respirasi hewan air

23
RESPIRASI HEWAN AIR Oleh: Nama : Desy Indriani Nur Rahmah NIM : B1J014014 Rombongan : II Kelompok : 3 Asisten : Ricke Dwi Prakoso LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

Upload: desy

Post on 12-Jul-2016

14 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

fishew I

TRANSCRIPT

RESPIRASI HEWAN AIR

Oleh:

Nama : Desy Indriani Nur RahmahNIM : B1J014014Rombongan : IIKelompok : 3Asisten : Ricke Dwi Prakoso

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2015

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas

tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan diri pada suhu

lingkungan sekelilingnya. Ikan mempunyai derajat toleransi terhadap suhu dengan

kisaran tertentu yang sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi

pakan dan resistensi terhadap penyakit. Ikan akan mengalami stress manakala

terpapar pada suhu diluar kisaran yang dapat ditoleransi. Pada lingkungan

perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan

homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi ikan. Perubahan-

perubahan faktor tersebut hingga batas tertentu dapat menyebabkan stress dan

timbulnya penyakit (Yuwono, 2001).

Respirasi (pernapasan) adalah poses pertukaan oksigen dan

karbondioksida antara suatu organisme dengan lingkungannya. Peranan oksigen

dalam kehidupan ikan merupakan zat yang mutlak dibutuhkan oleh tubuh yaitu

untuk mengoksidasi zat makanan ( karbohidrat, lemak, dan protein) sehingga

dapat menghasilkan energy. Tingkah laku ikan saat kandungan oksigen dalam air

kurang adalah ikan akan berenang ke tempat yang lebih baik kondisi oksigennya

seperti : ke dekat inlet, air yang berarus dan ke daerah permukaan serta dengan

jalan meningkatan fekuensi pemompaan air atau mempebesar volume air yang

melewati insang (Affandi & Usman, 2002).

Sistem respirasi memiliki fungsi utama untuk memasok oksigen ke dalam

tubuh serta membuang CO2 dari dalam tubuh. Respirasi ekternal sama dengan

bernafas, sedangkan respirasi internal seluler ialah proses penggunaan oksigen

oleh sel tubuh dan pembuangan zat sisa metabolisme sel yang berupaCO2,

penyelenggaraan respirasi harus didukung oleh alat pernafasan yang sesuai yaitu,

alat yang dapat digunakan oleh hewan untuk melakukan pertukaran gas dengan

lingkungannya, alat yang dimaksud dapat berupa alat pernafasan khusus ataupun

tidak (Isnaeni, 2006:78).

Laju respirasi dapat diekspresikan dalam bentuk konsumsi oksigen per

gram berat badan per jam, atau biasa disebut sebagai laju metabolisme spesifik-

massa. Pengukuran konsumsi oksigen merupakan cara yang disarankan untuk

mengukur laju respirasi hewan air termasuk ikan. Aktivitas metabolisme hewan

tidak dapat dipisahkan dari makanan yang dikonsumsi yang berperan sebagai

sumber energi. Konsumsi oksigen ikan adalah banyaknya O2 yang digunakan ikan

dari lingkungan untuk keperluan hidupnya (Ameer dan Kutty, 2010). Zonneveld

et al, (1991) menyatakan bahwa jumlah konsumsi O2 ikan akan menurun dengan

semakin bertambahnya berat tubuh ikan. Hal ini dikarenakan ikan yang bobot

tubuhnya besar memiliki aktivitas yang rendah, maka metabolisme dalam tubuh

juga rendah.

Oksigen adalah suatu zat yang sangat esensial bagi pernapasan dan

merupakan komponen yang utama bagi metabolisme ikan dan organisme perairan

lainnya. Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme akuatik tergantung

spesies, ukuran, jumlah pakan yang dimakan, aktivitas, suhu, dan lain-lain.

