responsi tonsilofaringitis kronisxxx

37
BAB I PENDAHULUAN Masalah kesehatan bidang Otorhinolaringology atau ilmu kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorokan (THT) pada tonsil dan faring merupakan penyakit yang umumnya paling sering ditemukan pada masyarakat. Odinofagia atau nyeri tenggorok merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan apabila terdapat kelainan atau peradangan di daerah nasofaring, orofaling dan hipofaring. Keluhan seperti odinofagia dan batuk sebagai salah satu tanda adanya infeksi saluran pernafasan atas merupakan keluhan terbanyak pada pasien yang datang ke rumah sakit, khususnya anak anak. Keluhan seperti infeksi saluran pernafasan atas dan nyeri tenggorokan dapat disebabkan oleh adanya kelainan pada tonsil atau faring. Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3 jenis tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine dan tonsil lingual yang membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Peran imunitas dari tonsil adalah sebagai pertahanan primer untuk menginduksi sekresi bahan imun dan mengatur produksi dari immunoglobulin sekretoris. Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan pathogen yang menyebabkan timbulnya respon imun yang tidak jarang menyebabkan hipertropi tonsil atau tonsillitis. 1

Upload: devie-pratana-riandika

Post on 26-Dec-2015

68 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hgjgjhjhj

TRANSCRIPT

Page 1: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah kesehatan bidang Otorhinolaringology atau ilmu kesehatan Telinga-Hidung-

Tenggorokan (THT) pada tonsil dan faring merupakan penyakit yang umumnya paling sering

ditemukan pada masyarakat. Odinofagia atau nyeri tenggorok merupakan gejala yang paling

sering dikeluhkan apabila terdapat kelainan atau peradangan di daerah nasofaring, orofaling

dan hipofaring. Keluhan seperti odinofagia dan batuk sebagai salah satu tanda adanya infeksi

saluran pernafasan atas merupakan keluhan terbanyak pada pasien yang datang ke rumah

sakit, khususnya anak anak.

Keluhan seperti infeksi saluran pernafasan atas dan nyeri tenggorokan dapat

disebabkan oleh adanya kelainan pada tonsil atau faring. Tonsil adalah massa yang terdiri

dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3

jenis tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine dan tonsil lingual yang

membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Peran imunitas dari tonsil adalah

sebagai pertahanan primer untuk menginduksi sekresi bahan imun dan mengatur produksi

dari immunoglobulin sekretoris.

Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan pathogen yang

menyebabkan timbulnya respon imun yang tidak jarang menyebabkan hipertropi tonsil atau

tonsillitis. Pengaruh rangsangan bakteri yang terus menerus terhadap tonsil pada tonsilitis

kronik menyebabkan sistem imunitas lokal tertekan karena menurunnya respon imunologis

limfosit tonsil dan perubahan epitel akan mengurangi reseptor antigen. Hal ini menyebabkan

terjadinya kegagalan fungsi tonsil sebagai gatekeeper dan respon imunologi tonsil terhadap

antigen.

Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang

tidak mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu

pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan

dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4 bulan. Seringnya serangan

merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal.

Faring merupakan suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang

besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak dan

1

Page 2: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

menyambung di esophagus setinggi vertebra servikal ke 6. Faring memiliki beberapa fungsi

penting terutama fungsi respirasi, fungsi saat menelan, resonansi suara dan untuk artikulasi.

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-

60%), bakteri (5-40%), alergi, taruma, dan toksin. Faringitis pada anak yang disebabkan

oleh virus, biasanya hanya memerlukan terapi suportif saja. Sedangkan faringitis yang

disebabkan oleh bakteri patogen seperti Sterptokokus Beta Hemolitik Grup A, memerlukan

pengobatan dengan antibiotik.

Faringitis dan tonsilitis sering ditemukan bersamaan yang dikenal dengan sebutan

tonsilofaringitis. Tonsilofaringitis adalah radang orofaring mengenai dinding posterior yang

disertai inflamasi tonsil. Tonsilofaringitis kronis merupakan peradangan yang berulang pada

tonsil dan faring yang memiliki faktor predisposisi antara lain rangsangan kronis rokok,

makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pasien yang biasa bernapas melalui mulut

karena hidungnya tersumbat, pengaruh cuaca dan pengobatan tonsilofaringitis sebelumnya

yang tidak adekuat.

