resume sken. 4 tutorial g

52
RESUME SKENARIO 4 BERSIN DAN BERINGUS OLEH : KELOMPOK G Bambang Prabawiguna Ade Churie Tanjaya Galih Dwiki Dharmawan Meytrisna Ajeng Zwasktica Cindy Noor Pradini Dewi Puji Astutik Anjani Putri Retnaningalih Dyah Putri Hermaningtyas Meita Astuti Vony Safitri Y 092010101002 092010101016 112010101007 112010101014 112010101021 112010101028 112010101035 112010101042 112010101039 Aisyiyah Alviana Agustin Hanifa Rosyida Risqi C. Dimas Noor Zulfikar F. Muhammad Firdaus 112010101064 112010101072 112010101079 112010101086

Upload: laily-rahmawati

Post on 30-Nov-2015

62 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: Resume Sken. 4 Tutorial G

RESUME

SKENARIO 4

BERSIN DAN BERINGUS

OLEH : KELOMPOK G

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2012

Bambang Prabawiguna

Ade Churie Tanjaya

Galih Dwiki Dharmawan

Meytrisna Ajeng Zwasktica

Cindy Noor Pradini

Dewi Puji Astutik

Anjani Putri Retnaningalih

Dyah Putri Hermaningtyas

Meita Astuti

Vony Safitri Y

092010101002

092010101016

112010101007

112010101014

112010101021

112010101028

112010101035

112010101042

112010101039

Aisyiyah Alviana Agustin

Hanifa Rosyida Risqi C.

Dimas Noor Zulfikar F.

Muhammad Firdaus

112010101064

112010101072

112010101079

112010101086

Page 2: Resume Sken. 4 Tutorial G

SKENARIO 4

BERSIN DAN BERINGUS

Spiderman, usia 17 tahun, dating ke tempat praktek dokter keluarga langganannya

dengan keluhan nyeri di bagian dahi sejak 1 minggu yang lalu disertai keluarnya ingus yang

banyak dank dang terasa menetes di belakang tenggorokan. Keluhan ini dirasakan sangat

mengganggu akktivitas belajarnya menjelang ujian sekolah. Pasien sudah mencoba mengobati

dengan minum obat flu yang dibelinya di warung, tetapi tidak ada perbaikan,

Berdasarkan anamnesis lebih lanjut, pasien memiliki riwayat sering bersin-bersin

terutama di pagi hari, disertai keluarnya ingus. Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai

keluahan yang sama. Rekam medis pasien sebelumnyat tertulis bahwa ibu pasien memiliki

riwayat status asmatikus.

Setelah diperiksa oleh dokter didapatkan tekanan darah 110/70, temperatur 36,5˚C,

frekuensi nafas 16x/menit, denyut nadi 80x/menit. Didapatkan pula oedem concha nasalis

bilateral, dan nyeri tekan di tulang dahi. Pada pemeriksaan thorax tidak ditemulan kelainan.

Kemidian dokter menyarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan radiologi. Sementara ini

dokter memberikan terapi simptomatik dan edukasi kepada pasien

Page 3: Resume Sken. 4 Tutorial G

MIND MAP

Manifestasi Klinis

Definisi

Etiologi

Patofisiologi

Gejala dan pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis

Diagnosis Banding

Komplikasi

Penatalaksanaan

Prognosis

HIPERSENSITIVITAS TRAKTUS RESPIRATORIUS

RESPON IMUN

SPESIFIK

NON SPESIFIK

MACAM REAKSI

TIPE I

TIPE II

TIPE III

TIPE IV

MANIFESTASI KLINIS

UPPER

RINITIS ALERGI

SINUSITIS

POLIP NASI

LOWER

ASMA BRONKHIAL

STATUS ASMATIKUS

Page 4: Resume Sken. 4 Tutorial G

I. RESPON IMUN

1. Spesifik

Kekebalan tubuh spesifik adalah system kekebalan yang diaktifkan oleh

kekebalan tubuh nonspesifik dan merupakan system pertahanan tubuh yang ketiga.

Ciri-cirinya: Bersifat selektif terhadap bendaasing yang masuk ke dalam tubuh. Sistem

reaksi ini tidak memiliki reaksi yang sama terhadap semua jenis benda asing,

Menurut Anwar (2009) komponen yang terlibat dalam kekebalan tubuh

spesifik adalah:

a. Antigen:

Merupakan zat kimia asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat merangsang

terbentuknya antibody.Antigen memiliki struktur tiga dimensi sengan dua atau

lebih determinant site. Determinant site merupakan bagian dari antigen yang dapat

melekat pada bagian sisi pengikatan pada antibody.Antigen dapat berupa

protein ,sel bakteri,atau zat kimia yang dikeluarkan mikroorganisme.

Jenis –jenis antigen:

Heteroantigen: antigen yang berasal dari spesies lain

Isoantigen: Antigen dari spesies sama tetapi struktur genetiknya berbeda

Autoantigen: Antigen yang berasal dari tubuh itu sendiri.

b. Hapten:

Merupakan suatu determinant site yang lepas dari struktur antigen. Hapten hanya

dapat berikatan dengan antibody apabila disuntikkan ke dalam tubuh.

c. Antibodi ( Imunoglobulin / Ig):

Merupakan zat kimia( protein plasma ) yang dapat mengidentifikasi antigen.

Antibodi dihasilkan oleh sel limfosit B. Ketika sel limfosit B mengidentifikasi

antigen,dengan cepat sel akan bereplikasi untuk menghasilkan sejumlah besar sel

plasma.Sel plasma lalu akan menghasilkan antibody dan melepaskanya ke dalam

cairan tubuh. Sel limfosit B juga menghasilkan sel memori B, dengan struktur

yang sama dengan sel limfositB,dan dapat hidup lebih lama daripada sel plasma.

Sistem kekebalan spesifik. ada 2 jenis kekebalan spesifik, yaitu

a. kekebalan selular (sel limfosit T)

b. kekebalan humoral (sel limfosit B yang memproduksi antibodi).