Konsentrasi oksigen yang rendah dapat menimbulkan anorexia, stress, dan

kematian pada ikan. Bila dalam suatu kolam kandungan oksigen terlarut sama

dengan atau lebih besar dari 5 mg/l, maka proses reproduksi dan pertumbuhan

ikan akan berjalan dengan baik. Pada perairan yang mengandung deterjen, suplai

oksigen dari udara akan sangat lambat sehingga oksigen dalam air sangat sedikit

(Fatah, 2005).

Secara umum, peningkatan temperatur 100˚C akan menyebabkan

peningkatan konsumsi oksigen dua sampai tiga kali. Laju metabolisme juga

berbanding terbalik dengan konsentrasi oksigen terlarut dan berkolerasi dengan

konsumsi oksigen dan sintesa hemoglobin darah. Ketika konsentrasi oksigen

rendah dan temperatur meningkat, maka laju metabolisme meningkat, sedangkan

bila konsentrasi oksigen tinggi pada temperatur rendah, maka laju metabolisme

juga rendah. Laju metabolisme juga dipengaruhi spesies, umumnya metabolisme

tereduksi, tapi pada ikan migratory, pada temperatur yang rendah masih aktif

melakukan aktivitas dan kebutuhan energi semakin meningkat pada temperatur

yang lebih tinggi (Murtidjo, 2001).

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum respirasi hewan air ini adalah untuk mengetahui

konsumsi oksigen organisme air baik dengan cara titrasi (metode Winkler)

ataupun dengan alat DO meter, dan dapat mengukur respon metabolik hewan air

terkait dengan bobot tubuh serta perubahan lingkungan atau stres.

I. MATERI DAN CARA KERJA

I.1 Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah respirometer, botol

sampel, botol Winkler, tabung erlenmeyer, buret, statif, gelas ukur besar,

timbangan teknikal, pipet ukur, dan pipet tetes.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan nila

(Oreochromis niloticus) besar dan kecil, ikan gurami (Osphronemus gouramy)

dan reagen untuk titrasi kandungan oksigen air (larutan KOH-KI, larutan H2SO4

pekat, larutan Na2S2O3, amilum).

I.2 Cara Kerja

1. Alat respirometer beserta alat penunjangnya disiapkan.

2. Bobot tubuh hewan air diukur dengan timbangan.

3. Gelas ukur besar diisi air dan diamati skala awalnya.

4. Volume hewan uji diukur dengan menggunakan gelas ukur besar, melalui

perubahan skala yang ada.

5. Hewan uji dimasukkan pada respirometer (tabung I) dan diusahakan tidak

terdapat udara yang terperangkap di dalamnya.

6. Ikan dibiarkan di dalamnya beberapa menit supaya tenang agar teraklimasi.

7. Power supply dimatikan dan air dibiarkan keluar dari selang yang tersambung

dengan tabung I.

8. Sampel air (awal) diambil menggunakan botol Winkler.

9. Kandungan oksigen terlarut pada sampel air (awal) diukur menggunakan

metode titrasi.

10. Sampel air (akhir) diambil kembali dari tabung I, setelah ikan dibiarkan

mengkonsumsi oksigen yang ada dalam tabung I selama 30 menit.

11. Sampel air (akhir) diukur kandungan oksigen terlarutnya menggunakan

metode titrasi dengan buret.

12. Sebelum proses titrasi dilakukan, larutan KOH-KI sebanyak 1 ml

ditambahkan kebotol Winkler.

13. Larutan MnSO4 1 ml ditambahkan kedalam botol Winkler dan diamati

perubahannya.

14. Larutan H2SO4 1 ml ditambahkan kedalam botol Winkler, dihomogenkan, dan

diamati perubahannya.

15. Larutan yang telah homogen diambil sebanyak100 ml dan dipindahkan ke

labu Erlenmeyer.

16. Larutan amilum ditambahkan kedalam labu Erlenmeyer sebanyak 4 tetes,

serta diamati perubahannya.

