refrat yudhi & etu

37
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA REFERAT RESUSITASI CAIRAN Disusun untuk Memenuhi Syarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Anetesi Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta Diajukan Kepada: Pembimbing: dr. Jalil Matondang, Sp.An Disusun Oleh: Andya Yudhi Wirawan 1410221008 Restu Kaharseno 1410221047 Kepaniteraan Klinik Departemen Anestesi

Upload: eka-henny-suryani

Post on 08-Dec-2015

244 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

lklk

TRANSCRIPT

Page 1: REFRAT YUDHI & ETU

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

“VETERAN”

JAKARTA

REFERAT

RESUSITASI CAIRAN

Disusun untuk Memenuhi Syarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Anetesi

Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta

Diajukan Kepada:

Pembimbing: dr. Jalil Matondang, Sp.An

Disusun Oleh:

Andya Yudhi Wirawan 1410221008

Restu Kaharseno 1410221047

Kepaniteraan Klinik Departemen Anestesi

FAKULTAS KEDOKTERAN-UPN “VETERAN” JAKARTA

Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta

PERIODE 9 Februari – 14 Maret 2015

Page 2: REFRAT YUDHI & ETU

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN ANESTESI

Referat dengan judul:

RESUSITASI CAIRAN

Diajukan untuk Memenuhi Syarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Anestesi

Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta

Disusun Oleh:

Andya Yudhi Wirawan

Restu Kaharseno

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Tanggal:

Pembimbing

dr. Jalil Matondang , Sp.An

Mengesahkan:

Koordinator Kepaniteraan Anestesi

dr. Ernita Akmal, Sp.An

NIP. 197710022010122001

Page 3: REFRAT YUDHI & ETU

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan yang jumlahnya berbeda-

beda tergantung usia, jenis kelamin, berat badan serta banyaknya lemak di dalam

tubuh. Dengan makan dan minum tubuh mendapatkan air, elektrolit serta nutrien-

nutrien yang lain. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk

setara dengan jumlah yang keluar. Pengeluaran cairan dan elektrolit dari tubuh

dapat berupa urin, tinja, keringan dan uap air pada saat bernapas.

Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukan air, elektrolit

serta zat-zat makanan ke dalam tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus

berpuasa lama, karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok

hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah dan lain-lain. Dengan terapi cairan

kebutuhan akan air da elektrolit akan terpenuhi. Selain itu terapi cairan juga dapat

digunakan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau juga

digunakan untuk menjaga keseimbangan asam basa.

Page 4: REFRAT YUDHI & ETU

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Cairan Tubuh

Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk

multiseluler seperti manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.

II. Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit

A. Distribusi cairan tubuh

Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk

hidup. Persentase air tubuh total (Total Body Water) terhadap berat badan berubah

sesuai umur, menurun cepat pada awal kehidupan. Pada saat lahir, TBW 78%

berat badan. Pada beberapa bulan pertama kehidupan, TBW turun cepat

mendekati kadar dewasa 55-60 % berat badan pada saat usia 1 tahun. Pada masa

pubertas, terjadi perubahan TBW selanjutnya. Karena lemak mempunyai kadar air

yang lebih rendah, persentase TBW terhadap berat badan lebih rendah pada

wanita dewasa yang mempunyai lebih banyak lemak tubuh (55%) daripada laki-

laki, yang mempunyai sedikit lemak. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke

dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular.

Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada

orang dewasa, sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di

intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat

badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat

badannya merupakan cairan intraselular. Cairan intraseluler terlibat dalam

proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari nutrien-nutrien

dalam cairan tubuh.

Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan

ekstraseluler berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai

nutrient ke dalam sel, dan membuang zat sisa yang bersifat toksik.  Jumlah

Page 5: REFRAT YUDHI & ETU

relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru

lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular.

Cairan ekstraselular dibagi menjadi :

Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-

12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.

Cairan Intravaskular

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya

volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3

liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah

putih dan platelet.

Cairan transeluler

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti

serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi

saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah

sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari

ruang transeluler.

Table 1. Distribusi cairan tubuh

Page 6: REFRAT YUDHI & ETU

B. Komponen cairan tubuh

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non

elektrolit.

Elektrolit

Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus

listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).

Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam

miliekuivalen).

Kation : Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan

kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem

pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium

ini.

Natrium

Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling

berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma:

135-145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana +

70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine

100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan

setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).

Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial

maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan

natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi

keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium

dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial.

Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel

dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah

kegagalan sirkulasi.

Page 7: REFRAT YUDHI & ETU

Kalium

Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler

berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.

Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat

berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang

terikat dengan protein didalam sel.

Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3

mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi

H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72

mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.

Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%

dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran

ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme

kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis,

ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan +

1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.

