refreshing telinga
DESCRIPTION
koasTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan
keseimbangan anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk
perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Embriologi, anatomi dan
fisiologi adalah modal untuk memahami fungsi, dan tentunya patologi dan pengobatan
telinga. Mengaitkan ilmu-ilmu dasar dengan disiplin ini pada akhirnya adalah untuk lebih
memahami penatalaksanaan penyakit telinga dan keseimbangan. Fungsi keseimbangan kita
adalah lebih mendasar dan lebih penting daripada fungsi pendengaran. Suatu organisme dapat
bertahan tanpa pendengaran, tetapi tidak dapat bertahan tanpa keseimbangan dengan
lingkungannya. Karena itu secara filogenetik, mekanisme keseimbangan sebagai bagian dari
orientasi organisme terhadap lingkungan berkembang terlebih dahulu dari pendengaran.
Telinga mengandung bagian vestibulum dari keseimbangan, namun orientasi kita terhadap
lingkungan juga ditentukan oleh kedua mata kita dan alat perasa pada tendon dalam. Jadi
telinga merupakan organ pendengaran dan keseimbangan.
EMBRIOLOGI
Telinga terdiri atas tiga bagian yang berbeda asal-usulnya, tetapi berfungsi sebagai satu
kesatuan. Daun telinga berkembang dari enam buah tonjol mesenkim yang terletak
disepanjang lengkung faring pertama dan kedua. Daun telinga dipersarafi oleh cabang
aurikulotemporalis dari saraf mandibularis serta saraf aurikularis mayor dan oksipitalis minor
yang merupakan cabang pleksus servikalis. Cacat daun telinga sering berkaitan dengan
malformasi bawaan lain. Liang telinga berasal dari celah brankial pertama ektoderm.
Membrana timpani mewakili membran penutup celah tersebut. Selama satu stadium
perkembangnnya, liang telinga akhirnya tertutup sama sekali oleh suatu sumbatan jaringan
telinga tapi kemudian terbuka kembali. Gendang telinga terdiri atas (a) selapis epitel
ectoderm (b) selapis tengan mesenkim (c) selapis epitel endoderm yang berasal dari kantong
faring pertama.
Telinga tengah terdiri atas cavum tympani dan tuba auditiva, dilapisi epitel yang berasal dari
endoderm dan berasal dari kantong faring pertama. Tuba auditiva memhubungkan cavum
tympani dan nasofaring. Tulang-tulang pendengaran, yang menghantarkan getaran-getaran
suara dari membrane tympani ke fenestra ovalis, berasal dari lengkung faring pertama
(malleus) dan lengkung faring ke-2 (incus dan stapes). Saraf korda timpani berasal dari arkus
ke-dua menuju saraf pada arkus pertama. Saraf timpanikus berasal dari arkus brankialis ke
tiga menuju saraf fasialis. Otot-otot telinga tengah berasal dari otot-otot arkus brankialis. Otot
tensor timpani yang melekat pada maleus, bersal dari arkus pertama dan dipersarafi oleh saraf
mandibularis. Otot stapedius berasal dari arkus kedua, dipersarafi oleh suatu cabang saraf ke
tujuh.
Telinga dalam berasal dari gelembung telinga, yang dalam perkembangan minggu ke-4
melepaskan diri dari ectoderm permukaan. Gelembung telinga ini terbagi menjadi satu unsure
ventral yang membentuk sacculus dan ductus cochlearis, dan satu unsur dorsal yang
membentuk utriculus, canalis semicircularis, dan ductus endolymphaticus. Struktur epitel
yang terbentuk secara demikian dikenal sebagai labirin membranosa. Kecuali ductus
cochlearis yang akan membentuk organ corti, semua struktur yang berasal dari labirin
membranosa termasuk dalam alat keseimbangan.
ANATOMI
Anatomi Telinga Luar
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana
timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata.
Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali
lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan
gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan
meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat
dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan
menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga
lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga
medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir
pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula
seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme
pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga.
Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.
Gambar 1. Anatomi telinga luar
Membrana timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan peuncaknya, umbo,
mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat. Penting untuk disadari bahwa
bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan
inkus, meluas melampaui batas atas membrana timpani, dan bahwa ada bagian hipo
timpanum yang meluas melampaui batas bawah membrana timfani. Membrana timpani
tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana
tangkai maleus dilekatkan dan lapisan mukosa bagian dalam lapisan fibrosa tidak terdapat
diatas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timfani yang disebut
membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid).
