revisi 1 proposal.doc

107
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau Healt-care Associated Infection (HAIs) merupakan masalah penting di seluruh dunia yang meningkat (Alvarado 2000). Sebagai perbandingan, bahwa tingkat HAIs yang terjadi di beberapa negara Eropa dan Amerika adalah rendah yaitu sekitar 1% dibandingkan dengan kejadian di negera-negara Asia, Amerika Latin dan Sub- Sahara Afrika yang tinggi hingga mencapai lebih dari 40% (Lynch dkk., 1997) dan menurut data WHO, angka kejadian infeksi di RS sekitar 3 – 21% (rata-rata 9%). Infeksi nosokomial (HAIs) merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien (Ditjen BUK, 2011).

Upload: agus-rudi-kurniawan

Post on 02-Jan-2016

324 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: revisi 1 proposal.doc

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai infeksi yang

berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau Healt-care Associated Infection

(HAIs) merupakan masalah penting di seluruh dunia yang meningkat

(Alvarado 2000). Sebagai perbandingan, bahwa tingkat HAIs yang terjadi di

beberapa negara Eropa dan Amerika adalah rendah yaitu sekitar 1%

dibandingkan dengan kejadian di negera-negara Asia, Amerika Latin dan Sub-

Sahara Afrika yang tinggi hingga mencapai lebih dari 40% (Lynch dkk., 1997)

dan menurut data WHO, angka kejadian infeksi di RS sekitar 3 – 21% (rata-

rata 9%). Infeksi nosokomial (HAIs) merupakan persoalan serius yang dapat

menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien (Ditjen

BUK, 2011).

HAIs adalah infeksi yang muncul setelah 72 jam seseorang dirawat di

rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat

atau setelah selesai dirawat (WHO dalam Jamaluddin, 2012). Angka kejadian

HAIs di dunia pada umumnya masih tinggi. Survei prevalensi yang dilakukan

dengan bantuan WHO pada 55 RS di 14 negara yang mewakili 4 wilayah

WHO (Eropa, Mediteranian Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat)

menunjukkan rata-rata 8,7% pasien rumah sakit (RS) mengalami HAIs.

Frekuensi HAIs yang tinggi dilaporkan dari RS di wilayah Asia Tenggara yaitu

Page 2: revisi 1 proposal.doc

2

10,0% (WHO, 2002 dalam Zuhriyah, 2004). Angka ini tidak jauh berbeda

dengan yang ditemukan di Indonesia. Survei sederhana (Point Prevalens) yang

dilakukan oleh Subdit Surveilans Ditjen PPM & PLP di 10 rumah sakit umum

pendidikan tahun 1987 menemukan bahwa angka HAIs cukup tinggi yaitu rata-

rata 9,8% dengan rentang 6%-16% (Depkes RI, 1990 dalam Zuhriyah, 2004).

Data yang paling komprehensif tentang prevalensi HAIs di Inggris dari

tahun 2005/2006 (Reilly et al 2008, Smyth et al., 2008, O'Grady et al., 2011).

Selama periode ini, tingkat prevalensi HAIs diperkirakan menjadi 8,19% di

Inggris (Smyth et al 2008), 6,35% di Wales (Smyth et al., 2008) dan 5,43% di

Irlandia Utara (Fitzpatrick et al 2008, Smyth et al 2008). Di Skotlandia, 9,5%

dari pasien dalam perawatan akut dan 7,3% dari pasien dalam perawatan non-

akut terpengaruh oleh HAIs (Reilly et al., 2008).

Kejadian infeksi ini menyebabkan lama perawatan (LOS), mortalitas

dan biaya pelayanan kesehatan meningkat (Mirza, 2007 dalam Jamaluddin,

2012). Sebuah penelitian menganalisis tentang keefektifan biaya dari program

pendidikan hand hygiene (kebersihan tangan), menemukan bahwa total biaya

penyediaan alkohol dan promosinya adalah kurang dari 1 % dari biaya HAIs

(Pittet et al., 2004 dan Blot et al., 2005 dalam Jamaluddin, 2012).

Transmisi HAIs melalui 3 cara, yaitu: flora transien dan residen dari

kulit pasien itu sendiri, flora dari petugas kesehatan ke pasien, dan flora dari

lingkungan rumah sakit (WHO, 2002 dalam Suryoputri, 2011). Transmisi

melalui petugas bisa berasal dari kontaminasi tangan petugas; kontaminasi

benda oleh darah, ekskreta, cairan tubuh lainnya; udara: dengan bersin dan

Page 3: revisi 1 proposal.doc

3

batuk. Transmisi melalui lingkungan bisa berasal dari tikus, gigitan nyamuk,

kontak dengan ekskreta, sirkulasi udara di RS, makanan dan obat-obatan di RS,

air untuk minum dan kebersihan diri di RS. Beberapa penyakit dapat

disebarkan oleh lebih dari satu rute. Hanya sedikit penyakit yang mungkin

ditularkan dalam lingkungan rumah sakit (Zuhriyah, 2004). Kontak langsung

merupakan jalan utama masuknya mikroba, sementara bukti peranan signifikan

transmisi melalui udara sedikit (Bauer TM, et.al., 1990). Studi lain juga

menyatakan bahwa kebanyakan infeksi silang yang didapat di rumah sakit

diyakini ditransmisikan oleh petugas kesehatan yang gagal mencuci tangannya.

Sedangkan bukti peranan transmisi lewat udara dan benda-benda mati di

lingkungan adalah kecil (Talon D, et.al., 1998).

Petugas kesehatan mempunyai peran besar dalam rantai transmisi

infeksi ini (WHO, 2006 dalam Suryoputri, 2011). Kebersihan tangan dan

tindakan pencegahan serta pengendalian infeksi standar lainnya harus dipatuhi

ketika memasukkan dan mengelola kateter. Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) (2009) menekankan pentingnya menjaga kebersihan tangan sebelum

melakukan prosedur aseptik untuk mencegah HAIs (Kilpatrick C. et al., 2012).

Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan

rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi HAIs dapat berkurang (John M.

Boyce and Didier Pittet, 2002 dalam Suryoputri, 2011). Cuci tangan menjadi

salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi,

sehingga insidensi HAIs dapat berkurang (WHO, 2011 dalam Jamaluddin,

2012). Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh

Page 4: revisi 1 proposal.doc

4

perawat, dokter dan seluruh orang yang terlibat dalam perawatan pasien. Salah

satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan HAIs adalah

menggunakan panduan kebersihan tangan yang benar dan

mengimplementasikan secara efektif (WHO, 2009 dalam Jamaluddin, 2012).

Kebersihan tangan perawat menjadi hal yang penting karena tangan

petugas kesehatan merupakan vehicle paling sering untuk HAIs. Kebersihan

tangan meliputi cuci tangan dan disinfeksi tangan adalah ukuran pencegahan

yang utama (Zuhriyah, 2004). Cuci tangan juga merupakan prosedur satu-

satunya paling penting untuk mencegah HAIs (Garner JS, & Favero MS.,

1985). Centers for Disease Control (CDC) juga menganjurkan cuci tangan

sebagai salah satu upaya pencegahan HAIs pneumoni (George, David L.,

1996).

Akan tetapi kepatuhan mencuci tangan seringkali kurang optimal.

Dalam penanganan pasien, sebagian besar paramedic perawatan (85,0%)

mengaku selalu mencuci tangan sebelum menangani pasien dan 96,9%

mencuci tangan sesudah menangani pasien. Sementara itu di kalangan dokter

ternyata hanya 41,8% yang mengakui selalu mencuci tangan sebelum

menangani pasien dan 69,9% mencuci tangan sesudah menangani pasien

(Musadad DA, 1993).

Penelitian lain juga dilakukan pada 40 rumah sakit yang melaporkan

bahwa kepatuhan tenaga kesehatan yang melakukan hand hygiene sebelum dan

setelah ke pasien bervariasi antara 24% sampai 89% (rata-rata 56,6%).

Penelitian ini dilakukan setelah dipromosikannya program WHO dalam

Page 5: revisi 1 proposal.doc

5

pengendalian infeksi seperti tersebut di atas (Larson EL, 2007). Menurut data

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional

berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2% (RISKESDAS, 2007).

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa hand hygiene petugas sangat

berpengaruh pada penyebaran HAIs. Masih rendahnya tingkat hand hygiene di

kalangan petugas rumah sakit dapat menyebabkan tingginya penyebaran HAIs.

Oleh karena itu perlu dilakukan penyuluhan mengenai pentingnya hand

hygiene petugas terhadap kesehatan pasien. Dari penelitian yang pernah

dilakukan, kepatuhan cuci tangan pada perawat yang bekerja di unit perawatan

intensif dengan fasilitas cuci tangan lengkap, dan sebelum penelitian para

perawat diberikan edukasi tentang prosedur cuci tangan yang benar. Angka

kepatuhan petugas kesehatan meningkat dari 46% sebelum diberi edukasi

menjadi 77% (Jamaluddin, 2012).

Salah satu penyuluhan hand hygiene kepada petugas adalah melalui

media cetak poster. Poster merupakan salah satu media cetak yang dapat

menyampaikan pesan penyuluhan dalam menyampaikan informasi mengenai

hand hygiene. Menurut Notoatmodjo (2007), kelebihan poster ini antara lain

tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-

mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan

gairah belajar.

Dengan penyuluhan hand hygiene dan pengaruhnya bagi kesehatan

pasien melalui poster, diharapkan kepatuhan petugas dalam menjaga hand

hygiene. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan difokuskan pada “Analisis

Page 6: revisi 1 proposal.doc

6

perbedaan kepatuhan hand hygiene petugas sebelum dan sesudah dilakukan

penyuluhan dan pemasangan poster di rumah sakit”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana perbedaan kepatuhan hand hygiene petugas sebelum dan sesudah

dilakukan penyuluhan dan pemasangan poster di rumah sakit?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis perbedaan kepatuhan hand hygiene petugas

sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan dan pemasangan poster di

rumah sakit.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui kepatuhan hand hygiene petugas sebelum penyuluhan

dengan menggunakan poster di rumah sakit.

b. Untuk mengetahui kepatuhan hand hygiene petugas sesudah penyuluhan

dengan menggunakan poster di rumah sakit.

c. Untuk membandingkan kepatuhan hand hygiene petugas sebelum dan

sesudah penyuluhan dengan menggunakan poster di rumah sakit.

Page 7: revisi 1 proposal.doc

7

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek teoritis

Dapat menambah pengetahuan mengenai kepatuhan hand hygiene

petugas serta meningkatkan kepatuhan dengan cara penyuluhan

menggunakan poster di rumah sakit.

