refkas ibu hbsag +

67
CASE BASED DISCUSSION SEORANG BAYI LAKI-LAKI NEONATAL CUKUP BULAN, SESUAI MASA KEHAMILAN, BAYI BERAT LAHIR CUKUP, Obs. NEONATAL INFECTION DARI IBU HBsAg (+), CAPUT SUCCEDANEUM DAN HIPERBILIRUBINEMIA Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak DisusunOleh: Desia Laila Dian S. (012106117) Pembimbing: dr. Budi Nurcahyani, Sp.A FAKULTAS KEDOKTERAN 1

Upload: desia-laila-dian-s

Post on 26-Sep-2015

66 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ANAK DESIA

TRANSCRIPT

CASE BASED DISCUSSIONSEORANG BAYI LAKI-LAKI NEONATAL CUKUP BULAN, SESUAI MASA KEHAMILAN, BAYI BERAT LAHIR CUKUP, Obs. NEONATAL INFECTION DARI IBU HBsAg (+), CAPUT SUCCEDANEUM DAN HIPERBILIRUBINEMIA

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan KlinikBagian Ilmu Kesehatan AnakRumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak

DisusunOleh:Desia Laila Dian S. (012106117)

Pembimbing:dr. Budi Nurcahyani, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNGSEMARANG201510

HALAMAN PENGESAHAN

Nama: Desia Laila Dian SaputriNIM: 012106117Fakultas: KedokteranUniversitas: Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )Tingkat: Program Pendidikan Profesi DokterBagian: Ilmu Kesehatan AnakJudul : SEORANG BAYI LAKI-LAKI NEONATAL CUKUP BULAN, SESUAI MASA KEHAMILAN, BAYI BERAT LAHIR CUKUP, Obs. NEONATAL INFECTION DARI IBU HBsAg (+),CAPUT SUCCADANEUM DAN HIPERBILIRUBINEMIA

Demak, April 2015Mengetahui dan MenyetujuiPembimbing Kepaniteraan KlinikBagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Sunan Kalijaga Kab. Demak

Pembimbing

dr.Budi Nur Cahyani, Sp.A

BAB ILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS a. Identitas PasienNama: By. Ny. I AUmur: 0 hariJenis Kelamin: Laki-lakiNo CM : 09.94.54Bangsal: PerinatologiTanggal Lahir: 10 April 2015Tanggal keluar: 15 April 2015

b. Identitas Orang TuaNama Ayah: Tn. NUsia: 33 tahunPendidikan: SMKAgama: IslamPekerjaan: SwastaAlamat: Sidokumpul 3/7 Guntur DemakPernikahan: Pertama

NamaIbu: Ny IUsia: 29 tahunPendidikan: SMPAgama: IslamPekerjaan: SwastaAlamat : Sidokumpul 3/7 Guntur DemakPernikahan: Kedua

II. ANAMNESISAlloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 11 April 2015 di bangsal Melati RSUD Sunan Kalijaga Demak serta didukung catatan medik

