retardasi mental jadi

37
BAB I PENDAHULUAN Banyak wilayah di Indonesia, khususnya di daerah- daerah yang jauh dari pusat kota, di mana sebagian besar penduduknya mungkin belum mengetahui banyak informasi mengenai Down Syndrome dan retardasi mental, para penderita gangguan ini mendapat perlakuan yang tidak selayaknya. Perlakuan yang tidak layak dalam konteks ini adalah mungkin dianggap ‘gila’ oleh masyarakat atau tidak mendapat perawatan yang tepat. Labeling ini lah yang menghambat proses pengoptimalan potensi yang dimiliki anak-anak dengan gangguan mental dan Down Syndrome, tak jarang juga keluarga penderita juga mendapat atribusi yang tidak mengenakkan dari masyarakat. Berkaca dari keadaan para penderita baik gangguan mental maupun Down Syndrome di luar negeri, eksistensi mereka di Indonesia pun dapat dioptimalkan. Jika di luar di negeri kita sering mendengar mereka dapat bersekolah, bekerja, bahkan di Rusia ada yang berhasil menjadi aktor, di Indonesia pun tak ada kata tidak mungkin untuk melakukannya. (http: // www.kidshealth.org/parent/medical /down_syndrome.html). 1

Upload: vivid-dwi-rahmadi

Post on 30-Nov-2015

110 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kedokteran jiwa

TRANSCRIPT

Page 1: Retardasi Mental Jadi

BAB I

PENDAHULUAN

Banyak wilayah di Indonesia, khususnya di daerah-daerah

yang jauh dari pusat kota, di mana sebagian besar penduduknya

mungkin belum mengetahui banyak informasi mengenai Down

Syndrome dan retardasi mental, para penderita gangguan ini

mendapat perlakuan yang tidak selayaknya. Perlakuan yang tidak

layak dalam konteks ini adalah mungkin dianggap ‘gila’ oleh

masyarakat atau tidak mendapat perawatan yang tepat. Labeling

ini lah yang menghambat proses pengoptimalan potensi yang

dimiliki anak-anak dengan gangguan mental dan Down Syndrome,

tak jarang juga keluarga penderita juga mendapat atribusi yang

tidak mengenakkan dari masyarakat.

Berkaca dari keadaan para penderita baik gangguan mental

maupun Down Syndrome di luar negeri, eksistensi mereka di

Indonesia pun dapat dioptimalkan. Jika di luar di negeri kita sering

mendengar mereka dapat bersekolah, bekerja, bahkan di Rusia ada

yang berhasil menjadi aktor, di Indonesia pun tak ada kata tidak

mungkin untuk melakukannya. (http: //

www.kidshealth.org/parent/medical /down_syndrome.html).

Makalah ini kami persembahkan guna memenuhi tugas mata

kuliah seminar psikologi klinis. Kami menyadari adanya banyak

kekurangan dalam penulisan makalah ini. Semoga apa yang telah

kami sampaikan dalam makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

BAB II

ISI

1

Page 2: Retardasi Mental Jadi

A. DEFINISI

Retardasi mental adalah gangguan yang telah tampak

sejak masa anak-anak dalam bentuk fungsi intelektual dan

adaptif yang secara signifikan berada dibawah rata-rata

(Luckasson,1992, dalam Durand 2007)

Menurut American Association on Mental Retardation

(AAMR) 1992 Retardasi mental yaitu : Kelemahan atau

ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak

(sebelum 18 tahun) ditandai dengan fase kecerdasan

dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai

keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut : berbicara

dan berbahasa; keterampilan merawat diri, ADL; keterampilan

sosial; penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan

keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks, dan lain-

lain.

Dari beberapa definisi diatas, yang menurut kami

memiliki definisi yang hampir sama, kami cenderung

menyepakati definisi yang diungkapkan oleh American

Assosiation on Mental Retardation (AAMR) yang

mengungkapkan bahwa Retardasi mental yaitu :

Kelemahan/ketidakmampuan kognitif muncul pada masa

kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan fase

kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan

disertai keterbatasan lain. Berikut ini adalah klasifikasi

retardasi mental yang ditunjukkan dengan bagan (Dr.wiguna

& ika, 2005) :

2

Page 3: Retardasi Mental Jadi

1. RM ringan (IQ 55-70) : mulai tampak gejalanya pada usia

sekolah dasar, misalnya sering tidak naik kelas, selalu

memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah

atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan pekerjaan rumah

atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan

pribadi. 80 % dari anak RM termasuk pada golongan ini.

Dapat menempuh pendidikan Sekolah Dasar kelas VI hingga

tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban dan membutuhkan

bantuan tentang masalah kehidupannya.

2. RM Sedang (IQ 40-55) : sudah tampak sejak anak masih kecil

dengan adanya keterlambatan dalam perkembangan,

misalnya perkembangan wicara atau perkembangan fisik

lainnya. Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya

sendiri, pada umumnya tidak mampu menyelesaikan

pendidikan dasarnya, angka kejadian sekitar 12% dari seluruh

kasus RM. Anak pada golongan ini membutuhkan pelayanan

pendidikan yang khusus dan dukungan pelayanan.

