referat - polio

Upload: okvianto-putra-budiman

Post on 17-Oct-2015

26 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

refeerat polio

TRANSCRIPT

IDENTITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA 2013REFERAT ILMU KESEHATAN ANAK

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGAsma bronkial merupakan kelainan saluran napas kronik yang merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai usia, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam dekade terakhir ini prevalensi asma bronkial cenderung meningkat, sehingga masalah penanggulangan asma menjadi masalah yang menarik. Pada saat ini di seluruh dunia tengah terjadi peningkatan prevelensi dan derajat asma, terutama pada anak.Walaupun banyak hal yang berkaitan dengan asma telah diketahui namun belum semuanya terungkap.Asma pada anak dan dewasa berkembang secara pesat baik dalam ilmu pengetahuan tentang patologi, patofisiologi dan imunologi. Pada balita dan bayi, mekanisme dasar dan perkembangan.asma masih belum diketahui dengan pasti.Pada balita dan bayi yang mengalami mengi pada saat terkena infeksi saluran nafas akut, banyak yang tidak berkembang menjadi asma saat dewasa.

Penyakit infeksi di indonesia tetap menduduki peringkat teratas sebagai penyebab utama mortalitas dan morbiditas. Berbagai jenis antimikroba terbaru telah dikembangkan untuk mengatasinya, bahkan beberapa infeksi mikroba sudah banyak yang bisa dicegah dengan vaksinasi sebagai perkembangan ilmu kedokteran yang lebih maju.Sedangkan penanggulangan medis penyakit non infeksi atau degenerative seperti kanker, bronchitis kronik, emfisema dan asma saat ini semata-mata ditunjukan pada peningkatan kualitas hidup dan bukan penyembuhan dalam arti sebenarnya.Walaupun pada saat ini tersedia banyak jenis obat asma yang dapat diperoleh di Indonesia, tetapi hal ini tidak mengurangi jumlah penderita asma. Beberapa negara melaporkan terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas penderita asma. Hal ini antara lain disebabkan karena kurang tepatnya penatalaksanaan atau kepatuhan penderita.

Pasien asma sering dijumpai di beberapa rumah sakit, baik di unit rawat jalan maupun di unit gawat darurat.Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) diberbagai propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan

(morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006).

Menurut hasil penelitian multisenter salah satu negara bagian di amerika serikat menunjukan terdapat 43,6 % penderita dalam 1 tahun terakhir menggunakan fasilitas gawat darurat, rawat inap atau kunjungan darurat lainnya ke dokter. Dampak asma terhadap kualitas hidup dan produktivitas hidup seseorang.

Beberapa survei menunjukan bahwa penyakit asma menyebabkan hilangnya 16 % hari sekolah pada anak-anak di amerika serikat (Vita health,2006). Di Indonesia masih banyak penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, salah satunya penyakit asma yang tergolong penyakit tidak menular. Penyakit asma ini dapat berpengaruh pada kualitas dan produktivitas hidup masyarakat indonesia terutama kepada anak-anak, hal ini ditunjukan dengan didapatkan angka kekambuhan asma yang tinggi dan hilangnya hari sekolah pada anak (DEPES RI 2009).

Prevalensi nasional untuk penyakit asma sebesar 4,0% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Sebanyak 9 provinsi yang mempunyai prevelensi penyakit asma diatas prevelensi nasional, antara lain adalah Nanggroe Aceh Darussalam di urutan pertama, diikuti oleh Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo dan Papua Barat (RIKESDAS, 2007).

B. RUMUSAN MASALAHRumusan masalah dari referat ini adalah apakah definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, pengobatan, komplikasi,pencegahan,dan prognosis asma.

