referat perdarahan subarachnoid

38
Kata Pengantar Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala pimpinan-Nya sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Referat ini penyusun laksanakan dalam rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Yang berjudul Perdarahan Subarachnoid. Besar harapan penyusun bahwa referat ini dapat berguna bagi kita semua, dan dalam kesempatan ini penyusun hendak mengucapkan terima kasih kepada : dr. M. Rifai, SpS dan Semua pihak yang telah ikut memberikan dukungan dan bantuan sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusun menyadari referat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan banyak kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sehingga akan tercipta referat yang lebih baik lagi. Jakarta, Mei 2013 Penyusun 1

Upload: lutfi-zaristan

Post on 01-Dec-2015

603 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

sah

TRANSCRIPT

Kata Pengantar

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

pimpinan-Nya sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Referat ini penyusun

laksanakan dalam rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas

Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Yang berjudul Perdarahan Subarachnoid.

Besar harapan penyusun bahwa referat ini dapat berguna bagi kita semua, dan dalam

kesempatan ini penyusun hendak mengucapkan terima kasih kepada : dr. M. Rifai, SpS

dan Semua pihak yang telah ikut memberikan dukungan dan bantuan sehingga referat ini

dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusun menyadari referat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun

mengharapkan banyak kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sehingga akan

tercipta referat yang lebih baik lagi.

Jakarta, Mei 2013

Penyusun

1

Daftar Isi

Kata Pengantar…………………………………………………………………………....1

Daftar Isi…………………………………….……………………………………………..2

BAB I.Pendahuluan…………………….…………………………………………………3

BAB II.Isi………………………………….…………………………………………….....4

2.1 Definisi………………………………………………………………………………….4

2.2 Anatomi…………………………………………………………………………………4

2.3 Epidemiologi…………………………………………………………………………....6

2.4 Etiologi……………………………………………………………………………….....6

2.5 Patofisiologi…………………………………………………………………………….7

2.6 Gejala…………………………………………………………………………………...8

2.7 Diagnosis………………………………………………………………………………..9

2.8 Diagnosis Banding…………………………………………………………………….15

2.9 Pengobatan…………………………………………………………………………….15

2.10 Komplikasi…………………………………………………………………………...23

2.11 Pronosis………………………………………………………………………………24

BAB III. Penutup ………………………………………………………………………..25

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………...26

2

BAB I

PENDAHULUAN

Subarachnoid hemorrhage (SAH) atau perdarahan subarachnoid (PSA)

menyiratkan adanya darah didalam ruang subarachnoid akibat beberapa proses patologis.

Penggunaan istilah medis umum SAH merujuk kepada tipe perdarahan non-traumatik,

biasanya berasal dari ruptur aneurisma Berry atau arteriovenous malformation

(AVM)/malformasi arteriovenosa (MAV).1

Insiden tahunan PSA aneurisma non-traumatik adalah 6-25 kasus per 100.000.

Lebih dari 27.000 orang Amerika menderita ruptur aneurisma intrakranial setiap tahunnya.

Insiden tahunan meningkat seiring dengan usia dan mungkin dianggap remeh karena

kematian dihubungkan dengan penyebab lain yang tidak dapat dipastikan dengan autopsi.

Beragam insiden PSA telah dilaporkan pada daerah lain di dunia (2-49 kasus per

100.000).1

insidennya 62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60 tahun.

Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering

menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera

kepala. Pada MAV laki-laki lebih banyak daripada wanita.2

Mortalitas / Morbiditas dapat diperkirakan 10-15% pasien meninggal sebelum

akhirnya sampai di rumah sakit. Angka mortalitas meningkat sebesar 40% dalam minggu

pertama. Sekitar setengahnya meninggal dalam 6 bulan pertama. Angka mortalitas dan

morbiditas meningkat seiring usia dan perburukan keseluruhan kesehatan pasien.

Kemajuan dalam manajemen PSA telah menghasilkan pengurangan relatif pada angka

mortalitas yang melebihi 25%. Bagaimanapun, lebih dari 1/3 yang selamat memiliki defisit

neurologis mayor.1

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak

dan selaput otak (rongga subaraknoid).2 diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan

tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges).3 Subarachnoid

hemorrhage adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat

permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum diantara

wanita.3

2.2 Anatomi 2

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah

duramater dan lapisan dalamnya, dibagi menjadi arachnoidea dan piamater.

4

Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan

suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang

melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah

untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di

antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di

antara bagian-bagian otak.

Arachnoidea

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya

terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi

spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis

dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu

anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara

relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut

menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini

disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang

berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan

dengan rongga sub arachnoid umum.

5

Piamater

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi

permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di

seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus

callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis,

dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk

membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di

atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.

2.3 Epidemiologi

Insiden subarachnoid  hemoragik dibedakan atas: Pendarahan subarachnoid

menduduki 7-15% dari seluruh gangguan peredaran darah otak(GPDO), Usia: insidennya

62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60 tahun. Pecahnya pembuluh

darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50 tahun.

Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala. Kelamin: pada MAV

laki-laki lebih banyak daripada wanita.