Gambar 2. Membran timpani
Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul
otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani
terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran
ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga
tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah)
dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi
udara di bagian mastoid tulang temporal. Telinga tengah mengandung tulang terkecil
(osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian,
otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan
dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam.
Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah.
Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana
sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk
cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi,
cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula
perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan
telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat
kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan.
Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga
tengah dengan tekanan atmosfer.
Anatomi Telinga Dalam
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran
(koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis)
dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi.
Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi
posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan
mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini
distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah
lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di
dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam
dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan
serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas
utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin
membranosa memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang
sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga
dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan
dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin
membranosa. Akibatnya terja¬di aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular
nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-
sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak
oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk),
yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis
semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang
bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis
(nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan
darah ke batang otak
Gambar telinga dalam yang terdiri dari koklea dan vestibulum
Innervasi Telinga
Telinga dipersarafi oleh nervus kranial ke delapan yaitu nervus vestibulokoklearis. Nervus
vestibulokoklearis terdiri dari dua bagian : salah satu daripadanya pengumpulan sensibilitas
dari bagian vestibuler rongga telinga dalam yang mempunyai hubungan dengan
keseimbangan, serabut-serabut saraf ini bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada
pada titik pertemuan antara pons dan medula oblongata, lantas kemudian bergerak terus
menuju serebelum. Bagian koklearis pada nervus vestibulokoklearis adalah saraf pendengar
yang sebenarnya. Serabut-serabut sarafnya mula-mula dipancarkan kepada sebuah nukleus
khusus yang berada tepat dibelakang talamus, lantas dari sana dipancarkan lagi menuju pusat
penerima akhir dalam korteks otak yang terletak pada bagian bawah lobus temporalis.
Vaskularisasi telinga
Telinga diperdarahi oleh pembuluh-pembuluh darah kecil diantaranya adalah ramus cochleae
a. Labyrinthi yang memperdarahi bagian koklea, ramus vestibulares a.labyrinthi yang
memperdarahi vestibulum. V. Spiralis anterior, v. Spiralis posterior, V. Laminae spiralis, Vv.
Vestibulares, dan V. Canaliculi cochleae.
FISIOLOGI
FISIOLOGI PENDENGARAN
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran
udara yang merambat dan terdiri dari daerah – daerah bertekanan tinggi karena kompresi
(pemadatan) molekul – molekul udara yang berselang seling dengan daerah – daerah
bertekanan rendah karena penjarangan (rarefaction) molekul tersebut.Suara ditandai oleh
nada, intensitas, dantim br e. Nada, suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin
tinggi frekuensi maka semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang
suara dengan frekuensi dari 20 – 20000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi
antara 1000 – 4000 siklus per detik. Intensitas atau kepekakan suatu suara bergantung pada
amplitude gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah pemampatan yang
bertekanan tinggi dan daerah penjaranganyang bertekanan rendah.Kepekakan dinyatakan
dalam desibel(dB). Timbre atau kualitas suara bergantung pada nada tambahan yaitu
frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar.
Proses pendengaran dimulai dari masuknya gelombang suara melalui pinna lalu dibawa ke
dalam meatus auditus eksterna hingga mencapai membran timpani. Gelombang suara yang
mencapai membrane timpani akan menggetarkan membran timpani. Telinga tengah akan
memindahkan gerakan bergetar membrane timpani ke cairan telinga dalam. Perpindahan ini
dipermudah dengan adanya rantai yang terdiri dari tulang – tulang pendengaran ( maleus,
inkus, stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Ketika membran timpani bergetar maka
rantai tulang tersebut akan melanjutkan gerakan dengan frekuensi yang sama ke jendela
oval.Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan getaran
seperti gelombang pada cairan telinga dalam frekuensi yang sama dengan frekuensi
gelombang suara semula. Namun, karena dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk
menggerakkan cairan terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan system tulang
pendengaran untuk memperkuat tekanan gelombang suara dari udara untuk menggetarkan
cairan di koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar
dibandingkan luas permukaan dari jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang
bekerja di membrane timpani disalurkan ke jendela oval.(tekanan = gaya / luas permukaan).
Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendengaran menghasilkan keuntungan mekanis
tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela
oval sebesar dua puluh kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval.