3. RM Berat (IQ 25-40) : sudah tampak sejak lahir, yaitu

perkembangan motorik yang buruk dan kemampuan bicara

yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk dilatih

belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tubuh

dasar, angka kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari

3

RM Ringan

RM Sedang

RM

Ber

atRM San

gat Berat

Page 4: Retardasi Mental Jadi

1 gangguan organik yang menyebabkan keterlambatannya,

memerlukan supervisi yang ketat dan pelayanan khusus.

4. RM Sangat Berat (IQ < 25) : sudah tampak sejak lahir yaitu

gangguan kognitif, motorik, dan komunikasi yang pervasif.

Mengalami gangguan fungsi motorik dan sensorik sejak awal

masa kanak-kanak, individu pada tahap ini memerlukan

latihan yang ekstensif untuk melakukan “self care” yang

sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu

memerlukan supervisi total dan perawatan sepanjang

hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar-benar tidak

mampu mengurus dirinya sendiri.

B. SEBAB-SEBAB

1. Faktor Prenatal

Penggunaan berat alkohol pada perempuan hamil dapat

menimbulkan gangguan pada anak yang mereka lahirkan

yang disebut dengan fetal alcohol syndrome. Faktor-faktor

prenatal lain yang memproduksi retardasi mental adalah

ibu hamil yang menggunakan bahan-bahan kimia, dan

nutrisi yang buruk. (Durand, 2007).

Penyakit ibu yang juga menyebabkan retardasi mental

adalah sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital.

Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen dan

4

Page 5: Retardasi Mental Jadi

cidera kepala, menempatkan anak pada resiko lebih besar

terhadap gangguan retardasi mental. Kelahiran premature

juga menimbulkan resiko retardasi mental dan gangguan

perkembangan lainnya. Infeksi otak, seperti encephalitis

dan meningitis juga dapat menyebabkan retardasi mental.

Anak-anak yang terkena racun, seperti cat yang

mengandung timah, juga dapat terkena retardasi mental.

(Nevid, 2003)

2. Faktor Psikososial

Seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu

yang tidak memberikan stimulasi intelektual, penelantaran,

atau kekerasan dari orang tua dapat menjadi penyebab

atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi

mental. (Nevid, 2002)

Anak-anak dalam keluarga yang miskin mungkin

kekurangan mainan, buku, atau kesempatan untuk

berinteraksi dengan orang dewasa melalui cara-cara yang

menstimulasi secara intelektual akibatnya mereka gagal

mengembangkan keterampilan bahasa yang tepat atau

menjadi tidak termotivasi untuk belajar keterampilan-

keterampilan yang penting dalam masyarakat

kontemporer. Beban-beban ekonomi seperti keharusan

memiliki lebih dari satu pekerjaan dapat menghambat

orang tua untuk meluangkan waktu membacakan buku

anak-anak, mengobrol panjang lebar, dan memperkenalkan

mereka pada permainan kreatif. Lingkaran kemiskinan dan

buruknya perkembangan intelektual dapat berulang dari

generasi ke generasi (Nevid, 2002).

5

Page 6: Retardasi Mental Jadi

Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial

disebut sebagai retardasi budaya-keluarga (cultural-familial

retardation). Pengaruh cultural yang mungkin memberikan

kontribusi terhadap gangguan ini termasuk penganiayaan,

penelantaran, dan deprivasi sosial. (Durand, 2007)

3. Faktor Biologis

a. Pengaruh genetik

Kebanyakan peneliti percaya bahwa di samping

pengaruh-pengaruh lingkungan, penderita retardasi

mental mungkin dipengaruhi oleh gangguan gen

majemuk (lebih dari satu gen) (Abuelo, 1991, dalam

Durand, 2007)

Salah satu gangguan gen dominan yang disebut

tuberous sclerosis, yang relatif jarang, muncul pada 1

diantara 30.000 kelahiran. Sekitar 60% penderita

gangguan ini memiliki retardasi mental (Vinken dan

Bruyn, 1972, dalam Durand 2007).

Phenyltokeltonuria (PKU) merupakan gangguan

genetis yang terjadi pada 1 diantara 10.000 kelahiran

(Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid, 2002). Gangguan ini

disebabkan metabolisme asam amino Phenylalanine

yang terdapat pada banyak makanan. Asam

Phenylpyruvic, menumpuk dalam tubuh menyebabkan

kerusakan pada sistem saraf pusat yang

mengakibatkan retardasi mental dan gangguan

emosional.

b. Pengaruh kromosomal

6

Page 7: Retardasi Mental Jadi

Jumlah kromosom dalam sel-sel manusia yang

berjumlah 46 baru diketahui 50 tahun yang lalu (Tjio

dan Levan, 1956, dalam Durand, 2007). Tiga tahun

berikutnya, para peneliti menemukan bahwa penderita

Sindroma Down memiliki sebuah kromosom kecil

tambahan. Semenjak itu sejumlah penyimpangan

kromosom lain menimbulkan retardasi mental telah

teridentifikasi yaitu Down syndrome dan Fragile X

syndrome.

