referat stroke ok

63
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Stroke sudah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum zaman Hippocrates. Soranus dari Ephesus (98 - 138) di Eropa telah mengamati beberapa faktor yang mempengaruhi stroke. Hippocrates adalah Bapak Kedokteran asal Yunani. Ia mengetahui stroke 2400 tahun silam. Kala itu, belum ada istilah stroke. Hippocrates menyebutnya dalam bahasa Yunani: apopleksi. Artinya, tertubruk oleh pengabaian. Sampai saat ini, stroke masih merupakan salah satu penyakit saraf yang paling banyak menarik perhatian (Aliah et al, 2007; Sutrisno 2007) Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, Stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan. Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif. 1 1

Upload: helda-septivany

Post on 18-Feb-2016

44 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

stroke

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Stroke Ok

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Stroke sudah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum zaman Hippocrates.

Soranus dari Ephesus (98 -138) di Eropa telah mengamati beberapa faktor yang

mempengaruhi stroke. Hippocrates adalah Bapak Kedokteran asal Yunani. Ia

mengetahui stroke 2400 tahun silam. Kala itu, belum ada istilah stroke.

Hippocrates menyebutnya dalam bahasa Yunani: apopleksi. Artinya, tertubruk

oleh pengabaian. Sampai saat ini, stroke masih merupakan salah satu penyakit

saraf yang paling banyak menarik perhatian (Aliah et al, 2007; Sutrisno 2007)

Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau

ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf.

Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya,

Stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.

Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih

merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya.

Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan stroke

yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.

1.2 TUJUAN

Adapun tujuan dari makalah ini ialah:

1. Untuk mengetahui definisi Stroke

2. Untuk mengetahui epidemiologi stroke

3. Untuk mengetahui klasifikasi Stroke

1

1

Page 2: Referat Stroke Ok

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI

Menurut WHO (World Health Organisation), stroke adalah menifestasi klinik dari

gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang

berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut,

tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler. Istilah kuno

apopleksia serebri sama maknanya dengan Cerebrovascular Accidents/Attacks

(CVA) dan Stroke (Aliah et al, 2007).

Stroke dapat disebabkan baik iskemik (80%) maupun hemoragik (20%). Stroke

Hemorrhagic meliputi pendarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage)

sebanyak 15% dan pendarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada

jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage) sebanyak 5%

(Warlow, 2008).

2.2. EPIDEMIOLOGI

Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di

dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin

penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang

berkembang (Feigin, 2006)

Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di

dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah

meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan

17,5 juta kasus stroke di dunia (Sutrisno, 2007)

2

2

Page 3: Referat Stroke Ok

Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang

menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker.

Di negeri Paman Sam ini, setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke.

Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus

lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 persen penderita stroke menderita

lumpuh dan kehilangan pekerjaan (Sutrisno, 2007)

Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker.

Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita

kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang dapat sembuh

total dari serangan stroke dan kecacatan (Sutrisno, 2007)

2.3.   ANATOMI

Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis

interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah

memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak

melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan

arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri

serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah

bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis (Aliah et al,

2007)

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di

arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna

vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu

mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas

medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah

mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri

basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani

darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis (Aliah et al,

2007)

3

3

Page 4: Referat Stroke Ok

Gambar 1: Arteri pada Otak

Ke tiga pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak,

dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil

menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-

cabang arteri serebri lainya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada

sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral,

yaitu:

Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh

arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang

menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri

media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan

arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini

terletak di dasar otak.

Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di

daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke

arteri maksilaris eksterna.

Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh

darah ekstrakranial).

4

4

Page 5: Referat Stroke Ok

Gambar 2: Rangkaian pembuluh darah di otak.

Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut,

sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan

otak (Aliah et al, 2007).

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang

mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena

eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke

sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui

vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung (Aliah et al, 2007).

2.4 FISIOLOGI

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem

vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian

posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor.

Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem

arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor

ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya

(kemampuan untuk membeku) (Aliah et al, 2007).

Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor

jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh

5

5

Page 6: Referat Stroke Ok

darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan

berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol

otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal

bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg) (Aliah et al, 2007).

Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya

seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.

Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang

asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah

parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi

(Aliah et al, 2007).

Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan

koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah

lambat, akibat ADO menurun (Aliah et al, 2007).

2.5 FAKTOR RISIKO

Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter

untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko

stroke, yakni:

1. Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)

2. Hipertensi

3. Merokok

4. Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan

fibrilasi atrium kiri)

5. Hiperkolesterolemia

6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler

Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas

darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi

mengalami stroke non hemoragik (Hassman, 2010; Mardjono,2006; Giraldo 2010)

6

6

Page 7: Referat Stroke Ok

2.6 TANDA UMUM

Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh

informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang

secara sederhana mempunyai tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat

difahami. Hal ini penting agar semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi

terhadap bahaya serangan stroke. Adapun tanda-tanda serangan stroke ialah :

Rasa bebal atau mati mendadak atau kehilangan rasa dan lemas pada

muka, tangan atau kaki, terutama pada satu bagian tubuh saja.

Rasa bingung yang mendadak, sulit bicara atau sulit mengerti.

Satu mata atau kedua mata mendadak kabur.

Mendadak sukar berjalan, terhuyung dan kehilangan keseimbangan.

Mendadak merasa pusing dan sakit kepala tanpa diketahui sebab

musababnya.

Selain itu harus dijelaskan pula kemungkinan munculnya tanda-tanda

ikutan lain yang bisa timbul dan atau harus diwaspadai, yaitu;

Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.