Magnesium

Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk

pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

Anion: Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan

bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah

ion fosfat (PO43-).

Karbonat

Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu

hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal.

Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat

Page 8: REFRAT YUDHI & ETU

dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam

keseimbangan asam basa.

Tabel 1. Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh

ElektrolitPlasma

(mEq/L)

Cairan Interstitial

(mEq/L)

Cairan

Intracellular

(mEq/L)

Na+ 142 145 10

K+ 4 4 159

Mg2+ 2 2 40

Ca2+ 5 3 1

Cl- 103 117 10

HCO3- 25 27 7

Adapted from Campbell I: Physiology of fluid balance. Anaesth Intensive

Care Med 7:462-465 2006.

Non elektrolit

Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam

cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

C. Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan

mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak

membutuhkan energy sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi.

Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme

transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.

Page 9: REFRAT YUDHI & ETU

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:

a. Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran

semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju

larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan

kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh

kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui

air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.

Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan

tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%,

Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik

(akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.

b. Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan

bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan

hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-

pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan

hidrostatik.

c. Pompa Natrium Kalium

Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion

natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion

kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk

mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

D. Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis

Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah

oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya

cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal.

Page 10: REFRAT YUDHI & ETU

Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak

2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan

kehilangan cairan rata rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir

600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan

paru-paru.

I. Perubahan cairan tubuh

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1. Perubahan volume

a. Defisit volume

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang

paling umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal

akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya

dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi

jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan

cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat

dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai

defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.

Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari

natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau

hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling

sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar

5-10% dari kasus.

Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir

sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan

natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun

kompartemen ekstravaskular.

Page 11: REFRAT YUDHI & ETU

Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan

kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis).

Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak

dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di

kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular,

sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.15

Dehidrasi hipertonis (hipernatremik): terjadi ketika kehilangan cairan

dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan

hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak

dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di

kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular,

sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.15

b. Kelebihan volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat

iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan

air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan

kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada

GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler

dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau

berkurang.10

2. Perubahan konsentrasi

a. Hiponatremia

Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L,

sudah dapat dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala

disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,

sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma.

Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi

psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space

losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi

Page 12: REFRAT YUDHI & ETU

dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-

X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12

Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara

perlahanlahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk

menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :

Na= Na1 – Na0 x TBW

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)

Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan

Na0 = Na serum yang aktual

TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

b. Hipernatremia

Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika

kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental,

letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan

cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air

kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan

dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12

c. Hipokalemia

Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut

kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar

total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,

perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,

kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat

berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse

potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau

infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk

Page 13: REFRAT YUDHI & ETU

hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang

hebat).13 Rumus untuk menghitung defisit kalium18 :

K = K1 – K0 x 0,25 x BB

K = kalium yang dibutuhkan

K1 = serum kalium yang diinginkan

K0 = serum kalium yang terukur

BB = berat badan (kg)

d. Hiperkalemia

Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal

atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin,

diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat

(parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan

EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10%

dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik,

hemodialisis.

3. Perubahan komposisi

a. Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)

Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk

menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan

akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis,

pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan

penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang

adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila

perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif

adalah sangat penting.

b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)

Page 14: REFRAT YUDHI & ETU

Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi

yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis

terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk

mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia,

penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang

terjadi.

c. Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)

Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan

bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus

kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi

adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah

syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan

metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari.

Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya

setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.

d. Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)

Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan

bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada

pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume

ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan

penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode

24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

II. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang

umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,

intraoperatif dan postoperatif.

Page 15: REFRAT YUDHI & ETU

A. Faktor-faktor preoperatif

1. Kondisi yang telah ada

Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk

oleh stres akibat operasi.

2. Prosedur diagnostik

Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena

dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal

karena efek diuresis

osmotik.

3. Pemberian obat

Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi

air dan elektrolit

4. Preparasi bedah

Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan

elekrolit dari traktus gastrointestinal.

5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

6. Restriksi cairan preoperatif

Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat

kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat

jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.

7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya

Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

Page 16: REFRAT YUDHI & ETU

B. Faktor-faktor intraoperatif

1. Induksi anestesi

Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia

preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan

vasokonstriksi.

2. Kehilangan darah yang abnormal

3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya

kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka

operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)

C. Faktor-faktor postoperatif

1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

2. Peningkatan katabolisme jaringan

3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif

4. Risiko atau adanya ileus postoperatif

III. Terapi Cairan

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh

dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid

(plasma ekspander) secara intravena.

Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan

sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti

perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.

Terapi cairan resusitasi

Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut

cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk

Page 17: REFRAT YUDHI & ETU

memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka

bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus

Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak

20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L

dalam 10 menit. 

Terapi rumatan

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan

nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari

dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.

Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat

pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan

pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.

Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :

Table 2. Rumus Holiday Segar

Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan

kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat

saja. Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan

KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan

larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%.

Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang

antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.

Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu

diperhatikan karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau

kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya

infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai

kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan

harian.

Page 18: REFRAT YUDHI & ETU

Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke

ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar

kecilnya pembedahan, yaitu :

6-8 ml/kg untuk bedah besar

4-6 ml/kg untuk bedah sedang

2-4 ml/kg untuk bedah kecil

A. Jenis-Jenis Cairan

1. Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).

Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid)

ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit

volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar

20-30 menit.

Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak

digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang

hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan

tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan

kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan

berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic

acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan

lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka

kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.

Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah

sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema

perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema

jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu,

Page 19: REFRAT YUDHI & ETU

pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan

meningkatnya tekanan intra kranial.

2. Cairan Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma

substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan

yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang

menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)

dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk

resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau

pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang

banyak (misal luka bakar).

Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

a. Koloid alami:

Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan

2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama

10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein

plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin

dan beta globulin.

b. Koloid sintetis:

1. Dextran:

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan

Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi

oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media

sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih

baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu

memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan

kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti

trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas

Page 20: REFRAT YUDHI & ETU

faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.

Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross

match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal.

Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu

dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)

Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 –

1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik

30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan

dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam

waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik

dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low

molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch,

mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang

diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai

plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan

tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid

untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.

3. Gelatin

Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat

molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.

Ada 3 macam gelatin, yaitu:

- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

- Urea linked gelatin

- Oxypoly gelatin

Page 21: REFRAT YUDHI & ETU

Table 3. Keuntungan dan kerugian cairan kristaloid dan koloid

Kristaloid Koloid

Keuntungan - Tidak mahal

- Aliran urin lancar

(meningkatkan volume

intravaskular)

- Pilihan cairan pertama u/

resusitasi perdarahan &

trauma

- Mengembalikan kehilangan

pada ruang cairan ke-3

- Mempertahankan cairan

intravaskular lebih baik (1/3

cairan bertahan selama 24 jam)

- Meningkatkan tekanan

onkotik plasma

- Membutuhkan volume yang

lebih sedikit

- Mengurangi kejadian edema

perifer

- Dapat menurunkan tekanan

intrakranial

Kerugian - Mengencerkan tekanan

osmotik koloid

- Menginduksi edema

perifer

- Insidensi terjadinya edema

pulmonal lebih tinggi

- Membutuhkan volume yg

lebih besar

- Efeknya sementara

- Mahal

- Menginduksi koagulopati

(dextran & helastarch)

- Jika tdpt kerusakan kapiler,

dpt berpotensi tjd perpindhn

cairan ke interstitial

- Mengencerkan faktor

pembekuan dan trombosit

- Berpotensi menghambat

tubulus renalis dan sel

retikuloendotelial di hepar

- Kemungkinan adanya reaksi

anafilaksis (dextran)

B. Terapi Cairan Preoperatif

Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement)

harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah

sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam

Page 22: REFRAT YUDHI & ETU

pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya.

Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti

garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena

penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi

enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena

akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan

sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan

cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya

harus segera diganti dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum

induksi anestesi.

Usia Jumlah Kebutuhan

(ml/Kg/Jam)

Dewasa

Anak

Bayi

Neonatus

1,5 – 2

2 – 4

4 – 6

3

Table 4. Pengganti defisit prabedah

C. Terapi Cairan Intraoperatif

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan

kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan

(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang

diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang

hilang.

1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah

mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama

pembedahan.

Page 23: REFRAT YUDHI & ETU

2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan

cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam

untuk pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6

ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau

Normosol-R.

3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam

untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10

ml/kgBB/jam.

D. Terapi Cairan Postoperatif

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan

air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24

jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena

adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan

transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH

yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3

hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum

baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari

cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan

protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%.

Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu

larutan garamisotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat

minum dan makan.

2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:

- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan

1°C

suhu tubuh

Page 24: REFRAT YUDHI & ETU

- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau

muntah.

- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan

humidifikasi.

3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan

yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya

diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.

4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan

tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi

tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan

nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.

Page 25: REFRAT YUDHI & ETU

BAB III

KESIMPULAN

Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan

tubuh didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam

metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.

Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama

pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam

keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien

bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan

postoperatif.

Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau

mengembalikan volume dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan

harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan

infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan

kristaloid dan cairan koloid.

Page 26: REFRAT YUDHI & ETU

DAFTAR PUSTAKA

1. Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan

Terapi Cairan. In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu

Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266

2. Hasan F. Terapi Cairan. 2008. Di unduh dari

http://drfhasan.blogspot.com/2008/01/referat-terapi-cairan.html .

3. Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada

pembedahan. Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.