rehab medik
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
SEORANG ANAK PEREMPUAN 2 TAHUN DENGAN HEMIPARESIS
SINISTRA EC MENINGITIS BAKTERIALIS, PNEUMONIA, RIWAYAT
STATUS EPILEPTIKUS
Disusun oleh:
Nadhira Puspita Ayuningtyas
G99122081
Pembimbing :
dr. Trilastiti Widowati, Sp.KFR, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR. MOEWARDI
2013
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A. Identitas
Nama : An. I
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Songgorunggi RT/RW 01/05, Jaten, Karanganyar
Tanggal Masuk : 19 Oktober 2013
Tanggal Periksa : 29 Oktober 2013
No CM : 01 22 44 21
B. Keluhan Utama
Kejang seluruh tubuh
C. Riwayat Penyakit Sekarang (alloanamnesis)
Pasien datang ke RSDM dengan rujukan dari rumah sakit karang
anyar. ± 2 jam SMRS pasien mengalami kejang seluruh tubuh. Pasien
mengalami kejang sebanyak 2 kali selama ± 20 menit. Setelah kejang
pasien tertidur, dan diantara kedua kejang pasien tidak sadar. Muntah (-).
Pasien awalnya mengalami demam, batuk, dan sesak napas, kemudian
leher pasien kaku, pasien mulai kejang dan tidak sadar.
Saat ini pasien sudah tidak kejang juga sudah tidak demam. Leher
pasien sudah tidak kaku. Pasien juga sudah tidak batuk dan sesak. Namun
saat ini pasien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kiri. Tangan
dan kaki sebelah kiri tampak lebih lemas dibandingkan yang sebelah
kanan. BAB dan BAK lancar.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat kejang : disangkal
b. Riwayat mondok : (+) 3 minggu yang
lalu di RS Karanganyar dengan
keluhan sesak, batuk, dan demam
c. Riwayat Trauma : disangkal
d. Riwayat Alergi : disangkal
e. Riwayat Asma : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat kejang : disangkal
c. Riwayat asma : disangkal
F. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a. Riwayat pemeriksaan kehamilan : ibu pasien melakukan pemeriksaan
kehamilan di bidan setiap bulan
saat hamil
b. Riwayat sakit infeksi saat hamil : disangkal
c. Riwayat keguguran : disangkal
d. Persalinan : persalinan spontan, 9 bulan,
dibantu oleh bidan, dengan BBL
3, 4 kg
G. Riwayat Imunisasi
Pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap (0-9 bulan) di puskesmas
H. Riwayat Tumbuh Kembang
Pasien tumbuh dan berkembang sesuai dengan umurnya, tidak mengalami
keterlambatan.
I. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah anak tunggal. Pasien berobat dengan menggunakan
fasilitas JAMKESMAS.
J. Riwayat Gizi
Penderita biasa makan dengan nasi, sayur, dan lauk 3 kali sehari.
Pasien mendapatkan ASI ekslusif selama 6 bulan. Pasien sudah tidak
minum ASI, namun pasien masih meminum susu formula dengan
frekuensi 8x per hari dengan durasi ± 30 menit/sekali minum. Pasien
sudah dapat makan sendiri.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Kesan Umum : baik, kompos mentis, gizi kesan
cukup
2. Tanda Vital : Tensi : 100/60 mmHg
Nadi : 110x/menit
Rr : 24x/menit
Suhu : 36,5 ºC per aksiler
3. Kepala : bentuk mesocephal, rambut tidak mudah
dicabut, jejas (-)
4. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
reflek cahaya (+/+), isokor 3mm/3mm, sekret(-/-).
5. Telinga : pendengaran berkurang (-/-), sekret/darah
(-/-).
6. Hidung : nafas cuping hidung(-), sekret(-),
epistaksis(-).
7. Mulut : gusi berdarah(-), bibir kering(-), pucat(-),
lidah kotor(-), papil lidah atrofi(-), lidah tremor(-), tonsil T1-T1.
8. Leher : JVP tidak meningkat, limfonodi dan
kelenjar tiroid tidak membesar.
9. Thorax : retraksi (-), jejas (-)
10. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-).
11. Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SDV (+ / +), Suara tambahan (-/-)
12. Abdomen
Inspeksi : DP//DD
Palpasi : Supel, NT (-), hepar lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
13. Trunk :
Inspeksi : shoulder asimetris (+), trunk skoliosis (+)
konveksitas ke kanan, pelvic obliquity, leg
length discrepancy
Palpasi : massa (-),oedem (-), nyeri tekan (+)
muskulus paravertebra L3-L5 kanan,
spasme muskulus paravertebra L3-L5
kanan
Perkusi : Nyeri ketok costovertebral (-)
14. Ekstremitas : oedem akral dingin
B. Status Psikiatri
Tidak dilakukan pemeriksaan.
C. Status Neurologis
Kesadaran : kompos mentis, GCS E4V5M6
Fungsi luhur : sde
Fungsi vegetatif : dalam batas normal
Fungsi sensorik : sde
Fungsi motorik dan reflek :
Kanan Kiri
a. Lengan
- Kekuatan >3 <3
- Tonus N
- Reflek Fisiologis
Reflek Biseps +2 +3
Reflek Triseps +2 +3
- Reflek Patologis
Reflek Hoffman - -
Reflek Trommer - -
b. Tungkai
- Kekuatan >3 <3
- Tonus N
- Klonus
Lutut - -
Kaki - +
- Reflek fisiologis :
Reflek Patella +2 +3
Reflek Achilles +2 +4
- Reflek patologis
Reflek Babinsky - +
Reflek Chaddock - -
Reflek Oppenheim - -
Reflek Schaffer - -
Reflek Gordon - -
Nervus cranialis
Sulit dievaluasi
Meningeal sign
Kaku kuduk (-)
Brudzinski I (-)
Brudzinski II (-)
Kernig (-)
Pemeriksaan antropometri
BB/U :10 x 100% = 78,13% -3 < BB/U< -212,8
TB/U :82 x 100% = 89,62% -3 < TB/U< -291,5
BB/TB :10 x 100% = 95, 24% -1 < BB/TB < 010,5
Perhitungan ini menggunakan Z score karena pasien berumur kurang dari 5 tahun. Dari pemeriksaan antropometrik, bisa dikatakan bahwa pasien ini memiliki gizi cukup.
