu atau getah bening dan periportal node. Obstuksi berkepanjangan

kandung empedu menyebabkan kolesistitis. Obstruksi pada leher kandung empedu

menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal dan menyebabkan kongesti vena,

ganguan suplai darah, dan gangguan drainase limfatik. Mukosa menjadi iskemik,

dan melepaskan mediator inflamasi, seperti prostaglandin I2 dan E2. Localized

mukosa trauma menyebabkan pelepasan lisosom fosfolipase, mengkonversi lesitin

dalam empedu jenuh kepada lisolesitin. Lecithin biasanya melindungi mukosa

terhadap asam empedu, tetapi lisolesitin adalah deterjen dan toksik terhadap

mukosa. Penebalan dinding terjadi dengan edema, kongesti vaskular, dan intramural

perdarahan. Lama kelamaan akan terjadi komplikasi berupa ulkus mukosa pada

kandung empedu yang ditandai dengan nekrosis dinding mukosa. Secara histologis,

ada infiltrasi padat leukosit neutrofil, mikroabses, dan vaskulitis sekunder. Akhirnya

mungkin ada infeksi bakteri sekunder, akumulasi cairan purulen dengan

pembentukan empiema, dan perforasi dengan peritonitis luas dengan sepsis.

Komplikasi lain kolesistitis termasuk abses hati dan intraabdominal abses. Infeksi

Page 7: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

bakteri primer tidak diyakini memainkan peran awal dalam kolesistitis, namun infeksi

sekunder dapat mempersulit hingga 50% dari kejadian klinis. Sekitar 40% sampai

50% dari kasus kolesistitis akut telah ditunjukkan memiliki kultur empedu positif.

Bakteri yang menginfeksi empedu termasuk gram negative basil (Escherichia coli,

Klebsiella spp, Enterobacter spp), anaerob (Bacteroides, Clostridia spp,

Fusobacterium spp) dan gram positif cocci (enterococci). Pertumbuhan berlebih dari

bakteri yang memproduksi gas dalam kandung empedu dapat menyebabkan

kolesistitis emphysematous (Lauentius, 2006).

Gambar 2.1 cholecystitis dan cholelithiasis

2.5.2 Kolesistitis acalculous

Patofisiologi tepat tetap kolesistitis akut acalculous kurang dipahami. Faktor

risiko yang paling dikenal berhubungan dengan stasis empedu dalam kantong

empedu, yang menyebabkan peningkatan viskositas dan pembentukan ,sludge,

yang kemungkinan kontribusi untuk pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Pada

pasien usia lanjut dan pasien pada obat vasokonstriktor untuk manaikkan tekanan

darah, mukosa iskemia mungkin kontribusi untuk terjadinya peradangan lokal dan

nekrosis barrier mukosa. Secara histologis tidak ada perbedaan spesifik antara

calculous akut dan kolesistitis acalculous (Blend, 2007).

2.6 Gejala klinik

Page 8: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

Gejala klinik terbagi menjadi 2 yaitu gejala klinik pada kolesistitis akut dan

kolesistitis kronik

2.6.1 Kolesistitis akut

Keluhan yang agak khas untuk serangan kolekistitis akut adalah kolik perut

disebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh.

Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat

berlangsung sampai 60 menit tanpa mereda. Berat ringannya keluhan sangat

bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai adanya

ganggren atau perforasi kandung empedu. Pada kepesputakaan barat sering

dilaporkan bahwa pasien kolekistitis akut umumnya perempuan, gemuk dan berusia

diatas 40 tahun, tetapi menurut lesmana LA, dkk, hal ini sering tidak sesuai untuk

pasien pasien dinegara kita. Pada pemeriksaan fisis teraba masa kandung empedu,

nyeri tekan disertai tanda-tanda perotonitis lokal (murphy sign positif). Ikterus

dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin <4 mg/dl). Apabila

konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu disaluran empedu

ekstrahepatik. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis serta

kemungkinan peninggian serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan

nyeri bertambah hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat,

kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu perlu

dipertimbangkan (Friedman,2007).

2.6.2 Kolesistitis kronik

Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya

sangat minimal dan tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan

nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang

hilang setelah bersendawa. Riwayat penyakit batu empedu dikeluarga, ikterus dan

kolik berulang, nyeri lokal didaerah kandung empedu disertai tanda murphy sign

positif, dapat menyokong menegakkan diagnosis (Friedman,2007).

Page 9: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

Gambar 2.2 sepsis merupakan komplikasi cholecystitis

2.7 Kriteria Diagnosis

2.7.1 Kolesistitis akut

Diagnosis kolesititis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan

fisik, serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan gejala utama

kolesistitis yang diawali dengan kolelitiasis adalah kolik bilier, yang disebabkan oleh

obstruksi kandung empedu oleh batu. Rasa sakit bersifat episodik, berat, dan

terletak di epigastrium atau kuadran kanan atas dari abdomen. Sering bergantung

dengan asupan makanan atau muncul pada malam hari (Strasberg, 2008). Pasien

umumnya memiliki rasa sakit yang menjalar ke skapula kanan dan belakang, disertai

mual dan muntah. Kolesistitis akut dimulai dengan serangan kolik bilier ini sering

pada pasien yang telah mengalami serangan sebelumnya, tapi rasa sakit terus

berlanjut dan melokalisasi dalam kuadran kanan atas. Rasa sakit menjalar ke

pundak atau skapula kanan dan nyeri ini dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa

mereda. Keluhan yang muncul umumnya bervariasi sesuai dengan adanya inflamasi

yang ringan sampai dengan adanya ganggren atau perforasi kandung empedu.

Pada pemeriksaan fisis teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-

tanda perotonitis lokal (murphy sign positif). Ikterus dijumpai pada 20% kasus,

umumnya derajat ringan (bilirubin <4 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi,

perlu dipikirkan adanya batu disaluran empedu ekstrahepatik. Pemeriksaan

laboratorium menunjukkan adanya leukositosis serta kemungkinan peninggian

Page 10: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri bertambah hebat

disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi

empiema dan perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan (Friedman,2007).

Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolekistitis akut.

Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang

(radioopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral

tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga

pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolekistitis akut. Pemeriksaan USG

sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan

besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu

ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%.