a. KeluhanUtamaBayi lahir dari ibu HBsAg+

b. Riwayat Penyakit SekarangTanggal 10 April 2015 Ibu dirujuk oleh Bidan pukul 7.00 ke RSUD Sunan Kalijaga Demak dengan Preeklampsia Ringan (TD : 140/110 dan protein urin (-)). Kemudian pukul 11.05 ibu melahirkan secara spontan di VK. Lahir Bayi laki-laki dari Ibu G2P1A0 umur 29 tahun hamil 39 minggu partus spontan dengan PER.Sesaat setelah bayi lahir tidak ada lilitan tali pusat, menangis kuat, pernapasan baik, gerakan aktif, ditemukan caput succadaneum, anus (+), mekonium (+), APGAR score 8-9-10, BB lahir 3100 gram, PB 50 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 31 cm, ketuban jernih (+), dan plasenta lahir lengkap. Kemudian bayi dirawat di ruang Perawatan Bayi Risiko Tinggi (Peristi) dengan Ibu ibu HbsAg+ dan caput sucadenumSelama 3 hari di rawat di Peristi tubuh bayi mulai dari wajah sampai kaki terlihat kuning kemudian di cek kadar bilirubin yaitu bilirubin total 12,8 bilirubin direct 0,9 bilirubin indirect 11,9. c. Riwayat Kehamilan dan persalinan1. prenatala) Riwayat HaidPasien Haid pertama usia 13 tahun, lama haid 5-6 hari siklus teratur 1 bulan sekali, nyeri saat haid disangkal dan HPHT (5-7-2014)b) Riwayat PernikahanDua kali, dengan suami sekarang sudah menikah selama 1 tahunc) Riwayat Kehamilan SebelumnyaHamil kedua Anak pertama laki-laki umur 8 tahun, lahir spontan di bidan dengan BB 3800 gram PB ibu lupa dan tidak ada masalah sebelum, saat, dan sesudah kelahirand) Riwayat KBPernah memakai pil dan suntik KB dan sudah berhenti selama 5 tahun yang lalu.e) ANCPasien selama kehamilan ini memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke bidan sehingga 9 kali periksa selama hamilf) Imunisasi KehamilanPasien suntik imunisasi TT 1 kali di bidan.g) Riwayat OperasiPasien mengakui tidak pernah operasih) Jamu dan obat-obatanRiwayat minum jamu disangkal, minum tablet zat besi dan vitamin C dari bidan.

d. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat penyakit ibu : 1. Hepatitis : ibu tidak tahuKemudian dianyakan : Kulit Berwarna kekuningan disangakal Pernah kencing seperti teh disangkal Nyeri pada perut kanan atas disangkal Riwayat transfusi darah disangkal Minum alkohol disangkal2. Hipertensi sebelum hamil dan saat hamil disangkal3. Diabetes Mellitus disangkal4. Demam selama hamil disangkal5. Hiperemesis gravidarum disangkal6. Perdarahan selama kehamilan disangkal7. Asma disangkal8. Penyakit TB disangkal9. Penyakit menular seksual disangkal

e. Riwayat Penyakit Keluarga1. Hepatitis disangkal2. Hipertensi disangkal3. Diabetes mellitus disangkal4. Pengobatan TB disangkal

e. Riwayat Sosial EkonomiBiaya pengobatan ditanggung JamkesdaKesan ekonomi: kurang

2. Riwayat Natal :Ibu G2P1A0 hamil 39 minggu melahirkan seorang bayi laki-laki di VK RSUD Sunan Kalijaga Demak partus spontan dengan Ibu PER dan HBs Ag+ BB : 3100 gramPB : 50cmLK : 33cmLD : 31 cmAPGAR score : 8-9-10Kesan : Neonatus laki-laki, cukup bulan, BBLC, obs. Neonatal infection dari ibu HBs Ag+

3. Riwayat postnatalIbu dirawat di ruang melati, bayi dirawat di ruang perinatologi RSUD sunan kalijaga a/i neonatus dengan ibu HbsAg + dan caput succadaneum.Riwayat ImunisasiImunisasi dilakukan pada tanggal 10 April 2015Imunisasi Hepatitis B: 0 bulan (usia 0 hari)Imunisasi Hyperhep : 0 bulan (usia 0 hari)Kesan: Riwayat imunisasi sesuai umur

III. PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik dilakukan tanggal 10 April 2015, di bangsal perinatologi bed 9 RSUD Sunan Kalijaga Demak:Status Present Jenis kelamin: laki-lakiUsia: 0 hariBB: 3100 gramPB: 50 cmLK : 33cmLD : 31 cm

Kurva pertumbuhan Bayi

Kehamilan aterm (39 minggu) dan berat badan bayi 3100 gramKesimpulan : Pertumbuhan normal sesuai masa kehamilan.

Ballard score :

Skor : 21+15 = 36 setara 39 minggu.