2.4 Etiologi

Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya

aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA

merupakan kaitan dari pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma yang

lebih besar kemungkinannya bisa pecah. Selanjunya 10% kasus dikaitkan dengan non

aneurisma perimesencephalic hemoragik, dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah.

Aneurisma tidak ditemukan secara umum. 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan

rongga arteri, gangguan lain yang mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh darah pada

sum-sum tulang belakang dan perdarahan berbagai jenis tumor.2

PSA primer dapat muncul dari ruptur tipe kesatuan patologis berikut ini (2 yang

pertama adalah yang tersering): 1

Aneurisma sakular

MAV

Ruptur aneurisma mikotik

6

Angioma

Neoplasma

Trombosis kortikal

PSA dapat mencerminkan diseksi sekunder darah dari hematom intraparenkim (misal

perdarahan dari hipertensi atau neoplasma)

2/3 kasus PSA non-traumatik disebabkan ruptur aneurisma sakular

Penyebab kongenital mungkin bertanggung jawab untuk PSA

o Kejadian familial sesekali

o Frekuensi aneurisma multipel

o Hubungan aneurisma dengan penyakit sistemik tertentu termasuk sindroma

Ehlers-Danlos, sindroma Marfan, coarctatio aorta, dan penyakit ginjal polikistik

Faktor lingkungan yang dihubungkan dengan defek dinding pembuluh darah dapat

termasuk usia, hipertensi, merokok dan arterosklerosis.

2.5 Patofisiologi 2

Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan hemodinamic

pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma

dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis

bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma.

Suatu bagian tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.

Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid

bagian dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran wilis. Selama

25 tahun John Hopkins mempelajari otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah atau tidaknya

aneurisma dihubungkan dengan hipertensi, cerebral atherosclerosis, bentuk saluran pada

lingkaran wilis, sakit kepala, hipertensi pada kehamilan, kebiasaan menggunakan obat

pereda nyeri, dan riwayat stroke dalam keluarga yang semua memiliki hubungan dengan

bentuk aneurisma sakular.

7

2.6 Gejala 3

Sebelum pecah aneurisma biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai

menekan saraf atau bocornya darah dalam jumlah sedikit, biasanya sebelum pecahnya

besar (yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian menghasilkan tanda bahaya, seperti

berikut di bawah ini :

o Sakit kapala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat (kadangkala disebut

sakit kepala thunderclap).

o Nyeri muka atau mata.

o Penglihatan ganda.

o Kehilangan penglihatan sekelilingnya.

Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum pecah. Orang

harus melaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter dengan segera.

Pecahnya bisa terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit kepala hebat yang memuncak dalam

hitungan detik. Hal ini seringkali diikuti dengan kehilangan kesadaran yang singkat.

Hampir separuh orang yang terkena meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Beberapa

orang tetap dalam koma atau tidak sadar. Yang lainnya tersadar, merasa pusing dan

mengantuk. Mereka bisa merasa gelisah. Dalam hitungan jam atau bahkan menit, orang

bisa kembali menjadi mengantuk dan bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan

sulit untuk bangun. Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak

melukai lapisan pada jaringan yang melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku

sama seperti sakit kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing, dan rasa sakit di punggung

bawah. Frekwensi naik turun pada detak jantung dan bernafas seringkali terjadi,

kadangkala disertai kejang.

Sekitar 25% orang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan pada

bagian spesifik pada otak, seperti berikut di bawah ini :

o Kelelahan atau lumpuh pada salah satu bagian tubuh (paling sering terjadi).

o Kehilangan perasa pada salah satu bagian tubuh.

o Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa (aphasia).8

Gangguan hebat bisa terjadi dan menjadi permanen dalam hitungan menit atau jam.

Demam adalah hal yang biasa selama 5 sampai 10 hari pertama.

2.7 Diagnosis

Anamnesa 1

o Nyeri kepala

Pasien mengalami onset mendadak nyeri kepala yang hebat.

Nyeri kepala prodromal (peringatan) dari kebocoran darah kecil (ditunjuk

sebagai nyeri kepala sentinel) dilaporkan pada 30-50% aneurisma PSA.

Nyeri kepala sentinel dapat muncul beberapa jam sampai beberapa

bulan sebelum ruptur, dengan nilai tengah yang dilaporkan adalah 2

minggu sebelum diagnosa PSA.

Kebocoran kecil umumnya tidak memperlihatkan tanda-tanda

peningkatan tekanan intrakranial (TIK) atau rangsang meningeal.

Kebocoran kecil bukanlah gambaran MAV.

Lebih dari 25% pasien mengalami kejang mendekati onset akut; lokasi

pusat kejang tidak ada hubungannya dengan lokasi aneurisma.

Mual dan/atau muntah

Gejala rangsang meningeal (misal kaku kuduk, low back pain, nyeri tungkai

bilateral): ini terlihat pada lebih dari 75% kasus PSA, namun kebanyakan

membutuhkan waktu berjam-jam untuk terbentuk.

Fotofobia dan perubahan visus

Hilangnya kesadaran; sekitar setengah pasien mengalami hal ini ketika onset

perdarahan.