2. Aspek praktis

a. Menjadi bahan masukan bagi rumah sakit tentang penerapan hand

hygiene pada petugas rumah sakit.

b. Dapat menurunkan angka kejadian HAIs.

Page 8: revisi 1 proposal.doc

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Kepatuhan

a. Definisi Kepatuhan

Menurut Hartono (2006) kepatuhan adalah perubahan sikap dan

tingkah laku seseorang untuk mengikuti permintaan atau perintah orang

lain. Seseorang dikatakan patuh terhadap orang lain apabila orang

tersebut dapat: (1) mempercayai (belief), (2) menerima (accept), dan (3)

melakukan (act) sesuatu atas permintaan atau perintah orang lain.

“Belief” dan “accept” merupakan dimensi kepatuhan yang terkait aspek

tingkah-laku patuh seseorang.

McKendry (2009) menjelaskan bahwa kepatuhan merupakan

kecenderungan dan kerelaan seseorang untuk memenuhi dan menerima

permintaan, baik yang berasal dari seorang pemimpin atau yang bersifat

mutlak sebagai sebuah tata tertib atau perintah. Ada dua macam istilah

kepatuhan yaitu kepatuhan baik yang biasa disebut kepatuhan bermanfaat

dan kepatuhan yang kurang baik atau merusak.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan yaitu faktor

intrinsik dan ekstrinsik (Notoatmodjo, 2003).

Page 9: revisi 1 proposal.doc

9

1) Faktor Intrinsik

Berikut ini yang termasuk faktor intrinsik yaitu:

(1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan mahasiwa diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,

pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkaitan dengan

proses pembelajaran (Poerwadarminta, 2002).

Sedangkan menurut Soekamto (1990), yang dimaksud

pengetahuan adalah kesan didalam fikiran manusia sebagai hasil

penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan

kepercayaan, takhayul dan penerangan-penerangan yang keliru

yang bertujuan untuk mendapatkan kepastian serta menghilangkan

prasangka sebagai sebab ketidak pastian. Adapun tingkat

pengetahuan didalam domain kognitif menurut Notoatmodjo

(2003) meliputi:

(1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat selalu materi yang dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang

Page 10: revisi 1 proposal.doc

10

spesifik. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, dan sebagainya.

(2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

(3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

sebenarnya. Aplikasi dapat juga diartikan sebagai penggunaan

hukum-hukum, metode-metode, prinsip-prinsip dan sebagainya

dalam konteks situasi yang lain.

(4) Analisis (analysis)

Kemampuan menjabarkan materi didalam komponen-

komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut

dan ada kaitannya satu sama lain. Seseorang mampu

menganalisis dengan menggunakan kerangka kerja seperti;

Page 11: revisi 1 proposal.doc

11

dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

(5) Sintesa (synthesis)

Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi

yang ada.

(6) Evaluasi (evaluation)

Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi/objek. Justifikasi atau penelitian tersebut

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri maupun

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).

(2) Pendidikan

Pendidikan secara umum ialah setiap sesuatu yang

mempunyai pengaruh dalam pembentukan jasmani seseorang,

akalnya dan akhlaknya sejak dilahirkan hingga dia mati.

Pendidikan dengan pengertian ini meliputi semua sarana, baik

disengaja seperti pendidikan di lingkungan keluarga (rumah), dan

pendidikan sekolah, atau yang tidak disengaja seperti pendidikan

yang datang kebetulan dari pengaruh lingkungan sosial

Page 12: revisi 1 proposal.doc

12

kemasyarakatan dalam pergaulan kesehatan atau yang bersifat

alamiah dan lain-lain. Pendidikan dalam pengertian ini, sama

dengan pengertian bahwa kehidupan itu sendiri atau dalam artian

sesungguhnya bahwa segala bentuk hubungan manusia baik di

lingkungan keluarga, lingkungan alam dalam kehidupan ini

dianggap sebagai sebuah proses pembelajaran dengan anggapan

bahwa dimulai dari buaian atau sejak terlahir sampai ke liang lahat.

Pengertian pendidikan secara khusus ialah semua media

yang dijadikan dan dipergunakan untuk mengembangkan jasmani

anak, akalnya dan untuk pembinaan akhlaknya (akhlakul

kharimah), dan hanya meliputi sarana khusus yang mungkin

disusun suatu sistem bagiannya; ini terbatas pada pendidikan rumah

tangga dan sekolah.

Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa pendidikan secara

umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat

sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan pelaku

pendidikan.

2) Faktor Ekstrinsik

Termasuk faktor ekstrinsik yaitu:

(1) Beban kerja

Definisi beban kerja secara tata bahasa mempunyai arti

sebagai tanggungan kewajiban yang harus dilaksanakan karena

Page 13: revisi 1 proposal.doc

13

pekerjaan tertentu dan juga sebagai tanggung jawab. Beban kerja

berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam melakukan

pekerjaaannya. Pekerja yang mempunyai beban kerja berlebih akan

menurunkan kualitas hasil kerja dan memungkinkan adanya

inefisiensi waktu. Para manajer harus memperhatikan tingkat

optimal beban kerja karyawan. Beban kerja tidak hanya dipandang

sebagai beban kerja fisik akan tetapi sebagai beban kerja mental.

Beban kerja dipandang sebagai konsekuensi dari keterbatasan yang

dimiliki individu secara fisik dalam melaksanakan tugas yang harus

dilakukan dalam waktu tertentu (Surani, 2008).

Reid dan Nygren mendefinisikan beban kerja melalui tiga

faktor yaitu penuhnya waktu, tingginya beban mental yang

dilakukan dan stres psikologi yang menyertai pada saat individu

melakukan pekerjaan (Reid & Nygren, 1992 dalam Suraini, 2008)

(2) Pelatihan

Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses

mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar

karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung

jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar kerja.

Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan ketrampilan

bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan segera. Manfaat

finansial bagi perusahaan biasanya terjadi dengan cepat. Sementara

itu, pendidikan memberikan pengetahuan tentang subyek tertentu,

Page 14: revisi 1 proposal.doc

14

tetapi sifatnya lebih umum dan lebih terstruktur untuk jangka

waktu yang jauh lebih panjang. Di sisi lain, pengembangan sumber

daya manusia memiliki ruang lingkup lebih luas, yaitu berupa

upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan dengan

segera atau kepentingan di masa depan. Pengembangan sering

dikategorikan secara eksplisit dalam pengembangan manajemen,

organisasi, dan pengembangan individu karyawan. Penekanan lebih

pokok adalah pada pengembangan manajemen,dengan kata lain

fokusnya tidak pada pekerjaan kini dan mendatang, tetapi lebih

pada penemuan kebutuhan jangka panjang perusahaan (Surani,

2008).

2. Hand Hygiene (Kebersihan Tangan)

Hand hygiene adalah istilah yang digunakan untuk mencuci tangan

menggunakan antiseptik pencuci tangan (Tietjen, 2004). Cuci tangan juga

merupakan prosedur satu-satunya paling penting untuk mencegah HAIs

(Garner JS, & Favero MS., 1985). Centers for Disease Control (CDC) juga

menganjurkan cuci tangan sebagai salah satu upaya pencegahan HAIs

pneumoni (George, David L., 1996).

Pada tahun 2009, WHO mencetuskan global patient safety challenge

dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi

penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan My five moments

for hand hygiene adalah melakukan cuci tangan sebelum bersentuhan

dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih/steril, setelah

Page 15: revisi 1 proposal.doc

15

bersentuhan dengan cairan tubuh pasien risiko tinggi, setelah bersentuhan

dengan pasien, dan setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien.

a. Definisi cuci tangan

Menurut Tim Depkes (1987) mencuci tangan adalah

membersihkan tangan dari segala kotoran, dimulai dari ujung jari sampai

siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai dengan kebutuhan.

Sementara itu menurut Perry & Potter (2005), mencuci tangan

merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan

pengontrolan infeksi.

Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara

mekanik dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air

(Tietjen, et al., 2004). Sedangkan menurut Purohito (1995) mencuci

tangan merupakan syarat utama yang harus dipenuhi sebelum melakukan

tindakan keperawatan misalnya: memasang infus, mengambil spesimen.

Infeksi yang diakibatkan dari pemberian pelayanan kesehatan atau terjadi

pada fasilitas pelayanan kesehatan. Infeksi ini berhubungan dengan

prosedur diagnostik atau terapeutik dan sering termasuk memanjangnya

waktu tinggal di rumah sakit (Perry & Potter, 2000).

Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir

untuk menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan

benar-benar hilang. Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan

mikroba ke pasien dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang

berada pada kuku, tangan dan lengan (Schaffer, et al., 2000). Cuci tangan

Page 16: revisi 1 proposal.doc

16

harus dilakukan dengan baik dan benar sebelum dan sesudah melakukan

tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat

pelindung lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi

mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat

dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci

sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat

digantikan oleh pemakaian sarung tangan.

b. Tujuan cuci tangan

Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu

untuk:

1) Mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan

2) Mencegah infeksi silang (cross infection)

3) Menjaga kondisi steril

4) Melindungi diri dan pasien dari infeksi

5) Memberikan perasaan segar dan bersih.

c. Indikasi cuci tangan

Indikasi untuk mencuci tangan menurut Depkes RI. (1993)

adalah:

1) Sebelum melakukan prosedur invasif misalnya : menyuntik,

pemasangan kateter dan pemasangan alat bantu pernafasan

2) Sebelum melakukan asuhan keperawatan langsung

3) Sebelum dan sesudah merawat setiap jenis luka

Page 17: revisi 1 proposal.doc

17

4) Setelah tindakan tertentu, tangan diduga tercemar dengan

mikroorganisme khususnya pada tindakan yang memungkinkan

kontak dengan darah, selaput lendir, cairan tubuh, sekresi atau ekresi

5) Setelah menyentuh benda yang kemungkinan terkontaminasi dengan

mikroorganisme virulen atau secara epidemiologis merupakan

mikroorganisme penting. Benda ini termasuk pengukur urin atau alat

penampung sekresi

6) Setelah melakukan asuhan keperawatan langsung pada pasien yang

terinfeksi atau kemungkinan kolonisasi mikroorganisme yang

bermakna secara klinis atau epidemiologis

7) Setiap kontak dengan pasien-pasien di unit resiko tinggi

8) Setelah melakukan asuhan langsung maupun tidak langsung pada

pasien yang tidak infeksius.

d. Keuntungan mencuci tangan

Menurut Puruhito (1995), cuci tangan akan memberikan

keuntungan sebagai berikut:

1) Dapat mengurangi HAIs

2) Jumlah kuman yang terbasmi lebih banyak sehingga tangan lebih

bersih dibandingkan dengan tidak mencuci tangan

3) Dari segi praktis, ternyata lebih murah dari pada tidak mencuci tangan

sehingga tidak dapat menyebabkan HAIs.

