referat sindroma cushing (fix)
TRANSCRIPT
STASE ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
SINDROMA CUSHING
OLEH :
AGENG BUDIANANTI (030.09.002)
CHARISHA NADIA (030.09.051)
DELLA PUTRI ARIYANI (030.09.061)
IDA UDHIAH (030.09.118)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
8 JULI 2013
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan……………………………………………………………………………..3
BAB II (Sindroma Cushing)
Definisi…………………………………………………………………………………..4
Etiologi…………………………………………………………………………………..4
Tanda dan Gejala………………………………………………………………………...4
Patofisiologi……………………………………………………………………………...5
Diagnosis…………………………………………………………………………………8
Diagnosis Banding……………………………………………………………………….9
Komplikasi………………………………………………………………………………10
Penatalaksanaan…………………………………………………………………………10
BAB III (Tinjauan Pustaka)
Kelenjar Hipofisis dan Hipotalamus…………………………………………………….12
Kelenjar Adrenal………………………………………………………………………...14
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………...21
BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma Cushing adalah suatu manifestasi yang terjadi akibat kortikosteroid yang
eksesif, biasanya dikarenakan oleh dosis suprafisiologis dari obat glukokortikoid dan jarang
disebabkan oleh produksi spontan dari kortikosteroid oleh korteks adrenal. Kasus sindroma
Cushing spontatn jarang ditemukan (2,6 kasus/ jutaan populasi tiap tahunnya) dan memiliki
beberapa kemungkinan penyebab.
Kira-kira 43% kasus disebabkan oleh penyakit Cushing dimana hal ini berarti
manifestasi dari hiperkortisolisme disebabkan oleh hipersekresi ACTH oleh kelenjar ptuitari.
10% dari kasus disebabkan oleh neoplasma nonptuitari yang memproduksi ACTH
ektopik dalam jumlah besar. Hipokalemia dan hiperpigmentasi sering ditemukan pada
kelompok ini.
15% dari kasus disebabkan oleh ACTH yang berasal dari sumber yang tidak dapat
dilokalisasi.
Kurang lebih 32% dari kasus disebabkan oleh sekresi autonom kortisol oleh kelenjar
adrenal, independen ACTH, dimana level serum ACTH biasanya rendah.
BAB II
SINDROMA CUSHING
Definisi
Sindroma Cushing adalah suatu gangguan yang terjadi saat tubuh mengalami peningkatan
dari hormone kortisol. Hal ini juga dapat disebabkan apabila seseorang terlalu banyak
mengkonsumsi kortisol atau hormone steroid.1
Etiologi
Penyebab tersering dari Sindroma Cushing adalah iatrogenic, disebabkan karena penggunaan
dari glukokortikoid untuk alasan terapetik. Sindroma Cushing endogen merupakan hasil dari
produksi berlebihan dari kortisol (dan hormone steroid lainnya) oleh korteks adrenal.
Penyebab mayor adalah hyperplasia dari adrenal secara bilateral yang disebabkan karena
hipersekresi dari hormone adrenokortikotropik (ACTH) oleh kelenjar ptuitari (penyakit
Cushing) atau dari sumber ektopik seperti sel karsinoma dari paru-paru; karsinoid dari
bronkus, timus, usus, dan ovarium, karsinoma medular dari tiroid; atau feokromositoma.
