resume hpi

28
TUGAS MATA KULIAH HUKUM PERDATA INTERNASIONAL RESUME SEJARAH , PENGERTIAN, STATUS PERSONIL, RENVOI DAN KWALIFIKASI DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL Oleh : RACHARDY ANDRIYANTO 090710101240 Kelas B UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS ILMU HUKUM 1

Upload: rachardy-andriyanto

Post on 20-Jun-2015

8.306 views

Category:

Education


0 download

DESCRIPTION

Sejarah, Pengertian, Status Personil, Renvoi dan Kwalifikasi dalam hukum perdata internasional.

TRANSCRIPT

Page 1: Resume HPI

TUGAS MATA KULIAH HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

RESUME

SEJARAH , PENGERTIAN, STATUS PERSONIL, RENVOI DAN KWALIFIKASI DALAM

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Oleh :

RACHARDY ANDRIYANTO

090710101240

Kelas B

UNIVERSITAS JEMBER

FAKULTAS ILMU HUKUM

2013

1

Page 2: Resume HPI

DAFTAR ISI

JUDUL ……………………………………………………………………………………. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… ii

BAB I SEJARAH HPI. ……………………………………………………………….. …. 1

BAB II PENGERTIAN HPI ………………………………………………………………. 5

BAB III STATUS PERSONIL, RENVOI dan KWALIFIKASI …………………………. 10

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 18

2

Page 3: Resume HPI

BAB I. SEJARAH HPI.

Pada umumnya pengertian dari Hukum Perdata Internasional adalah seperangkat

kaidah-kaidah, asas-asas, dan aturan-aturan hukum nasional yang dibuat untuk mengatur

peristiwa atau hubungan hukum yang mengandung unsur-unsur transnasional (unsur-unsur

ekstrateritorial).

Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional dibagi menjadi lima tahapan

yang akan dijelaskan sebagai berikut : 

1. Tahap Pertama ( Masa Kekaisaran Romawi  Abad ke 2-6 sesudah Masehi )

Masa ini adalah masa awal perkembangan hukum perdata internasional. Wujud

nyatanya adalah dengan tampaknya hubungan antara warga romawi dengan penduduk

provinsi atau municipia, dan penduduk provinsi atau orang asing dengan satu sama lain

didalam wilayah kekaisaran romawi. Dalam hubungan hukum tersebut tentu memiliki

sengketa, dan untuk menyelesaikan sengketa dibentuklah peradilan khusus yang

disebutpreator peregrines 1 Hukum yang digunakan adalah Ius Civile, yaitu hukum yang

berlaku bagi warga Romawi, yang sudah disesuaikan untuk kepentingan orang luar.

Asas HPI yang berkembang pada masa ini dan menjadi asas penting dalam Hukum

Perdata Internasional modern yakni:

a. Asas Lex Rei Sitae (Lex Situs) yang berarti perkara-perkara yang menyangkut benda-

benda tidak bergerak tunduk pada hukum dari tempat di mana benda itu berada/terletak.

b. Asas Lex Domicilii yang berarti hak dan kewajiban perorangan harus diatur oleh hukum

dari tempat seseorang berkediaman tetap.

c. Asas Lex Loci Contractus yang berarti bahwa terhadap perjanjian-perjanjian (yang

melibatkan para pihak-pihak warga dari provinsi yang berbeda) berlaku hukum dari tempat

pembuatan perjanjian 2.

1 Hardjowohono, Bayu  Seto.2006. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional.Bandung : PT. Citra Aditya Bakti hal 32

2 Hardjowohono, Bayu  Seto.2006. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional.Bandung : PT. Citra Aditya Bakti hal 33

3

Page 4: Resume HPI

2. Tahap Kedua ( Masa Pertumbuhan Asas Personal Hukum Perdata Internasional

Abad ke-6 sampai 10 )   

           Pada masa ini kekaisaran romawi ditaklukan oleh orang “barbar” dan wilayah bekas

provinsi-provinsi jajahan romawi, dan akibatnya ius civile pada masa kekaisaran romawi

tidak berguna.

Pada masa ini tumbuh dan berkembang beberapa prinsip atau asas genealogis, yaitu :

1.Asas umum yang menetapkan bahwa dalam setiap proses penyelesaian sengketa

hukum, hukum yang digunakan adalah hukum dari pihak tergugat.

2.Penetapan kemampuan untuk membuat perjanjian bagi seseorang harus dilakukan

berdasarkan hukum perssonal dari masing-masing pihak.