2

Page 3: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tonsil dan Faring

1. Tonsil

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di

bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel

permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsul jaringan ikat serta kriptus

di dalamnya. Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi sebagai berikut :

a. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.

b. Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus

glossopalatinus dan arcus glossopharingicus.

c. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.

d. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba

auditiva.

e. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.

Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla

pharingica dan tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran

nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan

jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfoid

pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan

lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas), dan

sebagai surveilens imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah faring terjadi

tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar, sehingga

terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian kesempatan kontak

berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun cincin

Waldeyer itu semakin besar.

Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam pembentukan

imunitas lokal dan sebagai pertahanan imunitas tubuh manusia. Sel limfosit B berproliferasi

di “Germinal Center”. Imunoglobulin (Ig G, A, M, D), komponen komplemen, interferon,

3

Page 4: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

lisosim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsillar. Infeksi bakterial kronis pada tonsil

akan menyebabkan terjadinya antibodi lokal, perubahan rasio sel B dan sel T.

Antigen akan masuk melalui Tubulo vesicular sistem dalam sel M, kemudian antigen

tersebut ditangkap oleh sel APC (antigen presenting cells), makrofag dan sel dendrit.

Bersamaan dengan ini makrofag melepaskan mediator berupa limfokin, interleukin-1 (IL-l)

untuk mengaktifkan sel T. Kemudian sel T melepaskan interleukin-2 (IL-2) yang akan

merangsang limfosit B berdifrensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma pada awalnya akan

membentuk imunoglobulin M kemudian diikuti pembentukan imunoglobulin A dan IgG.

Sebagian dari limfosit B menjadi sel memori dan Imunoglobulin A secara pasif akan

berdifusi ke lumen.

Tonsil disuplai oleh ascending pharyngeal, ascending palatine, dan cabang-cabang

dari arteri lingual dan fasial, semua cabang-cabang arteri karotis eksterna. Arteri karotis

interna berada pada kira-kira 2 cm posterolateral dari aspek dalam tonsil; dengan demikian

diperlukan ketelitian agar tetap berada pada bidang pembedahan/pemotongan yang tepat

untuk menghindari luka pada lokasi pembuluh darah. Aliran utama limfa dari tonsil menuju

superior deep cervical and jugular lymph nodes; Penyakit peradangan pada tonsil

merupakan faktor signifikan dalam perkembangan adenitis atau abses servikal pada anak.

Inervasi sensoris tonsil berasal dari n. glosofaringeal dan beberapa cabang-cabang n.

palatina melalui ganglion sphenopalatina.

2. Faring

Faring merupakan suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang

besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak dan

menyambung di esophagus setinggi vertebra servikal ke 6. Ke atas, faring berhubungan

dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui

ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan

ke bawah berhubungan dengan esophagus. Faring memiliki beberapa fungsi penting terutama

fungsi respirasi, fungsi saat menelan, resonansi suara dan untuk artikulasi. Berdasarkan

letaknya, faring dibagi atas:

a. Nasofaring

Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang rongga hidung.

Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basi sphenoid, basi occiput dan ruas

4

Page 5: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

pertama tulang belakang. Bagian depan berhubungan dengan rongga hidung melalui

koana. Orificium dari tuba eustachian berada pada dinding samping dan pada bagian

depan dan belakang terdapat ruangan berbentuk koma yang disebut dengan torus

tubarius. Bagian atas dan samping dari torus tubarius merupakan reses dari nasofaring

yang disebut dengan fossa rosenmuller. Nasofaring berhubungan dengan orofaring

pada bagian soft palatum.

b. Orofaring

Orofaring atau mesofaring berbatas pada bagian atas dengan palatum mole, batas

bawah adalah tepi atas epiglotis, ke depan dengan rongga mulut, dan ke belakang

dengan vertebra servikal. Struktur yang terdapat pada rongga orofaring adalah

dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan

posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.