Adenoma atau karsinoma dari kelenjar adrenal merupakan 15-20% dari kasus sindroma
Cushing. Pada sindroma Cushing endogen, perempuan lebih banyak yang mengalami, kecuali
pada sindroma yang disebabkan oleh ACTH ektopik.2
Tanda dan Gejala
Kebanyakan orang dengan Sindroma Cushing memiliki:
- Obesitas pada tubuh bagian atas (diatas pinggang) dengan lengan dan tungkai yang
kurus
- Moon face (wajah dengan bentuk bulat, kemerahan pada seluruh wajah)
- Pertumbuhan yang terlambat atau perlahan pada anak-anak
Perubahan pada kulit yang sering didapatkan dan terlihat adalah:
- Jerawat atau infeksi pada kulit
- Tanda berwarna keunguan (1/2 inchi atau lebih lebar) yang disebut striae pada kulit di
abdomen, paha, dan dada
- Kulit tipis yang dapat dengan mudah terluka
Perubahan pada otot dan tulang, diantaranya:
- Nyeri pada punggung, yang terjadi pada kegiatan rutin
- Nyeri pada tulang atau nyeri tekan
- Buffalo hump (penumpukan jaringan lemak pada bagian bahu)
- Fraktur dari tulang costae atau tulang vertebrae (yang disebabkan oleh penipisan pada
tulang)
- Kelemahan pada otot
Perempuan dengan Sindroma Cushing kebanyakan memiliki:
- Pertumbuhan rambut berlebih pada wajah, leher, dada, perut dan juga paha
- Siklus menstruasi yang menjadi irregular atau berhenti
Pada pria, dapat ditemukan:
- Berkurang atau hilangnya hormone seksual
- Impotensi
Gejala lain yang dapat terjadi pada penyakit ini adalah:
- Perubahan mental, seperti depresi, kecemasan atau perubahan perilaku
- Rasa lelah
- Nyeri kepala
- Berkurangnya rasa haus dan miksi
- Hipokalemia dan alkalosis metabolic juga dapat terjadi, biasanya disebabkan oleh
produksi ektopik dari ACTH
Patofisiologi Sindroma Cushing
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Sindroma Cushing dapat dibagi menjadi
Sindroma Cushing iatrogenic yang sering dijumpai pada penderita arthritis rheumatoid, asma,
limfoma, dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen
antiinflamasi. Pada sindrom Cushing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi sebagai
akibat dari rangsangan berlebihan oleh ACTH atau sebagai akibat dari patologi adrenal yang
mengakibatkan produksi abnormal kortisol.
Sindrom Cushing dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
- Dependen ACTH
Hiperfungsi korteks adrenal nontumor
Disebut juga dengan Penyakit Cushing, dimana hiperfungsi korteks adrenal
mungkin disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofisis yang abnormal dan
berlebihan. Pada 80% penyakit ini ditemukan adenoma hipofisis yang
menyekresi ACTH, dan 20% ditemukan bukti histology hyperplasia hipofisis
kortikotrop. Hiperplasia dapat disebabkan oleh gangguan pelepasan CRH oleh
neurohipotalamus. Pada kasus ini dapat ditemukan kelebihan sekresi ACTH,
hilangnya irama sirkadian ACTH normal, dan berkurangnya sensitivitas
system control umpan balik ke tingkat kortisol dalam darah. Berikut
merupakan grafik dari irama sirkadian ACTH normal.
Sindrom ACTH ektopik
ACTH juga dapat disekresi berlebihan pada pasien dengan neoplasma yang
memiliki kapasitas untuk menyintesis dan melepaskan peptide mirip ACTH
baik secara kimia maupun fisiologik. ACTH berlebihan menyebabkan
rangsangan yang berlebihan pada sekresi kortisol oleh korteks adrenal, dan
disebabkan oleh penekanan pelepasan ACTH hipofisis. Kadar ACTH yang
tinggi disebabkan oleh neoplasma dan bukan dari kelenjar hipofisis. Sejumlah
besar neoplasma dapat menyebabkan sekresi ektopik ACTH. Neoplasma-
neoplasma ini berkembang dari jaringan yang berasal dari lapisan
nauroektodermal selama perkembangan embrional. Karsinoma sel paru,
karsinoid bronkus, timoma, dan tumor sel pulau di pancreas merupakan contoh
yang paling sering ditemukan. Beberapa tumor ini dapat menyekresi CRH
ektopik yang merangsang sekresi ACTH hipofisis. Jenis ini juga sering
disertai hiperpigmentasi yangsdisebabkan oleh sekresi peptide yang
berhubungan dengan ACTH dan kerusakan bagian ACTH yang memiliki
aktivitas melanotropik. Pigmentasi dapat terjadi pada kulit dan selaput lendir.
- Independen ACTH
Hiperplasia korteks adrenal autonom
Hiperplasia korteks adrenal nodular bilateral dengan kemampuan untuk
menyekresi kortisol secara autonomi dalam korteks adrenal.
Hiperfungsi korteks adrenal tumor
Tumor korteks adrenal yang akhirnya menjadi sindroma Cushing dapat jinak
(adenoma) atau ganas (karsinoma). Adenoma korteks adrenal dapat
menyebabkan sindroma Cushing berat, namun biasanya berkembang secara
lambat, bertahun-tahun sebelom diagnosis ditegakkan. Sebaliknya, karsinoma
adrenokortikal berkembang secara cepat dan dapat menyebabkan metastasis
serta kematian.