Kriteria penegakan diagnosis kolesistitis melalui USG meliputi 6 kriteria mayor

dan 2 kriteria minor (dapat ditegakkan diagnosa kolekistitis apabila memenuhi 2

kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor): untuk kriteria mayor

meliputi: penebalan dinding kandung empedu >3mm, dinding kandung empedu

membentuk garis-garis striae, sonografi murpy sign (+), mukosa kandung empedu

meluruh, cairan perikolekistik, dan gas intramural sedangkan kriteria minor meliputi

pelebaran kandung empedu > 5cm pada diameter transversal dan terdapat

endapan (cont. Seperti batu) dalam kandung empedu (Draghi, 2000)

Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99nTc6

iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak

mudah. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung

empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat menyokong

kolekistitis akut. Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitif dan mahal tapi

mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin

tidak terlihat pada pemeriksaan USG (Jessurun, 2006).

2.7.2 Kolesistitis kronik

Diagnosis kolesititis kronik dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan

fisik, serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit

ditegakkan oleh karena gejalanya sangat minimal dan tidak menonjol seperti

dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea khususnya setelah makan

Page 11: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa. Riwayat

penyakit batu empedu dikeluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal didaerah

kandung empedu disertai tanda murphy sign positif, dapat menyokong menegakkan

diagnosis (Friedman,2007). Pemeriksaan kolesistografi oral, ultrasonografi, dan

kolangiograf dapat memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung empedu.

Endoscopic retrograde choledopancreaticography (ERCP) sangat bermanfaat untuk

memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan duktus koledokus (Jessurun,

2006).

2.8 Diagnosis banding

2.8.1 Kolesistitis akut

Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba tiba perlu dipikirkan

seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ dibawah diafragma seperti

apendix yang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut

dan infark myocard (Laurentius, 2006).

2.8.2 Kolesistitis kronik

Diagnosis banding seperti intolerans lemak, ulkus peptik, kolon spastik,

karsinoma kolon kanan, pankretitis kronik dan kelainan duktus koledokus perlu

dipertimbangkan sebelum diputuskan untuk melakukan kolesistektomi. Pemeriksaan

kolesistografi oral, ultrasonografi, dan kolangiograf dapat memperlihatkan kolelitiasis

dan afungsi kandung empedu. Endoscopic retrograde choledopancreaticography

(ERCP) sangat bermanfaat untuk memperlihatkan adanya batu di kandung empedu

dan duktus koledokus (Laurentius, 2006)

2.9 Penatalaksanaan

2.9.1 Terapi konservatif

Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk kolestasis

akut dan komplikasinya, mungkin diperlukan periode stabilisasi di rumah sakit

sebelum kolesistektomi. Pengobatan umum termasuk istirahat total, perbaikistatus

hidrasi pasien, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit,obat

penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada

Page 12: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi seperti peritonitis, kolangitis

dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin danmetronidazol cukup memadai

untuk mematikan kuman – kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti

E. Coli, Strep. Faecalis dan Klebsiela,namun pada pasien diabetes dan pada pasien

yang memperlihatkan tanda sepsis gramnegatif, lebih dianjurkan pemberian

antibiotik kombinasi (Anthony, 2010).

Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan

ampisilin/sulbactamdengan dosis 3 gram / 6 jam, IV, cefalosporin generasi ketiga

atau metronidazoledengan dosis awal 1 gram, lalu diberikan 500 mg / 6 jam, IV.

Pada kasus – kasus yang sudah lanjut dapat diberikan imipenem 500 mg / 6 jam, IV.

Bila terdapat mual dan muntah dapat diberikan anti emetik atau dipasang

nasogastrik tube. Pemberian CCK secara intravena dapat membantu merangsang

pengosongan kandung empedu dan mencegah statis aliran empedu lebih lanjut.

Pasien – pasien dengan kolesistitis akut tanpa komplikasi yang hendak dipulangkan

harus dipastikan tidak demam dengan tanda – tanda vital yang stabil, tidak terdapat

tanda – tanda obstruksi pada hasil laboratorium dan USG, penyakit – penyakit

lainyang menyertai (seperti diabetes mellitus) telah terkontrol. Pada saat pulang,

pasien diberikan antibiotik yang sesuai seperti Levofloxasin 1 x 500 mg PO dan

Metronidazol 2 x 500 mg PO, anti-emetik dan analgesik yang sesuai (Bland, 2007)

2.9.2 Terapi pembedahan

Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan,

apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6 – 8 minggu setelah

terapi konservatif dan keadaaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50 % kasus

akan membaik tanpa tindakan bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan,

timbul gangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan dan

lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya dapat ditekan.

Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan menyebabkan

penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena

proses infalamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan anatomi(Gladden , et

al,2010).

Namun, kolesistostomi atau kolesistektomi darurat mungkin perlu dilakukan

pada pasien yang dicurigai atau terbukti mengalami komplikasi kolesistitis akut,

Page 13: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

misalnya empiema, kolesistitis emfisematosa atau perforasi. Pada kasus kolesistitis

akut nonkomplikata, hampir 30 % pasien tidak berespons terhadap terapi medis dan

perkembangan penyakit atau ancaman komplikasimenyebabkan operasi perlu lebih

dini dilakukan (dalam 24 sampai 72 jam).Komplikasi teknis pembedahan tidak

meningkat pada pasien yang menjalani kolesistektomi dini dibanding kolesistektomi

yang tertunda. Penundaan intervensi bedah mungkin sebaiknya dicadangkan untuk

(1) pasien yang kondisi mediskeseluruhannya memiliki resiko besar bila dilakukan

operasi segera dan (2) pasien yang diagnosis kolesistitis akutnya masih meragukan

(Gladden, et al,2010).