Stapes yang bergetar oleh karena gelombang suara akan menggetarkan jendela oval lalu
cairan perilimfe akan bergerak menuju jendela bundar melewati helikotrema dan pada saat
stapes tertarik dari jendela oval maka cairan akan kembali menuju jendela oval dari jendela
bundar. Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil
jalan pintas. Gelombang tekanan di skala vestibule akan menembus membrane Reissner
masuk ke dalam duktus koklearis dan kemudian melalui membrane basiliaris ke skala
timpani, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol keluar masuk
bergantian. Perbedaan utama jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui
membran basiliaris menyebabkan membrane ini bergerak naik turun. Pada saat membran
basiliaris bergerak naik, maka akan membuka saluran – saluran ion gerbang mekanis di sel-
sel rambut terbuka sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ masuk ke dalam sel sehingga
terjadi depolarisasi sedangkan pada saat membran basiliaris bergerak turun, maka akan
menutup saluran – saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut tertutup sehingga akan
menyebabkan Ca2+ dan K+ tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi
hiperpolarisasi.Adanya gerakan naik turun dari membran basiliaris akan menyebabkan
depolarisasi hiperpolarisasi secara bergantian sehingga timbullah aksi potensial berjenjang
pada sel – sel reseptor yang akan menghasilkan neourotansmitter yang bersinaps pada ujung-
ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf koklearis. Saraf koklearis akan bergabung
dengan saraf vestibularis menjadi saraf vestibulokoklearis( N.VII), dari sini aksi potensial
akan disalurkan sebagian ke inferior kollikulus dan sebagian lagi diteruskan ke medulla
oblongata lalu ke lemniskus lateralis selanjutnya ke mesensefalon dan terakhir ke korteks
pendengaran pada lobus temporalis area broadman 41. Di lobus temporalis, informasi dari
saraf akan diterjemahkan menjadi persepsi suara.
FISIOLOGI KESEIMBANGAN
Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur yang terletak di dalam tulang temporalis
dekat koklea yaitu kanalis semisirkularis dan organ otolit ( sakulus dan utrikulus). Fungsi dari
apparatus vestibularis adalah untuk memberikan informasi yang penting untuk sensasi
keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan – gerakan kepala dengan gerakan mata dan
postur tubuh.
Akselerasi atau deselerasi selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan
endolimfe sehingga kupula ikut bergerak. Selain itu, adanya Akselerasi atau deselerasi juga
akan menimbulkan endolimfe mengalami kelembaman dan tertinggal bergerak ketika kepala
mulai berotasi sehingga endolimfe yang sebidang dengan gerakan kepala akan bergeser ke
arah berlawanan dengan arah gerakan kepala ( contoh seperti efek membelok dalam mobil).
Hal ini juga menyebabkan kupula menjadi condong ke arah berlawanan dengan arah gerakan
kepala dan sel – sel rambut di dalam kupula ikut bergerak bersamaan dengan kupula. Apabila
gerakan kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama maka endolimfe yang awalnya
diam tidak ikut bergerak (lembam) akan menyusul gerakan kepala dan sel rambut – rambut
akan kembali ke posisi tegak. Ketika kepala melambat dan berhenti akan terjadi hal
sebaliknya.
Sel rambut pada aparatus vestibularis terdiri dari satu kinosilium dan 20 50 streosilia. Pada
saat streosilia bergerak searah dengan kinosilium akan meregangkan tip link , yang
menghubungkan streosilia dengan kinosilium. Tip link yang teregang akan membuka saluran-
saluran ion gerbang mekanis di sel – sel rambut sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+
masuk ke dalam sel sehingga terjadi depolarisasi sedangkan pada saat streosilia bergerak
berlawanan arah dengan kinosilium makatip link tidak teregang dan saluran – saluran ion
gerbang mekanis di sel-sel rambut akan tertutup sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+
tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Sel rambut akan bersinaps
pada ujung saraf aferen dan akan masuk ke dalam saraf vestibular. Saraf ini akan bersatu
dengan saraf koklearis menjadi saraf vestibulokoklearis dan akan dibawa ke nukleus
vestibularis di batang otak. Dari nukleus vestibularis akan ke serebellum untuk pengolahan
koordinasi, ke neuron motorik otot – otot ekstremitas dan badan untuk pemeliharaan
keseimbangan dan postur yang diinginkan, ke neuron motorik otot – otot mata untuk control
gerakan mata, dan ke SSP untuk persepsi gerakan dan orientasi.
