retinal detachment

19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, dengan kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus opticus ke korteks visual. Retina yang sehat dan intak merupakan kunci dari penglihatan yang jernih. Ablasio retina (retinal detachment) mengarah pada terpisahnya lapisan fotoreseptor retina dari lapisan epitel pigmen retina di bawahnya. Ablasio retina ini merupakan salah satu keadaan emergensi yang memerlukan penanganan yang cepat. Ablasio retina lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang orang yang anggota keluarganya pernah mengalami ablasio retina. Ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes mellitus. Bila tidak segera dilakukan tindakan, ablasio retina dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan yang menetap. 1.2 Batasan Masalah Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi retina, fisiologi retina, defenisi dan klasifikasi ablasio retina, diagnosis ablasio retina, penatalaksanaan ablasio retina, komplikasi dan prognosis ablasio retina. 1.3 Tujuan Penulisan Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang ablasio retina. 1.4 Metode Penulisan

Upload: fakhranazakirah

Post on 31-Oct-2015

111 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

eye disease

TRANSCRIPT

Page 1: retinal detachment

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, dengan kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus opticus ke korteks visual. Retina yang sehat dan intak merupakan kunci dari penglihatan yang jernih.

Ablasio retina (retinal detachment) mengarah pada terpisahnya lapisan fotoreseptor retina dari lapisan epitel pigmen retina di bawahnya. Ablasio retina ini merupakan salah satu keadaan emergensi yang memerlukan penanganan yang cepat. Ablasio retina lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang orang yang anggota keluarganya pernah mengalami ablasio retina. Ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes mellitus. Bila tidak segera dilakukan tindakan, ablasio retina dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan yang menetap. 

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi retina, fisiologi retina, defenisi dan klasifikasi ablasio retina, diagnosis ablasio retina, penatalaksanaan ablasio retina, komplikasi dan prognosis ablasio retina.

1.3 Tujuan Penulisan

Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang ablasio retina.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.

Page 2: retinal detachment

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina

Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang terdiri atas beberapa lapisan yang melapisi bagian dalam dua pertiga belakang bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata.

Gambar 1. Anatomi retina

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut:1. Membran limitans interna, merupakan membrane hialin antara retina dan vitreus2. Lapisan serabut saraf, yang merupakan akson-akson sel ganglion yang berjalan

menuju nervus opticus3. Lapisan sel ganglion

Page 3: retinal detachment

4. Lapisan pleksiform dalam, yang merupakan sambungan sel ganglion, dengan sel amakrin dan sel bipolar

5. Lapisan inti dalam, merupakan badan-badan sel bipolar, amakrin dan horizontal6. Lapisan pleksiform luar, merupakan sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan

fotoreseptor7. Lapisan inti luar, merupakan lapisan inti sel fotoreseptor (sel kerucut dan sel batang)8. Membrane limitans eksterna, merupakan membrane ilusi9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar sel batang dan kerucut.10. Lapisam epitel pigmen retina, merupakan batas antara retina dengan koroid. Lapisan

membrane Bruch sebenarnya Merupakan membrane basalis epitel pigmen retina.

Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada tepat di luar membrane Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, serta cabang-cabang dari arteria centralis retinae, yang mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya diperdarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi.

Gambar 2. Gambar retina normal

2.2 Fisiologi Retina

Fungsi utama mata adalah untuk memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel-sel batang dan kerucut, sel fotoreseptor retina. Fotoreseptor kemudian mengubah energi menjadi sinyal listrik untuk disalurkan ke SSP. Retina terdiri dari bagian pigmen retina dan bagian saraf retina. Bagian pigmen retina terdiri dari selapis sel epitel. Lapisan sel-sel ini mengandung pigmen melanin, dan bersama-sama dengan pigmen di koroid mempertajam penglihatan dengan cara menyerap cahaya setelah cahaya mengenai retina untuk mencegah pemantulan dan penghamburan cahaya di dalam mata. Cahaya harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor di semua daerah retina kecuali fovea yang terletak tepat di tengah retina.