Kolesistektomi dini/segera merupakan terapi pilihan bagi sebagian besar

pasien kolesistitis akut. Di sebagian besar sentra kesehatan, angka mortalitasuntuk

kolesistektomi darurat mendekati 3 %, sementara resiko mortalitas untuk

kolesistektomi elektif atau dini mendekati 0,5 % pada pasien berusia kurang dari60

tahun. Tentu saja, resiko operasi meningkat seiring dengan adanya penyakit pada

organ lain akibat usia dan dengan adanya komplikasi jangka pendek atau jangka

panjang penyakit kandung empedu. Pada pasien kolesistitis yang sakit berat atau

keadaan umumnya lemah dapat dilakukan kolesistektomi dan drainase selang

terhadap kandung empedu. Kolesistektomi elektif kemudian dapatdilakukan pada

lain waktu (Hunter, 2009)

Sejak diperkenalkan tindakan bedah kolesistektomi laparoskopik di Indonesia

ada awal 1991, hingga saat ini sudah sering dilakukan di pusat – pusat bedah

digestif. Di luar negeri tindakan ini hampir mencapai angka 90% dariseluruh

kolesitektomi. Konversi ke tindakan kolesistektomi konvensional menurutIbrahim A.

dkk, sebesar 1,9% kasus, terbanyak oleh karena sukar dalammengenali duktus

sistikus yang diakibatkan perlengketan luas (27%), perdarahandan keganasan

kandung empedu. Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakanini yaitu trauma

saluran empedu (7%), perdarahan, kebocoran empedu. Menurutkebanyakan ahli

bedah tindakan kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasif mempunyai

kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi. Menurunkanangka

kematian, secara kosmetik lebih baik, memperpendek lama perawatan dirumah sakit

dan mempercepat aktivitas pasien (David, et al,2008). Pada wanita hamil,

laparaskopi kolesistektomi terbukti aman dilakukan pada semua trimester (David, et

al,2008)

Page 14: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

Adapun beberapa kontraindikasi dari laparoskopi kolesistektomi diantaranya

adalah:

•Resiko tinggi terhadap anastesi umum

•Tanda – tanda perforasi kandung empedu seperti abses, fistula dan peritonitis

•Batu empedu yang besar atau dicurigai keganasan

•Penyakit hati terminal dengan hipertensi portal dan gangguan sistem pembekuan

darah (Syamsuhidajat & Wim de Jong, 2005).

Selain itu, dapat dilakukan pencegahan kolesistitis pada orang yang

cenderung memiliki batu empedu dengan mencegah infeksi dan menurunkan kadar

kolesterol serum dengan cara mengurangi asupan makanan berlemak tinggi atau

menghambat sintesis kolesterol. Obat golongan statin dikenal dapat menghambat

sintesis kolesterol karena menghambat enzim HMG-CoA reduktase (Syamsuhidajat

& Wim de Jong, 2005).

2.10 Prognosis

Pada kasus kolesistitis tanpa komplikasi, perbaikan gejala dapat terlihat

dalam 1 – 4 hari bila dalam penanganan yang tepat. Penyembuhan spontan

didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal,

fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang pula, menjadi

kolesistitis rekuren. Kadang – kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat

menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau

peritonitis umum pada 10 – 15% kasus. Bila hal ini terjadi, angka kematian dapat

mencapai 50 – 60%. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang

adekuat pada awal serangan. Pasien dengan kolesistitis akut akalkulus

memilikiangka mortalitas sebesar 10 – 50%. Tindakan bedah pada pasien tua (>75

tahun) mempunyai prognosis yang jelek di samping kemungkinan banyak timbul

komplikasi pasca bedah. (Bland, 2007).

Page 15: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

BAB IIIKASUS

3.1 IDENTITAS PASIENNama : Ny. S

Jeniskelamin : Perempuan

Tanggallahir : 2 April 1963

Umur : 51 tahun

Alamat : Ternyang RT 003/001 Sumberpucung

Pekerjaan : IRT

Pendidikan : SMP

Status : Sudah Menikah

Etnis/suku : Jawa

Agama : Islam

MRS Tanggal : 30 Desember 2014

3.2 ANAMNESIS

Keluhan utama : Nyeri perut kanan atas

Deskripsi riwayat penyakit sekarang :

Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu sebelum MRS, nyeri

yang dirasakan pasien hilang timbul berulang-ulang dan makin hari makin memberat

rasa nyerinya, nyeri perut ini dirasakan menjalar ke pundak kanan dan tembus ke

pinggang belakang yang berlangsung selama kurang lebih 1 jam. Selain nyeri perut,

pasien juga mengeluhkan mual (+) muntah (+). Muntah 1x sehari berisi makanan

yang pasien makan. Pasien juga mengeluhkan rasa penuh atau sebah di daerah

epigastrium sejak 3 hari sebelum MRS. Selain itu pasien merasa mata mulai sedikit

menguning beberapa hari setelah nyeri perut timbul. Pasien juga mengeluhkan

demam sumer-sumer sejak 1 minggu sebelum MRS. Riwayat pengobatan yaitu

pasien menggunakan obat anti nyeri yang dibeli di warung untuk mengurangi gejala

nyeri perutnya sejak 1 minggu yang lalu, namun pasien lupa nama obatnya. Tidak

ada riwayat minum jamu-jamuan.

Page 16: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

Riwayat penyakit dahulu : Pasien memiliki riwayat MRS di RSSA pada bulan

Agustus 2013 dengan batu empedu, namun pasien menolak untuk dilakukan operasi

karena alasan pasien masih takut untuk dilakukan operasi.

Riwayat penyakit keluarga : Kakak dari pasien pernah didiagnosa terkena batu

empedu 5 tahun yang lalu.

Riwayat sosial : Pasien memiliki hobi makan makanan gorengan sejak masih

muda. Merokok (-) alkohol (-). Pasien seorang IRT memiliki 3 orang anak.