2. Non Spesifik

1. Peradangan

Rangkaian Peristiwa:

Page 5: Resume Sken. 4 Tutorial G

a. Produksi Faktor- Faktor Kimia Vasoaktif

Meliputi: Histamin (dari sel mast), serotonin (dari trombosit), derifat asam

arakidonat (leukotrien, prostaglandin, dan tromboksan), kinin (protein plasma

teraktivasi)

Efeknya:

Vasodilatasi pada area yang rusak

Peningkatan permeabilitas kapiler

Pembatasan area cidera

b. Kemotaksis

Gerakan fagosit kea rah cidera, terjadi dalam satu jam setelah permulaan

inflamasi

Migrasi perlekatan fagosit (neutrofil dan monosit) ke dinding endotel

kapiler yang rusak

Diapedesis migrasi fagosit melalui dinding kapiler menuju cidera, yang

pertama kali sampai adalah neutrofil kemudian disusul monosit yang

akhirnya menjadi makrofag

c. Fagositosis

Neutrofil dan magkrofag akan terurai secara enzimatik dan mati setelah

menelan sejumlah besar mikroorganisme

Leukosit mati, sel jaringan mati dan berbagai bentuk cairan tubuh

membentuk pus yang terus terbentuk sampai infeksi teratasi

Abses/ granuloma terbentuk jika respon inflamasi tidak dapat mengatasi

cidera atau invasi

d. Pemulihan

Melalui regenerasi jaringan atau pembentukkan jaringan parut

2. Respon interferon

Protein yang menjaga tubuh dari infeksi virus, dibuat dan dikeluarkan oleh sel- sel

system imun (Contoh: sel- sel darah putih, sel pembunuh alami, fibroblast-

fibroblast, dan sel epithelia)

Jenis Interferon:

IFN α diproduksi oleh leukosit yang terinfeksi virus

INF β diproduksi oleh fibroblast- fibroblast yang terinfeksi virus

INF γ diproduksi oleh dua jenis limfosit imun

3. Respon sel nk

Page 6: Resume Sken. 4 Tutorial G

Setelah sel NK teraktivasi, sel ini bekerja dengan 2 cara:

Pertama, protein dalam granula sitoplasma sel NK dilepaskan menuju sel yang

terinfeksi, yang mengakibatkan timbulnya lubang di membran plasma sel

terinfeksi dan menyebabkan apoptosis. Mekanisme sitolitik oleh sel NK serupa

dengan mekanisme yang digunakan oleh sel T sitotoksik. Hasil akhir dari

reaksi ini adalah sel NK membunuh sel pejamu yang terinfeksi.

Kedua yaitu sel NK mensintesis dan mensekresi interferon-γ (IFN-γ) yang

akan mengaktivasi makrofag. Sel NK dan makrofag bekerja sama dalam

memusnahkan mikroba intraselular: makrofag memakan mikroba dan

mensekresi IL-12, kemudian IL-12 mengaktivasi sel NK untuk mensekresi

IFN-γ, dan IFN-γ akan mengaktivasi makrofag untuk membunuh mikroba

yang sudah dimakan tersebut.

4. Respon komplemen

Aktivasi komplemen terdiri dari 3 jalur yaitu:

Jalur alternatif dipicu ketika protein komplemen diaktivasi di permukaan

mikroba dan tidak dapat dikontrol karena mikroba tidak mempunyai protein

pengatur komplemen (protein ini terdapat pada sel tuan rumah).

Jalur klasik dipicu setelah antibodi berikatan dengan mikroba atau antigen

lain. Jalur ini merupakan komponen humoral pada imunitas spesifik.

Jalur lektin teraktivasi ketika suatu protein plasma yaitu lektin pengikat

manosa (mannose-binding lectin) berikatan dengan manosa di permukaan

mikroba. Lektin tersebut akan mengaktivasi protein pada jalur klasik, tetapi

karena aktivasinya tidak membutuhkan antibodi maka jalur lektin dianggap

sebagai bagian dari imunitas non spesifik.

II. MACAM REAKSI

1. Tipe 1

- disebut anaphilaksis, reagen dependent, imediate hipersensitivity reaction

- yang berperan Ig E

- mekanisme :

a. alergen masuk ketubuh melalui makanan, minuman, hisapan, suntikan

b. lalu merangsang sel B, menghasilkan Ig E

c. Ig E melekat pada mastosit (eusonofil, basofil, sel mast)

Page 7: Resume Sken. 4 Tutorial G

d. apabila terjadi ikatan antara Ig E+mastosit, akan menimbulkan degranulasi sel

mastosit yang mengeluarkan berbagai mediator antara lain: histamin,

proteoglikan, protease

e. Timbul gejala : vasodilatasi, permeabilitas pembuluh darah meningkat,

exudasi, oedema bronchus obstruksi, kontraksi otot polos

- contoh dalam klinik:

Asma Bronchial ekstriksik, rinitis alergika, hay fever (demam rumput), urtikaria,

dermatitis atopik, oezena

2. Tipe 2

- disebut reaksi sitotoksik

- yang berperan Ig G dan Ig M

- mekanisme :

a. Ag pada dinding sel, Ag berupa hapten

hapten merupakan zat kimia dalam bentuk bebas yang punya berat mol rendah

dan tidak merangsang pembentukan anti body. Jika hapten ini bergabung

dengan protein badan akan menjadi Ag.

b. Ab terikat Ag lalu di fagositosis

c. ada ikatan dengan komplemen

d. sehingga terjadi lisis sel alergen

Komplemen merupakan protein dalam serum normal yang akan bersatu dengan

kompleks Ag-Ab untuk terjadi lisis.

- contoh dalam klinik :

alergi obat-obatan, anemia hemolitik, trombositopenia, purpura, pansitopenia.

3. Tipe 3

- disebut reaksi antigen-antibody complex

- mekanisme :

a. pembentukan Ag komplek Ab, biasanya terdapat dalam darah

b. pelepasan komplemen, antara lain : faktor chemotaktik

c. pengikatan complemen untuk Ag komplek Ab

d. kerusakan sel trombosit menimbulkan pelepasan dari vaso amine aktif dan

microtrombosit

e. permebilitas jaringan vaskuler meningkat

f. deposisi Ag komplek Ab pada jaringan atau dinding vaskuler

g. pengikatan komplemen dan pelepasan MCF (machrofac chemotactic)

Page 8: Resume Sken. 4 Tutorial G

Ag-Ab Komplek

Agregasi Trombosit Aktivasi Komplemen

Microtrombosit

Pengeluaran vaso amine aktif

Anafilaktosin

Menarik Sel Polimorf

Pelepasan enzim proteolitik

Pelepasan Histamin

h. infiltrasi sel leukosit (PNF)

i. fagositosis Ag-Ab komplek oleh leukosit terjadi pelepasan enzim lisosom

j. kerusakan jaringan atau sel oleh lisosom

k. terjadi pengendapan fibrin

l. sehingga akan terjadi penyembuhan bila disebabkan karena Ag tunggal dan

terjadi deposisi chronic dan infiltrasi chronic bila terjadi pembentukan imun

komplek terus menerus.