Page 4: retinal detachment

2.3 Ablasio Retina

2.3.1 Defenisi dan Klasifikasi Ablasio Retina

Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni lapisan fotoreseptor dan jaringan bagian dalam, dari epitel pigmen retina di bawahnya. Terdapat tiga jenis utama: ablasi regmatogenosa, ablasi traksional, dan ablasi eksudatif (serosa atau hemoragik).1

a) Ablasio Retina RegmatogenosaMerupakan bentuk tersering dari ablasio retina. Ablasio retina regmatogenosa terjadi

akibat adanya robekan di retina sehingga cairan vitreus masuk ke belakang antara sel epitel pigmen retina dengan retina sensorik. Terjadi pendorongan retina oleh cairan vitreus yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapisan epitel pigmen. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan vitreus posterior dan berhubungan dengan myopia tinggi, afakia, degenerasi lattice, dan trauma mata.

Gambar 3. Robekan pada retina yang menyebabkan ablasio retina regmatogenosa

Gambar 4. Gambaran funduskopi pada ablasio retina regmatogenosa

Page 5: retinal detachment

b) Ablasio Retina Akibat TraksiAblasio retina ini terjadi akibat adanya perlengketan antara vitreus dengan retina.

Pelengketan tersebut menyebabkan penarikan retina sensorik sehingga terlepas dari lapisan epitel pigmen retina di bawahnya. Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering pada retiopati diabetik proliferatif. Kelainan ini juga dapat menyertai vitreoretinopati proliferatif, retinopati prematuritas, atau trauma mata.

Dibandingkan dengan ablasio retina regmatogenosa, ablasio retina akibat traksi memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih terlokalisasi, biasanya tidak meluas ke ora serrata. Traksi fokal dari membran-membran selular dapat menyebabkan robekan retina dan menimbulkan kombinasi ablatsio retina regmatogenosa-traksioanal. Traksi vitreoretina meningkat dengan bertambahnya usia, semakin menyusutnya vitreus gel, semakin sering juga menyebabkan ablasio retina posterior pada kira-kira dua pertiga orang yang berumur lebih dari 70 tahun.

Gambar 5. Gambaran funduskopi ablasio retina traksioanal

c) Ablasio Retina Exudative (Serosa dan Hemoragik)Ablasio retina serosa dan hemoragik dapat terjadi walaupun tidak terdapat pemutusan

retina atau traksi vitreoretina. Ablasi ini adalah hasil dari penimbunan cairan di bawah retina sensorik terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit-penyakit degeneratif, inflamasi, dan infeksi, serta neovaskularisasi subretina akibat bermacam-macam hal mungkin berkaitan dengan ablasio retina jenis ini. Ablasi jenis ini juga dapat menyertai penyakit peradangan dan penyakit vascular sistemik, atau tumor intraocular.

Gambar 6. Gambaran funduskopi ablasio retina exudative

Page 6: retinal detachment

2.3.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat insidens ablasio retina 1 dalam 15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Kelompok tertentu memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Pasien dengan miopia yang tinggi (>6 dioptri) memiliki resiko sebesar 5%, dan individu dengan afakia memiliki resiko sebesar 2% untuk terjadinya ablasio retina. Ekstraksi katarak dengan komplikasi hilangnya vitreus saat operasi meningkatkan angka kejadian ablasio retina hingga 10%.

Faktor etiologi yang terbanyak di seluruh dunia yang berhubungan dengan ablasio retina adalah myopia, afakia, dan trauma. Kira-kira 40-50% dari seluruh pasien dengan ablasio retina memiliki myopia, 30-40% sudah pernah menjalani operasi pengangkatan katarak, dan 10-20% pernah mengalami trauma okular. Ablasi yang disebabkan oleh trauma lebih sering terjadi pada usia muda, dan ablasi yang berhubungan dengan myopia terjadi pada umumnya pada orang berusia 25-45 tahun. Diperkirakan sekitar 15% orang yang mengalami ablasio retina pada satu mata akan mengalami ablasi juga pada mata yang lainnya.

Tidak terdapat kecenderungan terhadap jenis kelamin. Semakin bertambahnya usia, maka insidensnya semakin bertambah. Ablasio retina sering terjadi pada orang yang berusia 40-70 tahun.