C. TUJUAN PENULISANReferat ini bertujuan menggali lebih lanjut dan membahas tentang penyakit Asma sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan tentang cara mendiagnosis, pengobatan, pencegahan dan prognosis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Menurut National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI, 2007), pada individu yang rentan, gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya.Penyakit asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek,asma, mengi, ampek, sasak angok, dan berbagai istilah lokal lainnya. Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatanrespon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. (Medicafarma,2008)Dari definisi di atas, maka dapat diambil poin penting mengenai asma, yaitu :-Asma merupakan penyakit gangguan jalan nafas-Ditandai dengan hipersensitifitas bronkus dan bronkokostriksi-Diakibatkan oleh proses inflamasi kronik-Bersifat reversibel

Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari. (PDPI, 2006; GINA, 2009).

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernapas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bilareaksi dengan antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003).Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronchuskecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebutmeningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast danmenyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecilmaupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme ototpolos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. (Tanjung, 2003)

Gambar 1 : saluran nafas normal (i) dan saluran nafas penderita asma (ii) (Muchiddkk, 2007)

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kalimelakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea.Kapasitas residu fungsionaldan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)

B. EPIDEMIOLOGIAsma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini.Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003).

Asma merupakan penyakit kronik yang paling sering terjadi pada anak-anak di negara maju, mengenai hampir 6 juta anak berusia kurang dari 18 tahun di Amerika Serikat.

Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006).Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma bronkial sebesar 515%.

C. ETIOLOGISel-sel inflamasi ( sel mast, eosinofil, limfosit T, neutrofil), mediator kimia ( histamin, leukotrien, platelet-activating factor, bradikinin,) dan faktor komotaktik (sitokin, eutaksin) memerantarai proses inflamasi yang terjadi pada saluran respiratori penderita asma. Inflamasi menyebabkan terjadinya hiper responsif saluran respiratory yaitu kecenderungan saluran respiratori mengalami konstriksi sebagai respon terhadap alergi, iritan, infeksi virus dan olahraga. Hal ini juga menyebabkan terjadinya edema, peningkatan produksi mukus di paru, masuknya sel-sel inflamasi ke saluran respiratori, dan kerusakan sel epitel. Inflamasi kronik dapat menyebabkan terjadinya remodeling saluran respiratori, akibat proliferasi protein matriks ekstraseluler dan hiperplasia vaskuler yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur yang irrefersibel dan penurunan fungsi paru yang progresif.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.a. Faktor predisposisi GenetikDimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.b. Faktor presipitasi AlergenDimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :1.Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasanex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi2.Ingestan, yang masuk melalui mulutex: makanan dan obat-obatan3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulitex: perhiasan, logam dan jam tangan Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. StressStress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. Lingkungan kerjaMempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. Olah raga/ aktifitas jasmani yang beratSebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

D. PATOFISIOLOGIAsma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormaldalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi dipaksamenekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi, hal ini menyebabkan dispnea.Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

BronkospasmeEdema mukosaSekresi meningkatinflamasiPelepasanmediatorhumoralHistamineSRS-ASerotoninKininImunresponmenjadiaktifPencetus : Allergen Olahraga Cuaca Emosi

Penghambatkortikosteroid

II.4Klasifikasi Derajat Penyakit

Derajat Asma

Gejala

Gejala Malam

Faal paru

I. Intermiten

Bulanan APE 80 %

Gejala < 1x / minggu Tanpa gejala di luar serangan Serangan singkat

2 kali sebulan

VEP1 80 % nilai prediksi APE 80 % nilai terbaik Variabiliti APE < 20 %

II. Persisten Ringan

Mingguan APE 80 %

Gejala > 1x / minggu, tetapi < 1x / hari Serangan dapat mengganggu aktivitis dan tidur