3.Proses pewarisan harus dilangsungkan berdasarkan hukum personal dari pihak

pewaris.

4.Peralihan hak milik atas benda harus dilaksanakan sesuai dengan hukum personal

pihak transferor.

5.Penyelesaian perkara tentang perbuatan melanggar hukum harus dilakukan

berdasarkan hukum personal dari pihak pelaku perbuatan yang melanggar hukum.

6.Pengesahan suatu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum dari piahak

suami.

3. Tahap Ketiga ( Pertumbuhan Asas Teritorial Abad ke 11-12 di Italia )

Pertumbuhan asas genealogis sulit untuk dipertahankan  diakibatkan struktur

masyarakat yang semakin condong ke arah masyarakat teritorialistik diseluruh wilayah eropa.

Keanekaragaman sistem-sistem hukum lokal kota-kota ini didukung dengan intensitas

perdagangan antar kota yang tinggi yang sering menimbulkan persoalan mengenai pengakuan

terhadap hak asing diwilayah suatu kota. Dalam hal menyelesaikan masalah inilah untuk

menjawab perselisihan tersebu dapat dianggap sebagai pemicu tumbuhnya teori Hukum

Perdata Internasional yang dikenal dengan sebutan teori statuta diabad ke 13 sampai abad 15.

4. Tahap Keempat ( Perkembangan Teori Statuta ) yang terdiri dari :

a. Perkembangan Teori Statuta di Italia ( Abad ke 13-15 ).

Lahirnya teori statuta italia dipicu oleh gagasan seorang tokoh post glassator yang

bernama Accurcius yaitu  “Bila seorang yang berasal dari suatu kota tertentu di Italia di gugat

4

Page 5: Resume HPI

disebuah kota lain, maka ia tidak dapat dituntut berdasarkan hukum dari kota lain it karena ia

bukan subjek hukum dari kota lain itu.”

b. Perkembangan Teori Statuta di Prancis ( Abad ke-16).

Situasi Struktur kenegaraan Prancis pada abad ini, mendorong untuk mempelajari

hubuungan perselisihan secara intensif. Para ahli hukum Prancis berusaha menjalani dan

memodifikasi teori Statuta Italia dan menerapkannya dalam konflik antar propinsi di Prancis,

beberapa tokoh teori statuta diprancis yang dikenal yaitu Dumoulin (1500-1566) dan

D’Argentre (1523-1603).

c. Perkembangan Teori Statuta di Belanda ( Abad ke 17-18 ).

Tokoh dalam Teori Statuta Belanda adalah Ulrik Huber (1636-1694), dan Johannes

Voet (1647-1714)

Prinsip dasar yang dijadikan titik tolak dalam teori statuta belanda ini adalah

kedaulatan ekslusif negara yang berlaku didalam teritorial suatu negara.

Menurut Ulrik, untuk menyelesaikan perkara hukum perdata internasional, ulrik berpendapat

bahwa orang harus bertitik tolak dari 3 prinsipdasar, yaitu :

a. Hukum suatu negara hanya berlaku dalam batas-batas teritorial negara itu

b. Semua orang atau subjek hukum secara tetap atau sementara berada didalam

teritorial wilayah suatu negara berdaulat.

c. Berdasarkan prinsip sopan santun antarnegara, hukum yang belaku dinegara

asalnya tetap memilikikekuatan berlaku dimana-mana, sepanjang tidak

bertentangan dengan kepentingan subjek hukum dari negara pemberin

pengakuan.

Menurut Johannes Voet, ia menjelaskan kembali ajaran comitas gentium, yaitu :

1. Pemberlakuan hukum asing disuatu negara bukan merupakan kewajiban hukum

internasional

2. Suatu negara asing tidak dapat menuntut pengakuan kaidah hukumnya didalam

wilayah hukum suatu negara lain.

3. Karena itu, pengakuan atas berlakunya suatu hukum asing hanya dilakukan demi

sopan santun pergaulan antar negara

4. Namun, asas comitas gentium harus ditaati oleh setiap negara dan asas ini harus

dianggap sebagai bagian dari suatu sistem hukum nasional negara itu.

5

Page 6: Resume HPI

5. Tahap Kelima ( Teori Hukum Perdata Internasional Universal ) Abad ke-19

Tokoh yang mencetuskan teori ini adalah Friedrich Carl V. Savigny yang berasal dari

Jerman. Pemikiran Savigny ini juga berkembang setelah didahului oleh pemikiran tokoh lain

yang juga berasal dari jerman yaitu C.G. Von Wacher yang mengkritik bahwa teori statuta

italia dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum. 3

Watcher berasumsi bahwa Hukum intern forum hanya dibuat untuk dan hanya

diterapkan pada kasus-kasus hukum lokal saja. Karena itu kaidah perkara Hukum perdata

internasional, forumlah yang harus menyediakan kaidah hukum perdata internasional.

