referat paru paulus

41
REFERAT Anamnesis,Diagnosis,dan Tatalaksana Penyakit TBC paru Nama : Paulus Apostolos H.S S.ked Nim : 11-2013-147 Pembiming :dr.GandaE.Tampubolon Sp.P SMF Parustasepenyakit dalam RSUD Tarakan Jakarta 19

Upload: mitamatatula

Post on 10-Nov-2015

248 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

yaw

TRANSCRIPT

REFERATAnamnesis,Diagnosis,dan Tatalaksana Penyakit TBC paru

Nama : Paulus Apostolos H.S S.kedNim : 11-2013-147Pembiming :dr.GandaE.Tampubolon Sp.P

SMF Parustasepenyakit dalam RSUD Tarakan Jakartaperiode 4 mei 2015 - 10 juli 2015I. PENDAHULUANTuberkolosis paru (TB) adalah seuatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000SM. Hipokrates telah memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat dari bahasa Yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini (Amin & Bahar, 2009).TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubercolosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini berukuran 0,3x2 sampai 4mm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah (Price, 2006).Pada permulaan abad 19, insidensi penyakit tuberkolosis di Eropa dan Amerika Serikat sangat besar. Angka kematian cukup tinggi yakni 400 per 100.000 penduduk, dan angka kematian berkisar 15-30% dari semua kematian. Robert Koch mengidentifikasi basil tahan asam M. tuberculosis untuk pertama kali sebagai bakteri penyebab TB dan mendemonstrasikan bahwa basil ini bisa dipindahkan kepada binatang yang rentan, yang akan memenuhi kriteria postulat Koch yang merupakan prinsip utama dari patogenesis mikrobial (Amin & Bahar, 2009).Pada tahun 1998, terdapat 18.361 kasus baru TB yang dilaporkan ke CDC. Diperkirakan 10-15 juta orang akan terinfeksi TB. Lebih dari 80% kasus paru TB yang dilaporkan pada tahun 1998 adalah berusia lebih dari 25 tahun, dan kebanyakan dari mereka terinfeksi di masa lalu. Kira-kira 5-100 populasi yang baru terinfeksi akan berkembang menjadi TB paru 1-2 tahun setelah terinfeksi (Price, 2006).Angka kejadian TB di Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif (15-50 tahun) (WHO, 2010).II. DEFINISITuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis(Depkes, 2007). Menurut Bahar (2001) Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang paru termasuk pleura dan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis kompleks.1-3

III. EPIDEMIOLOGITuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasusBTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regionalWHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihatdari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asiatenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.`1-3Diperkirakanangkakematianakibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.Indonesia masih menempati urutan ke 4 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India cina dan afrika . Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.4-5 Berikut ini adalah gambaran penyebaran penyakit Tuberkulosis di seluruh dunia

Gambar 1. Penyebaran Penyakit Tuberkulosis di Seluruh Dunia10IV. ETIOLOGI Penyakit TB disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asamalkohol (Jawetz, 2008).6Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang berfariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain (PDPI, 2002).

V. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI1. PatogenesisParu merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN (Werdhani, 2002).2,3,5Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis) (Werdhani, 2002).Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini (Werdhani, 2002).Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi (Werdhani, 2002).Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik (Werdhani, 2002).2,3,5Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya (Werdhani, 2002).Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain (Werdhani, 2002).Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita (Werdhani, 2002).

Gambar 2. Patogenesis Tuberkulosis (Widodo, 2004).