Review of systems: mual (+) muntah (+) demam sumer (+) pusing (-) BAB dan

BAK normal

3.3 PemeriksaanFisik

DeskripsiUmumKesan sakit : tampak sakit sedangGizi : cukup, TB : 150 cm BB: 65 kg BMI: 28.8 (overweight)Tanda-tanda VitalKesadaran : GCS 4 5 6, compos mentisNadi : 84 x/menit, reguler Tekanandarah : 120/70 mmHg (lengan kanan, berbaring)Pernafasan : 20 x/menit, regularTax : 37,1 C

K/L : An (-/-) Ict (+/+) JVP R + 0 cm H2O, 30 degree position

Tho : Bentuk/gerak simetris

Pulmo: SF D = S SN V V

V V

V V

Rh - - Wh - -

- - - -

- - - -

Cor: I: Ictus invisible

Palp: Ictus palpable di ICS V MCL S

Perc: RHM ~ SLD, LHM ~ Ictus

A: S1S2 single, regular, murmur (-) gallop (-)

Abd : flat, soefl, BU (+) N, murphy sign (+)Ext : Akral hangat, edema (-/-)

Page 17: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

3.4 PemeriksaanLaboratorium

Tabel 3.1Hematologi

HasilPemeriksaan Satuan Nilai NormalHb 12,6 g/Dl 11,4 – 15,1Eritrosit 4,01 106/Μl 4.0 – 5.0Leukosit 12.700/ Μl 4,7 – 11,3Hematokrit 39,9% 38 – 42TrombosiT 204.000/ Μl 142 – 424MCV 91,00 fL 80 – 93

MCH 30,40 pg 27 – 31MCHC 34,50 g/dL 32 – 36Eosinofil 2,5 % 0 – 4Basofil 0,4 % 0 – 1Neutrofil 69,7 % 51 – 67Limfosit 39,0% 25 – 33Monosit 5,8% 2 – 5

Tabel 3.2 Kimia Klinik

HasilPemeriksaan Satuan Nilai NormalFaalHatiSGOT 35 U/dL 0 – 32SGPT 38 U/dL 0 – 33Albumin 4,11 g/dL 3,5-5,5Bilirubin total 1,11 <1,0Bilirubin direk 0,40 <0,25Bilirubin indirek 0,71 <0,75Alkali fosfatase (ALP) 235 66-220FaalGinjalUreum 27 mg/dL 16,6-48,5Kreatinin 0,78 mg/dL < 1.2PPT dan APTT Dalam Batas NormalElektrolit SerumNatrium 136 mmol/L 136-145Kalium 4,06 mmol/L 3,5-5,0Klorida 101 mmol/L 98-106

Page 18: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

3.4 Pemeriksaan USG Abdomen

20 Oktober 2014

Interpretasi USG abdomen :

Hepar : ukuran normal, permukaan reguler, sudut tajam echoparenchym homogen normal, sistem vaskuler/bilier/porta tak tampak kelainan, tak tampak abses/nodul/kista

Vesica felea : ukuran melebar, dinding menebal, tampak gambaran batu dengan ukuran 6.8mm.

Pankreas : ukuran normal, echoparenchym homogen normal tidak tampak lesi kista/solid patologis.

Lien : ukuran normal tepi tajam, permukaan rata, echoparenhym homogen, venalienalis tidak melebar. Tak tampak lesi kistik/nodul/abses

Ren D/S : ukuran normal, echo cortex normal, batas cortex medulla tegas, sistempelvicalyceal tak melebar. Tak tampak batu/kista. Adrenal D/S tidak

membesar

VU : dinding reguler. Tidak tampak batu/massa.

Page 19: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

Uterus & adnexa D/S : ukuran normal, tidak tampak lesi patologis

Kesimpulan :

Cholecystitis dengan cholelithiasis

3.4 Laporan Operasi

3.4.1 Persiapan operasi

Pasien direncanakan untuk operasi pada tanggal 14 Januari 2015 di OK

Paviliun RSAA Malang. Persiapan operasi berupa pemberian profilaksis

ciprofloxacine 400 mg dan penyediaan PRC 2 labu sebelum operasi dilakukan.

3.4.2 Laporan Operasi

Diagnosis Pra Bedah : Cholecystitis dan Cholelithiasis

Tindakan Pembedahan : Cholecystectomy, Explore CBD, By pass

choledocojejunostomy

Uraian Pembedahan :

1. Informed Consent

2. Pasien diposisikan tidur terlentang

3. Disinfeksi dan demarkasi lapangan operasi

4. Insisi subcostal

5. Identifikasi Gall Bladder, kemudian dilakukan cholecystectomy

6. Evaluasi Common Bile Duct

7. Dilakukan by pass dari ductus choledocus ke jejunum

8. Pasang drainage

9. Jahit LDL, operasi selesai

10.Kirim sediaan ke Lab PA

3.4.3 Instruksi Post-operasi

Medikamentosa:

Page 20: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

IVFD Asering:NS 2:1/ 24 jam

Injeksi Ciproflixacine 2x400 mg

Injeksi Metronidazole 3x500 mg

Injeksi Ketorolac 3x10mg

Injeksi Omeprazole 2x40 mg

Kirim hasil operasi ke lab Patologi Anatomi

Observasi tanda-tanda vital pasien (tensi, nadi, nafas, dan suhu tubuh) dan

tanda akut abdomen, pasien dipindah ke R.13 (Ruang Intensif)

3.4.4 Hasil Patologi Anatomi

Lokalisasi : Gallbladder

Jawaban :

Diterima sediaan kandung empedu, jaringan kandung empedu terdapat

bagian yang sudah terbuka berukuran 8x diameter 2,5 cm, berwarna kecoklatan.

Pada pemeriksaan mikroskopik didapatkan kandung empedu dengan mukosa

atrofi, dinding fibrotik, dan infiltrasi sel radang menahun.

Kesimpulan dari Patologi Anatomi : Cholecystitis Chronica

3.4.5 Hasil Laboratoris Post-operasi

15 Januari 2015

HasilPemeriksaan Satuan Nilai NormalHb 11,3 g/dl 11,4 – 15,1Eritrosit 3,58 106/Μl 4.0 – 5.0Leukosit 14.710/ Μl 4,7 – 11,3Hematokrit 32,5% 38 – 42Trombosit 189.000/ Μl 142 – 424MCV 90,80 fL 80 – 93MCH 31,60 pg 27 – 31MCHC 34,80 g/dL 32 – 36Eosinofil 0,0 % 0 – 4Basofil 0,1 % 0 – 1Neutrofil 86,1 % 51 – 67Limfosit 8,6% 25 – 33Monosit 5,2% 2 – 5

Page 21: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

Bilirubin Total 0,75 mg/dL <0,1Bilirubin Direk 0,28 mg/dL <0.25Bilirubin Indirek 0,47 mg/dL <0.75Natrium (Na) 133 mmol/L 136-145Kalium (K) 3,67 mmol/L 3,5-5,0Klorida (Cl) 114 mmol/L 98-106

3.4 POMR

Cues and Clues Problem List IDX PDX PTX PMo EdWanita/51tahun

Benjolan di perut kanan

atas sejak 1 minggu

sebelum MRS, nyeri

hilang timbul berulang

dan makin memberat

hari ke hari, nyeri

menjalar ke pundak

kanan dan tembus ke

pinggang kiri belakang

berlangsung selama 1

jam. Selain nyeri perut,

pasien juga

mengeluhkan bagian

mata mulai sedikit

menguning sejak

beberapa hari setelah

nyeri perut timbul, juga

terdapat gejala mual (+)

muntah (+). Pasien juga

mengeluhkan demam

sumer-sumer sejak 1

minggu sebelum MRS.

