resume buku sejarah lokal i gde widja

36
TUGAS RESUME BUKU SEJARAH LOKAL SUATU PERSPEKTIF DALAM PENGAJARAN SEJARAH Oleh: Nama : Bachtiar Alamsyah NIM : 3101412144 Prodi : Pendidikan Sejarah Disusun untuk memenuhi tugas: Mata Kuliah : Sejarah Lokal Dosen Pengampu : R. Suharso FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Upload: bachtiar-alamsyah

Post on 03-Aug-2015

882 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

TUGAS RESUME BUKU

SEJARAH LOKAL SUATU PERSPEKTIF

DALAM PENGAJARAN SEJARAH

Oleh:

Nama : Bachtiar Alamsyah

NIM : 3101412144

Prodi : Pendidikan Sejarah

Disusun untuk memenuhi tugas:

Mata Kuliah : Sejarah Lokal

Dosen Pengampu : R. Suharso

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2012

Page 2: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

BAGIAN PERTAMA

SEJARAH LOKAL DAN BEBERAPA ASPEKNYA

Usaha untuk memperluas wawasan calon guru sejarah dalam

mengembangkan strategi belajar mengajarnya melalui pendekatan sejarah lokal,

menuntut agar mereka punya pengertian yang lebih dalam tentang apa sejarah

lokal itu. Penting pula diketahui dasar-dasar keberadaan sejarah lokal dalam

hubungan dengan sejarah nasional yang menyangkut identitas suatu bangsa secara

keseluruhan. Dilihat dari sifat pendekatan objeknya serta wujud penggambaran

peristiwa, sejarah lokal bersifat tidak seragam tergantung tujuan penulisannya

serta latar belakang pendidikan yang melaksanakan studi sejarah lokal tersebut.

Studi sejarah lokal sangat terkait dengan dua aspek tradisi kesejarahan

yang tumbuh dan melekat dalam kehidupan suatu komunitas, yaitu tradisi

kesejarahan yang bersifat lisan dan tertulis. Studi sejarah lokal tidak bisa lepas

dari sumber-sumber sejarah yang berasal dari tradisi lisan ini. Sejarah lisan (oral

history) yang dalam penyusunan cerita sejarahnya bertumpu pada informasi lisan.

Sejarah lisan ini akan sangat terkait dengan Studi sejarah lokal, karena objek

sejarah lisan adalah peristiwa-peristiwa di lokaitas tertentu. Studi sejarah lokal

mendapat keuntungan dari perhatian yang meningkat terhadap subdisiplin-

subdisiplin sejarah ini, karena perhatian sejarah lokal yang spesifik lokal makin

ditunjang oleh metodologi yang dikembangkan dalam rangka kajian-kajian

seajarah khusus tersebut.

Page 3: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

BAB I

PENDAHULUAN

Kalau kita artikan sejarah lokal itu semata-mata sebagai sejarah daerah

tertentu, maka sejarah semacam itu sudah lama berkembang di Indonesia. Tradisi

penulisan sejarah dengan tekanan pada daerah-daerah tertentu masih berlanjut

sampai sekarang, disebut dengan nama karya sejarah ”amatiran” oleh kalangan

sejarahwan profesional. P.D. Jordan : “ Berpuluh-puluh tahun karya-karya sejarah

lokal dihasilkan oleh para amaturis, para antikuarian serta para sejarahwan hasil

belajar sendiri yang dengan serampangan mencampuradukan antara fakta dan fiksi

dan fabel dengan cerita bikinan-penulis “.Di Amerika ada yang namanya” local

historical society” sebuah kelompok pecinta sejarah lokal. para sejarawan

profesional perlu mengadakan bimbingan terhadap para amaturis ini seperti

dikatakan oleh Clark “ suatu situasi intelektual yang tidak menguntungkan

sekarang ini adalah diberikannya kesempatan bagi meluasnya suatu jurang

pemisah antara apa yang disebut dengan kelompok sejarawan Profesional dan

yang amatir.

1.1 Batasan Pengertian serta Ruang Lingkup Sejarah Lokal

Sejarah lokal bisa dikatakan sebagai suatu bentuk penulisan sejarah dalam

lingkup yang terbatas yang meliputi suatu lokalitas tertentu. Keterbatasan lingkup

itu biasanya dikaitkan dengan unsur wilayah ( unsur spatial ). Di indonesia sejarah

lokal bisa disebut pula sebagai sejarah daerah, namun tidak jarang yang

mengklaim bahwa sejarah lokal sama dengan sejarah daerah. Taufik Abdullah

misalnya dia tidak setuju lokal disamakan dengan daerah. karena daerah indentik

dengan politik, bisa mengabaikai etnis kultural yang sebenarnya,dan lebih

mencerminkan unit lokaliota suatu perkembangan sejarah.banyak sekali

persamaan sejarah Lokal itu. Jordan menggariskan ruang lingkupm sejarah Lokal

yaitu keseluruhan Lingkungan sekitar yang bisa berupa kesatuan wilayah seperti

desa, kecamatan, kabupaten, kota kecil dan lain-lain. Pengertian lain yang

diangkat sebagai definisi Sejarah lokal dalam buku ini yaitu studi tentang

Page 4: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

kehgidupan masyarakat atau khususnya komunitas dari suatu lingkungan sekitar

(neighborhood) tertentu dalam dinamika perkembangan dalam berbagai aspek

kehidupan.