- Skema :

- contoh dalam klinik :

a. rheumatid arthritis

b. alergi obat

c. ekstrinsik alergic alveolitis

d. peri arteritis nodosa

4. Tipe 4

- Hipersensitifitas lambat (>24 jam)

- Di bagi menjadi:

a. Delayed Type Hypersensitivity(melalui sel CD4+ yg berfungsi mengaktifkan

makrofag dan berperan sebagai sel efektor)

b. T sel Mediated Cytolysis(melalui sel CD8+ spesifik untuk antigen dapat

membunuh sel dengan langsung)

Page 9: Resume Sken. 4 Tutorial G

Patogenesis DTH(Delayed Hypersensitivity)

Antigen merangsang T CD4+ menjadi Th1 Th1 melepaskan INF alfa

reaktif,oksida nitrat dan sitokin proinflamasikerusakan jaringan

Contoh: reaksi granuloma,dermatitis kontak

Patogenesis T cell Mediated Cytolisis

Sel CD8+ berubah CTL(yg membunuh)bertemu dengan jaringan tubuh

yang dikenal sebagai musuhkerusakan jaringan

Contoh: penyakit autuomun

- disebut reaksi cell mediated imun reaction

- mekanisme :

a. reaksi Ag dengan sel limfosit T

b. terjadi pelepasan lymphokin, antara lain: MIF ( macrofag imigration) ; MAF

(macrofag activation F)

c. akibatnya akan memperbesar imun respon seluler

d. sehingga akumulasi sel makrofag aktif dan leukosit ketempat reaksi nekrose

jaringan atau sel sehingga terjadi ulserasi lokal/inflamasi

- contoh dalam klinik :

a. sensitivitas reaksi terhadap tuberculosis

b. reaksi terhadap transplantasi

c. tumor imunitas

d. contact dermatitis

III.MANIFESTASI KLINIS

1. Rinitis

a. Definisi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama

serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan

alergen spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA (Allergic Rinitis and its Impact on

Asthma, 2001) rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-

bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen

yang diperantarai oleh Ig E.

b. Etiologi

Page 10: Resume Sken. 4 Tutorial G

Gejala rinitis alergik atau alergi hidung dapat dicetuskan oleh berbagai faktor,

diantaranya adalah pajanan udara dingin, debu, uap, bau cat, polusi udara, tinta

cetak, bau masakan, bubuk detergen, makanan atau bau minuman beralkohol. 

Selama ini banyak pendapat mengatakan bahwa alergen penyebab pada bayi dan

anak sering disebabkan oleh makanan alergen ingestan, sedangkan alergen inhalan

lebih berperan dengan bertambahnya usia. Padahal ternyata setelah dicermati

makanan masih banyak berpengaruh juga pada gangguan alergi hidung pada

dewasa. Manifestasi klinis reaksi hipersensitivitas tipe I pada telinga, hidung dan

tenggorok anak menjelang usia 4 tahun jarang ditemukan.

c. Patofisiologi

Manifestasi alergi pada hidung paling sering terjadi dibandingkan dengan

organ lain, karena fungsi hidung sebagai penyaring partikel dan alergen hirup

untuk melindungi saluran pernapasan bagian bawah. Partikel yang terjaring di

hidung akan dibersihkan oleh sistem mukosilia.

Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Hal ini

berbeda dengan alergi saluran napas bagian bawah (lihat bab tentang asma

bronkial dan reaksi hipersensitivitas). Histamin bekerja langsung pada reseptor

histamin selular, dan secara tidak langsung melalui refleks yang berperan pada

bersin dan hipersekresi. Melalui sistem saraf otonom, histamin menimbulkan

gejala bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler

yang menimbulkan gejala beringus encer (watery rhinorrhoe) dan edema lokal.

Reaksi ini timbul segera setelah beberapa menit pasca pajanan alergen.

Refleks bersin dan hipersekresi sebetulnya adalah refleks fisiologik yang

berfungsi protektif terhadap antigen yang masuk melalui hidung. Iritasi sedikit saja

pada daerah mukosa dapat seketika menimbulkan respons hebat di seluruh mukosa

hidung. Newly formed mediator adalah mediator yang dilepas setelah terlepasnya

histamin, misalnya leukotrien (LTB4, LTC4), prostaglandin (PGD2), dan PAF.

Efek mediator ini menyebabkan vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas

vaskular sehingga menyebabkan gejala hidung tersumbat (nasal blockage),

meningkatnya sekresi kelenjar sehingga menimbulkan gejala beringus kental

(mucous rhinorrhoe).

Kurang lebih 50% rinitis alergik merupakan manifestasi reaksi

hipersensitivitas tipe I fase lambat. Gejala baru timbul setelah 4-6 jam pasca

pajanan alergen akibat reaksi inflamasi jaringan yang berkepanjangan.

Page 11: Resume Sken. 4 Tutorial G

Prostaglandin (PGD2) banyak terdapat di sekret hidung ketika terjadi fase cepat,

tetapi tidak terdapat pada fase lambat, karena mediator ini banyak dihasilkan oleh

sel mast. Fase cepat diperankan oleh sel mast dan basofil, sedangkan  fase lambat

lebih diperankan oleh basofil.

Gejala rinitis alergik fase lambat seperti hidung tersumbat, kurangnya

penciuman, dan hiperreaktivitas lebih diperankan oleh eosinofil. Mekanisme

eosinofilia lokal pada hidung masih belum sepenuhnya dimengerti. Beberapa teori

mekanisme terjadinya eosinofilia antara lain teori meningkatnya kemotaksis,

ekspresi molekul adhesi atau bertambah lamanya hidup eosinofil dalam jaringan.

Sejumlah mediator peptida (sitokin) berperan dalam proses terjadinya

eosinofilia. Sitokin biasanya diproduksi oleh limfosit T, tapi dapat juga oleh sel

mast, basofil, makrofag, dan epitel. IL-4 berperan merangsang sel limfosit B

melakukan isotype switch untuk memproduksi IgE, di samping berperan juga

meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada epitel vaskuler (VCAM-1) yang

secara selektif mendatangkan eosinofil ke jaringan. IL-3 berperan merangsang

pematangan sel mast. IL-5 berperan secara selektif untuk diferensiasi dan

pematangan eosinofil dalam sumsum tulang, mengaktifkan eosinofil untuk

melepaskan mediator, dan memperlama hidup eosinofil dalam jaringan. Akibat

meningkatnya eosinofil dalam jaringan maka terjadilah proses yang

berkepanjangan dengan keluhan hidung tersumbat, hilangnya penciuman, dan

hiperreaktivitas hidung.

d. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis rinitis alergik baru ditemukan pada anak berusia di atas 4-5

tahun dan insidensnya akan meningkat secara progresif dan akan mencapai 10-

15% pada usia dewasa. Manifestasi gejala klinis rinitis alergik yang khas

ditemukan pada orang dewasa dan dewasa muda. Pada anak manifestasi alergi

dapat berupa rinosinusitis berulang, adenoiditis, otitis media, dan tonsilitis.

Sesuai dengan patogenesisnya, gejala rinitis alergik dapat berupa rasa gatal di

hidung dan mata, bersin, sekresi hidung, hidung tersumbat, dan bernapas melalui

mulut. Sekret hidung dapat keluar melalui lubang hidung atau berupa post nasal

drip yang ditelan. Hidung tersumbat dapat terjadi bilateral, unilateral atau

bergantian. Gejala bernapas melalui mulut sering terjadi pada malam hari yang

dapat menimbulkan gejala tenggorokan kering, mengorok, gangguan tidur, serta

gejala kelelahan pada siang hari. Gejala lain dapat berupa suara sengau, gangguan

Page 12: Resume Sken. 4 Tutorial G

penciuman dan pengecapan, dan gejala sinusitis. Gejala kombinasi bersin, ingusan,

serta hidung tersumbat adalah gejala yang paling dirasakan mengganggu dan

menjengkelkan.