c. Laringofaring (hipofaring)

Laringofaring terletak di belakang aditus larynges dan permukaan posterior laring,

dan terbentang dari pinggir atas epiglottis sampai dengan pinggir bawah cartilago

cricoidea. Laringofaring mempunyai dinding anterior, posterior, dan lateral. Dinding

anterior laringofaring dibentuk oleh aditus laryngis dan membrane mucosa yang

meliputi permukaan posterior laring. Dan dinding posterior laringofaring disokong

oleh corpus vertebra cervicalis ketiga, keempat, kelima, dan keenam. Sedangkan

dinding lateral laringofaring disokong oleh cartilage thyroidea dan membrane

thyroidea. Sebuah alur kecil tetapi penting pada membrane, disebut fossa piriformis,

terletak di kanan dan kiri aditus laryngis. Fossa ini berjalan miring ke bawah dan

belakang dari dorsum linguae menuju oesophagus.

Fossa piriformis dibatasi di medial oleh plica aryepiglottica dan di lateral oleh lamina

cartilago thyroidea dan membrane thyroidea.. Pada pemeriksaan laringofaring dengan

dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laryngoskop

akan tampak struktur yang dinamakan valekula (pill’s pocket), yang merupakan 2 buah

cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan ligamentum

glosoepiglotika lateral pada tiap sisi.

5

Page 6: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

2.2 Tonsilofaringitis Kronis

Tonsilofaringitis kronis merupakan peradangan berulang pada tonsil dan faring yang

terjadi secara bersamaan. Kasus ini umum terjadi mengingat lokasi keduanya yang saling

berdekatan, sehingga memungkinkan penyebaran infeksi yang relatif cepat. Secara harafiah

tonsilofaringitis korinis dibagi atas tonsilitis kronis dan faringitis kronis.

1. Tonsilitis Kronis

a. Definisi

Tonsillitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut,

terutama yang tidak mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi

kemudian dalam waktu pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini

biasanya diikuti dengan pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu

hingga 3 – 4 bulan. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya

tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal. Tonsilitis berulang terutama terjadi

pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak

jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi

ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.

b. Etiologi

Berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission on

Acute Respiration Disease yang bekerja sama dengan Surgeon General of the Army,

dari 169 kasus didapatkan :

- 25 % disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa

penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam

serum penderita.

- 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan kenaikan

titer Sreptokokus antibodi dalam serum penderita.

- Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.

Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :

1. Streptokokus hemolitikus Grup A

2. Hemofilus influenza

3. Streptokokus pneumonia

6

Page 7: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)

5. Tuberkulosis (pada immunocompromise)

c. Faktor Predisposisi

1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)

2. Higiene mulut yang buruk

3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)

4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)

5. Keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik)

6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

d. Patofisiologi

Proses keradangan dimulai pada satu atau kebih kripte tonsil. Karena proses

peradangan yang berulang dapat menyebabkan epitel mukosa jaringan lomfoid

terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan

parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinis kripte

ini tampak di isi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil

dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada

anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.

e. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis tonsillitis kronis dapat berupa :

- Gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok,

sulit sampai sakit menelan.

- Gejala sistemis, seperti rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam

subfebris, nyeri otot dan persendian.

- Gejala klinis, seperti tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis atau

hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik dan kecil

(tonsilitis fibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan

kelenjar limfe regional.

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,

kriptus melebar dan beberapa kriptus terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal

di tenggorokan, dirasakan kering di tenggorokan dan napas berbau. Besar tonsil

ditentukan sebagai berikut:

7

Page 8: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

- T0 : tonsil di dalm fosa tonsil atau telah diangkat

- T1 : bila besarnya ¼ jarak arkus anterior dan uvula

- T2 : bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula

- T3 : bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula

- T4 : bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih

-

Gambar 1. Pembesaran Tonsil

f. Diagnosis

Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut:

- Anamnesa

Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosa

dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa

sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk,

malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.