Rasa pingsan mendadak, atau merasa hilang kesadaran secara mendadak.

2.7 STROKE NON HEMORAGIK

Stroke non hemoragik / iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis (Aliah et al,

2007) :

1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) dimana gejala

neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan

menghilang dalam waktu 24 jam.

2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit

(RIND) dimana ejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu

lebih dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

7

7

Page 8: Referat Stroke Ok

3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution) dimana gejala

neurologik timbul makin lama makin berat.

4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) dimana gejala klinis

sudah menetap.

A. Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh

emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik

juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler,

setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan

timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan

infark serebri (Hassman, 2010).

1. Emboli.

Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi

dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik (Mardjono, 2006). Embolus

yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari “plaque

athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima

arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher (Hassman, 2010).

Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan “shunt” yang

menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel; penyakit

jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup

mitralis; fibralisi atrium; infarksio kordis akut; embolus yang berasal dari vena

pulmonalis; dan kadang-kadang pada kardiomiopati dan fibrosis endrokardial.

Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen

di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard

(Hassman, 2010).

Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai embolia septik,

misalnya dari abses paru atau bronkiektasis; metastasis neoplasma yang sudah tiba

8

8

Page 9: Referat Stroke Ok

di paru; dan embolisasi lemak dan udara atau gas Nitrogen (seperti penyakit

“caisson”) (Hassman, 2010).

2. Trombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar

(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus

Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering

adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri

karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi

aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis

(ulserasi plak), dan perlengketan platelet (Hassman, 2010).

Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,

defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan

vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang

menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke

trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis) (Hassman, 2010).

B. Patofisiologi

Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya aterosklerosis (terbentuknya

ateroma) dan arteriolosklerosis (Aliah et al, 2007; Gilardo 2010).

Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan

cara menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran

darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau peredaran

darah aterom, terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli, dan

menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang

kemudian dapat robek (Aliah et al, 2007).

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain(1)

Keadaan pembuluh darah (bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau

tersumbat oleh thrombus/embolus), keadaan darah (viskositas darah yang

9

9

Page 10: Referat Stroke Ok

meningkat, polisetemia, dan anemia berat), tekanan darah sistematik, dan kelainan

jantung (Aliah et al, 2007).

C. Diagnosis

1. Gambaran Klinis

a. Anamnesis

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit

neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.

Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan

non hemoragik meskipun gejalah seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan

tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejalah

umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau

qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria,

ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-

gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan

(Hassman, 2010).

Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala diatas juga penting untuk menentukan

perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu

dalam mencari gejalah atau onset stroke seperti stroke terjadi saat pasien sedang

tertidur, pasien tidak mampu untuk mencari pertolongan, penderita atau penolong

tidak mengetahui gejala-gejala stroke, dan beberapa kelainan yang gejalanya

menyerupai stroke seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural

hematom, ensefalitis, dan hiponatremia (Hassman, 2010)

b. Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,

memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan

menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus

mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi,

dan iritasi meningen (Hassman, 2010).

10

10

Page 11: Referat Stroke Ok

Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan

pemeriksaan fundus okuli (retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik

ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis).

Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan

napasnya sendiri (Hassman, 2010).

c. Pemeriksaan Neurologi

Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejalah stroke,

memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan

menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi.

Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status

mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan

sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang

belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda rangsang meningen pun harus

dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s

palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu

mengangkat alis atau mengerutkan dahinya (Hassman, 2010; Cung, 1999).

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang

tersumbat (Hassman, 2010; Cung, 1999).

Arteri serebri media (MCA). Gejala-gejalanya antara lain hemiparese

kontralateral, hipestesi kontralateral, hemianopsia ipsilateral, agnosia,

afasia, dan disfagia. Karena MCA memperdarahi motorik ekstremitas atas

maka kelemahan tungkai atas dan wajah biasanya lebih berat daripada

tungkai bawah.

Arteri serebri anterior. Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga

menyebabkan gangguan bicara, timbulnya refleks primitive (grasping dan

sucking reflex), penurunan tingkat kesadaran, kelemahan kontralateral

(tungkai bawah lebih berat dari pada tungkai atas), defisit sensorik

kontralateral, demensia, dan inkontinensia uri.

11

11

Page 12: Referat Stroke Ok

Arteri serebri posterior. Menimbulkan gejala seperti hemianopsia

homonymous kontralateral, kebutaan kortikal, agnosia visual, penurunan

tingkat kesadaran, hemiparese kontralateral, gangguan memori.

Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior). Umumnya sulit dideteksi

karena menyebabkan defisit nervus kranialis, serebellar, dan batang otak

yang luas. Gejala yang timbul antara lain vertigo, nistagmus, diplopia,

sinkop, ataksia, peningkatan refleks tendon, tanda Babynski bilateral,

tanda serebellar, disfagia, disatria, dan rasa tebal pada wajah. Tanda khas

pada stroke jenis ini adalah temuan klinis yang saling berseberangan

(defisit nervus kranialis ipsilateral dan deficit motorik kontralateral).

Arteri karotis interna (sirkulasi anterior). Gejala yang ada umumnya

unilateral. Lokasi lesi yang paling sering adalah bifurkasio arteri karotis

komunis menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Adapun cabang-

cabang dari arteri karotis interna adalah arteri oftalmika (manifestasinya

adalah buta satu mata yang episodik biasa disebut amaurosis fugaks),

komunikans posterior, karoidea anterior, serebri anterior dan media

sehingga gejala pada oklusi arteri serebri anterior dan media pun dapat

timbul.