1.2. Arti Penting Kajian Sejarah Lokal

Untuk mengetahui kesatuan yang lebih besar, bagian yang lebih kecil

itupun harus dimengerti dengan baik. Seperti dikemukaan oleh Sartono

Kartodirdjo, seringkali hal-hal yang ada di tingkat nasional baru bisa dimengerti

dengan lebih baik, apabila kita mengerti dengan baik baik pula perkembangan di

tingkat lokal

Antara sejarah lokal dan Nasional sangatlah berhubungan, dengan

melakukan penelitian tentang sejarah lokal, kita tidak hanya memperkaya

pembendaharaan sejarah Nasional, tapi lebih penting lagi memperdalam

pengetahuan kita tentang dinamika sosiokultural dari masyarakat Indonesia yang

majemuk ini secara lebih intim. Dengan begini kita makin menyadari berbagai

corak penghadapan manusia dengan lingkungannya dan dengan sejarahnya serta

memperdalam pula kesadaran sejarah kita untuk mendapatkan makana dari

berbagai peristiwa sejarah yang dilalaui (Buku petunjuk Seminar Sejarah Lokal

1982 : 1-2).

Lapian mengemukakan beberapa arti penting dari sejarah Lokal diantaranya :

1). Pengembangan sejarah nasional sekarang, sering kurang memberi makna bagi

orang-orang tertentu terutama di wilayahnya sendiri. Sejarah nasional tidak

menggali lebih mendalam tentang kajiannya, dan bersifat umum. Sejarah

daerah kita sendiri terkadang luput dari pengetahuan kita.

2).Sejarah lokal juga bisa digunakan untuk mengoreksi generalisasi-generalisasi

dari Sejarah nasional.

3). Sejarah lokal dibuat sengaja, dibuat untuk orang-orang dari zaman kemudian

dari hidup pembuatnya.

1.3. Penelitian dan Penulisan Sejarah Lokal

Page 5: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

Prosedur kerja dalam penyusunan sejarah lokal yaitu:

1. Mengumpulkan sumber sejarah.

2. Menyeleksi sumber sejarah.

3. Menginterpretasikan hubungan suatu fakta dengan fakta lainnya yang

mewujudkan peristiwa tertentu.

4. Penulisan sejarah.

Sejarah lokal yaitu lingkung studi Sejarah sebagai kritik sejarah. Kritik

sejarah ini biasa dibedakan menjadi dua yaitu Kritik ekstern dan kritik Intern.

Kritik intern secara teoritis langkah ini baru baru dilaksanakan sesudah kritik

Ekstern selesai menentukan bahwa dokumen yang kita hadapai memang dokumen

yang kita cari, yang bukan saja berarti relevan dengan topik yang sedang disusun,

tapi lebih penting lagi bahwa sumber-sumber itu adalah sumber yang autentik.

Dengan begitu kritik sejarah jejak-jejak sejarah itu kemudian dapat diwujudkan

sebagai fakta sejarah, yaitu sesudah jejak-jejak itu lolos dari pengujian kritis.

Fakta Sejarah adalah keterangan atau kesimpulan yang kita peroleh dari jejak-

jejak sejarah setelah disaring atau diuji kebenarannya melalui kritik sejarah.

Page 6: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

BAB II

HUBUNGAN SEJARAH LOKAL DAN SEJARAH NASIONAL

2.1. Dimensi Makro dan Mikro dalam Sejarah

Dalam studi sejarah, salah satu masalah yang dihadapi sejarawan ialah

penentuan kesatuan kerangka peristiwa yang menjadi pusat perhatiannya dalam

melihat proses persambungan peristiwa-peristiwa. Dalam hubungan ini dikenal

istilah unit-unit sejarah. Sejarawan perlu menentukan batas-batas yang akan

memungkinkan mereka membatasi ruang lingkup kegiatannya. Misalnya

membedakan antara yang disebut kejadian historis dengan kejadian non-historis.

Cara yang lain yang juga bisa dijadikan dasar kategorisasi peristiwa

sejarah, yaitu melihat peristiwa-peristiwa itu dalam rangka apa yang disebut

sebagai “unit sejarah”. Yang penting dalam kategorisasi peristiwa sejarah adalah

adanya kerangka kesatuan yang di dalamnya mengandung pola-pola dari fakta-

fakta yang berada dalam satu kerangka tersebut, di dalamnya juga mengandung

aspek kesatuan temporal serta kesatuan spatial dari rangkaian peristiwanya.

Dengan demikian, unit-unit historis itu terwujud dari berbagai kategori yang

menyebabkan adanya variasi lingkup sejarah.

Sejarawan Inggris, A.J Toynbee meskipun mengakui adanya unit historis

yang merupakan kesatuan negara dan bangsa, tapi lebih cenderung pada unit

historis makro. Sebaliknya kelompok sejarawan praktis lebih melihat kesatuan

lapangan studi sejarah yang bisa dipahami itu berada pada lingkungan sejarah

mikro.