D. Range of Motion (ROM)
Neck Aktif Pasif
Flexi Sde 0-70o
Extensi Sde 0-40o
Rotasi ke kanan Sde 0-90o
Rotasi ke kiri Sde 0-90o
Extremitas Superior Dextra Sinistra
Aktif Pasif Aktif Pasif
Shoulder Flexi Sde 0-180o Sde 0-180o
Extensi Sde 0-30o Sde 0-30o
Abduksi Sde 0-150o Sde 0-150o
Adduksi Sde 0-150o Sde 0-150o
Internal rotasi Sde 0-90o Sde 0-90o
External rotasi sde 0-90o Sde 0-90o
Elbow Flexi Sde 0-150o Sde 0-150o
Extensi Sde 150-0o Sde 150-0o
Supinasi Sde 0-90o Sde 0-90o
Pronasi Sde 0-90o Sde 0-90o
Wrist Flexi Sde 0-90o Sde 0-90o
Extensi Sde 0-10o Sde 0-40o
Ulnar deviasi Sde 0-30o Sde 0-30o
Radius deviasi Sde 0-30o Sde 0-30o
Finger MCP I flexi Sde 0-90o Sde 0-90o
MCPII,III,IVflexi Sde 0-90o Sde 0-90o
DIP II,III,IV flexi Sde 0-90o Sde 0-90o
PIP II,III,IV flexi Sde 0-100o Sde 0-100o
MCP I extensi sde 0-30o Sde 0-30o
Trunk ROM pasif ROM aktif
Flexi 0-70o Sde
Extensi 0-20o Sde
Rotasi 0-25o sde
Extremitas Inferior Dextra Sinistra
Aktif Pasif Aktif Pasif
Hip Flexi Sde 0-110o Sde 0-140o
Extensi Sde 0-30o Sde 0-30o
Abduksi Sde 0-45o Sde 0-45o
Adduksi Sde 0-45o Sde 0-45o
Knee Flexi Sde 0-130o Sde 0-130o
Extensi Sde 0o Sde 0o
Ankle Dorsoflexi Sde 0-30o Sde 0-40o
Plantarflexi sde 0-40o Sde 0-40o
E. Manual Muscle Testing (MMT)
Ekstremitas Superior Dextra Sinistra
Shoulder Flexor M.deltoideus antor sde Sde
M.biceps brachii Sde sde
Extensor M.deltoideus antor sde Sde
M.teres major Sde sde
Abduktor M.deltoideus sde Sde
M.biceps brachii Sde sde
Adduktor M.latissimus dorsi sde Sde
M.pectoralis major sde Sde
Rotasi internal M.latissimus dorsi sde Sde
M.pectoralis major sde Sde
Rotasi eksternal M.teres major sde Sde
M.pronator teres sde Sde
Elbow Flexor M.biceps brachii Sde sde
M.brachialis sde Sde
Extensor M.triceps brachii sde Sde
Supinator M.supinator sde Sde
Pronator M.pronator teres sde Sde
Ekstremitas Superior Dextra Sinistra
Wrist Flexor M.flexor carpi
radialis
sde Sde
Extensor M.extensor
digitorum
Sde Sde
Abduktor M.extensor carpi sde sde
radialis
Adduktor M.extensor carpi
ulnaris
sde Sde
Finger Flexor M.flexor digitorum sde Sde
Extensor M.extensor
digitorum
sde sde
Extremitas Inferior Dextra Sinistra
Hip Flexor M.psoas major sde Sde
Extensor M.gluteus maximus sde Sde
Abduktor M.gluteus medius Sde sde
Adduktor M.adductor longus sde Sde
Knee Flexor Hamstring muscles sde Sde
Extensor M.quadriceps
femoris
sde Sde
Ankle Dorsoflexor M.tibialis sde Sde
Plantarflexor M.soleus dan
gastrocnemius
sde Sde
Ibu Jari Flexor M flexor halucis
longus
sde Sde
Extensor M extensor halucis
longus
sde Sde
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Rontgen Thorax AP/Lateral
Cor : besar dan bentuk normal
Pulmo : tampak perselubungan dengan airbronchogram di kedua
lapang paru, sinus costophrenicus kanan dan kiri tajam, retrosternal
dan retrocardiac space dalam batas normal, hemidiaphragma kanan dan
kiri normal
Trakhea ditengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan : pneumonia
Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 21/10/2013
Hb: 13 g/dl
Hct: 41 %
AL: 11,5 ribu/ul
AT: 570 ribu/ul
AE: 4,88 juta/ul
Eosinofil: 0,3%
Basofil : 0,3%
Netrofil : 68,2%
Limfosit : 21,5%
Monosit : 6,5%
GDS: 113 g/dl
Albumin : 3,0 g/dl
CRP : 2,88 mg/l
Ur: 20 mg/dl
Cr: 0,2 mg/dl
Na: 132 mmol/L
K: 3,5 mmol/L
Cl : 100 mmol/L
Ca: 1,13 mmol/L
Analisa cairan otak (21/10/2013)
Warna : tidak berwarna
Kejernihan : agak keruh
Bekuan : tidak ada
Test pandy : positif
Test nonne : positif
Glukosa : 37 mg/dl
Jumlah sel 600/ul
Sel PMN : 63%
Sel MN : 37%
Feses rutin (21/10/2013)
Tinja lunak warna kuning, tidak ditemukan parasit maupun jamur
patogen
Urin rutin (21/10/2013)
Ph : 8,5
Protein : 25 mg/dl
Eritrosit : 13/ul
Leukosit : 20/ul
Kristal : 0,7/ul
Kultur LCS (21/10/2013)
Tidak ditemukan adanya biakan
Kultur darah (21/10/2013)
Tidak ditemukan adanya biakan
IV. ASSESMENT
Meningitis Bakterialis dengan hemiparese sinistra
Pneumonia (perbaikan)
Riwayat status epileptikus
V. DAFTAR MASALAH
Problem Medis:
Hemiparese sinistra
Pneumonia
Riwayat status epileptikus
Problem Rehabilitasi Medik
Fisioterapi : hemiparesis sinistra
Okupasi terapi : gangguan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
Terapi wicara : tidak ada
Sosio-medik : tidak ada
Orthesa-prothesa : tidak ada
Psikologi : motivasi kedua orang tua
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi Medis
Injeksi ceftriaxone (50mg/kgBB/12jam) 450 mg/12 jam
Terapi Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi :
- General pasif ROM exercise
- Latihan miring
- Latihan duduk
- Stretching exercise
2. Speech terapi : -
3. Occupational terapi : pola
pergerakan dasar untuk aktivitas sehari-hari
4. Sosiomedik : -
5. Orthesa-Prothesa : -
6. Psikologi : terapi supportif
pada orang tua
VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, DAN HANDICAP
Impairment : hemiparesis sinistra
Disabilitas : Berkurangnya fungsi lengan dan kaki kiri
Handicap : Keterbatasan aktivitas sehari-hari
VIII. PLANNING
Planning diagnostik : -
Planning terapi :
- Fisioterapi : Target : mampu meningkatkan kekuatan otot,
merangsang pergerakan kaki, dan mencegah
deformitas
o Okupasi terapi: Target : pasien mampu melakukan aktivitas
sederhana
Planning edukasi :
- Penjelasan tentang penyakit dan komplikasi yang dapat terjadi
pada keluarga
- Penjelasan tentang tujuan pemeriksaan dan tindakan yang
Dilakukan pada keluarga
Planning monitoring :
Evaluasi hasil terapi medikamentosa dan rehabilitasi medik
IX. GOAL
Mencegah kecacatan dan komplikasi muskuloskeletal
Memperbaiki kemampuan motorik
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. MENINGITIS
I. Definisi
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan
yangtipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang
punggung,disebabkan oleh bakteri, virus,riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi
secaraakut dan kronis. Meningitis yang disebabkan oleh infeksi diklasifikasikan
kepadaakut piogenik (biasanya disebabkan oleh bakteri), aseptik meningitis
(biasanyakarena viral) dan meningitis kronik (tuberculous, spirochetal, atau
cryptococcal).