> 2 kali sebulan

VEP1 80 % nilai prediksi APE 80 % nilai terbaik Variabiliti APE 20 - 30 %

III. Persisten Sedang

Harian APE 60 - 80 %

Gejala setiap hari Serangan mengganggu aktivitas dan tidur

Membutuhkan bronkodilator setiap hari

> 1x / seminggu

VEP1 60 - 80 % nilai prediksi APE 60 - 80 % nilai terbaik Variabiliti APE > 30 %

IV. Persisten Berat

Kontinyu

APE 60 %

Gejala terus menerus Sering kambuh Aktiviti fisik terbatas

Sering

VEP1 60 % nilai prediksi APE 60 % nilai terbaik Variabiliti APE > 30 %

.E. GEJALA KLINISKeluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan napas yang kumat-kumatan.Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dansesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. (Medicafarma,2008)Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi.Berat ringannya wheezingtergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akanterdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu ada,bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih dan berbuih. Selain itu, makin kentaldahak, maka keluhan sesak akan semakin berat. (Medicafarma,2008)Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi dudukmembungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi inididapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease(COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidungyang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat(takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Padafase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2,tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akanmemperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH sertameningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyutnadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia. (Medicafarma,2008)

F. DIAGNOSISSeperti pada penyakit lain, diagnosis penyakit asma dapat ditegakkan dengan anamnesis yang baik. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

11.5.1 Anamnesis Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit/gejala, yaitu: 1. Asma bersifat episodik, sering bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan2. Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap alergen, gejala musiman, riwayat alergi/atopi, dan riwayat keluarga pengidap asma 3. Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik, rasa berat di dada dan batuk berdahak yang berulang 4. Gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari 5. Mengi atau batuk setelah kegiatan fisik 6. Respon positif terhadap pemberian bronkodilator

II.5.2 Pemeriksaan Fisik Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat normal (GINA, 2009). Kelainan pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan pada auskultasi adalah mengi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik akan sangat membantu diagnosis jika pada saat pemeriksaan terdapat gejala-gejala obstruksi saluran pernapasan (Chung, 2002). Sewaktu mengalami serangan, jalan napas akan semakin mengecil oleh karena kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi mukus. Keadaan ini dapat menyumbat saluran napas; sebagai kompensasi penderita akan bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi jalan napas yang mengecil (hiperinflasi). Hal ini akan menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa batuk, sesak napas, dan mengi (GINA, 2009).

11.5.3 Faal ParuPengukuran faal paru sangat berguna untuk meningkatkan nilai diagnostik. Ini disebabkan karena penderita asma sering tidak mengenal gejala dan kadar keparahannya, demikian pula diagnosa oleh dokter tidak selalu akurat. Faal paru menilai derajat keparahan hambatan aliran udara, reversibilitasnya, dan membantu kita menegakkan diagnosis asma. Akan tetapi, faal paru tidak mempunyai hubungan kuat dengan gejala, hanya sebagai informasi tambahan akan kadar kontrol terhadap asma (Pellegrino dkk, 2005). Banyak metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah dianggap sebagai standard pemeriksaan adalah: (1) pemeriksaan spirometri dan (2) Arus Puncak Ekspirasi meter (APE). Pemeriksaan spirometri merupakan pemeriksaan hambatan jalan napas dan reversibilitas yang direkomendasi oleh GINA (2009). Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui spirometri. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 3 ekspirasi. Banyak penyakit paru-paru menyebabkan turunnya angka VEP1. Maka dari itu, obstruksi jalan napas diketahui dari nilai VEP1 prediksi (%) dan atau rasio VEP1/KVP (%). Pemeriksaan dengan APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore (tidak lebih dari 20%). Untuk mendapatkan variabiliti APE yang akurat, diambil nilai terendah pada pagi hari sebelum mengkonsumsi bronkodilator selama satu minggu (Pada malam hari gunakan nilai APE tertinggi). Kemudian dicari persentase dari nilai APE terbaik (PDPI, 2006).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Pemeriksaan sputumPemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi darikristal eosinopil.Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) daricabang bronkus.Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifatmukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucusplug.(Medicafarma,2008)

b. Pemeriksaan darahAnalisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pulaterjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig Epada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.(Medicafarma,2008).

c. Pemeriksaan RadiologiGambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, sertadiafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, makakelainan yang didapat adalah sebagai berikut:-Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.-Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusenakan semakin bertambah.-Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.-Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, danpneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.(Medicafarma,2008).d. Tes kulitPemeriksaan tes kulit dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel. (Medicafarma,2008).

e. ElektrokardiografiGambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagimenjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi padaempisema paru yaitu :-Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwise rotation.-Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB(Right bundle branch block). Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, danVES atau terjadinya depresi segmen ST negative.(Medicafarma,2008).

f. Scanning paruDengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

g. SpirometriUntuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang palingcepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan denganbronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudahpamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosisasma.Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.Pemeriksaanspirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga pentinguntuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.Benyak penderita tanpakeluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.(Medicafarma,2008)

H. DIAGNOSIS BANDING1. EmfisemaSesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkanbatuk dan mengi jarang menyertainya.

2. Bronkitis kronikBronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yangmengeluarkan sputum selama 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat.Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengidan menurunkan kemampuan jasmani.

3. Gagal jantung kiriDulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dantimbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispne. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapisesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaanfisik ditemukan kardiomegali dan edema paru

4. Emboli paruHal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagaljantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengandisertai darah (haemoptoe).

I. PENGOBATANTujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol manifestasi klinis dari penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. GINA (2009) dan PDPI (2006) menganjurkan untuk melakukan penatalaksanaan berdasarakan kontrol. Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol terdapat dua faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu: 1. Medikasi 2. Pengobatan berdasarkan derajat

1. Medikasi Menurut PDPI (2006), medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara seperti inhalasi, oral dan parenteral. Dewasa ini yang lazim digunakan adalah melalui inhalasi agar langsung sampai ke jalan napas dengan efek sistemik yang minimal ataupun tidak ada. Macammacam pemberian obat inhalasi dapat melalui inhalasi dosis terukur (IDT), IDT dengan alat bantu (spacer), Dry powder inhaler (DPI), breathactuated IDT, dan nebulizer. Medikasi asma terdiri atas pengontrol (controllers) dan pelega (reliever). Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang, terutama untuk asma persisten, yang digunakan setiap hari untuk menjaga agar asma tetap terkontrol (PDPI, 2006). Menurut PDPI (2006), pengontrol, yang sering disebut sebagai pencegah terdiri dari:1. Glukokortikosteroid inhalasi dan sistemik 2. Leukotriene modifiers3. Agonis -2 kerja lama (inhalasi dan oral) 4. Metilsantin (teofilin) 5. Kromolin (Sodium Kromoglikat dan Nedokromil Sodium) Pelega adalah medikasi yang hanya digunakan bila diperlukan untuk cepat mengatasi bronkokonstriksi dan mengurangi gejala gejala asma. Prinsip kerja obat ini adalah dengan mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada, dan batuk. Akan tetapi golongan obat ini tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hipersensitivitas jalan napas. Pelega terdiri dari: 1. Agonis -2 kerja singkat 2. Kortikosteroid sistemik 3. Antikolinergik (Ipratropium bromide) 4. Metilsantin

2. Pengobatan Berdasarkan Derajat Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan derajat asma dibagi menjadi:

2.1. Asma Intermitena. Umumnya tidak diperlukan pengontrol b. Bila diperlukan pelega, agonis -2 kerja singkat inhalasi dapat diberikan. Alternatif dengan agonis -2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis -2 kerja singkat oral atau antikolinergik inhalasi c. Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan 2.2. Asma Persisten Ringan a. Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma, dengan pilihan: Glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (diberikan sekaligus atau terbagi dua kali sehari) dan agonis -2 kerja lama inhalasi Budenoside : 200400 g/hari Fluticasone propionate : 100250 g/hari Teofilin lepas lambat Kromolin Leukotriene modifiers b. Pelega bronkodilator (Agonis -2 kerja singkat inhalasi) dapat diberikan bila perlu

