refrat kusta

42
TUGAS UJIAN LICHEN SIMPLEKS KRONIKUS & EFLORESENSI KULIT Pembimbing: dr. RETNO SAWITRI Sp.KK dr.REGINA KARTIKA, Sp. KK Penyusun: SHERLY GUNAWAN 030.05.208 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI PERIODE 23 MAY- 25 JUNI 2011

Upload: sherly-gunawan-zhang

Post on 05-Jul-2015

1.158 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat Kusta

TUGAS UJIAN

LICHEN SIMPLEKS KRONIKUS

&

EFLORESENSI KULIT

Pembimbing:

dr. RETNO SAWITRI Sp.KK

dr.REGINA KARTIKA, Sp. KK

Penyusun:

SHERLY GUNAWAN

030.05.208

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI

PERIODE 23 MAY- 25 JUNI 2011

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 2: Refrat Kusta

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebab hanya karena berkat dan

anugerahNya referat yang berjudul ‘HAEMANGIOMA’ ini dapat rampung tepat pada waktunya.

Adapun maksud dan tujuan pembuatan referat ini ialah dalam rangka memenuhi syarat

kepaniteraan klinik ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN.

Dalam kesempatan ini pula, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.

RETNO SAWITRI Sp.KK selaku Pembimbing dalam pembuatan referat ini karena berkat

dukungan beliau, proses pembuatan dan penyusunan referat ini dapat diselesaikan dengan baik.

Sangat saya sadari bahwa dalam referat ini masih terdapat kekurangan-kekurangan baik dari segi

penulisan maupun keilmuan. Oleh karena ini, masukan dan kritik membangun akan sangat saya

harapkan.

Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah khasanah ilmu pengetahuan.

JAKARTA, JUNE 2011

Penulis

Page 3: Refrat Kusta

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Kusta atau Morbus Hansen adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

infeksi Mycobacterium leprae yang secara primer menyerang syaraf tepi, selanjutnya

menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikoloendotel, mata,

otot, tulang dan testis. Kusta menyebar luas ke seluruh dunia, dengan sebagian besar kasus

terdapat di daerah tropis dan subtropis, tetapi dengan adanya perpindaham penduduk maka

penyakit ini bisa menyerang di mana saja. Pada umumnya penyakit kusta terdapat di negara

yang sedang berkembang, dan sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi

lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan

pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi

pada masyarakat. Hal ini menyebabkan penyakit kusta masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat, disamping besarnya masalah di bidang medis juga masalah sosial

yang ditimbulkan oleh penyakit ini memerlukan perhatian yang serius.

Page 4: Refrat Kusta

BAB II

PEMBAHASAN

‘KUSTA’

I. SINONIM

Kusta dikenal dengan nama lepra, leprosy, Morbus Hansen’s, hanseniasis dan

elephantiasis grecorum.

II. DEFINISI

Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala

kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang

menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini

disebut Morbus Hansen.

Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan

mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar.

Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-

saraf, anggota gerak, dan mata.

Kusta merupakan penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi, kulit dan organ tubuh

manusia yang dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak

dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Meskipun infeksius, tetapi derajat infektivitasnya rendah.

Waktu inkubasinya panjang, mungkin beberapa tahun, dan tampaknya kebanyakan pasien

mendapatkan infeksi sewaktu masa knak-kanak. Tanda-tanda seseorang menderita penyakit

kusta antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah, ada bagian tubuh tidak berkeringat, rasa

Page 5: Refrat Kusta

kesemutan pada anggota badan atau bagian raut muka, dan mati rasa karena kerusakan syaraf

tepi.

II. ETIOLOGI

Mycobacterium leprae diklasifikasikan secara terpisah dari kuman mycobacterium yang

lain karena kegagalan untuk melakukan biakan pada media kultur artifisial. Bakteri ini

ditemukan oleh G.A Hansen1 pada tahun 1874 di Norwegia. Mycobacterium leprae berbentuk

basil dengan ukuran 3-8 um x 0,5 um, tahan asam dan alkohol, serta positif-gram. Pertumbuhan

yang terbatas pada biakan telapak kaki tikus dan pertumbuhan yang lebih tersebar pada tikus

yang imunosupresif dan sembilan jenis armadillo yang turut membantu dalam analisis biokimia

dan genetika bakteri yang adekuat serta percobaan produksi vaksin-vaksin. Mycobacterium

leprae hidup pada suhu 30-33 0C dan membelah setiap 12-13 hari. Mycobacterium leprae terdiri

dari 4 antigen sebanding dengan BCG, tetapi phenolic glycolipid yang terdapat di dalam kapsul

secara biologis bersifat unik dan menjadi antigen yang spesifik terhadap Mycobacterium leprae.

Penelitian tentang antibodi terhadap antigen ini dalam populasi memegang peranan terhadap

ilmu epidemiologi. Antigen tersebut mungkin mempunyai bagian yang bersifat immunosupresif,

dimana ini menjadi suatu hal yang penting terhadap patogenesis penyakit ini.