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan karakteristik dari eksudat pada
pemeriksaanCSS dan evolusi klinis daripada penyakit tersebut.Meningitis dapat
berkembang sebagai respon dari berbagai kasus, sepertiagen infeksi, trauma,
kanker, atau penyalahgunaan obat. Agen infeksi dapat berupa bakteri, virus,
ricketsia, protozoa, dan jamur.Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya
dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali
gerak, pikiran bahkankematian. Perjalanan penyakit meningitis dapat terjadi
secara akut dan kronis(Robbins,2007).
II. Anatomi dan Fisiologi
Meninges terdiri daripada tiga jaringan ikat membran yang terletak di
bagian luar organ sistem saraf pusat. Fungsi dari lapisan selaput otak ini adalah:
1. Melapisi dan memberikan proteksi kepada struktur organ sistem
saraf pusat (otak dan medula spinalis).
2. Memberikan proteksi pembuluh darah yang terdapat di otak dan
menutupisinus venosus.
3. Mengandungi likour serebrospinalis
4. Membentuk partisi/ bagian bagian dari otak (Marieb, 2007)
Struktur meninges dari luar adalah, dura mater, araknoid mater, dan pia
mater. Meninges terdiri dari tiga lapis, yaitu :
1. Piamater Struktur terdalam meninges dan sebagai akibat dari
kontak yang sangaterat akan menyediakan darah untuk struktur-
struktur ini.
2. ArachnoidSelaput halus pemisah piameter dan duramater.
3. Duramater Lapisan terluar dengan konsistensi padat dan keras
berasal dari jaringanikat tebal dan kuat.
III. Etiologi
Banyak kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus,
bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak.
Penyebabinfeksi ini dapat diklasifikasikan atas :
1. Meningitis bakteri: Pneumococcus, Meningococcusc, Haemophilus
influenza, Staphylococcus, Escherichia coli, Salmonella,
Mycobacterium tuberculosis
2. Virus : Enterovirus, Mumps, Herpes virus, Arboviruse, Kasus yang
sangat jarang: LMCV (lymphocyticchoriomeningitis virus)
3. Jamur : Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitris, Candida
(jarang), Histoplasma (terutama pada kasus immunocompromise)
Meningitis juga bisa berlaku pada kasus non infeksi terutama pada
kasusseperti AIDS, kanker, diabetes, trauma fisik atau oleh kerna obat obatan
yang bisamenurunkan sistem imunitas tubuh.
IV. Patofisiologi
Mikroorganisma menginvasi ke jaringan selaput otak hanya apabila
telahmemasuki ruang subaraknoid. Biasanya, bakteri atau agen yang menginvasi
initersebar ke bagian otak melewati pembuluh darah setelah berlakunya
proseskolonisasi akibat infeksi di traktus respiratorius bagian atas.
Selain dari adanyainvasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point
d’entry masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan
abses otak yang pecah, penyebablainnya adalah adanya rhinorhea, otorhea pada
fraktur basis cranii yangmemungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan
lingkungan luar (Bachur,2011).
Agen penyebabInvasi ke susunan saraf pusat melalui aliran darahBermigrasi ke
lapisan subarachnoidRespon inflamasi di piamater, arachnoid, cairan
cerebrospinal, dan ventrikuler Eksudat menyebar di seluruh saraf cranial dan
saraf spinalKerusakan neurologist
V. Gejala Klinis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
cairanserebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.Meningitis karena virus ditandai
dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu
berat.
Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai
dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer
parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang
disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit
tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular
yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang
tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum,
uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala,
muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat
pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara
akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang,
nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan
fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan
penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 %
oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan
dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,
penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh
atau purulen peningkatan tekanan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah
lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal
dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana
mestinya.
V. Diagnosis
Diagnosis kerja ke arah meningitis dipikirkan jika ditemukan
triasmeningitis. Perlu juga memperhatikan gejala dan tanda dari infeksi akut,
peningkatan tekanan intrakranial dan rangsang meningeal. Untuk
mengkonfirmasidiagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium berupa tes darah,
cairan serebro spinal, dan pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a.Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
danrotasi kepala. Sebelum pemeriksaan kaku kuduk dilakukan, pastikan tidak
adarigiditas cervical dengan menolehkan kepala ke kanan dan kiri. Jika
didapatkantahanan ketika ditolehkan, pemeriksaan kaku kuduk tidak dapat
dilakukan. Tandakaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakanfleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan kedada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi
kepala.
b.Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin
tanparasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai
sudut135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.
c.Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
dibawahkepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi
kepaladengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+)
bilapada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
d.Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan
lututkontralateral.
e.Pemeriksaan Tanda Brudzinski III
Penekanan pada kedua pipi, tepat di bawah os zygomaticus, akan
menghasilkan gerakan fleksi reflektorik pada kedua siku dan gerakan reflektorik
sejenak dari kedua lengan.
f.Pemeriksaan Tanda Brudzinski IV
Penekanan pada symphisis pubis akan disusul dengan timbulnya
gerakanreflektorik pada kedua tungkai pada sendi lutut dan panggul.
