rehab medik

62
PRESENTASI KASUS SEORANG ANAK PEREMPUAN 2 TAHUN DENGAN HEMIPARESIS SINISTRA EC MENINGITIS BAKTERIALIS, PNEUMONIA, RIWAYAT STATUS EPILEPTIKUS Disusun oleh: Nadhira Puspita Ayuningtyas G99122081 Pembimbing : dr. Trilastiti Widowati, Sp.KFR, M.Kes

Upload: nadhira-puspita-ayuningtyas

Post on 29-May-2017

237 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: rehab medik

PRESENTASI KASUS

SEORANG ANAK PEREMPUAN 2 TAHUN DENGAN HEMIPARESIS

SINISTRA EC MENINGITIS BAKTERIALIS, PNEUMONIA, RIWAYAT

STATUS EPILEPTIKUS

Disusun oleh:

Nadhira Puspita Ayuningtyas

G99122081

Pembimbing :

dr. Trilastiti Widowati, Sp.KFR, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD DR. MOEWARDI

2013

Page 2: rehab medik

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS

A. Identitas

Nama : An. I

Umur : 2 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Songgorunggi RT/RW 01/05, Jaten, Karanganyar

Tanggal Masuk : 19 Oktober 2013

Tanggal Periksa : 29 Oktober 2013

No CM : 01 22 44 21

B. Keluhan Utama

Kejang seluruh tubuh

C. Riwayat Penyakit Sekarang (alloanamnesis)

Pasien datang ke RSDM dengan rujukan dari rumah sakit karang

anyar. ± 2 jam SMRS pasien mengalami kejang seluruh tubuh. Pasien

mengalami kejang sebanyak 2 kali selama ± 20 menit. Setelah kejang

pasien tertidur, dan diantara kedua kejang pasien tidak sadar. Muntah (-).

Pasien awalnya mengalami demam, batuk, dan sesak napas, kemudian

leher pasien kaku, pasien mulai kejang dan tidak sadar.

Saat ini pasien sudah tidak kejang juga sudah tidak demam. Leher

pasien sudah tidak kaku. Pasien juga sudah tidak batuk dan sesak. Namun

saat ini pasien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kiri. Tangan

dan kaki sebelah kiri tampak lebih lemas dibandingkan yang sebelah

kanan. BAB dan BAK lancar.

Page 3: rehab medik

D. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat kejang : disangkal

b. Riwayat mondok : (+) 3 minggu yang

lalu di RS Karanganyar dengan

keluhan sesak, batuk, dan demam

c. Riwayat Trauma : disangkal

d. Riwayat Alergi : disangkal

e. Riwayat Asma : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat penyakit serupa : disangkal

b. Riwayat kejang : disangkal

c. Riwayat asma : disangkal

F. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

a. Riwayat pemeriksaan kehamilan : ibu pasien melakukan pemeriksaan

kehamilan di bidan setiap bulan

saat hamil

b. Riwayat sakit infeksi saat hamil : disangkal

c. Riwayat keguguran : disangkal

d. Persalinan : persalinan spontan, 9 bulan,

dibantu oleh bidan, dengan BBL

3, 4 kg

G. Riwayat Imunisasi

Pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap (0-9 bulan) di puskesmas

H. Riwayat Tumbuh Kembang

Pasien tumbuh dan berkembang sesuai dengan umurnya, tidak mengalami

keterlambatan.

Page 4: rehab medik

I. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah anak tunggal. Pasien berobat dengan menggunakan

fasilitas JAMKESMAS.

J. Riwayat Gizi

Penderita biasa makan dengan nasi, sayur, dan lauk 3 kali sehari.

Pasien mendapatkan ASI ekslusif selama 6 bulan. Pasien sudah tidak

minum ASI, namun pasien masih meminum susu formula dengan

frekuensi 8x per hari dengan durasi ± 30 menit/sekali minum. Pasien

sudah dapat makan sendiri.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

1. Kesan Umum : baik, kompos mentis, gizi kesan

cukup

2. Tanda Vital : Tensi : 100/60 mmHg

Nadi : 110x/menit

Rr : 24x/menit

Suhu : 36,5 ºC per aksiler

3. Kepala : bentuk mesocephal, rambut tidak mudah

dicabut, jejas (-)

4. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

reflek cahaya (+/+), isokor 3mm/3mm, sekret(-/-).

5. Telinga : pendengaran berkurang (-/-), sekret/darah

(-/-).

6. Hidung : nafas cuping hidung(-), sekret(-),

epistaksis(-).

7. Mulut : gusi berdarah(-), bibir kering(-), pucat(-),

lidah kotor(-), papil lidah atrofi(-), lidah tremor(-), tonsil T1-T1.

8. Leher : JVP tidak meningkat, limfonodi dan

kelenjar tiroid tidak membesar.

9. Thorax : retraksi (-), jejas (-)

Page 5: rehab medik

10. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-).

11. Paru

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : SDV (+ / +), Suara tambahan (-/-)

12. Abdomen

Inspeksi : DP//DD

Palpasi : Supel, NT (-), hepar lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

13. Trunk :

Inspeksi : shoulder asimetris (+), trunk skoliosis (+)

konveksitas ke kanan, pelvic obliquity, leg

length discrepancy

Palpasi : massa (-),oedem (-), nyeri tekan (+)

muskulus paravertebra L3-L5 kanan,

spasme muskulus paravertebra L3-L5

kanan

Perkusi : Nyeri ketok costovertebral (-)

14. Ekstremitas : oedem akral dingin

B. Status Psikiatri

Tidak dilakukan pemeriksaan.

C. Status Neurologis

Kesadaran : kompos mentis, GCS E4V5M6

Fungsi luhur : sde

Page 6: rehab medik

Fungsi vegetatif : dalam batas normal

Fungsi sensorik : sde

Fungsi motorik dan reflek :

Kanan Kiri

a. Lengan

- Kekuatan >3 <3

- Tonus N

- Reflek Fisiologis

Reflek Biseps +2 +3

Reflek Triseps +2 +3

- Reflek Patologis

Reflek Hoffman - -

Reflek Trommer - -

b. Tungkai

- Kekuatan >3 <3

- Tonus N

- Klonus

Lutut - -

Kaki - +

- Reflek fisiologis :

Reflek Patella +2 +3

Reflek Achilles +2 +4

- Reflek patologis

Reflek Babinsky - +

Reflek Chaddock - -

Reflek Oppenheim - -

Reflek Schaffer - -

Reflek Gordon - -

Page 7: rehab medik

Nervus cranialis

Sulit dievaluasi

Meningeal sign

Kaku kuduk (-)

Brudzinski I (-)

Brudzinski II (-)

Kernig (-)

Pemeriksaan antropometri

BB/U :10 x 100% = 78,13% -3 < BB/U< -212,8

TB/U :82 x 100% = 89,62% -3 < TB/U< -291,5

BB/TB :10 x 100% = 95, 24% -1 < BB/TB < 010,5

Perhitungan ini menggunakan Z score karena pasien berumur kurang dari 5 tahun. Dari pemeriksaan antropometrik, bisa dikatakan bahwa pasien ini memiliki gizi cukup.