Pada sakulus dan utrikulus, sel – sel rambut di organ otolit ini juga menonjol ke dalam satu
lembar gelatinosa diatasnya, yang gerakannya menyebabkan perubahan posisi rambut serta
menimbulkan perubahan potensial di sel tersebut. Proses ini sama dengan paa kanalis
semisirkularis hanya saja pada sakulus dan utrikulus terdapat otolith yang mengakibatkan
gerakan akan menjadi lebih lembam.Utrikulus berfungsi dalam posisi vertikal dan horizontal
sedangkan sakulus berfungsi dalam kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal.
PEMERIKSAAN TELINGA
Alat yang diperlukan untuk pemeriksaaan telinga adalah lampu kepala, corong telinga,
otoskop, pelilit kapas, pengait serumen, pinset telinga dan garputala. Telinga luar diperiksa
dengan inspeksi dan palpasi langsung sementara membrana timpani diinspeksi, seperti telinga
tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatic.
Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi sedikit
dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran timpani.
Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga (retro-
aurikuler) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan menarik
daun telinga keatas dan kebelakang, liang telinga akan menjadi lebih lurus dan akan lebih
mempermudah melihat keadaan liang telinga dan membran timpani. Pakailah otoskop untuk
melihat lebih jelas bagian-bagian membran timpani. Otoskop dipegang dengan tangan kanan
untuk memeriksa telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri.
Supaya otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan
pada pipi pasien.
Bila terdapat serumen didalam liang telinga yang menyumbat maka serumen ini harus
dikeluarkan. Jika kondisinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan, bila konsistensinya
padat atau liat dapat dikeluarkan dengan pengait dan bila berbentuk lempengan dapat di
pegang dan dikeluarkan dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras dan menyumbat seluruh
liang telinga maka lebih baik dilunakan dulu dengan minyak atau karbogliserin. Bila sudah
lunak atau cair dapat dilakukan irigasi dengan air supaya liang telinga bersih.
Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garputala dan dari hasil pemeriksaannya dapat
diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli perseptif (sensorineural).
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat.
Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya
deformitas, lesi,
cairan begitu pula ukuran,
simetris dan sudut penempelan ke kepala.
Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus
dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat
menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior. Terkadang, kista
sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau
di belakang aurikulus biasanya menunjuk¬kan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat
pula di kulit kepala dan struktur wajah.
Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit
dijauhkan dari pemeriksa. Otoskop dipegang dengan satu tangan sementara aurikulus
dipegang
dengan tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit ke luar
Cara ini akan membuat lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa
melihat lebih jelas membrana timpani. Spekulum dimasukkan dengan lembut dan perlahan ke
kanalis telinga,
dan mata didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk melihat kanalis dan membrana
timpani. Spekulum terbesar yang dapat dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm pada orang
dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak ke depan. Karena bagian distal
kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel yang sensitif, maka tekanan harus benar-
benar ringan agar tidak menimbulkan nyeri.
Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus
dicatat.
Membrana, timpani sehat berwarna mutiara keabuan pada dasar kanalis. Penanda harus
dttihat mungkin pars tensa dan kerucut cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis.
Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh
pada Hpatan malleus dan daerah perifer. dan warna membran begitu juga tanda yang tak
biasa at! deviasi kerucut cahaya dicatat. Adanya cairan, gele bung udara, atau masa di telinga
tengah harus dicatat. Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana timpani
yang baik hanya dapat dilakukan bi kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumen not
nya terdapat di kanalis eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan
otoskop. Bila serumen sangat lengket maka sedikit minyak mineral atau pelunak
serumen dapat diteteskan dalam kanalis telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.
Ketajaman Auditorius.
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji
kemampuan pasien mendengarkan
bisikan kata atau detakan jam tangan. Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang
sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh.
. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan.
Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan,
pasien dengan ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila
yang digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari
telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan
kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam
tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka
kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji
ketajaman auditorius.
Penggunaan uji Weber dan Rinne
memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif dengan kehi-langan
sensorineural
Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
a. Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah
pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan
meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat
mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara
tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan
meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi
garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang
meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien
mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne
negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah
atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :
1) Normal : tes rinne positif
2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih
lama)
3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi
I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula
timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun
pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai
garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa
karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak
mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien.
Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala
kedepan meatus akustukus eksternus.
Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua
telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu
tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana
yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar
lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-
sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar
diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani missal:otitis
media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini
akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai
ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih
hebat.
3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di
dengar sebelah kanan.