9

Pemeriksaan Fisik 1

Temuan pada pemeriksaan fisik bisa jadi normal, atau dokter mungkin menemukan

beberapa hal berikut:

o Kelainan neurologis global atau fokal pada lebih dari 25% pasien

o Sindroma kompresi nervus kranialis

Kelumpuhan nervus okulomotorius (aneurisma arteri komunis posterior)

dengan atau tanpa midriasis ipsilateral.

Kelumpuhan nervus abdusens

Hilangnya penglihatan monokuler (aneurisma arteri oftalmika menekan nervus

optikus ipsilateral)

o Defisit motorik dari aneurisma arteri serebral media pada 15% pasien

o Tidak ada tanda-tanda lokal pada 40% pasien

o Kejang

o Tanda-tanda oftalmologis

Perdarahan retina subhyaloid (perdarahan bulat kecil, mungkin terlihat

miniskus, dekat dengan pangkal nervus optikus), perdarahan retina lainnya.

Edema papil

o Tanda – tanda vital

Sekitar setengah pasien memiliki peningkatan tekanan darah (TD) ringan

sampai sedang.

TD menjadi labil seiring meningkatnya TIK.

Demam tidak biasa pada awalnya namun umum setelah hari keempat dari

gangguan darah didalam ruang subarachnoid.

Takikardi mungkin muncul selama beberapa hari setelah kejadian perdarahan.

10

o Tingkatan PSA berdasarkan skema berikut:

Grade I – nyeri kepala ringan dengan atau tanpa rangsang meningeal

Grade II – nyeri kepala hebat dan pemeriksaan non-fokal, dengan atau tanpa

midriasis

Grade III – perubahan ringan pada pemeriksaan neurologis, termasuk status

mental

Grade IV – pastinya penekanan tingkat kesadaran atau defisit fokal

Grade V – posturisasi pasien atau koma

o Derajat Perdarahan Subarakhnoid (Hunt dan Hess)

• Derajat 0 : tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur

• Derajat 1 : sakit kepala ringan

• Derajat 2 : sakit kepala hebat, tanda rangsang meningeal, dan kemungkinan

adanya defisit saraf kranialis

• Derajat 3 : kesadaran menurun, defisit fokal neurologi ringan

• Derajat 4 : stupor, hemiparesis sedang samapai berat, awal deserebrasi

• Derajat 5 : koma dalam, deserebrasi

o ada juga skala baru telah disusun dan diakui oleh World Federation of Neurosurgeont

(WFN) melibatkan Glasgow Coma Scale :

WFN Grade GCS Motor defisit

I 15 Tidak ada

II 14-13 Tidak ada

III 14-13 Ada

IV 12-7 Ada/tidak ada

V 6-3 Ada/tidak ada

Tabel 3. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid WFN¹

11

Studi Laboratorium 4

Jumlah sel darah lengkap

Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT)

Pemeriksaan golongan darah

Pemeriksaan golongan darah diindikasikan ketika PSA teridentifikasi atau

diduga ada perdarahan hebat.

Transfusi intra operatif mungkin dibutuhkan

Troponin I (cTnI): pengukuran cTnI adalah alat prediksi yang sangat hebat

pada kemunculan komplikasi pulmonal dan kardial, namun cTnI tidak

membawa nilai prognosis tambahan untuk hasil akhir klinis pada pasien dengan

aneurisma PSA.

Studi Pencitraan 4

Pilihan studi awal adalah CT-scan urgensi tanpa zat kontras

Sensitivitas menurun seiring dengan waktu onset dan dengan resolusi scanner yang

lebih tua.

Pada satu studi yang dipublikasikan New England Journal of Medicine, CT scan yang

berkualitas baik mengungkapkan PSA pada 100% kasus dalam 12 jam onset dan 93%

dalam 24 jam onset. Studi tradisional lainnya melaporkan sensitivitas 90-95% dalam

24 jam onset perdarahan, 80% dalam 3 hari, dan 50% dalam 1 minggu.

CT scan juga dapat mendeteksi perdarahan intraserebral, pengaruh massa, dan

hidrosefalus.

CT scan negatif palsu dapat dihasilkan dari anemia berat atau PSA volume kecil.

Distribusi PSA dapat menyediakan informasi tentang lokasi aneurisma dan prognosis.

12

Brain CT scan showing subtle finding of blood at the area of the circle of Willis consistent with acute subarachnoid hemorrhage.

Perdarahan intraparenkim dapat muncul dengan aneurisma arteri komunikan

media dan arteri komunikan posterior. Perdarahan intrahemisfer dan

intraventrikular dapat muncul dengan aneurisma arteri komunis posterior.

Hasil akhir menjadi buruk pada pasien dengan bekuan luas pada cisterna basalis

dibandingkan mereka dengan perdarahan tipis yang difus.

Angiografi serebral dilakukan ketika diagnosa PSA sudah dibuat.

Studi ini menilai hal-hal berikut:

Anatomi vaskular

Tempat perdarahan terbaru

Kehadiran aneurisma lainnya

Studi ini membantu merencanakan pilihan operasi.

Temuan angiografi negatif pada 10-20% pasien dengan PSA.

Jika negatif, beberapa menganjurkan untuk angiografi ulangan beberapa

minggu kemudian.