D. Range of Motion (ROM)

Neck Aktif Pasif

Flexi Sde 0-70o

Extensi Sde 0-40o

Rotasi ke kanan Sde 0-90o

Rotasi ke kiri Sde 0-90o

Extremitas Superior Dextra Sinistra

Aktif Pasif Aktif Pasif

Shoulder Flexi Sde 0-180o Sde 0-180o

Page 8: rehab medik

Extensi Sde 0-30o Sde 0-30o

Abduksi Sde 0-150o Sde 0-150o

Adduksi Sde 0-150o Sde 0-150o

Internal rotasi Sde 0-90o Sde 0-90o

External rotasi sde 0-90o Sde 0-90o

Elbow Flexi Sde 0-150o Sde 0-150o

Extensi Sde 150-0o Sde 150-0o

Supinasi Sde 0-90o Sde 0-90o

Pronasi Sde 0-90o Sde 0-90o

Wrist Flexi Sde 0-90o Sde 0-90o

Extensi Sde 0-10o Sde 0-40o

Ulnar deviasi Sde 0-30o Sde 0-30o

Radius deviasi Sde 0-30o Sde 0-30o

Finger MCP I flexi Sde 0-90o Sde 0-90o

MCPII,III,IVflexi Sde 0-90o Sde 0-90o

DIP II,III,IV flexi Sde 0-90o Sde 0-90o

PIP II,III,IV flexi Sde 0-100o Sde 0-100o

MCP I extensi sde 0-30o Sde 0-30o

Trunk ROM pasif ROM aktif

Flexi 0-70o Sde

Extensi 0-20o Sde

Rotasi 0-25o sde

Extremitas Inferior Dextra Sinistra

Aktif Pasif Aktif Pasif

Hip Flexi Sde 0-110o Sde 0-140o

Extensi Sde 0-30o Sde 0-30o

Abduksi Sde 0-45o Sde 0-45o

Adduksi Sde 0-45o Sde 0-45o

Knee Flexi Sde 0-130o Sde 0-130o

Page 9: rehab medik

Extensi Sde 0o Sde 0o

Ankle Dorsoflexi Sde 0-30o Sde 0-40o

Plantarflexi sde 0-40o Sde 0-40o

E. Manual Muscle Testing (MMT)

Ekstremitas Superior Dextra Sinistra

Shoulder Flexor M.deltoideus antor sde Sde

M.biceps brachii Sde sde

Extensor M.deltoideus antor sde Sde

M.teres major Sde sde

Abduktor M.deltoideus sde Sde

M.biceps brachii Sde sde

Adduktor M.latissimus dorsi sde Sde

M.pectoralis major sde Sde

Rotasi internal M.latissimus dorsi sde Sde

M.pectoralis major sde Sde

Rotasi eksternal M.teres major sde Sde

M.pronator teres sde Sde

Elbow Flexor M.biceps brachii Sde sde

M.brachialis sde Sde

Extensor M.triceps brachii sde Sde

Supinator M.supinator sde Sde

Pronator M.pronator teres sde Sde

Ekstremitas Superior Dextra Sinistra

Wrist Flexor M.flexor carpi

radialis

sde Sde

Extensor M.extensor

digitorum

Sde Sde

Abduktor M.extensor carpi sde sde

Page 10: rehab medik

radialis

Adduktor M.extensor carpi

ulnaris

sde Sde

Finger Flexor M.flexor digitorum sde Sde

Extensor M.extensor

digitorum

sde sde

Extremitas Inferior Dextra Sinistra

Hip Flexor M.psoas major sde Sde

Extensor M.gluteus maximus sde Sde

Abduktor M.gluteus medius Sde sde

Adduktor M.adductor longus sde Sde

Knee Flexor Hamstring muscles sde Sde

Extensor M.quadriceps

femoris

sde Sde

Ankle Dorsoflexor M.tibialis sde Sde

Plantarflexor M.soleus dan

gastrocnemius

sde Sde

Ibu Jari Flexor M flexor halucis

longus

sde Sde

Extensor M extensor halucis

longus

sde Sde

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Rontgen Thorax AP/Lateral

Page 11: rehab medik

Cor : besar dan bentuk normal

Pulmo : tampak perselubungan dengan airbronchogram di kedua

lapang paru, sinus costophrenicus kanan dan kiri tajam, retrosternal

dan retrocardiac space dalam batas normal, hemidiaphragma kanan dan

kiri normal

Trakhea ditengah

Sistema tulang baik

Kesimpulan : pneumonia

Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 21/10/2013

Hb: 13 g/dl

Hct: 41 %

AL: 11,5 ribu/ul

AT: 570 ribu/ul

AE: 4,88 juta/ul

Eosinofil: 0,3%

Basofil : 0,3%

Netrofil : 68,2%

Limfosit : 21,5%

Monosit : 6,5%

GDS: 113 g/dl

Albumin : 3,0 g/dl

CRP : 2,88 mg/l

Ur: 20 mg/dl

Cr: 0,2 mg/dl

Na: 132 mmol/L

K: 3,5 mmol/L

Cl : 100 mmol/L

Ca: 1,13 mmol/L

Page 12: rehab medik

Analisa cairan otak (21/10/2013)

Warna : tidak berwarna

Kejernihan : agak keruh

Bekuan : tidak ada

Test pandy : positif

Test nonne : positif

Glukosa : 37 mg/dl

Jumlah sel 600/ul

Sel PMN : 63%

Sel MN : 37%

Feses rutin (21/10/2013)

Tinja lunak warna kuning, tidak ditemukan parasit maupun jamur

patogen

Urin rutin (21/10/2013)

Ph : 8,5

Protein : 25 mg/dl

Eritrosit : 13/ul

Leukosit : 20/ul

Kristal : 0,7/ul

Kultur LCS (21/10/2013)

Tidak ditemukan adanya biakan

Kultur darah (21/10/2013)

Tidak ditemukan adanya biakan

IV. ASSESMENT

Meningitis Bakterialis dengan hemiparese sinistra

Pneumonia (perbaikan)

Riwayat status epileptikus

V. DAFTAR MASALAH

Problem Medis:

Page 13: rehab medik

Hemiparese sinistra

Pneumonia

Riwayat status epileptikus

Problem Rehabilitasi Medik

Fisioterapi : hemiparesis sinistra

Okupasi terapi : gangguan dalam melakukan

aktivitas sehari-hari

Terapi wicara : tidak ada

Sosio-medik : tidak ada

Orthesa-prothesa : tidak ada

Psikologi : motivasi kedua orang tua

VI. PENATALAKSANAAN

Terapi Medis

Injeksi ceftriaxone (50mg/kgBB/12jam) 450 mg/12 jam

Terapi Rehabilitasi Medik

1. Fisioterapi :

- General pasif ROM exercise

- Latihan miring

- Latihan duduk

- Stretching exercise

2. Speech terapi : -

3. Occupational terapi : pola

pergerakan dasar untuk aktivitas sehari-hari

4. Sosiomedik : -

5. Orthesa-Prothesa : -

6. Psikologi : terapi supportif

pada orang tua

VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, DAN HANDICAP

Page 14: rehab medik

Impairment : hemiparesis sinistra

Disabilitas : Berkurangnya fungsi lengan dan kaki kiri

Handicap : Keterbatasan aktivitas sehari-hari

VIII. PLANNING

Planning diagnostik : -

Planning terapi :

- Fisioterapi : Target : mampu meningkatkan kekuatan otot,

merangsang pergerakan kaki, dan mencegah

deformitas

o Okupasi terapi: Target : pasien mampu melakukan aktivitas

sederhana

Planning edukasi :

- Penjelasan tentang penyakit dan komplikasi yang dapat terjadi

pada keluarga

- Penjelasan tentang tujuan pemeriksaan dan tindakan yang

Dilakukan pada keluarga

Planning monitoring :

Evaluasi hasil terapi medikamentosa dan rehabilitasi medik

IX. GOAL

Mencegah kecacatan dan komplikasi muskuloskeletal

Memperbaiki kemampuan motorik

X. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Page 15: rehab medik

TINJAUAN PUSTAKA

A. MENINGITIS

I. Definisi

Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan

yangtipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang

punggung,disebabkan oleh bakteri, virus,riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi

secaraakut dan kronis. Meningitis yang disebabkan oleh infeksi diklasifikasikan

kepadaakut piogenik (biasanya disebabkan oleh bakteri), aseptik meningitis

(biasanyakarena viral) dan meningitis kronik (tuberculous, spirochetal, atau

cryptococcal).

Klasifikasi ini dibuat berdasarkan karakteristik dari eksudat pada

pemeriksaanCSS dan evolusi klinis daripada penyakit tersebut.Meningitis dapat

berkembang sebagai respon dari berbagai kasus, sepertiagen infeksi, trauma,

kanker, atau penyalahgunaan obat. Agen infeksi dapat berupa bakteri, virus,

ricketsia, protozoa, dan jamur.Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya

Page 16: rehab medik

dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali

gerak, pikiran bahkankematian. Perjalanan penyakit meningitis dapat terjadi

secara akut dan kronis(Robbins,2007).

II. Anatomi dan Fisiologi

Meninges terdiri daripada tiga jaringan ikat membran yang terletak di

bagian luar organ sistem saraf pusat. Fungsi dari lapisan selaput otak ini adalah:

1. Melapisi dan memberikan proteksi kepada struktur organ sistem

saraf pusat (otak dan medula spinalis).

2. Memberikan proteksi pembuluh darah yang terdapat di otak dan

menutupisinus venosus.

3. Mengandungi likour serebrospinalis

4. Membentuk partisi/ bagian bagian dari otak (Marieb, 2007)

Struktur meninges dari luar adalah, dura mater, araknoid mater, dan pia

mater. Meninges terdiri dari tiga lapis, yaitu :

1. Piamater Struktur terdalam meninges dan sebagai akibat dari

kontak yang sangaterat akan menyediakan darah untuk struktur-

struktur ini.

2. ArachnoidSelaput halus pemisah piameter dan duramater.

Page 17: rehab medik

3. Duramater Lapisan terluar dengan konsistensi padat dan keras

berasal dari jaringanikat tebal dan kuat.

III. Etiologi

Banyak kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus,

bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak.

Penyebabinfeksi ini dapat diklasifikasikan atas :

1. Meningitis bakteri: Pneumococcus, Meningococcusc, Haemophilus

influenza, Staphylococcus, Escherichia coli, Salmonella,

Mycobacterium tuberculosis

2. Virus : Enterovirus, Mumps, Herpes virus, Arboviruse, Kasus yang

sangat jarang: LMCV (lymphocyticchoriomeningitis virus)

3. Jamur : Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitris, Candida

(jarang), Histoplasma (terutama pada kasus immunocompromise)

Meningitis juga bisa berlaku pada kasus non infeksi terutama pada

kasusseperti AIDS, kanker, diabetes, trauma fisik atau oleh kerna obat obatan

yang bisamenurunkan sistem imunitas tubuh.

Page 18: rehab medik

IV. Patofisiologi

Mikroorganisma menginvasi ke jaringan selaput otak hanya apabila

telahmemasuki ruang subaraknoid. Biasanya, bakteri atau agen yang menginvasi

initersebar ke bagian otak melewati pembuluh darah setelah berlakunya

proseskolonisasi akibat infeksi di traktus respiratorius bagian atas.

Selain dari adanyainvasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point

d’entry masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan

abses otak yang pecah, penyebablainnya adalah adanya rhinorhea, otorhea pada

fraktur basis cranii yangmemungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan

lingkungan luar (Bachur,2011).

Agen penyebabInvasi ke susunan saraf pusat melalui aliran darahBermigrasi ke

lapisan subarachnoidRespon inflamasi di piamater, arachnoid, cairan

cerebrospinal, dan ventrikuler Eksudat menyebar di seluruh saraf cranial dan

saraf spinalKerusakan neurologist

V. Gejala Klinis

Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,

letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan

cairanserebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.Meningitis karena virus ditandai

dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu

berat.

Page 19: rehab medik

Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai

dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer

parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang

disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit

tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular

yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang

tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum,

uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala,

muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.

Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat

pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara

akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang,

nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan

fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan

penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 %

oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan

dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,

penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,

malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh

atau purulen peningkatan tekanan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah

lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan

gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal

dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana

mestinya.

V. Diagnosis

Diagnosis kerja ke arah meningitis dipikirkan jika ditemukan

triasmeningitis. Perlu juga memperhatikan gejala dan tanda dari infeksi akut,

peningkatan tekanan intrakranial dan rangsang meningeal. Untuk

mengkonfirmasidiagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium berupa tes darah,

cairan serebro spinal, dan pemeriksaan radiologis.