Lakunar stroke. Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri

perforans kecil di daerah subkortikal profunda otak. Diameter infark

biasanya 2-20 mm. Gejala yang timbul adalah hemiparese motorik saja,

sensorik saja, atau ataksia. Stroke jenis ini biasanya terjadi pada pasien

dengan penyakit pembuluh darah kecil seperti diabetes dan hipertensi.

2. Gambaran Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula

menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,

trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan

kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia. Pemeriksaan

kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejala seperti

stroke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukkan penyakit yang

diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal) (Hassman, 2010).

12

12

Page 13: Referat Stroke Ok

Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada

pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik

dan antikoagulan (Hassman, 2010). Biomarker jantung juga penting karena

eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain

juga mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung

dengan hasil yang buruk dari stroke (Hassman, 2010).

3. Gambaran Radiologi

a. CT scan kepala non kontras

Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke

non hemoragik secara tepat karena pasien stroke non hemoragik memerlukan

pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna

untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan

adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,

abses) (Hassman, 2010).

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah

6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan

terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas

di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke.

Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,

hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perbedaan gray-

white matter (Hassman, 2010; Li, et al, 2010)

b. CT perfussion

Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi

daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah

kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan

terjadinya iskemik di daerah tersebut (Hassman, 2010).

13

13

Page 14: Referat Stroke Ok

c. CT angiografi (CTA)

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA).

Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang

menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA

juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami

hipoperfusi memberikan gambaran hipodense (Hassman, 2010).

d. MR angiografi (MRA)

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal

pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya

memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang

(Hassman, 2010, Li, 2010).

Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2

standar dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti diffusion-weighted

imaging (DWI) dan perfussion-weighted imaging (PWI) untuk meningkatkan

sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non hemoragik akut. DWI dapat

mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT scan dan MRI. Selain itu, DWI juga

dapat mendeteksi iskemik pada daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung

perfusi daerah di otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras

dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan

(Hassman, 2010).

e. USG, EKG, dan Roentgen Dada

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau

oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG

transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih

lanjut termasuk di antaranya arteri serebri media, arteri karotis intrakranial, dan

arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan EKG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua

pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli

kardiogenik. Transesofageal EKG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta

14

14

Page 15: Referat Stroke Ok

thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi

pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan

jantung adalah foto thoraks (Hassman, 2010).

D. Penatalaksanaan

Target manajemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan pasien

dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan

dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba.

Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi,

pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan dari

pemberian terapi trombolitik (Hassman, 2010; Giraldo,2010)

1. Penatalaksanaan Umum

a. Airway and breathing

Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten

memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

(TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari

intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka

target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena

untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika

pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya

hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non

hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis

atau pun GERD (Hassman, 2010; Price, 2008; Ngurah, 2007; Hughes & Miller,

2003).

b. Circulation

Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan

pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia

jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat

15

15

Page 16: Referat Stroke Ok

menyebabkan terjadinya stroke (Hassman, 2010; Price, 2008; Ngurah, 2007;

Hughes & Miller, 2003).

c. kontrol gula darah

Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis

yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengan

normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa

dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu

iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara

ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-

140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien

pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin

(Hassman, 2010; Price, 2008; Ngurah, 2007; Hughes & Miller, 2003).

d. Posisi kepala pasien

Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal jika

pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus

stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala

ditinggikan sekitar 30-45 derajat (Hassman, 2010; Price, 2008; Ngurah, 2007;

Hughes & Miller, 2003).

e. kontrol tekanan darah

Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan

tekanan intra kranial, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan

vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan

cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu,

usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan

perfusi yang nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan

bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan

darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120

16

16

Page 17: Referat Stroke Ok

mmHg) atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik

(Hassman, 2010; Price, 2008; Ngurah, 2007; Hughes & Miller, 2003).

Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke non

hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk

mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg,

dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ

end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan

gejala stroke serta komplikasinya harus ditangani (Hassman, 2010; Price, 2008;

Ngurah, 2007; Hughes & Miller, 2003).

Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-140

mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2 menit

jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10

menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat

diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai

efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga

mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan

nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian terapi

ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen (Hassman, 2010; Price,

2008; Ngurah, 2007; Hughes & Miller, 2003).

Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185

mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi.

Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian

trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi yang

dapat diberikan adalah labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang

satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5

mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam (Hassman, 2010; Price,

2008; Ngurah, 2007; Hughes & Miller, 2003).

Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus

diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam

berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan

17

17

Page 18: Referat Stroke Ok

darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah

selama opname jika TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg

maka dapat diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang

selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse

hingga 2-8 mg/menit. Namun jika TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik

121-140 mmHg dapat diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine

infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam. Penggunaan nifedipin

sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena dapat menyebabkan hipotensi

ekstrim (Hassman, 2010; Price, 2008; Ngurah, 2007; Hughes & Miller, 2003).

f. kontrol demam

Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena

hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan trauma

neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia

otak ringan dapat berfungsi sebagai neuroprotektor (Hassman, 2010; Price, 2008;

Ngurah, 2007; Hughes & Miller, 2003).

g. kontrol edema serebri

Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan

mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan

pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan

cepat (Hassman, 2010; Price, 2008; Ngurah, 2007; Hughes & Miller, 2003).

h. kontrol kejang

Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset.

Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel

kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan

(Hassman, 2010; Price, 2008; Ngurah, 2007; Hughes & Miller, 2003).