Anak yang menderita rinitis alergik kronik dapat mempunyai bentuk wajah

yang khas. Sering didapatkan warna gelap (dark circle atau shiners) serta bengkak

(bags) di bawah mata. Bila terdapat gejala hidung tersumbat yang berat pada anak,

sering terlihat mulut selalu terbuka yang disebut sebagai adenoid face. Keadaan ini

memudahkan timbulnya gejala lengkung palatum yang tinggi, overbite serta

maloklusi. Anak yang sering menggosok hidung karena rasa gatal menunjukkan

tanda yang disebut allergic salute.

e. Klasifikasi

Menurut saat timbulnya, maka rinitis alergik dapat dibagi menjadi rinitis

alergik intermiten (seasonal-acute-occasional allergic rhinitis) dan rinitis alergik

persisten (perennial-chronic-long duration rhinitis).

Rinitis alergik intermiten  Rinitis alergik intermiten mempunyai gejala yang

hilang timbul, yang hanya berlangsung selama kurang dari 4 hari dalam

seminggu atau kurang dari empat minggu. Rinitis alergik musiman yang sering

juga disebut hay fever disebabkan oleh alergi terhadap serbuk bunga (pollen),

biasanya terdapat di negara dengan 4 musim. Terdapat 3 kelompok alergen

serbuk bunga yaitu: tree, grass serta weed yang tiap kelompok ini berturut-

turut terdapat pada musim semi, musim panas dan musim gugur. Penyakit ini

sering terjadi yaitu pada sekitar 10% populasi, biasanya mulai masa anak dan

paling sering pada dewasa muda yang meningkat sesuai bertambahnya umur

dan menjadi masalah pada usia tua. Gejala berupa rasa gatal pada mata, hidung

dan tenggorokan disertai bersin berulang, ingus encer dan hidung tersumbat.

Gejala asma dapat terjadi pada puncak musim. Gejala ini akan memburuk pada

keadaan udara kering, sinar matahari, serta di daerah pedesaan.

Rinitis alergik persisten  Rinitis alergik persisten mempunyai gejala yang

berlangsung lebih dari 4 hari dalam seminggu dan lebih dari 4 minggu. Gejala

rinitis alergik ini dapat terjadi sepanjang tahun, penyebabnya terkadang sama

dengan rinitis non alergik. Gejalanya sering timbul, akan tetapi hanya sekitar

2-4 % populasi yang mengalami gejala yang berarti. Rinitis alergik biasanya

mulai timbul pada masa anak, sedangkan rinitis non alergik pada usia dewasa.

Alergi terhadap tungau debu rumah merupakan penyebab yang penting,

Page 13: Resume Sken. 4 Tutorial G

sedangkan jamur sering pada pasien yang disertai gejala asma dan kadang

alergi terhadap bulu binatang. Alergen makanan juga dapat menimbulkan

rinitis tetapi masih merupakan kontroversi. Pada orang dewasa sebagian besar

tidak diketahui sebabnya. Gejala rinitis persisten hampir sama dengan gejala

hay fever tetapi gejala gatal kurang, yang mencolok adalah gejala hidung

tersumbat. Semua penderita dengan gejala menahun dapat bereaksi terhadap

stimulus nonspesifik dan iritan.

Sedangkan klasifikasi rinitis alergik yang baru menurut ARIA terdapat dua

jenis sesuai dengan derajat beratnya penyakit. Rinitis alergik dibagi menjadi rinitis

alergik ringan (mild) dan rinitis alergik sedang-berat (moderate-severe). Pada

rinitis alergik ringan, pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya (seperti

bersekolah, bekerja, berolahraga) dengan baik, tidur tidak terganggu, dan tidak ada

gejala yang berat. Sebaliknya pada rinitis alergik sedang-berat, aktivitas sehari-hari

pasien tidak dapat berjalan dengan baik, tidur terganggu, dan terdapat gejala yang

berat.

f. Diagnosis

Riwayat atopi dalam keluarga merupakan faktor predisposisi rinitis alergik

yang terpenting pada anak. Pada anak terdapat tanda karakteristik pada muka

seperti allergic salute, allergic crease, Dennie’s line, allergic shiner dan allergic

face seperti telah diuraikan di atas, namun demikian tidak satu pun yang

patognomonik.

Harus diperhatikan dengan cermat gejala: bersin berulang, rinore encer dan

banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, kadang disertai lakrimasi.

Tanda Lain Yang menyertai

Pada rinoskopi anterior : mukosa edema, basah, berwarna pucat disertai sekret

encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi.

Allergic shiner : terdapat bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis

vena sekunder akibat obstruksi hidung.

Allergic salute : menggosok-gosok hidung karena gatal

Allergic crease : garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah

Facies adenoid : mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang

tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi

Cobblestone appearance : dinding posterior faring tampak granuler dan edema

Dinding lateral faring menebal

Page 14: Resume Sken. 4 Tutorial G

Geographic tongue : lidah tampak seperti gambaran peta.

g. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan THT dapat dilakukan dengan menggunakan rinoskopi kaku atau

fleksibel, sekaligus juga dapat menyingkirkan kelainan seperti infeksi, polip nasal

atau tumor. Pada rinitis alergik ditemukan tanda klasik yaitu mukosa edema dan

pucat kebiruan dengan ingus encer. Tanda ini hanya ditemukan pada pasien yang

sedang dalam serangan. Tanda lain yang mungkin ditemukan adalah otitis media

serosa atau hipertrofi adenoid.

Meskipun tes kulit dapat dilakukan pada semua anak tetapi tes kulit kurang

bermakna pada anak berusia di bawah 3 tahun. Alergen penyebab yang sering

adalah inhalan seperti tungau debu rumah, jamur, debu rumah, dan serpihan

binatang piaraan, walaupun alergen makanan juga dapat sebagai penyebab utama

namun sering diabaikan. Susu sapi sering menjadi penyebab walaupun uji kulit

sering hasilnya negatif. Uji provokasi hidung jarang dilakukan pada anak karena

pemeriksaan ini tidak menyenangkan.

Pemeriksaan in vitro (RAST, ELISA) untuk alergen spesifik hasilnya kurang

sensitif dibandingkan dengan tes kulit dan lebih mahal. Kadar normal IgE total dan

IgE spesifik pada anak lebih rendah dibandingkan dengan dewasa. Kurang dari

setengah penderita rinitis alergik anak mempunyai kadar IgE total yang meningkat.

Adapun kadar IgE total serum pada bayi adalah 0-1 IU/ml yang meningkat sesuai

dengan bertambahnya usia dan menetap setelah usia 20-30 tahun (100-150 IU/ml),

kemudian menurun sesuai dengan bertambahnya usia.