Page 18: revisi 1 proposal.doc

18

e. Macam-macam cuci tangan & cara cuci tangan

Cuci tangan dalam bidang medis dibedakan menjadi beberapa

tipe, yaitu cuci tangan medical (medical hand washing), cuci tangan

surgical (surgical hand washing) dan cuci tangan operasi (operating

theatre hand washing). Adapun cara untuk melakukan cuci tangan

tersebut dapat dibedakan dalam beberapa teknik antara lain sebagai

berikut ini:

1) Teknik mencuci tangan biasa

Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan

dengan sabun dan air bersih yang mengalir atau yang disiramkan,

biasanya digunakan sebelum dan sesudah melakukan tindakan yang

tidak mempunyai resiko penularan penyakit. Peralatan yang

dibutuhkan untuk mencuci tangan biasa adalah setiap wastafel

dilengkapi dengan peralatan cuci tangan sesuai standar rumah sakit

(misalnya kran air bertangkai panjang untuk mengalirkan air bersih,

tempat sampah injak tertutup yang dilapisi kantung sampah medis

atau kantung plastik berwarna kuning untuk sampah yang

terkontaminasi atau terinfeksi), alat pengering seperti tisu, lap tangan

(hand towel), sarung tangan (gloves), sabun cair atau cairan pembersih

tangan yang berfungsi sebagai antiseptik, lotion tangan, serta di bawah

wastefel terdapat alas kaki dari bahan handuk.

Prosedur kerja cara mencuci tangan biasa adalah sebagai

berikut:

Page 19: revisi 1 proposal.doc

19

(1)Melepaskan semua benda yang melekat pada daerah tangan, seperti

cincin atau jam tangan

(2)Mengatur posisi berdiri terhadap kran air agar memperoleh posisi

yang nyaman

(3)Membuka kran air dengan mengatur temperatur airnya

(4)Menuangkan sabun cair ke telapak tangan

(5)Melakukan gerakan tangan, dimulai dari meratakan sabun dengan

kedua telapak tangan, kemudian kedua punggung telapak tangan

saling menumpuk, bergantian, untuk membersihkan sela-sela jari

(6)Membersihkan ujung-ujung kuku bergantian pada telapak tangan

(7)Membersihkan kuku dan daerah sekitarnya dengan ibu jari secara

bergantian kemudian membersihkan ibu jari dan lengan secara

bergantian

(8)Membersihkan (membilas) tangan dengan air yang mengalir

sampai bersih sehingga tidak ada cairan sabun dengan ujung tangan

menghadap ke bawah

(9)Menutup kran air menggunakan siku, bukan dengan jari karena jari

yang telah selesai kita cuci pada prinsipnya bersih

(10) Pada saat meninggalkan tempat cuci tangan, tempat

tersebut dalam keadaan rapi dan bersih. Hal yang perlu diingat

setelah melakukan cuci tangan yaitu mengeringkan tangan dengan

hand towel.

Page 20: revisi 1 proposal.doc

20

2) Teknik mencuci tangan aseptik

Mencuci tangan aseptik yaitu cuci tangan yang dilakukan

sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan

antiseptik. Mencuci tangan dengan larutan disinfektan, khususnya

bagi petugas yang berhubungan dengan pasien yang mempunyai

penyakit menular atau sebelum melakukan tindakan bedah aseptik

dengan antiseptik dan sikat steril.

Prosedur mencuci tangan aseptik sama dengan persiapan dan

prosedur pada cuci tangan higienis atau cuci tangan biasa, hanya saja

bahan deterjen atau sabun diganti dengan antiseptik dan setelah

mencuci tangan tidak boleh menyentuh bahan yang tidak steril.

3) Teknik mencuci tangan steril

Teknik mencuci tangan steril adalah mencuci tangan secara

steril (suci hama), khususnya bila akan membantu tindakan

pembedahan atau operasi. Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci

tangan steril adalah menyediakan bak cuci tangan dengan pedal kaki

atau pengontrol lutut, sabun antimikrobial (non-iritasi, spektrum luas,

kerja cepat), sikat scrub bedah dengan pembersih kuku dari plastik,

masker kertas dan topi atau penutup kepala, handuk steril, pakaian di

ruang scrub dan pelindung mata, penutup sepatu.

Prosedur kerja cara mencuci tangan steril adalah sebagai

berikut:

Page 21: revisi 1 proposal.doc

21

a) Terlebih dahulu memeriksa adanya luka terpotong atau abrasi pada

tangan dan jari, kemudian melepaskan semua perhiasan misalnya

cincin atau jam tangan

b) Menggunakan pakaian bedah sebagai proteksi perawat yaitu:

penutup sepatu, penutup kepala atau topi, masker wajah pastikan

masker menutup hidung dan mulut anda dengan kencang. Selain itu

juga memakai pelindung mata

c) Menyalakan air dengan menggunakan lutut atau control dengan

kaki dan sesuaikan air untuk suhu yang nyaman

d) Membasahi tangan dan lengan bawah secara bebas,

mempertahankankan tangan atas berada setinggi siku selama

seluruh prosedur

e) Menuangkan sejumlah sabun (2 sampai 5 ml) ke tangan dan

menggosok tangan serta lengan sampai dengan 5 cm di atas siku

f) Membersihkan kuku di bawah air mengalir dengan tongkat oranye

atau pengikir. Membuang pengikir setelah selesai digunakan

g) Membasahi sikat dan menggunakan sabun antimikrobial. Menyikat

ujung jari, tangan, dan lengan

(1) Menyikat kuku tangan sebanyak 15 kali gerakan

(2) Dengan gerakan sirkular, menyikat telapak tangan dan

permukaan anterior jari 10 kali gerakan

(3) Menyikat sisi ibu jari 10 kali gerakan dan bagian posterior ibu

jari 10 gerakan

Page 22: revisi 1 proposal.doc

22

(4) Menyikat samping dan belakang tiap jari 10 kali gerakan tiap

area, kemudian sikat punggung tangan sebanyak 10 kali

gerakan

(5) Seluruh penyikatan harus selesai sedikitnya 2 sampai 3 menit

(AORN, 1999 sebagaimana dikutip oleh Perry & Potter, 2000),

kemudian bilas sikat secara seksama

h) Dengan tepat mengingat, bagi lengan dalam tiga bagian. Kemudian

mulai menyikat setiap permukaan lengan bawah lebih bawah

dengan gerakan sirkular selama 10 kali gerakan; menyikat bagian

tengah dan atas lengan bawah dengan cara yang sama setelah

selesai menyikat buang sikat yang telah dipakai

i) Dengan tangan fleksi, mencuci keseluruhan dari ujung jari sampai

siku satu kali gerakan, biarkan air mengalir pada siku

j) Mengulangi langkah 8 sampai 10 untuk lengan yang lain.

k) Mempertahankan lengan tetap fleksi, buang sikat kedua dan

mematikan air dengan pedal kaki

l) Kemudian mengeringkan dengan handuk steril untuk satu tangan

secara seksama, menggerakan dari jari ke siku dan mengeringkan

dengan gerakan melingkar

m)Mengulangi metode pengeringan untuk tangan yang lain dengan

menggunakan area handuk yang lain atau handuk steril baru

n) Mempertahankan tangan lebih tinggi dari siku dan jauh dari tubuh

anda

Page 23: revisi 1 proposal.doc

23

o) Perawat memasuki ruang operasi dan melindungi tangan dari

kontak dengan objek apa pun

f.Faktor-Faktor dalam Kepatuhan Cuci Tangan

Lankford, Zembover, Trick, Hacek, Noskin, & Peterson (2003)

menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh pada tindakan cuci tangan

adalah tidak tersedianya tempat cuci tangan, waktu yang digunakan

untuk cuci tangan, kondisi pasien, efek bahan cuci tangan terhadap kulit

dan kurangnya pengetahuan terhadap standar. Sementara itu Tohamik

(2003) menemukan dalam penelitiannya bahwa kurang kesadaran

perawat dan fasilitas menyebabkan kurang patuhnya perawat untuk cuci

tangan. Kepatuhan cuci tangan juga dipengaruhi oleh tempat tugas.

Menurut Saefudin, et.al. (2006), tingkat kepatuhan untuk

melakukan KU (Kewaspadaan Universal), khususnya berkaitan dengan

HIV / AIDS, dipengaruhi oleh faktor individu (jenis kelamin, jenis

pekerjaan, profesi, lama kerja dan tingkat pendidikan), faktor psikososial

(sikap terhadap HIV dan virus hepatitis B, ketegangan dalam suasana

kerja, rasa takut dan persepsi terhadap resiko), dan faktor organisasi

manajemen (adanya kesepakatan untuk membuat suasana lingkungan

kerja yang aman, adanya dukungan dari rekan kerja dan adanya

pelatihan).

Beberapa ahli sebagaimana dikemukakkan oleh Smet (1994),

mengatakan bahwa kepatuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan dapat berupa

Page 24: revisi 1 proposal.doc

24

tidak lain merupakan karakteristik perawat itu sendiri. Karakteristik

perawat merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki seseorang yang

memiliki pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit (Adiwimarta, et.al.

1999 dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Karakteristik perawat meliputi variabel demografi (umur, jenis

kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat pendidikan), kemampuan, persepsi

dan motivasi. Menurut Smet (1994), variabel demografi berpengaruh

terhadap kepatuhan. Sebagai contoh secara geografi penduduk Amerika

lebih cenderung taat mengikuti anjuran atau peraturan di bidang

kesehatan. Data demografi yang mempengaruhi ketaatan misalnya jenis

kelamin wanita, ras kulit putih, orang tua dan anak-anak terbukti

memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Latar belakang pendidikan juga

akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam melaksanakan etos kerja.

Semakin tinggi pendidikan seseorang, kepatuhan dalam pelaksanaan

aturan kerja akan semakin baik.

Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk

mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan yang pada hakekatnya

terdiri dari kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Dimensi

kecerdasan telah dijumpai sebagai peramal dari kinerja, kemampuan

intelektual mempunyai peran yang besar dalam pekerjaan yang rumit,

kemampuan fisik mempunyai makna yang penting untuk melakukan

tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan

keterampilan (Muchlas, 1997).