2.3.3 Diagnosis

Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan penunjang.

a) Anamnesis gejala yang sering dikeluhkan penderia adalah: Floaters (terlihat benda melayang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus

oleh adanya darah, pigmen retina yang terlepas atau degenerasi vitreus itu sendiri, kadang-kadang penderita merasa ada tabir atau bayangan yang datang dari perifer (biasanya dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak bersama-sama dengan gerakan mata dan menjadi lebih nyata. Pada stadium awal, penglihatannya membaik di malam hari, dan memburuk di siang hari, terutama sesudah stres fisik (membungkuk, mengangkat) atau mengendarai mobil di jalanan yang bergelombang.

Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya disekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap. Keadaan ini disebabkan oleh tarikan pada retina misalnya pada vitreoretinopati proliferative, dan bisa terjadi pada orang normal jika terjadi cedera tumpul pada mata.

Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.

Selain gejala-gejala tersebut di atas, dalam anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan sebelumnya (seperti: ekstraksi katarak, pengangkatan benda asing intraokular, dsb), riwayat penyakit mata sebelumnya

Page 7: retinal detachment

(uveitis, perdarahan vitreus, dan retinopati diabetik), riwayat keluarga dengan penyakit mata, serta penyakit sistemik yang berhubungan dengan ablasio retina.

b) Pemeriksaan oftalmologi Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya

macula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau kekeruhan vitreus yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila macula lutea ikut terangkat.

Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relative sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang dapat terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.

Pemeriksaan funduskopi yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasi tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata berggerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok, dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang mengalami ablasio terlihat lipatan-lipatan halus. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah karena terdapat pembuluh darah koroid di bawahnya.

Gambar 7. Gambaran funduskopi pada ablasio retina

Robekan pada retina secara umum memiliki lima bentuk, yaitu: U-tears, (gambar 8.a) terdapat flap di bagian apex yang tertarik ke anterior.

Robekan ini sebenarnya terdiri dari dua robekan yang bertemu di apex. Incomplete U-tears, dapat berbentuk linier (gambar 8.b), L-shaped (gambar 8.c). Operculated tears, (gambar 8.d) dimana katup (flap) sepenuhnya tertarik. Dialysis, (gambar 8.e) merupakan robekan yang mengelilingi ora serrata.

Page 8: retinal detachment

Gambar 8. Morfologi robekan retina

Robekan retina dapat juga dibedakan berdasarkan lokasinya, yaitu: Oral, dimana robekan terdapat di vitreus base Post-oral, dimana robekan terdapat di antara vitreus base dan equator Equatorial, dimana robekan terdapat pada atau dekat dengan garis equator Post-equatorial, dimana robekan terapat di belakang garis equator Macular, dimana robekan terdapat di daerah macula lutea.

c) Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta,

antara lain glaucoma, diabetes mellitus, maupun kelianan darah Pemeriksaan ultrasonografi yaitu ocular B-scan ultrasonografi juga digunakan untuk

mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliferative vitreoretinopati, benda asing intraocular. Pemeriksaan ini sangat membantu apabila terjadi kekeruhan pada vitreus sehingga sulit untuk melakukan pemeriksaan funduskopi. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.

d. Operculatede. Dialysis

a. Complete U-tearb. Linearc. Incomplete L-shaped

Page 9: retinal detachment

Gambar 9. Gambaran ultrasonografi ablasio retina

2.3.4 Penatalaksanaan

Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memperbaiki semua robekan retina; digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influx cairan lebih lanjut ke dalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam dan ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina.

a) Retinopeksi PneumatikPada retinopeksi pneumatik, udara atau gas yang dapat memuai disuntikkan ke dalam

vitreus untuk mempertahankan retina pada posisinya, sementara untuk menutup robekan retina secara permanen dapat direkatkan dengan laser atau krioterapi.

Teknik ini memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah dibandingkan cara lain dan hanya digunakan pada robekan retina tunggal kecil yang mudah dicapai, cairan subretina yang minimal, dan tidak adanya traksi vitreoretina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretina akan menghilang 1-2 hari.