4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada
sebelah kanan.
5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.
Test Swabach
Tujuan :
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan
probandus.
Dasar :
Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh :
Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak,
khususnya osteo temporale
Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin
melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak
mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke
puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya
(pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar
suara, atau tidak mendengar suara.
Prosedur Diagnostik Auditorius dan Vestibuler
Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer adalah satu-satunya instrumen
diagnostik yang paling penting. Uji audiometri ada dua macam: (1) audiometri nada-murni, di
mana stimulus suara terdiri atas nada murni atau musik (semakin keras nada sebelum pasien
bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan pendengarannya), dan (2) audiometri
wicara di mana kata yang diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan mendengar
dan membedakan suara. Ahli audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan earphone dan
sinyal mengenai nada yang didengarkan. Ketika nada dipakai secara langsung pada meatus
kanalis auditorius eksiernus, kita mengukur konduksi udara. Bila stimulus diberikan pada
tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi (osikulus), langsung menguji konduksi saraf.
Agar hasilnya akurat, evaluasi audiometri dilakukan di ruangan yang kedap suara. Respons
yang dihasil-kan diplot pada grafik yang dinamakan audiogram.
Frekwensi
merujuk pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi per detik siklus
perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran
frekwensi dari 20 sampai 20.000Hz. 500 sampai 2000 Hz yang paling penting untuk
memahami percakapan sehari-hari yang dikenal sebagai kisaran wicara.
Nada adalah istilah untuk menggambarkan frekwensi; nada dengan frekwensi 100 Hz
dianggap sebagai nada rendah, dan nada 10.000 Hz dianggap sebagai nada tinggi.
. Unit untuk mengukur kerasnya bunyi (intensitas suara) adalah desibel (dB), tekanan yang
ditimbulkan oleh rsuara. Kehilangan pendengaran diukur dalam decibel, yang merupakan
fungsi logaritma intensitas dan tidak bisa dengan mudah dikonversikan ke persentase.
Ambang kritis kekerasan adalah sekitas 30 dB.
Beberapa contoh internsitas suara yang biasa termasuk gesekan kertas dalam lingkungan
yang sunyi, terjadi pada sekitar 15 dB; per kapan rendah, 40 dB; dan kapal terbang jet sejauh
kaki, tercatat sekitar 150 dB. Suara yang lebih keras i 80 dB didengar telinga manusia sangat
keras. Suara ya terdengar tidak nyaman dapat merusak telinga dala Timpanogram atau
audiometri impedans, meng refleks otot telinga tengah terhadap stimulus suara, kelenturan
membrana timpani, dengan mengubah teh udara dalam kanalis telinga yang tertutup (Gbr.
Kelenturan akan berkurang pada penyakit telinga tertutup).
Respons batang otak auditori (ABR, auditori brain sistem response) adalah potensial elektris
yang dapat terteksi dari narvus kranialis VIII (narvus akustikus) alur auditori asendens batang
otak sebagai respons stimulasi suara. Merupakan metoda objektif untuk mengukur
pendengaran karena partisipasi aktif pasien sama sekali dak diperlukan seperti pada
audiogram perilaku. Elektroda ditempatkan pada dahi pasien dan stimuli akustik, biasanya
dalam bentuk detak, diperdengarkan ke telinga. pengukuran elektrofisiologis yang dihasilkan
dapat di tentukan tingkat desibel berapa yang dapat didengarkan pasien dan apakah ada
kelainan sepanjang alur syaraf, seperti tumor pada nervus kranialis VIII. Elektrokokleografi
(ECoG) adalah perekaman potensial elektrofisologis koklea dan nervus kranialis VIII bagai
respons stimuli akustik. Rasio yang dihasilkan digunakan untuk membantu dalam
mendiagnosa kelainan keseimbangan cairan telinga dalam seperti penyakit Mniere dan fistula
perilimfe.
Prosedur ini dilakukan dengan menempatkan elektroda sedekat mungkin dengan koklea, baik
di kanalis auditorius eksternus tepat di dekat membrana timpani atau melalui elektroda
transtimpanik yang diletakkan melalui mambrana timpani dekat mem-bran jendela bulat.
Untuk persiapan pengujian, pasien diminta unluk tidak memakai diuretika selama 48 jam
sebelum uji dilakukan sehingga keseimbangan cairan di dalam telinga tidak berubah.