Tanda VitalNadi: 140 x/menit, reguler, isi tegangan cukupPernapasan : 30 x/menit, regulerSuhu : 36,00C

Pemeriksaan FisikKeadaan Umum: aktif, pucat (-), tangis kuat, sesak (-), warna kulit kemerahan licin tidak terlihat vena tampak sesak (-). Kesadaran: compos mentisStatus GeneralisKepala: Mesocephale (+), UUB datar (+) caput succadaneum (+) sutura melebar (-) fontanela menonjol (-)Rambut: Hitam, tidak mudah dicabut.Mata: Epicantus melebar (-), palpebra simetris, cekung (+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), secret (-).Telinga: Normotia (+), low set ear (+), bentuk sempurna (+) kembali sempurna (+), dan tidak bengkak.Hidung: Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)Mulut: Palatolabioskizis (-), genioskizis (-), hipersalivasi (-), bibir kering (+), sianosis (-) Leher: Simetris, pembesaran kelenjar (-/-) leher pendek (-)Badan: lanugo banyak di punggungThorax: Simetris, retraksi suprasternal (-) intercostal (-) subcostal (-) pernafasan thorakoabdominal (+), pectus ekscavatus (-) areola jelas tonjolan 1-2 mm (+)Paru-paru0. Inspeksi: Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi (-).0. Palpasi: Stem fremitus kanan dan kiri sama.0. Perkusi: Sonor seluruh lapangan paru0. Auskultasi: Suara dasar : vesikulerSuara tambahan : wheezing (-), ronkhi (-)Jantung0. Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak0. Palpasi: Iktus kordis teraba di sela iga ke V, linea midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.1. Auskultasi: Reguler, Bunyi jantung I-II reguler , gallop (-), bising (-)Abdomen1. Inspeksi : datar1. Palpasi: Supel, nyeri tekan (-) , turgor kulit kembali cepat, massa (-), hepar dan lien tidak teraba.1. Perkusi: Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)1. Auskultasi: Peristaltik (+) normalGenitalia: laki-laki, penis 3 cm, rugae jelas, testis sudah turun

i. AnusAnus (+), rectum (+), meconium (+)

ii. EkstremitasPemeriksaanSuperiorInferior

Jari lengkap+/++/+

Rajah ekstremitas+/++/+Garis lipatan pada seluruh telapak

Kelainan congenital-/--/-

Akral dingin-/--/-

Oedem-/--/-

Capillary refill sel endotel kapiler vilus). HBV dapat menginfeksi seluruh tipe sel pada plasenta sehingga sangat menunjang terjadinya infeksi intra uterin, dimana HBV menginfeksi sel-sel dari desidua maternal hingga ke endotel kapiler vilus. (Roshan, 2005; Lu, 2004) HBV juga menginfeksi sel trofoblas secara langsung, kemudian ke sel mesenkim vilus dan sel endotel kapiler vilus sehingga menyebabkan terjadinya infeksi pada janin. HBV terlebih dahulu menginfeksi janin, kemudian menginfeksi berbagai lapisan sel pada plasenta. HBsAg dan HbcAg ditemukan di sel epidermis amnion, cairan amnion, dan sekret vagina yang menunjukkan bahwa juga memungkinkan untuk terjadinya infeksi ascending dari vagina. HBV dari cairan vagina menginfeksi membran fetal terlebih dahulu, kemudian menginfeksi sel-sel dari berbagai lapisan plasenta mulai dari sisi janin ke sisi ibu. (Lu, 2004) Sejak tahun 1980, ditemukan HBV DNA pada seluruh stadium sel spermatogenik dan sperma dari pria yang terinfeksi HBV. Pada pria-pria tersebut, terjadi sequencing pada anak-anaknya sebanyak 98-100%. HBV DNA terutama berada pada plasma ovum dan sel interstitial. Oosit merupakan salah satu bagian yang dapat terinfeksi pula oleh HBV, sehingga transmisi HBV melalui oosit dapat terjadi. Sebagai kesimpulan, infeksi HBV dapat terjadi melalui plasenta dari darah ibu ke janin, selain itu dapat pula terjadi infeksi HBV melalui vagina dan oosit. (Lu, 2004) Pada saat kelahiran, sistem imun manusia secara umum belum aktif. Transmisi transplasental dari imunoglobulin maternal terjadi terutama pada trimester ketiga dan secara kuantitatif berhubungan dengan usia gestasi. Status imunologis ibu dan antibodi merupakan komponen kritis untuk kualitas dan spesifisitas dari antibodi yang ditransfer. ASI memperpanjang masa transfer pasif IgG dan IgA. Sebagai imunitas pasif, sekalipun antibodi yang ada melindungi terhadap organisme patogen, namun tidak berperan dalam sistem imun yang memiliki daya memori dan konsekuensinya adalah meningkatnya produksi antibodi yang high avidity, dimana keduanya menunjukkan kemampuan bayi untuk berespon terhadap imunisasi. (Domain, 2006) Secara minimal, antigen dalam rahim (in utero) menunjukkan hasil pada repertoire B- dan T-cell pada bayi yang masih polos. Paparan terhadap limfosit yang polos ini meningkat dengan cepat karena banyaknya paparan terhadap antigen yang dimulai sejak kelahiran. Dalam beberapa jam setelah kelahiran, beberapa bayi sudah mendapatkan nutrisi enteral dan spesies bakteri membentuk koloni dalam traktus gastrointestinalis. Kemampuan sel B dan sel T repertoire untuk meng-kloning sendiri, juga untuk membentuk diferensiasi khusus penting artinya dalam membentuk respon imunologis aktif. Respon aktif ini merupakan penanda penting dalam menentukan suksesnya imunisasi. Imaturitas dari respon aktif ini menentukan efikasi dan keamanan dari setiap imunisasi terhadap bayi. (Domain, 2006)

