referat sindrom nefrotik

50
PENDAHULUAN Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai dengan proteinuria berat, hypoalbuminemia, edema, hiperkolesterolemia, dan fungsi renal yang normal 1 . Istilah sindrom nefrotik kemudian digunakan untuk menggantikan istilah terdahulu yang menunjukan keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukan suatu penyakit yang mendasarinya. 2 Sampai pertengahan abad ke 20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak masih tinggi yaitu melebihi 50%. Dengan ditemukannya obat-obat sulfonamid dan penicilin tahun 1940an, dan dipakainya obat adrenokortokotropik (ACTH) serta koertikosterid pada tahun 1950, mortalitas penyakit ini mencapai 67%. Dan kebanyakan mortalitas ini disebabkan oleh komplikasi peritonitis dan sepsis. Pada dekade berikutnya mortalitas turun sampai 40%, dan turun lagi menjadi 35%. Dengan pemakaian ACTH atau kortison pada awal 1950 untuk mengatasi edema dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi, angka kematian turun mencapai 20%. Pasien sindrom nefrotik yang selamat dari infeksi sebelum era sulfonamid umumnya kematian pada periode ini disebabkan oleh gagal ginjal kronik. 2 1

Upload: rika-enjelia-putri-hamka

Post on 27-Oct-2015

382 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Referat Sindrom Nefrotik

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Sindrom Nefrotik

PENDAHULUAN

Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom

nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai

dengan proteinuria berat, hypoalbuminemia, edema, hiperkolesterolemia, dan

fungsi renal yang normal1. Istilah sindrom nefrotik kemudian digunakan untuk

menggantikan istilah terdahulu yang menunjukan keadaan klinik dan laboratorik

tanpa menunjukan suatu penyakit yang mendasarinya.2

Sampai pertengahan abad ke 20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak

masih tinggi yaitu melebihi 50%. Dengan ditemukannya obat-obat sulfonamid dan

penicilin tahun 1940an, dan dipakainya obat adrenokortokotropik (ACTH) serta

koertikosterid pada tahun 1950, mortalitas penyakit ini mencapai 67%. Dan

kebanyakan mortalitas ini disebabkan oleh komplikasi peritonitis dan sepsis. Pada

dekade berikutnya mortalitas turun sampai 40%, dan turun lagi menjadi 35%.

Dengan pemakaian ACTH atau kortison pada awal 1950 untuk mengatasi edema

dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi, angka kematian turun mencapai

20%. Pasien sindrom nefrotik yang selamat dari infeksi sebelum era sulfonamid

umumnya kematian pada periode ini disebabkan oleh gagal ginjal kronik.2

Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya kelainan pada

glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder. Istilah

sindrom nefrotik primer dapat disamakan dengan sindrom nefrotik idiopatik

dikarenakan etiologi keduanya sama termasuk manisfestasi klinis serta

histopatologinya.3 Dalam refrat ini selanjutnya pembahasan mengenai maisfestasi

klinik, diagnosis dan penatalaksanaan akan dititk beratkan pada sindrom nefrotik

primer. Terutama sub kategori minimal change nephrotic syndrome (MCNS),

fokal segmental glomerosclerosis (FSGS) serta membrano proloferatif

glomerulonephritis (MPGN).

1

Page 2: Referat Sindrom Nefrotik

BAB II

ANATOMI

Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak

fungsi untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan

pengatur keseimbangan cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang

ginjal pada manusia, masing-masing di sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra

dan terletak retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain itu sepasang ginjal

tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-

buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine ke lingkungan luar tubuh.3,4

Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang

(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya

retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)

dibanding ginjal kiri karena disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah

kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan

kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub

bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari

krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra

L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih

rendah dibandingkan ginjal kiri.

Syntopi ginjal 3,4

Anterior Ginjal kiri Ginjal kanan

Dinding dorsal gaster

Pankreas

Limpa

Vasa lienalis

Usus halus

Fleksura lienalis

Lobus kanan hati

Duodenum pars

descendens

Fleksura hepatica

Usus halus

Posterior Diafragma, m.psoas major, m. quadratus lumborum,

m. transversus abdominis(aponeurosis), n.subcostalis,

2

Page 3: Referat Sindrom Nefrotik

n.iliohypogastricus, a.subcostalis, aa.lumbales 1-2(3),

iga 12 (ginjal kanan) dan iga 11-12 (ginjal kiri).

Gambar 1.0 Ginjal

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

• Korteks: bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus

renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus

proksimal dan tubulus kontortus distalis.

• Medula: terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus

rektus, lengkung Henle dan tubulus pengumpul (ductus collectivus).

• Columna renalis: bagian korteks di antara pyramid ginjal

• Processus renalis: bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks

• Hilus renalis: suatu bagian di mana pembuluh darah, serabut saraf atau

duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

• Papilla renalis: bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul

dan calix minor.

• Calix minor: percabangan dari calix major.

• Calix major: percabangan dari pelvis renalis.

• Pelvis renalis: disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang

menghubungkan antara calix major dan ureter.

• Ureter: saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

3

Page 4: Referat Sindrom Nefrotik

Gambar 1.1

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus

renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus

proksimal, lengkung Henle dan tubulus kontortus distal yang bermuara pada

tubulus kolektivus. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh darah

kapiler,yaitu arteriol yang membawa darah dari dan menuju glomerulus serta

kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal). Berdasarkan letakya

nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus

renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja

bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula,

yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung

Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah

panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.5

Ginjal diperdarahi oleh arteri dan vena renalis. A. renalis merupakan

percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena

cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang

menjadi arteri sublobarisa. arcuata a.interlobaris yang akan memperdarahi

4

Page 5: Referat Sindrom Nefrotik

segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior,

anterior-inferior, inferior serta posterior.

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan

simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,

n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan

aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.5

Fisiologi ginjal .4,5

Ginjal ikut mengatur keseimbangan biokimia tubuh manusia dengan cara

mengatur keseimbangan air, mengatur konsentrasi garam dalam darah, mengatur

asam basa darah, pengaturan ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam dan

memproduksi hormon yaitu :

a. Prostaglandin yang berfungsi untuk pengaturan garam dan air serta

mempengaruhi tekanan vaskuler.

b. Eritropoietin yang berfungsi untuk merangsang produksi sel darah merah.

c. 1,25 dihidroksikolekalsiferol yang berfungsi memperkuat absorpsi kalsium dari

usus dan reabsorbsi fosfat oleh tubulus renalis.

d. Renin yang berfungsi bekerja pada jalur angiotensin untuk meningkatkan

tekanan vaskuler dan produksi aldosteron.