Elektronistagmografi (ENG) adalah pengukuran dan grafik yang mencatat perubahan
potensial elektris yang ditimbulkan oleh gerakan mata selama nistagmus yang ditimbulkan
secara spontan, posisional atau kaloris. Digu¬nakan untuk mengkaji sistem okulomotor dan
vestibular dan interaksi yang terjadi antara keduanya. Misalnya, pada bagian kalori uji ini,
udara atau air panas dan dingin (uji kalori bitermal) dimasukkan ke kanalis auditorius
eksternus, dan kemudian gerakan mata diukur. Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga
kanalis semisirkularis lateralis paralel dengan medan gravitasi dan duduk sementara elektroda
dipasang pada dahi dan dekat mata. Pasien diminta tidak meminum supresan vestibuler
seperti sedativa, penenang, antihistarnin, atau alkohol, begitu pula stimulan vestibuler seperti
kafein, selama 24 jam sebelum pengujian. ENG dapat membantu diagnosis kondisi seperti
penyakit Meniere dan tumor kanalis auditorius internus atau fosa posterior. Posturografi
platform adalah uji untuk menyelidiki kemampuan mengontrol postural. Diuji integrasi antara
bagian visual, vestibuler dan proprioseptif (integrasi sensoris) dengan keluaran respons
motoris dan koordinasi anggota bawah. Pasien berdiri pada panggung (platform), dikelilingi
layar, dan berbagai kondisi ditampilkan, seper¬ti panggung bergerak dengan layar bergerak.
Ambang penerimaan wicara adalah tingkat intensitas suara di mana pasien mampu tepat
membedakan dengan benar stimuli wicara sederhana. Pembedaan wicara menentukan
kemampuan pasien untuk membedakan suara yang berbeda, dalam bentuk kata, dalam tingkat
desibel di mana suara masih terdengar. pasien terhadap enam kondisi yang berbeda diukur
dan menunjukkan sistem mana yang terganggu. Persiapan uji ini sama dengan pada ENG.
Percepatan harmon sinusoidal (SHA, sinusoidal har¬monic acceleration), atau kursi berputar,
mengkaji sisiem vestibulookuler dengan menganalisis gerakan mata kopensatoris sebagai
respons putaran searah atau berlawaan arah dengan jarum jam. Meskipun uji SHA tak dapat
mengidentifikasi sisi dari lesi pada penyakit unilateral, namun sangat berguna untuk
mengidentifikasi adanya penyakit dan mengontrol proses penyembuhanya, persiapan pasien
sama dengan yang diperlukan pada EN
Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-
nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas
ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini
menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada
yang paling terpengaruh.
Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji
pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran,
tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang
menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran
seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat
ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang
yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu
bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien
yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan
bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat
diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon
kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing
untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang pada
tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran
udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang
pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran
normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk
nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz.
Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran
Kehilangan dalam
Desibel
Klasifikasi
0-15 Pendengaran normal
>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada
murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa
pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara
dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang
pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang
telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur
beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan
audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata
terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh
pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian
disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata
rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali
dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas
setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena
intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata
presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil
ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata
yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan
benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan
pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT,
dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem)
dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT.
Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan
benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri
nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat
nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada
intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan
tepat.
Kriteria orang tuli :
Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki
sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara
yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes
pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena
kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara
pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan
vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan
audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila
mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan
audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam
telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk
menentukan penyabab kurang pendengaran.
Manfaat audiometri
1. Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga
2. Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi
3. Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak
Tujuan
Ada empat tujuan (Davis, 1978) :
1. Mediagnostik penyakit telinga
2. Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau
dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah
butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam
bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).
3. Skrinig anak balita dan SD
4. Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.
PENYAKIT TELINGA
OTITIS MEDIA AKUT
Definisi
Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang mengenai sebagian atau
seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.
Epidemiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media. Pertahanan
tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu faktor
penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti
Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%),
Streptococcus pneumoniae (38%), Pneumococcus. Pada anak-anak, makin sering terserang
ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Anak lebih mudah
terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal:
- sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.
- saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga
ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
- adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi
adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar
dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat
terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat
saluran Eustachius.
Patomekanisme
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan
atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui
saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi
pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih
untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan
diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu
pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-
sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah
banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil
penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat
bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan
halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga
45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang
paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga
karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila
gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain
higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang
kurang baik. OMA memiliki beberapa stadium klinis antara lain:
1. Stadium oklusi tuba eustachius
a. Terdapat gambaran retraksi membran timpani.
b. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat.
c. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus.