1. Down syndrome

Sindroma down, merupakan bentuk retardasi mental

kromosomal yang paling sering dijumpai, di identifikasi

untuk pertama kalinya oleh Langdon Down pada tahun

1866. Gangguan ini disebabkan oleh adanya sebuah

kromosom ke 21 ekstra dan oleh karenanya sering disebut

dengan trisomi 21. (Durand, 2007).

Anak retardasi mental yang lahir disebabkan oleh

faktor ini pada umumnya adalah Sindroma Down atau

Sindroma mongol (mongolism) dengan IQ antar 20 – 60,

dan rata-rata mereka memliki IQ 30 – 50. (Wade, 2000,

dalam Nevid 2003). Menyatakan abnormalitas kromosom

yang paling umum menyebabkan retardasi mental adalah

sindrom down yang ditandai oleh adanya kelebihan

kromosom atau kromosom ketiga pada pasangan

kromosom ke 21, sehingga mengakibatkan jumlah

kromosom menjadi 47.

Anak dengan sindrom down dapat dikenali

berdasarkan ciri-ciri fisik tertentu, seperti wajah bulat,

7

Page 8: Retardasi Mental Jadi

lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang

mengarah ke bawah pada kulit dibagian ujung mata yang

memberikan kesan sipit. Lidah yang menonjol, tangan

yang kecil, dan berbentuk segi empat dengan jari-jari

pendek, jari kelima yang melengkung, dan ukuran tangan

dan kaki yang kecil serta tidak proporsional dibandingkan

keseluruhan tubuh juga merupakan ciri-ciri anak dengan

sindrom down. Hampir semua anak ini mengalami

retardasi mental dan banyak diantara mereka mengalami

masalah fisik seperti gangguan pada pembentukan

jantung dan kesulitan pernafasan. (Nevid, 2003)

2. Fragile X syndrome.

Fragile X syndrome merupakan tipe umum dari

retardasi mental yang diwariskan. Gangguan ini

merupakan bentuk retardasi mental paling sering muncul

setelah sindrom down (Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid,

2003). Gen yang rusak berada pada area kromosom yang

tampak rapuh, sehingga disebut Fragile X syndrome.

Sindrom ini mempengaruhi laki-laki karena mereka tidak

memiliki kromosom X kedua dengan sebuah gen normal

untuk mengimbangi mutasinya. Laki-laki dengan sindrom

ini biasanya memperlihatkan retardasi mental sedang

sampai berat dan memiliki angka hiperaktifitas yang

tinggi. Estimasinya adalah 1 dari setiap 2.000 laki-laki

lahir dengan sindrom ini ( Dynkens, dkk, 1998, dalam

Durand, 2007).

8

Page 9: Retardasi Mental Jadi

C. PERSPEKTIF ALIRAN-ALIRAN

1. Aliran Psikoanalis : sebab retardasi mental adalah salah

satunya dikarenakan oleh prenatal yaitu ibu yang

mengkonsumsi akohol, hal ini disebabkan karena ibu

terlalu mementingkan id nya dan tidak dapat

menyeimbangan superegonya sehingga janin yang ada di

dalam dinding rahim tumbuh dan berkembang secara tidak

sehat. Hal ini dikarenakan karena ibu yang mementingkan

id dengan cara menerapkan lifestyle yaitu mengkonsumsi

alkohol dan tidak mengkonsumsi nutrisi (malnutrisi)

2. Aliran Behavorisme : karena pola asuh yang salah yaitu

memodeling dengan cara yang keliru. Orang tua yang

memiliki anak retaradasi mental terkadang tidak mengakui

bahwa anaknya termasuk ke dalam anak yang mengalami

keterbelakangan mental, sehingga tindakan orang tua

yang pertama kali dalam menanggapi keadaan ini adalah

denial (penolakan akan realitas) yang terjadi pada anak

mereka. Orang tua tidak menyekolahkan anak tersebut ke

dalam sekolah berkebutuhan khusus tetapi tetap

memasukkan anaknya ke sekolah formal, sedangkan di

sekolah formal sangat minim sekali dalam pemenuhan

kebutuhan untuk anak retardasi mental. Hal ini yang

menyebabkan anak retardasi menjadi semakin terpuruk

dalam mengembangkan proses intelektualnya. Sebagian

orang tua meniru perilaku orang tua lain bahwa setiap

9

Page 10: Retardasi Mental Jadi

anak dapat dimasukkan dan di didik ke dalam sekolah

formal. Karena proses memodeling yang salah ini lah dapat

merugikan masa depan anak retardasi mental.