18

18

Page 19: Referat Stroke Ok

2. Penatalaksanaan Khusus

a. Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena

akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang

mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya (Majalah

Kedokteran Atma Jaya, 2002).

Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke)

di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah

onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis

tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam.

Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau

hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang

diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat

pengakuan FDA pada tahun 1996 (Majalah Kedokteran Atma Jaya, 2002).

Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke Study

(ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg)

diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah onset.

Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara keseluruhan hasil

dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi pada penelitian

kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan

dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien

yang meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral

dijumpai sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di

Eropa (Majalah Kedokteran Atma Jaya, 2002).

Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk

mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar

sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela

waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara objektif belum terbukti

rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang penelitian dari The Multicenter Acute

19

19

Page 20: Referat Stroke Ok

Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase

1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata

meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke

iskemik akut tidak dianjurkan (Majalah Kedokteran Atma Jaya, 2002).

b. Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam.

Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke

telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif

dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah

trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat

kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya

perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut (Majalah Kedokteran

Atma Jaya, 2002).

Warfarin. Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein

plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat

urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10

mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren

dan gastrointestinal ( Wibowo & Gofir, 2004)

Heparin. Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal

terdapat pada sel mast. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat

dalam proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi

ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi

lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau

infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50

mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis

disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit,

dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang

merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi:

sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan

segala sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu

20

20

Page 21: Referat Stroke Ok

diberi protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir.

Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg

heparin (100 unit) ( Wibowo & Gofir, 2004).

c.Hemoreologi

Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit,

berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar

fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan

pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi

hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan

cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan

menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan

mengurangi viskositas darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari,

maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset (Majalah

Kedokteran Atma Jaya, 2002).

d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

Aspirin. Obat ini menghambat siklooksigenase, dengan cara menurunkan

sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti

thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan

stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80

mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan

dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975

mg/hari dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang

efikasius.

Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus

diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi

puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di

otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif.

Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4

jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).

21

21

Page 22: Referat Stroke Ok

Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang

diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang

merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan

diduga: sindrom Reye.

Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain

adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal ini

memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic

acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid –

oksigenase). Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah

aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis

rendah aspirin.

Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg

(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak

pembentukan agregasi platelet. Sayang ada yang mendapatkan bukti

bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita (Wibowo & Gofir, 2004).

Tiklopidin dan klopidogrel. Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal

dengan terapi aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau klopidogrel.

Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan

melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan

penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan

antraksi platelet-platelet. Menurut suatu studi, angka fatalitas dan

nonfatalitas stroke dalam 3 tahun dan dalam 10 persen untuk grup

tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin. Resiko relatif berkurang 21

persen dengan penggunaan tiklopidin.

Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadap

terapi tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik. Berdasarkan

sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin

lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah

serangan ulang stroke iskemik.

22

22

Page 23: Referat Stroke Ok

Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4

persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah

putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi

jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik

(Wibowo & Gofir, 2004).

e. Terapi Neuroprotektif

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik

dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang

terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan

jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai

terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun pada

manusia (Majalah Kedokteran Atma Jaya, 2002).

f. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien

semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka

pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan (Simon, 2010).

Karotis Endarterektomi. Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari

arteri karotis interna yang mengalami stenosis. Pada pasien yang

mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior atau yang mengalami

stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat maka kombinasi

Carotid endarterectomy is a surgical procedure that cleans out plaque and

opens up the narrowed carotid arteries in the neck.endarterektomi dan

aspirin lebih baik daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah

stroke. Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah

vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat

prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen (Simon, 2010).

23

23

Page 24: Referat Stroke Ok

Gambar 3. Endarterektomi adalah prosedur pembedahan yang menghilangkan

plak dari lapisan arteri

Angioplasti dan Sten Intraluminal. Pemasangan angioplasti transluminal

pada arteri karotis dan vertebral serta pemasangan sten metal tubuler untuk

menjaga patensi lumen pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian.

Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman dilaksanakan

dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi

restenosis lebih besar (Simon, 2010).

E. Komplikasi

Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema

serebral, transformasi hemoragik, dan kejang. Edema serebral yang signifikan

setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun agak jarang (10-20%). Indikator awal

iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah indikator independen

untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan terapi lain untuk

mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat,

meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih

lanjut belum diketahui.

Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark mereka. Hal ini

diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya

trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan

neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma yang

memerlukan evakuasi. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode

24

24

Page 25: Referat Stroke Ok

pemulihan. Post-stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa

pasien yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure

disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang

sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.

F. Prognosis

Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting adalah

sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,

penyebab stroke, dan gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi

prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke

bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan

hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan,

mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat

dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi

independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional (Gillardo,

2010 ; Goldstein, 2010 ; Price, 2008)

2.8 STROKE HEMORAGIK

Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak

didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri

diantara lapisan pembungkus otak, piamater dan arachnoidea (WHO, 2005).

A. Etiologi

Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh (Qureshi, 2001):

Hipertensi. Pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan

degeneratif akibat hipertensi yang tidak terkontrol. Resiko tahunan

perdarahan rekuren adalah 2%, dapat dikurangi dengan pengobatan

hipertensi. Diagnosis berdasarkan riwayat klinis.

25

25

Page 26: Referat Stroke Ok

Amyloid Angiopathy. Pecahnya arteri ukuran kecil dan menengah, dengan

deposisi protein β-amyloid; dapat berupa perdarahan lobar pada orang

berusia diatas 70 tahun; risiko tahunan perdarahan rekuren adalah 10,5%.