2. Patofisiologia. Batuk Berdarah

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe (Rab, 2006).b. Berkeringat malam hariKeluarnya mediator-mediator inflamasi seperti TNF yang berlabihan dikarenakan ada infeksi bakteri akan menyebabkan hipotalamus meningkatkan set point suhu tubuh sesaat, terjadilah demam. Untuk mempertahankan panas supaya tidak keluar terjadi vasokonstriksi PD, tubuh menahan panas dengan cara menggigil untuk menghasilkan panas tambahan. Gigil berhenti, set point suhu tubuh kembali normal, kemudian terjadi vasodilatasi. Hilangnya panas ke lingkungan dikeluarkan melalui keringat (Dinarello and Bunn, 1997).3. Mekanisme pembersihan tidak efektifPenggunaan otot abdomenReaksi radangInhalasi dropletBakteri ke alveolusSekret >>>Reflek batukNafsu makan kenyanghormon leptinMual, muntahReflek vagalPenurunan Nafsu Makan

4. Berat Badan Menurun

M. tuberculosis

Inhalasi droplet

Bakteri mencapai alveolus

Basil berdistribusi (bakterimia)

Merangsang IL-1

Zat endogenpirogen

Prostaglandin

Berdistribusi ke hipotalamus

Menggeser set point anterior dari titik normal

Respon menggigil

Peningkatan suhu tubuh

Inefektif termoregulator

Peningkatan metabolisme tubuh pada penderita TB

Pemecahan cadangan makanan

Kebutuhan sel meningkat, nutrisi kurang dari tubuh

BB turun5. Suara ronkhi basah halusCrackleshalus atau ronki basah halus, disebabkan oleh terbukanya alveoli yang tertutup waktu ekspirasi sebelumnya secara tiba-tiba, mungkin disebabkan tekanan antara jalan nafas yang terbuka dengan yang menutup dengan cepat menjadi sama sehingga jalan nafas perifer mendadak terbuka. Bunyi ini terjadi saat inspirasi, yang dapat terjadi saat jalan nafas perifer mendadak terbuka pada waktu daerah-daerah kolaps (atelektasis) terinflasi. Ronki basah halus yang terdengar pada daerah basal paru menunjukkan adanya edema paru. Pada pneumonia lebih spesifik bila bunyi gemereletak ini didapatkan pada akhir inspirasi (atau yang disebut krepitasi).4-66. Suara ronkhi basah kasarCrackles kasar atau ronki basah kasar khas terjadi karena disebabkan oleh tekanan inspirasi yang tinggi yang menyebabkan terjadinya pemasukan udara yang cepat ke dalam unit-unit udara distal sehingga terjadi pembukaan yang cepat dari alveoli dan bronkus yang mengandung sekret yang tertahan.

VI. KLASIFIKASIKlasifikasi TB Paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu:1. TB paru BTA positifa. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkangambaran TB.c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.2,3,52. TB paru BTA negatifKasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatifb. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi:1. BaruAdalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah minum kurang dari 1 bulan2. Kambuh (Relaps)Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).3. Pengobatan setelah putus berobat (Default)Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.4. Gagal (Failure)Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.5. Pindahan (Transfer In)Adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan kesehatan yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.6. Lain-lain:Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.7. TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik. (Permenkes RI, 2009).VII. DIAGNOSIS1. AnamnesisDari anamnesis bisa didapatkan gejala sebagai berikut:Gejala respiratori :a. Batuk > 2 minggub. Rasa nyeri pada dadac. Sesak nafasd. Batuk darah Gejala sistemik :a.Dahak berwarna kuning-kehijauanb.Keringat pada malam haric.Demamd.Malaisee.Anoreksiaf.Berat badan menurun2. Pemeriksaan FisikPemeriksaaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa (Amin & Bahar, 2009).1-33. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan BakteriologikPemeriksaan bakeriologik merupakan salah satu hal yang penting dalam penegakan diagnosis TB. Bahan untuk pemeriksaan ini dapat menggunakan dahak, cairan pleura,dan bilasan bronkus. Cara pengambilandahakdilakukan 3 kali yaitu sewaktu, pagi, sewaktu (SPS). Penilaian tingkat infeksi TB berdasarkan hasil pemeriksaan sputum menurut IUAT (International Union Against Tuberculosis) adalah sebagai berikut:1) Positif 1 (+): ditemukan 10 99 sel BTA / 100 LP2) Positif 2 (+ +): ditemukan 1 10 sel BTA / 1 LP3) Positif 3 (+ + +): ditemukan lebih dari 10 sel BTA / 1 LPb. Pemeriksaan RadiologisPada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkolosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberikan keuntungan. Pada kasus TB anak dan TB milier, diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis thorax, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif (Amin & Bahar, 2009).Secara patologis, manifestasi dini TB paru biasanya berupa suatu kompleks kelenjar getah bening parenkim. Pada orang dewasa, segmen apeks dan posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah merupakan tempat-tempat yang sering menimbulkan lesi yang terlihat homogen dengan densitas yang lebih pekat (Price, 2006).c. Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux)Teknik standar (tes Mantoux) adalan dengan menyuntikkan tuberkulin (PPD) sebanyak 0,1ml yang mengandung 5 unit (TU) tuberkulin secara intrakutan, pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alkohol. Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu antara 48-72jam sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam periode tersebut, yaitu dalam cahaya yang terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk (Price, 2006).d. Pemeriksaan Laboratorium DarahPada saat tuberkolosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat (Amin & Bahar, 2009).Hasil dari pemeriksaan lab darah juga bisa didapatkan (namun nilainya tidak spesifik):1) Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer2) Gama globulin meningkat3) Kadar natrium darah menurun4. Gold Standar DiagnosisGold standar untuk TB aktif adalah pemeriksaan biakan karena masih sangat sensitif.Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua sediaan. Mikobakteri tumbuh lambat dan membutuhkan suatu media yang kompleks. Koloni matur, akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kutil dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10 bakteri/ml media konsentrat yang telah diolah dapat dideteksi oleh media biakan ini (Price, 2006).