17. Proses titrasi menggunakan larutan Na2S2O3 dimulai sampai warna larutan

pada Erlenmeyer menjadi bening, setelah bening proses titrasi dihentikan.

18. Volume titran yang digunakan dicatat, dan di hitung jumlah konsumsi

oksigennya dengan rumus:

VO2 = ( CO2i – CO2f ) xV x H-1 x W -1

Keterangan:

VO2 = jumlah konsumsi oksigen (mg/g/jam)

CO2i = Oksigen terlarut awal (mg/L)

CO2f = Oksigen terlarut akhir (mg/L)

W = Bobot ikan (g)

H = Selang waktu pengukuran oksigen awal dan akhir (jam)

V = Volume respirometer dikurangi volume ikan (L)

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

II.1 Hasil

Diketahui ikan gurami besar:

W = 67 gr

V respirometer besar = 9,175 L

V ikan = 0,7 L

V = 9,175 L – 0,7 L = 8,475 L

H = 0,5 jam

Ota = 1000/100 x p x q x 8

= 10 x 0,00035 x 0,025 x 8

= 0,007

Otak = 1000/100 x p x q x 8

= 10 x 0,003 x 0,025 x 8

= 0,006

VO2 = (Ota – Otak) x V x H-1 x W-1

= (0,007-0,006) x 8,475/ 0,5 x 67

= 0,00025

Tabel

No Spesies

Ikan

V (L) W

(g)

H

(jam)

Ota Otak VO2

1 Nila besar 9,105 74 0,5 0,0064 0,0017 0,00074

2 Nila kecil 5,46 43 0,5 0,003 0,0026 0,047

3 Gurami

besar

8,475 67 0,5 0,007 0,006 0,00025

4 Gurami

kecil

5,22 27 0,5 0,007 0,003 0,000363

3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, jumlah konsumsi oksigen

ikan pada rombongan II, kelompok 1 dan 2 menggunakan ikan nila besar dan

kecil sedangkan kelompok 3 dan 4 menggunakan ikan gurami besar dan kecil.

Berat ikan nila yang besar berbobot 74 g dengan konsumsi oksigen sebesar

0,00074 L, sedangkan ikan nilem kecil berbobot 43g dengan konsumsi oksigen

sebesar 0,047 L. Hal ini sudah sesuai dengan referensi bahwa Menurut Fatah

(2005), organisme air (ikan) yang berbobot lebih rendah akan lebih banyak

membutuhkan dan menggunakan oksigen dalam hidupnya dibandingkan ikan-

ikan besar. Hal ini karena ikan kecil lebih aktif untuk bergerak dan berguna pula

untuk kelancaran metabolismenya. Tetapi pada ikan gurami besar berbobot 5,475

g dengan konsumsi oksigen sebesar 0,00025 L,sedangkan ikan gurami kecil

berbobot 5,22 g dengan konsumsi oksigen 0,0000363 L. Hal ini tidak sesuai

dengan pustaka. Pada percobaan menggunakan ikan gurami, hasilnya tidak sesuai

dengan pustaka. Ketidaksesuaian hasil yang diperoleh ini disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu :

1. Kurang tepatnya dalam penentuan nilai titrasi

2. Adanya faktor yang menyebabkan KO2 ikan meningkat misal disebabkan

adanya perlakuan yang menyebabkan ikan banyak bergerak.

3. Kebocoran tabung pada penggunaan metode winkler yang menyebabkan

oksigen luar berdifusi masuk, sehingga nilai KO2 meningkat (Fujaya,2004).

. Metode yang digunakan untuk mengukur laju respirasi ikan dalam

praktikum ini adalah dengan cara menghitung jumlah oksigen yang digunakan

oleh organisme untuk proses oksidasi atau konsumsi oksigen. Metabolisme atau

respirasi ikan sangat bergantung kepada oksigen yang terlarut dalam air.