Patofisiologi Gejala dari Sindroma Cushing
Salah satu fungsi glukokortikoid adalah katabolisme protein, yang dapat menyebabkan
penurunan kemapuan sel-sel pembentuk protein untuk menyintesis protein. Sebagai
akibatnya, terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan
tulang. Secara klinis, kulit mengalami atrofi dan mudah rusak, luka sembuh dengan lambat.
Ruptur serabut elastic pada kulit menyebabkan tanda regang berwarna ungu atau striae. Otot
juga mengalami atrofi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan
melemahnya jaringan penyokong perivaskular menyebabkan mudah terjadinya hematoma,
menimbulkan prekiae atau ekimosis yang luas pada lengan atas bila diukur tekanan darahnya.
Matriks protein tulang menjadi hilang dan menyebabkan keadaan osteoporosis yang paling
sering terjadi pada tulang belakang dan menyebabkan kolaps vertebra deisertai nyeri
punggung dan pengurangan tinggi badan.
Metabolisme karbohidrat juga diperngaruhi oleh kadar glukokortikoid yang tinggi.
Glukokortikoid merangsang glukoneogenesis dan mengganggu kerja insulin pada sel perifer.
Penderita dapat mengalami hiperglikemia.
Kadar glukokortikoid yang berlebihan juga mempengaruhi distribusi jaringan adipose yang
terkumpul di darah sentral tubuh dan menyebabkan obesitas sentral, wajah bulan (moon
face), memadatnya fosa supraklavikularis (bull neck). Obesitas trunkus dengan ekstremitas
atas dan bawah yang kurus akibat atrofi otot member penampilan klasik berupa penampilan
cushingoid.
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum dan dapat menyebabkan
retensi natriun dan pembuangan kalium sehungga terjadi edema, hipokalemia dan alkalosis
metabolik.
Glukokortikoid juga dapat menghambat respons kekebalan, yaitu menghambat pembentukan
antibody humoral oleh sel plasma dan limfosit B akibat rangsangan antigen; yang lainnya
bergantung pada reaksi yang diperantari oleh limfosit T yang tersensitisasi. Glukokortikoid
mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghambat proliferasi germinal limpa
dan jaringan limfoid pada respons primer terhadap antigen. Gangguan respons imunologi
dapat terjadi pada tiap tingkatan berikut; pemrosesan awal antigen oleh sel system monosit
makrofag, induksi dan proliferasi limfosit immunikompeten serta pelepasan sitokin, produksi
antibody, dan reaksi peradangan.
Sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat pada indivisu tertentu yang mendapat
glukokortikoid. Faktor protektif mukosa diduga diubah oleh steroid dan dapat mempermudah
pembentukan ulkus.
Perubahan psikologik juga dapat terhadi yang ditandai dengan ketidakstabilan emosi,
euphoria, insomnia dan episode depresi singkat. Perubahan ini akan kembali normal bila
kadar kortisol diturunkan.3
Diagnosis
Diagnosis dari Sindroma Cushing membutuhkan pemeriksaan yang menunjukkana apakah
terdapat peningkatan dari produksi kortisol dan supresi dari kortisol yang abnormal yang
merupakan respon dari pemberian dexametason. Untuk initial screening, pengukuran dari
urin 24 jam bebas kortisol, tes pemberian 1 mg dexametason dalam semalam (pada pukul
08.00, kortisol plasma < 1,8 µg/dL), atau pengukuran kortisol pada saliva pada malam hari
adalah hal yang penting. Pengulangan dari tes tersebut juga dibutuhkan. Definitive diagnosis
dapat ditegakkan pada kasus dengan ditemukannya supresi pada kortisol urin (<10 µg) atau
kortisol plasma (< 5µg) setelah pemberian 0,5 mg dexametason setiap 6 jam dalam 48 jam.
Ketika diagnosis dari Sindroma Cushing sudah ditegakkan, maka selanjutnya yang perlu
dilakukan adalah untuk mengetahui letak dari sumbernya. Level dari ACTH pada plasma
yang rendah menunjukkan suatu adenoma atau karsinoma kelenjar adrenal; ACTH plasma
yang normal atau tinggi menunjukkan adanya sumber dari ptuitari ata sumber ektopik.