Gambar 3. Alur Diagnosis TB (PDPI, 2006).

VIII. PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan TB adalah sebagai berikut:1. Menyembuhkan penderita2. Mencegah kematian3. Mencegah kekambuhan4. Menurunkan risiko penularanPrinsip pengobatan TB adalah sebagai berikut:1. Tahap IntensifDiberikan tiap hari dengan pengawasan yang sangat ketat untuk mencegah adanya kekebalan obat

2. Tahap lanjutanDiberikan setiap 3x/minggu untuk membunuh kuman agar tidak kambuhBerdasarkan penggunaanya OAT dibedakan menjadi dua :1. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.2. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:1. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luasPaduan obat yang dianjurkan : a. 2 RHZE / 4 RH atau b. 2 RHZE / 4R3H3 atau c. 2 RHZE/ 6HE. Paduan ini dianjurkan untuk:a. TB paru BTA (+), kasus barub. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas.2. TB paru kasus kambuhPada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).

3. TB Paru kasus gagal pengobatanPengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi.1-3a. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)4. TB Paru kasus putus berobatPasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :a. Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif / perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.b. Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.c. Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama.

Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT

Pemantauan Hasil Pengobatan TB:1. Akhir fase intensif :Kategori I & III 1 minggu sebelum akhir bulan ke-2Kategori II 1 minggu sebelum akhir bulan ke-32. Sebulan sebelum akhir pengobatan : Untuk menilai hasil pengobatan pada kategori I & II3. Akhir pengobatan : Untuk menilai hasil pengobatan pada kategori I & IIPemeriksaan ulang BTA 2 X (SP)Hasil BTA 2x (-): disebut negatifHasil BTA 1x / 2x (+): disebut positif Edukasi yang perlu diberikan pada pasien dan keluarga adalah sebagai berikut:1. Jauhi dan bentuk lingkungan yang dapat meminimalisir faktor-faktor risiko penyebab TB dan penyulit untuk penyembuhan TB, seperti keadaan rumah yang lembab, asupan makanan yang bergizi, dsb.2. Edukasi pasien agar selalu rutin meminum obat secara teratur untuk proses kesembuhan yang maksimal.3. Himbau pasien untuk tidak menularkan penyakitnya ke orang sekitarnya dengan cara tidak batuk sembarangan, menutup mulut disaat batuk, dan tidak membuang dahak ke sembarang tempat.4. Edukasi PMO untuk menjalankan tugasnya dengan baik. Pengawas Minum Obat (PMO) sendiri adalah salah satu komponen dari DOTS yang berfungsi sebagai pengawasan langsung kepada pasien untuk menjamin keteraturan pengobatan pasien.6Persyaratan PMO antara lain sebagai berikut:a. Seseorang yang dikenal, dipercayai dan disetujui petugas/ penderita juga disegani, dihormati oleh penderitab. Seseorang yang tinggal dekat dengan penderitac. Bersedia membantu penderita dengan sukarelad. Bersedia dilatih atau mendapat penyuluhan bersama penderitaTugas PMO adalah:a. Mengawasi penderita rutin minum obat sampai sembuhb. Memotivasi penderita agar minum obat teraturc. Mengingatkan