MRI jika tidak ditemukan lesi pada angiografi.

Sensitivitasnya dalam mendeteksi darah dianggap sama atau lebih rendah

dibanding CT scan.

Biaya lebih tinggi, availabilitas lebih rendah, dan waktu studi yang lebih lama

menjadikannya kurang optimal untuk mendeteksi PSA.

MRI seringnya digunakan untuk mendeteksi kemungkinan MAV yang tidak

terlihat pada angiografi.

MRI dapat kehilangan lesi simtomatik kecil yang belum ruptur.

Magnetic resonance angiography (MRA) kurang sensitif dibandingkan

angiografi dalam mendeteksi lesi vaskular; bagaimanapun banyak yang percaya

angiografi CT dan/atau MRA akan memainkan peranan yang lebih terpusat

suatu hari nanti.

Multidetector computed tomography angiography (MD-CTA) pada pembuluh

darah intrakranial sekarang ini merupakan pemeriksaan rutin, digabungkan

seutuhnya kedalam algoritma pencitraan dan perawatan pada pasien dengan

PSA akut di banyak pusat studi di Inggris dan Eropa. *Pengurangan-digital

angiografi serebral telah menjadi kriteria standar untuk mendeteksi aneurisma

serebral, namun angiografi CT lebih populer dan sering digunakan berdasar

13

pada sifat non-invasifnya dan; sensitifitas dan spesifitas dapat dibandingkan

dengan angiografi serebral.

Tes Lainnya 4

EKG

Sekitar 20% kasus PSA memiliki iskemik miokard akibat peningkatan sirkulasi

katekolamin.

Hasil khusus adalah ST non-spesifik dan perubahan gelombang-T, segmen

QRS memanjang, gelombang U, dan peningkatan interval QT.

Perubahan EKG mencerminkan iskemik miokard atau infark dan harus diobati

dengan cara biasa. Dugaan PSA kontraindikasi untuk terapi trombolitik dan

antikoagulan.

Prosedur 4

Lumbal Punksi

Punksi lumbal diindikasikan jika pasien memiliki kemungkinan PSA dan

temuan CT-scan negatif.

Melakukan CT scan sebelum punksi lumbal untuk menyingkirkan efek massa

intrakranial penting atau perdarahan intrakranial yang nyata.

Punksi lumbal bisa jadi negatif jika dilakukan kurang dari 2 jam setelah

perdarahan; punksi lumbal paling sensitif pada 12 jam setelah onset gejala.

Sel darah merah pada cairan serebrospinal meningkat secara konsisten dalam 2

contoh tabung pada PSA, dimana jumlah sel darah merah pada trauma punksi

secara teknis menurun seiring berjalannya waktu.

Xanthochromia (supernatan cairan serebrospinal kuning-merah muda) biasanya

terlihat 12 jam setelah onset perdarahan; idealnya diukur secara spektrografis

walaupun banyak laboratorium bersandar pada inspeksi visual.

Temuan punksi lumbal disangka positif pada 5-15% dari seluruh gambaran

PSA yang tidak jelas pada CT-scan. Angka ini mungkin tidak lagi valid dengan

kehadiran generasi baru CT scan. Tabel retrospektif kecil akhir-akhir ini

meninjau ulang tentang pasien pada bagian emergensi yang mengalami

generasi kelima CT-scan dan punksi lumbal; menunjukkan tidak ada pasien

dengan lumbal punksi positif dan CT scan negatif.

14

2.8 Diagnosis Banding

Ensefalitis

Cluster headache

Migraine headache

Emergensi hipertensif

Meningitis

Stroke hemoragik

Stroke iskemik

Arteritis temporal

Transient Ischemic Attack

2.9 Pengobatan1

Perawatan pra-rumah sakit

Menilai prosedur ABC

Triase dan pindahkan pasien dengan tingkat kesadaran berubah atau pemeriksaan

neurologis abnormal ke pusat medis terdekat yang memiliki CT scan dan bedah saraf.

Idealnya, diarahkan untuk mencegah sedasi pada pasien ini.

Perawatan departemen emergensi

Pada pasien yang diduga dengan PSA grade I atau II, perawatan departemen emergensi

dibatasi pada diagnosa dan terapi suportif.

Identifikasi awal nyeri kepala sentinel merupakan kunci untuk mengurangi

angka mortalitas dan morbiditas.

Penggunaan sedasi dengan bijaksana.

Amankan akses intravena selama menetap di departemen emergensi dan pantau

status neurologis pasien.

Pada pasien dengan PSA grade III, IV, atau V (misal, pemeriksaan neurologis

berubah), perawatan departemen emergensi lebih luas.

Menilai prosedur ABC

Intubasi endotrakeal pada pasien melindungi dari aspirasi yang disebabkan oleh

refleks proteksi saluran nafas yang tertekan.

Intubasi untuk hiperventilasi pasien dengan tanda-tanda herniasi:

15

Thiopental dan etomidate adalah agen induksi optimal pada PSA selama

intubasi. Thiopental bekerja singkat dan memiliki efek sitoprotektif barbiturat.