Pada 95% kasus dari mikroadenoma pada ptuitari yang memproduksi ACTH, produksi
kortisol dapat disupresi dengan pemberian dexametason dosis tinggi (2 mg setiap 6 jam
dalam 48 jam). MRI dari ptuitari seharusnya dilakukan, tetapi dapat tidak
menunjukkanadanya mikroadenoma karena ukurannya yang sangat kecil. Selanjutnya, karena
10% dari sumber ektopik ACTH juga dapat menurun setelah pemberian dexametason dosis
tinggi, sampling dari petrosal sinus inferior juga dibutuhkan untuk membedakan ptuitari dari
sumber perifer dari ACTH. Pemeriksaan dengan corticotrophin releasing hormone (CRH)
juga dapat membantu untuk mengetahui sumber dari ACTH. Pemeriksaan imaging dari dada
dan abdomen juga dibutuhkan untuk melokalisasi sumber dari produksi ACTH ektopik;
seperti karsinoid bronchial kecil dapat tidak ditemukan dengan pemeriksaan CT
konvensional. Pasien dengan alkoholisme kronik, depresi, atau obesitas dapat member hasil
false-positive pada pemeriksaan Sindroma Cushing- suatu kondisi yang disebut pseudo-
Sindroma Cushing. Pasien dengan penyakit akut juga dapat memiliki hasil laboratorium
abnormal, sejak stress juga dapat mengganggu regulasi dari sekresi ACTH normal.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari Sindroma Cushing adalah:
- Pasien dengan alkoholisme yang dapat memiliki hiperkortisolisme dan manifestasi
klinis yang sama.
- Pasien dengan depresi juga memiliki hiperkortisolisme yang secara biokimia sulit
dibedakan dengan sindroma Cushing tetapi tanpa tanda klinis dari SIndroma Cushing.
- Striae keunguan yang terdapat pada abdomen, punggung, dan dada; yang juga disebut
striae distensae.
- Anorexia nervosa karena adanya kehilangan massa otot dan tingginya kortisol bebas
pada urin.
- Obesitas, dimana pada obesitas terdapat abnormalitas pada tes supresi dexametason
tetapi kortisol bebas pada urin biasanya normal.
- Resistensi kortisol familial juga memiliki hiperandrogenisme, hipertensi, dan
hiperkortisolisme tanpa adanya sindroma Cushing.
- Lipodistrofi partial familial tipe I terdapat obesitas dan moon facies, diikuti dengan
ekstremitas kurus karena adanya atrofi dari lemak subkutan, tetapi otot pada pasien
dengan kelainan ini ditemukan kuat, dan bahkan terjadi hipertrofi.
Komplikasi
Apabila tidak dilakukan terapi, maka dapat menyebabkan morbiditas yang serius bahkan
kematian. Pasien dapat mengalami komplikasi seperti hipertensi dan diabetes mellitus.
Kemungkinan terpapar infeksi pada pasien juga meningkat. Fraktur kompresi pada spinal
yang osteoporotic dan nekrosis aseptic pada caput femur juga dapat menyebabkan disabilitas.
Nefrolitiasis dan psikosis juga dapat terjadi. Adrenalektomi pada penyakit Cushing juga dapat
menyebabkan membesarnya adenoma ptuitari secara progresif dan menyebabkan destruksi
local seperti gangguan penglihatan dam hiperpigmentasi, komplikasi ini disebut sebagai
Nelson’s syndrome.4
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bergantung pada penyebab. Jika dijumpai tumor pada hipofisis, sebaiknya
diusahakan reseksi tumor transfenoidal. Tetapi juika terdapat hiperfungsi hiposis namun
tumor tidak dapat ditemukan, dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofisis.
Obat-obat kimia yang mampu menyekat (ketokonazol, aminoglutetimid) atau merusak sel-sel
korteks adrenal penghasil kortisol (mitotane) juga dapat mengontrol kelebihan kortisol yang
tidak dapat dilakukan reseksi. Mitotane diberikan untuk karsinoma yang tidak dapat direseksi
dan menimbulkan metastasis dengan dosis yang ditingkatkan secara bertahap tiap harinya
sampai mencapai 6 gram/hari dibagi menjadi 3-4 dosis. Ketokonazol diberikan dengan dosis
600-1200 mg/hari, Metyrapone dapat diberikan dengan dosis 2-3 gram/hari, dan mitotane
dengan dosis 2-3 mg/hari diberikan bila sumber ektopik ACTH tidak dapat direseksi, obat-
obatan tersebut dapat diberikan untuk mengurangi manifestasi klinis dari kelebihan kortisol.
