refrat uap elda maharani (0907101050036)

30
Refarat UNSTABLE ANGINA PECTORIS Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian / SMF Kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah BPK Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Disusun oleh Elda Maharani (0907101050036) Pembimbing Dr. Hj. Sri Murdiati, Sp. JP-FIHA BAGIAN/SMF KARDIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA 1

Upload: aulia-urrachman

Post on 19-Nov-2015

24 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

refrat

TRANSCRIPT

Refarat

UNSTABLE ANGINA PECTORIS

Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian / SMF Kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah BPK Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun olehElda Maharani (0907101050036)PembimbingDr. Hj. Sri Murdiati, Sp. JP-FIHA

BAGIAN/SMF KARDIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALABPK RSUD Dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH2014

KATA PENGANTARAssalamualaikum .Wr.Wb.Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refrat ini dengan judul Unstable Angina Pectoris .Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi junjungan kita Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat beliau yang telah membawa kita semua dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Ucapan terima kasih saya kepada dr.Hj. Sri Murdiati, Sp.JP-FIHA selaku pembimbing saya.Penulis telah berupaya melakukan yang terbaik dalam penulisan refrat ini, namun penulis menyadari bahwa dalam penulisan refrat ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan refrat ini. Akhir kata penulis berharap semoga refrat ini dapat memberikan manfaat serta dapat memberikan suatu informasi yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Banda Aceh, Juli 2014Penulis

DAFTAR ISI

HalamanJUDULiKATA PENGANTAR iiDAFTAR ISI iii

BAB IPENDAHULUAN 1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA 32.1 Definisi32.2 Epidemiologi32.3 Patofisiologi32.4 Faktor Resiko72.5 Klasifikasi102.6 Diagnosis102.7 Penatalaksanaan142.8 Komplikasi15

BAB IIIKESIMPULAN 16

DAFTAR PUSTAKA17

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskular saat ini menempati urutan pertama penyebab kematian di negara-negara maju dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian utama di negara berkembang pada tahun 2020. Salah satu manifestasi yang paling sering dari penyakit kardiovaskular adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas tinggi.1Gambaran klinis PJK termasuk iskemia tanpa gejala, angina pektoris stabil, angina tidak stabil, infark miokard, gagal jantung, dan kematian mendadak (sudden death). Kejadian-kejadian yang bersifat akut dan memiliki risiko kematian tinggi telah dikategorikan ke dalam Sindroma Koroner Akut (SKA). Sindroma Koroner Akut (SKA) dapat dibedakan menjadi ST-segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI), Non ST-segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), serta Unstable Angina Pectoris (UAP).1 Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia dengan prevalensi 213 kasus dari setiap 100.000 orang berusia di atas 30 tahun.2 Salah satu manifestasi PJK adalah Angina Pectoris tidak stabil. Menurut data statistik American Heart Association (AHA) 2008, pada tahun 2005 jumlah penderita yang menjalani perawatan medis di Amerika Serikat akibat PJK hampir mencapai 1,5 juta orang dengan 1,1 juta orang (80%) menunjukkan kasus Angina Pectoris Tidak Stabil (APTS) atau Infark Miokard Tanpa Elevasi ST (NSTEMI).3Keluhan utama pada SKA adalah nyeri dada dan dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) digolongkan berdasarkan ada atau tidaknya elevasi segmen ST. Sindroma Koroner Akut (SKA) tanpa elevasi segmen ST dibagi lagi berdasarkan hasil pemeriksan enzim jantung. Jika terjadi peningkatan enzim didiagnosis dengan NSTEMI dan jika tidak terjadi peningkatan enzim didiagnosis dengan UAP.4Non ST-segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dan UAP dianggap sebagai kondisi yang memiliki hubungan yang erat, dimana patogenesa dan presentasi klinisnya sama namun berbeda dalam derajat berat ringannya. Pada NSTEMI iskemia yang terjadi cukup berat untuk mengakibatkan kerusakan miokard dan petanda kerusakan miokard tersebut dapat diperiksa secara kuantitatif. Sedangkan pada UAP iskemia tidak mengakibatkan kerusakan miokard.5 Dengan meluasnya iskemia miokard, UAP/NSTEMI dapat berubah menjadi STEMI.6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome (ACS) adalah sindroma klinik yang mempunyai dasar fisiologi yang sama, yaitu adanya erosi, fisura, ataupun robeknya plak atheroma sehingga menyebabkan trombosis intravaskular yang menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard. Yang termasuk kedalam SKA adalah ST-segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI), Non ST-segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), serta Unstable Angina Pectoris (UAP).11Unstable Angina Pectoris (UAP) adalah keadaan pasien dengan gejala iskemia sesuai dengan sindroma akut tanpa terjadinya peningkatan enzim penanda iskemia jantung (CKMB, Troponin) dengan atau tanpa perubahan EKG yang menunjukkan iskemia (depresi segmen ST, Inversi gelombang T dan elevasi segmen ST yang transien).7