Sedangkan demikian pandangan F.C Von Savigny adalah bahwa :

1. Savigny mencoba menggunakan konsepsi “legal seat” itu dengan berasumsi bahwa

“untuk setiap jenis hubungan hukum, dapat ditentukan legal seat/tempat kedudukan

hukumnya” dengan melihat hakikat dari hubungan tersebut.

2. Jika orang hendak menetukan aturan hukum apa yang seharusnya berlaku dalam suatu

perkara yang terbit dari suatu hubungan hukum

3. Savigny beranggapan bahwa legal seat itu harus ditetapkan terlebih dahulu dan

caranya adalah dengan melokalisasi tempat kedudukan hukum dari hubungan hukum

itu melalui bantuanm titik-titik taut.

4. Jika tempat kedudukan hukum dari suatu jenis hubungan hukum telah dapat

ditentukan, sistem hukum dari tempat itulah yang akan digunakan sebagai lex causae.

5. Setelah tempat kedudukan hukum itu dapat selalu dilokalisasi, melalui penerapan

titik-titik taut yang sama pada hubungan hukum yang sejenis.

6. Asas hukum itulah yang menjadi asas Hukum Perdata Internasional yang menurut

pendekatan tradisional mengandung titik taut penentu yang harus digunakan dalam

rangka menentukan lex causae.

7. Menggunakan sebuah asas HPI yang bersifat tetap untuk menyelesaikan berbagai

perkara HPI .

3 Hardjowohono, Bayu  Seto.2006. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional.Bandung : PT. Citra Aditya Bakti hal 51

6

Page 7: Resume HPI

BAB II. PENGERTIAN HPI.

Perbedaan antara Hukum Internasional dalam pengertian publik dengan Hukum

Perdata Internasional bukanlah ditinjau dari unsur perbedaan subyeknya dengan menyatakan

bahwa subyek hukum Internasional Publik adalah negara sedangkan subyek hukum

Internasional Perdata adalah individu. Dalam perkembangannya perbedaan semacam ini tidak

dapat dipertanggungjawabkan sebab antara keduannya dapat memiliki subyek hukum negara

ataupun individu.

Oleh karena itu yang paling tepat adalah dengan meninjau urusan yang diatur oleh

keduanya, jika mengatur urusan yang bersifat publik maka disebut sebagai Hukum

Internasional Publik tetapi jika mengatur urusan yang bersifat perdata disebut sebagai Hukum

Internasional Perdata. Sedangkan Persamaan antara Hukum Internasional Publik dengan

Hukum Perdata Internasional adalah bahwa urusan yang diatur oleh kedua perangkat hukum

ini adalah sama – sama melewati batas wilayah suatu negara.

Kalau dilihat dalam Pengertiannya sebagai berikut :

HI Publik (HI) : “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan

atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang bukan bersifat perdata”. Hukum

Perdata Internasional : “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur

hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang berfat perdata” 4

Persamaan : Keduanya mengatur hubungan-hubungan atau persoalan yang melintasi

batas-batas negara.

Perbedaan keduanya terletak pada : sifat hubungna/ persoalan dan obyek yang

diaturnya.

Cara membedakan berdasarkan sifat dan obyeknya adalah tepat, dari pada

membedakan berdasarkan pelaku-pelaku (subyeknya), yaitu dengan mengatakan HI Publik

mengatur hubungan atara negara, sedangkan H Perdata Internasional mengatur hubungan

orang-perorang.

4 Mochtar Kusumaatmaja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung : PT Alumni, 2003,hlm 1-2

7

Page 8: Resume HPI

Hal tersebut dikarenakan :

a. Negara dapat saja menjadi subyek Hukum perdata Internasional, dan perorangan

dapat saja menjadi subyek HI.

b. Batasan yang bersifat negatif lebih tepat karena ukuran publik memang sering kali

sukar dicari bats-batasnya.

c. Dewasa ini persoalan Internasional tidak semuannya merupakan persoalan antar

negara; persoalan perseoranga dapat dikatakan persoalan negara (pelanggaran pidana

Konvensi Jenewa 1949).

d. Persoalan yang menyangkut “perseorangan” yang demikian tidak dapat dimasukkan

dalam bidang Tata Usaha Negara atau Pidana Internasional, dan bukan merupakan

persoalan perdata Internasional.