Riwayat penyakit dahulu : Pasien

memiliki riwayat MRS di

RSSA pada bulan

Agustus 2013 dengan

batu empedu, namun

1. cholecystitis

1.1 akut

1.2 kronik

- - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

Inj. Metochlorpramide

3x10mg

Inj. Ketorolac 3x30mg

Inj. Ceftriaxone 2x1 gram

PO: Paracetamol

3x500mg (k/p demam)

Subj, VS,

Edukasi

untuk

mengurangi

makanan

bermiyak

Page 22: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

pasien menolak untuk

dilakukan operasi

Riwayat sosial : Pasien memiliki hobi

makan makanan

gorengan sejak masih

muda.

Pemeriksaan fisikTax : 37,1 C

Ikterik :+/+

Murphy sign (+)

Laboratory findingLeukosit 12.700

Neutrofil 69,7%

Limfosit 39 %

Monosit 5,8%

OT 35

PT 38

Bil total 1,11

Bil direk 0,40

ALP 235

USG Abdomen

Vesica felea : ukuran melebar, dinding menebal.

Wanita/51tahun

nyeri perut kanan atas

sejak 1 minggu sebelum

MRS, nyeri hilang

timbul berulang ulang

dan makin memberat

dari hari ke hari, nyeri

menjalar ke pundak

kanan dan tembus ke

pinggang belakang

berlangsung selama 1

jam. Selain itu pasien

mengeluhkan bagian

mata mulai sedikit

menguning sejak

2. cholelithiasis - - Pro cholecystectomy

(TS bedah)

Subj, VS,

persiapan

pre op.

Page 23: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

beberapa hari setelah

nyeri perut timbul.

Riwayat penyakit dahulu : Pasien

memiliki riwayat MRS di

RSSA pada bulan

Agustus 2013 dengan

batu empedu, namun

pasien menolak untuk

dilakukan operasi

karena alasan takut

dioperasi

Riwayat sosial : Pasien memiliki hobi

makan makanan

gorengan sejak masih

muda.

Pemeriksaan fisikBMI:28.8 (overweight)

Ikterik :+/+

Murphy sign (+)

Laboratory findingOT 35

PT 38

Bil total 1,11

Bil direk 0,40

ALP 235

USG AbdomenVesica felea : ukuran melebar, dinding menebal, tampak gambaran batu dengan ukuran 6.8mm.

Page 24: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

BAB IV

PEMBAHASAN

Kolesistitis merupakan radang pada kandung empedu yang berupa inflamasi

akut pada dinding kandung empedu yang disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan

(murphy sign +) dan demam. Terdapat dua klasifikasi yaitu kolesistitis akut dan

kolesistitis kronis berdasarkan waktu terjadinya dan berdasarkan etiologi dibagi

mejadi dua juga yaitu kolesistitis calculous dan kolesistitis acalculous. Faktor resiko

terjadinya kolesistitis dikenal dengan istilah 4F yaitu female, fatty, forthy, dan fertile.

Gejala klinik kolesistitis ditandai dengan adanya kolik perut disebelah kanan atas,

epigastrium dan nyeri tekan (murphy sign +) serta kenaikan suhu tubuh selain itu

juga pada beberapa pasien dapat timbul ikterik. Kadang-kadang rasa sakit menjalar

ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa

mereda. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis serta

kemungkinan peninggian serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan

nyeri bertambah hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat,

kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu perlu

dipertimbangkan. Pemeriksaan penunjang lain berupa USG sebaiknya dikerjakan

secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan

dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan

dan ketepatan USG mencapai 90-95%. Skintigrafi saluran empedu mempergunakan

zat radioaktif HIDA atau 99nTc6 iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih

rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah. Terlihatnya gambaran duktus koledokus

tanpa adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral

atau scintigrafi sangat menyokong kolekistitis akut. Pemeriksaan CT scan abdomen

kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya abses perikolesistik

yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG. Dengan begitu

klinisi dapat dengan mudah menegakkan diagnosis kolesistitis berdsarkan hasil

anamnesa gejala klinik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang baik berupa

laboratorium maupun secara radiologis.

Page 25: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

Berdasarkan kasus diatas, pasien wanita berusia 51 tahun mengalami

kolesistitis yang diakibatkan oleh kolelitiasis. Berdasarkan hasil anamnesa dengan

pasien, pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu sebelum MRS,

nyeri yang dirasakan pasien hilang timbul berulang-ulang dan makin hari makin

memberat rasa nyerinya, nyeri perut ini dirasakan menjalar ke pundak kanan dan

tembus ke pinggang belakang yang berlangsung selama kurang lebih 1 jam. Selain

nyeri perut, pasien juga mengeluhkan mual (+) muntah (+). Muntah 1x sehari berisi

makanan yang pasien makan. Pasien juga mengeluhkan rasa penuh atau sebah di

daerah epigastrium sejak 3 hari sebelum MRS. Selain itu pasien merasa mata mulai

sedikit menguning beberapa hari setelah nyeri perut timbul. Pasien juga

mengeluhkan demam sumer-sumer sejak 1 minggu sebelum MRS. Riwayat

pengobatan yaitu pasien menggunakan obat anti nyeri yang dibeli di warung untuk

mengurangi gejala nyeri perutnya sejak 1 minggu yang lalu, namun pasien lupa

nama obatnya. Tidak ada riwayat minum jamu-jamuan. Berdasarkan riwayat

penyakit dahulu pasien memiliki riwayat MRS di RSSA pada bulan Agustus 2013

dengan batu empedu, namun pasien menolak untuk dilakukan operasi karena

alasan pasien masih takut untuk dilakukan operasi. Berdasarkan riwayat penyakit

keluarga yaitu kakak dari pasien pernah didiagnosa terkena batu empedu 5 tahun

yang lalu. Berdasarkan riwayat sosial, pasien memiliki hobi makan makanan

gorengan sejak masih muda. Anamnesa yang didapatkan ini sesuai dengan teori

dari kolesistitis, yaitu kolesistitis akut merupakan reaksi inflamasi akut pada dinding

kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas dan epigastrium

bersifat hilang timbul berulang ulang/episodik dan memberat dari hari ke hari yang

menjalar ke skapula kanan dan punggung belakang yang disertai mual dan muntah

berlangsung selama 60 menit tanpa mereda, nyeri tekan (murphy sign +), dan

demam. Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah

statis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu.

Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak

di duktus sistikus yang menyebakan statis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil

kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Patogenesis

statis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut masih belum jelas

diketahui. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan

empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa

dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. Pada

Page 26: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

kepustakaan barat, sering dilaporkan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya

perempuan, gemuk, dan berusia di atas 40 tahun, dan dijadikan sebagai faktor

resiko dari kolesistitis akut. Hal ini sesuai dengan pasien pada kasus ini, yaitu

wanita, dengan usia 51 tahun, dan BMI 28,8 yang tergolong sebagai overweight.

Pada pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan ikterik (+) dan nyeri tekan

perut kanan atas (murphy sign (+)), dan pemeriksaan penunjang baik secara

laboratoris didapatkan leukositosis, peningkataan faal hati seperti OT,PT, ALP, dan

bilirubin. Hal ini sesuai dengan teori dari kolesistitis, yaitu teraba adanya masa

kandung empedu, nyeri tekan disertasi tanda-tanda peritonitis local (Murphy sign).

Berdasarkan “Tokyo Guidelines for Acute Cholecystitis 2013”, murphy’s sign

diketahui merupakan faktor diagnostic untuk akut kolesistitis. Berdasarkan studi

sebelumnya, telah dilaporkan bahwa murphy’s sign mempunyai sensitifitas sebesar

50-65% dan spesifisitas yang tinggi yaitu 79-96% untuk diagnosis dari kolesistitis

akut. Hal ini menunjukkan bahwa diagnosis akurat dari kolesistitis dapat ditegakkan

ketika terdapat tanda Murphy sign, tetapi tidak adanya Murphy sign bukan berarti

menyingkirkan diagnosis dari kolesistitis. Ikterus dijumpai pada 20% kasus,

umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi,

perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pemeriksaan

laboratorium, menunjukkan adanya leukositosis serta kemungkinan peninggian

serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri bertambah hebat

disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi

empiema dan perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan. Berdasarkan

“Tokyo Guidelines for Acute Cholecystitis 2013”, tidak ada tes darah yang spesifik

untuk menegakkan diagnosis dari kolesistitis akut. Tetapi, diagnosis dapat

ditegakkan jika ditemukan adanya tanda-tanda inflamasi umum (abnormal WBC,

peningkatan CRP), peningkatan blood cell count lebih dari 10.000 mm3/dl,

peningkatan CRP lebih dari 3 mg/dl, dan peningkatan ringan dari enzim serum pada

system hepatobilier dan bilirubin.

Pada pasien, secara radiologis berupa USG abdomen terdapat

gambaran vesika felea mengalami penebalan dinding kandung empedu, kandung

empedu distensi dan terdapat gambaran batu empedu dengan ukuran 6.8mm. Hal

ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa nilai kepekaan dan ketepatan USG

mencapai 90-95% dimana kriteria penegakan diagnosis kolesistitis melalui USG

Page 27: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

meliputi 6 kriteria mayor dan 2 kriteria minor (dapat ditegakkan diagnosa kolekistitis

apabila memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor): untuk

kriteria mayor meliputi: penebalan dinding kandung empedu >3mm, dinding kandung

empedu membentuk garis-garis striae, sonografi murpy sign (+), mukosa kandung

empedu meluruh, cairan perikolekistik, dan gas intramural sedangkan kriteria minor

meliputi pelebaran kandung empedu > 5cm pada diameter transversal dan terdapat

endapan (cont. Seperti batu) dalam kandung empedu (Draghi, 2000), pada kasus

diatas memenuhi kriteria penegakan diagnosa kolesistitis berupa 1 kriteria mayor

(penebalan dinding kandung empedu) dan 2 kriteria minor (pelebaran kandung

empedu dan adanya endapan berupa batu ukuran 6.8mm didalam kandung

empedu). Pemeriksaan USG sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat

bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung

empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Berdasarkan “Tokyo Guidelines

for Acute Cholecystitis 2013”, USG menunjukkan sensitivitas sebesar 50-88% dan

spesifisitas sebesar 80-88%. USG dapat digunakan sebagai pemeriksaan awal

untuk semua kasus dengan suspek kolesistitis akut. Diagnosis dari kolesistitis akut

kalkulus dapat ditegakkan secara radiologis ketika ditemukan beberapa tanda pada

waktu bersamaan seperti penebalan dinding kandung empedu (5mm atau lebih),

cairan pericholecystic, dan adanya nyeri tekan langsung ketika ada penekanan dari

probe pada kandung empedu (ultrasonographic Murphy’s sign). Penemuan pada

USG yang lain meliputi pembesaran kandung empedu, adanya batu pada kandung

empedu, debris echo dan gas imaging. Ultrasonographic Murphy’s sign

menunjukkan nyeri yang terjadi ketika kandung empedu ditekan saat pemeriksaan

dengan probe ultrasonografi. Hal ini lebih spesifik dibandingkan Murphy sign biasa

yang mana dapat menekan kandung empedu secara akurat. Ultrasonographic

Murphy’s sign dapat membedakan antara kolesistitis akut dengan murphy’s sign

positif yang disebabkan oleh kasus lainnya atau untuk diagnosis kasus lain seperti

ulkus duodenum.