d. DiagnosisTes serologis antigen komersil tersedia untuk mendeteksi HBsAg dan HBeAg, dimana Hepatitis B surface antigen akan terdeteksi selama masa infeksi akut. Jika infeksi yang terjadi bersifat self-limited, maka HBsAg telah hilang sebelum serum anti-HBs terdeteksi (menandakan window period dari infeksi). Jika seorang wanita yang akan melahirkan memiliki riwayat Hepatitis B akut tepat sebelum atau saat kehamilannya, maka wanita tersebut akan di tes segera saat melahirkan, jika tes dilakukan 6 bulan atau lebih dari sejak wanita tersebut sakit, maka tes dibutuhkan untuk menentukan status HBsAg yang terakhir (imun atau karier), terutama jika tes sebelumnya belum lengkap. Wanita hamil dengan status HBsAg negatif, namun dicurigai memiliki riwayat kontak Hepatitis B, maka status HBsAg wanita tersebut harus diperiksa segera setelah melahirkan. (Freij, 1999) Radioimmunoassay dapat digunakan untuk memeriksa anti-HBs, HBsAg, dan anti-HBc. Jika kadar anti-HBs lebih besar dari 100mIU/mL, maka orang tersebut dinyatakan imun. Konsentrasi antara 10-100 mIU/mL dinyatakan memiliki titer rendah. Seseorang dinyatakan sebagai karier jika status HBsAg nya tetap positif dalam 6 bulan. (Snyder, 2000) AxSYM adalah penanda mikropartikel dari enzim yang digunakan untuk mendeteksi secara kualitatif kadar HBsAg pada serum neonatus, dewasa, dan anak-anak. Marker ini digunakan sebagai perangkat diagnosis infeksi akut maupun kronis virus Hepatitis B yang berhubungan dengan hasil laboratorium dan gejala klinis lainnya. Marker ini juga dapat digunakan pada wanita hamil. (Waknine, 2006) ARCHITECT AUSAB Reagen Kit adalah marker penanda mikropartikel chemiluminescent yang digunakan untuk menentukan kadar anti HBs secara kuantitatif pada plasma dan serum orang dewasa, neonatus, dan anak-anak. Perangkat ini digunakan untuk pengukuran kuantitatif reaksi antibodi setelah vaksinasi Hepatitis B, menentukan status imun terhadap HBV, dan menegakkan diagnosis penyakit Hepatitis B jika digunakan bersama hasil laboratorium dan gejala klinis lainnya. (Waknine, 2006) Diagnosis serologis Adanya HBsAg dalam serum tanpa adanya gejala klinik menunjukkan bahwa penderita adalah pembawa HBsAg, yang merupakan sumber yang penting untuk penularan. Adanya HbeAg dalam serum memberi petunjuk adanya daya penularan yang besar. Bila ia menetap lebih dari 10 minggu, merupakan petunjuk terjadinya proses menahun atau menjadi pembawa virus. Adanya anti Hbc IgM dapat kita pakai sebagai parameter diagnostik adanya HBV yang akut, jadi merupakan stadium infeksi yang masih akut. Adanya anti HBc IgG dapat dipakai sebagai petunjuk adanya proses penyembuhan atau pernah mengalami infeksi dengan HBV. Adanya anti HBsAg menunjukkan adanya penyembuhan dan resiko penularan menjadi berkurang dan akan memberi perlindungan pada infeksi baru. Adanya anti HbeAg pertanda prognosis baik. (Matondang, 1984) Skrining untuk HBsAg maternal pada ibu karier merupakan salah satu pemeriksaan rutin antenatal. Walaupun tidak ada bukti bahwa infeksi HBV kronis memiliki efek samping terhadap kehamilan, namun ditemukan bahwa infeksi HBV kronis berhubungan dengan beberapa peningkatan kejadian pada fetal distress, kelahiran prematur, dan peritonitis akibat aspirasi mekonium. Patofisiologi pada fenomena ini belum jelas, namun faktor perbedaan etnik dan aktifitas penyakit pada ibu karier HBsAg juga berperan. (Zhang, 2004) Kriteria ibu mengidap Hepatitis B kronis: 1. Bila ibu mengidap HBsAg positif untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan dan tetap positif selama masa kehamilan dan melahirkan. 2. Bila status HBsAg positif disertai dengan peningkatan SGOT/SGPT, ,maka status ibu adalah pengidap Hepatitis B. 3. Bila disertai dengan peningkatan SGOT/SGPT pada lebih dari lebih dari 3 kali pemeriksaan dengan interval pemeriksaan antara 2-3 bulan, maka status ibu adalah penderita Hepatitis B kronis. 4. Status HBsAg positif tersebut dapat disertai dengan atau tanpa HbeAg positif. (Matondang, 1984).e. Penatalaksanaan bayi dengan ibu HbsAg PositifPada umumnya bayi dengan ibu HBsAg + memiliki nilai Apgar 1 menit dan 5 menit yang lebih rendah dibandingkan bayi normal. Hal ini dimungkinkan karena adanya kecenderungan bahwa bayi dengan ibu HBsAg+ lahir prematur sebelum 34 minggu.