Tiga tahap pembentukan urine:

1) Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,

seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relatif bersifat

impermeabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permeabel terhadap

air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa

nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari

curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau

sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsul Bowman. Ini dikenal

dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan

masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari

perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula

bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah

5

Page 6: Referat Sindrom Nefrotik

filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula

bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya

dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas

dinding kapiler.

2)  Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,

elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat

tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

3) Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran

darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak

terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara

alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion

hidrogen.

Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat

dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali

carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau

ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion

natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.

Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan

ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang

pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa

hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat

mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau

mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis

berat dikoreksi secara theurapeutik.

BAB III

SINDROM NEFROTIK

6

Page 7: Referat Sindrom Nefrotik

Definisi

Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit

glomerular yang ditandai dengan proteinuria masif >3,5 gram/24jam/1.73 m3

disertai hipoalbuminemia, edema anasarka, hiperlipidemia, lipiduria dan

hiperkoagulabilitas.6

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai

oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari),

hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria,

hiperkoagulabilitas. Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer

(idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab

tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu. Saat ini

gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi penyebab SN. Hal

ini didukung oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi neopterin serum dan rasio

neopterin/kreatinin urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah perifer

pasien SN yang mencerminkan kelainan imunitas yang diperantarai sel T.

Epidemiologi

Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi

minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat

diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang

dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50

tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3

kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun. Sindrom

nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan oleh diabetes mellitus.

Berdasarkan kelainan histopatologis, SN pada anak yang paling banyak

ditemukan adalah jenis kelainan minimal. International Study Kidney Disease in

Children (ISKDC) melaporkan 76% SN pada anak adalah kelainan minimal.

Apabila penyakit SN ini timbul sebagai bagian dari penyakit sistemik dan

berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindroma nefrotik sekunder.

Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan

etiologinya, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan

7

Page 8: Referat Sindrom Nefrotik

responnya terhadap pengobatan. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari

50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.

ETIOLOGI

Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :7,8

Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan

sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi

akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan

ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik

primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom

nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.

Sindrom nefrotik kongenital

Bayi-bayi yang menunjukan gejala sindrom nefrotik dalam 3 bulan pertama

kehidupannya didiagnosis sebagai sindrom nefrotik kongenital. Penyebab

utama kelainan ini adalah sindrom nefrotik kongenital finnish type, suatu

penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif, terbanyak ditemukan pada

populasi skandinavia dengan angka kejadian 1 diantara 8.000 bayi.

Pada sindrom nefrotik kongenital tipe ini telah ditemukan adanya mutasi gen

NPHS1 yang berlokasi pada kromosom 19q13.1 gen ini mengkode protein

nephrin, yaitu komponen protein utama pada slit diaphragma di lapisan epitel

glomerulus yang berpartisipasi dalam pembentukan anion. Lapisan anion ini

berfungsi untuk menolak protein plasma secara elektro kimiawi. Sindrom

nefrotik kongenital sering disertai gambaran klinis lain seperti lahir prematur

dengan berat badan lahir kecil dibandingkan masa gestasinya, plasenta besar,

kelainan bentuk kepala dan wajah, gangguan pernapasan. Perjalanan penyakit

ini berupa edema persisiten, disertai infeksi berulang, dan penurunan fungsi

ginjal progresif, kematian umumnya terjadi sebelum usia lima tahun. Sindrom

nefrotik kongenital dapat juga disebabkan oleh sifilis kongenital,

toksoplasmosis dan infeksi sitomegalovirus.

Sindrom nefrotik primer idiopatik

8

Page 9: Referat Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik primer idiopatik, faktor etiologinya tidak diketahui.

Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara

primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab

lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak, yaitu meliputi 90% dari

seluruh sindrom nefrotik pada anak. Kelainan histopatologik glomerulus pada

sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC

(International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini

sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan

apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron

dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi

histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi

menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in

Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).

Tabel  1.  Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer

            Kelainan minimal (KM)

            Glomerulosklerosis (GS)

                        Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

                        Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

            Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

            Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

            Glomerulonefritis kresentik (GNK)

            Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

                        GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

                        GNMP tipe II dengan deposit intramembran

                        GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial

            Glomerulopati membranosa (GM)

            Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T,

Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi

2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.

9

Page 10: Referat Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa

sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik

tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak. Di

Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan

data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan

minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan

Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak

dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.

Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit

sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya

efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :

1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,

sindrom Alport, miksedema.

2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute

Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis,

streptokokus, AIDS.

3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion,

probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa

ular.

4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik,

purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.

5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor

gastrointestinal.

6. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome

Patofisiologi7,9,10,11

10

Page 11: Referat Sindrom Nefrotik

Gambar 1.3

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya

sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar.

Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang

biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.

Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif

tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan

akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar

albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan

konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma

intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus

dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan

edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan

stimulasi timbulnya retensi air dan natrium di renal. Retensi natrium dan air ini

timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan

intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan

pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma

yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu

aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), hormon katekolamin serta

11

Page 12: Referat Sindrom Nefrotik

ADH (anti diuretik hormon) dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga

produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini

dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan

kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi

ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut.

Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume

plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga

timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal

natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung

pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan

ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi

sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill

ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin

plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.

Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang

dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung

bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena

patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi

rangsangan yang lebih dari satu.7

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh

penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya α-glikoprotein sebagai

perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara

spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid

kembali normal. Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol,

trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat. Peningkatan kadar kolesterol

disebabkan meningkatnya LDL (low density lipoprotein), lipoprotein utama

pengangkut kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan

VLDL ( very low density lipoprotein).

Mekanisme hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan

sintesis lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Tingginya kadar

LDL pada SN disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme.

Peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL menjadi LDL

12

Page 13: Referat Sindrom Nefrotik

menyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnya aktivitas enzim LPL

( lipoprotein lipase ) diduga merupakan penyebab berkurangnya katabolisme

VLDL pada SN. Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan

onkotik plasma atau viskositas yang menurun. Sedangkan kadar HDL turun

diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT ( lecithin cholesterol

acyltransferase ) yang berfungsi sebagai katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini

juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju hati untuk

katabolisme. Penurunan aktivitas LCAT diduga terkait dengan hipoalbuminemia

yang terjadi pada SN.