III. EPIDEMIOLOGI

Di seluruh dunia, dua hingga tiga juta orang diperkirakan menderita kusta. Distribusi

penyakit kusta dunia pada 2003 menunjukkan India sebagai negara dengan jumlah penderita

terbesar, diikuti oleh Brasil dan Myanmar. Pada 1999, insidensi penyakit kusta di dunia

diperkirakan 640.000, pada 2000, 738.284 kasus ditemukan. Pada 1999, 108 kasus terjadi di

Amerika Serikat. Pada 2000, WHO membuat daftar 91 negara yang endemik kusta. 70% kasus

dunia terdapat di India, Myanmar, dan Nepal. Pada 2002, 763.917 kasus ditemukan di seluruh

1

Page 6: Refrat Kusta

dunia, dan menurut WHO pada tahun itu, 90% kasus kusta dunia terdapat di Brasil, Madagaskar,

Mozambik, Tanzania dan Nepal.

Sebagaimana yang dlaporkan oleh WHO pada 115 negara dan teritori pada 2006 dan

diterbitkan di Weekly Epidemiological Record, prevalensi terdaftar kusta pada awal tahun 2006

adalah 219.826 kasus. Penemuan kasus baru pada tahun sebelumnya adalah 296.499 kasus.

Alasan jumlah penemuan tahunan lebih tinggi dari prevalensi akhir tahun dijelaskan dengan

adanya fakta bahwa proporsi kasus baru yang terapinya selesai pada tahun yang sama sehingga

tidak lagi dimasukkan ke prevalensi terdaftar. Penemuan secara global terhadap kasus baru

menunjukkan penurunan.

Epidemiologi Kusta di Indonesia

Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar

keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan karena perang, penjajahan,

perdagangan antar benua dan pulau-pulau. Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka

manusia di Skandinavia diketahui bahwa penderita kusta ini dirawat di Leprosaria secara isolasi

ketat. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga dibawa oleh

orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan berdagang.

Pada pertengahan tahun 2000 jumlah penderita kusta terdaftar di Indonesia sebanyak

20.742 orang. Jumlah penderita kusta terdaftar ini membuat Indonesia menjadi salah satu Negara

di dunia yang dapat mencapai eliminasi kusta sesuai target yang ditetapkan oleh WHO yaitu

tahun 2000.

IV. CARA PENULARAN

Meskipun cara penularannya yang pasti belum diketahui dengan jelas penularan di dalam

rumah tangga dan kontak/hubungan dekat dalam waktu yang lama tampaknya sangat berperan

dalam penularan. Berjuta-juta basil dikeluarkan melalui lendir hidung pada penderita kusta tipe

lepromatosa yang tidak diobati, dan basil terbukti dapat hidup selama 7 hari pada lendir hidung

Page 7: Refrat Kusta

yang kering. Ulkus kulit pada penderita kusta lepromatusa dapat menjadi sumber penyebar basil.

Organisme kemungkinann masuk melalui saluran pernafasan atas dan juga melalui kulit yang

terluka. Pada kasus anak-anak dibawah umur satu tahun, penularannya diduga melalui plasenta.

Masa tunas sangat bervariasi aara 40 hari hingga 40 tahun, umumnya antara 3-5 tahun.

Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa

hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adanya sejumlah organisme di

dermis kulit. Bagaimanapun masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat

berpindah ke permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan

asam di epitel deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan

bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian terbaru, Job et al menemukan adanya

sejumlah M. leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita kusta lepromatosa.

Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar

keringat. Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schäffer pada 1898. Jumlah dari

bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga

10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa

memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan Rees mengindikasi bahwa

sekret hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari.

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang

diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung.

Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:

a. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah

mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.

b. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun,

keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak

yang lama dan berulang-ulang.

Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multi basiler (MB) kepada orang

lain dengan cara penularan langsung. Penularan yang pasti belum diketahui, tapi sebagian besar

para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan

Page 8: Refrat Kusta

kulit. Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah dan tidak perlu ditakuti tergantung

dari beberapa faktor antara lain :

a. Faktor sumber penularan

Adalah penderita kusta tipe MB. Penderita Multi Basiler ini pun tidak akan menularkan

kusta apabila berobat teratur.

b. Faktor kuman kusta

Kuman kusta dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu dan

cuaca dan diketahui kuman kusta yang utuh yang dapat menimbulkan penularan.

c. Faktor daya tahan tubuh

Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta. Dari hasil penelitian

menunjukkan gambar sebagai berikut dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit,

3 orang sembuh sendiri tanpa obat, 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan

pengaruh pengobatan. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. leprae menderita kusta,

dan diduga faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada

kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe

kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan

faktor penyebab.

V. PATOGENESIS

Meskipun cara masuk M.leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti,

beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa tersering ialah melalui kulit yang lecet pada

bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh M. leprae terhadap kulit

bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M.leprae pada suhu tubuh yang

rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulen dan nontoksis.