Gambar 10. Prosedur penyuntikan gas pada pneumatic retinopexy

b) Scleral BucklingMetode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama bila

tanpa disertai komplikasi lain. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari bahan silikon. Sabuk diletakkan mengelilingi sklera lalu dijahit untuk mempertahankan posisinya sehingga terjadi tekanan dari luar. Pemasangan sclera buckling ini diharapkan dapat dengan lembut menekan sclera dari luar ke retina. Sementara robekan di retina dapat direkatkan dengan laser atau krioprobe dan juga untuk menghindari masuknya kembali cairan vitreus ke rongga retina.

Angka keberhasilannya adalah 92-94% pada kasus-kasus tertentu yang sesuai. Kompliksinya antara lain perubahan kelainan refraksi, diplopia akibat fibrosis atau terganggunya otot-otot ekstraokular oleh eksplan, ekstruksi eksplan, dan kemungkinan peningkatan resiko vitreoretinaproliferatif.

Page 10: retinal detachment

Gambar 11. Prosedur pemasangan sclera buckling

c) Vitrektomi Pars PlanaVitrektomi pars plana memungkinkan pengangkatan unsur penyebab traksi diikuti

dengan penyingkiran membran-membran fibrotik. Vitrektomi dilakukan dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan instrument melalui pars plana. Dibawah mikroskop, badan vitreus dan semua komponen penarikan epiretina dan subretina dikeluarkan.

Vitrektomi pars plana memungkinkan pelepasan traksi vitreoretina, drainase internal cairan subretina D jika diperlukan dengan penyuntikan perfluorocarbon atau cairan berat, dan penyuntikan udara atau gas yang dapat memuai untuk mempertahankan retina pada posisinya, atau penyuntikan dengan minyak jika dibutuhkan tamponade retina yang lebih lama.

Teknik ini digunakan bila terdapat robekan retina multipel, di superior, atau di posterior; bila visualisasi retina terhalang, misalnya oleh perdarahan viterus; dan bila ada vitreoretinopati proliferative yang bermakna. Mungkin diperlukan pengaturan posisi pasien pascaoperasi.

Gambar 12. Prosedur vitrektomi pars plana

Page 11: retinal detachment

2.3.5 Komplikasi

Komplilasi pasca operasi dapat berupa rasa tidak nyaman pada mata, mata berair, bengkak, dan gatal. Namun gejala-gejala ini biasanya dapat diobati dengan obat tetes mata. Pandangan kabur dapat terus berlanjut hingga berbulan-bulan, dan pengukuran kaca mata yang baru dibutuhkan terutama diakibatkan oleh pemasangan scleral buckle yang dapat merubah bentuk bola mata. Pemasangan scleral buckle juga dapat menyebabkan diplopia karena mempengaruhi otot yang mengontrol gerakan bola mata. Komplikasi lain meliputi peningkatan tekanan pada mata (glaucoma), perdarahan vitreus, perdarahan di retina atau di belakang retina, katarak ataupun ptosis. Infeksi juga dapat terjadi pada sclera buckle atau bahkan meluas ke dalam bola mata (endophtalmitis).

2.3.6 Prognosis

Pembedahan pada ablasio retina sukses pada sekitar 80% pasien yang menjalani satu prosedur. Dan lebih dari 90% retinanya melekat kembali dengan sukses pada pasien yang mengalami operasi tambahan.

Bila retina berhasil direkatkan kembali mata akan mendapatkan kembali sebagian fungsi penglihatan dan kebutaan total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan dapat dipulihkan dalam jangka sekitar enam bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada sejumlah faktor. Bila macula ikut mengalami ablasi, penglihatan sentral jarang sekali yang kembali menjadi normal.

Korpus vitreum yang terus menyusut dan munculnya pertumbuhan jaringan di permukaan retina menyebabkan tidak semua retina yang terlepas dapat direkatkan kembali. Bila retina tidak dapat direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun penglihatannya dan akhirnya menjadi buta

Bisa juga terjadi robekan, lubang, dan tarikan baru yang mengarah pada ablasio retina kembali. Menurut study jangka panjang, menunjukkan bahwa meskipun sudah diberikan pencegahan terhadap robekan atau lubang pada retina, sekitar 5-9% pasien dapat mengalami ablasio retina. Walau bagaimana pun pembedahan pada ablasio retina sudah membuat langkah yg besar dalam 20 tahun belakangan dengan mengembalikan penglihatan yang sangat berguna bagi ribuan orang.