Metabolisme yang tinggi menyebabkan konsumsi oksigen tinggi. Hal inilah yang

mendasari bahwa parameter konsumsi oksigen dapat digunakan untuk menilai laju

metabolisme aerobik (membutuhkan O2). Laju metabolisme konsentrasi O2

terlarut berbanding terbalik dan berhubungan dengan konsumsi O2. Konsentrasi

O2 terlarut rendah dan pada temperatur yang meningkat, laju metabolisme tubuh

akan tinggi dan sebaliknya (Ville et al., 1988).

Konsumsi oksigen digunakan sebagai parameter untuk menghitung laju

metabolisme ikan, karena sebagian besar sumber energi ikan berasal dari

metabolisme aerobik. Organisme yang terdapat di air juga mendapat oksigen dari

oksigen yang terlarut di dalam air. Perubahan konsumsi oksigen ikan dapat

dipergunakan untuk menilai perubahan laju respirasi. Metabolisme pada suhu

rendah akan mengalami penurunan dan akan meningkat apabila suhu lingkungan

juga meningkat (Heath, 1995).

Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai

oleh tubuh per satuan waktu (Seeley, 2002). Laju metabolisme berkaitan erat

dengan respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul

makanan yang bergantung pada adanya oksigen. Secara sederhana, reaksi kimia

yang terjadi dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut: C6H12O6 + 6O2 →

6 CO2 + 6H2O +ATP (Tobin, 2005).

Metabolisme ikan termasuk metabolisme aerobik sehingga membutuhkan

oksigen. Ikan masih mampu bertahan hidup di perairan dengan konsentrasi

oksigen minimun 4-5 ppm dan akan mati atau mengalami stress bila konsentrasi

oksigen mencapai nol. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya nafsu makan dan

pertumbuhan terhambat (Afrianto dan Evi, 1992). Konsentrasi O2 yang rendah

maka metabolisme meningkat, sedangkan pada konsentrasi O2 tinggi maka

metabolisme rendah (Zonneveld et al., 1991).

Konsumsi oksigen pada ikan berbanding terbalik dengan berat tubuh ikan

dan volume ikan. Parameter konsumsi oksigen ini digunakan untuk menghitung

laju metabolisme ikan, dimana ikan yang metabolismenya tinggi maka konsumsi

oksigen ikan juga akan meningkat, sebab sebagian besar sumber energi ikan

berasal dari metabolik aerobik yang membutuhkan konsumsi oksigen (Yuwono,

2001). Menurut Zonneveld et al, (1991), konsumsi oksigen ikan dipengaruhi oleh

laju metabolisme yang berhubungan dengan berat dan volume ikan.

Perbedaan aktivitas juga mengakibatkan terjadi perbedaan dalam

kebutuhan energi dan akibatnya terdapat perbedaan konsumsi oksigen. Konsumsi

oksigen meningkat seiring dengan tingginya aktivitas ikan. Aktivitas ikan lebih

besar sehingga laju metabolisme lebih cepat dan otomatis membutuhkan O2 lebih

banyak, sedangkan pada ikan yang lebih besar laju metabolismenya lebih lambat

sehingga konsumsi oksigen sedikit. Menurut Ville et al., (1988), metabolisme ikan

sangat tergantung pada O2 terlarut dalam air apabila metabolismenya tinggi maka

konsumsi oksigen juga tinggi, begitu juga sebaliknya.

Menurut Salmin (2005), oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO)

dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau

pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi. Untuk pertumbuhan dan

pembiakan, di samping itu oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan

organik dan anorganik dalam proses aerobik. Menurut (Ram,2014) DO Probe

atau oksigen terlarut digunakan untuk mengukur konsumsi oksigen ikan,dan untuk

mengukurnya,dapat digunakan beberapa cara salah satunya dengan meletakan

ikan di toples kaca pada alat respiratori.Pengukuran O2 dipengaruhi oleh keadaan

luar seperti respirasi, dekomposisi material organik yang dapat menyebabkan VO2

lebih besar. Ukuran tubuh, tinggi, dan berat tubuh juga berpengaruh terhadap VO2

pada ikan. Gordon (1972) menyatakan bahwa pengaruh suhu akan meningkat VO2

yang akan digunakan untuk laju metabolisme yang kan meningkat juga.