Page 25: revisi 1 proposal.doc

25

Setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-

masing dalam soal kemampuan kerja, maka wajar-wajar saja kalau ada

perawat yang merasa mampu atau tidak mampu dalam melaksanakan

tindakan sesuai dengan protap. Demikian juga dalam pelaksanaan protap

mencuci tangan, perawat yang memiliki kemampuan melaksanakan, akan

cenderung patuh untuk melaksanakan sesuai dengan yang telah

digariskan dalam protap tersebut (Arumi, 2002).

Persepsi tentang protap akan diterima oleh penginderaan secara

selektif, kemudian diberi makna secara selektif dan terakhir diingat

secara selektif oleh masing-masing perawat. Dengan demikian muncul

persepsi yang berbeda tentang protap tersebut, sehingga kepatuhan

perawat didalam pelaksanaan protap tersebut juga akan berbeda (Arumi,

2002).

Motivasi adalah rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit

tenaga yang dimilki seseorang atau sekelompok masyarakat yang mau

berbuat dan bekerjasama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah

direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Azwar,

1996).

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan terdiri

atas pola komunikasi, keyakinan / nilai-nilai yang diterima perawat, dan

dukungan sosial. Pola komunikasi dengan profesi lain yang dilakukan

oleh perawat akan mempengaruhi tingkat kepatuhannya dalam

melaksanakan tindakan. Beberapa aspek dalam komunikasi ini yang

Page 26: revisi 1 proposal.doc

26

berpengaruh pada kepatuhan perawat adalah ketidakpuasaan terhadap

hubungan emosional, ketidakpuasan terhadap pendelegasian maupun

kolaborasi yang diberikan serta dukungan dalam pelaksanaan program

pengobatan (Arumi, 2002).

Smet (1994) mengatakan bahwa keyakinan-keyakinan tentang

kesehatan atau perawatan dalam sistem pelayanan kesehatan

mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melaksanakan peran dan

fungsinya. Sedangkan dukungan sosial menurut Smet (1994)

berpengaruh terhadap kepatuhan seseorang. Variabel-variabel sosial

mempengaruhi kepatuhan perawat. Dukungan sosial memainkan peran

terutama yang berasal dari komunitas internal perawat, petugas kesehatan

lain, pasien maupun dukungan dari pimpinan atau manajer pelayanan

kesehatan serta keperawatan.

3. Penyuluhan

a. Pengertian

Penyuluhan dalam arti umum merupakan suatu ilmu sosial yang

mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu dan masyarakat

agar dengan terwujudnya perubahan tersebut dapat tercapai apa yang

diharapkan sesuai dengan pola atau rencananya. Penyuluhan dengan

demikian merupakan suatu sistem pendidikan yang bersifat non formal

atau suatu sistem pendidikan diluar sistem persekolahan yang biasa,

dimana orang ditunjukkan cara-cara mencapai sesuatu dengan

Page 27: revisi 1 proposal.doc

27

memuaskan sambil orang itu tetap mengerjakannya sendiri, jadi belajar

dengan mengerjakan sendiri (Kartasapoetra, 1991)

b. Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan

dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga

masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa

melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.

Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan

kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai

suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat

secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan

melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara

kelompok dan meminta pertolongan (Effendy, 1998). Pendidikan

kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang

dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu, dan

masyarakat. Pendidikan kesehatan tidak dapat diberikan kepada

seseorang oleh orang lain, bukan seperangkat prosedur yang harus

dilaksanakan atau suatu produk yang harus dicapai, tetapi sesungguhnya

merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis,

yang didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap,

maupun praktek baru, yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat

(Suliha, dkk., 2002).

Page 28: revisi 1 proposal.doc

28

c. Tujuan Penyuluhan Kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan adalah (Effendy, 1998):

1) Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat

dalam membina dan memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan

sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan

yang optimal.

2) Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental

dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.

3) Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah

perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.

d. Sasaran Penyuluhan Kesehatan

Sasaran penyuluhan kesehatan mencakup individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat

dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas, posyandu, keluarga binaan

dan masyarakat binaan. Penyuluhan kesehatan pada keluarga diutamakan

pada keluarga resiko tinggi, seperti keluarga yang menderita penyakit

menular, keluarga dengan sosial ekonomi rendah, keluarga dengan

keadaan gizi yang buruk, keluarga dengan sanitasi lingkungan yang

buruk dan sebagainya.

Penyuluhan kesehatan pada sasaran kelompok dapat dilakukan

pada kelompok ibu hamil, kelompok ibu yang mempunyai anak balita,

kelompok masyarakat yang rawan terhadap masalah kesehatan seperti

Page 29: revisi 1 proposal.doc

29

kelompok lansia, kelompok yang ada di berbagai institusi pelayanan

kesehatan seperti anak sekolah, pekerja dalam perusahaan dan lain-lain.

Penyuluhan kesehatan pada sasaran masyarakat dapat dilakukan pada

masyarakat binaan puskesmas, masyarakat nelayan, masyarakat

pedesaan, masyarakat yang terkena wabah dan lain-lain (Effendy, 2003).

e. Materi/pesan

Materi atau pesan yang disampaikan kepada sasaran hendaknya

disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dari individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat, sehingga materi yang disampaikan dapat

dirasakan langsung manfaatnya. Materi yang disampaikan sebaiknya

menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, tidak terlalu sulit untuk

dimengerti oleh sasaran, dalam penyampaian materi sebaiknya

menggunakan metode dan media untuk mempermudah pemahaman dan

untuk menarik perhatian sasaran (Effendy, 2003).

f. Metode Penyuluhan

Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan

kesehatan adalah (Notoatmodjo, 2002):

1) Metode Ceramah

Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu

ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran

sehingga memperoleh informasi tentang kesehatan.

Page 30: revisi 1 proposal.doc

30

2) Metode Diskusi Kelompok

Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan

tentang suatu topik pembicaraan diantara 5-20 peserta (sasaran)

dengan seorang pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.

3) Metode Curah Pendapat

Adalah suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap

anggota mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah yang

terpikirkan oleh masing-masing peserta, dan evaluasi atas pendapat-

pendapat tadi dilakukan kemudian.

4) Metode Panel

Adalah pembicaraan yang telah direncanakan didepan

pengunjung atau peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau

lebih panelis dengan seorang pemimpin.

5) Metode Bermain peran

Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia

dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atu lebih

untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh kelompok.

6) Metode Demonstrasi

Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan

prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti

untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan,

adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan

terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.

Page 31: revisi 1 proposal.doc

31

7) Metode Simposium

Adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5

orang dengan topik yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.

8) Metode Seminar

Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk

membahas suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang

menguasai bidangnya.

g. Faktor-faktor Yang Perlu Diperhatikan dalam Penyuluhan

Menurut Effendy, faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap

sasaran dalam keberhasilan penyuluhan kesehatan adalah:

1) Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang

terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan

bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah

seseorang menerima informasi yang didapatnya.

2) Tingkat Sosial Ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin

mudah pula dalam menerima informasi baru.

3) Adat Istiadat

Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru

merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita

masih sangat menghargai dan menganggap sesuatu yang tidak boleh

diabaikan.

Page 32: revisi 1 proposal.doc

32

4) Kepercayaan Masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan

oleh orang-orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul

kepercayaan masyarakat dengan penyampaian informasi.

5) Ketersediaan Waktu di Masyarakat

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat

aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat

dalam penyuluhan.

h. Langkah-langkah Penyuluhan

Dalam melakukan penyuluhan kesehatan, maka penyuluh yang

baik harus melakukan penyuluhan sesuai dengan langkah-langkah dalam

penyuluhan kesehatan masyarakat sebagai berikut (Effendy, 1998) :

1) Mengkaji kebutuhan kesehatan masyarakat.

2) Menetapkan masalah kesehatan masyarakat.

3) Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu ditangani melalui

penyuluhan kesehatan masyarakat.

4) Menyusun perencanaan penyuluhan.

5) Menetapkan tujuan.

6) Penentuan sasaran.

7) Menyusun materi / isi penyuluhan.

8) Memilih metode yang tepat.

9) Menentukan jenis alat peraga yang akan digunakan.

10) Penentuan kriteria evaluasi.

Page 33: revisi 1 proposal.doc

33

11) Pelaksanaan penyuluhan.

12) Penilaian hasil penyuluhan.

13) Tindak lanjut dari penyuluhan.

i. Alat Bantu Penyuluhan (Peraga)

Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan oleh

penyuluh dalam menyampaikan informasi. Alat bantu ini sering disebut

alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu

dalam proses penyuluhan (Notoatmodjo, 2007).

Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan

yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca

indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu

maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan

yang diperoleh. Dengan kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk

mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu objek sehingga

mempermudah persepsi.

Secara terperinci, fungsi alat peraga adalah untuk menimbulkan

minat sasaran, mencapai sasaran yang lebih banyak, membantu

mengatasi hambatan bahasa, merangsang sasaran untuk melaksanakan

pesan kesehatan, membantu sasaran untuk belajar lebih banyak dan tepat,

merangsang sasaran untuk meneruskan pesan yang diterima kepada

orang lain, mempermudah memperoleh informasi oleh sasaran,

mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih

Page 34: revisi 1 proposal.doc

34

mendalami dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik, dan

membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.

Pada garis besarnya ada 3 macam alat bantu penyuluhan yaitu :

1) Alat bantu lihat

Alat ini berguna dalam membantu menstimulasikan indera

mata pada waktu terjadinya penyuluhan. Alat ini ada 2 bentuk yaitu

alat yang diproyeksikan misalnya slide, film dan alat yang tidak

diproyeksikan misalnya dua dimensi, tiga dimensi, gambar peta,

bagan, bola dunia, boneka dan lain-lain.

2) Alat bantu dengar

Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indera

pendengar, pada waktu proses penyampaian bahan penyuluhan

misalnya piringan hitam, radio, pita suara dan lain-lain.

3) Alat bantu lihat-dengar

Alat ini berguna dalam menstimulasi indera penglihatan dan

pendengaran pada waktu proses penyuluhan, misalnya televisi, video

cassette dan lain-lain. Sebelum membuat alat-alat peraga kita harus

merencanakan dan memilih alat peraga yang paling tepat untuk

digunakan dalam penyuluhan.

j. Media Penyuluhan

Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk

menampilkan pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator

sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya

Page 35: revisi 1 proposal.doc

35

diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan

(Notoatmodjo, 2007).