Diagnosis berdasarkan riwayat klinis dan juga imaging seperti CT Scan,

MRI, dan juga Angiography.

Arteriovenous Malformation. Pecahnya pembuluh darah abnormal yang

menghubungkan arteri dan vena. Resiko tahunan perdarahan rekuren 18%

namun dapat dikurangi dengan eksisi bedah, embolisasi, dan radiosurgery.

Diagnosis berdasarkan imaging seperti MRI dan angiografi konvensional.

Aneurisma intracranial. Pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran

medium, biasanya berhubungan dengan perdarahan subarachnoid. Resiko

perdarahan rekuren 50% dalam 6 bulan pertama, dimana berkurang 3%

tiap tahunnya, surgical clipping atau pemasangan endovascular coils dapat

secara signifikan mengurangi resiko perdarahan rekuren Diagnosis

berdasarkan imaging sperti MRI dan angiografi.

Angioma Kavernosum. Pecahnya pembuluh darah kapiler abnormal yang

dikelilingi oleh jaringan ikat; resiko perdarahan rekuren 4,5% namun dapat

dikurangi dengan eksisi bedah atau radiosurgery; diagnosis berdasarkan

gambaran MRI.

Venous Angioma. Merupakan pecahnya pelebaran venula abnormal.

Resiko perdarahan ulangan sangat kecil (0,15%). Diagnosis berdasarkan

gambaran MRI dan angiografi konvensional.

Dural venous sinus thrombosis. Perdarahan yang diakibatkan oleh infark

venosus hemorhagik. Antikoagulan dan agen trombolitik transvenosus

dapat memperbaiki outcome. Resiko perdarahan rekuren adalah 10%

dalam 12 bulan pertama dan kurang dari 1% setelahnya. Diagnosis

berdasarkan gambaran MRI dan angiografi.

Neoplasma intracranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan

neoplasma yang hipervaskular. Outcome jangka panjang ditentukan oleh

karakterisitik dari neoplasma tersebut. Diagnosis berdasrkan gambaran

MRI.

26

26

Page 27: Referat Stroke Ok

Koagulopathy. Paling banyak disebabkan oleh penggunaan antikoagulan

dan agen trombolitik. Koreksi cepat abnormalitas bersangkutan penting

untuk menghentikan perdarahan. Diagnosis berdasarkan riwayat klinis.

Penggunaan kokain dan alcohol. Perdarahan terjadi jika memang sudah

terdapat abnormalitas vascular yang mendasari. Diagnosis berdasarkan

riwayat klinis.

B. Manifestasi Klinis

Dari semua penyakit serebrovaskular, stroke hemoragik merupakan yang

paling dramatis. Stroke hemoragik mempunyai morbiditas yang lebih parah

dibanding dengan stroke iskemik, begitu juga tingkat mortalitas yang lebih

tinggi. Pasien dengan stroke hemoragik mempunyai defisit neurologis yang

sama dengan stroke iskemik namun cenderung lebih parah (Nassisi, 2008).

Beberapa gejala khas terjadinya perdarahan intraserebral (Ropper, 2005) yaitu

hipertensi reaktif akut, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk, dan kejang.

Adapun sindroma utama yang menyertai stroke hemorhagik menurut Smith

(2005) dapat dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu:

Putaminal Hemorrhages. Putamen merupakan tempat yang paling

sering terjadi perdarahan, juga dapat meluas ke kapsula interna.

Hemiparesis kontralateral merupakan gejala utama yang terjadi. Pada

perdarahan yang ringan, gejala diawali dengan paresis wajah ke satu

sisi, bicara jadi melantur, dan diikutii melemahnya lengan dan tungkai

serta terjadi penyimpangan bola mata. Pada perdarahan berat dapat

terjadi penurunan kesadaran ke stupor ataupun koma akibat kompresi

batang otak.

Thalamic Hemorrhages. Gejala utama di sini adalah terjadi kehilangan

sensorik berat pada seluruh sisi kontralateral tubuh. Hemiplegia atau

hemiparesis juga dapat terjadi pada perdarahan yang sedang sampai

berat akibat kompresi ataupun dekstruksi dari kapsula interna di

dekatnya. Afasia dapat terjadi pada lesi hemisfer dominan, dan neglect

27

27

Page 28: Referat Stroke Ok

kontralateral pada lesi hemisfer non-dominan. Hemianopia homonim

juga dapat terjadi tetapi hanya sementara. 

Pontine Hemorrhages. Koma dalam dengan kuadriplegia biasanya

dapat terjadi dalam hitungan menit. Sering juga terjadi rigiditas

deserebrasi serta pupil "pin-point" (1 mm). Terdapat kelainan refleks

gerakan mata horizontal pada manuver okulosefalik (doll's head)

ataupun tes kalorik. Kematian juga sering terjadi dalam beberapa jam.

Cerebellar Hemorrhages. Perdarahan serebellar biasanya ditandai

dengan gejala-gejala seperti sakit kepala oksipital, muntah berulang,

serta ataksia gait. Dapat juga terjadi paresis gerakan mata lateral ke

arah lesi, serta paresis saraf kranialis VII. Seiring dengan berjalannya

waktu pasien dapat menjadi stupor ataupun koma akibat kompresi

batang otak.

Lobar Hemorrhages. Sebagian besar perdarahan lobar adalah kecil dan

gejala yang terjadi terbatas menyerupai gejala-gejala pada stroke

iskemik.