Respirometer adalah alat yang berfungsi untuk mengukur rata-rata

pernapasan organisme dengan mengukur rata-rata pertukaran oksigen dan karbon

dioksida.Hal ini memungkinkan penyelidikan bagaimana faktor-faktor seperti

umur atau pengaruh cahaya mempengaruhi rata-rata pernapasan dari segi

medis.Respirometer bekerja atas suatu prinsip bahwa dalam pernapasan ada

oksigen yang digunakan oleh organisme dan ada karbon dioksida yang

dikeluarkan olehnya. Jika organisme yang bernapas itu disimpan dalam ruang

tertutup dan karbon dioksida yang dikeluarkan oleh organisme dalam ruang

tertutup itu diikat, maka penyusutan udara akan terjadi. Kecepatan penyusutan

udara dalam ruang itu dapat dicatat (diamati) pada pipa kapiler berskala.Alat

pengukur respirometer terdiri dari beberapa komponen yaitu 2 tabung (tabung I

dan tabung II). Volume tabung I sebesar 550 ml berfungsi sebagai tempat

menampung hewan uji. Tabung I dilengkapi dengan pompa resirkulasi (sebagai

alat sirkulasi udara), aerator (alat penyedia oksigen), dan thermostat (alat

pengukur suhu), serta 2 tutup, tutup a dan tutup b sebagai tempat masuk hewan

uji ke tabung I. Tabung I juga dilengkapi dengan 3 saluran. Saluran I sebagai jalan

aliran pompa oksigen, saluran II sebagai tempat pembuangan udara CO2, dan

saluran III sebagai jalan untuk mengambil sampel air hasil respirasi. Tabung II

penampung dengan volume 31.915 L (Zonneveld,1991).

Dilihat dari jumlahnya, oksigen (O2) terlarut adalah salah satu jenis gas

terlarut dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan

kedua setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya

ikan, oksigen menempati urutan teratas. Oksigen yang diperlukan ikan untuk

pernafasannya harus terlarut dalam air. Hanya jenis ikan tertentu, seperti lele,nila,

gurami, dan tambakan yang mampu menghirup oksigen di udara bebas karena

mempunyai alat pernafasan tambahan (Kordi, 2008).

Metode winkler adalah metode yang digunakan untuk mengukur oksigen

terlarut, diperkenalkan pada tahun 1988 oleh L.W.Winkler, dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Air sampel dimasukkan ke dalam botol Winkler sebanyak 250 ml dengan

syarat pada saat pengambilan air sampel tidak ada udara yang masuk.

2. Air dalam botol Winkler ditambahkan larutan KOH-KI sebanyak 1 ml di

homogenkan atau dikocok selama 5 menit, kemudian ditambahkan

MnSO4sebanyak 1 ml larutan dikocok atau dihomogenkan kemudian

dibiarkan sehingga terbentuk lapisan heterogen, bagian atas bening dan

bagian bawah berupa endapan berwarna coklat (apabila tidak mengandung

O2 endapan berwarna putih). Endapan coklat mengindikasikan masih

terdapatnya O2.

MnSO4 + 2KOH Mn(OH)2 + K2SO4 (endapan berwarna putih )

2Mn(OH)2 + O2 2MnO(OH)2 (endapan berwarna coklat)

3. Air dalam botol Winkler direaksikan lagi dengan H2SO4 sebanyak 1 ml

kemudian dikocok. Setelah penambahan H2SO4, endapan akan terlarut dan

membentuk MnSO4. H2SO4 mengubah larutan coklat keruh menjadi coklat

bening atau lebih ke arah kuning.

