refrat ilmu penyakit tht lengkap

45
KATA PENGANTAR Puji dan syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat Nya kami dapat menyelesaikan refrat ini. Pada kesempatan kini kami selaku mahasiswa kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya mengambil topik Tumor Sinonasal, karena meskipun cukup jarang terjadi namun sering kali terlambat diketahui sehingga memperburuk prognosis.Diharapkan dengan adanya refrat ini dapat menambah pengetahuan kita bersama mengenai tumor sinonasal ini dan membuat para praktisi klinis memikirkan kemungkinan penyakit ini. Kami ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr.Armiyanto, Sp.THT-KL (K), sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing kami dalam presentasi refrat ini. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung proses penyusunan refrat ini. Akhir kata, di dalam penulisan refrat ini kami menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun agar kami dapat melakukan perbaikan di dalam penyusunan refrat selanjutnya. 1

Upload: yulius-andi-ruslim

Post on 09-Aug-2015

219 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

referat lengkap tht

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat Nya kami

dapat menyelesaikan refrat ini.

Pada kesempatan kini kami selaku mahasiswa kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit

Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma

Jaya mengambil topik Tumor Sinonasal, karena meskipun cukup jarang terjadi namun sering kali

terlambat diketahui sehingga memperburuk prognosis.Diharapkan dengan adanya refrat ini dapat

menambah pengetahuan kita bersama mengenai tumor sinonasal ini dan membuat para praktisi

klinis memikirkan kemungkinan penyakit ini.

Kami ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr.Armiyanto, Sp.THT-KL (K),

sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing kami dalam

presentasi refrat ini. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu dan mendukung proses penyusunan refrat ini.

Akhir kata, di dalam penulisan refrat ini kami menyadari masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun agar kami dapat

melakukan perbaikan di dalam penyusunan refrat selanjutnya.

Jakarta, 22Juli 2012

Penulis

1

Page 2: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Daftar Isi

Halaman Judul..........................................................................................................0

Kata Pengantar......................................................................................................... 1

Daftar Isi....................................................................................................................2

Daftar Gambar……………………………………………………………………..3

Daftar Tabel………………………………………………………………………...4

BAB I Pendahuluan..................................................................................................5

BAB II Pembahasan................................................................................................. 6

2.1 Anatomi Nasal dan Sinus Paranasal.................................................................6

2.2 Tumor Sinonasal.................................................................................................8

2.2.1. Definisi..............................................................................................................10

2.2.2. Epidemiologi.....................................................................................................10

2.2.3. Faktor Resiko....................................................................................................10

2.2.4. Etiologi………………………………………………………………………..11

2.2.5. Manifestasi Klinis…………………………………………………………….12

2.2.6. Patologi……………………………………………………………………….12

2.2.7. Pendekatan Diagnosis.......................................................................................14

2.2.8. Diagnosa Banding…………………………………………………………….18

2.2.9. Prinsip Penatalaksanaan………………………………………………………22

2.2.9.1. Pembedahan...................................................................................................22

2.2.9.2.Rehabilitasi.....................................................................................................26

2.2.9.3.Terapi Radiasi……………............................................................................26

2.2.9.4. Kemoterapi….................................................................................................27

BAB III Kesimpulan.................................................................................................28

Daftar Pustaka...........................................................................................................29

2

Page 3: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Daftar Gambar

Gambar 2.1. Anatomi Hidung.................................................................................6

Gambar 2.2 Anatomi Sinus......................................................................................8

Gambar 2.3. Potongan Sagital Nasal.......................................................................9

Gambar 2.4. Gambaran CT scan untuk Tumor Sinonasal...................................16

Gambar 2.5. Gambaran MRI Potongan Koronal pada Tumor Sinonasal……..17

Gambar 2.6. Gambaran MRI Potongan Aksial pada Tumor Sinonasal.............17

Gambar 2.7. Gambar Letak Tumor Intranasal yang Bisa dilakukan Reseksi...23

Intranasal Endoskopi.

Gambar 2.8. Gambar Letak Tumor Intranasal yang Bisa Menggunakan…….23

Tehnik Midfacial Degloving

Gambar 2.9. Lateral Rhinotomy………………………………………………….24

Gambar 2.10. Letak Tumor yang Dapat Dilakukan Kraniotomi………………26

3

Page 4: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Daftar Tabel

Tabel 2.1. Gejala Awal dan Gejala Lanjutan Tumor Sinonasal………………..14

Tabel 2.2. Ringkasan Pemeriksaan untuk Diagnosa Sinus Paranasal................18

Tabel 2.3. Klasifikasi Histologi Tumor Sinonasal..................................................19

Tabel 2.4.Komplikasi Terapi Radiasi……………………......................................27

Tabel 2.5. Ringkasan Terapi dan Indikasi………………………………………..27

4

Page 5: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor pada sinus paranasal baik ganas maupun jinak sebenarnya cukup jarang dijumpai

pada bagian kepala dan leher. Keganasan pada sinus paranasal ditemukan pada 3% keganasan

pada kepala dan leher dan 0.5% dari semua keganasan. Biasanya tumor ini sering diidentifikasi

terlambat, pada saat stadium lanjut karena gejala – gejala awalnya sangat mirip dengan gejala

inflamasi rhinosinusitis kronik. Tumor sinonasal ganas yang paling sering dijumpai adalah

karsinoma sel skuamosa. Tumor ini terutama timbul mulai dari antrum sinus maksilari, namun

dapat pula dari sinus ethmoid. Terapi yang disarankan adalah dengan operasi reseksi dan radiasi.

Tumor yang bersifat jinak biasanya muncul dengan gejala yang mirip juga. Terapi yang

diberikan berupa operasi reseksi dan yang terpenting adalah follow up setelah operasi. Saat ini

pemeriksaan dengan nasal endoskopi makin sering dilakukan sehingga tumor pada sinonasal

baik jinak maupun ganas dapat diketahui dengan lebih dini.1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Anatomi

Hidung

Hidung terdiri dari atas nasus externus (hidung luar) dan cavum nasi.2

Nasus Externus

Nasus externus mempunyai ujung yang bebas, yang dilekatkan kedahi melalui radix

nasi.Kedua lubang luar hidung disebut nares. Setiap naris dibatasi di lateral oleh alanasi dan di

medial oleh septum nasi.2

5

Page 6: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Rangka nasus externus dibentuk di atas oleh os.nasale, processus frontalis ossis

maxillaries, dan pars nasalisossis frontalis. Di bawah, rangka ini dibentuk oleh lempeng-lempeng

tulang rawan, yaitu cartilage nasi superior dan inferior, dan cartilago septum nasi.2