Pembagian Patologi Anatomi

Klasifikasi kelainan histopatologi glomerulus pada SN yang digunakan sebagaian

besar ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, ditambah dengan

pemeriksaan mikroskop electron dan imunofluoresensi.

Kelainan minimal (KM)

o Merupakan bentuk utama dari glomerulonefritis dimana mekanisme

patogenetik imun tampak tidak ikut berperan (tidak ada bukti patogenesis

kompleks imun atau anti-MBG).

o Glomerolus tampak foot processus sel terpadu, maka disebut juga nefrosis lipid

atau penyakit podosit.

o Kelainan yang relatif jinak adalah penyebab sindrom nefrotik yang paling

sering pada anak-anak usia 1-5 tahun.

o Glomeruli tampak normal atau hampir normal pada mikroskop cahaya,

sedangkan dengan mikroskop elektron terlihat adanya penyatuan podosit;

hanya bentuk glomerolunefritis mayor yang tidak memperlihatkan

imunopatologi.

Nefropati membranosa(glomerulonefritis membranosa)

o Penyakit progresif lambat pada dewasa dan usia pertengahan secara morfologi

khas oleh kelainan berbatas jelas pada MBG.

o Jarang ditemukan pada anak-anak.

o Mengenai beberapa lobus glomerolus, sedangkan yang lain masih normal.

13

Page 14: Referat Sindrom Nefrotik

o Perubahan histologik terutama adalah penebalan membrana basalis yang dapat

terlihat baik dengan mikroskop cahaya maupun elektron.

Glomerulosklerosis (GS)

Kelainan khas terdapat daerah perpadatan di dalam glomerulus, beberapa

kapiler kolaps, pertambahan matriks mesangial, pertambahan sel mesangial, dan

endapan sejumlah hialin di dalam mesangium atau lumen kapiler.

a. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

b. Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

Glomerulosklerosis fokal segmental

o Lesi ini punya insidens hematuria yang lebih tinggi dan hipertensi, proteinuria

nonselektif dan responnya terhadap kortikosteroid buruk.

o Penyakit ini mula-mula hanya mengenai beberapa glomeruli (istilah fokal) dan

pada permulaan hanya glomeroli jukstameduler. Jika penyakit ini berlanjut

maka semua bagian terkena.

o Secara histologik ditandai sklerosis dan hialinisasi beberapa anyaman didalam

satu glomerolus, menyisihkan bagian-bagian lain. Jadi keterlibatannya baik

fokal dan segmental.

o Lebih jarang menyebabkan sindroma nefrotik.

Glomerolunefritis proliferatif membranosa (MPGN)

o Ditandai dengan penebalan membran basalis dan proliferasi seluler

(hiperselularitas), serta infiltrasi sel PMN.

o Dengan mikroskop cahaya, MBG menebal dan terdapat proliferasi difus sel-sel

mesangial dan suatu penambahan matriks mesangial.

o Perluasan mesangium berlanjut ke dalam kumparan kapiler perifer,

menyebabkan reduplikasi membrana basalis (”jejak-trem” atau kontur lengkap)

o Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang

progresif dan pada sindrom nefrotik.

o Ada MPGN tipe I dan tipe II.

Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

Glomerulus tampak besar karena proliferasi sel mesangium dan pertambahan

matriks mesangial, sehingga menyebabkan meluasnya daerah mesangial dan

14

Page 15: Referat Sindrom Nefrotik

terbentuk gambaran lobulasi glomerulus, dan juga terjadi duplikasi membrane

basal.

o Proliferatif glomeruler dan atau kerusakan yang terbatas pada segmen

glomerulus individual (segmental) dan mengenai hanya beberapa glomerulus

(fokal).

o Lebih sering ada dengan sindrom nefritik.

GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

GNMP tipe II dengan deposit intramembran

GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial

Glomerulonefritis kresentik (GNK)

Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Gejala Klinis 9,10

Episode pertama penyakit sering mengikuti sindrom seperti influenza,

bengkak periorbital, dan oliguria. Dalam beberapa hari, edema semakin jelas dan

menjadi edema anasarka. Keluhan jarang selain malaise ringan dan nyeri

perut.Anoreksia dan hilangnya protein di dalam urin mengakibatkan malnutrisi

berat. Pada keadaan asites berat dapat terjadi hernia umbilikalis dan prolaps ani.

Bila edema berat dapat timbul dispnoe akibat efusi pleura. Hepatomegali dapat

ditemukan pada pemeriksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang

meningkat.

Edema merupakan keluhan utama, tidak jarang merupakan keluhan satu-

satunya dari sindrom nefrotik. Timbulnya muncul terutama pada pagi hari dan

hilang pada siang hari. Edema dapat menetap atau bertambah, baik lambat atau

cepat atau hilang kemudian timbul kembali. Lokasi edema biasanya mengenai

mata. Kemudian edema menjadi menyeluruh, yaitu ke pinggang, perut, genitalia

dan tungkai bawah. Sebelum mencapai keadaan ini orang tua pasien sering

mengeluh berat badan anak tidak mau naik, namun kemudian mendadak berat

badan bertambah dan terjadinya pertambahan ini tidak diikuti dengan nafsu

makan yang meningkat.

15

Page 16: Referat Sindrom Nefrotik

Edema berpindah dengan perubahan posisi dan akan lebih jelas di kelopak

mata dan muka sesudah tidur sedangkan pada tungkai tampak selama dalam posisi

berdiri. Edema pada anak pada awal perjalaan penyakit SN umumnya dinyatakan

sebagai lembek dan pitting. Pada edema ringan dapat dirasakan pada pemakaian

baju dan kaos kaki yang menyempit. Kadang pada edema yang massif terjadi

robakan pada kulit secara spontan dengan keluarnya cairan. Pada keadaan ini,

edema telah mengenai semua jaringan dan menimbulkan asites, pembengkakan

skrotum atau labia, bahkan efusi pleura.

Gangguan Gastrointestinal

Gangguan ini sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN. Diare

sering dialami pasien dalam keadaan edema yang massif dan keadaan ini tidak

berkaitan dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema pada mukosa

usus. Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik, yang disebabkan

karena sistesis albumin yang meningkat atau edema, atau keduanya. Terdapat

nyeri perut yang terkadang berat yang dirasakan terbatas pada kuadaran atas

kanan saja, timbul mual dan muntah, serta dapat dirasakan dinding perut menjadi

tegang. Anoreksia dan hilangnya protein dapat menyebabkan timbulnya tanda-

tanda malnutrisi seperti perubahan rambut dan kulit, pembesaran kelenjar parotis.