2.2 EPIDEMIOLOGIDi Amerika Serikat, sebanyak 1,36 juta penyebab rawat inap adalah kasus SKA. Menurut The American Heart Association, lebih dari 6 juta penduduk Amerika menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokard setiap tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.1 Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler juga cukup tinggi. Menurut data statistik WHO tahun 2008, penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama kematian di dunia (12,8%), disusul oleh stroke dan penyakit serebrovaskuler lainnya.3

2.3 PATOFISIOLOGIMekanisme yang paling umum melibatkan ketidakseimbangan yang disebabkan oleh penurunan pasokan oksigen ke miokardium, sedangkan dengan mekanisme yang tertera di bawah ini, ketidakseimbangan ini sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen pada miokard.81.Ruptur PlakRuptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab angina pektoris tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak stabil.92.Trombosis dan Agregasi TrombositAgregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.9Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukkan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.9

3.VasospasmeTerjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.94.Erosi pada plak tanpa rupturTerjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya poliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia.9Proses terjadinya plak aterosklerotik dipahami bukan proses sederhana karena penumpukan kolesterol, tetapi disfungsi endotel dan proses inflamasi juga berperan penting. Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis.10Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks.7 Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor , IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul fibrosis yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah. Makrofag juga menghasilkan matriks metalloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak.10,11Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan kecenderungan untuk mengalami ruptur. LDL yang termodifikasi meningkatkan respons inflamasi oleh makrofag. Respons inflamasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifikasi lagi, dan seterusnya.12 Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi matriks metalloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fibrosis, merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fibrosis menipis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik pada plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinflamatorik ini menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses anti inflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF- bekerja mengurangi proses inflamasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami ruptur.10Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus.10,12

Gambar 2.1 Patofisiologi SKA

2.4 FAKTOR RISIKOFaktor risiko SKA dapat dikategorikan atas:61. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasiMerupakan faktor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya: usia, jenis kelamin (laki-laki 45 tahun; perempuan 55 tahun), riwayat keluarga (MI pada ayah atau saudara laki-laki sebelum berusia 55 tahun atau pada ibu atau saudara perempuan berusia 65 tahun).2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasiMerupakan faktor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya: merokok, peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, diabetes mellitus, gaya hidup yang tidak aktif, obesitas, dan peningkatan kadar homosistein.UAP/NSTEMI dapat diperkirakan dengan melakukan penilaian risiko kuantitatif. Penilaian ini bertujuan untuk penentuan keputusan klinis dan memprediksi risiko kejadian iskemik jangka pendek dan menengah. Skor risiko yang paling banyak dipakai diantaranya adalah Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) risk score.13

Gambar 2.2 TIMI RISK SCORE untuk UAP/NSTEMI

2.5 KLASIFIKASIPada tahun 1989 Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada keseragaman. Klasifikasi yang dibuar berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.14

Tabel 2.1 Klasifikasi berdasarkan beratnya angina14Berat

Class IAngina yang berat pertama kaliPasien dengan durasi angina kurang dari 2 bulan, bertambah berat atau terjadi 3 kali perhari, atau angina yang jelas lebih sering dan timbul dengan aktivitas ringan

Class IIAngina saat istirahat, subakutPasien dengan 1 kali atau lebih serangan angina dalam 3 bulan dan tidak ada serangan dalam 48 jam terakhir.