Pemeriksaan Penunjang Meningitis
a.Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
proteincairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
tekananintrakranial. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi,
cairan jernih,sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis
bakteri.
b.Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju EndapDarah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.a. Pada Meningitis
Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disampingitu, pada Meningitis
Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED. b. Pada Meningitis Purulenta
didapatkan peningkatan leukosit.
c.Pemeriksaan Radiologis
Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila
mungkindilakukan CT Scan. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala
(periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
VI. Jenis Meningitis
Viral meningitis
Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya si penderita
dapatsembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di musim
panaskarena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus.
Banyak virus yang bisa menyebabkan viral meningitis. Antara lain virus herpes
dan salahsatu yang paling sering adalah echovirus dan coxsakie virus.
Bacterial meningitis
Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius.Salah
satu bakterinya adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak
kemerahan dan kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembangmenjadi
memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuhdapat
berakibat fatal dan menyebabkan kematian.
Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Pada umumnya didapatkan fokus di tempat lain. Pada anak-anak umumnya
ditemukan primer di paru, sedangkan pada dewasa primernya daritempat lain,
seperti mastoid, spondilitis, atau organ lain. Dari pemeriksaan LP<didapatkan
CSS jernih.Gejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan
tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun,
nadi sangatlabil/lambat, hipertensi umum, abdomen tampak mencekung,
gangguan saraf otak.Penyebab : kuman mikobakterium tuberkulosa varian
hominis.Diagnosis : Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan cairanotak, darah, radiologi, test tuberkulin.
Selain dari tipe-tpe meningitis yang dibahas di atas, terdapat juga tipe
meningitisyang disebabkan oleh jamur seperti meningitis Kriptikokus. Jamur ini
bisamasuk ke tubuh kita saat kita menghirup debu atau kotoran burung yang
kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, danbagian tubuh lain.
Meningitis Kriptokokus ini paling seringterjadi pada orang dengan CD4 di bawah
100. Diagnosis:Darah atau cairan sumsum tulang belakang dapat ditesuntuk
kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’mencari antigen (protein)
yang dibuat oleh kriptokokus. Tes‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur
kriptokokus dari contohcairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi
hasi l pada hariyang sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu ataulebih
untuk menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulangbelakang juga dapat dites
secara cepat bila diwarnai dengan tintaIndia.
VII. Penatalaksanaan
Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai
meningitis,maka pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah
yang baik untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau menghindari
resikokomplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita tergantung dari
jenis bakteri yang ditemukan. Jika belum dilakukan LP, dapat diberikan
antibiotikaempiris sesuai dengan umur pasien.
Farmakologis
a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa : Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari
maksimal 500gr selama 1 ½ tahun. Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali
sehari selama 1tahun. Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu,
1 – 2 kali sehari, selama 3 bulan.
2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan : Sefalosporin generasi ke 3, ampisilina
150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kalisehari. Koloramfenikol 50
mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan : Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24
jam IV 4-6 kali sehari. b) Sefalosforin generasi ke 3.
Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 –
0.6/mg/kg/dosiskemudian klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
Pengobatan suportif :
1) Cairan intravena
.2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.
Non farmakologis
Jika ditemukan panas badan, dilakukan kompres dengan menggunakan air
atauair es-Jika ditemukan mual muntah, perlu dicurigai adanya peningkatan
tekanan intrakranial. Dilakukan manajemen pencegahan peningkatan TIK, yaitu
denganmemposisikan head up 30 derajat, hiperventilasi, slight hypothermia, dan
jika perlu diberikan manitol.
VIII. Komplikasi
Komplikasi intracranial
1. Cerebral - Edema otak dengan resiko herniasi
2. Komplikasi pemdarah arteri: arteritis vasopasme, fokal kortikal,
hiperperfusi,gangguan serebrovaskular autoregulasi
3. Septik sinus/ trombosis venous terutama sinus sagitalis superior, tromboflebitis
kortikal
4. Hidrosefalus
5. Serebritis
6. Subdural efusi (pada bayi dan anak)
7. Abses otak, subdural empiemi
Komplikasi ekstrakranial
1. Septik shock
2. DIC
3. Respiratory distress sindrom
4. Arteritis (septik atau reaktif)
5. Ggn elektrolit: hiponatremi, SIADH,central diabetes insipidus (jarang)
6. Komplikasi spinal :mielitis, infark
IX. Prognosis
Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik
ataumental atau meninggal tergantung pada usia, jenis kuman penyebab,
derajatinfeksi, lama sakit, dan kepekaan antibiotik terhadap kuman.
B. PNEUMONIA
I. Definisi
Pneumonia adalah suatu infeksi dari satu atau dua paru-paru yang biasanya
disebabkan oleh bakteri-bakteri, virus-virus, atau jamur. Pneumonia adalah infeksi
yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung udara dalam paru yang
disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan sehingga kemampuan menyerap
oksigen menjadi kurang. Di dalam buku “Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA
untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita”, disebutkan bahwa pneumonia
merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang
mengenai bagian paru (jaringan alveoli) (Depkes RI, 2004:4)
II. Klasifikasi
1. Pneumonia Lobaris
Penyakit pneumonia dimana seluruh lobus ( biasanya 1 lobus ) terkena infeksi
scara difusi. Penyebabnya adalah streptococcus pneumonia. Lesinya yaitu bakteri
yang dihasilkannya menyebar merata ke seluruh lobus.
2. Bronchopneumonia
Pada Bronchopneumonia terdapat kelompok-kelompok infeksi pada seluruh
jaringan pulmo dengan “multiple focl infection” yang terdistibusi berdasarkan
tempat dimana gerombolan bakteri dan debrisnya tersangkut di bronchus.