Cavum Nasi

Cavum nasi terletak dari nares di depan sampai choanae di belakang. Rongga ini dibagi

oleh septum nasi menjadi belahan kiri dan belahan kanan.Dasar cavum nasi dibentuk oleh

processus palatinus maxillae dan lamina horizontalisossis palatine, yaitu permukaan atas palatum

durum.Bagian atap sempit dan dibentuk dari belakang kedepan oleh corpus ossis sphenoidalis,

lamina cribrosa ossis ethmoidalis, os.frontalis, os.nasale, dan cartilaginesnasi. Dinding lateral

ditandaidengantigatonjolandisebut concha nasalis superior, media, dan inferior. Area

dibawahsetiap concha disebut meatus.2

Gambar 2.1. Anatomi Hidung

Recessus sphenoethmoidalis adalah daerah kecil yang terletak di atas concha nasalis

superior dan di depan corpus ossis sphenoidalis. Di daerah ini terdapat muara sinus

sphenoidalis.2

Meatus Nasi

Meatus nasi superior terletak di bawah dan lateral concha nasalis superior. Di sini

terdapat muara sinus ethmoidalis posterior.2

Meatus nasi media terletak di bawah dan lateral concha media. Pada dinding lateralnya

terdapat promentia bulat, disebut bulla ethmoidalis, yang disebabkan oleh penonjolan sinus

ethmoidalis media yang terletak di bawahnya.Sinus ini bermuara pada pinggir atas

6

Page 7: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

meatus.Sebuahcelahmelengkungdisebut hiatus semilunaris, terletaktepatdibawah bulla.Ujung

anterior hiatus masukkedalamsaluranberbentukcorongdisebut infundibulum.Sinus

maxilarisbermuarapada meatus nasi media melalui hiatus semilunaris.Sinus

frontalisbermuaradandilanjutkanoleh infundibulum.Sinus ethmoidalis anterior jugabermuarapada

infundibulum.Meatus nasi media dilanjutkankedepanolehsebuahlekukandisebut atrium.Atrium

inidibatasi di atasolehsebuahrigi, disebutaggernasi. Dibawahdandepan atrium dansedikit di dalam

naris terdapatvestibulum. Vestibuluminidilapisiolehkulit yang

telahbermodifikasidanmempunyairambut-rambutmelengkungdanpendekatau vibrissae.2

Meatus nasi inferior terletak di bawahdan lateral concha inferior

danpadanyaterdapatmuaraductusnasolacrimalis.2

Dinding medial atau septum nasiadalahsekatos.cartilago yang ditutupi membran

mukosa.Bagianatasdibentukoleh lamina

perpendicularisossisethmoidalisdanbagianposteriornyadibentukos.vomer.Bagian anterior

dibentukoleh kartilago septi.2

Membranmukosamelapisicavumnasikecualivestibulum yang dilapisiolehkulit yang

telahmengalamimodifikasi.Terdapatduajenis membran mukosa, yaitu membran olfaktoriusdan

respiratorius.Membranmukosa olfaktoriusmelapisipermukaan atas konka nasal superior

danrecessussphenoidalisjugamelapisidaerah septum nasi yang

berdekatandanatap.Fungsinyamenerimaransanganpenghidudanuntukfungsiinimukosamemilikifu

ngsisel-seltertentu.Aksonsel-selini (serabutn.olfactorius) berjalanmelaluilubang-lubangpada

lamina cribrosaossisethmoidalisdanberakhirpadabulbus olfaktorius.Permukaanmukosatetapbasah

oleh sekret kelenjar serosa yang berjumlahbanyak.Membranrespiratorius melapisi

bagianbawahcavum nasi.Fungsinyaadalahmenghangatkan, melembabkan,

danmembersihkanudarainspirasi.2

Persarafan cavum nasi

N.olfactorius berasal dari sel-sel olfaktorius khusus yang terdapat pada membrane

mukosa olfactorius.Saraf ini naik keatas melalui lamina cribosa dan mencapai bulbus

olfaktorius.Saraf-saraf sensasi umum berasal dari divisi ophthalmica dan maxillaris n.

trigeminus.Persarafan bagian anterior cavum nasi berasal dari n.ethmoidalis anterior. Persarafan

bagian posterior cavum nasi berasal dari ramus nasalis, ramus nasoplatinus, dan ramus palatinus

ganglion pterygopalatinum.2

7

Page 8: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Perdarahancavumnasi

Suplai arteri untuk cavum nasi terutama berasal dari cabang-cabang a. maxillaris.Cabang

yang terpenting adalah

a.sphenopalatina.A.sphenonopalatinaberanastomosisdengancabangseptalis a.labialis superior

yang merupakancabang a. facialis di daerahvestibulum.Vena-vena membentuk plexus yang luas

di dalamsubmukosa.Plexus inidialirkanoleh vena-vena yang menyertaiarteri.2

Sinus paranasales

Sinus paranasalesadalahrongga-rongga yang terdapatdalam os.maxilla, os.frontale,

os.sphenoidale, danos.ethmoidale.Sinus-sinus inidilapisiolehmucoperiosterumdanberisiudara,

Berhubungandengancavumnasimelalui apertura yang relatif kecil. Sinus maxillaries dan sinus

sphenoidalepadawaktulahirdalambentukrudimenter,

setelahusiadelapantahunmenjadicukupbesardanmenjadisempurnapadamasaremaja. Sekret yang

dihasilkanolehkelenjar-kelenjar di dalam membrane

mukosadidorongkedalamhidungolehgerakansiliasel-selsilindris.2

Gambar 2.2.Anatomi Sinus Paranasal.

Sinus maxillaries terletak di dalam corpus maxillaris. Sinus ini berbentuk piramid dengan

basis membentukdinding lateral hidungdan apex di dalamprocessuszygomaticus maxillae.

Atapdibentukolehdasarorbita, sedangkandasardibentukolehprocessusalveolaris.Akar premolar

pertamadankeduaserta molar ketiga, dan kadang-kadangakarcaninusmenonjolkedalam

sinus.Infeksigigitersebutdapatmenyebabkansinusistis.2

Sinus maxillaries bermuarakedalam meatus nasimediusmelalui hiatus semilunaris.Karena

sinus ethmoidalis anterior dan sinus frontalisbermuarakedalam infundibulum, kemudianke hiatus

semilunaris, kemungkinanpenyebaraninfeksidari sinus-sinus inike sinus maxillaries

8

Page 9: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

seringterjadi.Membranmukosa sinus maxillaries dipersarafi oleh N.alveolaris superior dan

N.infraorbitalis.2

Sinus frontalisadaduabuah, terdapat di dalamos.frontaledandipisahkansatudengan yang

lain oleh septum tulang, yang seringmenyimpangdaribidang median. Setiap sinus

berbentuksegitiga, meluaskeatas, di atasujung medial alismata, dankebelakang kebagian medial

ataporbita. Masing-masing sinus frontalisbermuarakedalam meatus nasimediusmelalui

infundibulum.Membranmukosadipersarafi oleh N.supraorbitalis.2

Sinus sphenoidalisterdapat di dalam corpus osssissphenoidalis.Setiap sinus

bermuarakedalamrecessussphenoethmoidalis di atas concha nasalis

superior.Membranmukosadipersarafi oleh N.ethmoidalis posterior.2

Sinus ethmoidalisterdapat di dalamos.ethmoidalis, diantarahidungdanorbita.Sinus

initerpisahdariorbitaolehselapis tipis tulang, sehinggainfeksidenganmudahmenjalardari sinus

kedalamorbita.Sinus initerbagi kedalam 3 kelompok, yaitu anterior, media, dan

posterior.Kelompok anterior bermuarakedalam infundibulum.Kelompok media

bermuarakedalam meatus nasimedius, pada atap di atas bulla ethmoidalis.Kelompok posterior

bermuarakedalam meatus nasi superior.Membranmukosadipersarafi oleh N. ethmoidalis anterior

dan posterior.2

Gambar 2.3.Potongan Sagital Nasal.