Page 9: Refrat Kusta

M.leprae merupakan parasit obligat intraseluler yang terutama terdapat pada sel

makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwan di jaringan saraf.

Bila kuman M.leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag

(berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya.

Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan demikian

makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan

bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan.

Pada kusta tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag

sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya setelah semua kuman di fagositosis, makrofag akan

berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk

sel datia langhans. Bila infeksi ini tidak segera di atasi akan terjadi reaksi berlebihan dan masa

epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan disekitarnya.

Sel Schwan merupakan sel target untuk pertumbuhan M.lepare, disamping itu sel Schwan

berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi

gangguan imunitas tubuh dalm sel Schwan, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya

aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif.

Kelangsungan dan tipe penyakit kusta sangat tergantung pada kemampuan tubuh untuk

membentuk “cell mediated“ kekebalan secara efektif. Tes lepromin adalah prosedur penyuntikan

M. Leprae yang telah mati kedalam kulit; ada tidaknya indurasi dalam 28 hari setelah

penyuntikan disebut dengan reaksi Mitsuda. Reaksi Mitsuda negatif pada kusta jenis lepromatosa

dan positif pada kusta tipe tuberkuloid, pada orang dewasa normal. Karena tes ini hanya

mempunyai nilai diagnosis yang terbatas dan sebagai pertanda adanya imunitas. Komite Ahli

Kusta di WHO menganjurkan agar penggunaan tes lepromin terbatas hanya untuk tujuan

penelitian. Angka hasil tes yang positif akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Sebagai tambahan tingginya prevalensi transformasi limfosit yang spesifik terhadap M. leprae

dan terbentuknya antibodi spesifik terhadap M. leprae diantara orang yang kontak dengan

penderita kusta menandakan bahwa penularan sudah sering terjadi walaupun hanya sebagian

kecil saja dari mereka yang menunjukan gejala klinis penyakit kusta. Pola klinis penyakit ini

Page 10: Refrat Kusta

ditentukan oleh respons imunitas yang diperantarai sel (cell-mediated imunity) host terhadap

organisme. Bila respons imunitasnya baik, maka timbul lepra tuberkuloid, dimana kulit dan

saraf-saraf perifer terkena. Lesi kulit berbentuk tunggal. Atau hanya beberapa, dan berbatas

tegas. Bentuknya berupa makula atau plak dengan hipopigmentasi pada kulit yang gelap.

Terdapat anestesi pada lesi, hilangnya keringat, dan berkurangnya jumlah rambut. Penebalan

cabang-cabang saraf kulit dapat diraba pada daerah lesi tersebut, dan saraf perifer yang besar

juga dapat diraba. Tes lepromin positif kuat. Gambaran histologis berupa granuloma tuberkoloid

yang jelas, dan tidak ditemukan adanya basil pada pewarnaan Ziehl-Nielsen yang dimodifikasi.

Bila respons imunitas selulernya rendah, maka multiplikasi kuman menjadi tak terkendali dan

timbul bentuk lepralepromatosa. Kuman menyebar tidak hanya pada kulit, tetapi juga mukosa

saluran respirasi, mata, testis, dan tulang. Lesi kulit berbentuk multipel dan nodular. Tes

lepromin negatif. Pada pemeriksaan histologi berupa granuloma yang difus pada dermis, dan

ditemukan basil dalam jumlah yang banyak.

VI. KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIS KUSTA

A. Klasifikasi Penyakit Kusta

1. Tujuan klasifikasi

Ø Untuk menentukan rejimen pengobatan, prognosus dan komplikasi

Ø Untuk perencanaan operasional, misalnya menemukan pasien-pasien yang

menular yang mempunyai nilai epidemiologis tinggi sebagai target utama

pengobatan.

Ø Untuk identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita cacat.

2. Jenis klasifikasi yang umum

A. Klasifikasi Internasional (1953)

Page 11: Refrat Kusta

Ø Indeterminate (I)

Ø Tuberkuloid (T)

Ø Borderline-Dimorphous (B)

Ø Lepromatosa (L)

B. Klasifikasi untuk kepentingan riset /klasfikasi Ridley-Jopling (1962)

Ø Tuberkoloid (TT)

Ø Boderline tubercoloid (BT)

Ø Mid-berderline (BB)

Ø Borderline lepromatous (BL)

Ø Lepromatosa (LL)

C. Klasifikasi untuk kepentingan program kusta /klasifikasi WHO (1981) dan

modifikasi WHO (1988)

Ø Pausibasilar (PB)

Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut

kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid.

Ø Multibasilar (MB)

Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley

dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan

BTA positif.