Asites yang hebat dapat menyebabkan herniaumbilikalis dan prolaps ani.

Gangguan Pernafasan

Karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi pleura maka

saluran pernafasan sering terganggu, bahkan terkadang keadaan menjadi gawat.

Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infuse albumin dan furosemid.

Gangguan Fungsi Psikososial

Pada umumnya terdapat stress nonspesifik terhadap anak yang sedang

berkembang dan keluarganya. Timbul kecemasan dan perasaan bersalah pada

keluarga dan pasien merupakan respon emosional.

16

Page 17: Referat Sindrom Nefrotik

Kelainan Urin dan Darah Pada Pasien Sindrom Nefrotik 7

Status klinis Sindrom Nefrotik disebabkan oleh injuri glomerulus ditandai

dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang

mengakibatkan kehilangan protein urinaria yang massif proteinuria masif (lebih

dari 50 mg/kgBB/24 jam atau ≥ 3,5 g/hari), hipoproteinuria, hipoalbuminemia

(kurang dari 3,5 g/dl), hiperlipidemia, dan tanpa ataupun disertai edema dan

hiperkolesterolemia. Biasanya sedimen urin normal namun bila didapati

hematuria mikroskopik (>20eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (misal

: sklerosis glomerulus fokal).

Gambaran laboratorium6,7

Darah : - Hipoalbuminemia (< 3,5 g/dl)

- Kolesterol meningkat (>200 mg% , TG > 300mg%)

- Kalsium menurun

- Ureum Normal

- Hb menurun, LED meningkat

Urin : - Volumenya : normal sampai kurang

- Berat jenis : normal sampai meningkat

- Proteinuria masif (>29gr / 24 jam)

- Glikosuria akibat disfungsi tubulus proksimal

- Sedimen : silinder hialin, silinder berbutir, silinder lemak,

oval fat bodies, leukosit normal sampai meningkat.

P emeriksaan urin yang didapatkan 3,11

Penilaian berdasarkan tingkat kekeruhan urin (tes asam sulfosalisilat atau tes

asam acetat) didapatkan hasil kekeruhan urin mencapai +4 yang berarti: urin

sangat keruh dan kekeruhan berkeping-keping besar atau bergumpal-gumpal

atau memadat (> 0,5%).

Penetapan jumlah protein dengan cara Esbach (modifikasi Tsuchiya)

didapatkan hasil proteinuria terutama albumin (85-95%) sebanyak 10-15

gram/hari.

Proteinuria berat, ekskresi lebih dari 3,5 gram/l/24jam.

17

Page 18: Referat Sindrom Nefrotik

Pemeriksaan jumlah urin didapatkan produksi urin berkurang, hal ini

berlangsung selama edema masih ada.

Berat jenis urin meningkat.

Sedimen urin dapat normal atau berupa torak hialin,granula, lipoid

ditemukan oval fat bodies merupakan patognomonik sindrom nefrotik (dengan

pewarnaan Sudan III).

Terdapat leukosit

Pemeriksaan darah yang didapatkan 6,7

Hipoalbuminemia sehingga ditemukan perbandingan albumin-globulin

terbalik.

Hiperkolesterolemia

Studi pencitraan

Ultrasonografi Ginjal

Ultrasonografi Ginjal dapat membantu untuk membedakan antara MCNS

dan penyakit ginjal kronis lainnya, tapi temuan biasanya tidak spesifik. Dalam

semua kasus sindrom nefrotik, ginjal biasanya membesar akibat edema jaringan.

Peningkatan gambaran Echogenicity biasanya menunjukkan penyakit ginjal

kronis selain MCNS, di mana echogenicity biasanya normal. Temuan ginjal kecil

mengindikasikan penyakit ginjal kronis selain MCNS dan biasanya disertai

dengan peningkatan kadar kreatinin serum.

Rontgen Thorax

Rontgen thorax dilakukan dengan indikasikan pada anak dengan gejala

pernapasan. Efusi pleura adalah hal yang paling umum terjadi, lalu diikuti dengan

edema paru walaupun hal ini jarang ditemukan.Rontgen thorax juga harus

dipertimbangkan sebelum terapi steroid diberikan untuk menyingkirkan infeksi

TB , terutama pada anak dengan uji Mantoux positif atau sebelumnya positif atau

pengobatan sebelumnya untuk TB.

18

Page 19: Referat Sindrom Nefrotik

Uji Mantoux

Mantoux (Pure protein derivative [PPD]) harus dilakukan sebelum

pengobatan steroid untuk menyingkirkan infeksi TB.Pemeriksaan Mantoux dapat

dilakukan secara bersamaan dengan pengobatan steroid, pengobatan dengan

steroid selama 48 jam sebelum membaca hasil pemeriksaan PPD tidak menutupi

hasil yang positif (jika tes hasilnya positif, steroid harus segera dihentikan).Pada

anak-anak dengan PPD positif, PPD sebelumnya positif, atau sebelum pengobatan

untuk TB, rontgen thorax harus dilakukan.

Biopsi Ginjal

Biopsi ginjal tidak diindikasikan untuk pasien yang mengidap Sindrom

nefrotik pada anak 1-8 tahun kecuali hasil Anamnesis, temuan fisik, atau

laboratorium menunjukkan kemungkinan sindrom nefrotik sekunder atau sindrom

nefrotik primer selain MCNS. Biopsi ginjal diindikasikan pada pasien berusia

kurang dari 1 tahun bila bentuk genetik dari sindrom nefrotik kongenital lebih

umum, dan pada pasien yang lebih tua dari 8 tahun, ketika penyakit glomerular

kronis seperti FSGS memiliki insiden yang lebih tinggi untuk terjadi.

Pada pasien yang usianya lebih tua dari 8 tahun, pengobatan steroid

empiris dapat dipertimbangkan sebelum biopsi ginjal, tetapi ini harus dirawat di

bawah perawatan nephrologis pediatrik berpengalaman dengan sindrom nefrotik.

Beberapa penulis telah merekomendasikan melakukan biopsi ginjal pada pasien

yang lebih tua dari 12 tahun. 