3. Aliran Kognitif (Bandura, Rotter) : berfokus pada peran dari

proses kognitif atau kognisi dan dari belajar melalui

pengamatan (modeling) dalam perilaku manusia, contoh :

konsep atau cara pandang orang tua yang salah akan

kehadiran anak retardasi mental yang terkadang tidak

diakui atau tidak adanya rasa penerimaan diri sehingga

dari sini timbul proses belajar dan kerangka berpikir yang

salah, tentang keberadaan anak retardasi mental yang

berdampak pada sisi psikologis sehingga si anak akan

merasa tertekan, harga diri rendah di dalam lingkungan

keluarganya

4. Aliran Humanistik (Maslow) : menekankan bahwa

seseorang itu memiliki keunikan, disini ditekankan bahwa

anak-anak retardasi mental memiliki keunikan tersendiri.

Mereka memiliki tubuh yang unik, yaitu dari bentuk wajah

(muka oval, mata berbentuk kacang almond, muka mirip

antara satu anak dengan anak lain). Bentuk tubuh mereka

juga unik yaitu jari-jari tangan dan kaki cenderung

memadat dan tubuh memendek. Bentuk tubuh inilah yang

mencerminkan keunikan tersendiri pada anak retardasi

mental.

5. Aliran Psikologi Transpersonal : menekankan pada konsep

transendental yaitu hubungan antara seorang individu

dengan Tuhan-NYA, disini di jelaskan bahwa seseorang

individu harus menghargai setiap ciptaan Allah SWT,

10

Page 11: Retardasi Mental Jadi

sesama manusia harus saling menjaga, memanusiakan

manusia pada umumnya walaupun terdapat perbedaan

baik dari segi fisik, kesehatan mental dan proses kognitif.

D. GEJALA

Menurut kriteria DSM-IV-TR untuk gejala anak retardasi

mental terbagi dalam tiga kelompok yaitu :

Kriteria pertama, seseorang harus memiliki intelektual

yang secara signifikan berada di tingkatan sub average

(dibawah rata-rata), yang ditetapkan berdasarkan satu tes IQ

atau lebih. Dengan cutoff score yang oleh DSM-IV-TR

ditetapkan sebesar 70 atau kurang.

11

Page 12: Retardasi Mental Jadi

Kriteria Kedua, adanya defisit atau hendaya dalam fungsi

adaptif yang muncul beragam setidaknya dua bidang yakni,

komunikasi, merawat diri sendiri, mengurus rumah,

keterampilan social, interpersonal, pemanfaatan sumber daya

di masyarakat, keterampilan akademis, pekerjaan, kesehatan,

dan keselamatan.

Kriteria Ketiga, anak dengan retardasi mental ciri

intelektual dan kemampuan adaptif itu harus muncul

sebelum mencapai 18 tahun.

Gejala anak retardasi mental menurut (Brown, dkk 1991

dalam Sekar, 2007) menyatakan :

1. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru,

mempunyai kesulitan dalam mempelajari pengetahuan

abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa

yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus.

2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-

hal yang baru.

3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak retardasi

mental berat.

4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak

dengan retardasi mental berat mempunyai ketebatasan

dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak

dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat

dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana,

sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.

5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri.

Sebagian dari anak retardasi mental berat sangat sulit

untuk mengurus diri sendiri, seperti : berpakaian, makan,

12

Page 13: Retardasi Mental Jadi

dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan

latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.

6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak

tunagrahita ringan dapat bermain bersama dengan anak

reguler, tetapi anak yang mempunyai retardasi mental

berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin

disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental dalam

memberikan perhatian terhadap lawan main.

7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak

anak retardasi mental berat bertingkah laku tanpa tujuan

yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya :

memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan

hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya:

menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dan

lain-lain.

13

Page 14: Retardasi Mental Jadi

E. ONSET

Biasanya keterbelakangan mental muncul sejak lahir

atau bahkan masih di dalam kandungan dan ketika masih

kanak-kanak. Itu sebabnya retardasi mental digolongkan di

dalam gangguan perkembangan. Jadi, orang dewasa yang

mengalami kondisi ini setelah 18 tahun mungkin karena

mengalami cedera pada otaknya atau dementia (Simeun,

2008)

Karena kondisi keterbelakangan mental mempengaruhi

kemampuan kognitif, akibatnya segala macam bentuk

perkembangan yang berhubungan dengan kemampuan

kognitif akan mengalami hambatan, misalnya saja,

kemampuan motorik dan kemampuan bahasa, terutama

dalam berbicara.

Keterbatasan dalam kemampuan kognitif tidak hanya

mereka dalam area yang erat kaitannya dengan proses

berpikir seperti bahasa, belajar, ingatan, serta kemampuan

motorik, namun juga kaitannya erat dengan kemampuan

emosi dan sosial, seperti mengontrol diri, menahan rasa

marah, memecahkan masalah-masalah sosial, dan

keterbatasan interpersonal lainnya. (Simeun, 2008)

14

Page 15: Retardasi Mental Jadi

F. PREVALENSI

Retardasi mental yang diakibatkan oleh abnormalitas

genetis, menyebabkan retardasi mental pada 1000-1500 pria

dan hambatan mental pada setiap 2000-2500 perempuan.