Penyebab utamanya adalah obstruksi bronchus oleh mukus dan aspirasi isi
lambung lalu bakteri terperangkap disana kemudian memperbanyak diri dan
terjadi infeksi pada pulmo. Bronchopneumonia terbagi menjadi 2 subtipe,yakni:
a. Pneumonia aspirasi
Mekanisme infeksi terjadi saat partikel-partikel udara membawa bakteri masuk ke
paru-paru. Banyak terjadi pada pasien-pasien post operasi dan pasien-pasien
dengan kondisi yang lemah.
b. Pneumonia intertitialis
Reaksi inflamasi melibatkan dinding alveoli dengan eksudat yang relatif sedikit
dan sel-sel lekosit poli-morfo-nuklear dalam jumlah yang relatif sedikit.
Pneumonia intertitialis biasanya ada kaitannya dengan infeksi saluran pernapasan
atas. Penyebabnya adalah virus ( influenza A dan B, respiratory syncytial virus,
dan rhino virus ) dan mycoplasma pneumonia.
III. Etiologi
Penyebab pneumonia bermacam-macam dan diketahui ada 30 sumber infeksi
dengan sumber utama: bakteri, virus, mikroplasma, jamur, dan senyawa kimia
maupun partikel.
a. Pneumonia oleh bakteri.
Heiskansen et.al (1997) menjelaskan bahwa “S. pneumoniae adalah jenis
bakteri penyebab pneumonia pada anak-anak di semua umur berdasarkan
komunitas penyakit pneumonia. Sedangkan M. pneumoniae dan Chlamydia
pneumoniae adalah penyebab utama pneumonia pada anak di atas umur 5
tahun.” Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi,
bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh
jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh
tubuh melalui aliran darah. Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang
siapa saja, mulai dari bayi sampai usia lanjut. Pada pencandu alkohol, pasien
pasca-operasi, orang-orang dengan penyakit gangguan pernapasan, dan
penurunan kekebalan tubuh adalah golongan yang paling berisiko. Anak-anak
juga termasuk kelompok yang rentan terinnfeksi penyakit ini karena daya tahan
tubuh yang masih lemah.
Penelitian lainnya menyebutkan bahwa S.pneumoniae diidentifikasikan
sebagai agen etiologi pada 34 dari 64 pasien (53%) dan pada 34 dari 43 pasien
(79%). S.pneumonia adalah pathogen teridentifikasi yang sering ditemukan
pada pasien di segala usia walaupun tidak ada hubungan antara usia dan
kemungkinan jenis darah positif terinfeksi (Wall., et al: 1986).
b. Pneumonia oleh virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Sebagian besar virus-virus ini menyerang saluran pernapasan bagian atas
(terutama pada anak). Namun, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat
dan dapat disembuhkan dalam waktu singkat. Bila infeksi terjadi bersamaan
dengan virus influensa, gangguan ini masuk ke dalam tingkatan berat dan
kadang menyebabkan kematian. Virus yang menginfeksi paru akan
berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan.
c. Pneumonia oleh Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus
maupun bakteri walaupun memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang
dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma
menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak pria remaja dan
usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan pada orang yang tidak
menjalani pengobatan.
Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda fisiknya bila dibandingkan
dengan pneumonia pada umumnya. Oleh karena itu, pneumonia yang diduga
disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering disebut Atypical
Pneumonia ‘pneumonia yang tidak tipikal’.
Pneumonia mikoplasma mulai diidentifikasi saat perang dunia II.
d. Pneumonia jenis lainnya
Pneumonia lain yang jarang ditemukan, yakni disebabkan oleh masuknya
makanan, cairan, gas, debu maupun jamur. Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur, adalah salah satu contoh dari
pneumonia jenis lainnya. PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit
pada pengidap HIV/AIDS. PCP dapat diobati pada banyak kasus. Namun, bisa
saja penyakit ini muncul lagi beberapa bulan kemudian. Rickettsia (golongan
antara virus dan bakteri yang menyebabkan demam Rocky Mountain, demam
Q, tipus, dan psittacosis) juga mengganggu fungsi paru.
IV. Patofisilogi
Gejala dari infeksi pneumonia disebabkan invasi pada paru-paru oleh
mikroorganisme dan respon sistem imun terhadap infeksi.Meskipun lebih dari
seratus jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia, hanya
sedikit dari mereka yang bertanggung jawab pada sebagian besar
kasus.Penyebab paling sering pneumonia adalah virus dan bakteri. Penyebab
yang jarang menyebabkan infeksi pneumonia ialah fungi dan parasit.
Virus
Virus menyerang dan merusak sel untuk berkembang biak.Biasanya virus
masuk kedalamparu-paru bersamaan droplet udara yang terhirup melalui mulut
dan hidung.setelahmasuk virus menyerang jalan nafas dan alveoli. Invasi ini
sering menunjukan kematiansel, sebagian virus langsung mematikan sel atau
melalui suatu tipe penghancur sel yang disebut apoptosis.Ketika sistem imun
(DL leukosit meningkat) merespon terhadap infeksi virus,dapat terjadi
kerusakan paru.Sel darah putih,sebagian besar limfosit, akan mengaktivasi
sejenis sitokin yang membuat cairan masuk ke dalam alveoli.Kumpulan dari sel
yang rusak dan cairan dalam alveoli mempengaruhi pengangkutan oksigen ke
dalam aliran darah (terjadi pertukaran gas)
.Sebagai tambahan dari proses kerusakan paru,banyak virus merusak organ
lain dan kemudian menyebabkan fungsi organ lain terganggu.Virus juga dapat
membuat tubuh rentan terhadap infeksi bakteri, untuk alasan ini, pneumonia
karena bakteri sering merupakan komplikasi dari pneumonia yang disebabkan
oleh virus.Pneumonia virus biasanya disebabkan oleh virus seperti vitus
influensa,virus syccytial respiratory(RSV),adenovirus dan
metapneumovirus.Virus herpes simpleks jarang menyebabkan pneumonia
kecuali pada bayi baru lahir. Orang dengan masalah pada sistem imun juga
berresiko terhadap pneumonia yang disebabkan oleh cytomegalovirus(CMV).