- Pemeriksaan Fisik

Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian

kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-

kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju

atau dempul amat banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering

8

Page 9: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap

sebagai “kuburan” dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang

tipis terlihat pada kripta.

- Pemeriksaan Penunjang

Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus

tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat

keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans,

Stafilokokus, atau Pneumokokus.

g. Diagnosis Banding

Diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah:

- Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran yang

menutupi tonsil (tonsilitis membranosa)

Tonsilitis difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang

yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer

antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat

dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3

golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum

sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak

nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala

lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor

yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang

melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah.

Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh,

misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi

kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan

otot pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.

Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)

9

Page 10: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi dan

kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan

hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil,

uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring

hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula

membesar.

Mononukleosis Infeksiosa

Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang

menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat

pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah

khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas

yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel

darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).

- Penyakit kronik faring granulomatus

Faringitis tuberkulosa

Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien buruk

karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh nyeri hebat di tenggorok,

nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.

Faringitis luetika

Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau

tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh

disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan

perforasi palatum mole dan pilar tonsil.

Lepra

Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian

menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan

timbulnya jaringan ikat.

Aktinomikosis faring

Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa

mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan

10

Page 11: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi

yang lunak.

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri tenggorok

dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan

jaringan/kultur, X ray dan biopsi.

h. Terapi

Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil.

Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang

konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk

pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk

membersihkan kripta tonsillaris dengan alat irigasi gigi/oral. Ukuran jaringan tonsil tidak

mempunyai hubungan dengan infeksi kronis/berulang.

Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus

dalam De Medicina (10 Masehi), tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan yang

pertama kali didokumentasikan oleh Lague dari Rheims (1757).

Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi yaitu:

Obstruksi Infeksi Neoplasia

a. Hiperplasia tonsil dengan

obstruksi.

b. Sleep apnea atau

gangguan tidur.

c. Kegagalan untuk bernafas.

d. Corpulmonale.

e. Gangguan menelan.

f. Gangguan bicara.

g. Kelainan orofacial/ dental

yang menyebabkan jalan

nafas sempit.

a. Tonsilitis kronika / sering berulang.

b. Tonsilitis dengan :

- Absces peritonsilar.

- Absces kelenjar limfe leher.

- Obstruksi Akut jalan nafas.

- Penyakit gangguan klep jantung.

c. Tonsilitis yang persisten dengan :

- Sakit tenggorok yang persisten.

d. Tonsilolithiasis Carrier Streptococcus yang tidak

a. Suspek neoplasia benigna / maligna.

11

Page 12: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

respon terhadap terapi.

e. Otitis Media Kronika yang berulang.

Indikasi tonsilektomi secara garis besar terbagi 2, yaitu:

Indikasi Relatif Indikasi Absolut

a. Rinitis berulang-ulang

b. Ngorok (snoring) dan bernafas melalui

mulut

c. Cervical adenopathy

d. Adenitis TBC

e. Penyakit-penyakit sistemik karena

Streptokokus hemolitikus: demam

rematik. Penyakit jantung rematik,

nefritis, dll.

f. Radang saluran nafas atas berulang-

ulang

g. Pertumbuhan badan kurang baik

h. Tonsil besar

i. Sakit tenggorokan berulang-ulang

j. Sakit telinga berulang-ulang

a. Tonsilitis akut/kronis berulang-ulang

b. Abses peritonsillar

c. Karier Difteri

d. Hipertrofi tonsil yang menutup jalan

nafas dan jalan makanan

e. Biopsi untuk menentukan kemungkinan

keganasan

f. Cor Pulmonale

Secara umum dapat disebutkan indikasi tonsilektomi adalah:

a. Infeksi berulang : 3 kali dalam setahun selama 3 tahun, 5 kali setahun selama 2

tahun, 7 kali atau lebih dalam setahun atau tidak masuk kerja/sekolah lebih dari

2 minggu dalam 1 tahun karena penyakitnya itu.