Thiopental harusnya hanya digunakan pada pasien hipertensi karena

kecenderungannya menurunkan tekanan darah sistolik, yang merupakan

penyebab cedera otak sekunder. Pada pasien hipotensi dan normotensi,

gunakanlah etomidate.

Gunakan rangkaian intubasi cepat jika memungkinkan. Pada prosesnya, untuk

mengurangi peningkatan TIK, idealnya gunakanlah sedasi, defasikulasi, blok

neuromuskular kerja-singkat, dan agen lain dengan kemampuan mengurangi-

TIK (seperti lidokain intravena).

Hindari hiperventilasi berlebihan atau hiperventilasi yang tidak mencukupi.

Target pCO2 adalah 30-35 mmHg untuk mengurangi peningkatan TIK.

Hiperventilasi berlebihan mungkin membahayakan daerah yang mengalami

vasospasme.

Cegah sedasi berlebihan, yang menyebabkan pemeriksaan neurologis serial

menjadi lebih sulit dan telah dilaporkan meningkatkan TIK secara langsung.

Jika disangka terjadinya herniasi, dapat dilakukan intervensi dibawah ini :

Gunakan agen osmotik, seperti mannitol, yang mengurangi TIK sebesar 50%

dalam 30 menit, puncaknya setelah 90 menir, dan berakhir dalam 4 jam.

Diuretik loop, seperti furosemid, juga menurunkan TIK tanpa meningkatkan serum

osmolalitas.

Terapi steroid intravena untuk mengontrol edema otak adalah kontroversial dan

ditentang.

Monitoring

Awasi aktivitas jantung, oksimetri, tekanan darah otomatis, dan CO2 tidal-akhir,

ketika diaplikasikan.

Pengawasan CO2 tidal-akhir pada pasien yang diintubasi memungkinkan klinisi

menghindari hiperventilasi berlebihan atau tidak mencukupi. Target pCO2 adalah

30-35 mmHg untuk mengurangi peningkatan TIK.

Pengawasan lini arteri invasif ketika berurusan dengan tekanan darah yang labil

(sering pada PSA tingkat tinggi).

16

Obat antihipertensi

Agen anti hipertensi sebelumnya telah dianjurkan untuk tekanan darah sistolik >

160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg.

Jaga tekanan darah sistolik dalam rentang 90-140 mmHg sebelum pengobatan

aneurisma, kemudian biarkan hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah

sistolik < 200 mmHg.

Berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan yang akan terlibat dalam

pengobatan pasien, seiring praktek individu yang beragam.

Gunakan pengobatan yang dapat diencerkan dengan cepat.

Vasopresor dapat diindikasikan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik

melebihi 120 mmHg; hal ini mencegah kerusakan SSP pada penumbra iskemik dari

vasospasme reaktif yang terlihat pada PSA.

Terapi adjuntif

Sediakan oksigen tambahan untuk semua pasien dengan cacat SSP.

Tinggikan kepala setinggi 30° untuk memudahkan drainase vena-vena intrakranial.

Cairan dan hidrasi

Pertahankan euvolemia (CVP, 5-8 mmHg); jika ada vasosapsme serebral,

pertahankan hipervolemia (CVP 8-12 mmHg, atau PCWP 12-16 mmHg)

Jangan sampai pasien over hidrasi karena dapat meningkatkan resiko

hidrosfalus

Pasien dengan PSA juga mengalami hiponatremia dengan terbuangnya garam

dari otak

Serum glukosa: pertahankan pada level 80-120 mg/dL; gunakan bolus atau infus

insulin jika dibutuhkan.

Suhu tubuh pusat: jaga agar tetap 37,2°C; berikan asetaminofen (325-650 mg per

oral setiap 4-6 jam) dan gunakan alat pendingin jika dibutuhkan.

Memberikan antiemetik untuk mual atau muntah.

Berikan sedasi dengan hati-hati untuk mencegah penyelubungan pemeriksaan

neurologis, yang dapat membahayakan hasil temuan. Bagaimanapun, cegah

peningkatan TIK sehubungan dengan agitasi luas dari nyeri dan ketidaknyamanan.

17

Terapi Kejang

Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis tidak dengan segera mencegah

kejang setelah PSA, tapi gunakanlah anti konvulsan pada pasien yang memang

kejang atau jika praktek lokal menginginkan penggunaan rutin.

Mulailah dengan anti konvulsan yang tidak merubah tingkat kesadaran (misal,

awalnya fenitoin, barbiturat atau benzodiazepin hanya untuk menghentikan kejang

aktif).

Kalsium antagonis untuk mengurangi tingkat keparahan vasospasme otak

Penggunaannya yang bijak penting karena resiko kenaikan hipotensi primer atau

sekunder.

Medikasi kerja-singkat direkomendasikan; diskusikan intervensi ini dengan ahli

bedah.

Statin

Statin dapat memperbaiki reaktivitas vasomotor serebral melalui mekanisme

kolesterol-dependen dan kolesterol-independen.

Penggunaannya masih kontroversial, namun 2 studi kecil cukup menjanjikan.

Pengobatan akut dengan statin memperbaiki vasospasme serebral dan mengurangi

vasospasme sehubungan dengan defisit iskemik tertunda.