Penyuluhan kesehatan tak dapat lepas dari media karena melalui

media, pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami,

sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sehingga sampai

memutuskan untuk mengadopsinya ke perilaku yang positif. Tujuan atau

alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan

penyuluhan kesehatan antara lain adalah (Notoatmodjo, 2007):

1) Media dapat mempermudah penyampaian informasi.

2) Media dapat menghindari kesalahan persepsi.

3) Media dapat memperjelas informasi.

4) Media dapat mempermudah pengertian.

5) Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik.

6) Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan

mata.

7) Media dapat memperlancar komunikasi.

Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan,

media ini dibagi menjadi 3 yakni (Notoatmodjo, 2007):

1) Media cetak

Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri

dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna.

Yang termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer

(selebaran), flip chart (lembar balik), rubrik atau tulisan pada surat

Page 36: revisi 1 proposal.doc

36

kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi

kesehatan. Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan

lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-

mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat

meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan yaitu

tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat.

2) Media elektronik

Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat

dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu

elektronika. Yang termasuk dalam media ini adalah televisi, radio,

video film, cassette, CD, VCD. Seperti halnya media cetak, media

elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami,

lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut

sertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan

diulang-ulang serta jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media

ini adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat

canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu

berkembang dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan

keterampilan untuk mengoperasikannya.

3) Media luar ruang

Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui

media cetak maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk,

pameran, banner dan televisi layar lebar. Kelebihan dari media ini

Page 37: revisi 1 proposal.doc

37

adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum

dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera,

penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar.

Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit,

perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan

selalu berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan

penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya. Media

penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang mampu

memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai

dengan tingkat penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu

untuk mengubah perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan.

4. Poster

a. Definisi

Poster termasuk jenis karya Desain Komunikasi Visual (Soehoet,

2003; Riyanto, 2011) memiliki pengertian bahwa “poster merupakan

suatu gambar atau medium komunikasi, yang menekankan suatu

pemaknaan yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat dimengerti

walau hanya sepintas melihatnya”. Menurut Lori Siebert dan Lisa Ballard

dalam yang berjudul Making a Good Layout (Graphic Design Basics,

1992) menegaskan bahwa, tugas poster adalah menangkap audiens yang

tengah bergerak dengan pesan yang ingin disampaikan.

Poster adalah lembar pengumuman/plakat untuk menyampaikan

informasi yang dipasang di tempat umum atau tempat yang dapat dibaca

Page 38: revisi 1 proposal.doc

38

oleh umum. Bahasa yang dipergunakan untuk membuat poster harus

singkat, padat, menarik, dan persuasif (bersifat mengajak).

Poster adalah semua bentuk media cetak berukuran besar yang di

pasang tembok atau permukaan sejenis. Umumnya poster terdiri dari teks

dan elemen visual, selain itu ada juga poster yang berisi seluruhnya teks

atau seluruhnya visual. Poster dirancang untuk menarik perhatian

sekaligus menyampaikan informasi.

Dikatakan, poster harus mampu menyampaikan informasi atau

pesan pada audiens yang sedang sibuk, hanya dalam waktu beberapa

detik. Karena waktu baca begitu singkat dan dalam situasi sibuk, maka

harus memilih salah satu informasi untuk dijadikan elemen kunci, yaitu

elemen yang paling dominan dan memiliki daya pikat (eye-catching)

paling kuat. Kemudian elemen-elemen yang lain mendukung elemen

kunci tersebut sehingga secara keseluruhan tampak menyatu, seimbang

dan harmonis.

Tugas utama poster adalah mengundang perhatian dan memberi

informasi secepat mungkin karena hanya dibaca sekilas. Tidaklah tepat

untuk menyampaikan informasi secara detail dan panjang lebar lewat

poster. Jika terdapat banyak informasi yang harus disampaikan lewat

poster, dalam poster harus tersisa ruang kosong (white-space) yang tidak

diisi gambar maupun teks. Secara visual, bidang kosong dapat memberi

kelegaan pada mata untuk istirahat dan sekaligus menonjolkan pesan

Page 39: revisi 1 proposal.doc

39

utamanya. Informasi yang berlebihan dan disusun berdesakan tentu

kurang efektif, cenderung tidak menarik dan membingungkan pembaca.

Poster berfungsi sebagai penyampai pesan melalui gambar serta

tulisan yang saling mendukung, maka dengan itu maksud yang ingin

disampaikan dapat diterima oleh pembaca.

b. Syarat Poster

Dalam pembuatan poster memiliki 6 syarat yang harus dipenuhi,

yakni :

1) Sederhana

2) Menyajikan satu ide dan untuk mencapai satu tujuan pokok

3) Berwarna

4) Slogannya ringkas dan jitu

5) Tulisan jelas

6) Motif dan desain bervariasi

Langkah-langkah dalam pembuatan poster dapat diuraikan

sebagai berikut :

1) Perhatikan dan pelajari tema/materi

2) Pelajari draf rancangan/naskahnya

3) Siapkan alat dan bahannya ( manual/digital)

4) Buat sketsa

5) Buat desainnya

6) Perhatikan segi estetika (prinsip dan unsur media grafis)

Page 40: revisi 1 proposal.doc

40

Secara ringkas, Siebert dan Ballard memberi petunjuk tentang

desain poster sebagai berikut, yakni:

1) Ukuran huruf dibuat besar sehingga terbaca dari jarak yang

diperkirakan (sekitar 10-15 kali lebar poster).

2) Layout hendaknya simpel. Pilih satu elemen kunci (huruf dan

ilustrasi) sehingga pembaca dapat dengan cepat menangkap pesan.

3) Terdapat semua informasi penting: tanggal, jam, tempat, dan

sebagainya.

4) Memuat satu elemen paling dominan – judul, ilustrasi atau tipografi –

yang sekilas dapat menarik perhatian.

5) Memuat satu informasi paling penting dan ditonjolkan dengan ukuran,

warna, atau value (kontras).

6) Memuat unsur seni yang sesuai dengan pesan atau informasi.

7) Huruf dan elemen visual disusun dalam urutan yang logis. (Dibaca

dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah).

8) Ilustrasi foto hendaknya dipilih yang unusual dan di-cropping agar

lebih bisa terlihat.

9) Huruf untuk poster sebaiknya tebal (bold), warna-warna mencolok

sehingga dapat terlihat dari kejauhan.

c. Poster yang Baik

Sebuah poster dikatakan baik apabila memenuhi hal-hal dibawah

ini yaitu :

1) Segera dapat menarik perhatian orang

Page 41: revisi 1 proposal.doc

41

2) Dapat menanamkan pesan yang terkandung didalamnya

3) Tidak boleh ramai oleh detail/berlebihan

4) Gambar menarik, jelas, sesuai dengan pesan yag tertulis

5) Bentuk huruf sederhana, dapat dibaca dengan mudah

6) Maknanya segera dapat dipahami (pesan singkat dalam kalimat yang

jelas)

d. Jenis-jenis Poster

Berikut beberapa jenis poster (Kusrianto, 2009:338) yang

dibedakan dari desain dan penggunaannya, diantaranya:

1) Poster teks

Sebagaimana namanya, poster ini mengutamakan teks dalam

penyampaian informasi, tetapi ada pula gambar-gambar yang tertera

di dalamnya, biasa berupa simbol, gambar atau ornament-ornamen

tertentu. Pada awalnya poster digunakan untuk menyampaikan

pengumuman pemerintah kepada rakyatnya di abad-15.

2) Poster bergambar

Dengan perkembangan zaman yaitu semakin majunya

teknologi percetakan dan terjadinya Revolusi Industri di Prancis pada

akhir abad ke-17 yang disebut sebagai awal abad modern, poster

kemudian dicetak dalam jumlah besar. Para seniman-seniman poster

Prancis diantaranya Henri de Toulouse Lautrec, Piere Bonnard, dan

Jules Cheret merubah poster menjadi ekspresi seni yang inoatif, yaitu

berupa poster bergambar yang dibuat secara manual.

Page 42: revisi 1 proposal.doc

42

3) Poster propaganda

Pada Perang Dunia I dan II, poster semakin popular dan

banyak digunakan bahkan beberapa poster itu dijadikan barang

bersejarah yang mempunyai nilai tinggi. Poster ini dibuat sebagai

penghimbau atau ajakan kepada rakyat untuk menjadi tentara. Tahun

1917 di Amerika Serikat muncul poster Uncle Sam: I Want You!

Karya James Montgomery Flag yang dinobatkan menjadi karya desain

grafis yang bersejarah selama bertahun-tahun, hingga kini poster itu

masih ada yang memakai dalam bentuk plesetan untuk berbagai

kampanye.

4) Poster kampanye

Poster ini dipergunakan untuk menarik simpati masyarakat

pada pemilihan umum. Sampai saat ini poster kampanye selalu

dipakai dalam pemilihan kepala daerah maupun kepala negara.

Penggunaan poster ini sudah digunakan sejak tahun 1848 saat

pemilihan Presiden Amerika Serikat.

5) Poster Wanted

Poster ini digunakan untuk menemukan penjahat yang sedang

dicari oleh negara.dalam poster wanted ditampilkan paling utama

adalah foto orang yang dicari dengan berbagai sudut pandang,

umumnya dari depan dan samping, kemudian tertera keterangan-

keterangan lain.

Page 43: revisi 1 proposal.doc

43

6) Poster Riset dan Kegiatan Ilmiah

Poster ini biasa digunakan para kalangan akademisi untuk

mempromosikan kegiatan karya ilmiah yang akan dilakukan. Selain

untuk mempublikasikan karya ilmiah seseorang atau sekelompok

ilmuwan, poster riset dan kegiatan ilmiah ini juga harus berkaitan

dengan keterangan hak cipta dari hasil penemuannya.

7) Poster buku komik

Poster komik digunakan sebagai iklan sebuah komik, atau

lebih sering diguakan sebagai hiasan. Contoh poster komik terkenal

adalah poster Sailor Moon dan Dragon Ball.

8) Poster karya seni

Di era komputer grafis, dimana kebebasan berekspresi dalam

berkarya seni sudah sekian banyak dan kreatif, poster-poster karya

seniman terdahulu banyak dibuat oleh desainer grafis dalam bentuk

plesetan-plesetan. Selain itu karya seni poster merupakan ekspresi dari

desainer grafis yang biasanya dijadikan ajang berkreasi bagi

mahasiswa yang mempelajari bidang seni grafis.