Bakteri
Bakteri secara khusus memasuki paru-paru ketika droplet yang berada di
udara dihirup,tetapi mereka juga dapat mencapai paru-paru melalui aliran darah
ketika ada infeksi pada bagian lain dari tubuh.Banyak bakteri hidup pada
bagian atas dari saluran pernapasan atas seperti hidung,mulut,dan sinus dan
dapat dengan mudah dihirup menuju alveoli.Setelah memasuki alveoli,bakteri
mungkin menginvasi ruangan diantara sel dan diantara alveoli melalui rongga
penghubung.Invasi ini memacu sistem imun untuk mengirim neutrophil yang
adalah tipe dari pertahanan sel darah putih,menuju paru.Neutrophil menelan
dan membunuh organisme yang berlawanan dan mereka juga melepaskan
cytokin,menyebabkan aktivasi umum dari sistem imun.Hal ini menyebabkan
demam,menggigil,dan mual umumnya pada pneumoni yang disebabkan bakteri
dan jamur.Neutrophil,bakteri,dan cairan dari sekeliling pembuluh darah
mengisi alveoli dan mengganggu transportasi oksigen.
Bakteri sering berjalan dari paru yang terinfeksi menuju aliran darah
menyebabkan penyakit yang serius atau bahkan fatal seperti septik syok dengan
tekanan darah rendah dan kerusakan pada bagian-bagian tubuh seperti
otak,ginjal,dan jantung.Bakteri juga dapat berjalan menuju area antara paru-
paru dan dinding dada(cavitas pleura) menyebabkan komplikasi yang
dinamakan empyema.Penyebab paling umum dari pneumoni yang disebabkan
bakteri adalah Streptococcus pneumoniae,bakteri gram negatif dan bakteri
atipikal.Penggunaan istilah “Gram positif” dan “Gram negatif” merujuk pada
warna bakteri(ungu atau merah) ketika diwarnai menggunakan proses yang
dinamakan pewarnaan Gram.Istilah “atipikal” digunakan karena bakteri
atipikal umumnya mempengaruhi orang yang lebih sehat,menyebabkan
pneumoni yang kurang hebat dan berespon pada antibiotik yang berbeda dari
bakteri yang lain.
Tipe dari bakteri gram positif yang menyebabkan pneumonia pada hidung
atau mulut dari banyak orang sehat. Streptococcus pneumoniae, sering
disebut”pneumococcus” adalah bakteri penyebab paling umum dari pneumoni
pada segala usia kecuali pada neonatus.Gram positif penting lain penyebab dari
pneumonia adalah Staphylococcus aureus.Bakteri Gram negatif penyebab
pneumonia lebih jarang daripada bakteri gram negatif.Beberapa dari bakteri
gram negatif yang menyebabkan pneumoni termasuk Haemophilus influenzae,
Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,dan
Moraxella catarrhalis.Bakteri ini sering hidup pada perut atau intestinal dan
mungkin memasuki paru-paru jika muntahan terhirup.Bakteri atipikal yang
menyebabkan pneumonia termasuk Chlamydophila pneumoniae,Mycoplasma
pneumoniae,dan Legionella pneumophila.
Jamur
Pneumonia yang disebabkan jamur tidak umum,tetapi hal ini mungkin
terjadi pada individu dengan masalah sistem imun yang disebabkan AIDS,obat-
obatan imunosupresif atau masalah kesehatan lain.patofisiologi dari pneumonia
yang disebabkan oleh jamur mirip dengan pneumonia yang disebabkan
bakteri,Pneumonia yang disebabkan jamur paling sering disebabkan oleh
Histoplasma capsulatum,Cryptococcus neoformans,Pneumocystis jiroveci dan
Coccidioides immitis.Histoplasmosis paling sering ditemukan pada lembah
sungai Missisipi,dan Coccidiomycosis paling sering ditemukan pada Amerika
Serikat bagian barat daya.
Parasit
Beberapa varietas dari parasit dapat mempengaruhi paru-paru.Parasit ini
secara khas memasuki tubuh melalui kulit atau dengan ditelan.Setelah memasuki
tubuh,mereka berjalan menuju paru-paru,biasanya melalui darah.Terdapat seperti
pada pneumonia tipe lain ,kombinasi dari destruksi seluler dan respon imun yang
menyebabkan ganguan transportasi oksigen.Salah satu tipe dari sel darah
putih,eosinofil berespon dengan dahsyat terhadap infeksi parasit.Eosinofil pada
paru-paru dapat menyebabkan pneumonia eosinofilik yang menyebabkan
komplikasi yang mendasari pneumonia yang disebabkan parasit.Parasit paling
umum yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Toxoplasma
gondii,Strongioides stercoralis dan Ascariasis.
2.4 Web of Cause (WOC)
V. Manifestasi Kllinis
gambaran klinis pneumonia ditunjukkan dengan adanya pelebaran cuping
hidung, ronki, dan retraksi dinding dada atau sering disebut tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam (chest indrawing). Penyakit yang sering terjadi pada anak-
anak ini ditandai dengan ciri-ciri adanya demam, batuk disertai nafas cepat
(takipnea) atau nafas cepat.
Gejala dan tanda pneumonia tergantung kuman penyebab, usia, status
imunologis, dan beratnya penyakit. Gejala dan tanda dibedakan menjadi gejala
umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal, pleural, dan ekstrapulmonal.
Gejala-gejala tersebut meliputi:
1. demam
2. menggigil
3. sefalgia
4. gelisah
5. muntah, kembung, diare (terjadi pada pasien dengan gangguan
gastrointestinal)
6. wheezing (pneumonia mikoplasma)
7. otitis media, konjungtivitis, sinusitis (pneumonia oleh streptococcus
pneumonia atau Haemophillus influenza)
VI. Pemeriksaan Diagnosis
1. Sinar X Mengidentifikasikan distribusi strukstural (mis. Lobar, bronchial);
dapat juga menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus);
infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan
infiltrate nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x
dada mungkin bersih.
2. GDA Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat
dan penyakit paru yang ada.
3. JDL leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada
infeksi virus, kondisi tekanan imun.
4. LED meningkat
5. Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat
dan komplain menurun.