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal

Page 20: rehab medik

a.Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi

danrotasi kepala. Sebelum pemeriksaan kaku kuduk dilakukan, pastikan tidak

adarigiditas cervical dengan menolehkan kepala ke kanan dan kiri. Jika

didapatkantahanan ketika ditolehkan, pemeriksaan kaku kuduk tidak dapat

dilakukan. Tandakaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan

pada pergerakanfleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat

disentuhkan kedada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi

kepala.

b.Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada

sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin

tanparasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai

sudut135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha

biasanya diikuti rasa nyeri.

c.Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya

dibawahkepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi

kepaladengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+)

bilapada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.

d.Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi

panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila

pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan

lututkontralateral.

e.Pemeriksaan Tanda Brudzinski III

Penekanan pada kedua pipi, tepat di bawah os zygomaticus, akan

menghasilkan gerakan fleksi reflektorik pada kedua siku dan gerakan reflektorik

sejenak dari kedua lengan.

f.Pemeriksaan Tanda Brudzinski IV

Penekanan pada symphisis pubis akan disusul dengan timbulnya

gerakanreflektorik pada kedua tungkai pada sendi lutut dan panggul.

Page 21: rehab medik

Pemeriksaan Penunjang Meningitis

a.Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan

proteincairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan

tekananintrakranial. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi,

cairan jernih,sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).

Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel

darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis

bakteri.

b.Pemeriksaan darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju EndapDarah

(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.a. Pada Meningitis

Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disampingitu, pada Meningitis

Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED. b. Pada Meningitis Purulenta

didapatkan peningkatan leukosit.

c.Pemeriksaan Radiologis

Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila

mungkindilakukan CT Scan. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala

(periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.

VI. Jenis Meningitis

Viral meningitis

Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya si penderita

dapatsembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di musim

panaskarena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus.

Banyak virus yang bisa menyebabkan viral meningitis. Antara lain virus herpes

dan salahsatu yang paling sering adalah echovirus dan coxsakie virus.

Bacterial meningitis

Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius.Salah

satu bakterinya adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak

kemerahan dan kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembangmenjadi

Page 22: rehab medik

memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuhdapat

berakibat fatal dan menyebabkan kematian.

Meningitis Tuberkulosis Generalisata

Pada umumnya didapatkan fokus di tempat lain. Pada anak-anak umumnya

ditemukan primer di paru, sedangkan pada dewasa primernya daritempat lain,

seperti mastoid, spondilitis, atau organ lain. Dari pemeriksaan LP<didapatkan

CSS jernih.Gejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan

tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun,

nadi sangatlabil/lambat, hipertensi umum, abdomen tampak mencekung,

gangguan saraf otak.Penyebab : kuman mikobakterium tuberkulosa varian

hominis.Diagnosis : Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan cairanotak, darah, radiologi, test tuberkulin.

Selain dari tipe-tpe meningitis yang dibahas di atas, terdapat juga tipe

meningitisyang disebabkan oleh jamur seperti meningitis Kriptikokus. Jamur ini

bisamasuk ke tubuh kita saat kita menghirup debu atau kotoran burung yang

kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, danbagian tubuh lain.

Meningitis Kriptokokus ini paling seringterjadi pada orang dengan CD4 di bawah

100. Diagnosis:Darah atau cairan sumsum tulang belakang dapat ditesuntuk

kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’mencari antigen (protein)

yang dibuat oleh kriptokokus. Tes‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur

kriptokokus dari contohcairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi

hasi l pada hariyang sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu ataulebih

untuk menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulangbelakang juga dapat dites

secara cepat bila diwarnai dengan tintaIndia.

Page 23: rehab medik

VII. Penatalaksanaan

Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai

meningitis,maka pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah

yang baik untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau menghindari

resikokomplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita tergantung dari

jenis bakteri yang ditemukan. Jika belum dilakukan LP, dapat diberikan

antibiotikaempiris sesuai dengan umur pasien.

Farmakologis

a. Obat anti inflamasi :

1) Meningitis tuberkulosa : Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari

maksimal 500gr selama 1 ½ tahun. Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali

Page 24: rehab medik

sehari selama 1tahun. Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu,

1 – 2 kali sehari, selama 3 bulan.

2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan : Sefalosporin generasi ke 3, ampisilina

150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kalisehari. Koloramfenikol 50

mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.

3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan : Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24

jam IV 4-6 kali sehari. b) Sefalosforin generasi ke 3.

Pengobatan simtomatis :

1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 –

0.6/mg/kg/dosiskemudian klien dilanjutkan dengan.

2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.

3) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.

Pengobatan suportif :

1) Cairan intravena

.2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.

Non farmakologis

Jika ditemukan panas badan, dilakukan kompres dengan menggunakan air

atauair es-Jika ditemukan mual muntah, perlu dicurigai adanya peningkatan

tekanan intrakranial. Dilakukan manajemen pencegahan peningkatan TIK, yaitu

denganmemposisikan head up 30 derajat, hiperventilasi, slight hypothermia, dan

jika perlu diberikan manitol.

VIII. Komplikasi

Page 25: rehab medik

Komplikasi intracranial

1. Cerebral - Edema otak dengan resiko herniasi

2. Komplikasi pemdarah arteri: arteritis vasopasme, fokal kortikal,

hiperperfusi,gangguan serebrovaskular autoregulasi

3. Septik sinus/ trombosis venous terutama sinus sagitalis superior, tromboflebitis

kortikal

4. Hidrosefalus

5. Serebritis

6. Subdural efusi (pada bayi dan anak)

7. Abses otak, subdural empiemi

Komplikasi ekstrakranial

1. Septik shock

2. DIC

3. Respiratory distress sindrom

4. Arteritis (septik atau reaktif)

5. Ggn elektrolit: hiponatremi, SIADH,central diabetes insipidus (jarang)

6. Komplikasi spinal :mielitis, infark

IX. Prognosis

Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik

ataumental atau meninggal tergantung pada usia, jenis kuman penyebab,

derajatinfeksi, lama sakit, dan kepekaan antibiotik terhadap kuman.

B. PNEUMONIA

I. Definisi

Pneumonia adalah suatu infeksi dari satu atau dua paru-paru yang biasanya

disebabkan oleh bakteri-bakteri, virus-virus, atau jamur. Pneumonia adalah infeksi

yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang

disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap

Page 26: rehab medik

oksigen menjadi kurang. Di dalam buku “Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA

untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita”, disebutkan bahwa pneumonia

merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang

mengenai bagian paru (jaringan alveoli) (Depkes RI, 2004:4)

II. Klasifikasi

1. Pneumonia Lobaris

Penyakit pneumonia dimana seluruh lobus ( biasanya 1 lobus ) terkena infeksi 

scara difusi. Penyebabnya adalah streptococcus pneumonia. Lesinya yaitu bakteri

yang dihasilkannya menyebar merata ke seluruh lobus.