2.2. Tumor Sinonasal

2.2.1. Definisi

Tumor sinonasal adalah adanya massa ditemukan dalam jaringan sinus paranasal danjaringan

sekitar hidung yang bersifat jinak maupun ganas.3

2.2.2. Epidemiologi

9

Page 10: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Kejadian tahunan tumor hidung di AmerikaSerikat diperkirakan kurangdari 1 per 100.000

orang per tahun. Tumor ini paling sering pada orang kulit putih dan kejadian pada laki-lakidua

kali lipat dari perempuan.Tumor epitel paling sering terjadi pada dekade kelima dan keenam.4

Meskipun tumor dari rongga hidung dibagi menjadi jenis jinak dan ganas, Sebagian besar

tumor sinus paranasal bersifat ganas. Sekitar 55% tumor sinonasal berasal dari sinus maksila,

35% dari rongga hidung, 9% dari sinus ethmoid, dan sisanya dari sinus frontal dan sphenoid.

Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis tumor ganas yang paling umum (sekitar 70-80%)

diikuti dengan karsinoma adenoid kistik dan adenokarsinoma (sekitar 10% masing-

masing).5Secara demografis, predominan usia antara 50-90 tahun. Frekuensi pada usia muda

rendah rendah antara 0,1-0,3 per 100.000 pada tahun pertama kehidupan. Pada dekade

kedelapan, frekuensi naik menjadi 7 per 100.000. Tumor terjadi pada seluruh ras dan tidak ada

predileksi jenis kelamin.6

2.2.3. Faktor Resiko

Eksposur kepada asap industri, debu kayu, penyulingan nikel, dan penyamakan kulit

semua telah terlibat dalam karsinogenesis berbagai jenis tumor ganas sinonasal. Eksposur

khusus, kayu debu dan penyamakan kulit baik berhubungan dengan peningkatan risiko

adenokarsinoma lain. Agen etiologi telah dilaporkan termasuk minyak mineral, dan senyawa

kromium kromium, minyak isopropil, cat pernis, solder dan las.7

Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras, merupakan

faktor resiko utama yang telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal. Peningkatan resiko (5-50

kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan tumor ganas yang berasal dari sinus. Efek paparan ini

mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah

penghentian paparan. Paparan terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif juga menjadi faktor

resiko tambahan.7

2.2.4. Etiologi

Kanker nasal dan sinus paranasal termasuk kasus yang sangat jarang terjadi dan sampai

sekarang masih belum ada penjelasan pasti tentang penyebab dari penyakit ini tetapi banyak hal

yang merupakan faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang mengidap kanker nasal dan

paranasal.7

Merokok

10

Page 11: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Merokok tembakau ( rokok, cerutu, atau pipa tembakau ) dapat meningkatkan

resikoseseorang terkena kanker nasal dan sinus paranasal. Jika seseorang merupakan

seorangperokok aktif maka individu tersebut memiliki resiko yang tinggi mengidap kanker

nasaldan sinus paranasal. Kanker nasal dan sinus paranasal cukup jarang terjadi bahkan

padapopulasi perokok sekalipun tetapi sangat jelas merokok memiliki peran yangsignifikan

dalam meningkatkan resiko seseorang mengidap kanker nasal dan sinusparanasal.7

Bahan Kimia

Orang-orang yang memiliki pekerjaan sebagai buruh pabrik bahankimia yang sudah

bekerja bertahun-tahun lamanya.Dalam hal ini bisa disimpulkanpopulasi ini terpapar dengan

bahan kimia sudah dalam jangka waktu yang lama yangberada di sekitar tempat kerja

mereka.Beberapa substansi yang dapat meningkatkan resikotersebut adalah debu

kayu,formaldehida, nikel, dan debu kromium. Beberapa peneliti juga sedang

mempelajarihubungan peningkatan resiko dengan riwayat seseorang mengidap infeksi

humanpapiloma virus, nasal polip, perokok pasive dan buruh yang terpapar debu tekstil

atauasbestos tetapi sampai detik ini tidak mendapatkan bukti yang cukup untuk

menegakkanhubungannya dengan peningkatan resiko mengidap kanker nasal dan sinus

paranasal.7

2.2.5. Manifestasi klinis

Permasalahan terbesar dari kanker sinonasal adalah gejala klinis yang tidak bisa

secaralangsung mengidentifikasi penyakit ini pada setiap pasien.Gejala yang diperlihatkanoleh

pasien dengan penyakit ini identik dengan gejala yang ditimbulkan oleh penyakitperadangan

pada sinus yang biasanya terwujud dalam gejala awal. Oleh karena itu, masalah ini menyebabkan

keterlambatan diagnosa dan menetukan stadium daripenyakit ini dan berlanjut dengan

mempengaruhi prognosis dari perkembangan kanker sinonasal itu sendiri.8

Gejala yang sering muncul pada pasien dengan kanker sinonasal yaitu obstruksi pada

nasal airway, epistaksis, sakit kepala, facial pain, dan nasal discharge. Tetapi terkadangpada 9%

sampai 12% pasien, tidak menunjukkan gejala sama sekali.9

Gejala klinis yang dapat terlihat pada kanker nasal dan sinus paranasal yang

secaraspesifik pada bagian nasal adalah adanya sumbatan yang menyebkan rasa penuh padasatu

sisi hidung dan tidak sembuh-sembuh, epistaksis, penurunan fungsi penghidu, danadanya cairan

mukus yang berasal dari nasal yang mengalir ke bagian posterior nasaldan tenggorokan.9

11

Page 12: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Gejala klinis yang terlihat pada organ mata adalah bulging pada satu sisi mata,kehilangan

penglihatan baik total maupun sebagian, penglihatan ganda ( double vision),rasa sakit pada

bagian superior atau inferior mata, dan mata berair yang terkadang tidaksembuh-sembuh.9

Gejala lain yang dapat ditimbulkan adalah adanya massa yang tumbuh pada bagian

wajah,hidung atau bagian atap dari rongga mulut, sakit atau kehilangan fungsi sensorik

padabagian wajah, gigi yang tanggal, kesulitan membuka mulut, pembesaran kelenjar

getahbening di leher, dan sakit saat dilakukan penekanan pada salah satu telinga.9

2.2.6. Patologi

Pembagian dari kanker sinonasal berdasarkan gambaran histologi dibagi menjadi jinak

dan ganas. Neoplasma yang terjadipada sinus sebagian besar merupakan suatu keganasan,

sedangkan neoplasma pada kavum nasal memiliki distribusi jinak maupun ganas yang hampir

sama. Mayoritaspenyakit lesi jinak epithelial yang paling sering adalah papilloma . Papilloma

dibagilagi menjadi 3 kategori yaitu fungiform (50%), inverted (45%), dan cylindric cell (5%).6

Fungiform papilloma merupakan suatu exophytic septal lesions . Berdasarkan

histologi,fungiform papilloma memiliki gambaran nonkeratinizing squamous epitelium yang

menutupi fibrovaskular struma . Berbeda dengan jenis papilloma yang lain, fugiformpapilloma

tidak memiliki kemungkinan berkembang menjadi ganas.6

Inverted papilloma memiliki karakteristik berupa squamous atautransitional

cellepithelium yang mengelilingi fibrovaskular struma dengan pertumbuhan yang endofitik.