Apabila hal-hal ini gagal memberi hasil yang baik, maka dapat dilakukan dengan
adrenolektomi total, dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik. Bila pengobatan sindrom
Cushing dapat berhasil dengan baik, remisi klinis akan terjadi dalam 6-12 bulan.
Pengobatan sindrom ACTH ektopik berdasarkan pada reseksi neoplasma yang menyekresi
ACTH atau adrenalektomi atau supresi kimia fungsi adrenal seperti yang dianjurkan pada
pasien dengan sindrom Cushing hipofisis jenis dependen ACTH.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar Hipofisis dan Hipotalamus
Kelenjar pituitari atau hipofisis adalah sebuah kelenjar endokrin kecil yang terletak di rongga
bertulang di dasar otak tepat di bawah hipotalamus.
Anatomi Kelenjar Pituitari
Available at : http://antranik.org/wp-content/uploads/2011/12/pituitary-gland-anterior-lobe-posterior-lobe-hypophysis.jpg
Hipofisis memiliki dua lobus yang secara anatomis dan fungsional berbeda, hipofisis
posterior dan hipofisis anterior. Hipofisis posterior dihubungkan ke hipotalamus melalui jalur
saraf, sementara hipofisis anterior dihubungkan ke hipotalamus melalui pembuluh darah.
Hipofisis posterior hanya menyimpan, dan setelah mendapat rangsangan yang sesuai,
mengeluarkan dua hormon peptida kecil yaitu vasopresin dan oksitosin yang disintesis oleh
badan sel neuron di hipotalamus, ke dalam darah.
Vasopresin atau hormon antidiuretik (ADH) memiliki dua efek utama yang sesuai dengan
namanya. Yaitu meningkatkan retensi H2O oleh ginjal (suatu efek antidiuretik), dan
menyebabkan kontraksi otot polos arteriol (efek presor pembuluh darah).
Oksitosin merangsang kontraksi otot polos uterus untuk membantu pengeluaran bayi selama
proses persalinan, dan hormon ini mendorong pengeluaran susu dari kelenjar mamaria selama
menyusui.
Tidak seperti hipofisis posterior yang mengeluarkan hormon yang disintesis di hipotalamus,
hipofisis anterior itu sendiri mensintesis hormon-hormon yang kemudian dikeluarkannya ke
dalam darah. Hipofisis anterior mengeluarkan enam hormon, diantaranya yaitu :
Hormon pertumbuhan (Growth hormone, somatotropin)
Hormon utama yang bertanggung jawab mengatur pertumbuhan tubuh secara
keseluruhan dan juga penting dalam metabolisme perantara.
Thyroid-stimulating hormone (Tirotropin)
Merangsang sekresi hormon tiroid dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Hormon adrenokortikotropik (Adrenocorticotropic hormone)
Merangsang sekresi kortisol oleh korteks adrenal dan meningkatkan pertumbuhan
korteks adrenal.
Follicle-stimulating hormone (FSH)
Pada wanita hormon ini merangsang pertumbuhan dan perkembangan folikel
ovarium. Selain itu, FSH mendorong sekresi hormon estrogen oleh ovarium. Pada
pria, FSH diperlukan untuk produksi sperma.
Luteinizing hormone (LH)
Pada wanita, LH bertanggung jawab untuk ovulasi, luteinisasi, dan pengaturan sekresi
hormon seks wanita, estrogen dan progesteron, oleh ovarium. Pada pria, hormon ini
merangsang sel interstitium Leydig di testis untuk mengeluarkan hormon seks pria,
testosteron, sehingga hormon ini juga diberi nama interstitial cell-stimulating
hormone.
Prolaktin
Meningkatkan perkembangan payudara dan pembentukan air susu pada wanita.
Semua hormon hipofisis anterior tidak disekresikan dengan kecepatan konstan. Walaupun
tiap-tiap hormon ini memiliki sistem kontrol khas, terdapat pola-pola regulasi umum. Dua
faktor terpenting yang mengatur sekresi hormon hipofisis anterior adalah hormon
hipotalamus dan umpan-balik oleh hormon organ sasaran.