Pemeriksaan sekret hidung dilakukan untuk mendapatkan sel eosinofil yang

meningkat >3% kecuali pada saat infeksi sekunder maka sel neutrofil segmen akan

lebih dominan. Gambaran sitologi sekret hidung yang memperlihatkan banyak sel

basofil, eosinofil, juga terdapat pada rinitis eosinofilia nonalergik dan mastositosis

hidung primer.

h. Diagnosa Banding

Rinitis Vasomotor

Disebut juga vasomotor catarrh, vasomotor rhinorrhea, nasal vasomotor

instability, atau juga non-allergic perennial rhinitis. Adalah suatu keadaan

idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan

hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan obat (kontrasepsi oral,

antihipertensi, B-blocker, aspirin, klorpromazin dan obat topikal hidung

Page 15: Resume Sken. 4 Tutorial G

dekongestan). Rinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila tidak dapat

diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai. Gejala sering dicetuskan

oleh berbagai rangsangan non-spesifik, seperti asap/rokok, bau yang

menyengat, parfum, minuman beralkohol, makanan pedas, udara dingin,

pendingin dan pemanas ruangan, perubahan kelembaban, perubahan suhu luar,

kelelahan, dan stress/emosi. Gejala yang timbul mirip dengan rinitis alergi,

namun gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, bergantian kiri dan

kanan (tergantung posisi pasien). Selain itu terdapat rinore yang mukoid atau

serosa. Keluhan ini jarang disertai dengan gejala mata. Gejala dapat memburuk

pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang

ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.

Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan,

yaitu: Golongan bersin (sneezers), gejala biasanya memberikan respon yang

baik dengan terapi antihistamin dan glukokortikosteroid topikal. Golongan

rinore (runners), gejala dapat diatasi dengan pemberian anti kolinergik topikal

Golongan tersumbat (blockers), kongesti, umumnya memberikan respon yang

baik dengan terapi glukokortikosteroid topikal dan vasokonstriktor lokal.

Diagnosis ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu menyingkirkan adanya rinitis

infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat obat. Dalam anamnesis dicari

faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala. Pada pemeriksaan rinoskopi

anterior tampak gambaran yang khas berupa edema mukosa hidung, konka

berwarna merah gelap/merah tua, tetapi dapat pula pucat. Hal ini perlu

dibedakan dengan rinitis alergi. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol-

benjol (hipertrofi). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya

sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret yang ditemukan ialah serosa

dan banyak jumlahnya. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk

menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Kadang ditemukan juga eosinofil

pada sekret hidung, akan tetapi pada jumlah sedikit. Tes cukil kulit biasanya

negatif. Kadar Ig E spesifik tidak meningkat.

Rinitis Medikamentosa

- Definisi:

Suatu kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor akibat

pemakaian obat tetes hidung yang berlebihan

- Etiologi

Page 16: Resume Sken. 4 Tutorial G

Pemakaian vasokonstriktor topical (tetes hidung atau semprot hidung)

dalam waktu yang lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan

hidung yang menetap, hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang

berlebihan (drug abuse).

- Patofisiologi

Obat topical vasokonstriktor dari golongan simpatomimetik akan

menyebabkan siklus nasi terganggu. Kerusakan yang terjadi pada mukosa

hidung pada pemakaian obat tetes hidung dalam waktu lama ialah:

o Silia rusak

o Sel goblet berubah ukurannya

o Membran basal menebal

o Pembuluh darah menebal

o Stroma tampak edema

o Hipersekresi kelenjar mucus dan perubahan pH secret hidung

o Lapisan sub-mucosa menebal

o Lapisan periostium menebal

- Gejala dan tanda

o Hidung tersumbat terus- menerus dan berair

o Edema/ hipertrofi konka dengan secret hidung yang berlebihan

o Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang

- Diagnosis

o Dari anamnesis riwayat penyakit sebelumnya, apakah ada alergi, dan

riwayat penggunaan obat tetes hidung

o Dari gejala dan tanda yang ditemukan saat pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang

- Penatalaksanaan

o Hentikan pemakaian obat tetes atau semprot vasokonstriksor hidung

o Kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek untuk mengatasi

sumbatan dan diberikan dengan dosis tapering off

o Dapat juga diberikan kortikosteroid topical selama minimal 2 minggu

untuk mengembalikan proses fisiologik mukosa hidung

o Obat dekongestan oral (biasanya mengandung pseudoefedrin)

Page 17: Resume Sken. 4 Tutorial G

Rinitis Simpleks

Merupakan penyakit virus yang di sebabkan oleh virus, dan sering juga

disebut selesma / common cold.disebabkan oleh rhinovirus. Dapat juga

disebabkan oleh myxovirus, virus Coxsackie, dan virus ECHO.ini dikarenakan

adanya paparan dari virus, dan akan cepat menular akibat tidak adanya

kekebalan tubuh / menurunnya daya tahan tubuh.

Pada stadium prodromal yang berlangsung selama berjam – jam dapat

dirasakan panas, kering, dan gatal dalam hidung. Dan akan bersin – bersin,

hidung tersumbat, dan ingus encer yang biasanya di ikuti dengan demam dan

nyeri kepala. Mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Jika terjadi

infeksi sekunder maka ingus menjadi muko purulen.

Tidak ada terapi spesifik untuk rinirtis simpleks, selain istirahat dan

pemberian obat – obatan simptomatis seperti analgetika, anti piretika dan obat

dekongestan. Antibiotika disunakan jika terdapat infeksi sekunder olah bakteri.

i. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan rinitis alergik pada anak terutama dilakukan dengan

penghindaran alergen penyebab dan kontrol lingkungan. Medikamentosa diberikan

bila perlu, dengan antihistamin oral sebagai obat pilihan utama. Imunoterapi pada

anak diberikan secara selektif dengan tujuan pencegahan. Jenis-jenis terapi

medikamentosa akan diuraikan di bawah ini

Antihistamin-H1 oral  Antihistamin-H1 oral bekerja dengan memblok reseptor

H1 sehingga mempunyai aktivitas anti alergi. Obat ini tidak menyebabkan

takifilaksis. Antihistamin-H1 oral dibagi menjadi generasi pertama dan kedua.

Generasi pertama antara lain klorfeniramin dan difenhidramin, sedangkan

generasi kedua yaitu setirizin/levosetirizin dan loratadin/desloratadin. Generasi

terbaru antihistamin-H1 oral dianggap lebih baik karena mempunyai rasio

efektifitas/keamanan dan farmakokinetik yang baik, dapat diminum sekali

sehari, serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam) dalam mengurangi gejala hidung

dan mata, namun obat generasi terbaru ini kurang efektif dalam mengatasi

kongesti hidung. Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu sedasi

dan efek antikolinergik. Sedangkan antihistamin-H1 generasi kedua sebagian

besar tidak menimbulkan sedasi, serta tidak mempunyai efek antikolinergik

atau kardiotoksisitas.

Page 18: Resume Sken. 4 Tutorial G

Antihistamin-H1 lokal  Antihistamin-H1 lokal (misalnya azelastin dan

levokobastin) juga bekerja dengan memblok reseptor H1. Azelastin

mempunyai beberapa aktivitas anti alergik. Antihistamin-H1 lokal bekerja

sangat cepat (kurang dari 30 menit) dalam mengatasi gejala hidung atau mata.

Efek samping obat ini relatif ringan. Azelastin memberikan rasa pahit pada

sebagian pasien.