Inverted papilloma paling sering ditemukan pada bagian lateral dari dindingnasal ( nasal wall )

dan pada sekitar 5% sampai15% pasien, inverted papilloma berkembang menjadi squamous cell

carcinoma.6

Cylindrical cell papilloma memiliki area distribusi yang sama yaitu pada bagian

lateraldinding nasal ( nasal wall ). Cylindical cell papiloma biasa disebut juga dengan

oncotycschneiderian papillomas dan papilloma jenis ini juga memiliki kemungkinan

besarberkembang menjadi keganasan. Berdasarkan histopatologi, cylindric cellpapilloma

memiliki gambaran garis epitel yang terdiri dari beberapa lapisan tersusun oleh sel eosinophilic,

sel goblet, dan microkista yang berisi mucin.6

Terdapat jenis tumor jinak epitelial yang lain yaitu adenoma, cholesteatoma,

dandermoids. Adenoma yang tumbuh pada traktus sinonasal memiliki karakteristik yangsama

dengan adenoma yang tumbuh di bagian tubuh yang lain. Adenoma biasa muncul pada umur

12

Page 13: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

sekitar 40 sampai 70 tahun dan dalam perkembangannya melibatkannasal septum. Seperti pada

adenoma, cholesteatoma dan dermoid memiliki karakteristikhistopatologi yang sama dengan

cholesteatoma dan dermoid yang tumbuh pada bagian tubuh yang lain. Jika kedua penyakit ini

mucul pada bagian sinus, biasanya munculpada sinus frontal dan ethmoid.6

Keganasan epitelial merupakan penyakit yang paling umum terjadi padakeseluruhan

kasus tumor sinonasal (45% dari 85% keseluruhan kasus tumor sinonasal).Kasus ganas epitelial

neoplasma yang sering terjadi adalah squamous cellcarcinoma . Distribusinya hampir terjadi

pada semua sinus yaitu sinus maxilaris (60%),sinus ethmoid (10%-15%), sinus frontalis, dan

sphenoid (1%), dan juga kavitas nasal (20%-30%).6

Glandular carcinoma merupakan kasus neoplasma epitel yang palingumum terjadi setelah

squamous cell carcinoma (4% sampai15% dari keseluruhan kasusneoplasma). Jenis glandular

carcinoma yang paling sering terjadi adalahadenocarcinoma yang memiliki sekitar 5% sampai

19% dari keseluruhan kasus tumornasal dan sinus paranasal. Secara umum adenocarcinoma

dibagi menjadi low grade danhigh grade. Untuk jenis low grade dapat terjadi kekambuhan local

dan jarang terjadiberkembang ke arah metastasis sedangkan high grade adenocarcinoma

dapatberkembang ke arah metastasis regional maupun jauh.6

Karsinoma kista adenoid merupakan jenis yang jarang terjadi dibandingkan

denganadenoidcarcinoma.Tumor ini terdiri dari sekelompok small cell yang membentukbeberapa

pola yaitu tubular, cribriform, dan solid.Low grade adenoid cystic carcinomamemilki kurang dari

30% komponen padat dan high grade adenoid cystic carcinomamemiliki lebih dari 30%

komponen padat.High grade carcinoma memiliki karakteristikperiode survival yang pendek dan

insiden metastasis lanjut yang tinggi. Kedua subtype ini memiliki predileksi untuk invasi

perineural.6

Mucoepidermoid carcinoma merupakan kasus glandular carcinoma yang sangat

jarangsekali terjadi.jenis ini dibentuk dari kombinasi squamous cell dan glandular, mucus-

producing, basal cells. Jenis ini dapat menyebabkan metastasis jauh.6

Tumor lain yang dapat terjadi pada traktus sinonasal tetapi sangat jarang sekali

yaitutumor yang berasal dari neuroectodermal. Tumor tersebut adalah sinonasal melanoma dan

neuroblastoma olfaktori. Melanoma pada sinus memiliki kemungkinan kurang dari7% dari

keseluruhan sinonasal malignacy dan tidak memiliki perbedaan denganmelanoma yang tumbuh

pada bagian tubuh yang lain walaupun sekitar 30% telahdilaporkan termasuk amelanotik.

13

Page 14: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Melanoma dapat memiliki gambaranplasmacytoid, spindlecell, atau epithelioid cytologic dan

juga memiliki pola arsitektur histologi bervariasi seperti pleomorphik, epiteloid, atau mirip

seperti sarkoma (sarcoma-like).6

Neuroblastoma olfaktori merupakan tumor yang berasal dari neuroektodermal yang dapat

tumbuh pada daerah sinus paranasal. Penyakit ini memilikisatu dari dua pola berikut yaitu pola

seperti sarang (nesting pattern) yang terdiri olehsmall celldikelilingi oleh struma atau pola

dengan beberapa lapisan difusi dari sel tumor dengan struma yang lebih sedikit.6

Selanjutnya ada limfoma yang pada umumnya terdiri dari diffuse large B-celllymphoma

walaupun seperti itu natural killer/T-cell lymphoma yang lebih sering terjadi.6

2.2.7. Pendekatan Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, yaitu:

Anamnesis keluhan pasien

Tumor sinonasal biasanya muncul dengan gejala yang identik dengan penyakit inflamasi,

seperti obstruksi jalan nafas hidung, epistaksis, sakit kepala, nyeri wajah, nasal discharge, dan

sering tanpa gejala pada sekitar 9% sampai 12% pasien, yang memberikan kontribusi dalam

keterlambatan mendiagnosis hingga sekitar 8 bulan atau lebih.9,10

Gejala tumor sinonasal sendiri dibagi menjadi gejala awal dan gejala lanjutan. Gejala

awal yang berlangsung lebih dari 4 minggu atau terdapat gejala lanjutan perlu dilakukan

pemeriksaan diagnostik lebih lanjut.10

EARLY LATE

Nasal obstruction Epistaxis

Rhinorrhea Cranial Nerve Dysfunction

Proptosis

Facial pain

Facial swelling

Trismus

Tabel 2.1 Gejala Awal dan Gejala Lanjutan pada Tumor Sinonasal10

Pemeriksaan Fisik

Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah ada asimetri atau

distorsi. Jika ada proptosis, perhatikan arah pendorongan bola mata. Jika mata terdorong ke atas

berarti tumor berasal dari sinus maksila, jika ke bawah dan lateral berarti tumor berasal dari sinus

frontal atau etmoid.7

14

Page 15: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui rinoskopi

anterior dan posterior. Deskripsi massa sebaik mungkin, apakah permukaannya licin, merupakan

pertanda tumor jinak atau permukaan berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah, merupakan

pertanda tumor ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada

di sinus maksila. Untuk memeriksa rongga oral, disamping inspeksi lakukanlah palpasi dengan

memakai sarung tangan, palpasi gusi, rahang atas, dan palatum, apakah ada nyeri tekan,

penonjolan atau gigi goyah.7

Pemeriksaan fisik harus menyeluruh, dengan penekanan pada daerah sinonasal, orbit, dan

saraf kranial, dan harus mencakup endoskopi pada hidung. Meskipun tidak pathonogmonic, mati

rasa atau hypesthesia dari infraorbital (V2) atau supraorbital (V3) saraf sangat menunjukkan

invasi ganas. Temuan lain seperti proptosis, kemosis, kerusakan otot luar mata, massa dalam

pipi, gusi atau sulkus gingivobukal, dan gigi longgar juga menunjukkan adanya tumor sinonasal.1

Pemeriksaan naso-endoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan tumor dini. Adanya

pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini jarang bermetastasis ke kelenjar

leher.7

Pemeriksaan Penunjang

Pencitraansangat pentinguntuk tahaptumorsecara lokaldan untukmenyingkirkan

adanyametastasis. Pemeriksaan penunjang meliputi:

1. Foto polos sinus paranasal

Foto polos sinus paranasal kurang berfungsi dalam mendiagnosis dan menentukan

perluasan tumor, kecuali pada tumor tulang seperti osteoma. Tetapi foto polos tetap berfungsi

sebagai diagnosis awal, terutama jika ada erosi tulang dan perselubungan padat unitaleral, harus

dicurigai keganasan. Meskipun demikian pada beberpa kasus dapat menunjukkan keadaan

normal.7Saat ini, CTscan danmagnetic resonance imaging (MRI)telah menggantikan fungsi foto

poloskarena menyajikan anatomi secara detail.11

2. CT scanning

Screening computed tomography (CT) scan lebih akurat daripada plain film untuk

menilai struktur tulang sinus paranasal dan lebih murah daripada plain film. Pasien beresiko

tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten yang berat, neuropati kranial,

eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan dengan gejala persisten setelah pengobatan medis

15

Page 16: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

yang adekuat seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan CT scan aksial dan koronal dengan

kontras atau magnetic resonance imaging (MRI).9

CT scanning merupakan pemeriksaan superior untuk menilai batas tulang traktus sinonasal dan

dasar tulang tengkorak, serta perluasan tumor. Penggunaan kontras dilakukan untuk menilai

tumor, vaskularisasi dan hubungannya dengan arteri karotid.9,7

Gambar 2.4. Gambaran CT scan untuk Tumor Sinonasal6

2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI dipergunakan untuk membedakan sekitar tumor dengan soft tissue, membedakan

sekresi di dalam nasal yang tersumbat dari space occupying lesion, menunjukkan penyebaran

perineural, membuktikan keunggulan imaging pada sagital plane, dan tidak melibatkan paparan

terhadap radiasi ionisasi. Coronal MRI image digunakan untuk mengevaluai foramen rotundum,

vidian canal, foramen ovale dan optic canal.9

Sagital image berguna untuk menunjukkan tanda Meckel cave dengan intensitas rendah dan

lemak di dalam pterygopalatine fossa yang memiliki tanda yang sama dengan tumor

otak.MRI,bagaimanapun, lebih mahal daripadaCTscan danmembutuhkan waktu lebih lamauntuk

dilakukan, sehingga lebih rentan terdapatartefak akibat gerakan pasien.Selain itu, beberapapasien

tidak dapatmentolerirprosedurkarenaclaustrophobia.9,11

16

Page 17: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Gambar 2.5. Gambaran MRI Potongan Koronal pada Tumor Sinonasal9

Gambar 2.6. Gambaran MRI Potongan Aksial pada Tumor Sinonasal9

3. Positron emission tomography (PET)

PET sering digunakan untuk keganasan kepala dan leher meliputi staging dan

surveillance. Kombinasi PET/CT scan ditambah dengan gambaran anatomi yang detail dapat

membantu perencanaan pembedahan dengan cara melihat luasnya tumor. Meskipun PET ini

banyak membantu dalam menilai keganasan kepala dan leher tetapi sangat sedikit kegunaannya

untuk menilai keganasan pada nasal dan sinus paranasal.9

4. Angiography

Angiography dengan carotid-flow digunakan untuk penderita yang akan menjalani

operasi dengan tumor yang telah mengelilingi arteri karotid. Tes balloon occlusion yang

digunakan dengan single-photon emission CT (SPECT),xenon CT scan atau transcranial

Doppler, dianjurkan apabila diduga terjadi resiko infark otak iskemik jika arteri karotid internal

dikorbankan. Tes ini tidak dapat memprediksi iskemik pada area marginal atau fenomena

embolik.9

17

Coronal MRI T1 with contrast showing an esthesioneuroblastoma of the right nasal cavity eroding the skull base and invading the brain. The maxillary sinus is filled with edematous mucosa.

Axial MRI T1 with contrast of the same patient in image before this, showing mucus in the right sphenoid sinus due to obstruction of the tumor.

Page 18: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

5. CT scan dada dan abdomen

Direkomendasikan untuk pasien dengan tumor yang bermetastasis secara hematogen,

seperti sarkoma, melanoma dan karsinoma kistik adenoid. Penilaian metastasis penting jika

reseksi luas dipertimbangkan untuk dilakukan. Lumbar dan brain puncture serta spine imaging

direkomendasikan jika tumor telah menginvasi meningen atau otak.9

2.9.2 Pemeriksaan histopatologi

Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Jika tumor tampak di

rongga hidung atau rongga mulut, maka biopsi mudah dan harus segera dilakukan. Biopsi tumor

sinus maksila, dapat dilakukan melalui tindakan sinoskopi atau melalui operasi Caldwel-Luc

yang insisinya melalui sulkus ginggivo-bukal. Jika dicurigai tumor vaskuler, misalnya

angofibroma, jangan lakukan biopsi karena akan sangat sulit menghentikan perdarahan yang

terjadi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan angiografi.7

Tabel 2.2 Ringkasan Pemeriksaan untuk Penegakan Diagnosis Tumor Sinonasal9

2.2.8. Diagnosis Banding

Berdasarkan jenis histopatologinya, tumor sinonasal dibagi menjadi tumor jinak dan

tumor ganas.Masing-masing dibagi lagi menjadi tumor epitel dan tumor non-epitel.

18

Page 19: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

KLASIFIKASI TUMOR SINONASAL

Epitel

Jinak

Exophytic papillomaInverted papillomaColumnar papillomaAdenoma

Ganas

Squamous cell carcinomaTransitional cell carcinomaAdenocarcinomaAdenoid cystic carcinomaMelanomaOlfactory neuroblastomaUndifferentiated carcinoma

Non-epitel Jinak FibromaChondromaOsteomaNeurilemmomaNeurofibromaHemangioma

Ganas Soft-tissue sarcomaRhabdomyosarcomaLeiomyosarcomaFibrosarcomaLiposarcomaAngiosarcomaMyxosarcomaHemangiopericytomaConnective tissue sarcomaChondrosarcomaOsteosarcoma

Tabel 2.3 Klasifikasi secara Histopatologi Tumor Sinonasal9

Tumor Jinak Epitel

Papilomayang merupakan tumor jinak tersering, timbul dari epitel skuamosa. Secara

makroskopis, mirip dengan polip tapi lebih vaskular, padat, dan tidak mengkilat.Hal ini mudah

diobati dengan eksisi sederhana atau kauterisasi. Papilloma dari rongga hidung dapat

diklasifikasikan dalam tiga kategori yang berbeda. Papiloma fungiform atau eksofitik timbul

dari septum hidung, sedangkan papiloma inverted dan columnar biasanya muncul dari dinding

lateral hidung.7,9

19

Page 20: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Meskipun jinak, papiloma (terutama papiloma inverted) dapat menghancurkan tulang,

kambuh bila tidak dibuang sama sekali, dan mungkin terkait dengan tumor ganas. Mereka yang

paling sering didiagnosis pada laki-laki putih sekitar dekade lima sampai tujuh(rata-rata 50

tahun). 7,9

Tumor Ganas Epitel

Tumor ganas tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%) disusul oleh karsinoma

tanpa diferensiasi dan tumor asal kelenjar.7

Melanoma pada saluran sinonasal mungkin primer atau metastasis. Meskipun 20% dari

seluruh melanoma berasal dari kepala dan leher, kurang dari 1% muncul dari saluran sinonasal.