Tabel 1. perbedaan tipe PB dan MB menurut klasifikasi WHO

Page 12: Refrat Kusta

PB MB

1. Lesi kulit (makula yang

datar, papul yang

meninggi,infiltrat, plak

eritem, nodus)

2. Kerusakan

saraf(menyebabkan

hilangnya

senasasi/kelemahan otot

yang dipersarafi oleh

saraf yang terkena)

Ø 1-5 lesi

Ø Hipopigmentasi/eritema

Ø Distribusi tidak simetris

Ø Hilangnya sensasi yang

jelas

Ø Hanya satu cabang saraf

Ø > 5 lesi

Ø Distribusi lebih simetris

Ø Hilangnya sensasi kurang

jelas

Ø Banyak cabang saraf

** Semua pasien dengan BTA positif, apapun klasifikasi klinisnya diobati dengan MDT-MB

Kekebalan selular (cell mediated immunity = CMI)/ SIS (Sistem Imunitas Seluler)

seseorang yang akan menentukan, apakah ia akan menderita kusta bila ia mendapat infeksi

M.leprae dan tipe kusta yang akan dideritanya dalam spektrum penyakit kusta. Makin tinggi SIS

seseorang maka gambaran klinis akan ke arah tuberculoid, jika SIS rendah maka gambaran klinis

akan semakin lepromatosa.

Page 13: Refrat Kusta
Page 14: Refrat Kusta

Gambaran klinis penyakit kusta pada seorang pasien mencerminkan tingkat

kekebalan selular pasien tersebut. Adapun klasifikasi yang banyak dipakai dalam bidang

penelitian adalah klasifikasi menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokkan penyakit

kusta menjadi 5 kelompok berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis dan

imunologis. Sekarang klasifikasi ini juga secara luas dipakai di klinik dan untuk

pemberantasan.

1.Tipe tuberkoloid (TT)

Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa,

dapat berupa makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan

lesi yang regresi atau cemntral healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang

meninggi bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsnata. Dapat

disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa

Page 15: Refrat Kusta

gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan tidak adanya kuman merupakan tanda

terdapatnya respons imun pejamu yang adekuat terhadap kuman kusta.

2.Tipe borderline tubercoloid (BT)

Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak yang sering

disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran

hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid. Adanya

gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit

biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal.

3.Tipe mid borderline (BB)

Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum penyakit

kusta. Disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan bentuk ini jarang dijumpai. Lesi dapat

berbentuk makula infiltratif. Permukaan lesi dapat berkilap, batas lesi kurang jelas

dengan jumlah lesi yang melebihi tipe BT dan cenderung simetris. Leso sangat

bervariasi, baik dalam ukuran, bentuk, ataupun distribusinya. Bisa didapatkan lesi

punched out yang merupakan ciri khas tipe ini.

4.Tipe borderline lepromatosa

Secara klasik lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit

dan dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jekas dan lebih bervariasi

bentuknya. Walaupun masih kecil, papul dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi

yang hampir simetris dan beberapa nodus tampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi

bagian tengah tampak normal dengan pinggir dalam infiltrat lebih jelas dibandingkan

dengan pinggir luarnya, dan beberapa plak tampak seperti punched-out. Tanda-tanda

kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipipigmentasi, berkurangnya keringat dan

hilangnya rambut lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe LL. Penebalan saraf

dapat teraba pada tempat predileksi.

5. Tipe lepromatosa (LL)

Page 16: Refrat Kusta

Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa, berkilap,

berbatas tidak tegas dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis.

Distribusi lesi khas, yakni di wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.

Sedang dibadan mengenai bagian badan yang dingin, lengan, punggung tangan, dan

permukaan ekstensor tungkai bawah. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang

progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk

fasies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis dan keratis. Lebih lanjut lagi dapat

terjadi deformitas pada hidung. Dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang

selanjutnya dapat menjadi atrofi testis. Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala

stocking dan glove anaesthesia. Bila penyakit ini menjadi progresif, muncul makula dan

papul baru, sedangkan lesi lama menjadi plakat dan nodus. Pada stadium lanjut serabut-

serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan

anestesi dan pengecilan otot tangan dan kaki.

Salah satu tipe penyakit kusta yang tidak termasuk dalam klasifikasi Ridley dan

jopling, tetapi diterima secara luas oleh para ahli kusta yaitu tipe indeterminate (I). lesi

biasanya berupa makula hipopigmentasi dengan sedikit sisik dan kulit di sekitarnya

normal. Lokasi biasanya di bagian ekstensor ekstremitas, bokong atau muka, kadang-

kadang dapat ditemukan makula hipestesi atau sedikit penebalan saraf. Diagnosis tipe

ini hanya dapat ditegakkan, bila dengan pemeriksaan histopatologik.

VII. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG KUSTA

Inspeksi pasien dapat dilakukan dengan penerangan yang baik, lesi dan kerusakan kulit

juga harus diperhatikan.Palpasi dan pemeriksaan dapat dilakukan dengan alat-alat sederhana

yaitu jarum untuk nyeri, kapas untuk rasa raba dan dapat menggunakan 2 buahtabung reaksi jika

masih belum jelas. Perlu juga dilakukan pemriksaan anhidrosi kulit dengan cara sederhana

seperti Tes Gunawan.