Class IIIAngina saat istirahat, akutPasien dengan 1 kali atau lebih sering serangan angina saat istirahat dalam 48 jam terakhir.

Tabel 2.2 Klasifikasi berdasarkan keadaan klinis14Keadaan Klinis

Class A

Class B

Class C

Secondary unstable AnginaKeadaan ekstrinsik yang telah diidentifikasi kaitannya dengan pembuluh darah koroner, misalnya anemia, infeksi, demam, hipotensi, hipoksemia sekunder akibat kegagalan pernapasan

Primary unstable angina

Angina yang timbul setelah UA (dalam 2 minggu MI)

2.6 DIAGNOSIS 1. AnamnesisNyeri dada merupakan keluhan utama sebagian besar pasien dengan UAP/NSTEMI. Nyeri dada biasanya berlokasi retrosternal, sentral, atau di dada kiri, menjalar ke rahang atau lengan atas.5 Gejalanya dapat bervariasi, dapat berupa gejala khas angina, yaitu nyeri dada tipikal yang berlangsung selama 20 menit atau lebih yang terasa seperti ditusuk-tusuk, ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, rasa diperas dan terpelintir. Keluhan dapat pula berupa nyeri atipikal seperti nyeri epigastrium, nyeri dada tajam, atau sesak nafas memberat.1Beratnya nyeri pada angina pectoris dapat dinyatakan dengan menggunakan skala dari Canadian Cardiovaskular Society, Seperti pada tabel dibawah ini:Tabel 2.3 Canadian Cardiovascular Society14KategoriGambaran

Kelas IAktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai dan lainnya tak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada akan timbul bila latihan berat, bekerja cepat atau terburu-buru dan berpergian.

Kelas IIAktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya angina pectoris akan timbul bila melakukan aktivitas berat dari biasanya seperti berjalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1 lantai, dan berjalan menanjak.

Kelas IIIAktivitas sehari-hari nyata terbatas, angina pectoris timbul bisa berjalan 1-2 blok, naik tangga lebih dari 1 lantai dengan kecepatan biasa

Kelas IVAngina bisa timbul waktu istirahat sekalipun, hampir semua kegiatan dapat menimbulkan angina, termasuk mandi dan menyapu.

Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala yang timbul seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, dan rasa tidak nyaman di epigastrium. Mual muntah dapat terjadi terutama pada wanita, penderita diabetes mellitus, atau pasien usia lanjut. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular multiple agar tidak terjadi kesalahan diagnosis.52. Pemeriksaan FisikTemuan pada pemeriksaan fisik biasanya normal. Tujuan penting pemeriksaan fisik adalah menyingkirkan penyebab nyeri dada non kardiak dan kelainan jantung non iskemik.1 Pemeriksaan fisik juga penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari UAP/NSTEMI.53. ElektrokardiografiPemeriksaan EKG 12 lead saat istirahat merupakan perangkat diagnostik utama dalam penilaian pasien dengan dugaan UAP/NSTEMI. Pada gambaran EKG normal, gelombang T biasanya positif pada sadapan I, II, dan V3 sampai dengan V6, terbalik pada sadapan aVR, bervariasi pada sadapan III, aVF, aVL, dan V1, jarang didapatkan terbalik pada V2. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik).4Gambaran EKG secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien. Jumlah sadapan yang menunjukkan depresi segmen ST berkorelasi dengan beratnya iskemia. Depresi segmen ST 0,5 mm (0,05 mV) pada dua atau lebih sadapan berurutan dalam konteks klinis yang sesuai sangat sugestif untuk UAP/NSTEMI. Akan tetapi, gambaran EKG normal juga tidak menyingkirkan kemungkinan UAP/NSTEMI.1