b. Hipertrofi sehingga menyebabkan obstruksi saluran nafas atas (obstruksi,sleep

apnea)

c. Abses peritonsilar

12

Page 13: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

d. Kemungkinan keganasan, baik pembesaran unilateral atau mencari sumber

primer yang tidak dikeahui

e. Hipertrofi yang menyebabkan masalah pencernaan

f. Tonsilitis rekuren yang menyebabkan kejang demam

g. Karier difteri

Sedangkan kontraindikasi dari tonsilektomi adalah:

Kontraindikasi Relatif Kontraindikasi Absolut

a. Palatoschizis

b. Radang akut, termasuk tonsillitis

c. Poliomyelitis epidemica

d. Umur kurang dari 3 tahun

a. Diskariasis darah, leukemia, purpura,

anemia aplastik, hemofilia

b. Penyakit sistemis yang tidak terkontrol :

DM, penyakit jantung, dan sebagainya.

i. Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah

sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai

komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut:

- Komplikasi sekitar tonsil

o Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan

abses.

o Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi

berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul

tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

o Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau

pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal,

adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.

o Abses Retrofaring

13

Page 14: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada

anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar

limfe.

o Krista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa

dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa

cekungan, biasanya kecil dan multipel.

o Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan

tonsilyang membentuk bahan keras seperti kapur.

- Komplikasi Organ jauh

o Demam rematik dan penyakit jantung rematik

o Glomerulonefritis

o Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

o Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

o Artritis dan fibrositis.

7. Faringitis Kronis

a. Definisi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus

(40-60%), bakteri (5-40%), alergi, taruma, dan toksin. Faringitis pada anak yang

disebabkan oleh virus, biasanya hanya memerlukan terapi suportif saja. Sedangkan

faringitis yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti Sterptokokus Beta Hemolitik

Grup A, memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Faringitis kronis adalah kondisi

inflamasi dalam waktu yang lama pada mukosa faring dan jaringan sekitarnya.

Faringitis kronis terbagi menjadi faringitis kronis hiperplastik (granular) dan

faringitis kronis atropi atau kataralis.

b. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Faringitis kronis dapat dipicu oleh beberapa faktor predisposisi seperti radang

kronis di faring yaitu rhinitis kronis, sinusitis, iritasi kronis oleh rokok, minuman

alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab

14

Page 15: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

terjadinya faringitis kronis adalah pasien yang terbiasa bernapas melalui mulut karena

hidungnya tersumbat. Faringitis kronis akibat gangguan pencernaan pada lambung

juga mungkin dapat terjadi namun merupakan penyebab yang jarang ditemukan.

c. Patofisiologi

Bakteri atau virus secara langsung dapat menginvasi mukosa faring, menyebabkan

respon radang lokal. Virus-virus lain seperti rhinovirus dan coronavirus dapat

menyebabkan iritasi mukosa faring akibat sekunder dari sekresi nasal. Infeksi

streptokokus memiliki karakteristik yaitu invasi lokal dan pelepasan toksin

ekstraseluler maupun protease. Fragmen-fragmen Protein M dari serotipe

Streptokokus grup A mirip dengan antigen-antigen sarkolema miokardiak dan

berhubungan dengan demam rematik dan kerusakan katup jantung bertahap.

d. Manifestasi Klinis

Gejala subjektif yang dirasakan dapat berupa rasa gatal di tenggorokan, rasa ada

yang mengganjal di tenggorokan, batuk iritatif dan batuk yang berdahak. Pada

penderita faringitis kronis hiperplastik, gejala yang umumnya timbul adalah

tenggorokan yang mula mula kering dan gatal dan akhirnya batuk yang berdahak,

sedangkan pada faringitis kronis atrofi, gejala yang ditemukan adalah pasien

mengeluh tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. Pada stadium dini,

membran mukosa akan tampak merah karena pembuluh darah mengalami kongesti,

bengkak dan dilapisi mucus. Pada tahap selanjutnya warna membrane mukosa faring

akan lebih gelap dan seperti di tutupi oleh folikel-folikel yang membesar, terjadi

penebalan mukosa, serta sekret berkurang dan kental.