2. Bronchopneumonia

Pada Bronchopneumonia terdapat kelompok-kelompok infeksi pada seluruh

jaringan pulmo dengan “multiple focl infection” yang terdistibusi berdasarkan

tempat dimana gerombolan bakteri dan debrisnya tersangkut di bronchus.

Penyebab utamanya adalah obstruksi bronchus oleh mukus dan aspirasi isi

lambung lalu bakteri terperangkap disana kemudian memperbanyak diri dan

terjadi infeksi pada pulmo. Bronchopneumonia terbagi menjadi 2 subtipe,yakni:

a. Pneumonia aspirasi

Mekanisme infeksi terjadi saat partikel-partikel udara membawa bakteri masuk ke

paru-paru. Banyak terjadi pada pasien-pasien post operasi dan pasien-pasien

dengan kondisi yang lemah.

b. Pneumonia intertitialis

Reaksi inflamasi melibatkan dinding alveoli dengan eksudat yang relatif sedikit

dan sel-sel lekosit poli-morfo-nuklear dalam jumlah yang relatif sedikit.

Pneumonia intertitialis biasanya ada kaitannya dengan infeksi saluran pernapasan

atas. Penyebabnya adalah virus ( influenza A dan B, respiratory syncytial virus,

dan rhino virus ) dan mycoplasma pneumonia.

III. Etiologi

Penyebab pneumonia bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi

dengan sumber utama: bakteri, virus, mikroplasma, jamur, dan senyawa kimia

maupun partikel.

Page 27: rehab medik

a. Pneumonia oleh bakteri.

Heiskansen et.al (1997) menjelaskan bahwa “S. pneumoniae adalah jenis

bakteri penyebab pneumonia pada anak-anak di semua umur berdasarkan

komunitas penyakit pneumonia. Sedangkan M. pneumoniae dan Chlamydia

pneumoniae adalah penyebab utama pneumonia pada anak di atas umur 5

tahun.” Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi,

bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh

jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh

tubuh melalui aliran darah. Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang

siapa saja, mulai dari bayi sampai usia lanjut. Pada pencandu alkohol, pasien

pasca-operasi, orang-orang dengan penyakit gangguan pernapasan, dan

penurunan kekebalan tubuh adalah golongan yang paling berisiko. Anak-anak

juga termasuk kelompok yang rentan terinnfeksi penyakit ini karena daya tahan

tubuh yang masih lemah.

Penelitian lainnya menyebutkan bahwa S.pneumoniae diidentifikasikan

sebagai agen etiologi pada 34 dari 64 pasien (53%) dan pada 34 dari 43 pasien

(79%). S.pneumonia adalah pathogen teridentifikasi yang sering ditemukan

pada pasien di segala usia walaupun tidak ada hubungan antara usia dan

kemungkinan jenis darah positif terinfeksi (Wall., et al: 1986).

b. Pneumonia oleh virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.

Sebagian besar virus-virus ini menyerang saluran pernapasan bagian atas

(terutama pada anak). Namun, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat

dan dapat disembuhkan dalam waktu singkat. Bila infeksi terjadi bersamaan

dengan virus influensa, gangguan ini masuk ke dalam tingkatan berat dan

kadang menyebabkan kematian. Virus yang menginfeksi paru akan

berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan.

c. Pneumonia oleh Mikoplasma

Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan

penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus

maupun bakteri walaupun memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang

dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma

Page 28: rehab medik

menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak pria remaja dan

usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan pada orang yang tidak

menjalani pengobatan.

Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda fisiknya bila dibandingkan

dengan pneumonia pada umumnya. Oleh karena itu, pneumonia yang diduga

disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering disebut Atypical

Pneumonia ‘pneumonia yang tidak tipikal’.

Pneumonia mikoplasma mulai diidentifikasi saat perang dunia II.

d. Pneumonia jenis lainnya

Pneumonia lain yang jarang ditemukan, yakni disebabkan oleh masuknya

makanan, cairan, gas, debu maupun jamur. Pneumocystitis Carinii Pneumonia

(PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur, adalah salah satu contoh dari

pneumonia jenis lainnya. PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit

pada pengidap HIV/AIDS. PCP dapat diobati pada banyak kasus. Namun, bisa

saja penyakit ini muncul lagi beberapa bulan kemudian. Rickettsia (golongan

antara virus dan bakteri yang menyebabkan demam Rocky Mountain, demam

Q, tipus, dan psittacosis) juga mengganggu fungsi paru.

IV. Patofisilogi

Gejala dari infeksi pneumonia disebabkan invasi pada paru-paru oleh

mikroorganisme dan respon sistem imun terhadap infeksi.Meskipun lebih dari

seratus jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia, hanya

sedikit dari mereka yang bertanggung jawab pada sebagian besar

kasus.Penyebab paling sering pneumonia adalah virus dan bakteri. Penyebab

yang jarang menyebabkan infeksi pneumonia ialah fungi dan parasit.

Virus

Virus menyerang dan merusak sel untuk berkembang biak.Biasanya virus

masuk kedalamparu-paru bersamaan droplet udara yang terhirup melalui mulut

dan hidung.setelahmasuk virus menyerang jalan nafas dan alveoli. Invasi ini

sering menunjukan kematiansel, sebagian virus langsung mematikan sel atau

melalui suatu tipe penghancur sel yang disebut apoptosis.Ketika sistem imun

(DL leukosit meningkat) merespon terhadap infeksi virus,dapat terjadi

Page 29: rehab medik

kerusakan paru.Sel darah putih,sebagian besar limfosit, akan mengaktivasi

sejenis sitokin yang membuat cairan masuk ke dalam alveoli.Kumpulan dari sel

yang rusak dan cairan dalam alveoli mempengaruhi pengangkutan oksigen ke

dalam aliran darah (terjadi pertukaran gas)

.Sebagai tambahan dari proses kerusakan paru,banyak virus merusak organ

lain dan kemudian menyebabkan fungsi organ lain terganggu.Virus juga dapat

membuat tubuh rentan terhadap infeksi bakteri, untuk alasan ini, pneumonia

karena bakteri sering merupakan komplikasi dari pneumonia yang disebabkan

oleh virus.Pneumonia virus biasanya disebabkan oleh virus seperti vitus

influensa,virus syccytial respiratory(RSV),adenovirus dan

metapneumovirus.Virus herpes simpleks jarang menyebabkan pneumonia

kecuali pada bayi baru lahir. Orang dengan masalah pada sistem imun juga

berresiko terhadap pneumonia yang disebabkan oleh cytomegalovirus(CMV).