Gambar 2.3 ST depresi dan T Inversi pada EKG144. BiomarkerSejak tahun 1960 pemeriksaan Creatine Kinase isoenzime MB (CK-MB) telah diterima secara luas sebagai standard emas untuk penetapan diagnosis infark miokard. Sampai saat ini CK-MB masih direkomendasikan sebagai protein petanda infark miokard. CK-MB terlepas dalam sirkulasi setelah infark, paling cepat terdeteksi 3-4 jam setelah onset gejala dan tetap meningkat kira-kira 65 jam pasca infark.15Cardiac Troponin T atau I (cTnT atau cTnI) merupakan petanda biokimia yang lebih disukai untuk mendeteksi jejas miokard, karena hampir spesifik absolut jaringan miokard dan mempunyai sensitivitas yang tinggi, bahkan dapat menunjukkan adanya nekrosis miokard kecil yang tidak terdeteksi pada EKG maupun oleh CK-MB.15 Pada pasien dengan infark miokard akut, peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu. Pada NSTEMI peningkatan troponin minor biasanya membaik dalam 48-72 jam.1 Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase (LDH), myoglobin, carbonic anhydrase III (CA III), dan myosin light chain (MLC). Pada UAP tidak terjadi peningkatan enzim jantung.15

Gambar 2.4 Beberapa Biomarker Jantung

Secara ringkas alur diagnosis UAP/NSTEMI dapat digambarkan pada bagan berikut ini:1

Gambar 2.5 Alur Diagnosis UAP/NSTEMI

2.7 PENATALAKSANAAN1. Obat-obatan anti-iskemik Isosorbid mononitrat, diberikan sekali sehari dalam bentuk sediaan lepas lambat untuk mencegah toleransi terhadap nitrat. Jika diperlukan, diberikan bersama dengan gliseril trinitrat semprot.16Calcium Channel Blocker (CCB, misalnya amlodipin, diltiazem). Diltiazem dapat diresepkan untuk pasien yan\g tidak tahan betablocker karena efek sampingnya pada konduksi elektrik kardiak. Obat kerja pendek (misalnya nifedipin) tidak digunakan karena efek sampingnya refleks takikardia yang umum terjadi pada awal penggunaan dan dapat memperburuk gejala angina.1Nicorandil dapat ditambahkan sebagai kombinasi dengan antiangina lainnya. Pada semua antiangina, efek pusing/sakit kepala yang sangat merupakan masalah yang sering dialami pasien. Jika hal ini berkaitan dengan dosis, maka dosis harus disesuaikan sambil tetap menjaga tekanan darah.162. Obat-obatan antiplateletSemua pasien UAP/NSTEMI mendapat terapi aspirin 75 mg/hari dan clopidogrel 75 mg/hari, dengan loading dose 300 mg yang diberikan saat gejala muncul atau pertama dirawat. Manfaat penambahan clopidogrel pada terapi aspirin standard, yaitu menurunkan 20% resiko kematian, infark miokard nonfatal dan stroke.16Antagonis reseptor glikoprotein IIb/IIIa, misalnya tirofiban atau eptifibatide merupakan inhibitor kuat agregasi platelet. Obatobat tersebut menghambat pembentukan fibrinogen pada platelet. Walaupun antagonis reseptor glikoprotein IIb/IIIa menghambat pembentukan thrombus, uji klinik menunjukkan bahwa mereka hanya efektif untuk pasien UAP/NSTEMI resiko tinggi, atau untuk pasien yang potensial mendapat PCI yang ditunda, jika digunakan bersama dengan aspirin dan heparin/LMWH.53. AntikoagulanLMWH lebih banyak digunakan daripada unfractionated heparin karena untuk membatasi perluasan thrombosis koroner pada UAP/NSTEMI. Enoxaparin 1mg/kg 2 kali/hari lebih baik daripada unfractinated heparin. Biaya enoxaparin lebih tinggi, tetapi mempunyai aktivitas antifaktor Xa lebih besar, tidak memerlukan monitor terus menerus, dan dapat diberikan dengan mudah 2 kali/hari sehingga menjadi pilihan terapi yang cukup popular. Enoxaparin diberikan terus sampai pasien bebas dari angina atau paling sedikit selama 24 jam. Durasi terapi yang dianjurkan adalah 28 hari. Jika pasien memiliki gangguan fungsi ginjal, enoxaparin diberikan 1 mg/kg sekali sehari.1