Sekresi setiap hormon hipofisis anterior dirangsang atau dihambat oleh satu atau lebih dari
tujuh hormon hipofisiotropik. Peptida-peptida kecil ini disebut sebagai hormon pelepas
(releasing hormone) dan hormon penghambat (inhibiting hormone) bergantung pada kerja
mereka. Hormon-hormon tersebut yaitu :
Thyrotropin-releasing hormone (TRH)
Merangsang pengeluaran TSH dan prolaktin
Corticotropin-releasing hormone (CRH)
Merangsang pengeluaran ACTH
Gonadotropin-releasing hormone (GnRH)
Merangsang pengeluaran FSH dan LH
Growth hormone-releasing hormone (GHRH)
Merangsang pengeluaran hormon pertumbuhan
Growth hormone-inhibiting hormone (GHIH)
Menghambat pengeluaran hormon pertumbuhan
Prolactin-releasing hormone (PRH)
Merangsang pengeluaran prolaktin
Prolactin-inhibiting hormone (PIH)
Menghambat pengeluaran prolaktin
Hormon-hormon pengatur hipotalamus mencapai hipofisis anterior melalui jalur vaskuler
khusus. Berbeda dengan hubungan saraf langsung antara hipotalamus dan hipofisis posterior,
hubungan anatomis dan fungsional antara hipotalamus dan hipofisis anterior merupakan
hubungan kapiler-ke-kapiler yang tidak lazim, yang disebut sistem porta hipotalamus-
hipofisis.
Kelenjar Adrenal
Terdapat dua kelenjar adrenal, masing-masing terbenam di atas ginjal dalam suatu kapsul
lemak. Tiap-tiap adrenal sebenarnya terdiri dari dua organ endokrin, yang satu mengelilingi
yang lain. Bagian dalam medula adrenal mengeluarkan katekolamin; lapisan luar yang
menyusun korteks adrenal mengeluarkan berbagai hormon steroid.
Anatomi Kelenjar Adrenal
Available at : http://images.yourdictionary.com/images/main/A4adregl.jpg
Sekitar 80% kelenjar adrenal terdiri dari korteks yang tersusun dari tiga lapisan atau zona
yang berlainan; zona glomerulosa, lapisan paling luar; zona fasikulata, bagian tengah dan
terbesar; zona retikularis, bagian paling dalam. Korteks adrenal menghasilkan berbagai
macam hormon adrenokorteks, yang semuanya adalah steroid dan berasal dari molekul
prekursor yang sama, kolesterol. Untuk hormon-hormon adrenokorteks, variasi kecil pada
struktur menyebabkan timbulnya perbedaan fungsional. Berdasarkan efek primernya, steroid
adrenal dapat dibagi menjadi tiga kategori :
Mineralokortikoid
Terutama aldosteron, yang mempengaruhi keseimbangan mineral (elektrolit).
Diproduksi secara eksklusif di zona glomerulosa.
Secara singkat, aktivitas aldosteron terutama adalah di tubulus distal ginjal, tempat
hormon ini meningkatkan retensi Na+ dan meningkatkan eleminasi K+ selama proses
pembentukan urin. Peningkatan retensi Na+ oleh aldosteron secara sekunder memicu
retensi osmotik H2O sehingga volume cairan ekstraseluler bertambah, yang penting
dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah. Sekresi aldosteron ditingkatkan oleh
pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron oleh faktor-faktor yang berkaitan
dengan penurunan Na+ dan tekanan darah, serta stimulasi langsung ke korteks adrenal
oleh peningkatan K+ plasma.
Glukokortikoid
Terutama kortisol, yang berperan penting dalam metabolisme glukosa serta
metabolisme protein dan lemak. Sintesis kortisol terbatas di dua lapisan dalam
korteks, dengan zona fasikulata merupakan sumber utama glukokortikoid ini.
Hormon seks
Identik atau serupa dengan yang dihasilkan oleh gonad (testis pada pria dan ovarium
pada wanita). Dihasilkan oleh zona korteks bagian dalam, zona fasikulata dan zona
retikularis. Menghasilkan androgen atau hormon seks pria dan estrogen atau hormon
seks wanita, dalam jumlah yang sangat kecil.