Perempuan biasanya memiliki dua kromosom X sementara

laki-laki hanya satu. Pada perempuan, memiliki dua

kromosom X tampaknya memberikan perlindungan dari

gangguan ini, bila kerusakan terjadi pada salah satunya. Hal

ini dapat menjelaskan mengapa gangguan ini umumnya akan

berdampak akan lebih parah pada laki-laki dari pada

perempuan (Angier, 1991 dalam Jacoby 2009).

Kira-kira 90 % penyandang retardasi mental termasuk

kategori retardasi mental ringan (IQ 50-70), dan

mempresentasikan 1% sampai 3% dari populasi secara umum

(Larson, dkk, dalam Durand, 2007)

Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu

populasi. Di Indonesia 1-3 % penduduknya menderita

kelainan ini. Insidennya sulit diketahui karena retardasi metal

kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia

pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan.

Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak

umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5

kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan

perempuan (Sekar, 2007).

15

Page 16: Retardasi Mental Jadi

G. TERAPI

Terapi yang digunakan adalah mengunakan beberapa

cara, yaitu diantaranya sebagai berikut :

1. Terapi baca (dengan pendekatan montesoori)

Guru atau orang tua tidak secara langsung mengubah

anak tetapi sebaliknya guru mencoba memberi peluang

pada anak menyelesaikan tugas dengan usaha sendiri,

tanpa bantuan orang dewasa. Tujuan ini bertujuan untuk

memberikan edukasi secara dini kepada pasien.

2. Pilihan bebas (anak diberi kebebasan untu memilih

kebutuhan yang sesuai dengan minatnya)

Dengan cara ini, aktivitas kehidupan sehari-hari pasien

menjadi bagian dari kurikulum yang diberikan.

3. Terapi perilaku

Konselor memberikan pengetahuan tentang cara

pandang si anak tersebut, misalnya tidak mau bermain

games, cara pandang terhadap sesuatu dan lain-lain.

Terapi ini bertujuan untuk mengubah perilaku yang

cenderung agresif dan menciptakan self injury.

4. Terapi bicara

Konselor memberikan contoh perilaku bicara yang baik,

karena pada dasarnya, anak retardasi mental akan terlihat

dalam mengucapkan sebuah kata-kata

5. Terapi sosialisasi

Pasien diajak untuk dapat berkomunikasi dengan orang

lain, yaitu tetap menjalin komunikasi dengan orang lain

atau individu di sekitarnya dengan cara bersosialisasi,

16

Page 17: Retardasi Mental Jadi

melakukan interaksi secara verbal sehingga disini akan

menumbuhkan rasa percaya diri, perasaan diterima oleh

lingkungan, dan motivasi pada diri pasien agar tetap

survive dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.

6. Terapi bermain

Pasien dibimbing untuk dapat mengerjakan sesutu hal

berupa hasil karya, atau sebuah permainan. Terapi ini

bertujuan untuk dapat mengasah kemampuan pasien di

bidang kognitif yaitu dengan cara merangsang proses

berpikir pasien tentang pola sebuah bentuk sehingga disini

pasien diajak untuk dapat merangkai sebuah konstruksi

bangunan, kemudian dapat meningkatkan imanjinasi

dengan cara merangsang kemampuan imajinasi tentang

sesuatu hal yang berada di pikirannya, selain itu dalam

segi kreatifitas, yaitu dengan cara meningkatkan dan

mengolah kreatifitas pasien dengan paduan warna, pola,

bentuk yang berbeda-beda sehingga pasien mempunyai

pengetahuan, pemahaman dan keanekaragaman tentang

macam-macam jenis permainan atau hasil karya yang dia

temui.

7. Terapi menulis

Cara ini digunakan untuk dapat mempermudah proses

berjalannya terapi yaitu dengan cara pasien diajak untuk

menulis di selembar kertas berupa serangkaian kata-kata.

Tujuan daripada terapi ini adalah untuk melemaskan otot

atau syarat tangan dalam beraktivitas sehingga tubuh

pasien tidak kaku dan lebih fleksibel dalam menanggapi

respon atau stimulus yang berada di sampingnya.

17

Page 18: Retardasi Mental Jadi

8. Terapi okupasi

Terapi ini dilakukan dengan cara memijat-mijat bagian

syaraf anak tersebut seperti pada bagian pergelangan

tangan, kaki dan daerah tubuh lainnya. Terapi ini dilakukan

pada saat pasien berusia muda, karena pada masa muda

sendi-sendi dalam tubuh pasien masih bersifat elastis dan

dapat menyesuaikan dengan bentuk perlakuan yang

diberikan.

9. Terapi musik

Terapi ini dilakukan dengan cara pasien diarahkan

untuk dapat mendengarkan dan memaknai sebuah alunan

musik. Terapi ini bertujuan untuk dapat mengasah fungsi

auditory pasien akan stimulus suara yang di

dengarkannya.