2MnO(OH)2 + 4 H2SO4 2Mn(SO4)2 + 6H2O

4. Air dalam botol diambil sebanyak 100 ml, kemudian ditampung dalam tabung

Erlenmeyer untuk dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N. Amilum diteteskan

sebanyak 3 tetes sebagai indikator pH dan dititrasi dengan Na2S2O3 hingga

menghasilkan larutan yang jernih.

Menurut Wetzel dan Linkens (2000), fungsi larutan yang dipakai untuk

proses titrasi diantaranya adalah sebagai berikut :

1. MnSO4 dan KOH-KI :untuk membentuk endapan berwarna cokelat,

mengindikasikan bahwa masih terdapat O2 dalam sampel. Apabila endapan

yang dihasilkan berwarna putih, maka tidak ada lagi O2 yang terlarut pada

sampel. KOH sendiri berfungsi untuk mereduksi MnSO4.

2. H2SO4 : mengubah larutan yang awalnya berwarna cokelat keruh menjadi

cokelat bening, dan untuk memecah atau menghilangkan ikatan yang terjadi

karena pengaruh dari larutan KOH-KI, MnSO4Larutan ini tidak terbentuk dari

reaksi antara asam sulfat dengan mangan oksida membentuk mangan sulfat.

3. Amilum: untuk mendeteksi adanya amilum dalam larutan dan sebagai

indikator yang merubah warna larutan yang semula cokelat bening menjadi

biru muda.

4. Na2SO3 : untuk titrasi sebagai nilai p untuk mencari kadar O2 terlarut.

Menurut Lagler (1977), konsumsi O2 dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu intensitas dari metabolisme oksidatif dalam sel, kecepatan pertukaran

yang mengontrol perpindahan air disekitar insang yang berdifusi melewatinya.

Faktor internal yaitu kecepatan sirkulasi darah dan volume darah yang dibawa

menuju insang dan afinitas oksigen dari hemoglobin, nutrisi, penyakit, status

reproduksi dan stress serta pengaruh hormonal dari hewan tersebut juga

berpengaruh terhadap konsumsi oksigen. Menurut Fujaya (2004), terdapat faktor-

faktor yang mempengaruhi konsumsi O2 pada ikan yaitu :

1. Aktivitas

Ikan dengan aktifitas yang tinggi, aktif berenang akan mengkonsumsi O2

lebih banyak dari pada ikan yang kurang aktif berenang.

2. Umur

Ikan dengan umur lebih muda akan mengkonsumsi O2 lebih banyak

dibandingkan dengan ikan yang berumur lebih tua. Hal ini dimaksudkan untuk

menunjang pertumbuhan ikan yang muda.

3. Ukuran atau berat tubuh

Ikan yang mempunyai ukuran tubuh lebih kecil kecepatan metabolisme

lebih tinggi dari pada ikan yang lebih besar, sehingga ikan berukuran kecil lebih

banyak dalam mengkonsumsi O2.

4. Temperatur

Ikan yang berada pada lingkungan bersuhu tinggi akan mengkonsumsi 02 lebih

dibandingkan ikan pada lingkungan dengan suhu lebih rendah. Menurut Gendro

Sari (2007), perubahan suhu akanmempengaruhi distribusi, metabolisme,

nafsumakan, reproduksi organisme perairan sertaberpengaruh langsung terhadap

prosesfotosintesis fitoplankton dan tanaman air.

Perbedaan pada aktivitas juga menjelaskan fakta bahwa oksigen itu

mempunyai angka kecepatan konsumsi lebih dari 5 hari. Sedangkan pada tingkat

konsumsi larva adalah lebih tinggi yaitu dengan 2 hari (Tsuzuki et al., 2008). Laju

konsumsi oksigen ditentukan berdasarkan jumlah konsentrasi oksigen yang diukur

pada awal dan akhir pengukuran,penurunan konsumsi oksigen pada ikan

mengalami peningkatan karena stress akibat adanya proses adaptasi lingkungan

dari aquarium ke botol respirator sehingga menyebabkan aktivitas atau kecepatan

renangnya juga meningkat (Zainuddin, 2003).