Magnesium

Percobaan baru saat ini sedang mengevaluasi peran magnesium sulfat untuk

mencegah iskemik serebral tertunda. Magnesium adalah agen neuroprotektif yang

bertindak sebagai antagonis reseptor-NMDA dan penghambat kanal kalsium. Studi

dua fase telah menunjukkan efek yang bermanfaat, dan percobaan fase ketiga

sedang berlangsung.

Penggunaan anti fibrinolitik, seperti asam aminokaproat epsilon, merupakan

kontroversi

Anti fibrinolitik secara kompetitif menghambat aktivasi plasminogen dan telah

dilaporkan mengurangi insiden perdarahan ulang.

Laporan lainnya memperingatkan pengurangan efek vasospasme dan meningkatkan

kemunculan hidrosefalus. Diskusikan dengan ahli bedah saraf tentang

penggunaannya.

Drainase ventrikular emergensi oleh ahli bedah saraf mungkin penting.

18

Konsultasi

Dapatkan konsultasi bedah saraf emergensi untuk pengobatan yang pasti.

Intervensi radiologi mungkin dibutuhkan ketika intervensi bedah dianggap penting

oleh konsultan bedah saraf (misalnya, bekuan besar yang menyebabkan munculnya

efek massa dan membutuhkan pengangkatan emergensi)

Banyak pusat-pusat pemeriksaan untuk angiografi dini pada semua pasien.

Medikasi

Tujuan medikasi adalah untuk mengurangi nyeri, edema, dan keparahan vasospasme

serebral, membebaskan mual dan muntah dan mencegah konvulsi.

Analgetik

Kontrol nyeri penting untuk kualitas perawatan pasien. Analgetik memastikan

kenyamanan pasien. Kebanyakan analgetik memiliki kemampuan sedasi yang

menguntungkan pasien yang didukung oleh trauma.

Fentanyl citrate (Sublimaze)

Dosis

Dewasa :

2- 3 mcg/kg BB i.v; tidak boleh melebihi 50 mcg

Antiemetik

Promethazi ne (phenergan)

Obat anti dopaminergik yang efektif dalam mengobati muntah. Menghambat

reseptor dopaminergik mesolimbik post sinaptik di otak dan mengurangi stimulus pada

sistem retikular batang otak.

Dosis

Dewasa :

12,5 mg p.o/p.r 3 x sehari; 25 mg pada jam

25 mg i.v/i.m; diulang setiap 2 jam seperlunya

Antikonvulsi

Obat ini digunakan untuk mencegah kejang paska trauma. Penggunaan pada pasien

dengan PSA yang tidak kejang merupakan kontroversi dan bergantung pada pilihan bedah

19

saraf masing-masing individu; biasanya digunakan pada pasien yang kejang. Mungkin

diberikan dosis awal konvensional.

Phenytoin (Dilantin)

Bekerja di korteks motorik, dimana fenitoin dapat menghambat aktivitas kejang;

aktivitas pusat batang otak yang bertanggung jawab pada fase tonik kejang grand mal juga

dihambat.Dosis individual; berikan dosis yang lebih besar sebelum dihentikan jika dosis

tidak bisa dibagi rata.

Dosis

Dewasa

dosis muatan : 15-20 mg/kg BB p.o/i.v sekali atau dalam dosis terbagi, diikuti dengan

100-150 mg/dosis dengan interval 30 menit

dosis awal : 100 mg (suspensi 125 mg) p.o/i.v dibagi 3 x/hari

dosis pemeliharaan : 300-400 mg/hari p.o/i.v dibagi 3 x/hari (1 x sehari/2 x sehari jika

darurat); naikkan menjadi 600 mg/hari (suspensi 625 mg) seperlunya; tidak lebih dari 1500

mg/hari; infus rata-rata tidak lebih dari 50 mg/menit

Fosphenytoin (Cerebyx)

Garam ester difosfat pada fenitoin yang bekerja sebagai prodrug fenitoin larut-air;

esterase plasma merubah fosfenitoin menjadi fosfat, formaldehida, dan fenitoin; fenitoin,

pada gilirannya, menstabilkan membran neuron dan menurunkan aktivitas kejang.

Dosis ditampilkan sebagai phenytoin equivalents (PE) untuk menghindari perlunya

melakukan penyesuaian berbasis berat molekul ketika mengubah antara dosis sodium

fosfenitoin dan fenitoin. Pemberian secara intravena merupakan pilihan dan harus

digunakan pada situasi emergensi

Dosis

Dewasa

Dosis muatan : 15-20 mg PE/kg BB i.v/i.m pada 100-150 mg PE/menit

Dosis pemeliharaan : 4-6 mg PE/kg BB/hari i.v/i.m pada 150 mg PE/menit untuk

meminimalkan resiko hipotensi

Agen Osmotik

Obat ini digunakan dalam usaha menurunkan TIK dan edema otak dengan

menciptakan gradien osmotik melewati sawar darah otak yang tetap utuh; sebagaimana

difusi air dari otak ke kompartemen pembuluh darah, TIK menurun.