2.2. Kedudukan Sejarah Lokal dalam Sejarah Nasional

Sejarah lokal menjadi semakin kurang terlokasikan. Sejarah lokal bersifat

melebar, horizonnya semakin mengembang menuju ke arah perbandingan-

perbandingan yang meluas, demikian pula dasar-dasar acuannya. Bidang

Page 7: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

perhatiannya makin mengarah ke lingkup regional dan antar regional. Menurut

Jordan, lokalitas itu tidak bisa dipisahkan dari lingkungan yang lebih besar karena

yang kecil hakekatnya adalah bagian dari yang lebih besar.

Menurut Sartono Kartodirdjo, peristiwa-peristiwa sejarah yang bersifat

lokal, sebenarnya hanya bisa dimengerti dengan baik apabila dihubungkan denagn

dimensi sejarah nasioanal. Contoh sistem pajak, sewa tanah, dan birokrasi modern

yang membawa fenomena baru dalam kehidupan masyarakat pedesaan. Dapat

disimpulkan bahwa dalam sejarah nasional tekanan terutama diberikan pada

gambaran yang lebih meluas serta menyeluruh dari suatu lingkungan bangsa

dengan tidak terlalu memperhatikan detail-detail peristiwa lokal. Sedangkan

dalam sejarah lokal yang mendapat perhatian utama justru peristiwa-peristiwa di

lingkungan sekitar suatu lokalitas sebagai suatu kebulatan, dan menempatkan

sejarah nasional sebagai latar belakang dari peristiwa-peristiwa khusus di lokalitas

tersebut.

Page 8: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

BAB III

TIPE-TIPE SEJARAH LOKAL

3.1. Sejarah Lokal Tradisional.

Yang dimaksud dengan Sejarah Lokal Tradisional adalah hasil

penyusunan Sejarah dari berbagai kelompok etnik yang tersebar diseluruh

Indonesia yang sudah bersifat tertulis dan merupakan yang pertama muncul di

Indonesia. Sifat lokalitasnya mudah dimengerti karena belum berkembangnya

kesadaran akan kesatuan antar etnik, seperti sesudah kabangkitan nasional pada

permulaan abad ke-20.

Kelompok-kelompok etnik ini biasanya membuat lukisan tentang asal-usul

peristiwa-peristiwa yang telah dialami oleh kelompoknya diwaktu yang lampau

yang berawal dari Lisan yang diturunkan secara turun-temurun namun sesudah

adanya tulisan diabadikan dalam bentuk tulisan masih ada yang dalam bentuk

lisan. Di Indonesia sejarah tradisional dikenal dengan : babad, hikayat, tambo,

lontara, dsb.

3.2. Sejarah Lokal Diletantis.

Karakteristik yang menonjol dalam Sejarah Lokal Diletantis adalah tujuan

penyusunannya yaitu untuk memenuhi rasa estetis individual melalui lukisan

peristiwa masa lampau. Jika Serah lokal tradisional lebih mementingkan

kelompok disini lebih mementingkan Individu atau keinginan pribadi. Untuk

mencapai tujuannya biasanya mereka tertarik menulis sejarah Lingkungannya

sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber yang sudah dikenalnya dengan

baik.

Biasanya mengembangkan diri sebagai sejarawan diletantis adalah mereka

itu termasuk kalangan terdidik (tradisional maupun modern) dilingkunag

masyarakatnya karena mempunyai pandangan yang lebih luas, bisa membaca

sumber-sumber sejarah dokumen dan mampu melukiskan degan baik lukisan

sejarah yang disusunnya. Biasanya yang dihasilkan adalah naratif kronologis

dengan sedikit banyak bumbu emosional yang mencerminkan kecintaannya akan

lingkungannya.

Page 9: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

3.3. Sejarah Lokal Edukatif Inspiratif

Sejarah lokal edukatif Inspiratif adalah jenis sejarah lokal yang disusun

dalam rangka mengembangkan kecintaan Sejarah Lingkunagnnya, yang menjadi

pangkal bagi timbulnya kesadaran (kesadaran lingkungan dalam rangka kesadaran

sejaran nasional). Menyusun sejarah Lokal seperti kata Edikatif dan Inspiratif,

yang sering diangap merupakan aspek penting dalam mempelajari sejarah.

Menyadari guna edukatif dari sejarah sebagai makna gambaran peristiwa masa

lampau yang penuh arti. Sedangkan kata inspiratif mengandung makna yang

hampir sama dengan edukatifr hanya disini yang lebih ditekankan adalah “daya

gugah” yang ditimbulkan oleh usaha mempelajari sejarah itu. Jadi kedua kata itu

menunjukan semangat yang bisa dikembangkan dalam sejarah.

Biasanya Lembaga pendidikan atau badan pemerintah daerah yang

menggunakan Tipe ini sebagai upaya pembangunan, khususnya pembangunan

mental masyarakat dan pembanguna fisik karena apabila mental berhasil

memudahkan bagi pemerintah setempat untuk memotifasi masyarakat untuk

berpartisifasi dalam pembangunan fisik. Biasanaya dilakukan oleh para sejarawam

non-profesional seperti guru-guru, khususnya guru Sejarah.