Penatalaksaan yang direncanakan untuk pasien ini adalah pemberian

IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, injeksi metochlorpramide 3x10mg, injeksi ketorolac

3x30mg, injeksi ceftriaxone 2x1 gram, paracetamol tablet 3x500mg dan pro

dilakukan terapi pembedahan berupa kolesistektomi pada 14 Januari 2015 serta

memberikan KIE pada pasien untuk mengurangi makanan berminyak dan berlemak

Page 28: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

agar penyakit ini tidak berulang kembali. Tindakan operasi atau pembedahan yang

dilakukan pada pasien berupa cholecystectomy, explore CBD, dan by pass

choledocojejunostomy. Setelah dilakukan pengambilan kandung empedu, sediaan

dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dianalisa secara mikroskopik, dan

didapatkan hasil pemeriksaan jaringan kandung empedu dengan mukosa atrofi,

dinding fibrotik, dan infiltrasi sel radang menahun. Kesimpulan dari Patologi Anatomi

yaitu Cholecystitis Chronica.

Berdasarkan teori, diketahui bahwa terapi dari kolesistitis tergantung pada

tingkat keparahan kondisi dan ada atau tidak adanya komplikasi. Kasus tanpa

komplikasi sering dapat diobati secara rawat jalan sedangkan kasus dengan

komplikasi mungkin memerlukan pendekatan secara bedah. Pada pasien yang tidak

stabil, percutaneous transhepatic cholecystostomy drainage tepat untuk dilakukan.

Antibiotik dapat diberikan untuk mengelola infeksi. Terapi definitif melibatkan

kolesistektomi atau penempatan perangkat drainase; Oleh karena itu, disarankan

adanya konsultasi dengan dokter bedah. Konsultasi dengan gastroenterologist untuk

pertimbangan ERCP juga mungkin tepat jika ada kekhawatiran dari

choledocholithiasis.

Untuk kolesistitis, pengobatan awal meliputi istirahat usus (bowel rest),

hidrasi intravena, koreksi kelainan elektrolit, analgesia, dan antibiotik intravena.

Untuk kasus kolesistitis akut yang ringan, terapi antibiotik dengan spektrum luas

antibiotik tunggal memadai. Panduan rekomendasi berdasarkan The Sanford saat ini

meliputi piperasilin / Tazobactam (Zosyn, 3,375 g IV setiap 6 jam atau 4,5 g IV q8h),

ampisilin / sulbaktam (Unasyn, 3 g IV setiap 6 jam), atau meropenem (Merrem, 1 g

IV q8h). Dalam kasus yang mengancam jiwa yang parah, Sanford

merekomendasikan imipenem / cilastatin (Primaxin, 500 mg setiap 6 jam IV).

Regimen alternatif termasuk cephalosporin generasi ketiga ditambah metronidazol

(1 g IV dosis muatan diikuti oleh 500 mg setiap 6 jam IV). Karena perkembangan

cepat kolesistitis acalculous akut menuju gangren dan perforasi, diperlukan adanya

pengenalan dini dan juga intervensi. Perawatan medis suportif harus mencakup

pemulihan stabilitas hemodinamik dan cakupan antibiotik bagi flora usus gram

negatif dan anaerob jika dicurigai adanya infeksi saluran empedu. Jika pasien dapat

diperlakukan sebagai pasien rawat jalan, dapat diberikan dengan antibiotik,

Page 29: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

analgesik yang sesuai, dan perawatan tindak lanjut definitif. Kriteria untuk

pengobatan rawat jalan meliputi berikut ini:

Demam dengan tanda-tanda vital stabil

Tidak ada bukti obstruksi oleh nilai-nilai laboratorium

Tidak ada bukti umum penyumbatan saluran empedu pada ultrasonografi

Tidak ada masalah medis yang mendasari, usia lanjut, kehamilan, atau

kondisi immunocompromised

Analgesia yang memadai

Pasien dapat diandalkan dengan transportasi dan akses mudah ke fasilitas

medis

Konfirmasi perawatan lanjutan

Obat berikut tepat dalam perawatan pasien rawat jalan:

Antibiotik profilaksis dengan levofloxacin (Levaquin, 500 mg PO qd) dan

metronidazol (500 mg PO bid), yang harus memberikan perlindungan

terhadap organisme yang umum. Pemberian antibiotic pada fase awal

sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan

septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup

memadai untuk mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada

kolesistitis akut seperti E.coli, Strep.faecalls dan Klebsiella.

Antiemetik, seperti oral/rectal promethazine (Phenergan) atau proklorperazin

(Compazine), untuk mengontrol mual dan mencegah gangguan cairan dan

elektrolit

Analgesik, seperti oxycodone lisan / acetaminophen (Percocet) atau

oxycodone / acetaminophen (Vicodin)

Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkaan,

apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6-8 minggu setelah

terapi konservatif dan keadaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50% kasus akan

membaik tanpa tindakan bedah. Ahli bedah yang pro operasi dini menyatakan,

timbulnya gangren dan komplikasi kegagalan terapi konservatif dapat dihindarkan,

lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya dapat ditekan.

Sementara yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan menyebabkan

Page 30: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena

proses inflamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan anatomi. Sejak

diperkenalkan tindakan bedah kolesistektomi laparoskopik di Indonesia pada awal

I99I, hingga saat ini sudah sering dilakukan di pusat-pusat bedah digestif. Di luar

negeri tindakan ini hampir mencapai angka 90% dari seluruh kolesistektomi.

Konversi ke tindakan kolesistektomi konvensional menurut Ibrahim A dkk, sebesar

1,902 kasus, terbanyak oleh karena sukar dalam mengenali duktus sistikus yang

disebabkan perlengketan luas (27%), perdarahan dan keganasan kandung empedu.

Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu

(7%), pefiarahan dan kebocoran empedu. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan

kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasive mempunyai kelebihan seperti

mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian, secara

kosmetik lebih baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan

mempercepat aktivitas pasien.

The Society of American Gastrointestinal dan Endoscopic Surgeons

mengeluarkan pedoman untuk aplikasi klinis operasi laparoskopi saluran empedu

pada tahun 2010. Serta mencakup rekomendasi rinci untuk membuat keputusan

untuk mengoperasikan, melakukan prosedur, dan mengelola perawatan

pascaoperasi, dengan selalu pertimbangan utama keselamatan pasien.