2.8 KOMPLIKASIKomplikasi tertinggi akut infark adalah aritmia, aritmia yang sering memberikan komplikasi adalah ventrikel fibrilasi. Ventrikel fibrilasi 95% meninggal sebelum sampai rumah sakit. Komplikasi lain meliputi disfungsi ventrikel kiri/gagal jantung dan hipotensi/syok kardiogenik.1

BAB IIIKESIMPULAN

Unstable Angina Pectoris (UAP) adalah keadaan pasien dengan gejala iskemia sesuai dengan sondroma akut tanpa terjadinya peningkatan enzim penanda iskemia jantung (CKMB, Troponin) dengan atau tanpa perubahan EKG yang menunjukkan iskemia (depresi segmen ST, Inversi gelombang T dan elevasi segmen ST yang transien).Diagnosis Unstable Angina Pectoris (UAP) dapat ditegakkan secara klinis dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yaitu biomarker jantung. Cardiac Troponin T atau I (cTnT atau cTnI) merupakan petanda biokimia yang lebih disukai untuk mendeteksi jejas miokard, karena hampir spesifik absolut jaringan miokard dan mempunyai sensitivitas yang tinggi, bahkan dapat menunjukkan adanya nekrosis miokard kecil yang tidak terdeteksi pada EKG maupun oleh CK-MB.Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi jantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hamm CW., Bassand JP., Agewall S., Bax J., Boersma E. 2011. ESC Guidelines for the Management of Acute Coronary Syndromes in Patients Presenting Without persistent ST-segment Elevation. European Heart Journal. 2011; 32: 2999-3054.

2. Vasiliki K, Theodorus X, Robin R, Karlis G. 2010. Enhanced exernal counterpulsation: mechanisme of action and clinical application. Acta Cardiol. 2010;65:239-47.

3. Okratarina R, Karani Y, dan Edward Z. 2013. Hubungan Kadara Gula Glukosa Darah Saat Masuk Rumah Sakit dengan Lama Hari Pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) Di RSUP Dr.M.Jamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013;2:94-7.

4. Myrtha R. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA). CDK. 2011; 38: 541-2.

5. Theroux, Nanette K., Wenger PZ., Theodore GG., Lincoff AM., Peterson ED., et al. 2012 ACCF/AHA Focused Update of the Guideline for the Management of Patients With Unstable Angina/Non -ST-Elevation Myocardial Infarction (Updating Guidelines and Replacing the 2011 Focused Update) : A Report of the American Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice College of the 2007 Guideline. Circulation. 2012; 126:875-910.

6. Kabo P. 2012. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara Rasional. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.

7. Rilantono L. 2012. Penyakit Vaskular. Jakarta: Badan Penerbit FK Universitas Indonesia.

8. Anderson, Jeffrey L., Cynthia D. Adams, Elliott M. Antman, dkk. 2011 ACCF/AHA Focused Update Incorporated Into the ACC/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients With Unstable Angina/Non-ST-Elevation Myocardial Infarction: A Report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation.123:e426-e579.

9. Trisnohadi, Hanadi B., 2006. Angina Pektoris Tidak Stabil dalam buku Imu Penyakit Dalam. Jilid 3. Badan Penerbit FK Universitas Indonesia. Jakarta.

10. Myrtha R. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut. CDK. 2012; 39: 261-4.

11. Majid A. Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Universitas Sumatera Utara 2007.

12. Ramrakha, P., Hill, J., Oxford Handbook of Cardiology: Coronary Artery Disease. 1st ed. USA: Oxford University Press. 2006.

13. Pollack CV., Sites FD., Shofer FS. Application of the TIMI Risk Score for Unstable Angina and Non ST-Elevation Acute Coronary Syndrome to Unselected Emergency Department Chest Pain Population. ACAD EMERG MED. 2006; 13: 13-8.

14. Mehta, Sachin, dan Neil K. 2013. Unstable Angina and Non-ST Segment Elevation Mycardial Infarction (Acute Coronary Sydrome). New York: Springer Sciense Business Media.

15. Sargowo D., Samsu N. Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan I pada Diagnosis Infark Miokard Akut. Maj Kedokt Indon. 2007; 57: 363-70.

16. Fletcher G. terj. Lyrawati D. Sindrom koroner akut Farmakologi. 2008; 1-7.

6