Istilah HPI diperkenalkan oleh Prof. Sudargo Gautama (Gouw Giok Siong) tahun

1972/1973 di Cipanas dalam konsorsium ilmu hukum. Dalam bukunya Pengantar Hukum

Perdata Internasional, Prof.Sudargo Gautama mendefinisikan HPI sebagai :

“…keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum

manakah yang berlaku, atau apakah yang merupakan antar warga (-warga) negara pada suatu

waktu tertentu memperliuhatkan titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah

hukum dari 2 (dua) atau lebih negara, yang berbeda dalam lingkungan kuasa, tempat, pribadi

dan soal-soal.”

Sedangkan Prof.Sunaryati hartono mengatakan bahwa :

Inti dari HPI adalah pergaulan hidup masyarakat internasional. Oleh sebab itu, ia lebih

condong untuk menanamkan Hukum Perdata Internasional sebagai “Hukum Pergaulan

Internasional”, sebab bukan sifat perdatanya atau pun sifat internasionalnya yang menentukan

kaedah-kaedah hukum Perdata Internasional, akan tetapi pergaulan Internasionallah (jadi,

hubungan-hubungan internasional) yang menentukan corak kaedah-kaedah Hukum Perdata

Internasional.

Terlepas dari perbedaan-perbedaan penekanan yang mungkin tampak dalam

pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas, pada umumnya diterima pandangan bahwa :

8

Page 9: Resume HPI

Hukum Perdata internasional adalah seperangkat kaidah hukum nasional yang

mengatur peristiwa atau hubungan hukum yang mengandung unsur-unsur transnasional (atau

unsur-unsur ekstrateritorial). 5

Istilah HPI juga berbeda ditiap-tiap Negara, HPI di Negara Inggris dikenal dengan

International Private law, sedangkan di Negara Denmark HPI disebut dengan International

private Recht.

Dengan adanya perbedaan – p[erbedaan tersebut maka muncullah sebuah konsep

hokum antar tata hokum ( HATAH ) yang terbagi atas :

1. HATAH Intern, berlakunya dua sistem hukum dalam sutu negara tanpa hukum

asing. Contohnya meliputi Hukum Antar Wewenang, Hukum Antar Tempat,

Hukum Antar Golongan dan hukum Antar Agama (dulunya).

2. HATAH Ekstern, melibatkan dua sistem hukum dalam suatu negara dan salah

satunya sistem hukum asing.

Dengan adanya HATAH tersebut maka HPI tersangkut 2 teori yakni :

1. Lingkungan kuasa hukum (gabied leer) teori dari Hans Kelsen dan

dikembangkan oleh Longemann.

2. Titik Taut Primer, point of contact/Aanknopping punten.

Dari kedua kontradiksi istilah HPI Indonesia dimana Perdata Internasional menunjuk

pada hukum perdata, bukan hukum publik (internasionalnya), sementara Indonesia menunjuk

pada nasional (Indonesia), bukan Internasional. Hal ini menimbulkan dua aliran dalam HPI,

yaitu :

1. Internasionalistis

Aliran pertama berisi dikehendakinya HPI sebagai sistem hukum yang supra-

nasional. Artinya hanya ada satu HPI yang berlaku untuk seluruh dunia. Aliran ini

hapus karena dua alasan, yaitu :

1. Dengan adanya lembaga PBB yang mengakui tiap-tiap negara punya HPInya

sendiri-sendiri, tergantung jumlah negara merdeka yang ada.

5 Bayu Seto, Dasar-dasar hukum perdata Internasional, Bandung : PT Citra Aditya bakti, 2001, hlm 8

9

Page 10: Resume HPI

2. Dilihat dari segi teoritis yaitu masalah perbedaan ‘status personil seseorang’

dihadapan hukum, yang dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :

- Nasionalitas (kewarganegaraan)

Contohnya indonesia menganut nasionalitas dengan dasr hukum pasal 16 AB.

- Tempat tinggal (domisili)

Contohnya Inggris dan Amerika

2. Nasionalistis

Yaitu tiap negara mempunyai HPInya sendiri-sendiri. Misal Sumber hokum

tertulis yaitu Perundang-undangan, traktat, Tidak Tertulis : Kebiasaan,

Yurisprudensi, Doktrin.