Bakteri

Bakteri secara khusus memasuki paru-paru ketika droplet yang berada di

udara dihirup,tetapi mereka juga dapat mencapai paru-paru melalui aliran darah

ketika ada infeksi pada bagian lain dari tubuh.Banyak bakteri hidup pada

bagian atas dari saluran pernapasan atas seperti hidung,mulut,dan sinus dan

dapat dengan mudah dihirup menuju alveoli.Setelah memasuki alveoli,bakteri

mungkin menginvasi ruangan diantara sel dan diantara alveoli melalui rongga

penghubung.Invasi ini memacu sistem imun untuk mengirim neutrophil yang

adalah tipe dari pertahanan sel darah putih,menuju paru.Neutrophil menelan

dan membunuh organisme yang berlawanan dan mereka juga melepaskan

cytokin,menyebabkan aktivasi umum dari sistem imun.Hal ini menyebabkan

demam,menggigil,dan mual umumnya pada pneumoni yang disebabkan bakteri

dan jamur.Neutrophil,bakteri,dan cairan dari sekeliling pembuluh darah

mengisi alveoli dan mengganggu transportasi oksigen.

Bakteri sering berjalan dari paru yang terinfeksi menuju aliran darah

menyebabkan penyakit yang serius atau bahkan fatal seperti septik syok dengan

tekanan darah rendah dan kerusakan pada bagian-bagian tubuh seperti

otak,ginjal,dan jantung.Bakteri juga dapat berjalan menuju area antara paru-

paru dan dinding dada(cavitas pleura) menyebabkan komplikasi yang

Page 30: rehab medik

dinamakan empyema.Penyebab paling umum dari pneumoni yang disebabkan

bakteri adalah Streptococcus pneumoniae,bakteri gram negatif dan bakteri

atipikal.Penggunaan istilah “Gram positif” dan “Gram negatif” merujuk pada

warna bakteri(ungu atau merah) ketika diwarnai menggunakan proses yang

dinamakan pewarnaan Gram.Istilah “atipikal” digunakan karena bakteri

atipikal umumnya mempengaruhi orang yang lebih sehat,menyebabkan

pneumoni yang kurang hebat dan berespon pada antibiotik yang berbeda dari

bakteri yang lain.

Tipe dari bakteri gram positif yang menyebabkan pneumonia pada hidung

atau mulut dari banyak orang sehat. Streptococcus pneumoniae, sering

disebut”pneumococcus” adalah bakteri penyebab paling umum dari pneumoni

pada segala usia kecuali pada neonatus.Gram positif penting lain penyebab dari

pneumonia adalah Staphylococcus aureus.Bakteri Gram negatif penyebab

pneumonia lebih jarang daripada bakteri gram negatif.Beberapa dari bakteri

gram negatif yang menyebabkan pneumoni termasuk Haemophilus influenzae,

Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,dan

Moraxella catarrhalis.Bakteri ini sering hidup pada perut atau intestinal dan

mungkin memasuki paru-paru jika muntahan terhirup.Bakteri atipikal yang

menyebabkan pneumonia termasuk Chlamydophila pneumoniae,Mycoplasma

pneumoniae,dan Legionella pneumophila.

Jamur

Pneumonia yang disebabkan jamur tidak umum,tetapi hal ini mungkin

terjadi pada individu dengan masalah sistem imun yang disebabkan AIDS,obat-

obatan imunosupresif atau masalah kesehatan lain.patofisiologi dari pneumonia

yang disebabkan oleh jamur mirip dengan pneumonia yang disebabkan

bakteri,Pneumonia yang disebabkan jamur paling sering disebabkan oleh

Histoplasma capsulatum,Cryptococcus neoformans,Pneumocystis jiroveci dan

Coccidioides immitis.Histoplasmosis paling sering ditemukan pada lembah

sungai Missisipi,dan Coccidiomycosis paling sering ditemukan pada Amerika

Serikat bagian barat daya.

Parasit

Page 31: rehab medik

Beberapa varietas dari parasit dapat mempengaruhi paru-paru.Parasit ini

secara khas memasuki tubuh melalui kulit atau dengan ditelan.Setelah memasuki

tubuh,mereka berjalan menuju paru-paru,biasanya melalui darah.Terdapat seperti

pada pneumonia tipe lain ,kombinasi dari destruksi seluler dan respon imun yang

menyebabkan ganguan transportasi oksigen.Salah satu tipe dari sel darah

putih,eosinofil berespon dengan dahsyat terhadap infeksi parasit.Eosinofil pada

paru-paru dapat menyebabkan pneumonia eosinofilik yang menyebabkan

komplikasi yang mendasari pneumonia yang disebabkan parasit.Parasit paling

umum yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Toxoplasma

gondii,Strongioides stercoralis dan Ascariasis.

2.4 Web of Cause (WOC)

V. Manifestasi Kllinis

gambaran klinis pneumonia ditunjukkan dengan adanya pelebaran cuping

hidung, ronki, dan retraksi dinding dada atau sering disebut tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam (chest indrawing). Penyakit yang sering terjadi pada anak-

anak ini ditandai dengan ciri-ciri adanya demam, batuk disertai nafas cepat

(takipnea) atau nafas cepat.

Gejala dan tanda pneumonia tergantung kuman penyebab, usia, status

imunologis, dan beratnya penyakit. Gejala dan tanda dibedakan menjadi gejala

umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal, pleural, dan ekstrapulmonal.

Gejala-gejala tersebut meliputi:

1. demam

2. menggigil

3. sefalgia

4. gelisah

5. muntah, kembung, diare (terjadi pada pasien dengan gangguan

gastrointestinal)

6. wheezing (pneumonia mikoplasma)

7. otitis media, konjungtivitis, sinusitis (pneumonia oleh streptococcus

pneumonia atau Haemophillus influenza)

Page 32: rehab medik

VI. Pemeriksaan Diagnosis

1. Sinar X Mengidentifikasikan distribusi strukstural (mis. Lobar, bronchial);

dapat juga menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus);

infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan

infiltrate nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x

dada mungkin bersih.

2. GDA Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat

dan penyakit paru yang ada.

3. JDL leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada

infeksi virus, kondisi tekanan imun.

4. LED meningkat

5. Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat

dan komplain menurun.