H. PREVENSI

Salah satu usaha intervensi dini dapat membidik dan

membantu anak-anak yang karena lingkunganya yang tidak

dapat adekuat, beresiko mengembangkan retardasi cultural

familial (Fewell dkk, dalam Gunarsa 2002). Program head

start nasional adalah salah satu bentuk upaya intervensi dini.

Program ini mengkombinasikan dukungan pendidikan, medis,

dan sosial untuk anak-anak dan keluarganya. Salah satu

proyeknya mengidentifikasi sekelompok anak tidak lama

setelah mereka lahir dan memberikan program pra sekolah

18

Page 19: Retardasi Mental Jadi

intensive serta dukungan nutrisi mereka. Intervensi ini

berlanjut sampai mereka mulai memasuki pendidikan formal

di taman kanak-kanak.

Meskipun tampaknya banyak anak yang mengalami

kemajuan signifikan bila intervensi dimulai sejak dini (Ramey

dan ramey, 1988, dalam Gunarsa 2002), masih ada banyak

pertanyaan penting terkait dengan upaya intervensi dini.

Sebagai contoh, tidak semua anak mendapatkan manfaat

yang signifikan dari upaya itu.

Pelayanan yang dibutuhkan oleh anak-anak dengan

retardasi mental untuk memenuhi tuntunan perkembangan

sebagian tergantung pada derajat keparahan dengan tipe

retardasi (Dykens dkk, 1997 dalam Gunarsa 2002 ). Dengan

pelatihan yang tepat, anak-anak dengan retardasi mental

dapat mencapai kemampuan setara dengan anak kelas 6 SD.

Mereka dapat menguasai keterampilan-keterampilan

vokasional yang memungkinkan mereka untuk membiayai

dirinya sendiri melalui pekerjaan yang bermakna. Banyak

anak-anak seperti ini dapat bersekolah di sekolah regular.

Sebaliknya anak-anak dengan retardasi mental berat atau

parah membutuhkan penanganan institusi atau ditempatkan

pada pusat pelayanan residensial. Penempatan di institusi

sering kali didasarkan pada kebutuhan untuk mengontrol

perilaku destruktif atau agresif, bukan karena parahnya

gangguan intelektual.

Saat ini sudah banyak beberapa pendekatan yang

digunakan untuk mendeteksi gangguan perkembangan ini

sejak awal, sejak dalam kandungan. Tujuannya agar dapat

19

Page 20: Retardasi Mental Jadi

diketahui apakah si calon bayi memiliki abnormalitas genetik

seperti retardasi mental, yang dapat menyebabkan kondisi

yang menghambat perkembangan bayi. Adapun pendekatan

yang sering dilakukan adalah :

b. Scanning dengan menggunakan ultrasound. Biasanya cara

ini dapat mendeteksi kondisi-kondisi yang berhubungan

dengan cacat fisik melalui gelombang suara.

c. Amniocentesis yaitu mengambil sampel cairan amnion

melalui dinding perut ibu yang sedang hamil. Biasanya

dilakukan pada usia kandungan 16 hingga 18 minggu. Hal

ini dapat mendeteksi kemungkinan adanya abnormalitas

kromosom dan penyakit-penyakit genetik.

d. Chorionic Villus Sampling yaitu mengambil sampel jaringan

chorion melalui vagina ibu yang sedang hamil.

e. Genetic Screening merupakan pendekatan yang paling

mutakhir saat ini dikarenakan memiliki tingkat ketepatan

yang tinggi (Gunarsa, 2002).

Pelayanan yang dibutuhkan oleh anak-anak dengan

retardasi mental untuk memenuhi tuntutan perkembangan,

sebagian bergantung pada derajat keparahan dan tipe

retardasi (Dykens dkk, 1997 dalam Gunarsa 2002). Dengan

pelatihan yang tepat, anak-anak dengan retardasi mental

ringan dapat mencapai kemampuan setara dengan anak-anak

kelas 6 SD.

Prevensi yang diberikan kepada anak dengan retardasi

mental akan lebih efekif apabila dilakukan sejak awal bahkan

pada usia pra sekolah. Ini tidak hanya melibatkan orang tua,

20

Page 21: Retardasi Mental Jadi

melibatkan juga pribadi-pribadi lain dalam keluarga. Prevensi

ini meliputi:

1. Mendorong anak agar bereksplorasi. Anak memperoleh

banyak hal melalui eksplorasi terhadap lingkungannya.

2. Mengajarkan kemampuan dasar. Kemampuan dasar dalam

bidang kognitif pada umumnya diberikan, antara lain:

bagaimana memberi nama pada suatu hal, membuat

urutan, dan perbandingan.

3. Merayakan setiap kemajuan perkembangan yang sudah

dicapai misalnya dengan memberikan reinforcement yang

berupa reward yang disenangi anak.

4. Bimbing anak dalam mengulang kembali apa yang sudah

dipelajari dan kemudian arahkan anak untuk mempelajari

ketrampilan baru.