Mereka yang paling sering ditemukan dalam rongga hidung, diikuti dengan sinus maksilaris (65-

80%), sinus etmoid (15-25%), dan sinus frontal. Kelangsungan hidup rata-rata untuk pasien

dengan melanoma sinonasal adalah 24 sampai 36 bulan. 7,9

Neuroblastoma olfaktorius adalah tumor langka yang timbul di epitel penciuman. Pasien

sering pertama kali terlihat dengan obstruksi hidung dan epistaksis. Ia memiliki frekuensi

bimodal pada usia 10 sampai 20 dan 50 sampai 60 tahun, dengan kejadian serupa pada pasien

pria dan wanita.9

Sinonasal Undifferentiated Carcinomas (SNUCs) biasanya terdiri dari sel-sel kecil dan

menengah dan harus dibedakan dari rhabdomyosarcoma, melanoma, neuroblastoma olfaktorius,

limfoma, dan karsinoma sel skuamosa.7,9

Tumor Jinak Non-epitel

Lesifibroosseous, termasuk osteomas, fibroma, dan kordomas, adalah tumorjinakyang

paling umumpada saluransinonasal. Pertumbuhan merekabiasanyalambatdan terbatas.

Eksisibedahsederhanadianjurkan ketikadiagnosishistologisdiperlukan atauuntuk meredakan

gejalaobstruktif.7,9

Kurang dari4% daritumorjinakpada selubung sarafmunculdi hidungdan sinusparanasal.

Merekapada awalnyadilihat sebagaipolypoid, tumbuh lambat, bisa mencapai ukuran yang

sangatbesar dansering menyebabkankelainan bentuk wajahdan kehancuranstruktur lokal.7,11

Sembilan puluhpersen dari tumorselubung sarafmenunjukkanhistologijinak.Dua pertiga

daritumor inischwannoma, dan sepertiga, neurofibroma. Schwannomadari hidungdan

sinusparanasalseringkali kekuranganenkapsulasitumor,dengan selneoplastikmerusakmukosa

pernapasan.9

20

Page 21: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Tumor Ganas Non-epitel

Rhabdomyosarcomas timbul di kepala dan leher sekitar 35% sampai 45% dari kasus.

Pada 10% pasien, mereka berasal dari sinus paranasal. Rhabdomyosarcomas memiliki hasil yang

kurang menguntungkan pada orang dewasa, dengan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun hanya

35%.9

Rhabdomyosarcomas pada saluran sinonasal diklasifikasikan sebagai parameningeal

nonorbital dan lebih agresif daripada yang timbul di lokasi lain. Rhabdomyosarcoma dewasa

biasanya dirawat dengan eksisi bedah luas. Fibrosarcoma adalah tumor yang timbul dari

fibroblast. Radiasi dan trauma telah terlibat sebagai faktor etiologi.Tindakan yang bisa dilakukan

adalah eksisi bedah luas untuk tumor yang sebelumnya tidak diobati.9

Hemangiopericytoma adalah tumor yang sangat jarang dengan vaskularisasi tinggi yang

timbul dari perisit kapiler dari Zimmerman. Pemeriksaan histologi menunjukkan gambaran oval

dan berbentuk gelendong. Tumor-tumor ganas dibedakan oleh aktivitas mitosis yang meningkat,

kepadatan sel tinggi, dan zona nekrotik dan perdarahan. Mereka menyerang secara lokal dan

bermetastasis pada 10% sampai 15% kasus. Metastasis hematogen melibatkan paru-paru, hati,

dan tulang. Enam belas persen ditemukan di kepala dan leher, dengan sekitar 50 kasus yang

dilaporkan timbul pada saluran sinonasal.9

Sarkoma osteogenic adalah tumor primer yang paling umum dari tulang di Amerika

Serikat, dengan kejadian diperkirakan satu kasus per 100.000. Tumor ini berasal dalam rahang

dan merupakan 7% sampai 10% dari semua osteosarcomas. Faktor etiologi mencakup radiasi,

displasia fibrosa, trauma, penyakit Paget, dan gen yang terkait dengan retinoblastoma. Terapi

yang paling efektif adalah eksisi bedah.9

Chondrosarcomasmerupakan tumor yang lambat pertumbuhannya yang biasanya muncul

dari struktur tulang rawan. Ukuran tumor berkorelasi dan grading dengan tingkat metastasis,

agresivitas lokal, dan kelangsungan hidup tertinggi.9

Limfoma pada saluran sinonasal menyumbang hanya 0,17% dari semua limfoma. T-sel

limfoma lebih sering terjadi pada populasi Asia, sedangkan sel B limfoma lebih sering terjadi

pada populasi Barat. Situs utama terjadinya di saluran sinonasal adalah sinus maksilaris (79%)

dan rongga hidung (20%).9

2.2.9. Prinsip Penatalaksanaan

21

Page 22: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Berbagai macam pilihan terapi tersedia untuk mengobati tumor sinus paranasal.Pilihan

terapi seperti pembedahan, radiasi, kemoterapi, dan kombinasi dari berbagai macam tehnik dapat

digunakan. Terapi multimodal dianjurkan dalam menangani tumor sinonasal.6

2.2.9.1. Pembedahan

Sebelum dilakukan pembedahan dapat diambil contoh jaringan menggunakan alat

endoskopi yang biasa digunakan untuk pembedahan sinus atau melalui open trancutaneousatau

prosedur transoral (contoh antrostomy Caldwell-Luc, external ethmoidectomy, rhinotomy).9

Dahulu, pasien dengan tumor nasal dan paranasal diobati menggunakan reseksi

pembedahan.Sekarang, perkembangan tehnik pencitraan menggunakan komputer, fiber-optic

endoscopy, dan pembedahan maju dapat menilai ukuran tumor, lokasi, dan keutuhan daerah

sekitar.Pemilihan reseksi berdasarkan lokasi tumor dan terdiri dari berbagai prosedur dari

pengangkatan melalui endoskopi untuk tumor besar sampai total maxillectomydengan

pengangkatan orbita. Fokusnya untuk mencapai reseksi total tumor semenjak rekurensi lokal

menjadi penyebab kegagalan paling sering. Reseksi en bloc ideal, meskipun kemungkinan kecil.

Ada kriteria untuk lesi yang tidak dapat direseksi seperti perluasan transdural, invasi fascia

prevertebra, keterlibatan saraf optik bilateral, dan invasi sinus kaverna menyeluruh.6

Endoskopi Pembedahan Sinus

Endoskopi digunakan pada keganasan sinus paranasal sebagai pilihan terapi untuk tumor

tingkat awal atau tumor jinak termasuk dinding lateral nasal, sinus ethmoid, atau sinus sphenoid.

Faktor yang menentukan penggunaan endoskopi tergantung perluasan tumor. Tumor dini

terbatas pada dinding lateral nasal dapat dilakukan endoskopi reseksi dengan hasil yang baik.

Keuntungannya yaitu mengurangi insisi pada wajah.Teknik endoskopi medial maxillektomi yang

mengangkat seluruh tumor sedikit demi sedikit diikuti reseksi batas-batas tumor pada papiloma

dilaporkan menimbulkan kekambuhan sekitar 17%.Namun, efektif untuk lesi yang besar pada sel

ethmoid posterior, duktus nasofrontal, dan sinus sphenoid.Kontraindikasi endoskopi adalah

invasi pada area yang tidak dapat terjangkau, termasuk bagian lateral sinus maksilari, periorbita,

sakus lakrimal, sel etmoid supraorbita, sinus frontal, dan dasar tengkorak Tumor yang dapat

diterapi menggunakan endoskopi yaitu papiloma, hemangioma, esthesioneuroblastoma, adenoid

kista karsinoma, adenokarsinoma, dan karsinoma sel skuamosa. Komplikasi yaitu kebocoran

cairan serebrospinal, trauma visual/orbita, perubahan penciuman.6

22

Page 23: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Gambar 2.7.Gambar Letak Tumor Intranasal yang Bisa dilakukan Reseksi Intranasal Endoskopi.