Page 17: Refrat Kusta

Pemeriksaan Saraf Tepi

UNtuk saraf perifer perlu diperhatikan pembersaran, konsistensi dan nyeri atau tidak. Hanya

beberapa saraf yang diperiksa yaitu N. Fasialis, N. Aurikularis magnus, N. Radialis, N. Ulnaris,

N. Medianus, N. Poplitea lateralis, N. Tibialis Posterior. Pada pemeriksaan, dibandingkan antara

kiri dan kanan. Pada tipe lepromatosus biasanya kelainan sarafnyabilateral dan menyeluruh

sedangkan tipe tuberkuloid terlokalisasi mengikuti tempat lesinya.

Cara pemeriksaan saraf tepi:

a. N. Auricularis magnus

Pasien menoleh ke samping semaksimal mungkin, maka saraf yang terlibat akan

terdorong oleh otot-oto di bawahnya sehingga sudah bisa terlihat pembesaran sarafnya.

Dua jari pemeriksaa diletakkan diatas persilangan jalannya saraf tersebut dengan arah

otot. Bila ada penebalan maka akan teraba jaringan seperti kabel atau kawat. Bandingkan

kiri dan kanan.

b. N. Ulnaris

Tangan yng diperiksa harus santai, sedikit fleksi dan sebaiknya diletakkan di atas satu

tangan pemeriksa. Tangan pemeriksa meraba sulcus nervi ulnaris dan merasakan adakah

penebalan. Bandingkan kanan dan kiri.

c. N. Peroneus lateralis

Pasien duduk dengan kedua kaki menggantung, diraba di sebelah lateral dari capitulum

fibulae.

Tes Fungsi Saraf

a. Tes Sensoris

Gunakan kapas, jarum serta tabung reaksi brisi air hangat dan dingin.

Rasa Raba

Sepotong kapas yang dlancipkan ujungnya, disinggungkan ke kulit pasien. Kapas

disinggungkan kulit yang lesi dan yang sehat kemudian pasien disuruh menunjuk

kulit yang di singgung dengan mata terbuka. Jika hal ini telah dimengerti, tes

kembali dikukan tetapi dengan mata pasien tertutup.

Page 18: Refrat Kusta

Rasa Tajam

Diperiksa dengan jarum yang disentuhkan ke kulit pasien. Setelah disentuhkan

bagian tajamnya lalu disentuhkan bagian tumpulnya kemudian pasien diminta

menentukan tajam atau tumpul. Tes ini dilakukan seperti pemeriksaan rasa raba.

Rasa Suhu

Dilakuan dengan menggunakan dua buah tbung reaksi yangberisi air panas dan air

dingin. Lalu diminta pasien menetukan rasa dingin atau panas seperti cara

pemeriksaan sensasi lainnya.

b. Tes Otonom

Berdasarnkan adanya anguan berkeringat di makula anestesi pada penyakit kusta,

pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan tes anhidrosis yaitu:

1. Tes dengan tinta (Tes Gunawan)

2. Tes Pilokarpin

3. Tes Motoris (Voluntary Muscle Test) pada N. Ulnaris, N. Medianus, N. Radialis dan

N. Peroneus.

Pemeriksaan Bakteriologis

Pemeriksaan bakterioskopik dilakukan dengan menggunakan sediaan kerokan kulit atau

usapan mukosa hidung yang diwarnai secara ZIEHL NEELSON. Untuk riset dilakukan di 10

tempat dan untuk pemriksaan rutin dilakukan mengambilan dari 4-6 tempat/lesi yaitu kedua

cuping telinga bagibawah dan 2-4 lesi lain yang paling eritematos tau paling aktif. Cuping

telinga dipilah sebab didearah tersebut paling banyak terdapat M. Leprae.

Kepadatan BTA pada suatu sediaan dinyatakan dengan IB (indeks bakteri) dengan nilai 0

sampai 6+ menurut Ridley sebagai berikut:

0 jika tidak ditemukan BTA dalam 100 LP

1+ jika ditemukan 1-10 BTA dalam 100 LP

2+ jika ditemukan 1-10 BTA dalam 10 LP

Page 19: Refrat Kusta

3+ jika ditemukan 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP

4+ jika ditemukan 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP

5+ jika ditemukan 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

6+ jika ditemukan >1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

Indeks morfologi adalah persentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan non

solid.

IM : Jumlah solid X 100%

Jumlah solid + Non Solid

Pemeriksaan Histopatologis

Pada tipe tuberkuloid didapatkan tubrkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata tetapi

tidak ada basil atau basil non solid. Pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal

(subepidermal clear zone) yaitu suatu daerah langsung dibawah epidermis yang jaringannya

tidak patologik. Dapat dijumpai banyak sel Virchow.

Pemeriksaan Serologis

Kegagalan pembiakan dan isolasi kuman mengabatkan diagnosis serologi meru[akan

alternatif yang paling diharapkan. Pemeriksaan serologik yang dapat digunakan adalah MLPA

(M. Leparae Particle Aglutination), uji ELISA dan ML dipstick.