3.4. Sejarah Lokal Kolonial.

Sejarah lokal Kolonial merupakan kategori dalam tipologi sejarah lokal,

terutama karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik jenis sejarah Lokal ini

adalah sebagian besar penyusunannya adalah pejabat-pejabat pemeerintah

kolonial seperti Residen, asisten Residen, Kontrolir atau pejabat-pejabat pribumi

pejabat Hindia Belanda. Tulisan sejarah Lokal kolonial adalah tulisan-tulisan dari

pejabat-pejabat kolonial di daerah-daerah. Laporanya berupa memori serah

jabatan, atau laporan khusus kepada pemerintah pusan Batavia tentang

perkembangan khusus di daerah kekuasaan pejabat yang bersangkutan.

3.5. Sejarah Lokal Kritis Analitis

Karakteristik yang paling mudah dilihat adalah sifat uraian atau

pembahasan masalahnya menggunakan pendekatan Metodologis sejarah yang

bersifat ketat. Mulai dari pemilihan obyek studi, langkah-langkah atau proses

Page 10: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

kerja samapai kepada penulisan laporan. Pelaksanaan penelitiannya umumnya

ditangani oleh sejarawan Profesional. Profesionalisme ini ditentukan oleh latar

belakang pendidikan formal ke sejaranya dan keterampilan dilapangan yang

dikembangkan. Hal kedua yang ditekankan adalah pendidikan formal kesejateraan

dan jaminan bagi pencapaian hasil yang diharapkan.

Ada empat corak penulisan dalam sejarah lokal kritis analitis yaitu :

- Studi, difokuskan pada satu peristiwa tertentu (studi peristiwa khusus

atau yang disebut”evenemental”.

- Studi yang lebih menekankan pada struktur

- Studi, mengambil perkembangan aspek tertentu dalam kurun waktu

tertentu (studi tematis dari masa ke masa).

- Studi sejarah umum, yang menguraikan perkembangan daerah tertentu

(profinsi, kota, kabupaten) dari masa ke masa.

Page 11: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

BAB IV

SEJARAH LOKAL DAN TRADISI LISAN

4.1. Cerita Sejarah sebagai Bagian Kebudayaan Suatu Masyarakat

Tradisi penyusunan sejarah tidak bisa dilepaskan dari budaya suatu

masyarakat. Usaha dan cara-cara memahami serta menjelaskan realitas

lingkungan itu tentu saja sesuai dengan situasi alam pikiran masyarakat disuatu

jaman tertentu. Cara menjelaskan realitas seperti ini memang kemudian

menghasilkan apa yang disebut sebagai mite, legenda atau dongeng.

Tradisi lisan sebagai alat yang berfungsi untuk usaha merekam, menyusun

dan menyimpan pengetahuan demi pengajaran dan pewarisan dari suatu generasi

ke generasi berikutnya.

4.2. Tradisi Lisan dan Beberapa Aspeknya

Menurut Vansina, unsur yang penting dalam tradisi lisan adalah pesan-

pesan verbal yang berupa pernyataan-pernyataan yang pernah dibuat di masa

lampau oleh generasi yang hidup sebelum generasi sekarang ini. Vasina juga

menjelaskan bahwa tradisi lisan dibedakan menjadi beberapa jenis, yang pertama

berupa petuah-petuah yang sebenarnya merupakan rumusan kalimat yang

dianggap punya arti khusus bagi kelompok, yang biasanya disitat berulang-ulang

untuk menegaskan satu pandangan kelompok yang diharapkan jadi pegangan bagi

generasi-generasi berikutnya.

Kedua tradisi lisan adalah kisah tentang kejadian-kejadian disekitar

kehidupan kelompok, baik sebagai kisah perorangan atau sebagai kisah kelompok.

Cara penyampaian fakta memang seperti penyampaian gosip, penuh dengan

tambahan-tambahan menurut selera penuturnya.

Bentuk tradisi lisan yang ketiga sering disebut ceritera kepahlawanan,

yang berisi bermacam-macam tindakan-tindakan kepahlawanan yang

mengagumkan bagi kelompok pemiliknya yang biasanya berpusat pada tokoh-

Page 12: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

tokoh tertentu dari kelompok itu. Bentuk tradisi lisan yang terakhir adalah bentuk

cerita dongeng yang umumnya bersifat fiksi belaka.

4.3. Peranan Tradisi Lisan dalam Penulisan Sejarah Lokal

Ada keterbatasan-keterbatasan untuk menggunakan tradisi lisan sebagai

sumber sejarah, keterbatasan yang pertama sifat anakronisme dari urutan

peristiwanya, yaitu tidak diperhatikannya urut-urutan waktu terjadinya peristiwa

secara benar. Keterbatasan lain dari tradisi lisan ialah adanya unsur subjektivitas

yang lebih besar bila dibandingkan dengan sumber tertulis. Yang juga menjadi

masalah dalam tradisi lisan ialah penerapan konsep kausalitas dalam uraian

ceritanya.

Selain mempunyai keterbatasan-keterbatsan, tadisi lisan juga memiliki

beberapa hal positif yang dimiliki tradisi lisan sebagai sumber sejarah. Pertama

tradisi lisan sebenarnya memuat informasi yang sangat luas tentang kehidupan

suatu komunitas dengan berbagai aspek. Yang juga menjadi keistimewaan tradisi

lisan ialah sifatnya sebagai informasi dari dalam (internal information). Maka dari

itu tradisi lisan bagaimanapun juga punya arti penting dalam usaha

merekonstruksi masa lampau suatu masyarakat atau komunitas tertentu.