6. Elektrolit Na dan Cl mungkin rendah
7. Bilirubin meningkat
8. Aspirasi / biopsi jaringan paru
Alat diagnosa termasuk sinar-x dan pemeriksaan sputum. Perawatan
tergantung dari penyebab pneumonia; pneumonia disebabkan bakteri dirawat
dengan antibiotik. Pemeriksaan penunjang:
1. Rontgen dada;
2. Pembiakan dahak;
3. Hitung jenis darah;
4. Gas darah arteri.
VII. Penatalaksanaan
1. Indikasi MRS :
a. Ada kesukaran nafas, toksis
b. Sianosis
c. Umur kurang 6 bulan
d. Ada penyulit, misalnya :muntah-muntah, dehidrasi, empiema
e. Diduga infeksi oleh Stafilokokus
f. Imunokompromais
g. Perawatan di rumah kurang baik
h. Tidak respon dengan pemberian antibiotika oral
2. Pemberian oksigenasi : dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor
dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi
mekanik.
3. Mempertahankan suhu tubuh normal melalui pemberian kompres
4. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan parenteral). Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
5. Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui
selang nasogastrik.
6. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
7. Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi.
8. Pemilihan antibiotik berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan
penyebab Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada
perbaikan klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak
dinyatakan sembuh. Lama pemberian antibiotik tergantung : kemajuan klinis
penderita, hasil laboratoris, foto toraks dan jenis kuman penyebab :
Stafilokokus : perlu 6 minggu parenteral
Haemophylus influenzae/Streptokokus pneumonia : cukup 10-14 hari
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan,
gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka
panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera
dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik :
sefalosporin generasi 3.
Dapat dipertimbangkan juga pemberian :
- Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
- Anti viral (Aziclovir , ganciclovir) pada pneumonia karena CMV
- Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia
karena jamur
- Imunoglobulin
VIII. Komplikasi
Komplikasi yang menyertai penyakit pneumonia , sebagai berikut:
1. efusi pleura;
2. empyema;
3. pneumothoraks;
4. piopneumotoraks;
5. pneumatosel;
6. abses paru;
7. sepsis;
8. gagal nafas;
9. ileus paralitik fungsional.
C. STATUS EPILEPTIKUS
I. Definisi
Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA), status epileptikus
didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang
tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang
berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika
seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali
selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.
II. Etiologi
Status epileptikus tonik-klonik, banyak berasal dari insult akut pada otak
dengan suatu fokus serangan. Penyebab status epileptikus yang banyak diketahui
adalah, infark otak mendadak, anoksia otak, bermacam-macam gangguan
metabolisme, tumor otak, menghentikan kebiasaan minuman keras secara
mendadak, atau berhenti makan obat anti kejang. Jarang status epileptikus
disebabkan oleh penyakit degenerasi sel-sel otak, menghentikan penggunaan
penenang dengan mendadak, pasca anestesi dan cedera perinatal. Penderita yang
sebelumnya tidak mempunyai riwayat epilepsi, mungkin mempunyai riwayat
trauma kepala, radang otak, tumor, penyakit pembuluh darah otak. Kelainan-
kelainan ini terutama yang terdapat pada lobus frontalis, lebih sering
menimbulkan status epileptikus, dibandingkan dcngan lokasi lain pada otak.
Penderita yang mempunyai riwayat epilepsi, dcngan sendirinya mempunyai faktor
pencetus tertentu. Umumnya karena tidak teratur makan obat atau menghentikan
obat sekehendak hatinya. Faktor pencetus lain yang harus diperhatikan adalah
alkohol, keracunan kehamilan, uremia dan lain-lain.
III. Klasifikasi
1. Overt generalized convulsive status epilepticus
Aktivitas kejang yang berkelanjutan dan intermiten tanpa ada kesadaran penuh.
a. Tonik klonik
b. Tonik
c. Klonik
d. Mioklonik
2. Subtle generalized convulsive status epilepticus diikuti dengan generalized
convulsive status epilepticus dengan atau tanpa aktivitas motorik.
3. Simple/partial status epilepticus (consciousness preserved)
a. Simple motor status epilepticus
b. Sensory status epilepticus
c. Aphasic status epilepticus
4. Nonconvulsive status epilepticus(consciousness impaired)
a. Petit mal status epilepticus
b. Complex partial status epilepticus.
IV. Patofisiologi
Pada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk
mencegah kejang. Kegagalan ini terjadi bila rangsangan bangkitan kejang
(Neurotransmiter eksitatori: glutamat, aspartat dan acetylcholine) melebihi
kemampuan hambatan intrinsic (GABA) atau mekanisme hambatan intrinsik tidak
efektif.
Status epileptikus dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
1. Fase I (0-30 menit) - mekanisme terkompensasi. Pada fase ini terjadi:
· Pelepasan adrenalin dan noradrenalin
· Peningkatan cerebral blood flow dan metabolisme
· Hipertensi, hiperpireksia
· Hiperventilasi, takikardi, asidosis laktat
2. Fase II (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi. Pada fase ini terjadi:
· Kegagalan autoregulasi serebral/edema otak
· Depresi pernafasan
· Disritmia jantung, hipotensi
· Hipoglikemia, hiponatremia
· Gagal ginjal, rhabdomyolisis, hipertermia dan DIC
Penyebab terjadinya status epileptikus antara lain infeksi, hipoglikemia,
hipoksemia, trauma, epilepsi, panas, dan tidak diketahui (30%)
V. Gejala Klinis
Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk
mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized
Tonic-Clonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai,
hasil dari survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain
dapat juga terjadi.
A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status
Epileptikus)
ni merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi
danpotensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-
klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum.
Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-
klonik umum tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan
frekuensi. Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik
yang melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus.
Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2.
Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin
berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang
mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik.
Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak
tertangani.
B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status
Epileptikus)
Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum
mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua. (6)
C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)
Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan
kesadarantanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan
merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.
D. Status Epileptikus Mioklonik
Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan
mioklonus adalah menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya
tingkat kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati
anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan
toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.
E. Status Epileptikus Absens
Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia
pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status
presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat
seperti menyerupai “slow motion movie” dan mungkin bertahan dalam waktu
periode yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens
pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus
(monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat. Respon terhadap status epileptikus
Benzodiazepin intravena didapati.
F. Status Epileptikus Non Konvulsif
Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial
kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-
konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma. Ketika sadar, dijumpai
perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah, halusinasi,
tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada
beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike
wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.
G. Status Epileptikus Parsial Sederhana
a. Status Somatomotorik
Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan
jari-jari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan
berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin
menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi
tidak selalu menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada
hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses
destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai
dengan adanya afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala
sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.