20

Mannitol (Osmitrol, Resectisol)

Dapat mengurangi tekanan ruang subaraknoid dengan menciptakan gradien

osmotik antara CSS didalam ruang subaraknoid dan plasma; tidak untuk pemakaian jangka

panjang

Dosis

Dewasa : Awalnya menilai kecukupan fungsi ginjal dengan memasukkan dosis

percobaan sebesar 200 mg/kg BB i.v selama 3-5 menit (harus menghasilkan urin

sekurang-kurangnya 30-50 mL/jam urin selama 2-3 jam) 1,5-2 g/kg BB sebagai larutan

20% (7,5-10 mL/kg BB) atau larutan 15% (10-13 mL/kg BB) i.v selama setidaknya 30

menit

Diuretik

Obat ini digunakan untuk menurunkan volume plasma dan edema dengan

menyebabkan diuresis.

Furosemide (Lasix)

Digunakan pada keadaan akut untuk mengurangi peningkatan TIK. Mekanisme

usulan dalam menurunkan TIK termasuk berikut: (1) supresi ambilan sodium serebral, (2)

hambatan karbonik anhidrase menghasilkan pengurangan produksi CSS, dan (3) hambatan

pompa kation-klorida membran sel, dengan demikian mempengaruhi perpindahan air

kedalam sel astroglial. Dosis tersendiri.

Dosis

Dewasa : 20-40 mg/hari i.v/i.m diberikan lambat; bergantung pada respon, berikan

pada kenaikan 20-40 mg, tidak lebih dari 6-8 jam setelah dosis sebelumnya, sampai

muncul diuresis yang diinginkan

Penghambat kanal kalsium

Obat ini dapat mengurangi efek mengganggu influks kalsium pada pasien dengan

trauma saraf akut. Sayangnya studi eksperimental menggunakan penghambat kanal

kalsium konvensional pada model cedera kepala, hasilnya mengecewakan secara

keseluruhan; bagaimanapun, beberapa studi menyarankan penghambat kanal kalsium yang

mungkin efektif dalam mengurangi edema otak dan disfungsi kognitif dibandingkan

dengan plasebo.

21

Nimodipine (Nimotop)

Digunakan untuk memperbaiki cacat neurologis akibat spasme yang mengikuti

PSA disebabkan ruptur kongenital aneurisma intrakranial pada pasien dalam kondisi

neurologis yang baik. Ketika penelitian menunjukkan manfaatnya, tidak ada bukti yang

mengidentifkasikan obat untuk mencegah atau mengurangi spasme arteri serebral;

karenanya mekanisme aksi sesungguhnya tidak diketahui.

Memulai terapi dalam 96 jam setelah PSA. Jika pasien tidak dapat menelan kapsul

karena sedang dalam operasi atau dalam keadaan tidak sadar, buatlah lubang pada kedua

ujung kapsul dengan jarum 18-gauge dan pindahkan isinya kedalam spuit, kosongkan

isinya kedalam NGT pasien, dan bilas tabung dengan saline isotonik 30 mL.

Dosis

Dewasa : 60 mg p.o/n.g setiap 4 jam selama 21 hari

Agen Hemostatik

Obat ini merupakan penghambat poten fibrinolisis dan dapat membalik keadaan

yang dihubungkan dengan fibrinolisis luas. Penggunaannya masih kontroversial; dihimbau

untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakannya.

Aminocaproic acid (Amicar)

Menghambat fibrinolisis melalui hambatan substansi plasminogen activator dan,

untuk mengurangi derajatnya, melalui aktivitas anti plasmin. Masalah utama pada

penggunaan obat ini adalah trombus yang terbentuk selama pengobatan tidak mengalami

lisis dan efektivitasnya tidak pasti. Telah digunakan untuk mencegah rekurensi PSA.

Dosis

Dewasa : 36 g/hari p.o/i.v dibagi dalam 6 dosis, tidak boleh melebihi 30

g/hari

Obat anti hipertensi

Obat ini digunakan dalam usaha mengurangi TIK dengan mengurangi tekanan darah

perifer.

Nitroprusside (Nitropress)

Menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan aktivitas inotropik jantung. Kerja-

singkat dan poten. Pentingnya pengawasan yang cermat.

22

Dosis

Dewasa

Dosis awal : 0,3-0,5 mcg/kg BB/menit i.v; meningkat pada kenaikan 0,5 mcg/kg

BB/menit; pengenceran untuk mendapatkan efek hemodinamik

Dosis rata-rata : 3 mcg/kg BB/menit

Labetalol (Trandate, Normodyne)

Menghambat kedudukan reseptor α, β-1 dan β-2 adrenergik; menurunkan TD

Dosis

Dewasa : 20-30 mg i.v selama 2 menit diikuti dengan 40-80 mg selang

10 menit; tidak boleh melebihi 300 mg/dosis

2.10 Komplikasi 1,8

Hidrosefalus dapat terbentuk dalam 24 jam pertama karena obstruksi aliran CSS dalam

sistem ventrikular oleh gumpalan darah.

Perdarahan ulang pada PSA muncul pada 20% pasien dalam 2 minggu pertama.

Puncak insidennya muncul sehari setelah PSA. Ini mungkin berasal dari lisis gumpalan

aneurisma.

Vasospasme dari kontraksi otot polos arteri merupakan simtomatis pada 36% pasien.