(Jill, 2005) Apabila status HBsAg ibu tidak diketahui, maka bayi preterm dan BBLR harus divaksin Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya. (Jill, 2005; Snyder, 2000; Duarte, 1997) Karena reaksi antibodi bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2000 gram masih kurang bila dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2000 gram, maka bayi-bayi kecil tersebut juga harus mendapat vaksin HBIG dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya. Bayi-bayi dengan berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat menerima vaksin HBIG secepatnya setelah status HBsAg positif ibu diketahui, namun sebaiknya vaksin diberikan sebelum tujuh hari setelah kelahiran bayi tersebut. (Jill, 2005; Pujiarto, 2000) Apabila diketahui bahwa ibu dengan HBsAg positif, maka seluruh bayi preterm, tidak tergantung berapapun berat badan lahirnya, harus menerima vaksin Hepatitis dan HBIG dalam 12 jam setelah kelahirannya. Bayi dengan berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat menerima vaksin Hepatitis B sesuai dengan jadwal, namun tetap harus diperiksakan kadar antibodi anti-HBs dan kadar HBsAg nya dalam jangka waktu 3 bulan setelah melengkapi vaksinasinya. Jika kedua tes tersebut memberikan hasil negatif, maka bayi tersebut dapat diberikan tambahan 3 dosis vaksin Hepatitis B (ulangan) dengan interval 2 bulan dan tetap memeriksakan kadar antibodi anti-HBs dan HBsAg nya. Jika kedua tes tersebut tetap memberikan hasil negatif, maka anak tersebut dikategorikan tidak terinfeksi Hepatitis B, namun tetap dipertimbangkan sebagai anak yang tidak berespon terhadap vaksinasi. Tidak dianjurkan pemberian vaksin tambahan. (Jill, 2005; Matondang, 1984) Bayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram dan lahir dari ibu dengan HBsAg positif mendapatkan vaksinasi Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah kelahiran, dan 3 dosis tambahan vaksin Hepatitis B harus diberikan sejak bayi berusia 1 bulan. Vaksin kombinasi yang mengandung komponen Hepatitis B belum diuji keefektifannya jika diberikan pada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif. Semua bayi dengan ibu HBsAg positif harus diperiksan kadar antibodi terhadap antigen Hepatitis B permukaan (anti-HBS, atau Hepatitis B surface antigen) dan HBsAg pada usia 9 bulan dan 15 bulan, sesudah melengkapi serial imunisasi HBV. Beberapa pendapat mengatakan bahwa tes serologis terhadap antigen dan antibodi tersebut dapat dilakukan 1-3 bulan setelah selesai melaksanakan serial imunisasi Hepatitis B. (Snyder, 2000) Banyak alasan yang mendukung pemberian vaksin Hepatitis tersebut. Bayi-bayi preterm yang dirawat di rumah sakit seringkali terpapar oleh berbagai produk darah melalui prosedur-prosedur bedah yang secara teoritis tentu saja meningkatkan predisposisi terkena infeksi. Pemberian vaksin lebih awal juga akan memperbaiki jika status maternal HBsAg positif dan juga menghindarkan terpaparnya bayi dari anggota keluarga lainnya yang juga HBsAg positif. Hal ini juga menyingkirkan kemungkinan adanya demam yang disebabkan oleh pemberian vaksin lainnya. Usia kehamilan kurang bulan dan kurangnya berat badan lahir bukan merupakan pertimbangan untuk menunda vaksinasi Hepatitis B. Beberapa ahli menganjurkan untuk tetap melakukan tes serologis 1-3 bulan setelah melengkapi jadwal imunisasi dasar.