C. Diagnosis dan Pemeriksaan Tambahan

Sebelum dikenal adanya CT scan, pemeriksaan CSF merupakan metode yang

paling sering dipakai untuk menegakkan diagnosis dari stroke hemorhagik.

Adanya darah atau CSF yang xanthokromik mengindikasikan adanya

komunikasi adantara hematom dengan rongga ventrikular namun jarang pada

hematoma lobar atau yang kecil. Secara umum, pungsi lumbal tidak

direkomendasikan, karena hal ini dapat menyebabkan atau memperparah

terjadinya herniasi. Selain itu dapat terjadi kenaikan leukosit serta LED pada

beberapa pasien.

Computerized tomography (CT) serta kemudian magnetic resonance imaging

(MRI) memberikan visualisasi langsung dari darah serta produknya di

ekstravaskuler. Komponen protein dari hemoglobin bertanggung jawab lebih

dari 90% hiperdensitas gambaran CT pada kasus perdarahan, sedangkan

paramagnetic properties dari hemoglobin bertanggung jawab atas perubahan

28

28

Page 29: Referat Stroke Ok

sinyal pada MRI. CT scan dapat mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan

akut. Lesi menjadi hipodens dalam 3 minnggu dan kemudian membentuk

suatu posthemorrhagic pseudocyst. Perbedaan antara posthemorrhagic

pseudocyst dari kontusio lama, lesi iskemik atau bahkan astrositoma mungkin

dapat menjadi sulit. MRI dapat membedaakan 5 stage dari perdarahan

berdasarkan waktunya yaitu: hiperakut, akut, subakut stage I, subakut stage II,

dan kronik.

Penggunaan angiography pada diagnosis dari PIS (Perdarahan Intra Cerebral)

menurun setelah adanya CT dan MRI. Peranan utama dari angiografi adalah

sebagai alat diagnosis etiologi dari PIS non-hipertensif seperti AVM,

aneurysm, tumor dll, PIS multipel, dan juga PIS pada tempat-tempat atipikal

(hemispheric white matter, head of caudate nucleus). Walaupun demikian

penggunaannya tetap terbatas oleh karena perkembangan imaging otak yang

non-invasif (El Mitwalli, 2000).

D. Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan stroke meliputi (PERDOSSI, 2007):

1. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut

a. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

Evaluasi cepat dan diagnosis oleh karena jendela terapi stroke akut sangat

pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan

tanda klinik meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

neurologik dan skala stroke, dan studi diagnostik stroke akut (CT scan

tanpa kontras, KGD, elektrolit darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda

iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi oksigen).

29

29

Page 30: Referat Stroke Ok

Terapi Umum

Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan. perbaikan jalan nafas dengan

pemasangan pipa orofaring. Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen

Stabilisasi hemodinamik. berikan cairan kristaloid atau koloid intravena

(hindari cairan hipotonik), optimalisasi tekanan darah (bila tekanan

darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi dapat diberikan

obat-obat vasopressor), pemantauan jantung harus dilakukan selama 24

jam pertama (bila terdapat CHF konsul ke kardiologi).

Pemeriksaan awal fisik umum. tekanan darah, pemeriksaan jantung,

pemeriksaan neurologi umum awal (Derajat kesadaran, Pemeriksaaan

pupil dan okulomotor, Keparahan hemiparesis)

Pengendalian peninggian TIK. pemantauan ketat terhadap risiko edema

serebri (perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama

stroke), Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan

pasien yang mengalami penurunan kesadaran, sasaran terapi pada TIK <

20 mmHg , elevasi kepala 20-30º, hindari penekanan vena jugulare,

hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik, hindari

hipertermia, jaga dalam keadaan normovolemia, osmoterapi atas indikasi

( manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam,

kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV),

intubasi untuk menjaga normoventilasi, drainase ventrikuler dianjurkan

pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar

Pengendalian Kejang. bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-

20 mg dan diikuti phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan

kecepatan maksimum 50 mg/menit. Pada stroke perdarahan intraserebral

dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan

kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.

Pengendalian suhu tubuh. setiap penderita stroke yang disertai demam

harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya. Beri

asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC

Pemeriksaan penunjang. EKG, laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal,

hematologi dan faal hemostasis, KGD, analisa urin, AGDA dan

30

30

Page 31: Referat Stroke Ok

elektrolit), bila curiga PSA lakukan punksi lumbal, dan pemeriksaan

radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

b. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap

Cairan. Berikan cairan isotonis (seperti 0,9% salin , CVP pertahankan

antara 5-12 mmHg), kebutuhan cairan 30 ml/kgBB, balans cairan

diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah

pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan, elektrolit (sodium, potassium,

calcium, magnesium) harus selalu diperiksaa dan diganti bila terjadi

kekurangan, asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil

AGDA, hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.

Nutrisi. Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam, beri makanan lewat

pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun,

pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.

Pencegahan dan mengatasi komplikasi. Obilisasi dan penilaian dini untuk

mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT,

emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan fraktur), berikan

antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman,

pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.

Penatalaksanaan medik yang lain. Hiperglikemia pada stroke akut harus

diobati dan terjaga normoglikemia, jika gelisah dapat diberikan

benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya, analgesik dan anti muntah

sesuai indikasi, berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi, mobilisasi

bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil, rehabilitasi, edukasi

keluarga, dan discharge planning.

c. Penatalaksanaan Khusus

31

31

Page 32: Referat Stroke Ok

1. Farmakologis

Terapi hemostatik

Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat

hemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemophilia yang resisten

terhadap pengobatan factor VII replacement dan juga bermanfaat untuk

penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.

Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek yang

menguntungkan. Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya

adalah highly-significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian

dilakukan setelah lebih dari 3 jam.

Reversal of Anticoagulation

Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya di berikan

fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin

K.. Prothrombic complex concentrate suatu konsentrat dari vitamin K

dependent coagulation factor II, VII,IX, X, menormalkan INR lebih

cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah

sehingga aman untuk jantung dan ginjal.

Dosis tunggal intravena rFVIIa 10µ/kg- 90 µ/kg pada pasien PIS yang

memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.

Pemberian obat ini harus tepat diikuti dengan coagulation factor

replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.

Pasien PIS akibat penggunaan unfractioned or low moleculer weight

heparin diberikan Protamine Sulfat dan pasien dengan trombositopenia

atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal

Desmopressin, transfusi platelet atau keduanya. Pada pasien yang

memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat

dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya perdarahan.

32

32

Page 33: Referat Stroke Ok

2. Tindakan Bedah

Tidak dioperasi bila pasien mengalami perdarahan kecil (<10 cm3) atau

defisit neurologis minimal dan pasien dengan GCS ≤4 kecuali pasien

GCS ≤4 dengan perdarahan serebelar disertai kompresi batang otak

masih mungkin untuk life saving.

Dioperasi pada pasien dengan perdarahan serebelar >3 cm dengan

perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari

obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah, perdarahan intra serebral

dengan lesi structural seperti aneurisma, malformasi AV atau angioma

cavernosa yang struktur lesinya terjangkau, pasien usia muda dengan

perdarahan lobar sedang sampai dengan besar yang memburuk, dan

embedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda

dengan perdarahan lobar yang luas (≥ 50)

E. Prognosis

Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume

perdarahan. Semakin rendah nilai Skala Koma Glasgow maka prognosis

semakin buruk dan tingkat mortalitasnya tinggi. Semakin besar volume

perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah di dalam

ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di

dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat (Nassisi,

2009). Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus atau efek

massa langsung dari darah ventrikular pada struktur periventrikular, yang

mana berhubungan dengan hipoperfusi global korteks yang didasarinya. Darah

ventrikular juga mengganggu fungsi normal dari CSF dengan mengakibatkan

asidosis laktat lokal (Qureshi, 2001).

2.9 PERBEDAAN STROKE HEMORAGIK DAN NON HEMORHAGIK

33

33

Page 34: Referat Stroke Ok

Berikut ini adalah tabel yang menerangkan perbedaan storke hemoragik dan non

hemoragik berdasarkan gejala klinis :

untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain,

misalnya sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada

pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan

antara lain:

1.Skor Stroke Hemoragik dan Non-Hemoragik (Djoenaidi, 1988)

Tanda/Gejala Skor

1. Tia sebelum serangan

2. Permulaan serangan

Sangat mendadak (1-2 menit)

Mendadak (beberapa menit-1 jam)

Pelan-pelan (beberapa jam)

3. Waktu serangan

Waktu kerja (aktivitas)

Waktu istirahat/duduk/tidur

Waktu bangun tidur

4. Sakit kepala waktu serangan

Sangat hebat

Hebat

Ringan

Tak ada

1

6,5

6,5

1

6,5

1

1

10

7,5

1

0

34

34

Page 35: Referat Stroke Ok

5. Muntah

Langsung habis serangan

Mendadak (beberapa menit-jam)

Pelan-pelan (1 hari atau lebih)

Tak ada

6. Kesadaran

Hilang waktu serangan (langsung)

Hilang mendadak (beberapa menit-jam)

Hilang pelan-pelan

Hilang sementara lalu sadar lagi

Tidak ada gangguan

7. TD Sistolik

Waktu serangan sangat tinggi(>220/110)

Waktu MRS sangat tinggi (>200/110)

Waktu serangan tinggi (>140/100)

Waktu MRS tinggi (>140/100)

8. Tanda Rangsang Selaput Otak

Kaku kuduk hebat

Kaku kuduk ringan

Tidak didapatkan

9. Pupil

Isokor

Anisokor

Pin point kanan/kiri

Midriasis kanan/kiri

10. Fundus Okuli

Perdarahan subhialoid

Pendarahan retina

Normal

10

7,5

1

0

10

10

1

1

0

7,5

7,5

1

1

10

5

0

0

5

10

10

10

7,5

0

Pembacaan:

Total score: <20 : Stroke Non Hemoragik

>20 : Stroke Hemoragik

2. Guy's Hospital Score (1985)

35

35

Page 36: Referat Stroke Ok

Pembacaan:

Skor : < + 25: Infark (stroke non hemoragik)

> + - 5: Perdarahan (stroke hemoragik)

+ 14: Kemungkinan infark dan perdarahan 1 : 1

< + 4: Kemungkinan perdarahan 10%

Sensivitas: Untuk stroke hemoragik: 81-88%; stroke non hemoragik (infark)

76-82%.

Ketetapan keseluruhan: 76-82%.

3. Siriraj Hospital Score (Poungvarin, 1991)

36

36

Page 37: Referat Stroke Ok

Pembacaan:

Skor > 1 : Perdarahan otak

< -1: Infark otak

Sensivitas: Untuk perdarahan: 89.3%.

Untuk infark: 93.2%.

Ketepatan diagnostik: 90.3%.

4. Algoritma Stroke Gajah Mada

37

37

Page 38: Referat Stroke Ok

BAB 3

38

38

Page 39: Referat Stroke Ok

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik

fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,

selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa

ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler

2. Di Indonesia, stroke menduduki posisi ketiga penyakit utama yang

menyebabkan kematian setelah jantung dan kanker.