Biopsi ginjal juga harus dilakukan ketika anamnesis, pemeriksaan fisik ,

atau hasil laboratorium menunjukkan adanya temuan sindrom nefrotik sekunder

atau penyakit ginjal selain MCNS. Dengan demikian, biopsi ginjal diindikasikan

jika pasien memiliki salah satu dari berikut:

Gejala penyakit sistemik (misalnya, demam, ruam, nyeri sendi)

Indikasi laboratorium sindrom nefrotik sekunder (Antinuclear antibodi (ANA),

anti-double stranded DNA antibody)

19

Page 20: Referat Sindrom Nefrotik

Peningkatan responsif tingkat kreatinin terhadap koreksi deplesi volume

intravaskular

Sebuah sejarah yang relevan keluarga penyakit ginjal

Dan pada akhirnya, pada pasien yang awalnya atau yang kemudian tidak

responsif terhadap pengobatan steroid, ginjal biopsi harus dilakukan, karena tidak

responsif terhadap pengobatan steroid memiliki korelasi tinggi dengan temuan

histologi yang buruk yang mengarah pada FSGS atau MGN.

Langkah Diagnostik

Langkah pertama dalam mengevaluasi anak dengan edema adalah untuk

menetapkan apakah ini merupakan sindrom nefrotik atau bukan sindrom nefrotik,

karena hipoalbuminemia dapat terjadi tanpa adanya proteinuria (seperti dari

protein kehilangan enteropati), dan edema dapat terjadi tanpa adanya

hipoalbuminemia (misalnya, dalam angioedema, kebocoran kapiler, insufisiensi

vena, gagal jantung kongestif).

Untuk menetapkan adanya sindrom nefrotik, tes laboratorium harus

mengkonfirmasi (1) nefrotik-range proteinuria, (2) hipoalbuminemia, dan (3)

hiperlipidemia. Oleh karena itu, pengujian laboratorium awal harus mencakup

sebagai berikut:

Urinalisis

Protein urin kuantifikasi (dengan terlebih dahulu pagi-protein urin / kreatinin

atau 24-jam protein urin)

Serum albumin

Lipid panel

Setelah ditegakan adanya sindrom nefrotik, tugas selanjutnya adalah

menentukan apakah sindrom nefrotik primer (idiopatik) atau sekunder yang

diakibatkan oleh adanya gangguan penyakit sistemik sistemik dan, jika idiopatik

nefrotik sindrom (INS) telah ditentukan, apakah tanda-tanda penyakit ginjal

20

Page 21: Referat Sindrom Nefrotik

kronis, ginjal insufisiensi, atau tanda-tanda mengecualikan kemungkinan

MCNS. Oleh karena itu, selain tes di atas, berikut ini harus disertakan dalam hasil

pemeriksaan:

Tes darah lengkap (CBC)

Metabolik panel (elektrolit serum, BUN dan kreatinin, kalsium, fosfor, dan

kadar kalsium terionisasi)

Tes HIV, hepatitis B dan C

Pelengkap studi (C3, C4)

Antinuclear antibodi (ANA), anti-double stranded DNA antibody (pada pasien

dipilih)

Pasien dengan INS kehilangan vitamin D-binding protein, yang dapat

mengakibatkan tingkat vitamin D rendah, dan globulin mengikat tiroid, yang

dapat menyebabkan kadar hormon tiroid rendah. Pertimbangan harus diberikan,

terutama pada anak dengan sering kambuh atau steroid tahan sindrom nefrotik,

untuk pengujian untuk 25-OH-vitamin D; 1,25-di (OH)-vitamin D; T4 bebas, dan

thyroid-stimulating hormone ( TSH).

Pemeriksaan lainnya dan prosedur pada pasien yang dipilih dapat mencakup

sebagai berikut:

Genetik studi

Ultrasonografi Ginjal

Rontgen Thorax

Mantoux test

Biopsi ginjal

Umur memainkan peran penting dalam evaluasi diagnostik sindrom

nefrotik. Anak-anak yang mengalami sindrom nefrotik lebih muda dari usia 1

tahun harus dievaluasi untuk kongenital / infantile sindrom nefrotik. Selain tes di

atas, bayi harus memiliki tes berikut:

Kongenital infeksi (sifilis, rubella, toksoplasmosis, sitomegalovirus, HIV)

Biopsi ginjal (lihat Prosedur)

21

Page 22: Referat Sindrom Nefrotik

Genetik tes untuk NPHS1,, NPHS2 WT1, dan LAMB2 mutasi sebagai dipandu

oleh temuan biopsi dan presentasi klinis

Tidak ada perawatan bedah rutin diindikasikan untuk kondisi ini.

Diferensial Diagnosis

Glomerulonefritis akut Poststreptococcal

Kegagalan ginjal akut

Angioedema

Denys-Drash Syndrome

Henoch Schonlein Purpura-

HIV-Associated nefropati

Minimal-Perubahan Penyakit

Nail-patella Syndrome

Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Toksoplasmosis

Indikasi untuk Perawatan di Rumah Sakit

Indikasi medis Kemungkinan untuk masuk meliputi:

Anasarca, terutama ketika resisten terhadap terapi rawat jalan dan / atau disertai

dengan kompromi masalah pernapasan, asites masif atau edema skrotum /

perineum atau penis

Signifikan hipertensi

Anuria atau oligouria parah

Peritonitis, sepsis, atau infeksi yang parah

Signifikan infeksi pernapasan

Signifikan azotemia

Frequently relapsing and steroid-dependent nephrotic syndromes

Sekitar 60% dari pasien responsif steroid mengalami kambuh atau episode

relaps. Beberapa dari pasien ini dapat dikelola dengan dosis rendah steroid , yang

diberikan setiap hari atau pada hari alternatif, tetapi masih banyak yang terdapat

22

Page 23: Referat Sindrom Nefrotik

episode relaps atau kambuh, terutama jika mereka memiliki . Steroid

menginduksi efek samping berkembang dalam proporsi yang tinggi dari pasien

tersebut. Sekarang tidak ada data pada obat lini kedua yang lebih disukai untuk

drugs of choice, untuk itu masih sering digunakan pengobatan menggunakan

siklofosfamid, klorambusil, ciclosporin, dan levamisol untuk mengurangi risiko

kambuh didukung oleh sistematis review control trials secara acak dan dengan

berbasis bukti recommendations. Agen alkylating telah digunakan sejak 1950-an.

Walaupun anak-anak di kedua sub kelompok dapat mengambil manfaat dari

pengobatan agen alkylating, anak dengan sindrom nefrotik yang sering kambuh

atau mengalami episode (dua episode atau lebih kambuh dalam 6 bulan respon

awal atau empat atau lebih episode relaps pada setiap periode 12-bulan)

dilaporkan mencapai lebih lama remisi dengan agen alkylating daripada anak-

anak dengan pengobatan steroid. Pengobatan dengan siklofosfamid (2.0 -2 · 5

mg / kg/hari) atau klorambusil (0,2 mg / kg) adalah umumnya diberikan selama 8-

12 minggu. Karena risiko kejang terkait dengan pengobatan klorambusil.

pengobatan bulanan Intravena juga tampaknya efektif, tetapi tidak ada advantage.