Page 13: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

BAB V

SEJARAH LOKAL

DAN HISTIOGRAFIS TRADISIONAL

Karateristik historiografi tradisional ada usaha untuk memperbandingkan

dengan historiografi modern. Misalnya, apabila sumber sejarah modern

mengandung gambaran peristiwa yang faktual (adanya fakta), sedangkan sumber

sejarah tradisional tersebut cinderung mengabaikan unsur-unsur fakta karena

dipengaruhi atau dikaburkan oleh sistem kepercayaan yang dimiliki oleh

masyarakatnya. hal yang dianggap berpengaruh terhadap karya-karya sastra

sejarah ialah kepercayaan tentang kekuatan “sekti” (sakti), pangkal berbagai

peristiwa, yang menyangkut kehidupan manusia.

Karateristik historiografi tradisional adalah kepercayaan terhadap kekuatan

magis atau sihir yang dilakukan tokoh-tokoh tertentu. Perbuatan-perbuatan magis

dihubungkan dengan tokoh-tokoh raja atau penguasa yang menjadi pusat

perhatian gambaran historiografi traisional. dimaksudkan untuk mengagung-

agungkan tokoh sentral mayarakat tradisional tersebut, sekaligus sebagi dasar bagi

usaha memberikan legitimasi bagi kedudukan raja.

J.L.A Brandes menganggap adanya usaha untuk menyambungkan

gambaran fiksi dari jaman lampau yang mistis dengan gambaran peristiwa nyata

yang terjadi kemudian. Husein Djajadiningrat menyimpulkan bahwa naskah-

naskah seperti babad sedikit banyak uraian sejarah (mengandung unsur sejarah)

yang mengalami proses penulisan kembali yang didasarkan pada rumus-rumus

tertentu. terbatasnya pengetahuan ahli-ahli sejarah tentang bahasa-bahasa dan

satra asia, terutama masalah metodologi dan sumber-sumber sejarah.

Ricklef beranggapan bahwa dokumen pribumi memerlukan analisis kritis

yang sama dengan dokumen barat. Soewito Santoso dengan tegas menyatakan

Page 14: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

bahwa jelaslah bagi kita sekarang bahwa sumber-sumber sejarah kita sendiri

tidaklah boleh dikesampingkan dalam telaah sejarah nasional kita. naskah seperti

babad mempunyai nilai sejarah, pihak-pihak yang mau menggunakan sebagai

sumber sejarah harus memiliki pengetahuan serta ketrampilan yang memadai

dalam memetik isinya.

Page 15: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

BAB VI

SEJARAH LOKAL DAN BEBERAPA

SUBDISIPLIN SEJARAH

Penulisan sejarah di Indonesia bermula dari apa yang disebut historiografi

tradisional dengan ciri-ciri khusus. Perkembangan makin terspesialisasikannya

studi sejarah tersebut ke arah bidang-bidang (tema-tema) yang sangat khusus. Ada

dua kecenderungan utama yang mempengaruhi perkembangan tersebut. Pertama,

hal ini dihubungkan dengan karakteristik dari studi bangsa Barat tentang Asia,

terutama sesuadah Perang Dunia II. Para sejarawan cenderung tertarik dengan

perkembangan sejarah yang lebih kontemporer dari pada sejarah klasik. Dan ikut

membawa pergeseran kea rah pendekatan ini ialah perdebatan di kalangan ahli-

ahli linguistic dan sastra yang menyangkut kritik “strukturalis”. Sebagai kontras

dari suasana kehidupan pedesaan, ialah suasana kota yang juga merupakan studi

sejarah yang lebih mengkhususkan diri dengan sejarah perkotaan.

Untuk membuat rumusan yang tegas tentang apa yang dimaksud sejarah

sosial memang masih sulit. namun yang paling sederhana adalah pendapat dari J.J

Hecht yang merumuskan bahwa sejarah sosial idealnya sebagai “studi tentang

struktur dan proses tindakan serta tindakan timbal balik manusia sebagaimana

telah terjadi dalam konteks sosio-kultural dalam masa lampau yang tercatat”.

Penjelasan Hecht dikaitkan dengan penegasan Taufik Abdullah tentang sejarah

sosial. Abdullah mengemukakan lima hal yang menjadi cakupan dari studi sejarah

sosial secara keseluruhan. Pertama, aspek lingkungan alamiah masyarakat yang

diteliti. Kedua, aspek cara bagaimana masyarakat mengatur dan menyususn

dirinya yang berkaitan dengan masalah struktur sosial. Ketiga, aspek cara

berfungsinya struktur tersebut yang menyangkut sumber daya alam dan manusia

yang memungkinkan masyarakat juga berfungsi. Keempat, aspek masalah sosial

dan usaha untuk mengatasinya. Kelima, aspek adapatasi kultural, yaitu bagaimana

Page 16: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

masalah sosial itu diselesaikan atau ditunda yang semuanya menyangkut unsur

nilai dalam masyarakat tersebut.

Sejarah pedesaan adalah sejarah yang khusus meneliti tentang desa atau

pedesaan, walaupun sebenarnya sejarah pedesaan tidak bisa lepas dari konteks

lingkungan yang luas di luarnya (sejarah sosial), yakni lingkungan pedesaan

dengan berbagai permaslaahannya. Kuntowijoyo mengemukakan 5 permasalahan

masyarakat desa yang perlu diperhatikan.