Page 20: Refrat Kusta

Pemeriksaan Lepromin

Tes lepromin adalah tes non spesifik ntuk klasifikasi dan prognosis lepra tetapi tidak

untuk diagnosis. Tes ini hanya untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap M. Leprae.

0,1 ml lepromin disuntikkan intradermal. Kemudian dibaca dalam 48 jam/2 hari (reaksi

Fernandez) atau 3-4 minggu (reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan

eritema yang menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. Leprae yaitu respon imun tipe

lambat.

Reaksi Mitsuda:

0 jika papul berdiameter 3 mm atau kurang

+1 jika papul berdiameter 4-6 mm

+2 jika papul berdiameter 7-10 mm

+3 jika berdiameter >10 mm atau papul dengan ulserasi.

VIII. DIAGNOSIS KUSTA

Penyakit kusta dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan banyak penyakit lain.

Sebaliknya banyak penyakit lain dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan penyakit kusta.

Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit kusta secara tepat dan

membedakannya dengan berbagai penyakit yang lain agar tidak membuat kesalahan yang

merugikan pasien. Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (tanda

utama), yaitu :

1.Bercak kulit yang mati rasa

Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak).

Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu dan

rasa nyeri.

Page 21: Refrat Kusta

2. Penebalan saraf tepi

Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang

terkena, yaitu :

a. gangguan fungsi sensoris : mati rasa

b. gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis

c. gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang

terganggu.

3. Ditemukannya kuman tahan asam

Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang

aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit dan saraf.

Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda

kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka

kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta

dapat ditegakkan atau disingkirkan.

REAKSI KUSTA

Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya

sangat kronik. Terbagi atas dua tipe yaitu:

Reaksi reversal atau reaksi upgrading (reaksi tipe 1)

Hipersensitivitas tipe lamba oleh karena peningkatan mendadak SIS yang faktor

pencetusnya belum diketahui.

Eritema Nodosum Leprosum (ENL)

Karena pengobatan lama, banyakbasl yang mati dan hancur, berarti banyak

antigenyang dilepaskan dan bereaksi dengn antibodi serta mengaktifkan sistem

Page 22: Refrat Kusta

komplemen. Kompleks tersebut beredar dalam darah dan akhirnya melibatkan

banyak organ.

X. PENGOBATAN KUSTA

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah memutus rantai penularan untuk

menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, dan mencegah

timbulnya cacat. Untuk mencapai tujuan itu sampai sekarang strategi pokok yang dilakukan

Page 23: Refrat Kusta

masih berdasarkan atas deteksi dini dan penobatan penderita, yang tampaknya masih merupakan

dua hal yang penting meskipun nantinya vaksin kusta yang efektif telah tersedia.

Pada tahun 1981 WHO merekomendasikan penggunaan Multi Drug Therapy (MDI),

yaitu pengobatan baku terhadap pasien dengan kusta multibasil dan pasien dengan kusta

paucibasil. Regimen ini diharapkan efektif, dapat digunakan secara luas dan diterima oleh semua

pasien; sampai saat ini telah diterima sebagai pengobatan standar untuk penyakit kusta.

Program MDT

Program MDT dimulai pada tahun 1981, yaitu ketika kelompok studi kemoterapi WHO

secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta dengan rejimen kombinasi yang

selanjutnya dikenal sebagai rejimen MDT-WHO. Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obat

dapson, rifampisin dan klofasimin. Selain untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin

meningkat, penggunaan MDT dimaksudkan juga untuk mengurangi ketidaktaatan penderita dan

menurnkan angka putus-obat (drop out rate) yang cukup tinggi pada masa monoterapi dapson.

Disamping itu diharapkan juga MDT dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam

jaringan.

Obat dalam rejimen MDT-WHO

a. Dapson (DDS, 4,4 diamino-difenil-sulfon). Obat ini bersifat tidak seperti pada kuman

lain, dapson bekerja sebagai antimetabolit PABA. Resistensi terhadap

b. Rifampisin. Rifampisin merupakan obat yang paling ampuh saat ini untuk kusta, dan

bersifat bakterisidal kuat pada dosis lazim. Rifampisin bekerja menghambat enzim

polimerase RNA yang berikatan secara ireversibel.

c. Klofazimin. Obat ini merupakan turunan zat warna iminofenazin dan mempunyai

efek bakteriostatik setara dengan dapson. Bekerjanya diduga melalui gangguan

metabolisme radikal oksigen. Disamping itu obat ini juga mempunyai efek

antiinflamasi sehingga berguna untuk pengobatan reaksi kusta, kekurangan obat ini

Page 24: Refrat Kusta

adalah harganya mahal, serta menyebabkan pigmentasi kulit yang sering merupakan

masalah pada ketaatan berobat penderita.

d. Etinamid dan protionamid. Kedua obat ini merupakan obat tuberkulosis dan hanya

sedikit dipakai pada pengobatan kusta.

Selain penggunaan Dapson (DDS), pengobatan penderita kusta dapat menggunakan

Lamprine (B663), Rifanficin, Prednison, Sulfat Feros dan vitamin A (untuk menyehatkan kulit

yarlg bersisik).