2.3. Asma Persisten Sedanga. Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma, dengan pilihan: Glukokortikosteroid inhalasi (terbagidalam dua dosis) dan agonis -2 kerja lama inhalasi Budenoside: 400800 g/hari Fluticasone propionate : 250500 g/hari Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah teofilin lepaslambat Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah agonis -2 kerja lama oral Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 g/hari) Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah leukotrienemodifiers

b. Pelega bronkodilator dapat diberikan (bila perlu) seperti : Agonis -2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 34 kali sehari, atau Agonis -2 kerja singkat oral, atau Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis -2 kerja singkat Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telahmenggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol

c. Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah dan belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis -2 kerja lama inhalasi

d. Dianjurkan menggunakan alat bantu / spacer pada inhalasi bentuk IDT atau kombinasi dalam satu kemasan agar lebih mudah

2.4. Asma Persisten Berat Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal mungkin Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol asma, dengan pilihan: >>Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis -2 kerja lama inhalasi >> Beclomethasone dipropionate: >800 g/hari >> Selain itu teofilin lepas lambat, agonis -2 kerja lama oral, dan leukotriene modifiers dapat digunakan sebagai alternative agonis -2 kerja lama inhalai ataupun sebagai tambahan terapi >>Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat mencegahefek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi saluran napas atas.

J. KOMPLIKASIBerbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :1. Status asmatikusStatus asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yangberat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatanyang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikanyang sifatnya hanya singkat, dengan pengamatan 1-2 jam. (Medlinux,2008)Gambaran klinis Status Asmatikus :Penderita tampak sakit berat dan sianosis.Sesak nafas, bicara terputus-putus.Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebabpenderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat.Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapilambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisahkemudian jatuh ke dalam koma.(Medlinux,2008)2. Atelektasis3. Hipoksemia4. Pneumothoraks

K. PENCEGAHANPENDIDIKAN / EDUKASI KEPADA PENDERITA DAN KELUARGAPengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaanyang komprehensif, dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi dariseorang dokter puskesmas di satu pihak dan adanya pengertian serta kerjasamapenderita dan keluarganya di pihak lain. Pendidikan kepada penderita dankeluarganya adalah menjadi tanggung jawab dokter Puskesmas, sehingga dicapaihasil pengobatan yang memuaskan bagi semua pihak. (Medlinux,2008)Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganyaadalah 1. Memahami sifat-sifat dari penyakit asma :Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karenafaktor tertentu bisa kambuh lagi.Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan denganpengobatan jangka panjang secara teratur.(Medlinux,2008)

2. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan,seperti Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing,kuda dan spora jamur.Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yanglembab.Infeksi saluran pernafasan.Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.Stres psikis : termasuk emosi yang berlebihan.Stres fisik atau kelelahan.(Medlinux,2008)

Penderita dan keluarga sebaiknya mampumengidentifikasi hal-hal apasaja yang memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu diingat bahwapada beberapa pasien, faktor di atas bersifat individual dimana antara pasien satudan yang lainnya tidaklah sama tetapi karena hal itu sulit untuk ditentukan secarapasti maka lebih baik untuk menghindari faktor-faktor di atas. (Medlinux,2008)

3. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, Membantuperbaikan dan mengurangi serangan dengan cara menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan(bersifat individual).Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan.Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin danlembab.Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batukdan pilek.Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obatsimptomatis maupun obat profilaksis.Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyakminum air hangat guna membantu pengenceran dahak.Manipulasi lingkungan dengan memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat dilingkungan dengan temperatur hangat.(Medlinux,2008)

4. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obatobatan yangdiberikan oleh dokter :Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanyainfeksi saluran nafas.(Medlinux,2008)

5. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil pengobatan.

6. Mengetahui kapan self treatment atau pengobatan mandiri harus diakhiri dansegera mencari pertolongan dokter.(Medlinux,2008)Penderita dan keluarganya juga harus mengetahui beberapa pandangan yang salah tentang asma, seperti :1. Bahwa asma semata-mata timbul karena alergi, kecemasan atau stres, padahalkeadaan bronkus yang hiperaktif merupakan faktor utama.2. Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan.3. Baru berobat atau minum obat bila sesak nafas saja dan segera berhenti minumobat bila sesak nafas berkurang atau hilang.(Medlinux,2008)

L. PROGNOSISUntuk sebagian anak, gejala mengi pada infeksi saluran respiratori berkurang pada usia presekolah, sedangkan anak lain dapat mempunyai gejalaasma yang lebih persisten. Indikator prognostik untuk anak usia di bawah 3 tahun untuk mengalami asma adalah ekzema, sedangkan asma pada orang tua, atau adanya 2 dari dua hal berikut : rinitis alergi, mengi pada saat dingin, atau eosinofilia lebih dari 4 %, prediktor paling kuat untuk mengi berlanjut menjadi asma persisten adalah atopi.