f. Imuniprofilaksis untuk Hepatitis BImunisasi sesuai jadwal pada anak-anak dengan suspek kontak positif adalah cara preventif utama untuk mencegah transmisi. Untuk mengurangi dan menghilangkan terjadinya transmisi Hepatitis B sedini mungkin, maka dibutuhkan imunisasi yang sifatnya universal. Secara teoritis, vaksinasi Hepatitis B dianjurkan pada semua anak sebagai bagian dari salah satu jadwal imunisasi rutin, dan semua anak yang belum divaksinasi sebelumnya, sebaiknya divaksin sebelum berumur 11 atau 12 tahun. Imunoprofilaksis dengan vaksin Hepatitis B dan Imunoglobulin Hepatitis B segera setelah terjadinya kontak dapat mencegah terjadinya infeksi setelah terjadi kontak dengan virus Hepatitis B. Sangat penting dilakukan tes serologis pada semua wanita hamil untuk mengidentifikasi apakah bayi yang dikandung membutuhkan profilaksis awal, tepat setelah kelahirannya untuk mencegah infeksi Hepatitis B yang terjadi melalui transmisi perinatal. (Pujiarto, 2000) Bayi yang menjadi karier HBV kronis karena imunoprofilaksis yang tidak sempurna, kemungkinan besar terinfeksi saat berada dalam kandungan, atau ibu bayi tersebut memiliki jumlah virus yang sangat banyak atau terinfeksi oleh virus yang telah bermutasi dan lolos dari vaksinasi. Apabila infeksi telah terjadi transplasenta, vaksin HBIg dan HBV tidak dapat mencegah infeksi. (Roshan, 2005)