Pertama, masalah lingkungan ekologis desa serta segala unsur-unsur

prasarana desa. Kedua, menyangkut satuan sosial, seperti keluarga, kelas sosial,

kelompok agama dan budaya, serta kelompok etnik. Ketiga, masalah organisasi-

organisasi sosial, seperi lembaga pemerintahan desa, lembaga ekonomi, lembaga

sosial, dll. Keempat, hubungan sosial di lingkungan masyarakat desa yang

menyangkut masalah stratifikasi, integrasi, konflik, mobilitas sosial, dsb. Kelima,

masalah psikis kultural yang menyangkut adaptasi kultural yang dilaksanakan

pleh para penduduk desa, yang diakibatkan oleh pengaruh dari luar.

Cara terbaik untuk memberikan gambaran nyata dari rumusan pengertian

sejarah kota adalah dengan mengemukakan bidang-bidang kajian yang biasanya

menjadi pusat perhatian sejarawan kota. Bidang kajian tersebut antara lain: faktor

sosio-kultural, faktor perdagangan, faktor jaringan komunikasi, masalah

urbanisasi, dll.

Pada dasarnya, sejarah ekonomi mempelajari maslaah perkembangan

ekonomi yang mencakup pertumbuhan dan kemandegan atau kemunduran

ekonomi suatu masyarakat.setiap anggota masyarakat, baik yang tinggal di kota

maupun di desa, akan terkait dengan gejala perkembangan ekonomi serta masalah

kesejahteraan ekonomisnya, sehingga ketiga obyek kajian tersebut tidak dapat

dipisahkan. Sejarah ekonomipun dapat dibedakan menjadi sejarah ekonomi murni

dan sejarah ekonomi terapan. Menurut Thee Kian Wie, sejarah ekonomi murni

kurang memperhatikan implikasi hasil studi itu di masa kini, sedang yang terapan

justru berusaha mengambil pelajaran dari apa yang telah terjadi di masa lampau

untuk masa kini, bahkan untuk prediksi di masa depan. Menurut Mathias, sejarah

Page 17: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

ekonomi lebih masuk akal dikembangkan dalam rangka studi sejarah mikro atau

sejarah lokal.

Keterbatasan kemampuan kita dalam mengamati secara langsung

peristiwa–peristiwa tersebut dapat kita ketahui masa lampau tersebut dengan

bantuan jejak–jejak yang ditinggalkan yang biasa disebut sebagai sumber sejarah.

Burston membedakan antara cara memandang masa lampau secara praktis dan

historis. Makna edukatif dari sejarah itu, yaitu usaha memproyeksikan masa

lampau itu ke masa kini, sebab dalam kemasakinian lah masa lampau itu bisa

menjadi masa lampau yang bermakna. Salah satu sifat studi sejarah ialah sifat

unik,karena dari peristiwa sejarah hanya terjadi sekali dan tidak bisa diulangi lagi.

Pengertian pendidikan ada dua unsur pokok,yakni proses sosialisasi dan

enkulturasi. Ini berupa proses pewarisan dan penurunan nilai–nilai sosial kultural

pada individu sebagai anggota–anggota atau kelompok. Proses tersebut

diharapkan akan mengembangkan manusia yang berkepribadian yang sadar akan

kewajibannya untuk mengembangkan diri maupun bangsanya ataupun

lingkungannya agar terbinanya hubungan harmonis antara manusia, alam dan

Tuhan YME.

Page 18: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

BAGIAN KEDUA

SEJARAH LOKAL DAN PENGAJARAN SEJARAH

Pembaharuan suatu pengajaran sejarah tentu bukanlah sekedar mengganti

strategi serta metode mengajarnya. Pembaharuan bukan sekedar memberikan

lebih banyak waktu, namun kelengkapan media pengajaran sejarah juga harus

diamati. benar–benar disadari dan ditekankan perbedaan anstara pengertian

menghayati atau menghargai nilai–nilai masa lalu dengan sasaran proses

pendidikan yang jelas harus berorientasi ke masa yang akan datang.

Menurut Conny Semiawan,dkk. Pertama,yakni motivasi pembangkitan

daya. Kedua, prinsip latar atau konteks yakni menggunakan pengetahuan atau

pengalaman lingkungan dalam pelajaran barunya. Ketiga, prinsip keterarahan

pada titik pusat dengan merumuskan batasan–batasan masalah yang akan

dipecahkan. Keempat, sosialisasi yang menekankan kerjasama antar rekannya

dalam kegiatan penemuan. Kelima, prinsip belajar sambil menekankan aktivitas

intelektual dan fisik terhadap penghargaan arti kerja. Keenam, prinsip perbedaan

yakni guru memperhatikan perbedaan masing–masing anak. Ketujuh, prinsip

menemukan yakni anak tidak hanya menerima informasi akan tetapi mereka

didorong untuk mencari dan menemukan sendiri informasi serta konsep tersebut.

Kedelapan, prinsip pemecahan masalah yakni kepekaan anak akan memecahkan

masalah–masalah itu.