H. Status Epileptikus Parsial Kompleks
Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi
yang cukup untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi
otomatisme, gangguan berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan.
Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi,
tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari
EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan
status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus.
VI. Penatalaksanaan
Status epileptikus tipe grandmal ini merupakan gawat darurat neurologic.
Harus diatasi secepat mungkin untuk menghindarkan kematian atau cedera saraf
permanen. Biasanya dilakukan tindakan :
1. Stabilisasi penderita.
2. Menghentikan kejang.
Stabilisasi penderita
Tahap ini meliputi usaha-usaha mempertahankan dan memperbaiki fungsi
vital yang mungkin terganggu; membersihkan udara dan jalan pernafasan, serta
memberikan oksigen. Dalam keadaan tcrtcntu, tcrutama bila kejang sudah lama
atau ada hambatan saluran pemafasan, harus dilakukan intubasi. Tekanan darah
dipertahankan, diberikan garam fisiologis dan bila perlu diberi vasopressor. Darah
diambil untuk pemeriksaan darah lengkap, gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin
dan bagi penderita epilepsi diperiksa kadar obat dalam scrum darahnya. Harus
diperiksa gas - gas darah arteri, untuk melacak adanya asidosis metabolik dan
kemampuan oksigenasi darah. Asidosis dikoreksi dengan bikarbonat intravena.
Segera diberi 50 ml glukosa 50% intravena, diikuti pemberian tiamin 100
milligram intramuskuler.
Menghentikan kejang
Usaha mengakhiri kejang dilakukan segera sesudah tahap stabilisasi selesai.
Tindakan ini dimulai dengan pemberian bolus diazepam, 2 mg/menit, masing-
masing 10 mg. Pemberian bolus diazepam dilanjutkan sampai jumlah 50 mg,
sementara itu pernafasan dimonitor terus. Biasanya kejang sudah dapat diatasi.
Bila pemberian diazepam yang waktu paruhnya hanya sekitar 15 menit belum
berhasil, diberikan fenitoin yang bekerja lebih lama, mempunyai waktu paruh
selama 24 jam. Fenitoin diberikan secara intravena, 2 – 10 mg fenitoin dilarutkan
dalam 1ml garam fisiologis (± 5mg/ml), dengan dosis fenitoin 18 mg/kg berat
badan, dengan kecepatan kurang dari 50 mg/menit. Efek samping aritmi jantung
sering timbul pada pemberian fenitoin yang terlalu cepat atau lebih dari 50
mg/menit, bukan karena jumlah fenitoin yang diberikan. Diazepam dan fenitoin
dapat menekan pernafasan, terutama bila pemberian terlalu cepat. Oleh karena
itu selama pemberian obat ini harus dilakukan monitoring ECG dan pernafasan.
Bila kejang masih terus berlangsung sesudah 20 menit pemberian fenitoin,
intubasi harus dilakukan. Selanjutnya diberi fenobarbital sampai kejang berhenti
atau dosis seluruhnya mencapai 20 mg/kg berat badan. Fenobarbital juga
diberikan per infus dengan kecepatan maksimum 100 mg/menit. Selama
pemberian fenobarbital harus diperhatikan kemungkinan gangguan pernafasan dan
turunnya tekanan darah. Apabila tahap pemberian fenobarbital belum berhasil
menghentikan kejang, maka ahli saraf harus memikirkan tindakan resusitasi otak
melalui anestesi dengan pemberian pentobarbital atau amobarbital. Takaran obat
yang diberikan disesuaikan sampai tercapai aktivitas otak yang dikenal dengan
outburst suppression pattern pada rekaman EEG. Dosis ini dipertahankan selama
tiga jam, agar otak mempunyai waktu yang cukup untuk membangkitkan
homeostasis dan melawan kejang berkelanjutan. Di tempat-tempat yang tidak
mempunyai sarana pemberian obat secara intravena atau tidak ada fasilitas
resusitasi, dapat diberikan pertolongan pertama dengan pemberian paraldehid ke
dalam otot atau rektum. Suntikan paraldehid masing-masing 5 mg ke dalam kedua
otot bokong setiap 3 jam, atau paraldehid 10% dalam larutan garam fisiologis,
sebanyak 5 ml melalui rektum.
VII. Komplikasi
Asidosis
Hipoglikemia
Hiperkarbia
Hipertensi pulmonal
Edema paru
Hipertermia
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Gagal ginjal akut
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Edema otak
Aspirasi Pneumonia
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Retno., S, Landia., MS, Makmuri. 2006. Naskah Lengkap Continuing
Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan
Anak VI: Pneumonia. Diakses tanggal 29/10/2013 dari www.Pediatrik.com
SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair Web Site :
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori
=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-lvzc283.html
Bachur, R.G. 2011. Pediatric meningitis and eencephalitis [cited
from:http://emedicine.medscape.com/article at 29/10/2013 8.39pm]
Centers for Disease Control and Prevention. 2010. Pneumococcal Disease In
Short. http://www.cdc.gov/vaccines/vpd-vac/pneumo/in-short-both.html.
Diakses tanggal 29/10/2013 .
H. Meierkord.EFNS guideline on the management of status epilepticus In:
European Journal of Neurology 2006, 13: 445–450.
Kumar, A. and Mitchell F.Robbins. 2007. Basic Pathology : Infection of the
Nervous System. Saunders. Hal 874.
Kosma, Heiskansen., Tarja., Korppi., Matti., Jokinen., Camilla., et al. 1998.
Etiology of childhood pneumonia: serologic results of a prospective,
population-based study. Diakses tanggal 29/10/2013, dari The Pediatric
Infectious Disease Journal Web site:
http://journals.lww.com/pidj/Abstract/1998/11000/Etiology_of_childhood_
pneumonia__serologic_results.4.aspx.
Manno M.E. New Management Strategies in the Treatment of Status Epilepticus.
In.Symposium on Seizures: Mayo Foundation for Medical Education and
Research:2003.p.508-518
Marieb, E.dan Hoehn. K. 2007. Human anatomy and physiology: Meninges.
EdisiVII. Pearson Education.
Turner C. Epilepsy. In: Neurology Crash course. 2nd edition.Philadelphia:Mosby
Elsevier:2006.p.95-100