Contoh traktat yaitu traktat Den Haag 1902 dan 1905 tentang perkawinan

campuran internasional berlaku hukum calon suami, tetapi dengan UU nomor 12

tahun 2007 prinsip ini berubah dimana anak mempunyai dwikewarganegaraan

sampai usia 18 tahun.

Sumber hukum tertulis HPI Indonesia hanya pasal 16 AB, 17 AB, 18 AB,

yaitu :

Pasal 16 AB : tentang status dan wewenang seseorang. Dalam hal ini

berlaku hukum nasional warga negara yang bersangkutan (asas lex

patriae). Pasal 16 AB harus dianalogikan terhadap orang asing dimana

harus dinilai. Misalnya perkawinan harus berlaku hukum nasionalnya

sendiri. Pasal ini erat hubungannya dengan traktat Den Haag 1902

tentang kawin campur internasional (yang berlaku hukum si suami).

Pasal 17 AB : tentang benda-benda tetap atau tidak bergerak (lex

resitae) berlaku hukum dari negara dimana benda itu bergerak.

Contonya isteri dari pegawai pertamina tang menyimpan surat

berharga di Singapore-pasal 17.

Pasal 18 AB : tentang cara atau tindakan hukum/perbuatan hukum-

hukum yang berlaku adlah hukum dari negara dimana cara dilakukan

10

Page 11: Resume HPI

(asasnya bernamalocus regit actum). Contohnya surat wasiat, i\orang

sakit minta berobat.

Dalam menemukan hukum, hakim harus memperhatikan cara-cara sarjana

hukum terutama HPI dalam menyelesaikan perkara, pendapat penulis dan

yurisprudensi asing. Selain asas-asas umum yang merupakan tradisi Sarjana

Hukum HPI, sehingga putusannya benar-benar putusan yang hidup (living law).

Menurut pasal 22 AB, hakim akan dituntut jika menolak mengadili karena tidak

adanya peraturan. Hal ini karena sering terjadi kekosongan hukum dalam masalah

HPI, sehingga sumber hukum tidak tertulis menjadi sangat penting.

BAB III. STATUS PERSONIL, RENVOI dan KWALIFIKASI.

11

Page 12: Resume HPI

3.1. Status Personil.

Status personil adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi dalam hukum yang

diberikan/diakui oleh negara untuk mengamankan dan melindungi masyarakat dan lembaga-

lembaganya. Status personil ini meliputi hak dan kewajiban, kemampuan dan

ketidakmampuan besikap tindak di bidang hukum, yang unsur-unsurnya tidak dapat diubah

atas kemauan pemiliknya.

Isi dan jangkauan status personil ada 3 yaitu :

1. Konsepsi luas mengartikan status personil meliputi berbagai hak, permulaaan/lahir

dan terhentinya/mati, kepribadian, kemampuan untuk melakukan perbuatan

hukum, perlindungan hukum, perlindungan kepentingan pribadi, soal-soal yang

berhubungan dengan hukum keluarga dan perkawinan.

2. Konsepsi yang agak sempit, seperti yang dianut di Peancis, tidak menganggap

sebagai status personnel : hukum harta benda perkawinan, pewarisan dan

ketidakmampuan bertindak di bidang hukum dalam hal khusus, misalnya dokter

yang tidak akan diperkenankan memperoleh sesuatu hak yang timbul dari

testamen pasiennya.

3. Konsepsi yang lebih sempit, sama sekali tidak memasukkan hukum keluarga dan

pewarisan dalam jangkauan status personel.

Cara menentukan status personil yaitu ada 2 asas :

1. Asas Personalitas/Kewarganegaraan (Lex patriae)

Untuk personel suatu pribadi berlaku hukum nasionalnya. Biasanya dianut oleh

negara-negara Eropa kontinental (Civil Law) misalnya Indonesia. Mengedepankan segi

personalitas.

Ada 2 asas dalam menentukan kewarganegaraan seseorang adalah :

12

Page 13: Resume HPI

Asas tempat kelahiran (ius soli) yaitu kewarganegaraan seseorang

ditentukan oleh tempat kelahirannya.

Asas Keturunan (ius sanguinis) yaitu kewarganegaraan seseorang

berdasarkan keturunannya.

Alasan yang mendukung asas kewarganegaraan, yaitu :

- Cocok untuk perasaan hukum seseorang

- Sifatnya lebih permanen

- Lebih membawa kepastian

2. Asas Territorialitas/Domisili (Lex Domicili)

Status personil suatu pribadi tunduk pada hukum di negara mana ia berdomisili.

Domisili adalah negara/tempat menetapnya yang menurut hukum dianggap sebagai pusat

daripada kehidupan seseorang (center of his life). Banyak dianut oleh negara Anglo Saxon.