6. Elektrolit Na dan Cl mungkin rendah

7. Bilirubin meningkat

8. Aspirasi / biopsi jaringan paru

Alat diagnosa termasuk sinar-x dan pemeriksaan sputum. Perawatan

tergantung dari penyebab pneumonia; pneumonia disebabkan bakteri dirawat

dengan antibiotik. Pemeriksaan penunjang:

1. Rontgen dada;

2. Pembiakan dahak;

3. Hitung jenis darah;

4. Gas darah arteri.

VII. Penatalaksanaan

1.      Indikasi MRS :

a.       Ada kesukaran nafas, toksis

b.      Sianosis

c.       Umur kurang 6 bulan

d.      Ada penyulit, misalnya :muntah-muntah, dehidrasi,  empiema

e.       Diduga infeksi oleh Stafilokokus

f.        Imunokompromais

Page 33: rehab medik

g.       Perawatan di rumah kurang baik

h.       Tidak respon  dengan pemberian antibiotika oral

2.      Pemberian  oksigenasi : dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor

dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi

mekanik.

3. Mempertahankan suhu tubuh normal melalui pemberian kompres

4.    Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan parenteral). Jumlah

cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.

5.      Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui

selang nasogastrik.

6.      Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal

7.      Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi.

8.      Pemilihan antibiotik  berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan

penyebab Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada

perbaikan klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak

dinyatakan sembuh. Lama pemberian antibiotik tergantung : kemajuan klinis

penderita, hasil laboratoris, foto toraks dan jenis kuman penyebab :

        Stafilokokus : perlu 6 minggu parenteral

        Haemophylus influenzae/Streptokokus pneumonia : cukup 10-14 hari

Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan,

gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka

panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera

dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik :

sefalosporin generasi 3.

Dapat dipertimbangkan juga pemberian :

-         Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii

-         Anti viral (Aziclovir , ganciclovir) pada pneumonia karena CMV

-         Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia

karena jamur

-         Imunoglobulin

VIII. Komplikasi

Page 34: rehab medik

Komplikasi yang menyertai penyakit pneumonia , sebagai berikut:

1. efusi pleura;

2. empyema;

3. pneumothoraks;

4. piopneumotoraks;

5. pneumatosel;

6. abses paru;

7. sepsis;

8. gagal nafas;

9. ileus paralitik fungsional.

C. STATUS EPILEPTIKUS

I. Definisi

Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA), status epileptikus

didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang

tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang

berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika

seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali

selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.

II. Etiologi

Status epileptikus tonik-klonik, banyak berasal dari insult akut pada otak

dengan suatu fokus serangan. Penyebab status epileptikus yang banyak diketahui

adalah, infark otak mendadak, anoksia otak, bermacam-macam gangguan

metabolisme, tumor otak, menghentikan kebiasaan minuman keras secara

mendadak, atau berhenti makan obat anti kejang. Jarang status epileptikus

disebabkan oleh penyakit degenerasi sel-sel otak, menghentikan penggunaan

penenang dengan mendadak, pasca anestesi dan cedera perinatal. Penderita yang

sebelumnya tidak mempunyai riwayat epilepsi, mungkin mempunyai riwayat

trauma kepala, radang otak, tumor, penyakit pembuluh darah otak. Kelainan-

kelainan ini terutama yang terdapat pada lobus frontalis, lebih sering

menimbulkan status epileptikus, dibandingkan dcngan lokasi lain pada otak.

Page 35: rehab medik

Penderita yang mempunyai riwayat epilepsi, dcngan sendirinya mempunyai faktor

pencetus tertentu. Umumnya karena tidak teratur makan obat atau menghentikan

obat sekehendak hatinya. Faktor pencetus lain yang harus diperhatikan adalah

alkohol, keracunan kehamilan, uremia dan lain-lain.

III. Klasifikasi

1. Overt generalized convulsive status epilepticus

Aktivitas kejang yang berkelanjutan dan intermiten tanpa ada kesadaran penuh.

a. Tonik klonik

b. Tonik

c. Klonik

d. Mioklonik

2. Subtle generalized convulsive status epilepticus diikuti dengan generalized

convulsive status epilepticus dengan atau tanpa aktivitas motorik.

3. Simple/partial status epilepticus (consciousness preserved)

a. Simple motor status epilepticus

b. Sensory status epilepticus

c. Aphasic status epilepticus

4. Nonconvulsive status epilepticus(consciousness impaired)

a. Petit mal status epilepticus

b. Complex partial status epilepticus.

IV. Patofisiologi

Pada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk

mencegah kejang. Kegagalan ini terjadi bila rangsangan bangkitan kejang

(Neurotransmiter eksitatori: glutamat, aspartat dan acetylcholine) melebihi

kemampuan hambatan intrinsic (GABA) atau mekanisme hambatan intrinsik tidak

efektif.

Status epileptikus dibagi menjadi 2 fase, yaitu:

1. Fase I (0-30 menit) - mekanisme terkompensasi. Pada fase ini terjadi:

· Pelepasan adrenalin dan noradrenalin

· Peningkatan cerebral blood flow dan metabolisme

Page 36: rehab medik

· Hipertensi, hiperpireksia

· Hiperventilasi, takikardi, asidosis laktat

2. Fase II (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi. Pada fase ini terjadi:

· Kegagalan autoregulasi serebral/edema otak

· Depresi pernafasan

· Disritmia jantung, hipotensi

· Hipoglikemia, hiponatremia

· Gagal ginjal, rhabdomyolisis, hipertermia dan DIC

Penyebab terjadinya status epileptikus antara lain infeksi, hipoglikemia,

hipoksemia, trauma, epilepsi, panas, dan tidak diketahui (30%)

V. Gejala Klinis

Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk

mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized

Tonic-Clonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai,

hasil dari survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain

dapat juga terjadi.

A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status

Epileptikus)

ni merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi

danpotensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-

klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum.

Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-

klonik umum tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan

frekuensi. Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik

yang melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus.

Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2.

Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin

berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang

mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik.

Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak

tertangani.

Page 37: rehab medik

B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status

Epileptikus)

Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum

mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua. (6)

C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)

Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan

kesadarantanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan

merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.

D. Status Epileptikus Mioklonik

Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan

mioklonus adalah menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya

tingkat kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati

anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan

toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.

E. Status Epileptikus Absens

Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia

pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status

presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat

seperti menyerupai “slow motion movie” dan mungkin bertahan dalam waktu

periode yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens

pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus

(monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat. Respon terhadap status epileptikus

Benzodiazepin intravena didapati.

F. Status Epileptikus Non Konvulsif

Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial

kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-

konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma. Ketika sadar, dijumpai

perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah, halusinasi,

tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada

beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike

wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.