Regimen Pengobatan Kusta (WHO/DEPKES RI), PBdean lesi tunggal diberikan ROM

(Rifampisin Ofloksasin Minosiklin). Pemberian obat sekali saja langsung RFT. Obat diminum di

depan petugas. Anak-anak dan ibu hamil tidak diberikan ROM. Bila obat belum tersedia di

Puskesmas, dapat diobati dengan pengobatan PB lesi (2-5). Regimen pengobatan PB lesi (2-5)

adalah

Rifampisin Ofloksasin Minosiklin

Dewasa (50-70kg) 600 mg 400 mg 100 mg

Anak (5-14 thn) 300 mg 200 mg 50 mg

Lesi PB 2-5, lama pengobatan adalah 6-9 bulan. Setelah minum 6 dosis maka dinyakatan Release

From Treatment (RFT).

Rifampisin Dapson

Dewasa 600 mg/bulan 100 mg/hari

Anak-anak (10-14 tahun) 300 mg/bulan 50 mg/hari

Untuk MB, pengobatan 12 dosis yang diselesaikan selama 12-18 bulan. Setelah minum

12 dosis obat ini, dinyatakan RFT. Pemantauan selama2 tahun untuk PB dan 5 tahun untuk MB.

XI. PENGOBATAN KUSTA DENGAN PENYULIT

Jika MDT-WHO tidak dapat dilakkan karena suatu alasan, WHO mempunyai regiment

untuk situasi khusus, yaitu:

Page 25: Refrat Kusta

a. Jika tidak dapt diobati dengan rifampisin

Lama Pengobatan Obat Dosis

6 bulan pertama Klofazimin

Ofloksasin

Minosiklin

50 mg tiap hari

400 mg tiap hari

100 mg tiap hari

8 bulan berikutnya Klofazimin

Ofloksasin

atau

Minosiklin

50 mg tiap hari

400 mg tiap hari

100 mg tiap hari

b. Jika pasien MB menolak klofazimin

Diberikan ofloksasin 400 mg/hari selama 12 bulan atau minosiklin 100 mg/hari slama 12

bulan. Alternatif lain adalah rifampisin 600 mg/bulan selama 24 bulan, ofloksasin 400

mg.bulan selama 24 bula dan minosiklin 10 mg/bulan selama 24 bulan.

c. Jika pasien tidak dapat diobat dengan DDS

Diberikan regimen pengganti selama 6 bulan:

Rifampisin Klofamizin

Dewasa 600 mg/bulan 50 mg/hari dan 300

mg/bulan

Anak-anak 450 mg/bulan 50 mg/hari dan 150

mg/bulan

Pengobatan ENL

Page 26: Refrat Kusta

ENL diobati dengan tablet kotikosteroid. Pilihn yang sering digunakan ialah prednison

dengan dosis 15-30 mg/hari lalu diturunkan bertahap.

Dapat juga menggunakan kofazimin 200-300 mg/hari naun khasiatnya lebih lambat dari

pada kortikosteroid.

Pengobatan Reversal

Hanya diobati jika menyebabkan neuritis akut. Obat yang digunakan biasanya

kortikosteroid dengan pilihan prednison dengan dosis 40-60 mg/hari lalu diturunkan bertahap.

Dapat di berikan analgesik dan sedatif.

XII. KOMPLIKASI

Lepra merupakan penyebab kecacatan tangan yang paling sering. Trauma dan infeksi

kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari ataupun ekstremitas bagian distal. Juga

sering terjadi kebutaan. Fenomena Lucio yang ditandai dengan artritis, terbatas pada pasien

lepromatosus difus, infiltratif dan non noduler. Kasus yang lainnya adalah vaskulitis nekrotikus

dan menyebabkan tingginya mortalitas.

XIII. REHABILITASI MEDIK

Diperlukan pencegahan cacat sejak dini dengan disertai pengelolaan yang baik dan benar.

Untuk itulah diperlukan pengetahuan rehabilitasi medik secara terpadu, mulai dari pengobatan,

psikoterapi, fisioterapi, perawatan luka, bedah rekonstruksi dan bedah septik, pemberian alas

kaki, protese atau alat bantu lainnya, serta terapi okupasi. Penting pula diperhatikan rehabilitasi

selanjutnya, yaitu rehabilitasi sosial (rehabilitasi nonmedis), agar mantan pasien kusta dapat siap

kembali ke masyarakat, kembali berkarya membangun negara, dan tidak menjadi beban

pemerintah. Kegiatan terpadu pengelolaan pasien kusta dilakukan sejak diagnosis ditegakkan.

Page 27: Refrat Kusta

Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial merupakan satu kesatuan kegiatan yang dikenal sebagai

rehabilitasi paripurna.