Kortikosteroid intranasal Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason,

budesonid, flunisolid, flutikason, mometason, dan triamsinolon) dapat

mengurangi hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi

medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis alergik dan efektif terhadap

kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan efek maksimal

terlihat setelah beberapa hari. Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih

banyak dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal

obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah pemberian

kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal hidung

dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan dianjurkan sekali sehari

pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada kasus rinitis alergik dengan

keluhan hidung tersumbat yang menonjol.

Kortikosteroid oral/IM  Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason,

hidrokortison, metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan

betametason) poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas nasal.

Pemberian jangka pendek mungkin diperlukan. Jika memungkinkan,

kortikosteroid intranasal digunakan untuk menggantikan pemakaian

kortikosteroid oral/IM. Efek samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek

samping sistemik mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid

sistemik tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu

dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi.

Kromon lokal (‘local chromones’) Kromon lokal (local chromones), seperti

kromoglikat dan nedokromil, mekanisme kerjanya belum banyak diketahui.

Kromon intraokular sangat efektif, sedangkan kromon intranasal kurang efektif

dan masa kerjanya singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan tingkat

keamanannya baik. Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai

stabilisator sel mast dapat diberikan pada anak yang kooperatif. Obat ini

Page 19: Resume Sken. 4 Tutorial G

biasanya diberikan 4 kali sehari dan sampai saat ini tidak dijumpai efek

samping.

Dekongestan oral Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan

pseudoefedrin, merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala

kongesti hidung. Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit jantung

harus berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain hipertensi, berdebar-debar,

gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala, kekeringan membran mukosa,

retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma atau tirotoksikosis. Dekongestan oral

dapat diberikan dengan perhatian terhadap efek sentral. Pada kombinasi

dengan antihistamin-H1 oral efektifitasnya dapat meningkat, namun efek

samping juga bertambah.

Dekongestan intranasal Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin,

oksimetazolin, dan xilometazolin) juga merupakan obat simpatomimetik yang

dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Obat ini bekerja lebih cepat dan

efektif daripada dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi kurang dari

10 hari untuk mencegah terjadinya rinitis medikamentosa. Efek sampingnya

sama seperti sediaan oral tetapi lebih ringan. Pemberian vasokonstriktor

topikal tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak di bawah usia l tahun

karena batas antara dosis terapi dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis

toksik akan terjadi gangguan kardiovaskular dan sistem saraf pusat.

Antikolinergik intranasal Antikolinergik intranasal (misalnya ipratropium)

dapat menghilangkan gejala beringus (rhinorrhea) baik pada pasien alergik

maupun non alergik. Efek samping lokalnya ringan dan tidak terdapat efek

antikolinergik sistemik. Ipratropium bromida diberikan untuk rinitis alergik

pada anak dengan keluhan hidung beringus yang menonjol.

Anti-leukotrien Anti-leukotrien, seperti montelukast, pranlukast dan

zafirlukast, akan memblok reseptor CystLT, dan merupakan obat yang

menjanjikan baik dipakai sendiri ataupun dalam kombinasi dengan

antihistamin-H1 oral, namun masih diperlukan banyak data mengenai obat-

obat ini. Efek sampingnya dapat ditoleransi tubuh dengan baik.

2. Sinusitis Maxillaris

a. Definisi

Page 20: Resume Sken. 4 Tutorial G

Siniusitis masksila adalah inflamasi mukosa sinus maksila umunya disertai atau

dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis.

b. Etiologi

Bianya jika oleh virus, dapat sembuh dalam beberapa hari. Namun jika menetap,

bakteri akan masuk dan akan memperparah keadaan.

Terdapat 2 sumber infeksi yaitu :

– Rhinogen :

• Dari rinitis akut oleh karena buang ingus yang salah

• Sept. deviasi

• Polip nasi / rinitis alergi

– Dentogen :

• Karies gigi P2 - M3

• Abses gigi

• Post ekstraksi gigi→ fistel oro anthral

c. Klasifikasi

Berdasarkan waktunya dibedakan :

Sinusitis maksilaris Akut : < 4 minggu didapatkan tanda-tanda radang akut

Gejala :

– Pdu didahului kel. Rinitis akut

– Febris / sub febris

– Pipi kemeng, sefalgi t.u sore hari

– Pilek 1 sisi kadang bercampur darah dan berbau

Pemeriksaan fisik :

– Inspeksi : - Oedem di daerah pipi

- Hiperemi di daerah pipi terutama jika kulit putih

– Palpasi : - nyeri tekan pada drh fossa kanina

– Rinoskopi anterior : - Mukosa cavum Nasi udim, hiperemi

- Pus di meatus med.

Transluminasi : pdu gelap pada sisi yang sakit

X foto water’s : perselubungan pd sisi yang sakit

Terapi :

– Dekongestan local

– Analgetik

– Hilangkan faktor penyebab

Page 21: Resume Sken. 4 Tutorial G

Sinusitis maksilaris Sub akut : 4 minggu -3 bulan tanda akut (-)

Gejala : seperti sinusitis maks. akut hanya tanda-tanda radang akut sudah

reda.

Terapi

– Irigasi sinus

– Diatermi SWD : Short Wave Diathermy

– Hilangkan faktor penyebab

Sinusitis maksilaris Kronis : > 3 bulan perubahan Mukosa hidung sinus

irreversibel ( polip, kista, fibrosis)

Terjadi perubahan mukosa sinus : degenerasi cystous, polip, fibrosis,

metaplasi. Sering terjadi pada Penyakit alergi. Dapat merupakan lanjutan

dari sinusitis maksilaris akut yang tidak diobati

Gejala bervariasi ;

– Pilek berbau 1 sisi

– Gejala tenggorok : rasa tidak nyaman, batuk

– Sakit kepala 1 sisi

Pemeriksaan RA : terdapat pus di meatus med.

Pemeriksaan RP : Post nasal drip

Terapi :

– Medika mentosa

– Irigasi sinus maksilaris 1x/minggu

– Operasi Caldwell luc/ Claue

– Hilangkan faktor penyebab

Komplikasi : Osteomyelitis, selulitis orbita – abses orbita

DD : Ca Sinus Maksilaris

d. Patofisiologi

Biasanya terjadi pada organ Osteo meatal Kompleks. Karena organ yang

membentuk OMK berdekatan, jadi jika terdapat edema, mukosa yang berhadapan

akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan akan terjadi

penumpukan secret dan menyumbat OMK. Akibatnya akan terjadi tekanan

negative didalam rongga sinus.