e. Diagnosis

Diagnosis faringitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Hasil anamnesis terutama didapatkan adanya rasa nyeri di

sekitar tenggorokan, disertai nyeri saat menelan (terutama saat menelan ludah) dan

demam yang tidak terlalu tinggi. Hasil pemeriksaan fisik terutama didapatkan mukosa

faring yang tampak merah (hiperemi) dan tonsil (amandel) membesar dan memerah,

kadang disertai bercak (detritus).

f. Terapi

15

Page 16: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan

kaustik faring dengan zat kimia larutan nitrat argenti atau dengan listrik (electro

cauter). Pengobatan simtomatis diberikan obat kumur atau diberi tablet hisap. Jika

diperlukan dapat diberikan obat untuk antitusif atau ekspektoran. Sedangkan pada

faringitis atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis

kronis atrofinya dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut. Penderita juga

disarankan untuk menghindari sumber-sumber iritan seperti kebiasaan merokok

dan minum minuman beralkohol, makanan pedas, dan kontak langsung dengan

udara terbuka sehingga dapat mengurangi gejala serta kekambuhan dari faringitis.

g. Komplikasi

Komplikasi yang dapat diakibatkan oleh faringitis kronis adalah:

- Otitis media purulenta bakterialis

Daerah telinga tengah normalnya adalah steril. Bakteri masuk melalui tube

eustacius akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring.

- Abses Peritonsiler

Sumber infeksi berasal dari penjalaran faringitis/tonsilitis akut yang mengalami

supurasi, menembus kapsul tonsil.

- Glomerulus Akut

Infeksi Streptokokus pada daerah faring masuk ke peredaran darah, masuk ke

ginjal. Proses autoimun kuman streptokokus yang nefritogen dalam tubuh

meimbulkan bahan autoimun yang merusak glomerulus.

- Demam Reumatik

Infeksi streptoceal yang awalnya ditandai dengan luka pada tenggorok akan

menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada katup-katup

jantung, terutama pada katup mitral dan aorta.

- Sinusitis

Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar hidung dapat berupa sinusitis

maksilaris/frontalis. Sinusitis maksilaris disebabkan oleh komplikasi peradangan

jalan napas bagian atas (salah satunya faringitis), dibantu oleh adanya faktor

predisposisi. Penyakit ini dapat disebabkan oleh kuman tunggal dan dapat juga

16

Page 17: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

campuran seperti streptokokus, pneumokokus, hemophilus influenza dan kleb

siella pneumoniae.

- Meningitis

Infeksi bakteri padadaerah faring yang masuk ke peredaran darah, kemudian

masuk ke meningen dapat menyebabkan meningitis. Akan tetapi komplikasi

meningitis akibat faringitis jarang terjadi.

17

Page 18: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : Kadek Bayu Darma K

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Hindu

Pendidikan : Mahasiswa

Alamat : Jimbaran

Pemeriksaan : 25 Maret 2014

3.2 Anamnesis

Autoanamnesis

Keluhan Utama : Sakit tenggorokan sejak 10 hari yang lalu

Penderita datang dalam keadaan sadar, mengeluh rasa sakit pada tenggorokannya sejak

10 hari yang lalu yang disertai dengan demam. Rasa sakit tersebut dirasakannya terus

menerus terutama ketika menelan. Penderita juga mengeluh tenggorokkannya terasa

mengganjal dan kering. Keluhan batuk dan pilek disangkal. Penderita memiliki riwayat

merokok dan meminum minuman beralkohol.

Riwayat Penyakit Sebelumnya: Penderita sering mengalami keluhan yang sama

sebelumnya sejak kecil namun hilang timbul. Keluhan ini sampai mengganggu aktivitas

penderita sehari-hari.

Riwayat Pengobatan: Sebelumnya penderita sering mengalami keluhan yang serupa,

namun jarang berobat ke dokter. Apabila muncul demam biasanya hanya meminum obat

penurun panas saja.

Riwayat Penyakit yang Sama dalam Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang

menderita sakit yang sama seperti yang dialami pasien.

Riwayat Sosial dan Lingkungan: Pasien memiliki sosial ekonomi yang cukup.