Pedoman untuk pengobatan alkylating agen tahap kedua perlu dibentuk.

Meskipun tidak umum dianjurkan, pengobatan tahap kedua yaitu 8-minggu kedua

siklofosfamid dapat diberikan tanpa mencapai dosis ambang kumulatif 200 mg /

kg, di atas dosis tersebut akan dapat semakin berisiko utuk efek toksik gonad.

Ciclosporin adalah agen steroid-sparing penting dalam pengobatan sindrom

nefrotik steroid responsif. Sejak awal laporan pada akhir tahun 1980an, tanggap

terhadap ciclosporin telah dikonfirmasi dalam banyak studi dan data penting pada

keamanan dan kemanjurannya dalam 85% dari pasien mengalami remisi secara

keseluruhan, bila digunakan untuk mengobati sindrom nefrotik steroid responsif.

Meskipun tidak ada protokol pengobatan standar, awal pengobatan ciclosporin

biasanya berlangsung selama 1-2 tahun. Biasanya pasien dapat dikelola dengan

dosis 5-6 mg / kg sehari dan melalui konsentrasi 50-125 ng / mL. Kekhawatiran

tentang efek nefrotoksik perlu dilakukan pemantauan secara cermat akan fungsi

ginjal dan konsentrasi plasma ciclosporin. Tidak semua pasien yang diobati

dengan ciclosporin dapat menghentikan pengobatan steroid dan mempertahankan

23

Page 24: Referat Sindrom Nefrotik

remisi, sebanyak 40% mungkin perlu seiring dosis rendah steroids. lama-lama

pengobatan yang digunakan frekuensinya meningkat namun harus

ditindaklanjuti dengan pemeriksaan penunjang yaitu biopsi ginjal untuk

memeriksa bukti ciclosporin induksi vasculopathy. Levamisol adalah obat

anthelmintik dengan imunostimulan properti. Levamisol (2,5 mg / kg pada hari

alternatif) mengurangi jumlah relaps pada anak-anak dengan sering episodik

relapsnya. Dalam analisis retrospektif, levamisol telah diusulkan untuk menjadi

sama efektifnya dengan siklofosfamid dalam pengobatan relapse sindrom

nefrotik . Namun Obat ini tidak memiliki efek toksik (Misalnya, leukopenia,

kelainan hati), termasuk kasus langka agranulositosis, vaskulitis, dan

ensefalopati. Mizoribine, sebuah sintesis purin-imunosupresif inhibitor

dikembangkan di Jepang, dilaporkan untuk mengurangi jumlah relaps pada anak

berusia di bawah 10 tahun jika diberikan selama 48 minggu, tetapi tidak

mengurangi tingkat kekambuhan untuk kelompok perlakuan secara seluruhnya.

laporan Kasus tanggap terhadap mycophenolate mofetil telah mulai

dipublikasikan, tapi rekomendasi untuk penggunaan obat ini harus menunggu

hasil randomized controlled clinical trials.

Sindrom Nefrotik Resisten Steroid

Hal ini tidak rutin dilakukan dalam praktek, hanya saja dilakukan dilakukan di

Inggris, dimana biopsi pada ginjal anak yang terkena serangan pertama sindrom

nefrotik yang berada pada usia dibawah 12 tahun atau usia lebih dari 16 tahun,

yang disertai dengan hipertensi yang persisten, hematuria yang terus menerus dan

nyata, kadar C3 dan C4 yang rendah dan tidak beresponnya terapi inisial

kortikosteroid. Tujuan dialkukannya biopsi adalah untuk melihat kelaianan

histologi dari ginjal yang biasanya mengarah pada FSGS atau MCD. Harus

diingat bahwa FSGS adalah suatu gambaran histologi yang buruk sebagai hasil

dari perjalanan penyakit sindrom nefrotik, dan terdapat gambaran suatu bentuk

resistensi terhadap semua tipe pengobatan. Dewasa ini diketahui bahwa mungkin

hal ini terjadi karena diakibatkan oleh suatu mutasi dari gen 1q25-31 yang dimana

gen tersebut mengkode untuk pembentukan membran protein, podokin, dan

24

Page 25: Referat Sindrom Nefrotik

melokalisasi sel podosit. Terdapat bebearapa data evidens yang mengatakan anak

yang memperlihatkan lesi sindrom nefrotik tipe FSGS sejak awal penyakit sangat

tidak responsif untuk menerima terapi steroid dan pengobatan lainnya

dibandingkan MCD. Yang tpenting perlu diperhatikan bahwa beberapa pasien

dengan tipe MCD pada pemeriksaan hasil biopsi ginjal pertama kali mungkin

akan berubah atau bertransformasi menjadi tipe FSGS pada akhir penyakit,

terutama jika mereka scara persisten resisten akan pengobatan steroid atau mereka

yang tadinya mengalami remisi dengan pengobatan steroid pada awalnya kini

berkembang menjadi resisten akan pengobatan steroid sekunder, hal itu dapat

terjadi. Sejak saat itu hanya penting untuk mengidentifikasi area tunggal dari

hyalinosis fokal pada glomerulus tunggal untuk mendiganosa FSGS, dan

pertanyaannya adalah meskipun FSGS dapat tertampilkan setiap waktu dari hasil

pemeriksaan biopsi ginjal tetapi selalu terlewatkan pada biposi ginjal pertama

dikarenakan sebauah lesi yang representatif tidak masuk atau tidak tertampakan

dalam biposi tersebut atau justru MCD yang sesungguhnya dapat berkembang

menjadi ke tipe FSGS , jawabnnya belum diketemukan. Hal inilah yang sekarang

dipercaya bahawa lesi yang makin hari makin memburuk atau meningkat untuk

tipe FSGS sebanding dengan makin tidak adanya remisi akan protenuria berat .

Jika hal tersebut benar adanya, hal tersebut akan menunjukan bahawa akan terjadi

suatu bentuk resistensi akan pengobatan kortikosteroid pada perkembanagan

FSGS yang tadinya berresponsif akan terapi steroid dan terdapat remisi. Inti dari

dilakukannnya suatu tindakan biposi setelah kegagalan intial pada dalam

merespon terapi steroid ialah untuk menyingkirkan kasus yang sangat langka

lainnya seperti glomerrulonephritis nonploriferatif membran dimana akan

diberikan perlakuan dan pengobatan yang berbeda juga nantinya.