Alasan yang mendukung asas domisili, yaitu :

Hukum dimana yang bersangkutan hidup

Prinsip kewarganegaraan memerlukan bantuan prinsip domisili (dalam hal

terdapat perbedaan kewarganegaraan)

Seringkali hukum domisili sama dengan hukum hakim

Cocok dalam negara pluralisme hukum

Menolong dimana prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan

Demi kepentingan adaptasi dari negara imigran

Sistem hukum Inggris mempunyai keistimewaan tersendiri, dengan 3 macam

domisili:

1. Domicile of origin, diperoleh seseorang pada waktu kelahirannya. Bagi anak sah,

domicile of origin-nya adalah negara dimana ayanhnya berdomisili pada saat ia dilahirkan.

Sedangkan bagi anak tidak sah, domisili ibunyalah yang menjadi domicile of origin. Bila

sang ayahnya mempunyai domicile of choice maka yang merupakan domisili sang anak

adalah domicile of choice ayahnya ini.

13

Page 14: Resume HPI

2. Domicile of choice, sistem hukum di Inggris memerlukan 3 syarat bagi seseorang

untuk memilih domicile of choice yaitu kemampuan (capacity), tempat kediaman (recidence),

dan hasrat atau itikad (intention). Pribadi yang tidak mampu bersikap tindak dalam hukum,

tidak dapat memperoleh domicile of choice sendiri. Juga pribadi tersebut harus mempunyai

tempat kediaman sehgari-hari pada suatu tempat tertentu. Disamping itu harus ada hasrat

untuk tetap tinggal pada tempat kediaman tersebut/permanent-residence.

3. Domicile by operation of the law, ialah domisili yang dimiliki oleh pribadi-pribadi

yang domisilinya tergantung pada domisili orang lain/dependent.Mereka ini adalah anak-anak

yang belum dewasa, wanita yang berada dalam pekawinan dan orang-orang yang berada di

bawah pengampuan

Domisili anak yang belum dewasa adalah domisili ayahnya, sedangkan domisili

wanita yang berada dalam perkawinan adalah domisili suaminya.

Beberapa hal yang harus diperhatikam dalam konsepsi domisili menurut ketentuan di

inggris ini adalah :

1. Setiap orang harus mempunyai domisili

2. Setiap orang hanya diperbolehkan mempunyai satu domisili.

3. Penentuan domisili seseorang menurut Hukum Perdata Internasional di Inggris

ditentukan oleh hukum Inggris (lex fori).

Bila Indonesia memakai prinsip domisili meskipun dalam pasal 16 AB memakai

prinsip nasionalitas, ada beberapa sebab karena :

Belum punya bahan bacaan yang cukup

Indonesia menganut pluralisme hukum

Sebagai negara imigran, banyak orang asing yang berimigrasi ke Indonesia

Akibatnya asas ius soli (asal daerah kelahiran) dilepaskan, maka banyak

orang yang menjadi asing di negeri ini

Negara tetangga memakai prinsip domisili, seperti Australia, Malaysia,

Singapore.

14

Page 15: Resume HPI

3.2. Renvoi (Penunjukan Kembali) .

Renvoi sangat erat hubungannya dengan kualifikasi dan titik taut. Memang

sebenarnya ketiga soal ini dapat mencakup dalam satu permasalahan, yaitu hukum manakah

yang akan berlaku (lex cause) dalam suatu peristiwa Hukum Perdata Internasional. Renvoi

timbul apabila hukum, asing yang ditunjuk oleh lex fori, menunjuk kembali ke arah lex fori

itu, atau kepada sistim hukum asing lain.

Setelah mengkwalifikasikan fakta-fakta yang kita hadapi itu, maka kemudian kita

mencari titik-titik taut yang memberi petunjuk kepada kita hukum mana yang akan berlaku.

Renvoi adalah penunjukan kembali atau penunjukan lebih lanjut oleh kaidah-kaidah

HPI dari suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI lex fori.Penunjuk kembali

(Renvoi) merupakan salah satu pranata HPI tradisional yang terutama berkembang di dalam

tradisi Civil Law (Hukum Eropa Kontinental) sebagai pranata yang dapat digunakan untuk

menghindari pemberlakuan kaidah atau sistem hukum yang seharusnya berlaku (lex causae)

yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur HPI yang normal. Pelaksanaan Renvoi ini pada

dasarnya dimungkinkan karena adanya berbagai sistem hukum di dunia yang masing-masing

memiliki sistem dan kaidah-kaidah HPI-nya sendiri.