5. Lindungi anak dari kondisi-kondisi yang membahayakan,

tidak menyenangkan, atau punishment (hukuman)

6. Ciptakan lingkungan yang respondif dan kaya akan bahasa

sehingga memungkinkan anak untuk berkomunikasi.

(Gunarsa, 2002 )

RM BERAT RM SANGAT

BERAT

RM RINGAN RM SEDANG

TARAF IQ 20-30 <20 50-70 35-49

USIA MENTAL

YANG DAPAT

DICAPAI

Maksimal usia

3-4 tahun

Maksimal usia

2 tahun

Maksimal usia

11-12 tahun

Maksimal usia

7-8 tahun

ETIOLOGI Abnormalitas

Biologik

Abnormalitas

Biologik

Sering karena

deprivasi

psikososial

Deprivasi

Psikososial dan

abnormal

21

Page 22: Retardasi Mental Jadi

biologis

CIRI-CIRI USIA

PRA SEKOLAH

(0-5TAHUN)

Perkembangan

motorik

kurang, bicara

minimal, dapat

dilatih

mengurus diri

sendiri.

Fungsi

sensomotorik

minimal,

selalu

membutuhkan

perawatan dan

pengawasan.

Sering tidak

bisa

dibedakan

dengan anak

norm al.

Dapat bicara,

berkomunikasi.

Kesadaran

sosialnya

kurang.

Perkembangan

motorik cukup.

USIA SEKOLAH

(6-20TAHUN)

Dapat

berbicara atau

belajar

berkomunikasi.

Dapat dilatih

kebiasaan

kesehatan

dasar,

kebiasaan

sehari-hari.

Perkembangan

motorik

sedikit.

Mengurus diri

sendiri sangat

minimal.

Membutuhkan

perawatan.

Dapat

mencapai

ketrampilan

akademik

sampai kelas

6 SD (dekat

usia 20

tahun), dapat

dibimbing

kearah

komunitas

sosial.

Akademi sulit

maju kelas 2

SD, dapat

dilatih

ketrampilan

sosial dan

pekerjaan.

MASA DEWASA

(21TAHUN)

Dapat

mengurus diri

sendiri

(sebagian)

pengawasan

penuh

Perkembangan

motorik dan

bicara sedikit.

Mengurus diri

sendiri sangat

terbatas butuh

perawatan.

Keterampilan

sosial dan

pekerjaan

cukup untuk

mencari

nafkah (tapi

perlu

pertimbangan

Dapat mencari

nafkah dengan

pekerjaan

kasar (unskill)

dalam

keadaan

terlindung.

Perlu

22

Page 23: Retardasi Mental Jadi

dan bantuan

bila

mengalami

stress sosial

atau ekonomi

yang luar

biasa)

pengawasan,

bimbingan,

bantuan bila

stress sosial

dan ekonomi

yang ringan)

PATOKAN

PENDIDIKAN

Tidak dapat

dididik tapi

dapat dilatih

mengenal

bahaya. Tidak

dapat mencari

nafkah.

Tidak dapat

dididik

maupun

dilatih. Tidak

mengenal

bahaya. Tidak

dapat

mengurus diri

sendiri.

Dapat dididik

dan dilatih di

SLB sampai

kelas 6 SD,

dapat

mencari

nafkah

sederhana

dengan baik.

Dapat dididik

di SLB sampai

kelas 3. Dapat

mencari

nafkah dengan

pekerjaan

kasar

I. KUALITAS HIDUP

23

Page 24: Retardasi Mental Jadi

Anak yang mengalami keterbelakangan mental ringan

biasanya terlihat tidak berbeda dalam perkembangannya

dibandingkan dengan anak normal. Biasanya hal ini baru

disadari ketika anak mulai masuk sekolah dasar dan menemui

kesulitan dalam belajar dibandingkan dengan teman-

temannya. Orang tua mereka baru mendeteksi adanya

gangguan perkembangan pada saat sudah masuk sekolah

dasar.

Sementara itu, keterbelakangan mental berat dapat

dideteksi lebih dini karena mereka yang berada pada

golongan ini biasanya sudah menunjukkan hambatan yang

lebih besar dalam menguasai kemampuan dasar. Anak-anak

yang mengalami down syndrome biasanya diketahui sejak

lahir karena memiliki ciri fisik tertentu yang khas (Gunarsa,

2006).

Meskipun anak dengan keterbelakangan mental

mengalami hambatan dalam segala macam bentuk

perkembangan yang berhubungan dengan kemampuan

kognitifnya, namun secara umum mereka berkembang

seperti anak normal (Gunarsa,2006).

Anak normal biasanya dapat menguasai kemampuan

bahasa pada usia dua atau tiga tahun, sementara anak

dengan retardasi mental lebih lambat, misalnya usia lima

atau enam tahun. Begitu juga bia dilihat dari perkembangan

motorik seperti berjalan atau menyendokan makanan ke

mulut, anak yang mengalami retardasi mental lebih lambat

dibanding anak normal.