3. Stroke dapat dibagi menjadi stroke iskemik dan hemoragik. Dimana

gejala dan penatalaksanaannya juga berbeda.

BAB 4

39

39

Page 40: Referat Stroke Ok

ANAMNESA

Pasien laki-laki berumur 47 tahun datang dengan keluhan lemas pada sisi sebelah

kanan tubuh sejak 4 jam SMRS.

Menurut keterangan dari istri pasien, sebelumnya pasien baru saja selesai senam

pagi di rumah dan hendak berangkat untuk kerja bakti. Pasien tiba-tiba merasa sisi

sebelah kanan tubuhnya lemas sehingga pasien dipapah ke tempat tidur dan

dibaringkan. Kelemahan tubuh sebelah kanan dirasakan oleh pasien secara

bertahap dari rasa lemah hingga sama sekali tidak dapat diangkat. Saat itu pasien

masih dapat berbicara. Sekira 1 jam setelah serangan pasien tidak dapat berbicara

dengan baik (pelo). Istri pasien menyatakan pasien tidak terjatuh dan tidak

kehilangan kesadarannya. Pasien kemudian segera dibawa ke rumah sakit. Pasien

tidak mengeluhkan sakit kepala, mual, muntah, pusing berputar dan penglihatan

berbayang. Namun sejak 2 jam SMRS pasien mengeluh bicara pelo dan sering

tersedak bila minum atau makan.

Pasien merupakan penderita diabetes mellitus sejak ± 6 tahun yang lalu. Berobat

di Puskesmas namun tidak teratur. Pasien juga akhir-akhir ini berobat ke

akupunktur di dokter puskesmas, sudah pertemuan yang kelima kali. Riwayat

penyakit jantung disangkal. Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat merokok dan

meminum alcohol disangkal.

Riwayat keluhan yang sama sudah pernah dialami oleh pasien pada bulan Mei

2009, pasien mengalami kelemahan pada sisi kiri tubuh dan bicara pelo, saat itu

dikatakan penyebab stroke karena penyumbatan. Dirawat ke Rumah Sakit, saat

pulang bicara sudah tidak pelo, namun masih merasa lemah pada sisi kiri tubuh.

Kaki kiri sudah dapat digerakkan namun lengan atas kiri masih lemah.

DAFTAR PUSTAKA

40

40

Page 41: Referat Stroke Ok

Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2007 Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal: 81-115.

Barnett, Henry dkk. Drugs and Surgery in the Prevention of Ischemic Stroke. [Online]. available from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/332/4/238 (diakses tanggal 10 oktober 2011)

Chung, Chin-Sang. 1999. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical Neurology editor  Christopher G. Goetz. W.B Saunders Company. Hal: 10-3

El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,. 2000. Intracerebral Hemorrhage . The Internet Journal of Advanced Nursing Practice. 4 : 2. (diakses tanggal 10 Oktober 2011)

Feigin, Valery. 2006. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke. PT. Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.

Giraldo, Elias. Stroke Ischemic. [Online]. available from: http://www.merck.com/mmpe/sec16/ch211/ch211b.html (diakses tanggal 10 oktober 2011)

Goldstein LB. Stroke Ischemic. [Online]. available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000726.htm (diakses tanggal 10 oktober 2011)

Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis (diakses tanggal 10 oktober 2011)

Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-treatment (diakses tanggal 10 oktober 2011)

Hughes, Mark. Miller, Thomas. Nervous System Third Edition. University of Edinburgh, Edinburgh, UK.

Li, Fuhai, dkk. Neuroimaging for Acute Ischemic Stroke. [Online]. available from http://www.emedmag.com/html/pre/fea/features/039010009.asp (diakses tanggal 10 oktober 2011)

Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.

41

41

Page 42: Referat Stroke Ok

Mardjono, Mahar. 2006. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar edisi Kesebelas. Dian Rakyat. Hal: 270-93.

Nassisi D., 2008. Stroke, Hemorrhagic . Departement of Emergency Medicine, Mount Sinai Medical Center.Available from: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview (diakses tanggal 10 oktober 2011)

Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Penyakit peredaran darah otak dalam Dasar-dasar ilmu penyakit saraf. Penerbit Airlangga University Press. Hal: 245-58.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. PERDOSSI. Jakarta.

Qureshi, Adnan I., Tuhrim, Stanley., Broderick, Joseph P., Batjer, H Hunt., Hondo, Hiteki., Hanley, Daniel F.,. 2001. Spontaneous Intracebral Hemorrhage. N Engl J Med , 344: 19

Ropper, A.H., Brown, R.H., 2005. Adams and Victor's Principles of Neurology. 8th Ed. New York: McGraw-Hill.

Simon, Harvey. Stroke – Surgery. Harvard Medical School. [Online]. available from: http://www.umm.edu/patiented/articles/what_drugs_used_treat_stroke_patients_prevent_recurrence_000045_8.htm (diakses tanggal 10 oktober 2011)

Smith, W.S., Johnston, S.C., Easton, J.D., 2005. Cerebrovascular Diseases. In: Kasper, D.L. et all, ed. 16th Edition Harrison's Principles of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill, 2372-2392.

Sutrisno, Alfred. 2007. Stroke? You Must Know Before you Get It!. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal: 1-13 

Warlow, C., van Gijn, J., Dennis, M., Wardlaw, J., Bamford, J., Hankey, G., 2008.

Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73.

World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEPwise Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.

42

42