Menunjuk ke arah sistem hukum tertentu, orang dapat melakukan penunjukan dengan

2 (dua) pengertian yang berbeda, yaitu :

Penunjukan ke arah kaidah-kaidah Hukum Intern (Sachnormen) dari suatu

sistem hukum tertentu. Penunjukan semacam ini dalam bahasa Jerman

dinamakan Sachnormenverweisung.

Penunjukan ke arah keseluruhan sistem hukum tertentu, yang artinya, prima

facie, adalah kaidah-kaidah HPI (Kollisionsnormen) dari sistem hukum

tersebut. Penunjukan semacam ini dimnamakan Gesamtverweisung.

Perlu disadari sepenuhnya bahwa doktrin renvoi harus digunakan sebagai alat bagi

hakim untuk merekayasa penentuan Lex Causae ke arah sistem hukum yang dianggap akan

memberikan putusan yang dianggapnya terbaik.

Ada persoalan dalam HPI Renvoi (penundukan kembali) disebabkan karena

perbedaan sistem HPI dibidang status personal dari negara-negara yang terlibat perkara HPI

tersebut.

15

Page 16: Resume HPI

Misalnya : perkara perceraian warga negara malaysia (suami, isteri). Keduanyanb

berdomisili di Jakarta. Maka sidasng diadakan di Pengadilan Negeri Jakarta tetapi hukum

yang berlaku menurut pasal 16 AB menentukan berlakunya hukum malaysia maka hukum

perkawinan malaysia berlaku. Lalu hakim mendatangkan ahli hukum dari malaysia tapi

persoalan tidak sampai disitu. Kualifikasi hukum malaysia apakah tanpa kaidah HPI atau

sebagai kaidah HPI?

Disini ada persoalan kualifikasi terhadap hukum asing, yaitu :

1. Hukum perkawinan malaysia sebagai hukum asing dikualifikasikan sebagai

sachnormen (tanpa HPI) Sudah selesai, menunjuk hikum intern, tanpa renvoi

2. Hukum malaysia sebagai kaidah HPI yang harus diselesaikan

(kallisionsnormen) jadi memberlakukan hukum malaysia dimana berdasarkan

hukum dimana warga negara berdomisili. Berdasarkan prinsip domisili maka

timbul adanya penundukan kembali (Renvoi). Maka dengan proses

penundukan kembali berlaku hukum indonesia.

Kapan suatu perkara HPI tidak mungkin terjadi Renvoi?

1. Tidak ada perbedaan sistem HPI

2. Bisa juga apabila hukum asing yang ditunjuk dikualifikasikan sebagai sach

normen (tanpa kaidah HPI).

Sebagaimana diketahui, renvoi hanya dipersoalkan dalam perkara-perkara yang

menyangkut status seseorang. Jadi tidak ada persoalan renvoi dalam hukum perjanjian.

Karena dalam hukum perjanjian para pihak mempunyai hak untuk memilih hukumnya

sendiri.

Penggunaan Renvoi dalam HPI.

Menurut Cheshire, doktrin renvoi ini tidak dapat digunakan disemua jenia perkara

HPI, terutama dalam perkara-perkara yang sedikit banyak berkaitan dengan transaksi-

transaksi bisnis, dan setiap tindakan pilihan hukum dalam transaksi-transaksi seperti itu pasti

akan dimaksudkan sebagai penunjukan ke arah hukum intern (Sachnormenverweisung). Di

dalam pasal 15 dari Konvensi Roma (1980 yang mengikat semua negara anggota Masyarakat

Eropa, misalnya, Renvoi tegas-tegas ditolak.

16

Page 17: Resume HPI

Masalah-masalah HPI yang jika dimungkinkan masih dapat diselesaikan dengan

menggunakan doktrin Renvoi adalah masalah validitas pewarisan (testamenter atau

intestatis), tuntutan-tuntutan atas benda-benda tetap di negara asing, perkara-perkara yang

menyangkut benda bergerak, dan masalah-masalah hukum keluarga (perkawinan, akibat

perkawinan, harta perkawinan, status personal, dan sebagainya).

Masalah renvoi yang selalu menarik perhatian dari penulis-penulis HPI dari dahulu

sampai sekarang, dikenal dengan berbagai istilah. Di Indonesia memilih istilah “Penunjukan

Kembali”.