9) Poster pelayanan masyarakat

Poster ini tidak bersifat komersial atau diperdagangkan, karena

poster ini biasanya dilombakan oleh lembaga-lembaga pemerintahan.

Kesadaran masyarakat dan memiliki apresiasi terhadap topik yang

akan dikampanyekan perlu dirasakan oleh seniman poster ini. Poster

Page 44: revisi 1 proposal.doc

44

pelayanan masyarakat juga kadang-kadang dimanfaatkan sebagai

media kritik sosial terhadap perilaku masyarakat dan pemerintah.

10) Poster Affirmation

Poster affirmation bertujuan untuk memotivasi seseorang

dengan kata-kata yang tertulis dalam poster. Ciri poster ini didesain

dengan warna hitam atau gambar alam sebagai latar belakangnya

dengan kata-kata motivasi.

11) Poster Komersial

Poster ini digunakan sebagai iklan suatu produk yang dikemas

secara kreatif dan artistik sehingga mampu mencuri perhatian

pembacanya. Desain poster ini dibuat khusus untuk mempromosikan

produk yang diiklankan, diproduksi dengan budget tertentu sesuai

anggaran sales promotion.

12) Poster film

Poster film ini digunakan untuk memperkenalkan sebuah film

agar menarik untuk ditonton orang sebanyak-banyaknya. Poster film

harus mampu merangsang imajinasi penonton dan

mengkomunikasikannya apa yang ada di film kepada penonton.

Secara sederhana poster terbagi menjadi 3 jenis yaitu :

1) Poster Niaga

Poster niaga yaitu poster yang berfungsi untuk menawarkan

barang atau jasa tertentu.

Page 45: revisi 1 proposal.doc

45

2) Poster Kegiatan

Poster kegiatan yaitu poster yang berisi kegiatan atau kejadian

penting yang akan dilaksanakan. Misalnya, poster konser musik,

pameran lukisan, perlombaan, pertandingan, atau pementasan drama.

3) Poster Layanan Masyarakat

Poster layanan masyarakat yaitu poster yang berisi pesan,

informasi, dan penjelasan yang tujuannya untuk menyadarkan

masyarakat tentang suatu hal yang mengangkat kepentingan bersama.

Misalnya, poster lingkungan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.

c. Unsur dalam Poster

Poster memiliki elemen-elemen yang perlu diperhatikan terkait

segala unsur yng ada didalamnya. Berikut ini unsur-unsur dalam poster:

1) Titik

Titik merupakan suatu unsur visual yang relative kecil. Titik

cenderung ditampilkan dalam variasi jumlah, susunan serta kepadatan

tertentu, dan tampilan dalam bentuk kelompok.

2) Garis

Garis merupakan kumpulan titik-titik yang tersusun yang

ditapilkan dalam bentuk goresan atau coretan. Unsur ini sangat

berpengaruh terhadap terciptanya suatu obyek, dan juga batas suatu

bidang atau warna. Garis memiliki arah serta dimensi memanjang dan

Page 46: revisi 1 proposal.doc

46

bentuk yang beragam. Bentuk garis diantaranya lurus, melengkung,

zigzag, bergelombang, dan lainnya.

3) Bidang

Bidang adalah suatu unsur yang memiliki dimensi panjang dna

lebar. Dalam perwujudannya, bidang terbagi menjadi dua macam

yaitu bidang geometri dan non-geometri. Bidang geometri adalah

bidang yang dapat diukur keluasannya, sedangkan bidang non-

geometri sukar diukur keluasannya.

4) Ruang

Adanya ruang dikarenakan adanya bidang. Ruang lebih

mengarah pada perwujudan tiga dimensi yang melibatkan pembagian

bidang atau jarak antar objek yang berunsur, titik, garis, bidang, dan

warna. Ruang terbagi dua yaitu ruang nyata dan semu.

5) Warna

Warna adalah sebuah gejala visual yang terkadang tidak begitu

diperhatikan oleh manusia, namun kehadirannya menambah nilai

tersendiri dalam kehidupan manusia. Teori warna sangat diperhatikan

oleh beberapa ilmuwan antara lain Sir Issac Newton. Newton

berpendapat bahwa semua warna tergabung pada cahaya putih.

Menurut Marian L. David dalam buku Desain in Dress

(Sulasmi, 2002:37) warna-warna mempunyai asosiasi dengan pribadi

seseorang. Warna memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi

Page 47: revisi 1 proposal.doc

47

citra orang yang melihatnya, dan setiap warna juga mampu

memberikan respons secara psikologis

B. Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh para

peneliti sebelumnya mengenai kepatuhan hand hygiene:

Tabel 1. Penelitian terdahulu

No Nama Judul

Penelitian

Metode yang

Digunakan

Hasil Penelitian

1. Atrika

Desi

Suryoputri

– 2011

Perbedaan

Angka

Kepatuhan

Cuci Tangan

Petugas di

RSUP

DR.Kariadi

Desain studi ini

adalah cross

sectional, dengan

kelompok residen,

perawat, dan coass

sebagai sampel

enelitian. Seratus

petugas kesehatan

memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi

di bangsal Bedah,

Anak, Interna, dan

Intensive Care

RSDK selama April

sampai Juni 2011,

dilakukan observasi

selama 1 jam untuk

tiap subjek yang

diamati. Kemudian,

Angka kepatuhan

berdasarkan bangsal

adalah 24,16%

(Bedah), 26,09%

(Anak), 25,13%

(Interna), 25,9%

(HCU), 26,11%

(PICU), dan 25,72%

(ICU), dengan uji

Kruskal Wallis

didapatkan nilai

P=0,766 (tidak

signifikan).

Berdasarkan

pengelompokkan

profesi, angka

kepatuhan residen

21,22% (n=33),

perawat 31,31%

Page 48: revisi 1 proposal.doc

48

kuesioner dibagikan

setelah pengamatan

selesai dilakukan.

Data dideskripsikan

dalam bentuk tabel,

dilakukan uji

Kruskal Wallis dan

Mann – Whitney U

(n=35), dan coass

21,69% (n=32),

dilakukan uji Kruskal

Wallis didapatkan

nilai P=0,000

(signifikan),

dilanjutkan uji Mann–

Whitney U dengan

hasil kelompok

residen–perawat

P=0,000 (signifikan),

residen-coass

P=0,517 (tidak

signifikan), dan

perawat-coass

P=0,000 (signifikan).

2. Joko

Jamaluddi

n, Sriyono

Sugeng,

Ika

Wahyu,

Merry

Sondang -

2012

Kepatuhan

Cuci Tangan

5 Momen di

Unit

Perawatan

Intensif

Studi observasional

dengan pretest dan

desain post test

sebagai satu

kelompok. Populasi

dalam penelitian ini

adalah seluruh

perawat Intensive

Care Unit, Rumah

Sakit Pantai Indah

Kapuk. Sebelum

penelitian ini, ada

ceramah dan diskusi

tentang mencuci

Kepatuhan kebersihan

tangan dari staf

perawat selama

dibandingkan setelah

program sosialisasi

adalah 48,14 vs

60,74%. Program

Sosialisasi seperti

ceramah dan diskusi

telah meningkatkan

pengetahuan mereka

tentang kebersihan

tangan dalam 5

momen (80% vs

Page 49: revisi 1 proposal.doc

49

tangan pengetahuan

sebagai sosialisasi

kebersihan tangan

dalam momen 5.

Untuk menilai

pengetahuan mereka,

ada pre dan post test

dengan

menggunakan

kuesioner yang telah

memiliki validasi

dan uji realibilitas.

Kepatuhan

kebersihan tangan

pada 5 momen

dinilai jika subjek

penelitian

melakukan

kebersihan tangan

dalam 5 momen

secara keseluruhan

dengan benar.

100%)

3. Sri Melfa

Damanik,

F. Sri

Susilaning

sih, Afif

Amir

Amrullah -

2012

Kepatuhan

Hand

Hygiene di

Rumah Sakit

Immanuel

Bandung

Metode deskriptif

korelasi. Variabel

dependen adalah

kepatuhan perawat

melakukan hand

hygiene sedangkan

variabel independen

ada 8 faktor yaitu

usia, pengetahuan,

Hasil penelitian ini

diperoleh kepatuhan

perawat melakukan

hand hygiene sebesar

48,3% dan ada

hubungan yang

bermakna antara

masa kerja

(p=0,026),

Page 50: revisi 1 proposal.doc

50

masa kerja, tingkat

pendidikan,

ketersediaan tenaga

kerja, fasilitas,

pengawasan, dan

kebijakan rumah

Sakit. Jumlah

sampel sebanyak 58

perawat. Teknik

pengumpulan data

menggunakan

lembar kuesioner

dan observasi.

Metode observasi

dengan check list

untuk melihat

praktik hand

hygiene yang

dilakukan oleh

responden.

Observasi dilakukan

berupa format yang

berisi item-item

yang perlu diamati

dengan

menggunakan

checklist dengan 2

alternatif jawaban

yaitu “ya” dan

“tidak”

pengetahuan

(p=0,000), dan

ketersedian tenaga

kerja (p=0,000)

dengan kepatuhan

melakukan hand

hygiene.

Ketersediaan tenaga

kerja merupakan

faktor paling

dominan. Dari

temuan tersebut

rumah sakit perlu

menyeimbangkan

ketenagakerjaan

mengingat perawat

melakukan hand

hygiene melalui

upaya pendidikan

kesehatan.

Page 51: revisi 1 proposal.doc

51

Sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan ini merupakan penelitian

mengenai kepatuhan hand hygiene petugas petugas sebelum dan sesudah

dilakukan penyuluhan dengan pemasangan poster di rumah sakit.

Dari penelusuran literatur dan jurnal-jurnal, penelitian yang akan

dilaksanakan ini belum pernah dilakukan.

C. Landasan Teori

Kepatuhan merupakan kecenderungan dan kerelaan seseorang untuk

memenuhi dan menerima permintaan, baik yang berasal dari seorang pemimpin

atau yang bersifat mutlak sebagai sebuah tata tertib atau perintah. Kepatuhan

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsic yang terdiri dari pengetahuan

dan pendidikan serta faktor ekstrinsik yang terdiri dari beban kerja dan

pelatihan.

Salah satu hal yang penting diperhatikan di rumah sakit yang berkaitan

dengan kepatuhan adalah kepatuhan mengenai hand hygiene petugas di rumah

sakit. Hand hygiene adalah istilah yang digunakan untuk mencuci tangan

menggunakan antiseptik pencuci tangan. Pada tahun 2009, WHO mencetuskan

global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu

merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan

dengan My five moments for hand hygiene adalah melakukan cuci tangan

sebelum bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih/steril,

setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien risiko tinggi, setelah

Page 52: revisi 1 proposal.doc

52

bersentuhan dengan pasien, dan setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar

pasien.

Mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari segala kotoran,

dimulai dari ujung jari sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai

dengan kebutuhan dengan air mengalir untuk menghindari penyakit. Cuci

tangan dilakukan dalam beberapa kondisi antara lain sebelum melakukan

prosedur invasif misalnya menyuntik, pemasangan kateter dan pemasangan alat

bantu pernafasan; sebelum melakukan asuhan keperawatan langsung; sebelum

dan sesudah merawat setiap jenis luka; setelah tindakan tertentu, tangan diduga

tercemar dengan mikroorganisme khususnya pada tindakan yang

memungkinkan kontak dengan darah, selaput lendir, cairan tubuh, sekresi atau

ekresi; setelah menyentuh benda yang kemungkinan terkontaminasi dengan

mikroorganisme virulen atau secara epidemiologis merupakan mikroorganisme

penting; setelah melakukan asuhan keperawatan langsung pada pasien yang

terinfeksi atau kemungkinan kolonisasi mikroorganisme yang bermakna secara

klinis atau epidemiologis; setiap kontak dengan pasien-pasien di unit resiko

tinggi dan setelah melakukan asuhan langsung maupun tidak langsung pada

pasien yang tidak infeksius.

Tingkat kepatuhan dalam cuci tangan dipengaruhi beberapa faktor

antara lain ada atau tidak tersedianya tempat cuci tangan (fasilitas), waktu yang

digunakan untuk cuci tangan, kondisi pasien, efek bahan cuci tangan terhadap

kulit, tingkat pengetahuan terhadap standar, kesadaran petugas/perawat, jenis

kelamin, jenis pekerjaan, profesi, lama kerja, tingkat pendidikan, adanya

Page 53: revisi 1 proposal.doc

53

kesepakatan untuk membuat suasana lingkungan kerja yang aman, adanya

dukungan dari rekan kerja, dan adanya pelatihan.

Untuk meningkatkan nilai kepatuhan terhadap hand hygiene petugas

dapat dilakukan melalui penyuluhan. Penyuluhan merupakan suatu ilmu sosial

yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu dan masyarakat

agar dengan terwujudnya perubahan tersebut dapat tercapai apa yang

diharapkan sesuai dengan pola atau rencananya. Dalam melakukan penyuluhan

perlu diperhatikan media yang digunakan karena melalui media pesan yang

disampaikan dapat diterima oleh sasaran/khalayak. Tujuan atau alasan media

yang digunakan harus memenuhi syarat antara lain dapat mempermudah

penyampaian informasi, dapat menghindari kesalahan persepsi, dapat

memperjelas informasi, dapat mempermudah pengertian, dapat mengurangi

komunikasi verbalistik, dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap

dengan mata, dan dapat memperlancar komunikasi.

Ada berbagai media yang digunakan untuk penyuluhan antara lain

media cetak, media elektronik, dan media luar ruang. Media cetak memiliki

kelebihan antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat

dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat

meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan yaitu tidak

dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat. Beberapa

contoh yang termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran),

flip chart (lembar balik), rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah,

poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.

Page 54: revisi 1 proposal.doc

54

Media elektronik memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami,

lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan

seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta

jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih

tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk produksinya, perlu

persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, perlu

keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.

Beberapa contoh yang termasuk dalam media ini adalah televisi, radio, video

film, cassette, CD, VCD.

Media luar ruang memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami,

lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut

sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya

relatif besar. Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit,

perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu

berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan

keterampilan untuk mengoperasikannya. Yang termasuk dalam media luar

ruang misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar

lebar.

Media penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang mampu

memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat

penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah

perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan. Mengingat keterbatasan

waktu yang dimiliki petugas maka media penyuluhan yang digunakan juga

Page 55: revisi 1 proposal.doc

55

yang mampu menyampaikan informasi dengan singkat. Salah satunya adalah

poster. Poster merupakan suatu gambar atau medium komunikasi, yang

menekankan suatu pemaknaan yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat

dimengerti walau hanya sepintas melihatnya. Poster mampu menyampaikan

informasi atau pesan pada audiens yang sedang sibuk, hanya dalam waktu

beberapa detik. Poster dapat menjangkau khalayak sasaran heterogen,

mempunyai frekuensi tinggi sehingga dapat dilihat berkali-kali, cepat

memperoleh perhatian, adanya kesatuan yang harmonis antara unsur-unsur

penyusunan poster seperti unsur teks verbal headline, bodycopy, caption

(keterangan gambar), unsur rupa / visualnya (ilustrasi / elemen disain), dan

memberikan kejutan sehingga menarik perhatian, bisa dicapai dengan kontras

warna, ilustrasi, bentuk huruf dan komposisi.

Untuk mencapai tujuan dalam meningkatkan kepatuhan hand hygiene

petugas di rumah sakit maka poster perlu didesain agar memenuhi syarat poster

yang baik yaitu segera dapat menarik perhatian orang, dapat menanamkan

pesan yang terkandung didalamnya, tidak boleh ramai oleh detail/berlebihan,

gambar menarik, jelas, sesuai dengan pesan yang tertulis, bentuk huruf

sederhana, dapat dibaca dengan mudah, dan maknanya segera dapat dipahami

(pesan singkat dalam kalimat yang jelas).

Poster mengenai hand hygiene merupakan poster pelayanan masyarakat

yaitu poster yang berisi pesan, informasi, dan penjelasan yang tujuannya untuk

menyadarkan masyarakat tentang suatu hal yang mengangkat kepentingan

bersama yaitu menjaga kebersihan untuk mencegah penularan infeksi.

Page 56: revisi 1 proposal.doc

56

D. Kerangka Konsep

Penyuluhan Hand hygiene

Hand hygiene petugas Poster

Rumah sakit

Patuh

Tidak Patuh

1

2

Faktor:1. Fasilitas cuci tangan2. Waktu yang digunakan untuk cuci

tangan3. kondisi pasien4. efek bahan cuci tangan terhadap

kulit5. tingkat pengetahuan terhadap

standar6. kesadaran petugas/perawat7. jenis kelamin8. jenis pekerjaan9. profesi10. lama kerja11. tingkat pendidikan12. adanya kesepakatan untuk

membuat suasana lingkungan kerja yang aman

13. adanya dukungan dari rekan kerja

14. adanya pelatihan

1. cuci tangan sebelum bersentuhan dengan pasien

2. cuci tangan sebelum melakukan prosedur bersih/steril

3. cuci tangan setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien risiko tinggi

4. cuci tangan setelah bersentuhan dengan pasien

5. cuci tangan setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien.

Kepatuhan Hand hygiene

petugas

Ketidakpatuhan Hand hygiene

petugas

3

4

Page 57: revisi 1 proposal.doc

57

E. Hipotesis

Dari uraian di atas dapat ditarik hipotesis bahwa penyuluhan hand

hygiene dengan menggunakan poster yang dipasang di rumah sakit dapat

meningkatkan kepatuhan hand hygiene petugas.

Page 58: revisi 1 proposal.doc

58

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yaitu teknik

penelitian dimana penelitinya memiliki otoritas untuk melakukan intervensi

kepada subjek penelitian. Dalam penelitian ini, bentuk intervensi yang

diterapkan adalah dengan memberikan penyuluhan.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan longitudinal dengan

rancangan O1 x O2. Pendekatan longitudinal yaitu pendekatan yang

dipergunakan untuk memahami perkembangan perilaku dan pribadi seseorang

atau sejumlah kasus tertentu (mengenai satu atau sejumlah aspek perilaku atau

pribadi tertentu) dengan mengikuti proses perkembangan dari satu titik waktu

atau fase tertentu ke titik waktu atau fase yang berikutnya. Rancangan O1 x O2

yang dimaksud adalah dengan membandingkan kondisi sebelum mendapatkan

intervensi penyuluhan dan sesudah mendapatkan intervensi penyuluhan.

B. Subyek dan Obyek penelitian

Ruang lingkup penelitian merupakan tempat dimana peneliti

mendapatkan atau memperoleh data yang berasal dari para responden dalam

hubungannya dengan variabel yang akan diteliti yaitu kepatuhan hand hygiene

Page 59: revisi 1 proposal.doc

59

petugas di rumah sakit. Obyek dalam penelitian ini adalah rumah sakit yang

akan memberikan penyuluhan hand hygiene dengan menggunakan poster.

Adapun penelitian ini dilakukan di rumah sakit. Subyek penelitian ini

adalah semua petugas rumah sakit yang berhubungan dengan pasien sebagai

responden yaitu dokter dan perawat. Waktu penelitian adalah pada bulan Juli-

Oktober 2013.

C. Populasi dan Sampel

Populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang hendak dikenai

generelasi hasil penelitian. Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian

(Arikunto, 2006). Azwar (2009) mengungkapkan populasi juga dibatasi

sebagai himpunan individu atau benda atau objek yang mempunyai sifat atau

karakteristik yang sama dan diamati serta dibedakan dari kelompok subjek lain.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas di rumah sakit yang

berhubungan dengan pasien.

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang harus memiliki ciri-

ciri yang dimiliki dalam populasi (Azwar, 2004). Jumlah sampel dalam

penelitian ini ditentukan dengan rumus:

Z2 1- /2 p (1-p) N

n = ------------------------------

d2(N-1) + Z2 1- /2 p (1-p) (Lemeshowb dkk, 1997)

Keterangan :

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan

Page 60: revisi 1 proposal.doc

60

= derajat kepercayaan

p = proporsi petugas dengan kepatuhan hand hygien baik

q = 1-p (proporsi petugas dengan kepatuhan hand hygien tidak baik)

d = limit dari error atau presisi absolut (0,05)

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.

Purposive sampling menurut Sugiyono (2010 : 46) adalah mengambil

responden dengan pertimbangan khusus. Pertimbangan yang dipakai oleh

peneliti yaitu petugas kesehatan merupakan pihak yang berhubungan langsung

dengan pasien dan penyebar infeksi paling memungkinkan.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel yaitu 1 (satu) variabel

bebas yaitu penyuluhan dengan poster dan 1 (satu) variabel terikat yaitu

kepatuhan hand hygiene petugas.