Page 12: retinal detachment

BAB III

KESIMPULAN

Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, dengan kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus opticus ke korteks visual. Retina yang sehat dan intak merupakan kunci dari penglihatan yang jernih.

Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni lapisan fotoreseptor dan jaringan bagian dalam, dari epitel pigmen retina di bawahnya. Terdapat tiga jenis utama: ablasi regmatogenosa, ablasi traksional, dan ablasi eksudatif (serosa atau hemoragik). Dan yang tersering adalah ablasio retina regmatogenosa.

Ablasio retina regmatogenosa terjadi akibat adanya robekan di retina sehingga cairan vitreus masuk ke belakang antara sel epitel pigmen retina dengan retina sensorik. Ablasio retina traksional terjadi akibat adanya perlengketan antara vitreus dengan retina. Pelengketan tersebut menyebabkan penarikan retina sensorik sehingga terlepas dari lapisan epitel pigmen retina di bawahnya. Ablasio retina exudatif (serosa dan hemoragik) dapat terjadi walaupun tidak terdapat pemutusan retina atau traksi vitreoretina. Ablasi ini adalah hasil dari penimbunan cairan di bawah retina sensorik terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid.

Di Amerika Serikat insidens ablasio retina 1 dalam 15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Kelompok tertentu memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Pasien dengan miopia yang tinggi (>6 dioptri) memiliki resiko sebesar 5%, dan individu dengan afakia memiliki resiko sebesar 2% untuk terjadinya ablasio retina. Ekstraksi katarak dengan komplikasi hilangnya vitreus saat operasi meningkatkan angka kejadian ablasio retina hingga 10%.

Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan penunjang yang lengkap. Diagnosis ditujukan untuk mengetahui morfologi, lokasi, jenis dan tingkat keparahan ablasio retina.

Penatalaksanaan dari ablasio retina adalah dengan pembedahan. Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memperbaiki semua robekan retina; digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influx cairan lebih lanjut ke dalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam dan ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina.

Terdapat tiga prosedur pembedahan dalam penatalaksanaan ablasio retina, yaitu retinopeksi pneumatik, sclera buckling dan vitrektomi pars plana. Ketiga prosedur ini dipilih terutama berdasarkan lokasi dan jenis ablasi yang terjadi. Dapat dilakukan kombinasi dari beberapa prosedur dalam suatu pengobatan ablasio retina.

Page 13: retinal detachment

Pembedahan pada ablasio retina sukses pada sekitar 80% pasien yang menjalani satu prosedur. Dan lebih dari 90% retinanya melekat kembali dengan sukses pada pasien yang mengalami operasi tambahan.

Bila retina berhasil direkatkan kembali mata akan mendapatkan kembali sebagian fungsi penglihatan dan kebutaan total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan dapat dipulihkan dalam jangka sekitar enam bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada sejumlah faktor. Bila macula ikut mengalami ablasi, penglihatan sentral jarang sekali yang kembali menjadi normal.

Page 14: retinal detachment

DAFTAR PUSTAKA

1. P. Riordan-Eva, John PW. Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. 2010. Jakarta: EGC.

2. Ming ALS, Constable IJ. Color Atlas of Ophthalmology. Edisi 3

3. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology. Edisi 5. 2003

4. Dahl, Andrew A. 2010. Retinal Detachment. Available at: http://www.medicinenet.com/retinal_detachment/article.htm Accessed on November, 11th

2012

5. Larkin, Gregory L. (September, 2012). Retinal Detachment. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview Accessed on November, 11th

2012

6. Waldron, Rhonda G. (February, 2012). B-Scan Ocular Ultrasound. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1228865-overview#a30 Accessed on November, 12th 2012

7. Patel, Chirag C. (August, 2011). Pars Plana Vitrectomy. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1844160-overview Accessed on November 12th

2012