Pada keadaan normal, androgen dan estrogen adrenal tidak cukup banyak atau kuat
untuk masing-masing menimbulkan efek maskulinisasi atau feminisasi. Satu-satunya
hormon seks adrenal yang memiliki makna biologis adalah androgen
dehidroepiandrosteron (DHEA). Produk androgen primer testis adalah testosteron,
tapi androgen adrenal yang paling banyak adalah DHEA yang kekuatannya jauh lebih
rendah. Pada pria, DHEA adrenal dikalahkan oleh testosteron testis tetapi pada
wanita, karena kurang memiliki androgen, hormon ini memiliki makna fisiologis.
Androgen adrenal yang merupakan penyebab timbulnya proses-proses yang
tergantung androgen pada wanita, misalnya pertumbuhan rambut pubis dan ketiak,
peningkatan lonjakan pertumbuhan pubertas, serta perkembangan dan pemeliharaan
dorongan seks wanita.
Lapisan Korteks Adrenal
Available at : http://academic.kellogg.edu/herbrandsonc/bio201_McKinley/f20-12c-d_adrenal_gland_c.jpg
Glukokortikoid
Kortisol, glukokortikoid utama, berperan penting dalam metabolisme karbohidrat, protein,
dan lemak; memperlihatkan efek permisif yang bermakna pada aktivitas hormon lain; dan
membantu kita mengatasi stress.
1. Efek metabolik
Efek keseluruhan dari pengaruh metabolik kortisol adalah meningkatkan konsentrasi glukosa
darah dengan mengorbankan simpanan protein dan lemak. Secara spesifik, kortisol
melaksanakan fungsi-fungsi berikut :
Hormon ini merangsang glukoneogenesis hati, yang mengacu pada perubahan
sumber-sumber nonkarbohidrat (yaitu asam amino) menjadi karbohidrat di hati.
Hormon ini menghambat penyerapan dan penggunaan glukosa oleh banyak jaringan,
kecuali otak, sehingga glukosa dapat digunakan oleh otak yang mutlak
memerlukannya sebagai bahan bakar metabolik.
Hormon ini merangsang penguraian protein di banyak jaringan terutama di otot.
Dengan menguraikan sebagian protein otot menjadi asam-asam amino konstituennya,
kortisol meningkatkan konsentrasi asam amino darah. Asam amino yang dimobilisasi
ini siap digunakan untuk glukoneogenesis atau dipakai di tempat lain yang
memerlukannya, misalnya untuk memperbaiki jaringan yang rusak atau sintesis
struktur sel yang baru.
Hormon ini meningkatkan lipolisis, penguraian simpanan lemak di jaringan adiposa,
sehingga terjadi pembebasan asam-asam lemak ke dalam darah. Asam-asam lemak
yang dimobilisasi ini dapat digunakan sebagai bahan bakar metabolik alternatif bagi
jaringan yang dapat memanfaatkan sumber energi ini sebagai pengganti glukosa,
sehingga glukosa dapat dihemat untuk otak.
2. Efek permisif
Kortisol harus ada dalam jumlah yang adekuat agar katekolamin dapat memicu
vasokonstriksi. Seseorang yang tidak memilki kortisol, jika tidak diobati, dapat mengalami
syok sirkulasi pada situasi-situasi stres yang memerlukan vasokonstriksi.
3. Peran dalam adaptasi stress
Kortisol berperan penting dalam adaptasi stres. Stres mengacu pada respons umum
nonspesifik tubuh terhadap setiap faktor yang mengalahkan, atau akan mengalahkan,
kemampuan kompensatorik tubuh dalam mempertahankan homeostasis. Jenis-jenis
rangsangan pengganggu berikut ini menggambarkan beragamnya faktor yang dapat
menimbulkan respons stres : fisik (trauma, pembedahan, panas, atau dingin hebat); kimia
(penurunan pasokan O2, ketidakseimbangan asam basa); psikologis atau emosi (rasa cemas,
ketakutan, kesedihan); sosial (konflik pribadi, perubahan gaya hidup). Semua jenis stress
adalah perangsang kuat untuk sekresi kortisol.
Efek kortisol yang menyebabkan perubahan dari simpanan protein dan lemak menjadi
penambahan simpanan karbohidrat dan peningkatan ketersediaan glukosa darah akan
membantu melindungi otak dari malnutrisi selama fase stres. Disamping itu asam-asam
amino yang dibebaskan oleh penguraian protein akan dapat digunakan untuk memperbaiki
jaringan yang rusak apabila terjadi stes fisik. Dengan demikian, terjadi peningkatan
ketersediaan glukosa, asam amino, dan asam lemak untuk digunakan apabila diperlukan.