penderita untuk control/ periksa dahakd. Memberikan penyuluhan, mencari suspek TB, dan menganjurkan/ membawa ke petugas kesehatan.6Informasi yang disampaikan PMO ke pasien dan orang sekitarnya adalah:a. TB bukan penyakit keturunan atau kutukanb. TB dapat disembuhkan dengan berobat teraturc. Pengobatan tahap intensif dan lanjutand. Pentingnya berobat secara terature. Efek samping, dan tindakannyaf. Cara penularan dan pencegahan.IX. PROGNOSISPasien yang tidak diobati setelah 5 tahun akan (Depkes, 2005):1. 50% meninggal2. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi3. 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular.

X. Sesak nafasDyspnea didefinisikan sebagai pernapasan yang abnormal ataukurang nyaman dibandingkan dengankeadaan normal seseorang sesuai dengan tingkat kebugarannya. Dyspnea merupakan gejala yang umum ditemui dan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi dan etiologi. Organ yang paling sering berkontribusi dalam dyspnea adalah jantung dan paru.3-5Mekanisme pernafasan :1. InspirasiUdara masuk rongga dada membesar diafragma mendatar 1. EkspirasiUdara keluar rongga dada mengecil diafragma melengkungDyspnea atau yang biasa disebut sesak napas merupakan manifestasi penting untuk penyakit kardiopulmoner, selain itu dapat pula ditemukan pada penyakit neurogenik, metabolic, saluran pencernaan, dan ginjal. Secaranormal,manusiadapatmenderita dyspnea akibat aktivitas fisik yang berat, namun napas akan kembali normal setelah istirahat selama beberapa menit. Dalam banyak keadaan, dyspnea merupakan salah satu gejaladarikelainan-kelainan dalamtubuh.Misalnyadyspneapada penderita asma, COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease), pneumonia. Selain karena penyakit paru, dyspnea dapat juga terjadi akibat kelainan di jantung, misal pada heartfailure, congestive heart disease. Gabungan antara penyakit paru dan jantung juga dapat menimbulkan dyspnea yang berat. Terdapat juga berbagai penyebab lain yangmemungkinkan terjadinya dyspnea seperti gangguan psikogenik, anemia, dll.3-5

Pasien sebelum pemeriksaan sebaiknya ditanyakan penggambaran dari ketidaknyamanannya seperti efek dari posisi mereka, apakah ada infeksi, atau adanya stimulus lingkungan dan posisi pada dyspnea, contohnya ada 3 :1. Dispnea yang terjadi pada posisi berbaring. 2. Dispnea yang terjadi pada posisi tegak dan akan membaik dalam posisi berbaring. 3. Jika dengan posisi bertumpu pada sebuah sisi dapat bernafas lebih enak EtiologiMenurut etiologi berdasarkan organ yang penting :1. Kardiak : Gagal jantung, Penyakit koroner, Kardimiopati, Disfungsi katup, Hipertrofi ventrikel kiri, Hipertrofi katub asimetris, Perikarditis.12. Pulmonal :Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), Asma, Penyakit paru restriktif, Penyakit paru herediter, Pneumotoraks.13. Gabungan kardiak atau pulmonal : PPOK dengan hipertensi pulmonal atau cor pulmonal, Emboli paru kronik, Trauma4.Pencernaan : Dispepsia,Hematemesis melena pada sirosis hepatis5.Sistem syaraf pusat : stroke iskemik yang mengenai pusat pernafasan,sindroma batang otak6.Urogenital : chronic kidney disease (paru uremikum)Etiologi KardiakAKUTKRONIK