Sinusitis maks paling sering dijumpai oleh karena :

– Letak ostiumnya tinggi

Page 22: Resume Sken. 4 Tutorial G

– Letak ostiumnya paling rendah diantara sinus lain

– Dasar sinus maxillaris adalah dasar akar gigi ( proc. Alveolaris )

e. Gejala

Hidung tersumbat

Nyeri tekan pada muka

Ingus purulen

Post nasal drip

f. Diagnosis

Pemeriksaan Fisik:

o Rinoskopi anterior

o Transiluminasi

Pemeriksaan penunjang

o CT scan

o Waters Foto

g. Terapi

Antibiotic

Decongestan

Antihistamin

h. Tindakan Operasi

BSEF

Caldwel LUC

3. Sinusitis Frontalis

Terjadi karena sinus frontalis akut yang susah / tidak diobati, terdapat gangguan

drainase polip , deviasi septum

Gejala klinis: seperti Sinusitis frontalis akut tapi lebih ringan

Terapi :operasi ( hilangkan faktor obstruksi)

Komplikasi: osteomyelitis frontalis, infiltrate / abses orbita, thrombosis sinus

kavernosus, endo cranial

4. Polip Nasi

a. Definisi

Page 23: Resume Sken. 4 Tutorial G

Polip Nasi merupakan suatu bentuk penonjolan mukosa cavum nasi yang panjang

dan bertangkai. Polip nasi atau polip hidung adalah kelainan selaput permukaan

hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong,

berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan licin dan agak bening karena

mengandung banyak cairan.

b. Etiologi

Etiologi pasti hingga sekarang belum diketahui, tetapi terdapat 3 faktor penting

yang berperan di dalam terjadinya polip, yaitu :

Peradangan lama dan berulang pada selaput permukaan hidung dan sinus

Gangguan keseimbangan Vasomotor

Peningkatan tekanan cairan antar ruang sel dan bengkak selaput permukaan

hidung

c. Patofisiologi

Etiologi secara pasti belum ditemukan, akan tetapi penyebab yang paling sering

adalah alergi dan radang kronis. Apabila kedua penyebab tersebut terjadi dalam

waktu yang lama dan berulang-ulang maka akan menyebabkan oedem, penonjolan

mukosa, yang panjang dan bertangkai, yang akan menimbulkan polip. Derajat

kepadatan jaringan ikat padat dan pembuluh darah mempengaruh derajat

kepadatan oedem, yang akan menentukan timbulnya polip. Konka nasi inferior dan

septum nasi jarang terserang oleh polip karena banyak mengandung pembuluh

darah dan jaringan ikat padat.

d. Klasifikasi

Polip Nasi dibedakan menjadi 2, yaitu :

Polip multiple (paling sering), berasal dari sel-sel etmoid yang melalui ostium

sinus maxilaris untuk memenuhi cavum nasi.

Polip soliter, berasal dari sinus maxilaris dan coane sehinnga dinamakan polip

coanal

e. Gejala klinis

Rhinorea/Pilek, secret mucus. Rhinorea/Pilek akan hebat jika penderita juga

terserang rhinitis akut

Buntu hidung, bias parsial dan bias total

Gangguan akibat buntu hidung, misalnya suara bindeng, batuk, sakit kepala

Pada anamnesis kasus polip biasanya timbul keluhan utama adalah hidung

tersumbat.Gejala lain adalah hiposmia (gangguan penciuman), kelainan di organ

Page 24: Resume Sken. 4 Tutorial G

sekitarnya seperti post nasal drip (cairan yang mengalir di bagian belakang mulut),

suara bindeng, nyeri muka,  telinga terasa penuh, snoring (ngorok), gangguan tidur

dan penurunan kualitas hidup.

f. Diagnosis

Anamnesis dengan teliti,lengkap, dan cermat

Pemeriksaan fisik

– Inspeksi : dapat dijumpai pelebaran cavum nasi terutama pada polip yang

berasal dari sel-sel etmoid (polip multiple)

– Rinoskopi anterior : tampak secret mucus dan polip soliter atau polip

multiple.Polip perlu dibedakan dengan konka nasi inferior, dengan cara

memasukkan kapas yang sudah dibasahi dengan larutan efedri 1 %

(vasokonstriktor), apabila konka nasi yang berisi banyak pembuluh darah

nanti akan mengecil, apabila polip tidak akan mengecil.

– Rinoskopi posterior ; kadang-kadang terdapat polip koanal

Pemeriksaan penunjang

– Sitologi hidung : ditemukan eusinofil (alergi inhalan), basofil (alergi

ingestan), sel PMN (infeksi bakteri)

– Rinoskopi anterior : konka udim dan pucat, secret seromusinus

– Tes kulit : “Prick test (uji cukit), scratch test (uji gores), challenge test (diet

eliminasi dan provokasi) dan IPFT (alergi ingestan)

g. Terapi

Terapi kausal belum ada

Terapi yang dapat dilakukan adalah:

– Ektrakasi polip (paliatif) : dengan anastesi local (silokain 2%, efedrin 1%),

polip dijerat sedekat mungkin pada dasar tangkai, kemudian ditampon

– Terapi dari sudut alergi kalau ada latar belakang alergi

– Etmoidektomi kalu polip berasal dari sel-sel etmoid

– Operasi Caldwell-luc kalau polip mengisi sinus maksilaris

Obat semprot hidung yang mengandung corticosteroid kadang bisa

memperkecil ukuran polip atau bahkan menghilangkan polip.

Pembedahan dilakukan jika:

– Polip menghalangi saluran pernafasan

– Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus

– Polip berhubungan dengan tumor.

Page 25: Resume Sken. 4 Tutorial G

Polip cenderung tumbuh kembali jika penyebabnya (alergi maupun infeksi)

tidak terkontrol.  Pemakaian obat semprot hidung yang mengandung

corticosteroid bisa memperlambat atau mencegah kekambuhan. Tetapi jika

kekambuhan ini sifatnya berat, sebaiknya dilakukan pembedahan untuk

memperbaiki drainase sinus dan membuang bahan-bahan yang terinfeksi.

5. Asma Bronkhial

a. Definisi

Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible

dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma

bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus

terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas

yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil

dari pengobatan (The American Thoracic Society).

b. Etiologi

Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori

sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan

parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada

reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3

tipe, yaitu :

Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus

yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan

(antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan

dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika

ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan

terjadi serangan asma ekstrinsik.

Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus

yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga

disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma

ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat

Page 26: Resume Sken. 4 Tutorial G

berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan

mengalami asma gabungan.

Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari

bentuk alergik dan non-alergik.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya

serangan asma bronkhial.

Faktor Predisposisi Genetik.

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi

biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial

jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran

pernafasannya juga bisa diturunkan.

Faktor presipitasi

– Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang,

serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)

Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)

Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan

jam tangan)

– Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.

Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan

asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim

hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin

serbuk bunga dan debu.

– Stress

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga

bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang

timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan

emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena

jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

– Lingkungan kerja

Page 27: Resume Sken. 4 Tutorial G

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal

ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di

laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini

membaik pada waktu libur atau cuti.

– Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah

menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi

segera setelah selesai aktifitas tersebut.

c. Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang

menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma

tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi

mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal

dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan

antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast

yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan

bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang

tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel

mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,

diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan

leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal

pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen

bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan

saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada

selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa

menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,

maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang

menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma

biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali

melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional

Page 28: Resume Sken. 4 Tutorial G

dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat

kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan

barrel chest.

d. Klasifikasi

Derajat Gejala Gejala malam Faal

paru

Intermite

n

Gejala kurang dari 1x/minggu

Asimtomatik

Kurang dari 2 kali

dalam sebulan

APE >

80%

Mild

persistan

-Gejala lebih dari 1x/minggu tapi

kurang dari 1x/hari

-Serangan dapat menganggu

Aktivitas dan tidur

Lebih dari 2 kali

dalam sebulan

APE

>80%

Moderate

persistan

-Setiap hari,

-serangan 2 kali/seminggu, bisa

berahari-hari.

-menggunakan obat setiap hari

-Aktivitas & tidur terganggu

Lebih 1 kali dalam

seminggu

APE 60-

80%

Severe

persistan

- gejala Kontinyu

-Aktivitas terbatas

-sering serangan

Sering APE

<60%

e. Gejala Klinis

Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang

meluas pada saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh

dengan terapi. Penyakit ini brsifat episodik dengan eksaserbasi akut yang diselingi

oleh periode tanpa gejala.

Keluhan utama penderita asma adalah sesak napas mendadak disertai inspirasi

yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi

mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan.

Pada beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan

sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat

atau tiba-tiba menjadi berat. Hal ini sering terjadi terutama pada penderita dengan

rhinitis alergika atau radang saluran napas bagian atas. Sedangkan pada sebagian

Page 29: Resume Sken. 4 Tutorial G

besar penderita keluhan utama ialah sukar bernapas disertai rasa tidak enak di

daerah retrosternal.

f. Diagnosis banding

Bronkitis kronis

Ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun

paling sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya

terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di

pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani

pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.

Emfisema paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang

menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema

biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat

melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong,

gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat

lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi.

Gagal jantung kiri

Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai

paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena

sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.

Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan

tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah,

nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik

didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop,

sianosis, dan hipertensi.

g. Diagnosis asma bronkial

Anamnesa

– Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk

berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.

– Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible.

– Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit

alergi yang lain.

Page 30: Resume Sken. 4 Tutorial G

Pemeriksaan Fisik

– Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih

nyaman dalam posisi duduk.

– Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.

– Paru :

Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke

bawah.

Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.

Perkusi : hipersonor

Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri

Pemeriksaan laboratorium

– Darah rutin didapat peningkatan eosinofil dan IgE

– Sputum didapat adanya eosinofil, spiral crushman, kristal charcot Leyden.

– Foto toraks dapat normal diluar serangan, hiperinflasi saat serangan,

adanya penyakit lain

– Faal paru (spirometri /peak flow meter) menilai berat obstruksi,

reversibilitas, variabilitas

– Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis

6. Status Asmatikus

a. Definisi

Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma

yang berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap

pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau

perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara satu

sampai dua jam.

b. Gambaran klinis status asmatikus

Penderita tampak sakit berat dan sianosis.

Sesak nafas, bicara terputus-putus.

Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita

sudah jatuh dalam dehidrasi berat.

Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi

lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah

kemudian jatuh ke dalam koma.

Page 31: Resume Sken. 4 Tutorial G

c. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan asma

– Menghilangkan & mengendalikan gejala asma

– Mencegah eksaserbasi akut

– Meningkatkan & mempertahankan faal paru optimal

– Mengupayakan aktivitas normal (exercise)

– Menghindari ESO

– Mencegah airflow limitation irreversible

– Mencegah kematian

Terapi awal

– Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang infuse RL atau D5.

– Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi dan

pemberian dapat diulang dalam 1 jam.

– Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini

dalam 12 jam sebelumnya cukup diberikan setengah dosis.

– Anti inflamasi (kortikosteroid) menghambat inflamasi jalan nafas dan

mempunyai efek supresi profilaksis

– Ekspektoran. Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam

saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh

karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan, misalnya dengan obat batuk

hitam (OBH), obat batuk putih (OBP), gliseril guaiakolat (GG)

– Antibiotik hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh

rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang

meninggi. Antibiotika yang efektif adalah :

Pengobatan berdasarkan saat serangan :

o Reliever/Pelega:

- Gol. Adrenergik: Adrenalin/epinephrine, Ephedrine (oral)

- Short Acting beta 2-agonis (SABA) : Salbutamol / Ventolin

(oral, injeksi, inhalasi), Terbutaline / Bricasma (oral, injeksi,

inhalasi), Fenoterol / Berotec (inhalasi), Procaterol / Meptin

(oral, inhalasi), Orciprenaline / Alupent (oral, inhalasi),

Aminophylline (oral, injeksi), Theophylline (oral)

- Gol. Antikolinergik: Atropin (injeksi), Ipratropium bromide

(inhalasi)

Page 32: Resume Sken. 4 Tutorial G

- Gol. Steroid: Methylprednisolone (oral, injeksi),

Dexamethasone (oral, injeksi), Beclomethasone / Beclomet

(inhalasi), Budesonide / Pulmicort (inhalasi), Fluticasone /

Flixotide (inhalasi)

o Controller/Pengontrol:

- Gol. Adrenergik

- Long-acting beta 2-agonis (LABA) à Salmeterol & Formoterol

(inhalasi)

- Gol. Methylxantine: Theophylline Slow Release

- Gol. Steroid: inh., oral, inj.

- Leukotriene Modifiers: Zafirlukast

- Cromolyne sodium: inhalasi

- Kombinasi LABA & Steroid: inhalasi

Terapi serangan asma akut

Berat

ringannya

serangan

Terapi Lokasi

Ringan Terbaik : Agonis beta 2 inhalasi

diulang setia 1 jam

Alternatif : agonis beta 2 oral 3 X

2 mg

Di rumah

Sedang Terbaik : oksigen 2-4 liter/menit

dan agonis beta 2 inhalasi

Alternatif :agonis beta 2

IM/adrenalin subkutan.

Aminofilin 5-6mg/kgbb

- puskesmas

- klinik rawat jalan

- IGD

-praktek dokter umum

-rawat inap jika tidak

ada respons dalam 4

jam.

Berat Terbaik :

-Oksigen 2-4 liter/menit

-agonis beta 2 nebulasi diulang

s/d 3 kali dalam 1 jam pertama

-aminofilin IV dan infuse

- IGD

- Rawat inap apabila

dalam 3 jam belum ada

perbaikan

-pertimbangkan masuk

Page 33: Resume Sken. 4 Tutorial G

-steroid IV diulang tiap 8 jam ICU jika keadaan

memburuk progresif.

Menganca

m jiwa

Terbaik

-lanjutkan terapi sebelumnya

-pertimbangkan intubasi dan

ventilasi mekanik

ICU

Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk

o meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum

dan pola penyakit asma sendiri)

o meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma

sendiri/asma mandiri)

o membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan

mengontrol asma

d. Pencegahan

Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi

Menghindari kelelahan

Menghindari stress psikis

Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin

Olahraga renang, senam asma

e. Komplikasi

Pneumotoraks

Pneumodiastinum dan emfisema subcutis

Atelektasis

Gagal nafas