Page 19: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

BAB VII

ILMU SEJARAH DAN PENGAJARAN SEJARAH

7.1. Sifat-sifat Studi Sejarah

Apabila kita berbicara soal sejarah, kita terutama berfikir tentang

peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Akan tetapi

hendaknya perlu disadari bahwa tidak seluruh peristiwa masa lampau manusia

mampu digarap oleh sejarawan. Umumnya hanyalah peristiwa yang bersifat

istimewa, yakni yang ikut menentukan jalannya sejarah, menjadi perhatian

sejarawan. Selain itu perlu usaha lebuh lanjut dari sejarawan untuk

mengumpulkan sebanyak mungkin sumber sejarah kemudian diseleksi dan diuji

kebenarannya dengan cara tertentu yang sering disebut kritik sejarah. Salah satu

kekhususan dari sifat studi sejarah ialah sifat unik dari peristiwa sejarah karena

peristiwa sejarah terjadi hanya sekali dan tidak bisa diulang lagi.

7.2. Mengapa Perlu Mengajarkan Sejarah

Sejarah dalam salah satu fungsi utamanya adalah mengabadikan

pengalaman masyarakat diwaktu lampau, yang sewaktu-waktu bisa menjadi bahan

pertimbangan bagi masyarakat itu dalam memecahkan problem-problem yang

dihadapinya. Melalui sejarahlah nilai-nilai masa lampau dapat dipetik dan

dimanfaatkan untuk menghadapi masa kini. Tanpa masa lampau orang tidak akan

mampu membangun ide-ide tentang konsekuensi dari apa yang dia lakukan.

7.3. Masalah Pembaharuan Pengajaran Sejarah

Praktek pengajaran sejarah yang selama ini berlangsung masih dianggap

sebagai pelajaran hafalan yang didominasi oleh situasi. Kita sering menyaksikan

adanya usaha pembaharuan yang cenderung kurang memperhitungkan berbagai

aspek dari tujuan suatu pembaharuan. Dengan demikian, maka dalam usaha

mencari alternatif-alternatif dalam pembaharuan pengajaran sejarah perlu

diperhatikan beberapa prinsip dasar seperti:

Page 20: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

1. Perlunya menekankan sasaran proses belajar yang berorientasi ke arah tujuan

masa depan dalam mempelajari masa lampau.

2. Perlunya ditekankan pendekatan ketrampilan proses dalam kegiatan belajar

menagajar sejarah.

3. Perlunya mengembangkan suasana belajar yang lebih banyak melibatkan

murid dalam belajar sejarah.

7.4. Pendekatan Baru dalam Pengajaran Sejarah

Hal yang perlu diusahakan oleh guru melalui pengajaran sejarah ialah agar

siswa secara dinamis mengamati pengalaman masa lampau dari generasi

terdahulu, menemukan konsep-konsep atau ide-ide dasar dalam peristiwa masa

lampau yang nantinya diharapkan bisa membekali dirinya dalam menilai

perkembangan masa kini dan waktu yang akan datang. Salah satu perspektif yang

perlu dipertimbangkan dalampembaharuan pengajaran sejarah ialah

pengembangan pengajaran sejarah dengan memanfaatkan studi sejarah lokal.

Page 21: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

BAB VIII

SEJARAH LOKAL SEBAGAI SUATU PERSPEKTIF DALAM

PENGAJARAN SEJARAH

8.1. Pengajaran Sejarah Lokal

8.1.1. Kelebihan dan Kelemahan Pengajaran Sejarah Lokal

Kelebihan pengajaran sejarah lokal dapat diartikan sebagai usaha

mengidentifikasi unsur-unsur yang bisa mengurangi kelemahan-kelemahan yang

umum dijumpai dalam pengajaran sejarah. Terdapat beberapa aspek positif dalam

pengajaran sejarah lokal, antara lain

1. Punya kemampuan untuk membawa murid pada situasi riil di

lingkungannya.

2. Lebih mudah membawa siswa pada usaha memproyeksikan pengalaman

masa lampau masyarakatnya dengan situasi masa kini, bahkan juga pada

arah masa depannya.

3. Mendukung prinsip pengembangan kemampuan murid untuk berfikir

aktif kreatif serta struktural konseptual.

4. Mendorong murid agar lebih peka lingkungan

Selain mempunyai kelebihan, pada pengajaran sejarah lokal juga terdapat

kendala-kendala yang mungkin dihadapi, antara lain:

1. Kesulitan yang pertama ialah pengajaran sejarah lokal menghadapkan

murid maupun guru dengan sumber-sumber sejarah. Tentu bukan hal yang

mudah mengingat kegiatan seperti itu memerlukan pengetahuan serta

ketrampilan yang biasanya hanya dimiliki oleh sejarawan profesional.

2. Kedua ialah bagaimana cara memadukan tuntutan pengajaran sejarah lokal

dengan tuntutan penyelesaian target materi yang telah tertulis dalam

kurikulum.

Page 22: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

3. Pelaksanaan pengajaran sejarah lokal menuntut pengorganisasian kegiatan

murid yang cukup rapi, mulai dari penentuan topik persiapan serta

pelaksanaan kegiatan dilapangan, sampai pada penyusunan laporan hasil

kegiatan.