DAFTAR PUSTAKA

M Sacharin, Rosa. 1986. Prinsip Keperawatan Pediatrik., Jakarta: EGC. Markun. AH.1999. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUIMasjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus. Nelson Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 1. Jakarta : EGCSaifudin, Abdul Bari, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono PrawirohardiSarwono P ( 1986 ), Ilmu Kebidanan, Edisi II, Cetakan 3, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka.Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985), Ilmu Kesehatan Anak, Jilid III, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.Rosa M Sacharin ( 1996 ), Prinsip Keperawatan Pediatrik, Jakarta, EGCRustam Muchtar (1998). Sinopsis Obstetri, EGC. Jakarta. Maternal dan Neonatal, Edisi 1, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,Jakarta.Wholey and Wong (1997), Essential of Pediatric Nursing, St. Louis Mosby.

I. IKTERIK NEONATORUMA. PENGERTIANHiperbilirubinemia (Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning ( Ngastiyah, 1997).B. EPIDEMIOLOGIPada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan.Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.C. KLASIFIKASIIkterus neonatorum dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis (Ngastiyah,1997).1. Ikterus FisiologisIkterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987, Ngastiyah) :a) Timbul pada hari ke2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 dan ke-6.b) Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan.c) Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per harid) Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %e) Ikterus hilang pada 10 hari pertamaf) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu

2. Ikterus Patologis/HiperbilirubinemiaAdalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.

Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah,1997 ) sebagai berikut : Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan. Bilirubin direk lebih dari 1mg%. Peningkatan bilirubin5 mg% atau lebih dalam 24 jam. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis).Ada juga pendapat ahli lain tentang hiperbilirubinemia yaitu Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.D. ETIOLOGI1. Penyebab Ikterus fisiologis Kurang protein Y dan Z Enzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya. Pemberian ASI yang mengandung pregnanediol atau asamlemakbebas yang akan menghambat kerja G-6-PD2. Penyebab ikterus patologisa. Peningkatan produksi : Hemolisis, misalnya pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis . Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid). Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine, sulfonamide, salisilat, sodium benzoat, gentamisisn,dll.c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Sifilis, rubella, meningitis,dll.d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif, hirschsprung.E. PATOFISIOLOGI IKTERUSUntuk lebih memahami tentang patofisiologi ikterus maka terlebih dahulu akan diuraikan tentang metabolisme bilirubin1. Metabolisme BilirubinSegera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati.Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.2. Patofisiologi HiperbilirubinemiaPeningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan.Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.Pada derajat tertentu, Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak.sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

F. TANDA DAN GEJALAMenurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 mol/l.

G. KOMPLIKASIKomplikasi dari hiperbilirubin dapat terjadi Kern Ikterus yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. Gambaran klinik dari kern ikterus adalah : Pada permulaan tidak jelas , yang tampak mata berputar-putar Letargi, lemas tidak mau menghisap. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya epistotonus Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot,epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot. Dapat terjadi tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.

H. DIAGNOSISAnamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi.Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal, dan lain-lain.Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari kemudian.Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit tampak kehijauan.Penilaian ini sangat sulit dikarenakan ketergantungan dari warna kulit bayi sendiri. Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostic lengkap, yang mencakup penentuan fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung lekosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan apusan darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apusan memperlihatkan petunjuk adanya hemolisis akibat nonimunologik.Jika terdapat hiperbilirunemia direk, adanya hepatitis, fibrosis kistis dan sepsis.Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin indirek normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis.a. Ikterus fisiologisDalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah 1 3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl /24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2 -3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2 4, dengan kadar 5 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5 7 kehidupan.b. Hiperbilirubin patologisMakna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang tinggi , berhubungan dengan kadar bilirubin serum yang lebih dari 18 20 mg/dl pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan kernikterus pada kadar yang lebih rendah(1015mg/dl).I. DIAGNOSIS BANDINGIkterus yang timbul 24 jam pertama kehidupan mungkin akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, rubella atau toksoplasmosis congenital. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan septicemia sebagai penyebabnya.Ikterus yang permulaannya timbul setelah minggu pertama kehidupan memberi petunjuk adanya septicemia, atresia kongental saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubella, hepatitis herpetika, anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan dan sebagainya.Ikterus yang persisten selama bulan pertama kehidupan memberi petunjuk adanya apa yang dinamakan inspissated bile syndrome. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi parenteral total.Kadang bilirubin fisiologis dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pylorus.

J. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan sesuai dengan waktu timbulnya ikterus, yaitu :1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertamaPenyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb: Inkompabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain. Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri) Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Kadar Bilirubin Serum berkala. Darah tepi lengkap (blood smear perifer ) untuk menunjukkan sel darah merah abnormal atau imatur, eritoblastosisi pada penyakit Rh atau sferosis pada inkompatibilitas ABO. Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi inkompeten ABO. Test Coombs pada tali pusat bayi baru lahirHasil positif test Coomb indirek membuktikan antibody Rh + anti A dan anti B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh+, anti A, anti B dari neonatus ) Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir. Biasanya Ikterus fisiologis. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam. Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin. Polisetimia. Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll).Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan: Pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan darah Bilirubin berkala. Pemeriksaan skrining Enzim G6PD. Pemeriksaan lain bila perlu.3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama. Sepsis. Dehidrasi dan Asidosis. Defisiensi Enzim G6PD. Pengaruh obat-obat. Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya: Karena ikterus obstruktif. Hipotiroidisme Breast milk Jaundice. Infeksi. Hepatitis Neonatal. GalaktosemiaPemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan: Pemeriksaan Bilirubin berkala. Pemeriksaan darah tepi. Skrining Enzim G6PD. Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.K. PENATALAKSANAAN MEDISBerdasarkan pada penyebabnya, maka manajemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia.Pengobatan mempunyai tujuan : Menghilangkan Anemia Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi Meningkatkan Badan Serum Albumin Menurunkan Serum Bilirubin

Metode terapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat,Menyusui Bayi dengan ASI, Terapi Sinar Matahari1. Fototherapi ( terapi sinar )Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg%. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.Cara kerja terapi sinar yaitu menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawaan tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan melalui urin dan faeces.Di samping itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirubin keluar bersama faeces. Dengan demikian kadar bilirubin akan menurun.Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian terapi sinar adalah :a. Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam.b. Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam.Sebelum digunakan cek apakah lampu semuanya menyala. Tempelkan pada alat terapi sinar ,penggunaan yang ke berapa pada bayi itu untuk mengetahui kapan mencapai 500 jam penggunaan.c. Pasang label , kapan mulai dan kapan selesainya fototerapi.d. Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah; telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata

Komplikasi fototerapi :a. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss (IWL) (penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3kali lebih besar.b. Frekuensi defikasi meningkat sebagai meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan meningkatnya peristaltik usus.c. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar ( berupa kulit kemerahan)tetapi akan hilang setelah terapi selesai.d. Gangguan retina bila mata tidak ditutup.e. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian lampu dimatikan,terapi diteruskan. Jika suhu terus naik lampu semua dimatikan sementara, bayi dikompres dingin dan diberikan ekstra minum.f. Komplikasi pada gonad yang diduga menimbulkan kemandulan.

2. Tranfusi PenggantiTransfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor : Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama. Tes Coombs Positif Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl. Bayi dengan Hidrops saat lahir. Bayi pada resiko terjadi Kern IkterusTransfusi Pengganti digunakan untuk : Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan) Menghilangkan Serum Bilirubin Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan BilirubinPada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurangdari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

3. Terapi ObatPhenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya.Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

4. Menyusui Bayi dengan ASIBilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin.Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI.Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat mempengaruhi kadar bilirubinnya. Sayang, apakah komponen tersebut belum diketahui hingga saat ini.Yang pasti, kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua setelah bayi lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk sementara ibu tak boleh menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal, baru boleh disusui lagi.

5. Terapi Sinar MatahariTerapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan.Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit.Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan telentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan antara jam 7.00 sampai 9.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Di bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di atas jam sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit.Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak matanya.Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan udara harus bersih.