E. Definisi Operasional

Variabel penelitian adalah simbol-simbol yang digunakan untuk

memaknakan fenomena atau simbol-simbol yang di isi dengan makna tertentu

(Muh Nasir, 1996:19). Definisi operasional merupakan penjabaran dari tiap

variabel dalam indikator-indikator yang terperinci. Definisi operasional dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penyuluhan, yaitu kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara

menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat

Page 61: revisi 1 proposal.doc

61

tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan

suatu anjuran yang ada hubungannya dengan perilaku cuci tangan yang

benar untuk mencegah penyebaran infeksi nosokomial. Variabel ini

diukur dengan menggunakan skala nominal yang dikategorikan menjadi

2 yaitu :

1. Sebelum penyuluhan

2. Sesudah penyuluhan

2. Kepatuhan merupakan kecenderungan dan kerelaan seseorang untuk

memenuhi dan menerima permintaan, baik yang berasal dari seorang

pemimpin atau yang bersifat mutlak sebagai sebuah tata tertib atau

perintah, dimana hal ini diketahui dari jawaban yang mereka berikan

pada kuesioner yang disebarkan oleh peneliti. Hasil dari kuesioner ini

diukur dengan menggunakan skala ordinal yang dikategorikan menjadi

3 yaitu :

a. Baik : jika jawaban benar ≥ 76% - 100%

b. Sedang : jika jawaban benar ≥ 56% - 75%

c. Kurang : jika jawaban benar < 55% (Arikunto, 2007).

Untuk analisis data, digunakan skala data interval.

F. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan

kuesioner, yaitu instrumen pengumpulan data atau informasi yang

dioperasionalisasikan ke dalam bentuk item atau pertanyaan. Penyusunan

Page 62: revisi 1 proposal.doc

62

kuesioner dilakukan oleh peneliti sendiri dengan harapan dapat mengetahui

variabel-variabel apa saja yang menurut responden merupakan hal yang

penting. Tujuan penyusunan kuesioner adalah untuk memperbaiki bagian-

bagian yang dianggap kurang tepat untuk diterapkan dalam pengambilan data

terhadap responden (Arikunto, 2007).

Bersama dengan kuesioner dilampirkan juga surat pengantar kepada

responden mengenai keperluan penyebaran kuesioner tersebut dan informed

consent sebagai pernyataan tertulis bahwa responden dengan suka rela tanpa

ada unsur paksaan bersedia mengisi kuesioner tersebut.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat

Sebelum dilakukan analisis, peneliti terlebih dulu melakukan uji

validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner. Validitas dan reliabilitas (tingkat

kesahihan dan kepercayaan) sangat diperlukan dalam suatu penelitian.

Maksudnya alat ukur yaitu kuesioner dan daftar nilai yang digunakan untuk

mengukur dan mengambil data adalah valid dan reliabel. Jadi uji validitas dan

reliabilitas terhadap alat ukur dilakukan sebelum dilakukan pengambilan data

penelitian yang sesungguhnya. Maksud uji validitas dan reliabilitas alat ukur

adalah agar nantinya didapat data yang representatif dalam penelitian.

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam uji validitas dan

reliabilitas adalah sebagai berikut:

Page 63: revisi 1 proposal.doc

63

1. Memilih lokasi untuk uji validitas dan reliabilitas yang memiliki

karakteristik mirip dengan lokasi penelitian yang sesungguhnya. Untuk itu

dipilih rumah sakit X karena sama-sama memiliki petugas kesehatan

2. Menyebarkan kuesioner yang telah disusun di salah satu bagian ruang

penanganan pasien.

3. Menganalisis data hasil penyebaran kuesioner untuk dianalisis validitas

dan reliabilitasnya.

a. Uji Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Sugiyono, 2010). Menurut

Sugiyono (2010) uji validitas dapat dilakukan dengan rumus “product

moment”, yaitu :

r =

Keterangan:

r = koefisien korelasi x dan y / product moment

x = skor pertanyaan

y = skor total pertanyaan

xy = skor pertanyaan dikalikan skor total

N = jumlah populasi

Pengolahan data uji validitas dalam penelitian ini

menggunakan program SPSS for windows release 12. Selanjutnya hasil

dikorelasi dan dihitung kemudian dilihat pada tabel product moment

Page 64: revisi 1 proposal.doc

64

untuk mengetahui nilai korelasinya signifikan, yaitu jumlah dan

tingkat kesalahan 5%, taraf kepercayaan 95%. Suatu kuesioner

dikatakan valid apabila memenuhi kriteria nilai signifikansi (p) < 0,05.

Butir soal dinyatakan gugur apabila tidak sesuai dengan kaidah

uji yang digunakan. Syarat soal valid yaitu apabila butir soal tersebut :

1) Korelasi antara butir dengan faktor harus positif.

2) Peluang galat (p) dari korelasi maksimal 5%.

Nilai kesahihan (validitas) setiap butir (koefisien korelasi

Product Moment) sebenarnya masih perlu dikoreksi karena kelebihan

bobot. Kelebihan bobot ini terjadi karena skor butir yang dikorelasikan

dengan skor total ikut sebagai komponen skor total dan hal ini

menyebabkan koefisien korelasi menjadi lebih besar (Hadi, 2000).

Formula untuk membersihkan kelebihan bobot ini dipakai formula part

whole. Adapun formula part whole adalah sebagai berikut:

rtp.t - SDp

rpq =

SDpt2 + SDp

2 – 2rtp.SDp

Keterangan:

Rpq = Koefisien korelasi antara X dan Y setelah koreksi.

rtp = Koefisien korelasi product moment.

SDt = Standart Deviasi.

SDp = Standart deviasi bagian (dalam Azwar, 2000).

Page 65: revisi 1 proposal.doc

65

Nilai kesahihan (validitas) r product moment kemudian

dikoreksi dengan formula part whole. Item dikatakan valid/sahih jika

nilai rhitung > rtabel.

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat

dipercaya. Cara mengukur reliabilitas adalah dengan cronbach alpha

(Sugiyono, 2010) yang rumusnya sebagai berikut :

Keterangan:

R11 = Reliabilitas instrumen

K = Banyaknya butir pertanyaan

∑ = Jumlah varian butir

δ = Varians total

Dimana suatu instrumen dapat dikatakan reliable bila memiliki

koefisien keandalan atau alpha sebesar:

1) < 0,6 maka pernyataan tidak reliable

2) 0,6 – 0,7 maka pernyataan acceptable

3) 0,7 – 0,8 maka pernyataan baik (reliable)

4) 0,8 maka pernyataan sangat baik (reliable)

4. Membuang pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid/sahih, dan memakai

pertanyaan-pertanyaan yang valid/sahih saja untuk disebarkan pada

penelitian yang sesungguhnya.

Page 66: revisi 1 proposal.doc

66

H. Tahap Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dengan menggunakan

langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:

1. Editing

Meneliti kembali setiap daftar pertanyaan yang telah diisi dari hasil

pengisian kuesioner. Dalam hal ini editing meliputi kelengkapan dan

kesalahan dalam pengisian kuesioner.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang memiliki beberapa kategori: pemberian kode pada setiap

nomor pertanyaan sesuai jawaban yang diberikan responden dengan

ketentuan skor 1 jika jawaban yang “benar” dan skor 0 jika “salah”.

3. Tabulating

Dari data mentah (raw table) dilakukan penataan data (aray data)

kemudian menyusun dalam bentuk tabel distribusi atau tabel silang (dummy

table). Kegiatan pengolahan data dilakukan setelah semua data selesai

dikumpulkan, analisa data dilakukan secara deskriptif dengan bentuk

distribusi frekuensi yaitu dengan menjalankan setiap kategori (dalam %)

untuk mendapatkan persentase dari setiap jawaban.

Dua jenis analisis dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis Univariat

Analisis Univariat yaitu analisis yang dilakukan hanya pada satu

variabel (Sugiyono, 2010). Analisis variabel dalam penelitian ini

Page 67: revisi 1 proposal.doc

67

dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase

kepatuhan hand hygienis petugas

2. Analisis Bivariat

Analisa data selanjutnya adalah membandingkan kondisi pre test

dan post test penyuluhan. Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan

jalannya penelitian:

Pre test Post test

1 2

Untuk mencari perbedaan kepatuhan hand hygiene sebelum dan

sesudah penyuluhan dengan menggunakan poster, maka digunakan uji

beda t (independent sample t test) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

xa = Rerata pre test

xb = Rerata post test

Page 68: revisi 1 proposal.doc

68

Sp = Standard deviasi gabungan

na = Banyaknya sample pre test

nb = Banyaknya sample post test

Page 69: revisi 1 proposal.doc

69

DAFTAR PUSTAKA

Bauer TM, et.al. An epidemiological study assessing the relative importance of airborne and direct contact transmission of microorganisms in a medical intensive care unit. J Hosp Infect; May 1990; 15(4): 301-309.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 8. Departemen Kesehatan. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS). 2007. Jakarta: Departemen Ke sehatan RI

Garner JS, & Favero MS. Guideline For Handwashing And Hospital Environmental Control. Hospital Infections Program Center For Intectious Diseases, Centers For Disease Control And Prevention; 1985.

George, David L. Nosocomial Pneumonia. Dalam: Mayhall C, Glen. Hospital Epidemiology and Infection Control. Williams & Wilkins, Baltimore; 1996.

Jamaluddin, Joko; Sugeng, Sriyono; Wahyu, Ika, dan Merry Sondang. 2012. Kepatuhan Cuci Tangan 5 Momen di Unit Perawatan Intensif. Intensive Care Unit Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk. Volume 2 Nomor 3 Juli 2012

Larson EL, Quiros D, Lin SX. Dissemination of 7. the CDC’s hand hygiene guideline and impact on Infection Rates. Am J Infect Control 2007;35(10): 666–75

Musadad DA, Agustin L, Kasnodihardjo. Kebiasaan Cuci Tangan Petugas Rumah Sakit dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial. Cermin Dunia Kedokteran; 1993; 82: 28-31.

Suryoputri, Atrika Desi. 2011. Perbedaan Angka Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan di RSUP Dr.Karyadi. Studi di Bangsal Bedah, Anak, Interna, dan ICU. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro

Talon D, et.al. Risks and Routes for Ventilator-Associated Pneumonia with Pseudomonas aeruginosa. Am. J. Respir; Crit. Care Med; March 1998; 157(3): 978-984

Tietjen, Linda. 2004. Panduan pencegahan infeksi untuk pelayanan kesehatan dengan Sumber daya terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroraharjo.

Zuhriyah, Lili. 2004. Gambaran Bakteriologis Tangan Perawat. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XX, No.1, April 2004.