2. Stadium hiperemis
a. Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani.
b. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga
sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
a. Membran timpani menonjol ke arah luar.
b. Sel epitel superfisila hancur.
c. Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani.
d. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga tambah
hebat.
4. Stadium perforasi
a. Membran timpani ruptur.
b. Keluar nanah dari telinga tengah.
c. Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
a. Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali.
b. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering.
c. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya tahan tubuh
baik.
Gejala Klinis
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
a. menggembungnya gendang telinga
b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. cairan yang keluar dari telinga
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah
satu di antara tanda berikut:
a. kemerahan pada gendang telinga
b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga
pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan,
mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga)
tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat
semata.
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop. Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang
telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak
kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan
telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara
kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan
gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan
ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis
OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap
gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi
perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu
dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh,
anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala
sangat berat dan komplikasi.
Penatalaksanaan
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan
untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5%
dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik
untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber infeksi juga harus diobati
dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila
membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang
diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi
dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada
anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau
eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar
nyeri dapat berkurang. Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama
3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat
dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga telah terjadi
mastoiditis.
Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, komplikasi paling sering pada OMA ialah abses subperiosteal sampai
komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak. Otitis media yang tidak diatasi juga
dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
Dahulu penyakit ini disebut sebagai otitis media perforata (OMP) atau dalam sehari-hari
disebut : congek. Yang disebut otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental , bening atau nanah.
Perjalanan penyakit
Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif kronik
apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Apabila kurang dari 2 bulan disebut otitis media
supuratif subakut.
Letak perforasi
Perforasi bisa di sntral, marginal, atau atik.
O.M.supuratif kronis dibagi menjadi dua tipe, yaitu :
1. OMSK tipe benigna --> tipe tidak berbahaya (tidak terdapat kolesteatoma )
2. OMSK tipe maligna --> tipe berbahaya (disertai kolesteatoma )
OMSK tipe benigna
Proses peradangan pada tipe benigna terbatas pada mukosa sajadan biasanya tidak mengenai
tulang, dan pada OMSK tipe benigna tidak terdapat kolesteatoma.
Gejala : Otore mukoid / mukopurulent, Gangguan pendengaran. Perforasi sentral ( kecil --
luas/total ). Mukosa cav.Timpani : hiperemi, tebal. Dapat terjadi infeksi akut eksaserbasi
Koleateatoma
Suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel ( keratin) deskuamasi terbentuk terus lalu
tertumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar.
Klasifikasi:
a. Kolesteatoma kongenital yang terbentuk masa embrionik dan ditemukan pada telinga
dengan membrana timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi.
b. Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir, dibagi menjadi yang primer
dan yang sekunder.
OMSK tipe maligna
Perforasi biasanya di daerah marginal atau atik, pada kasusu yang sudah lanjut biasanya di
temukan abses dan fistel retroaurikuler, polip/ jaringan granulasi pada liang telinga luar yang
berasal dari dalam telinga tengah, terlihat kolesteatom pada telinga tengah.
Terapi OMSK
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu yang lama serta harus berulang-ulang.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna:
Konservatif / medikamentosa
Larutan H2O2 untuk mengurangi secret
Obat tetes telinga tidak lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah
tenang
Antibiotik oral
Miringoplasti / timpanoplasti bila masih ada perforasi setelah di observasi 2 bulan.
Obati sumber infeksi bila ada.
Prinsip terapi OMSK tipe maligna:
Mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti
Konservatif dengan medikamentosa
DAFTAR PUSTAKA
Djaafar, ZA. 2006. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Telinga Hidung Tenggorokan,
cetakan ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Liston stephen L, at all. 2007. Boies ; Embriologi Anatomi dan Fisiologi Telinga. EGC
jakarta.
Moses, Scott. 2008. Otitis Media. Accessed: www.fpnotebook.com
Soepardi Efiaty A, dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher edisi ketujuh, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
REFRESHING
EMBRIOLOGI, ANATOMI, FISIOLOGI,
DAN CARA PEMERIKSAAN TELINGA
Pembimbing :
Dr. H. Denny P Machmud, Sp.THT
Disusun oleh :
A. Ainun Zamira M.M
2010730170
STASE TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
KEPANITERAAN KLINIK RSIJ PONDOK KOPI
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015