G. Status Epileptikus Parsial Sederhana

Page 38: rehab medik

a. Status Somatomotorik

Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan

jari-jari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan

berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin

menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi

tidak selalu menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada

hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses

destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai

dengan adanya afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).

b. Status Somatosensorik

Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala

sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.

H. Status Epileptikus Parsial Kompleks

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi

yang cukup untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi

otomatisme, gangguan berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan.

Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi,

tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari

EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan

status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus.

VI. Penatalaksanaan

Status epileptikus tipe grandmal ini merupakan gawat darurat neurologic.

Harus diatasi secepat mungkin untuk menghindarkan kematian atau cedera saraf

permanen. Biasanya dilakukan tindakan :

1. Stabilisasi penderita.

2. Menghentikan kejang.

Stabilisasi penderita

Page 39: rehab medik

Tahap ini meliputi usaha-usaha mempertahankan dan memperbaiki fungsi

vital yang mungkin terganggu; membersihkan udara dan jalan pernafasan, serta

memberikan oksigen. Dalam keadaan tcrtcntu, tcrutama bila kejang sudah lama

atau ada hambatan saluran pemafasan, harus dilakukan intubasi. Tekanan darah

dipertahankan, diberikan garam fisiologis dan bila perlu diberi vasopressor. Darah

diambil untuk pemeriksaan darah lengkap, gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin

dan bagi penderita epilepsi diperiksa kadar obat dalam scrum darahnya. Harus

diperiksa gas - gas darah arteri, untuk melacak adanya asidosis metabolik dan

kemampuan oksigenasi darah. Asidosis dikoreksi dengan bikarbonat intravena.

Segera diberi 50 ml glukosa 50% intravena, diikuti pemberian tiamin 100

milligram intramuskuler.

Menghentikan kejang

Usaha mengakhiri kejang dilakukan segera sesudah tahap stabilisasi selesai.

Tindakan ini dimulai dengan pemberian bolus diazepam, 2 mg/menit, masing-

masing 10 mg. Pemberian bolus diazepam dilanjutkan sampai jumlah 50 mg,

sementara itu pernafasan dimonitor terus. Biasanya kejang sudah dapat diatasi.

Bila pemberian diazepam yang waktu paruhnya hanya sekitar 15 menit belum

berhasil, diberikan fenitoin yang bekerja lebih lama, mempunyai waktu paruh

selama 24 jam. Fenitoin diberikan secara intravena, 2 – 10 mg fenitoin dilarutkan

dalam 1ml garam fisiologis (± 5mg/ml), dengan dosis fenitoin 18 mg/kg berat

badan, dengan kecepatan kurang dari 50 mg/menit. Efek samping aritmi jantung

sering timbul pada pemberian fenitoin yang terlalu cepat atau lebih dari 50

mg/menit, bukan karena jumlah fenitoin yang diberikan. Diazepam dan fenitoin

dapat menekan pernafasan, terutama bila pemberian terlalu cepat. Oleh karena

itu selama pemberian obat ini harus dilakukan monitoring ECG dan pernafasan.

Bila kejang masih terus berlangsung sesudah 20 menit pemberian fenitoin,

intubasi harus dilakukan. Selanjutnya diberi fenobarbital sampai kejang berhenti

atau dosis seluruhnya mencapai 20 mg/kg berat badan. Fenobarbital juga

diberikan per infus dengan kecepatan maksimum 100 mg/menit. Selama

pemberian fenobarbital harus diperhatikan kemungkinan gangguan pernafasan dan

turunnya tekanan darah. Apabila tahap pemberian fenobarbital belum berhasil

menghentikan kejang, maka ahli saraf harus memikirkan tindakan resusitasi otak

Page 40: rehab medik

melalui anestesi dengan pemberian pentobarbital atau amobarbital. Takaran obat

yang diberikan disesuaikan sampai tercapai aktivitas otak yang dikenal dengan

outburst suppression pattern pada rekaman EEG. Dosis ini dipertahankan selama

tiga jam, agar otak mempunyai waktu yang cukup untuk membangkitkan

homeostasis dan melawan kejang berkelanjutan. Di tempat-tempat yang tidak

mempunyai sarana pemberian obat secara intravena atau tidak ada fasilitas

resusitasi, dapat diberikan pertolongan pertama dengan pemberian paraldehid ke

dalam otot atau rektum. Suntikan paraldehid masing-masing 5 mg ke dalam kedua

otot bokong setiap 3 jam, atau paraldehid 10% dalam larutan garam fisiologis,

sebanyak 5 ml melalui rektum.

VII. Komplikasi

Asidosis

Hipoglikemia

Hiperkarbia

Hipertensi pulmonal

Edema paru

Hipertermia

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

Gagal ginjal akut

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Edema otak

Aspirasi Pneumonia

Page 41: rehab medik

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Retno., S, Landia., MS, Makmuri. 2006. Naskah Lengkap Continuing

Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan

Anak VI: Pneumonia. Diakses tanggal 29/10/2013 dari www.Pediatrik.com

SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair Web Site :

http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori

=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-lvzc283.html

Bachur, R.G. 2011. Pediatric meningitis and eencephalitis [cited

from:http://emedicine.medscape.com/article at 29/10/2013 8.39pm]

Centers for Disease Control and Prevention. 2010. Pneumococcal Disease In

Short. http://www.cdc.gov/vaccines/vpd-vac/pneumo/in-short-both.html.

Diakses tanggal 29/10/2013 .

Page 42: rehab medik

H. Meierkord.EFNS guideline on the management of status epilepticus In:

European Journal of Neurology 2006, 13: 445–450.

Kumar, A. and Mitchell F.Robbins. 2007. Basic Pathology : Infection of the

Nervous System. Saunders. Hal 874.

Kosma, Heiskansen., Tarja., Korppi., Matti., Jokinen., Camilla., et al. 1998.

Etiology of childhood pneumonia: serologic results of a prospective,

population-based study. Diakses tanggal 29/10/2013, dari The Pediatric

Infectious Disease Journal Web site:

http://journals.lww.com/pidj/Abstract/1998/11000/Etiology_of_childhood_

pneumonia__serologic_results.4.aspx.

Manno M.E. New Management Strategies in the Treatment of Status Epilepticus.

In.Symposium on Seizures: Mayo Foundation for Medical Education and

Research:2003.p.508-518

Marieb, E.dan Hoehn. K. 2007. Human anatomy and physiology: Meninges.

EdisiVII. Pearson Education.

Turner C. Epilepsy. In: Neurology Crash course. 2nd edition.Philadelphia:Mosby

Elsevier:2006.p.95-100