BAB IIIKESIMPULAN

1. Asma adalah sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan denganhipersensitifitas bronkus dan bronkokostriksi terhadap benda asing di udara.2. Gejala bervariasiseperti mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari.3. Terapi medikasi pada asma dapat diberikan melalui berbagai cara seperti inhalasi, oral dan parenteral.Selain itu medikasi asma terdiri atas pengontrol (controllers) dan pelega (reliever). Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang, terutama untuk asma persisten, yang digunakan setiap hari untuk menjaga agar asma tetap terkontrol, sedangkan pelega adalah medikasi yang hanya digunakan bila diperlukan untuk cepat mengatasi bronkokonstriksi dan mengurangi gejala gejala asma.4. Tindakan preventif sangat memegang peranan dalam pencegahanasma yaitu, memahami sifat dari asma, faktor yang menyebabkan serangan/faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, kegunaan/cara kerja/ pemakaian obat-obatan dari dokter, mampuh menialai kemajuan/kemunduran dari penyakit/pengobatan, dan mengetahui kapan pengobatan mandiri harus diakhiri dan butuh pertolongan tenaga medis.5. Prognosis pada pasien penderita asma dari segi angka hidup cukup baik. Tetapi dari segi kwalitas hidup berkurang karenaseringkali mengakibatkan keterbatasan/kesulitan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat PenerbitanDepartemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 87.2.Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2.Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 300.2. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29].Available from :http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall3. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With SevereAsthma. Eur Respir Rev 2007; 16: 104, 67724. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!.Jakarta. 2009 May 4th. Available from:http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com_content&task=view&id=13&Itemid5. Baratawidjaja, K. (1990) Asma Bronchiale, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam,Jakarta : FK UI.6. Brunner & Suddart (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta : AGC.7. Crockett, A. (1997) Penanganan Asma dalam Penyakit Primer, Jakarta :Hipocrates.8. Crompton, G. (1980) Diagnosis and Management of Respiratory Disease, BlacwellScientific Publication.9. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) Rencana AsuhanKeperawatan, Jakarta : EGC.10. Guyton & Hall (1997) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC.11. Hudak & Gallo (1997) Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume 1, Jakarta :EGC.12. Price, S & Wilson, L. M. (1995) Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,Jakarta : EGC.13. Pullen, R. L. (1995) Pulmonary Disease, Philadelpia : Lea & Febiger.14. Rab, T. (1996) Ilmu Penyakit Paru, Jakarta : Hipokrates.15. Rab, T. (1998) Agenda Gawat Darurat, Jakarta : Hipokrates.16. Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) Keperawatan Medikal Bedah, BukuSatu, Jakarta : Salemba Medika.17. Staff Pengajar FK UI (1997) Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Info Medika.18. Sundaru, H. (1995) Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya, Jakarta : FK UI.Medicafarma. (2008, Mei 7).Asma Bronkiale.Diakses 24 September 2008 dariMedicafarma:http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.htmlMedlinux. (2008, Juli 18).Penatalaksanaan Asma Bronkial. Diakses 24September 2008 dari Medicine and Linux:http://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.htmlMuchid, dkk. (2007, September).Pharmaceutical care untuk penyakit asma.Diakses 24 September 2008 dari Direktorat Bina Farmasi KomunitasDan Klinik Depkes RI:http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdfTanjung, D. (2003).Asuhan Keperawatan Asma BronkialDiakses 24 September2008 dari USU digital library:http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf

Hal.021.ASMA, Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Umum Kota Yogya