Meskipun pengobatan untuk tipe sindrom nefrotik ini jauh dari hasil yang

memuaskan, namun pengobatan tetap harus diberikan sesuai dengan dengan terapi

immunosupresif yang empiris dengan kombinasi dan variasi obat-obatan yang

digunakan sesuaikan dengan evidence base medicine, sekalipun laporan mengenai

efektivitasnya kurang atau lemah. Karena hal tersebut untuk mencegah

progresifitas dan memberikan remisi akan perjalanan penyakit tersebut sekalipun

25

Page 26: Referat Sindrom Nefrotik

memang terdapat suatu prognosis yang buruk dimana tipe sindrom nefrotik

resisten steroid akan menuju kepada kegagalan ginjal dengan besar persentase

mencapai 50% dalam kurun waktu 5-10 tahun mendatang.

Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik Secara Suportif, Diitetik dan

Medikamentosa Suportif:

Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit

dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema

dan mengobati komplikasi. Diuretik disertai diet rendah garam dan tirah baring dapat

membantu mengontrol edema. Furosemid oral dapat diberikan dan bila resisten dapat

dikombinasi dengan tiazid, metalazon dan atau asetazolamid. Kontrol proteinuria

dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan mengurangi risiko komplikasi yang

ditimbulkan. Pembatasan asupan protein 0.8-1.0 g/kg BB/hari dapat mengurangi

proteinuria. Obat penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting

enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin II receptor

antagonists) dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai

efek aditif dalam menurunkan proteinuria.

Risiko tromboemboli pada SN meningkat dan perlu mendapat penanganan.

Walaupun pemberian antikoagulan jangka panjang masih kontroversial tetapi pada

satu studi terbukti memberikan keuntungan. Dislipidemia pada SN belum secara

meyakinkan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, tetapi bukti klinik dalam

populasi menyokong pendapat perlunya mengontrol keadaan ini. Obat penurun

lemak golongan statin seperti simvastatin, pravastatin dan lovastatin dapat

menurunkan kolesterol LDL, trigliseride dan meningkatkan kolesterol HDL. 7

Istirahat sampai edema berkurang (pembatasan aktivitas)

Restriksi protein dengan diet protein 0,8 g/kgBB ideal/hari + ekskresi protein

dalam urin/24jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan

hingga 0,6 g/kgBB ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam.

Pembatasan garam atau asupan natrium sampai 1 – 2 gram/hari. Menggunakan

garam secukupnya dalam makanan dan menghidari makanan yang diasinkan.

Diet rendah kolestrol < 600 mg/hari

26

Page 27: Referat Sindrom Nefrotik

Pembatasan asupan cairan terutama pada penderita rawat inap ± 900 sampai

1200 ml/ hari

Medikamentosa: 7,10

Pemberian albumin i.v. secara bertahap yang disesuaikan dengan kondisi

pasien hingga kadar albumin darah normal kembali dan edema berkurang

seiring meningkatnya kembali tekanan osmotik plasma.

Diuretik: diberikan pada pasien yang tidak ada perbaikan edema pada

pembatasan garam, sebaiknya diberikan tiazid dengan dikombinasi obat

penahan kalsium seperti spirinolakton, atau triamteren tapi jika tidak ada

respon dapat diberikan: furosemid, asam etakrin, atau butematid. Selama

pengobatan pasien harus dipantau untuk deteksi kemungkinan komplikasi

seperti hipokalemia, alkalosis metabolik, atau kehilangan cairan intravaskuler

berat. Perlu diperhatikan bahwa pemberian diuretikum harus memperhatikan

kadar albumin dalam darah, apabila kadar albumin kurang dari 2 gram/l darah,

maka penggunaan diuretikum tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan

syok hipovolemik. Volume dan warna urin serta muntahan bila ada harus

dipantau secara berkala.9

Pemberian ACE-inhibitors misalnya enalpril, captopril atau lisinopril untuk

menurunkan pembuangan protein dalam air kemih dan menurunkan

konsentrasi lemak dalam darah. Tetapi pada penderita yang memiliki kelainan

fungsi ginjal yang ringan sampai berat, obat tersebut dapat meningkatkan kadar

kalium darah sehingga tidak dianjurkan bagi penderita dengan gangguan fungsi

ginjal.

Kortikosteroid: prednison 1 - 1.5 mg/kg/hari po 6 - 8 minggu pada dewasa.

Pada pasien yang tidak respon dengan prednisone, mengalami relap dan pasien

yang ketergantungan dengan kortikosteroid, remisi dapat diperpanjang dengan

pemberian cyclophosphamide 2 - 3 mg/kg/hari selama 8-12 minggu atau

chlorambucil 0.15 mg/kg/hari 8 minggu. Obat-obat tersebut harus diperhatikan

selama pemberian karena dapat menekan hormon gonadal (terutama pada

remaja prepubertas), dapat terjadi sistitis hemorrhagik dan menekan produksi

sel sumsum tulang. 6,12.

27

Page 28: Referat Sindrom Nefrotik

Suatu uji klinik melibatkan 73 pasien dengan minimal change nephritic

syndrome secara acak mendapatkan cyclophosphamide 2 mg/kg/hari selama 8

atau 12 minggu masing masing dalam kombinasi dengan prednisone. Tidak ada

perbedaan antara dua kelompok dalam usia, onset neprosis, rasio jenis kelamin,

lamanya neprosis atau jumlah pasien yang relap pada saat masuk penelitian.

Diperoleh hasil angka bebas dari relap selama 5 tahun pada pasien yang

mendapat terapi selama 8 minggu adalah 25 % serupa dengan yang mendapat

terapi 12 minggu 24 %. Dari uji klinik tersebut dapat disimpulkan

cyclophosphamide tidak perlu digunakan lebih lama dari 8 minggu dengan

dosis 2 mg/kg/hari pada anak anak dalam kombinasi dengan steroid pada

minimal change nephotic syndrome.12

Komplikasi Sindrom Nefrotik 7,10

1. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis. Dua mekanisme kelainan

hemostasis pada sindrom nefrotik:

Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:

a) Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein didalam urin

seperti AT III, protein S bebas, plasminogen dan α antiplasmin.

b) Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan

A2, meningkatnya sintesis protein prokoagulan karena hiporikia dan

tertekannya fibrinolisis.

Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan

monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus

yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi

trombosit.

2. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus,

bronkopneumonia, TBC. Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha sering

ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi kurang menonjol

seperti erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme apabila kelainan

kulit dibiakan.

3. Gangguan tubulus renalis

28

Page 29: Referat Sindrom Nefrotik

Gangguan klirens air bebas pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan

kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran

natrium dan air ke ansa henle tebal.

Gangguan pengasaman urin ditandai dengan ketidakmampuan menurunkan pH

urin sesudah pemberian beban asam.

4. Gagal ginjal akut.

Terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi berkurang, tapi karena

edema interstisial dengan akibatnya meningkatnya tekanan tubulus proksimalis

yang menyebabkan penurunan LFG.

5. Anemia

Anemia hipokrom mikrositik, karena defisiensi Fe yang tipikal, namun resisten

terhadap pengobatan preparat Fe.Hal ini disebabkan protein pengangkut Fe

yaitu transferin serum yang menurun akibat proteinuria.

6. Peritonitis

Adanya edema di mukosa usus membentuk media yang baik untuk

perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat infeksi

streptokokus pneumonia, E.coli.

7. Gangguan keseimbangan hormon dan mineral

Karena protein pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin

pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien sindrom nefrotik dan

laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria.

Hipokalsemia disebabkan albumin serum yang rendah, dan berakibat

menurunkan kalsium terikat, tetapi fraksi yang terionisasi normal dan menetap.

Disamping itu pasien sering mengalami hipokalsiuria, yang kembali menjadi

normal dengan membaiknya proteinuria. Absorbsi kalsium yang menurun di

GIT, dengan eksresi kalsium dalam feses lebih besar daripada pemasukan.

Hubungan antara hipokalsemia, hipokalsiuria, dan menurunnya absorpsi

kalsium dalam GIT menunjukan kemungkinan adanya kelainan metabolisme

vitamin D namun penyakit tulang yang nyata pada penderita SN jarang

ditemukan. [3,7]

Penatalaksanaan Komplikasi Sindroma Nefrotik: 7,10

29

Page 30: Referat Sindrom Nefrotik

Pengobatan komplikasi sindrom nefrotik ini secara simptomatik.

1. Pengobatan kelainan koagulasi dengan pemberian zat anti koagulan dan

trombosis diberikan trombolitik.

2. Cegah infeksi. Jika terjadi infeksi sekunder maupun peritonitis diberikan

antibiotik terutama yang berspektrum luas .

3. Pemberian furosemid untuk meningkatkan hantaran ke tubulus distal. Selain

itu, furosemid juga diberikan bila edema tidak berkurang dengan pembatasan

garam. Dosis furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema

dan respons pengobatan. Bila refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-

50 mg/hari). Selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan

hipokalemia, alkalosis metabolik, atau kehilangan cairan intravascular berat.

4. Jika terjadi gagal ginjal, hal ini membutuhkan proses dialisis, atau cangkok

ginjal.

5. Kortikosteroid dapat diberikan untuk mengurangi inflamasi infeksi kulit.

Prednison dosis penuh : 60 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2

mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari) selama 4 minggu dilanjutkan

pemberian prednison dosis 40 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2/3

dosis penuh, yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminngu atau selang

sehari selama 4 minggu, kemudian dihentikan tanpa tapering off. Bila relaps,

berikan prednison dosis penuh seperti terapi awal sampai terjadi remisi,

kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh. Bila relaps sering atau

resisten steroid, lakukan biopsi ginjal.

6. 1,25mg kalsiferol sehari (50.000 unit) untuk atasi hipokalsemia, tapi masih

dalam tahap percobaan.

Prognosis Sindrom Nefrotik 7,9,10

Prognosis makin baik jika dapat di diagnosis segera. Pengobatan segera

dapat mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat mekanisme

kompensasi ginjal maupun proses autoimun. Prognosis juga baik bila penyakit

memberikan respons yang baik terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps.

Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak berdaya

terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.

30

Page 31: Referat Sindrom Nefrotik

Penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun

dengan kortikosteroid.

K e lainan minimal (minimal lesion):

Prognosis lebih baik daripada golongan lainnya; sangat baik untuk anak-anak dan

orang dewasa, bahkan bagi mereka yang tergantung steroid.

Nefropati membranosa (glomrolunefritis membranosa)

Prognosis kurang baik 95% pasien mengalami azotemia dan meninggal akibat

uremia dalam waktu 10-20 tahun.

Glomerulosklerosis fokal segmental

Lebih jarang menyebabkan sindroma nefrotik.

Prognosis buruk

Glomerolunefritis proliferatif membranosa (MPGN)

Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang

progresif dan pada sindrom nefrotik.

31

Page 32: Referat Sindrom Nefrotik

DAFTAR PUSTAKA

1. Agraharkar Mahendra, Nefrotik Syndrome. www.emedicine.com Last

Update: september 2, 2004.

2. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO : Sindrom Nefrotik, Buku

Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2004

3. Hanno PM et al. Clinical manual of Urology 3rd edition. New York:

Mcgraw-hill.2001

4. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US:

FA Davis Company; 2007

5. Guyton.A.C. et all .Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelpia:

Elsevier saunders. 1996

6. A.Aziz Rani, Soegondo S. Mansjoer A. et all. Sindrom Nefrotik. Panduan

Pelayanan Medik PAPDI. 3rd ed. Jakarta: PB. PAPDI. 2009

7. Prodjosudjadi W. Sindrom Nefrotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid

1. 4th ed. Jakarta: IPD FKUI. 2007. Hal: 547-549

8. Behram, dkk. 2002. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi II. Jakarta: EGC

9. Eric P Cohen.Nephrotic Syndrome. Website: emedicine nephrology. Mar

17, 2010. [cited Nov 10, 2012]. Available:

http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview

10. Hull PR. Goldsmith DJ. Nephrotic syndrome in Adult [clinical review].

2008: vol.336.Website: BMJ. [cited 2012 Nov, 10]

11. Price, Braunwald, Kasper, et all. Nephrotic Syndrome. Harrison’s Manual

Of Medicine. 17th ed. USA: McGraw Hill. 2008. Page: 803-806

12. Anonym. Cyclophosphamide untuk sindroma nefrotik [artikel]. Website:

Indonesia Kidney Care Club. [cited 2012, Nov,10].Available:

http://www.ikcc.or.id/content.php?c=2&id=170

32

Page 33: Referat Sindrom Nefrotik

33