Defisit neurologis dari puncak iskemik serebral pada hari 4-12.

Disfungsi hipotalamus menyebabkan stimulasi simpatetik berlebihan, yang dapat

menyebabkan iskemik miokard atau menurunkan tekanan darah labil.

Hiponatremia dapat muncul sebagai hasil pembuangan garam serebral.

Aspirasi pneumonia dan komplikasi lainnya dapat muncul.

Disfungsi sistole ventrikel kiri: disfungsi sistole ventrikel kiri pada orang dengan PSA

dihubungkan dengan perfusi miokard normal dan inervasi/persarafan simpatetik

abnormal. Temuan ini dijelaskan oleh pelepasan berlebihan norepinefrin dari nervus

simpatetik miokard, yang dapat merusak miosit dan ujung saraf.

23

2.11 Prognosis1,8

Munculnya defisit kognitif, bahkan pada kebanyakan pasien yang dianggap memiliki

hasil akhir yang baik.

Lebih dari 1/3 yang selamat dari PSA memiliki defisit neurologis mayor.

Faktor yang mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas adalah sebagai berikut:

o Beratnya perdarahan

o Derajat vasospasme serebral

o Muculnya perdarahan ulang

o Lokasi perdarahan

o Usia dan kesehatan keseluruhan pasien

o Kemunculan kondisi komorbid dan sumber dari rumah sakit (misal infeksi, infark

miokard)

o Angka ketahanan hidup dihubungkan dengan tingkatan PSA saat munculnya.

Laporan menggambarkan angka ketahanan hidup 70% untuk grade I, 60% untuk

grade II, 50% untuk grade III, 40% untuk grade IV dan 10% untuk grade V.11

BAB III

24

PENUTUP

Orang yang mengalami subarachnoid hemorrhage dirawat di rumah sakit dengan

segera. Istirahat total tanpa alasan adalah perlu. Analgesik seperti opoid (tetapi bukan

aspirin atau obat-obatan anti-inflammatory nonsteroidal lainnya, yang dapat memperburuk

pendarahan) diberikan untuk mengendalikan sakit kepala hebat. Pelembut tinja diberikan

untuk mencegah bersusah payah selama buang air besar. Nimodipine, penghambat saluran

kalsium, biasanya diberikan melalui mulut untuk mencegah vasospasm dan stroke

ischemis berikutnya. Dokter melakukan penghitungan (seperti memberikan obat-obatan

dan menyesuaikan jumlah cairan infus yang diberikan) untuk menjaga tekanan darah pada

level rendah yang cukup untuk menghindari pendarahan lebih lanjut dan cukup tinggi

untuk menjaga aliran darah menuju bagian-bagian rusak pada otak. Kadangkala, potongan

tabung plastik (shunt) kemungkinan diletakkan di dalam otak untuk mengeringkan cairan

cerebrospinal keluar dari otak. Prosedur ini menghilangkan tekanan dan mencegah

hydrochepalus.1,2,5

Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda

nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase

didalam otak untuk mengurangi tekanan.Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat

dinding arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari.

Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita yang

mengalami koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan

pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai

10 hari atau lebih memang mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan

kemungkinan terjadinya perdarahan kembali. 4,8,11

25

DAFTAR PUSTAKA

1.      Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan Peredaran Darah Otak

(GPDO) Dalam Harsono ed. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1. Yogyakarta: Gadjah Madya

University Press; 2009. hal. 59-107

2.      Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam: Price SA eds. Patofisiologi

Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 4th ed. Jakarta: EGC; 2008. p. 961-79

3.      Listiono, Djoko. L. Stroke Hemorhagik. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Penerbit PT Gramedia

Pustaka Utama ; 2008. pg 180-204.

4.      Jauch CE. Acute Stroke Management [Online]. 2007 Apr 9 [cited 2007 June 8]; Available from:

URL:hhtp://emedicine.com/neuro-vascular/topic334.htm

5.      Lindsay KW, Bone I. Localised Neurological Disease and Its Management. Neurology and

Neurosurgery illustrated. London: Churchill Livingstone; 2004. p. 238-44

6.      Feigin V. Memahami Faktor Resiko Stroke. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan

Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006. p. 22-43

7.      Sacco RL, Toni D, Brainin M, Mohr JP. Classification Of Ischemic Stroke In: Clinical

Manifestation In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds. Stroke Pathophysiology,

Diagnosis, and Management. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2004. p 61-74

8.  Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf Pusat Dalam Mardjono M,

Sidharta P eds. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 9. Jakarta: PT Dian Rakyat; 2003. hal. 269-92

9.  Caplan LR, Chung C-S. Neurovascular Disorders In: Goetz CG eds. Textbook Of Clinical

Neurology. 2nd ed. Chicago: Saunders; 1996. p. 991-1016

10.  Georgiadis D, Schwab S, Werner H. Critical Care of The Patient with Acute Stroke In: Therapy In:

Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds. Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and

Management. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2004. p. 987-1024

11.  Mendelow AD. Intracerebral Hemorrage In: Therapy In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B,

Wolf PA eds. Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and Management. 4th ed. Philadelphia:

Churchill Livingstone; 2004. p. 1217-30

26