8.1.2. Pengintegrasian Sejarah Lokal dalam Kurikulum

Douch mengemukakan tiga bentuk dalam pengaplikasian sejarah lokal

dalam pengajaran sejarah. Pertama, guru sejarah mengambil contoh dari kejadian

lokal untuk memberi ilustrasi dari uraian sejarah nasional maupun sejarah dunia

yang sedang diajarkan. Kedua yaitu dalam bentuk kegiatan penjelajahan

lingkungan. Ketiga adalah berupa studi khusus tentang berbagai aspek

kesejarahan di lingkungan murid.

8.1.3. Pengorganisasian Kegiatan Pengajaran Sejarah lokal

Pengorgganisasian proses belajar sejarah lokal pada dasarnya bisa dibagi

menjadi tiga aspek. Pertama menyangkut masalah perencanaan serta persiapan

kegiatan, kedua menyangkut masalah pelaksannan kegiatan, dan yang ketiga

kegiatan tindak lanjut.

8.2. Beberapa Contoh Pengajaran Sejarah Lokal

Prinsip-prinsip yang mendasari pengembangan sejarah lokal:

1. Pengajaran sejarah lokal bersifat komplementer dengan pengajaran

sejarah disekolah, sehingga topik yang dikembangkan tidak sesuai dengan

pokok bahasan yang sudah ditentukan dalam silabus.

2. Pengajaran sejarah lokal mengambil banyak waktu, jadi dilakukan hanya

sekali dalam satu semester.

3. Kreativitas murid sangat ditekankan, tetapi harus ada pengawasan dari

guru.

4. Sasaran kegiatan dalam pengajaran sejarah lokal harus ditegaskan.

5. Pengorganisasian serta disiplin perlu ditekankan.

6. Perlu adanya kegiatan tindak lanjut.

7. Topik yang dipilih fokus pada satu masalah.

Page 23: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

8.2.1. Menyusun Sejarah Keluarga

Sejarah keluarga dapat menjadi kegiatan sejarah lokal untuk menelusuri

asal-usul keluarga, mengetahui perkembangan strukturnya dan fungsinya sebagai

suatu lembaga masyarakat.

8.2.2. Mengamati Pola Menetap Penduduk

Yang menarik untuk diamati murid adalah aspek ciri-ciri fisik satu

lingkungan pemukiman dan aspek hubungan penduduk dengan lingkungan

ditempat pemukiman tersebut.

8.2.3. Mengamati Perkembangan Penduduk dalam Perspektif Sejarah

Aspek-aspek yang menrik dari kehidupan penduduk yaitu menyangkut

masalah mobilitas penduuduk serta sensus penduduk yang memang sangat

berkaitan denga tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah tertentu.

8.2.4. Mengamati Monumen Bersejarah Setempat

Dengan menelusuri latar belakang sejarah dari suatu monumen.

8.2.5. Mengamati Perkembangan atau Perubahan Sosial

Dengan menelusuri secara sederhana aspek-aspek dinamisnya yang

menyangkut perkembangan atau perubahan yang dialami suatu kelompok

masyarakat.

8.2.6. Mengamati Perkembangan Kehidupan Ekonomi Masyarakat

Murid diajak mengamati lingkungan kehidupan ekonomi di

lingkungannya.

8.2.7. Mengamati Masuknya Teknologi Baru ke Desa

Murid diajak mengamati perubahan-perubahan yang terjadi disekitar

tempat tinggalnya sebagai akibat dari masuknya teknologi modern.

8.2.8. Mengamati Pemerintahan Desa-Dahulu dan Sekarang

Page 24: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

Dengan membuat perbandingan antara apa yang disaksikan oleh murid

sekarang dengan apa yang mungkin dilihat oleh era kakek dan nenek murid pada

masa lampau.

Page 25: Resume Buku Sejarah Lokal I Gde Widja

BAB IX

PENUTUP

Dua hal pokok yang menjadi dasar timbulnya keraguan-raguan akan posisi dari pelajaran sejarah di sekolah yaitu, yang pertama adalah keuntungan yang bisa ditawarkan sejarah sebagai mata pelajaran. Yang kedua sejarah sulit diajarkan di sekolah karena memerlukan tingkat kemampuan intelektual yang matang untuk mampu menyerap konsep-konsep sejarah yang abstrak, sejarah juga menuntut kemampuan mengertikan serta menilai bukti-bukti sejarah. Perlu disadari terutama oleh guru-guru sejarah hambatan mental yang harus dihadapi murid dalam menangkap konsep waktu, terutama bagi para anak-anak pra-adolesensia. Tetapi hambatan tersebut dapat diatasi dengan pendekatan metodologis pedagogis yang memadai. Sehingga tugas utama kita sebelum mengajarkan sejarah pada anak-anak ialah menemukan cara-cara menyambungkan celah antara dunia anak-anak dengan dunia orang dewasa yang digambarkan dalam sejarah.

Bertolak dari pikiran bahwa kualitas pelajaran sejarah akan ikut menentukan keberhasilan kita menumbuhkan tanggung jawab di kalangan generasi muda, dan bertolak pula pada pikiran bahwa mutu pelajaran sejarah adalah tanggung jawab seluruh masyarakat, maka perlu dipikirkan usaha-usaha untuk mendorong berkembangnya kelompok pecinta sejarah di lingkungan masyarakat kita. Kelompok semacam ini akan berperan dalam menggugah tumbuhnya kesadaran sejarah di kalangan generasi muda khususnya melalui berbagai aktivitas kesejahteraan yang dilaksanakan seacara spontan.