Teknik Midfacial Degloving

Teknik ini terdiri dari insisi intercartilago bilateral, insisi lengkap septocolumella, insisi

sublabial bilateral, dan insisi celah piriform bilateral.Prosedur dapat dilakukan pada kavitas

nasal, nasofaring, antrum maksila, dasar orbita, dan zygoma.Midfacial deglovingdapat

dikombinasikan dengan kraniotomi untuk tumor yang melibatkan bagian anterior dasar

tengkorak.Berbagai macam eksisi dapat dilakukan seperti medial maxillektomi, total

maxillectomy dengan atau tanpa perluasan orbita, ethmoidectomy, sphenoidectomy, dan reseksi

tumor meluas bagian anterior dasar tengkorak berhubungan dengan kraniotomi.Keuntungan yaitu

mengurangi perluasan insisi wajah, dapat digunakan untuk dasar tumor inferior, dan

menimbulkan komplikasi yang rendah. Kerugiannya adalah susah untuk digunakan pada dasar

tengkorak superior. Komplikasinya dapat berupa mati rasa pada bibir, stenosis vestibular, dan

fistula oroantral.6

Gambar 2.8. Gambar Letak Tumor Intranasal yang Bisa Menggunakan

Tehnik Midfacial Degloving

23

Page 24: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Lateral Rhinotomy

Lateral rhinotomydipakai sebagai dasar utama prosedur transfacial. Tekniknya memulai

insisi pada bagian inferomedial alis dan meluas pertengahan bawah antara dorsum nasal dan

medial canthus. Insisi bagian distal sebaiknya lebih jauh dari nasal dari alur nasofacial untuk

mendapatkan hasil estetika optimal. Insisi dapat diperluas melalui berbagai macam tehnik,

seperti insisi bibir terpisah untuk penarikan pipi, insisi dibawah kelopak mata lateral untuk

penarikan lebih jauh, insisi diatas kelopak mata ipsilateral(insisi Weber-Ferguson), insisi diatas

kelopak mata ipsilateral untuk penarikan orbita, atau insisi nasal superior untuk jalan ke daerah

kontralateral frontoethmoid. Tehnik tersebut kurang baik diterapkan pada tumor area supraorbita

ethmoidal, duktus frontal, fossa lacrimal, orbita, atau cribiform plate.Berbagai eksisi seperti

medial maxillectomy, radical maxillectomy, bilateral ethmoidectomy, dan reseksi paling superior

dasar tumor yang tidak secara langsung meluas cribiform plate atau fovea ethmoidalis.Lateral

rhinotomy dapat digunakan dengan kraniotomi untuk tumor yang menginvasi dasar tengkorak

(reseksi craniofacial).6

Gambar 2.9. Tehnik Lateral Rhinotomy

Penanganan untuk Bagian Sinus Frontal

Keterlibatan sinus frontal jarang tetapi dapat terjadi akibat perluasan dari tumor hidung

atau sinus ethmoid.Untuk itu, dapat dilakukan perluasan “gullwing” dari lateral

rhinotomyinferior ke alis mata dalam sulkus kelopak mata atas. Hal ini terutama dapat dilakukan

pada kulit yang diterobos tumor.Jika bagian anterior tidak terkena, dapat digunakan bilateral

craniotomi melalui insisi koronal.Insisi digunakan pada lesi frontal terbatas atau kombinasi

rhinotomy lateral untuk lesi meluas keatas dari sinus ethmoid atau kavitas hidung.6

Defek sinus frontal dapat dilenyapkan atau direkonstruksi. Komplikasi spesifik

berhubungan dengan penanganan tumor sinus frontal adalah pembentukan mukokel dan hasil

24

Page 25: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

kosmetik yang buruk jika bagian depan harus direseksi. Defek tersebut dapat diperbaiki

denganbone graft tengkorak terpisah.6

Penanganan untukAnterior Lateral Dasar Tengkorak

Teknik ini baik digunakan pada tumor yang meluas pada fossa pterygopalatina, sinus

sphenoid, atau nasofaring melalui samping wajah/dasar tengkorak. Pendekatan dilakukan dengan

lateral facial split atau prosedur Fisch dan Mattox infratemporal fossa type C. Insisi digunakan

pada preauricula atau modifikasi Blair. Otottemporal diangkat dan diayun melalui

zygoma.Tambahannya, zygoma diangkat, pes anserinus saraf facial dipisahkan, ditarik, dibuat

rangka, dan mandibula dipisahkan dan dimajukan kedepan. Hal ini dapat membuka arteri karotis

dari bifurkasio ke sinus kaverna.6

Keuntungannya yaitu tersedia jalan kebagian sentral dasar tengkorak.Pembukaan luas

pada arteri karotis interna tidak hanya memudahkan pengambilan tumor tetapi juga pilihan untuk

melakukan bypass.Pada komplikasi dapat terjadi pemisahan saraf wajah atau kelemahan saraf

wajah akibat penarikan sehingga membutuhkan rekonstruksi neurorafi.6

Kraniotomi/Kraniofasial

Alternatif terapi tumor sinus paranasal adalah reseksi trankranial. Teknik

transfascialsusah dan sering tidak dapat digunakan untuk tumor yang menempel kedepan dasar

tengkorak. Resiko kebocoran cairan serebrospinal saat eksisi ekstrakranial meningkat.Akses

transkranial menjadi pilihan pada tumor di cribiform plateatau fovea ethmoidalis, terutama tumor

berasal dari meningeal atau kranial.Melalui transkranial direkomendasikan sebagai langkah awal

untuk memastikan tumor tidak dapat dioperasi karena meluas ke transdural atau otak.Prosedur

tersebut melibatkan insisi bicoronal dengan kraniotomi bifrontal. Sebelum operasi

direkomendasikan penggunaan antibiotik yang dapat menembus sawar otak, kortikosteroid dosis

tinggi, dan lumbar drain.6

Kerugiannya yaitu terbatasnya akses kebagian tengah dan bawah orbita pada sinus

maksila.Untuk alasan tersebut, prosedur dikombinasikan dengan tehnik transfacialbila ada

keterlibatan dasar maxilla, dasar nasal septum, atau jaringan lunak wajah atau saat eksisi juga

dilakukan pengangkatan orbita.Kombinasi dengan reseksi kraniofasial baik untuk mendapatkan

akses ke dinding bawah dan samping hidung. Keuntungannya dapat mengurangi morbiditas

operasi lewat pengurangan retraksi yang diperlukan pada lobus frontal dan hemostasis yang lebih

baik.6

25

Page 26: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Komplikasi spesifik yaitu kebocoran cairan serebrospinal, meningitis, dan

pneumocephalus.Para ahli menyarankan pemasangan trakeostomi untuk mengurangin insiden

pneumocephalus karena dapat mengakibatkan aspirasi. Kontraindikasi reseksi kraniofasial untuk

tumor yang telah lanjut.6

Gambar 2.10. Letak Tumor yang Dapat Dilakukan Kraniotomi

2.2.9.2.Rehabilitasi

Tujuan utama rehabilitasi sehabis pembedahan adalah penyembuhan luka, rekonstruski

kontur wajah, dan restorasi pemisahan oronasal yang berfungsi berbicara dan

menelan.Pertimbangan lainnya yaitu estetika. Rehabilitasi dapat berupa dental prosthesis atau

rekonstruksi flap, seperti flap otot temporalis dengan atau tanpa tulang kranial, pedikel, atau flap

mikrovaskular miokutan bebas ( pektoralis mayor, latissimus dorsi, trapezius), dan flap kulit