4. Efek anti-inflamasi dan imunosupresif
Pemberian sejumlah besar glukokortikoid akan menghambat hampir semua langkah respons
peradangan, sehingga steroid menjadi obat yang manjur untuk mengatasi berbagai kelainan
yang pada keadaan tersebut respons peradangan itu sendiri yang menjadi proses destruktif.
Karena glukokortikoid juga memiliki banyak efek inhibitorik pada proses imun keseluruhan,
misalnya “memecat” sel darah putih yang bertanggung jawab menghasilkan antibodi dan
menghancurkan sel-sel asing.
Pengaturan Sekresi Kortisol
Sekresi kortisol oleh korteks adrenal diatur oleh sistem umpan balik negatif lengkung panjang
yang melibatkan hipotalamus dan hipofisis anterior. Hormon adrenokortikotropik (ACTH)
dari hipofisis anterior merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol. Sel
penghasil ACTH hanya mensekresi atas perintah corticotropin-releasing hormone (CRH) dari
hipotalamus. Kontrol umpan balik dilaksanakan oleh efek penghambat kortisol pada sekresi
CRH dam ACTH, masing-masing oleh hipotalamus dan hipofisis anterior.
Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal
Available at :
http://www.montana.edu/wwwai/imsd/alcohol/Vanessa/vwhpa_files/image003.jpg
Selain untuk mengontrol sekresi kortisol, ACTH mengontol sekresi adrenal androgen. Secara
umum pengeluaran kortisol dan DHEA oleh korteks adrenal paralel satu sama lain. Namun
androgen adrenal memberi umpan balik di luar lengkung hipotalamus-hipofisis anterior-
korteks adrenal. DHEA tidak menghambat CRH tetapi gonadotropin-releasing hormone
(GnRH), seperti yang dilakukan testosteron testis.
Di atas sistem kontrol umpan balik negatif dasar ini terdapat dua faktor tambahan yang
mempengaruhi konsentrasi kortisol plasma dengan mengubah-ubah frekuensi letupan
sekretorik : irama diurnal dan stres. Terdapat irama diurnal khas pada konsentrasi kortisol
plasma, dengan kadar tertinggi terjadi pada pagi hari dan terendah pada malam hari. Irama
diurnal yang bersifat intrinsik bagi sistem kontrol hipotalamus-hipofisis ini, terutama
berkaitan dengan siklus tidur-bangun. Variasi sekresi yang tergantung-waktu seperti ini
memiliki makna yang melebihi kepentingan akademik karena adanya beberapa alasan.
Pertama, secara klinis kita perlu mengetahui kapan sampel darah diambil jika menilai kadar
kortisol. Kedua, karena kortisol membantu individu menahan stres, penentuan waktu kapan
tindakan bedah akan dilakukan semakin diperhatikan.
Faktor utama lain yang independen terhadap, dan pada kenyataannya dapat mengalahkan
kontrol umpan balik negatif adalah stres. Sebagai respon terhadap segala jenis situasi stres,
terjadi peningkatan drastis sekresi kortisol, yang diperantarai oleh susunan saraf pusat melalui
peningkatan aktivitas sistem CRH-ACTH. Secara umum, besarnya peningkatan konsentrasi
kortisol plasma sebanding dengan intensitas rangsangan stres; pengeluaran kortisol lebih
banyak dibangkitkan pada respons terhadap stres yang lebih besar dengan stres ringan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cushing Syndrome. Medline Plus. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000410.htm. Accessed on July 6th,
2013.
2. Longo., Fauci., Kasper., Hauser., Jameson., Loscalzo. Harrison’s Manual of
Medicine. 18th Edition. McGraw Hill; New York; 2013. P 1026-28.
3. Price S. A., Wilson L.M. Patofisiologi; Konsel Klinis Proses-Proses Penyakit. Jil 2.
Ed 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta:2006. P 1238-42.
4. Tierney L.M., McPhee S. J., Papadakis M. A. 2006 Current Medical Diagnosis and
Treatment. 45th ed. McGraw Hill: New York: 2006. P 1167-9.
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia. Ed 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta: 2001.
P. 609-57.
6. Longo. Fauci. Kasper. Hauser. Jameson. Loscalzo. Harrison’s : Principle of Internal
Medicine. 17th Edition. McGraw Hill; New York; 2008. P. 2254-9.