Dalamkenyataan orang dapat melakukan penunjukan dengan dua pengertian yang

berbeda :

1. Penunjukan kearah Kaidah-kaidah Hukum Intern (Sachnormen) dari suatu

sistem hukumt ertentu. Penunjukan semacam ini dalam bahasa Jerman

dinamakan Sachnormenverweisung.

2. Penunjukan kearah keseluruhan sistem hukum tertentu, yang artinya prima

facie, adalah kaidah-kaidah HPI (Kollisionsnormen) dari sistem hukum

tersebut. Penunjukan semacam ini dinamakan Gesamtverweisung.

Secara umum dapat dikatakan bahwa renvoi adalah Penunjukan kembali atau

penunjukan lebih lanjut oleh kaidah-kaidah HPI dari suatu sistem hukum asing yang ditunjuk

oleh kaidah HPI lexfori.

Dalam HPI tradisional, orang mengenal dua jenis single-renvoi :

1. Remission ( Penunjukankembali, Ruckverweisung, Tutugverwijzing ), yaitu

proses renvoiolehkaidah HPI asingkembalikearahlexfori.

2. Transmission (Penunjukan lebih lanjut, Weiterverweisung, Verderverwijzing),

yaitu proses renvoiolehkaidah HPI asingkearahsuatusistemhukumasing lain.

Bila pranata renvoi yang dijelaskan dalam paragraf-paragraf sebelumnya dipahami

sebagai renvoi yang berkembang di Eropa Kontinental dan dikenal sebagai pranata Single

Renvoi, maka dalam sistem hukum Inggris berkembang pula sejenis renvoi yang diberi nama

The Foreign Court Theory. Pengadilan di Inggris pada dasarnya menolak pelaksanaan doktrin

single-renvoi dalam penyelesaian perkara-perkara HPI.Namun demikian, dalam beberapa

17

Page 18: Resume HPI

perkara tampak adanya kebutuhan bagi sistem peradilan HPI Inggris untuk

mengenyampingkan berlakunya lex causae dengan menggunakan pola pikir yang mirip

renvoi.

Renvoi timbul karena adanya perbedaan sistem HPI. Setiap negara yang berdaulat

memiliki sistem hukum perdata internasionalnya sendiri-sendiri. Dalammenentukan status

personil, ada 2 sistem :mengikuti prinsip nasionalitas atau prinsip domisili. Hal-hal inilah

yang menimbulkan terjadinya renvoi.

3.3. KWALIFIKASI.

Dalam HPI, masalah kwalifikasi masalah hukum ini ditangani secara lebih khusus,

karena dalam perkara-perkara HPI orang selalu berurusan dengan kemungkinan berlakunya

lebih dari satu sistem atau aturan hukum dari dua negara yang berbeda untuk mengatur

sekumpulan fakta tertentu.

Kwalifikasi sebenarnya adalah melakukan “translation” atau “penyalinan” daripada

fakta-fakta sehari-hari dalam istilah-istilah hukum.

Ada sistim-sistim HPI yang meletakkan titikberat pada tempat di mana dikirimkan

penerimaan penawaran yang telah di adakan.

Dalam garis besar terdapat tigamacam kwalifikasi :

a. Kwalifikasi menurut lexfori ( hukum hakim). Menurut pendirian ini kwalifikasi harus

dilakukan menurut hukum materil sang hakim.

b. Kwalifikasi menurut lex causae (hukum yang dipergunakan untuk menyelesaikan

persoalan HPI bersangkutan). Menurut pandangan ini, maka kwalifikasi dilakukan

menurut sistem hukum darimana pengertian ini berasal.

c. Kwalifikasi secara otonom, berdasarkan “comparative method” atau “analytical

jurisprudence”. Kwalifikasi dilakukan secara otonom, terlepas dari salah satu sistem

hukum tertentu.

Kwalifikasi dibedakan menjadi dua ,yaitu :

18

Page 19: Resume HPI

1. Kwalifikasi Primer adalah kwalifikasi yang diperlukan untuk dapat

menentukan hukum yang harus dipergunakan.

2. Kwalifikasi Sekunder adalah apabila sudah diketahui hukum asing manakah

yang harus dipergunakan, maka perlu dilakukan kwalifikasi lebih jauh

menurut hukum asing tersebut

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 20: Resume HPI

Bayu Seto, Dasar-dasar hukum perdata Internasional, Bandung : PT Citra Aditya bakti, 2001.

Hardjowohono, Bayu Seto.2006. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional.Bandung : PT.

Citra Aditya Bakti.

Mochtar Kusumaatmaja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung : PT

Alumni, 2003

Undang-Undang:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

20