18

Page 19: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

Keluhan Tambahan :

Telinga Kanan Kiri Hidung Kanan Kiri Tenggorok

Sekret : - - Sekret : - - Riak : +

Tuli : - - Tersumbat : - - Tumor : -

Tumor : - - Tumor : - - Sakit : +

Tinitus : - - Pilek : - - Sesak : -

Sakit : - - Sakit : - Gg. Suara: –

Corp.alienum - - Corp.alienum : - - Batuk : -

Vertigo : Tidak ada Bersin : - - Corpus

Alienum: -

Pemeriksaan Fisik

Vital Sign

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

Respirasi : 20x/menit

Temperatur : 37,8°C

Tinggi badan : 164 cm

Berat badan : 89 kg

Status General

Kepala : Normocephali

Muka : Simetris, parese nervus fasialis -/

Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor

THT : Sesuai status lokalis

Leher : Kaku kuduk (-)

Pembesaran kelenjar limfe -/-

Pembesaran kelenjar parotis -/-

Kelenjar tiroid (-)

Thorak : Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur –

19

Page 20: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

Po : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wh -/-

Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas : dalam batas normal

Status lokalis THT :

Telinga Kanan Kiri

Daun telinga N N

Liang telinga lapang lapang

Discharge - -

Membran timpani intak intak

Tumor - -

Mastoid N N

Tes pendengaran :

Suara bisik tidak dilakukan

Weber tidak dilakukan

Rinne tidak dilakukan

Schwabach tidak dilakukan

Tes alat keseimbangan tidak dilakukan

Hidung Kanan Kiri

Hidung luar N N

Cavum nasi lapang lapang

Septum deviasi tidak ada

Discharge tidak ada tidak ada

Mukosa merah muda merah muda

Tumor - -

Konka dekongesti dekongesti

Sinus nyeri tekan tidak ada

Koana N N

20

Page 21: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

Tenggorokan

Dispneu : -

Sianosis : -

Mukosa : hiperemia

Dinding belakang faring : PND (-), granula hipertrofi (+)

Suara : tidak ada kelainan

Pembesaran KGB : (-)

Tonsil Kanan Kiri

Pembesaran T4 T3

Hiperemis + +

Permukaan mukosa tidak rata tidak rata

Kripte melebar melebar

Detritus - -

Fiksasi - -

3.3 Resume

Penderita seorang laki-laki, berumur 19 tahun, Hindu, Bali, datang dengan keluhan rasa

sakit pada tenggorokannya sejak 10 hari yang lalu. Rasa sakit tersebut dirasakannya terus

menerus. Pasien juga mengeluh bahwa tenggorokkannya terasa mengganjal. Selama sakit

pasien merasa tenggorokkannya terasa kering. Penderita juga mengeluh demam. Penderita

tidak memiliki keluhan batuk atau pilek. Sebelumnya penderita sering mengalami keluhan

yang serupa dari kecil, namun jarang berobat ke dokter. Apabila muncul demam biasanya

hanya meminum obat penurun panas saja. Pasien memiliki riwayat merokok dan meminum

minuman beralkohol.

Pemeriksaan tonsil :

Tonsil Kanan Kiri

Pembesaran T4 T3

Hiperemi + +

Permukaan mukosa tidak rata tidak rata

Kripte melebar melebar

21

Page 22: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

Detritus - -

Pemeriksaan Tenggorokan :

Dispneu : -

Sianosis : -

Mukosa : hiperemia

Dinding belakang faring : PND (-), granula hipertrofi (+)

Suara : tidak ada kelainan

3.4 Diagnosis

Tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut

3.5 Rencana Terapi

Medikamentosa :

1. Ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 7 hari

2. Parasetamol 3 x 500 mg

3. KIE untuk menjaga higienitas mulut, menghindari makanan pedas, berminyak,

berbahan pengawet dan minuman dingin.