(dahi, kulit kepala, deltopektoral). Flap direkomendasikan untuk mengganti reseksi kulit,

menyediakan bantuan untuk orbita atau otak, atau memisahkan kavitas cranial dari traktus atas

aerodigestif.9

2.2.9.3. Terapi Radiasi

Radiasi dapat digunakan sebagai terapi sendiri atau tambahan pembedahan, atau hanya

terapi paliatif.Laporan terbaru menyatakan radiasi setelah operasi meningkatkan kontrol lokal

tetapi tidak memperpanjang kehidupan secara spesifik. Selain itu, dapat mematikan sel tumor

volume kecil, batas-batas tumor, dan untuk memprediksi penyembuhan luka.9

Beberapa tumor yang sensitif seperti limfoma, plasmasitoma, dan

estesineuroblastoma.Dosis setelah operasi antara 60 dan 70 Gy. Pasien yang tidah dapat

dilakukan pembedahan menerima dosis lebih tinggi yaitu 74-79 Gy.6

26

Page 27: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

Komplikasi yang dapat timbul seperti kebutaan, obstruksi duktus nasolakrimal, sinusitis,

destruksi tulang hidung, nyeri orbita kronis, osteoradionekrosis, retinopati, dan fistula medial

kantus.Retina dan saraf optikus tidak dapat mentoleransi radiasi lebih dari 50 Gy.Risiko luka

pada gandula lakrimasi dengan ulserasi kornea, opasifikasi, atau vaskularisasi meningkat pada

dosis lebih dari 30 Gy. Komplikasi tersebut dapat dikurangi dengan penggunaan CT karena dapat

melokalisasi tumor dan struktur sekitar sehingga dapat mengurangi paparan radiasi.6

Jaringan Efek Radiasi

Glandula lakrimal Atrofi

Konjungtiva Hiperemia, infeksi sekunder

Kornea Edema, ulser kronis, perforasi

Retina Edema, retinopati

Lensa Katarak

Tabel 2.4. Komplikasi Terapi Radiasi.6

2.1.4. Kemoterapi

Peranan kemoterapi pada tumor sinonasal biasanya paliatif, digunakan untuk

menghilangkan nyeri dan obstruksi, atau untuk lesi masif eksterna. Kemoterapi ditambah radiasi

juga dapat dipakai pada pasien yang mempunyai resiko tinggi pembedahan dan menolak

pembedahan.9

Beberapa kemoterapi yang digunakan seperti cisplatin sebagai neoadjuvan pembedahan

adenokarsinoma yang mencapai dasar tengkorak, platinum efektif melawan estesineuroblastoma,

5-fluorouracil dikombinasikan dengan radiasi dan pembedahan kuretase dapat meminimalisasi

morbiditas.6

Terapi Indikasi

Pembedahan Terapi utama

Radiasi Tumor tidak dapat dioperasi atau limforetikular,

kandidat tidak memenuhi syarat operasi. Biasanya

dilakukan pembedahan drainase/pembersihan.

Terapi Kombinasi Batas tumor, perineural, invasi peruvaskular, nodus

limfa, tumor kambuhan

Kemoterapi Peranan paliatif, penelitian

Tabel 2.5. Ringkasan Terapi dan Indikasi.6

27

Page 28: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

BAB III

KESIMPULAN

Tumor sinonasal adalah penyakit di mana sel tumor baik jinak maupun ganas ditemukan

dalam jaringan sinus paranasal dan jaringan sekitar hidung. Tumor ini paling sering pada orang

kulit putih dan kejadian pada laki-laki dua kali lipat dari perempuan.Tumor epitel paling sering

terjadi pada dekade kelima dan keenam.Sekitar 55% tumor sinonasal berasal dari sinus maksila,

35% dari rongga hidung, 9% dari sinus ethmoid, dan sisanya dari sinus frontal dan sphenoid.

Kanker nasal dan sinus paranasal termasuk kasus yang sangat jarang terjadi dan sampai

sekarang masih belum ada penjelasan pasti tentang penyebab dari penyakit ini tetapi banyak hal

yang merupakan faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang mengidap kanker nasal dan

28

Page 29: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

paranasal.Eksposur kepada asap industri, debu kayu, penyulingan nikel, dan penyamakan kulit

semua telah terlibat dalam karsinogenesis berbagai jenis tumor ganas sinonasal. Eksposur

khusus, kayu debu dan penyamakan kulit baik berhubungan dengan peningkatan risiko

adenokarsinoma lain. Agen etiologi telah dilaporkan termasuk minyak mineral, dan senyawa

kromium kromium, minyak isopropil, cat pernis, solder dan las.

Tingkat ketahanan hidup bagi pasien dengan rata-rata kanker sinus maksilaris sekitar

40% selama 5 tahun. Tahap awal tumor memiliki angka kesembuhan hingga 80%. Pasien dengan

tumor dioperasi diobati dengan radiasi saja memiliki tingkat kelangsungan hidup kurang dari

20%. Pada hampir semua jenis tumor, tatalaksana yang tepat adalah dengan operasi dan pada

hampir semua keganasan yang terbaik adalah terapi kombinasi operasi dengan diikuti terapi

radiasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lalwani, Anil K. Current Diagnosis and Treatment in – Otolaryngology Head and Neck

Surgery. 2008. New York : Mc Graw Hill – LANGE.

2. Snell, Richard S. AnatomiKlinikuntukMahasiswaKedokteran. Ed ke-6. Indonesia : EGC ;

2006.

3. Genevieve S. Paranasal Sinus Kanker. Gale Encyclopedia Kanker. Juli 2002.

 http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3405200357.html 16 Juli 2012

29

Page 30: Refrat Ilmu Penyakit Tht Lengkap

4. Caplan LS, Hall I, Levine RS, Zhu K. Preventable risk factors for nasal kanker. Ann

Epidemiol. 2000;10:186-91.

5. Weymuller EA, Gal TJ. Neoplasms of the nasal cavity. In: Cummings CW, Flint PW,

Harker LA et al. eds.Otolaryngology - Head and Neck surgery. 4th. Mosby; 2005.

6. Snow, James B., and Ballenger, John Jacob. Ballenger’s OtorhinolaryngologyHead and

Neck Surgery 16 thed. 2003. BC Decker.

7. Carrau R.L, et all. Ganas Tumors of the Nasal Cavity Treatment & Management. Diakses

dari: http://emedicine.medscape.com/article/846995-overview [ 15 Juli 2012]

8. Paranasal Sinus Cancer Gale Encyclopedia of Cancer | 2002 | Slomski,

Genevieve. http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3405200357.html

9. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head & Neck Surgery – Otolaryngology 4thed.

2006. Luppincot Williams & Wilkins.

10. Flint, Paul W., et all. Cummings Otolaryngology: Head and Neck Surgery5thed. 2010.

Philadelphia: Elsevier.

11. Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala dan Leher. 2007. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

30