Rekomendasi adalah sebagai berikut:

Antibiotik sebelum operasi harus dipertimbangkan untuk mengurangi

kemungkinan infeksi luka pada pasien berisiko tinggi, dan terbatas

pada satu dosis sebelum operasi.

Cholangiography intraoperatif dapat meningkatkan pengenalan adanya

cedera/injury dan mengurangi risiko cedera saluran empedu.

Jika cedera saluran empedu terjadi, pasien harus dirujuk ke spesialis

hepatobilier berpengalaman sebelum perbaikan apapun yang

dilakukan, kecuali dokter bedah utama memiliki pengalaman

rekonstruksi empedu.

Kontraindikasi untuk kolesistektomi laparoskopi meliputi berikut ini:

Berisiko tinggi untuk anestesi umum

obesitas morbid

Tanda-tanda perforasi kandung empedu, seperti abses, peritonitis,

atau fistula

Page 31: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

Batu empedu raksasa atau dicurigai keganasan

Penyakit hati stadium akhir dengan hipertensi portal dan koagulopati

parah

The Society of American Gastrointestinal dan Endoscopic Surgeons 2010

Guidelines menambah kontraindikasi lain untuk kolesistektomi laparoskopi seperti

syok septik dari kolangitis, pankreatitis akut, kurangnya peralatan, kurangnya

keahlian bedah, dan operasi perut sebelumnya yang menghambat prosedur.

Page 32: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

BAB V

KESIMPULAN

Pada makalah responsi ini, dilaporkan seorang pasien wanita berusia 51 tahun mengalami kolesistitis yang diakibatkan oleh kolelitiasis. Berdasarkan hasil anamnesa dengan pasien, pasien merasakan nyeri perut kanan atas yang menjalar ke bahu kanan. Nyeri ini dirasakan selama 1 jam. Pasien juga mengaku disertai dengan demam dan pasien memiliki riwayat terkena batu empedu sekitar 1 tahun yang lalu, dari riwayat sosial, pasien hobi mengkonsumsi makanan berlemak tinggi seperti makanan berminyak atau goreng-gorengan. Pada pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan ikterik (+) dan nyeri tekan perut kanan atas (murphy sign (+)), dan pemeriksaan penunjang baik secara laboratoris didapatkan leukositosis, peningkataan faal hati seperti OT,PT, ALP, dan bilirubin. Pada pasien, secara radiologis berupa USG abdomen terdapat gambaran vesika felea mengalami penebalan dinding kandung empedu, kandung empedu distensi dan terdapat gambaran batu empedu dengan ukuran 6.8mm. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, pasien didiagnosis dengan cholecystitis dan cholelithiasis. Penatalaksaan yang direncanakan untuk pasien ini adalah pemberian IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, injeksi metochlorpramide 3x10mg, injeksi ketorolac 3x30mg, injeksi ceftriaxone 2x1 gram, paracetamol tablet 3x500mg dan pro dilakukan terapi pembedahan berupa kolesistektomi yang dilakukan pada 14 Januari 2015. Pasien diedukasi untuk mengurangi kebiasaan makanan berminyak dan berlemak serta menjaga pola makan, menjaga berat badan tubuh ideal, membiasakan untuk olahraga fisik, untuk mengontrol gaya hidup sehat dan mencegah kambuhnya penyakit.

Page 33: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

DAFTAR PUSTAKA

Ahrendt. S.A and Pitt. H.A. 2004. Billiary Tract. In: Townsend C.M., Beauchamp R.D.,  Evers B.M., Mattox K.M.,ed. Sabiston Textbook of Surgery. 17th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. P.

Barak, Orly, et al. 2009. Conservative Treatment for Acute Cholecystitis: Clinicaland Radiographic Predictors of Failure. IMAJ. Vol 11: 739-743

Bland K. I, Beenken S.W, and Copeland E.E (from e-book).  2007. Gall Blader and Extrahepatic Billiary System. In: Brunicardi F.C., Andersen D.K., Billiar T.R., Dunn D.L.,

Bloom, Amin Z, Anand BS. Cholecystitis [Diakses pada 24 Januari 2015]. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/171886-overview.

Dan L. Longo and Anthony S. Fauci. 2010. Gastroenterology and Hepatology. Harrison’s 17th Edition. China.

David GG, AlSarira AA, Willmott S, et al. 2008. Pengelolaan sakit saluran kandung kemih akut di Inggris. Br J Surg. Br J Surg.

Draghi F, Ferrozi G, Callida F, et al. Power doppler ultrasound of gallblader wall vascularization in inflamation: clinical implication. Eur radiol. 2000;10(10): 1587-90

Friedman LS. 2007. Liver, Biliary Tract, & Pancreas. In: LM Tierney, SJ McPhee, MA Papadakis (eds), Current Medical Diagnosis & Treatment, 46e. New York, McGraw-Hill

Gladden D, Migala A et al. 2009. Cholecystitis eMedicine.com. Gladden D, Migala A

Hunter J.L., Pollock R.E, 2009 ed. Schwartz’s Manual Surgery. Eight edition. United States of America: McGraw-Hill Books Company. 

Jessurun J, Albores-Saavedra J. Gallbladder and extrahepatic biliary ducts. In: Damjanov I, Linder J, editors. Anderson’s pathology. 10th edition. St. Louis (MO): Mosby; 2006.p.

Laurentius A. Lesmana. 2006. Penyakit Batu Empedu. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Edisi Ke-4. h481-483

Page 34: Revisi Responsi Kolesistitis Dan Kolelitiasis 31 Januari 2015

R. Sjamsuhidayat. Wim de Jong. 2005. Saluran empedu dan hati. Dalam: R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. H. Sanders G, Kingsnorth AN. 2007. Batu Empedu. BMJ. BMJ. 2007 Aug 11;335(7614):295-9. 2007 Agustus 11; 335 (7614) :295-9.Strasberg, Steven M. 2008. Acute Calculous Cholecystitis. NEJM. 358: 2804-11

Steel, Sharma R, Brenner BE, Meim SM. Cholecystitis and Biliary COlic Emergency Medicine. [Diakses pada 24 Januari 2015]. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1950020-overview

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006. Hal 477-478.