Perawatan terhadap reaksi lepra mempunyai 4 tujuan, yaitu :

1. Mencegah kerusakan saraf, sehingga terhindar pula dari gangguan sensorik, paralisis, dan kontraktur.

2. Hentikan kerusakan mata untuk mencegah kebutaan.

3. Kontrol nyeri.

4. Pengobatan untuk mematikan basil lepra dan mencegah perburukan keadaan penyakit.

Bila kasus dini, upaya rehabilitasi medis lebih bersifat pencegahan

kecacatan. Bila kasus lanjut, upaya rehabilitasi difokuskan pada pencegahan

handicap dan mempertahankan kemampuan fungsi yang tersisa. Beberapa hal yang

harus dilakukan oleh pasien adalah :

a. Pemeliharaan kulit harian

1. cuci tangan dan kaki setiap malam sesudah bekerja dengan sedikit sabun (jangan detergen)

2. Rendam kaki sekitar 20 menit dengan air dingin

3. kalau kulit sudah lembut. Gosok kaki dengan karet busa agar kulit kering terlepas.

4. kulit digosok dengan minyak.

5. secara teratur kulit diperiksa (adakah kemerahan, hot spot, nyeri, luka dan lain-lain)

b. Proteksi tangan dan kaki

1. Tangan :

- pakai sarung tangan waktu bekerja

- stop merokok

Page 28: Refrat Kusta

- jangan sentuh gelas/barang panas secara langsung

- lapisi gagang alat-alat rumah tangga dengan bahan lembut

2. Kaki

- selalu pakai alas kaki

- batasi jalan kaki, sedapatnya jarak dekat dan perlahan

- meninggikan kaki bila berbaring

c. Latihan fisioterapi

Tujuan latihan adalah :

Cegah kontraktur, Peninkatan fungsi gerak, Peningkatan kekuatan otot, Peningkatan daya tahan (endurance)

1. latihan lingkup gerak sendi : secara pasif meluruskan jari-jari menggunakan

tangan yang sehat atau dengan bantuan orang lain. Pertahankan 10 detik,

lakukan 5 – 10 kali per hari untuk mencegah kekakuan. Frekuensi dapat

ditingkatkan untuk mencegah kontraktur. Latihan lingkup gerak sendi juga

dikerjakan pada jari-jari ke seluruh arah gerak.

2. Latihan aktif meluruskan jari-jari tangan dengan tenaga otot sendiri

3. Untuk tungkai lakukan peregangan otot-otot tungkai bagian belakang dengan

cara berdiri menghadap tembok, ayunkan tubuh mendekati tembok,

sementara kaki tetap berpijak.

4. Program latihan dapat ditingkatkan secara umum untuk mempertahankan

elastisitas otot, mobilitas, kekuatan otot, dan daya tahan.

BAB III

Page 29: Refrat Kusta

KESIMPULAN

Kusta merupakan penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi, kulit dan organ tubuh

manusia yang dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak

dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Penyebab kusta adalah kuman mycobacterium leprae.

Dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang,

dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium, berukuran

panjang 1 – 8 micro, lebar 0,2 – 0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-

satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA) atau gram positif,tidak mudah diwarnai

namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol. Klasifikasi

bentuk-bentuk penyakit kusta yang banyak dipakai dalam bidang penelitian adalah klasifikasi

menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi 5 kelompok

berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis dan imunologis. Sekarang klasifikasi

ini juga secara luas dipakai di klinik dan untuk pemberantasan yaitu tipe tuberkoloid (TT), tipe

borderline tubercoloid (BT), Tipe mid borderline (BB), Tipe borderline lepromatosa, tipe

lepromatosa (LL)

Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (tanda utama), yaitu

bercak kulit yang mati rasa, penebalan saraf tepi, ditemukannya kuman tahan asam. Diagnosa

kusta dan klasifikasi harus dilihat secara menyeluruh dari segi :a. Klinis, b. Bakteriologis, c.

Immunologis, d. Hispatologis.

Program MDT dimulai pada tahun 1981, yaitu ketika kelompok studi kemoterapi WHO

secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta dengan rejimen kombinasi yang

selanjutnya dikenal sebagai rejimen MDT-WHO. Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obat

dapson, rifampisin dan klofasimin. Rehabilitasi medik berupa pemeliharaan kulit harian, proteksi

tangan dan kaki, latihan fisioterapi, bidai, dapat di buat sepatu khusus, sesuai dengan deformitas

yang terjadi, program terapi okupasi merupakan program yang sangat penting untuk

mempertahankan dan meningkatkan kemampuan menolong diri, dukungan psikososial dari

keluarga dan lingkungan merupakan hal yang harus dilaksanakan.

TINJAUAN PUSTAKA

Page 30: Refrat Kusta

1. Djuanda A, M hamzah, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Kusta, A Kosasih,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, edisi ke 5, 2010; p73-88.

2. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi kedua, Jakarta; EGC, 2002;

p154-163.

3. Lewis, S, Leprosy. Update Feb 4, 2010. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/1104977-overview

4. Wikipedia. Leprosy. Update Feb 18, 2011. Avaiable at:

http://en.wikipedia.org/wiki/Leprosy.