4. Kontrol ulang saat obat habis dan KIE untuk persiapan untuk dilakukan tonsilektomi.

3.6 Prognosis

Dubius ad Bonam

22

Page 23: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

BAB IV

PEMBAHASAN

Penderita seorang laki-laki, berumur 19 tahun, Hindu, Bali, datang dengan keluhan

rasa sakit pada tenggorokannya sejak 10 hari yang lalu. Rasa sakit tersebut dirasakannya

terus menerus. Pasien juga mengeluh bahwa tenggorokkannya terasa mengganjal. Selama

sakit pasien merasa tenggorokkannya terasa kering. Penderita juga mengeluh demam.

Penderita tidak memiliki keluhan batuk atau pilek. Sebelumnya penderita sering mengalami

keluhan yang serupa dari kecil, namun jarang berobat ke dokter. Apabila muncul demam

biasanya hanya meminum obat penurun panas saja. Pasien memiliki riwayat merokok dan

meminum minuman beralkohol.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran tonsil T4/T3 yang hiperemis,

permukaan tidak rata, pelebaran kripte pada kedua tonsil dan tidak ditemukan adanya

detritus. Pada pemeriksaan tenggorokan ditemukan adanya hiperemi pada mukosa dan

adanya granula hipertrofi yang tidak disertai dengan kelainan pada suara.

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik diatas, pasien didiagnosa menderita

tonsilofaringitis kronis dengan eksaserbasi akut. Pasien didiagnosa sebagai tonsilofaringitis

kronis karena ditemukannya pembesaran tonsil yaitu T4/T3, dan ditemukan adanya pelebaran

kripte. Pelebaran kripte terjadi akibat infeksi berulang yang mengakibatkan penggantian

jaringan limfoid oleh jaringan parut yang lebih kecil sehingga terdapat pelebaran kripte.

Selain itu ditemukan adanya hiperemia dinding tenggorokan yang diikuti dengan

ditemukannya granula hipertrofi. Selain itu penderita juga memiliki riwayat merokok dan

minum minuman beralkohol. Hasil dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas sesuai

dengan teori yang mengarahkan bahwa penderita mengalami tonsilofaringitis kronis.

Terapi yang diberikan pada penderita ini adalah ciprofloxacin sebagai antibiotik

untuk mengatasi infeksi. Penderita juga diberikan paracetamol untuk menghilangkan demam.

Selain itu, penderita diberikan ambroxol sebagai mucolytic untuk mengencerkan dahak.

Penderita diberikan KIE untuk menjaga higienitas mulut, menghindari makanan pedas,

berminyak, berbahan pengawet dan minuman dingin.

23

Page 24: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

Bila kondisi pasien sudah dalam fase tenang dapat dilakukan tindakan tonsilektomi.

Untuk tindakan operatif ini perlu diberikan KIE yang jelas kepada penderita, dan bila setuju

untuk dilakukan tindakan, maka perlu dilakukan pemeriksaan lab dan dikonsulkan ke

anestesi.

24

Page 25: Responsi Tonsilofaringitis Kronisxxx

REFERENSI

1. Anonim (2003) The Oral Cavity, Pharynx & Esophagus dalam Lee, K.J. (eds)

Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery, McGraw Hill Medical

Publishing Division, USA.

2. Brodsky, L & Poje, C (2001). Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy.

Dalam : Bailey, BJ. Head & Neck Surgery Otolaryngology, Vol 1, third ed.

Lippincott Milliams & Wilkins.

3. Byron J., (2001), Head and Neck Surgery-Otolaryngology 3rd Edition, New

York : Lippincott Williams and Wilkins (CD-ROM)

4. Keith, L., Agur, A.M., (2007), Essential Clinical Anatomy 2nd Edition, New york :

Lippincott Williams and Wilkins.

5. Masna, P.W., Tonsilitis, Tonsilektomi dan Adenoidektomi, Lab/UPF THT FK UNUD RSUP, Denpasar

6. Rusmarjono & Kartosoediro, S. (2012), Odinofagi, dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta

7. Rusmarjono & Soepardi, E.A. (2012), Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil,

dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI,

Jakarta.

8. Soepardi, Iskandar, N., Bashiruddin, J., et al. (eds)., (2007), Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi Keenam, Jakarta

: Gaya Baru.

25