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan dan pembahasan di atas, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Jumlah konsumsi oksigen ikan nila kecil dengan bobot 43 g adalah sebesar

0,047 L dan jumlah konsumsi oksigen ikan nila besar dengan bobot 74 g

sebesar 0,00074 L. Ikan gurame kecil dengan bobot 27 g mempunyai jumlah

konsumsi oksigen sebesar 0,0000363 L dan ikan gurame besar dengan bobot

67 g mempunyai jumlah konsumsi oksigen sebesar 0,00025 L.

2. Jumlah konsumsi oksigen pada ikan kecil lebih besar dibandingkan ikan besar

karena semakin banyak aktivitas ikan maka semakin besar kebutuhan konsumsi

oksigennya.

DAFTAR REFERENSI

Afrianto, E dan E. Liliawati. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Ameer, K.M.S., and Kutty, M.N. 2010. Oxygen Cunsumption In Relation To Spontanious Activity And Ambient Oxygen In Five Teleosts. Central Marine Fisheries Research Institute. Mandapam Camp

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rinek Cipta, Jakarta.

Gendro Sari, Sasi. 2007. Kualitas Air Sungai Maron Dengan Perlakukan Ikan Keramba Di Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto Jawa Timur. Biosciantiae. Banjarbaru, Hal 29-35.

Gordon, M.S. 1972. Animal Physiology Principles and Adaption.Mac.Millan Publishing Co.Inc. : New York.

Heath, A. G. 1995. Water Pollution and Fish Physiology Second Edition. CRC Press Inc, New York

Isnaeni, Wiwi. 2006. FisiologiHewan. Yogyakarta: Kanisius.

Kordi,  G. 2008. Budidaya Perairan. PT Cipta Adityo Bakti : Bandung.

Lagler, K. F. 1977. Icthyology. John Wiley and Sons Inc, Canada.

Murtidjo, A. 2001.Pedoman MeramuIkan. Kanisius, Yogyakarta.

Salmin. 2005. Jurnal Oksigen Terlarut (DO) dan kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan.Jurnal Ilmiah Perikanan dn Kelautan Vol 67:133-134.

Sulmartini,laksmi ,dkk. 2009. Respon Daya Cerna dan Respirasi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio) Pasca Transportasi dengan Menggunakan Daun Bandotan (Ageratum conyzoides) sebagai bahan Antimetabolik.Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan . Vol 1 :79-86.

Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology fourth edition. McGraw-Hill Companies.

Singh, Ram Nayan. 2014. Effects of Dimethoate (EC 30%) on Gill Morphology, Oxygen Consumption and Serum Electrolyte Levels of Common Carp, Cyprinus Carpio (Linn). International Journal of Scientific Research in Environmental Sciences. Vol 6 : 192-198.

Tobin, A.J. 2005.Asking about life.Thomson Brooks/Cole, Canada.

Tsuzuki, M.Y., Strussmann, C.A., and Takashima, F. 2008.Effect of Salinity on the Oxygen Consumption of Larvae of the Silverdes Odentesthes hatchery and O. banariensis (Osteichthyes, Atherinopsidae).Vol 51(3):563-567

Ville, A. C, W. T. Walker and F. E. Smith. 1988. Zoologi Umum. Erlangga : Jakarta.

Wetzel, R. G and G. E. Likens. 2000. Lymnological Analyses. Thirth Edition. Springer-Verlag : New York.

Yuwono, E. 2001.FisiologiHewan I. Universitas Jenderal Soedirman :Purwokerto.

Zainuddin. Inayah, M. Iqbal Djawad dan Abd. Djalil Saleng. 2003. respons fisiologi dan laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng yang dibantut pada umur berbeda. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar. Makasar

Zonneveld,N.Z.A., Huisman and J.H. Boon. 1991. Prinsip-PrinsipBudidayaIkan. Gramedia : Jakarta.