24

Page 25: Retardasi Mental Jadi

Kualitas hidup anak penyandang retardasi mental

sesuai dengan golongan dan IQ mereka seperti dibawah ini

(Simeun, 2008)

KESIMPULAN

American Assosiation on Mental Retardation (AAMR)

yang mengungkapkan bahwa Retardasi mental yaitu :

Kelemahan/ketidakmampuan kognitif muncul pada masa

kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan fase

25

Page 26: Retardasi Mental Jadi

kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan

disertai keterbatasan lain.

Adapun penyebab retardasi mental itu sendiri antara

lain: abnormalitas kromosomal (chromosomal abnormalities),

kerusakan/kelainan biokimiawi, infeksi rubella (Cacar), faktor

rhesus (Rh), luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas

(asphyxia), lahir prematur, meningitis (peradangan pada

selaput otak) , problema nutrisi, gangguan metabolism, dan

lain-lain.

Salah satu usaha intervensi dini dapat membidik dan

membantu anak-anak yang karena lingkunganya yang tidak

dapat adekuat, beresiko mengembangkan retardasi cultural

familial (fewell dan Glick, 1996; Ramey dan Ramey, 1992).

Program head start nasional adalah salah satu bentuk upaya

intervensi dini. Program ini mengkombinasikan dukungan

pendidikan, medis, dan sosial untuk anak-anak dan

keluarganya.

Retardasi mental yang diakibatkan oleh abnormalitas

genetis, menyebabkan retardasi mental pada 1000-1500 pria

dan hambatan mental pada setiap 2000-2500 perempuan

(angier, 1991 b;rousseau dkk;1991).

Banyak terapi yang dapat digunakan pada penderita

retardasi mental antara lain : Terapi baca (dengan

pendekatan montesoori), pilihan bebas (anak diberi

kebebasan untuk dapat memilih kebutuhan yang sesuai

dengan minatnya), terapi perilaku, terapi bicara, terapi

sosialisasi, dan lain-lain.

26

Page 27: Retardasi Mental Jadi

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Gunarsa,S (2006). Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta: PT. Gunung

mulia.

Jacoby, D ( 2009). Pustaka Kesehatan Populer (Psikologi). PT. Buana Ilmu

Populer.

27

Page 28: Retardasi Mental Jadi

Kartono, K (2009). Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual.

Bandung:Mandar maju.

Nefid Jerrrey (2002). Psikologi Abnormal jilid 1 dan 2. Jakarta : Erlangga.

Simeun, Y (). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta : Kanisius

Jurnal

Baumeister, A (1969). Effects of variations in the Preparatory interval on the

reaction times of retardatesand normals. Journal of Abnormal

Psychology,74,438-442.

Butterfield, Earl. Stimulus Trace in The mentally Retarded: effect or

Developmental Lag?. Journal of Abnormal Psycology,73 No 4, 358-

362.

Grend Gerald (1968). Expectancy of Succes and The probability Learning Of

Midle Class, Lower Class, and Retarded Children. Journal of Abnormal

Psycology,73 No 4, 343-352.

Hastuti dan Zamralita (2004). Penyesuaian Diri Orang Tua Yang Memiliki

Anak Retardasi Mental Ringan. Arkhe jurnal ilmiah Psikologi, Volume 9

No2, 90-98.

Maulina, B dan Raras, S (2005). Stres Ditinjau dari Harga Diri Pada Ibu

yang Memiliki Anak Penyandang Retardasi Mental. Psikologia. Volume

1 No 1Hal 8-15.

Saccuzzo, Deninis, dkk (1979). Input Capability and Speed Of Processing in

Mental Retardation. Journal of Abnormal Psycology,88 No 4, 341-345.

Sanders, and Zigler (1968). Outer Directedness in The Discrimination

Lerning of Normal an Mentally Retarded Children. Journal of Abnormal

Psycology,73 No 4, 368-375.

Sugiarti,Rini (2008). Mengenal Anak Keterbelakangan Mental. Psikologia.

Hal.91-95.

28

Page 29: Retardasi Mental Jadi

Zahra, Roswiyani (2007). Harapan Tak Realistik Dari Orang Tua

Mengancam Penyandang Retardasi Mental (Sebuah Studi Kasus).

Jurnal Provitae, Volume 3, No 1, 17-27

Internet

Solihin olih. Retardasi Mental. http://www.jevuska.com/2007/01/19/retardasi-

mental. (http: // www.kidshealth.org/parent/medical

/down_syndrome.html).

Makalah

Sekar, M (2007). Gangguan Mental dan Down Syndrome. Fakultas Psikologi

Universitas Diponegoro. (tidak diterbitkan)

Dr.Wiguna (2005). Retardasi Mental dan Klasifikasi. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. (tidak diterbitkan)

Dr. Widyawati, SpKJ (2007). Retardasi Mental dan Intervensinya. Fakultas

Kedokteran. Universitas Indonesia. (tidak diterbitkan)

29