Iskemia atau infark miokardDisfungsi ventrikel kiri

Regurgitasi mitral akibat ruptur kordaPenyakit katup mitral dan aorta

Terjadi atrial fibrilation pada penyakit katub mitral dan aortaMiksoma atrium

Non KardiakAKUTKRONIK

Emboli paruPenyakit paru obstruktif

PneumothoraxHipertensi pulmnal

AsmaKelainan dinding dada

Sindroma hiperventilasiAnemia

Kegemukan dan kurang fit

Untuk mengetahui sesak napas sudah berapa lama bermanifestasi, maka dibagi menjadi : Akut, Subakut dan Kronis.

Sesak nafas akut (selama beberapa jam sampai hari) :Saluran pernafasan (serangan akut asma), Parenkim paru (acute pulmonary edema atau proses infeksi akut seperti bakterial pneumonia), Rongga pleura (pneumotoraks. fracture) Vaskularisasi paru (emboli paru) Sesak nafas subakut (selama beberapa hari hingga minggu) : Eksaserbasi penyakit saluran nafas yang ada sebelumnya (asma atau chronic bronchitis) Infeksi parenkimal yang berjalan lambat (Pneumocystis carinii, pneumonia pada pasien AIDS, mycobacterial or fungal pneumonia) Proses inflamasi non-infeksi yang berjalan relatif lambat (Wegeners granulomatosis, eosinophilic pneumonia, bronchiolitis obliterans with organizing pneumonia, dll) Penyakit neuro muskular (Guillain-Barre syndrome, myasthenia gravis), Penyakit pleura (efusi pleura dengan berbagai penyebab atau penyakit jantung kronik) Sesak nafas kronik (selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun) Penyakit paru obstruksi kronik, penyakit paru interstisial kronik, atau penyakit jantung kronik.Gambaran klinis :1.Dyspneadeffort(exertionaldyspnea) : Sesak nafas pada waktu melakukan kerja fisik tetapi menghilang setelah istirahat selama beberapa waktu.2.Paroxysmalnocturnaldyspnea: Sesak nafas timbul sewaktu tidur malam hari sehingga pasien terbangun dan harus dudukselama beberapa waktu sampai sesaknya hilang.3. Ortopnea:Sesak nafas yang timbul ketika berbaring. Pada sikap berbaring, aliran balik vena lebih lancarsehingga pengisian atrium dan ventrikelkanan jadi lebih banyak. Akibatnya bendungan parulebih mudah terjadi4. Asmakardial : Terjadi karena edema paru akut. Sesak nafas timbul tiba-tiba karena edema paru mendadakakibat gagal jantung kiri akut. Gagal jantung kiri menimbulkan bendungan paru dan akhirnyaterjadi edema paru akut. Cairan masuk ke dalam ruang alveoli sehingga timbul gejala dispneayang agak berat.

5. PernafasanCheyne-Stoke: Pernafasan ini ditandai dengan hiperpnea periodik diselang fase apnea. Keadaan inidisebabkan oleh karena curah jantung yangmenurun.PatofisiologiDyspnea berkaitan dengan ventilasi. Ventilasi dipengaruhi oleh kebutuhan metabolic dari konsumsi oksigen dan eliminasi karbondioksida. Frekuensi ventilasi bergantung pada rangsangan pada kemoreseptor yang ada di badan karotid dan aorta. Selain itu, frekuensi ini juga dipengaruhi oleh sinyal dari reseptor neural yang ada di parenkim paru, saluran udara besar dan kecil, ototpernapasan, dan dinding toraks. Pada dyspnea, terjadi peningkatan usaha otot dalam proses inspirasi dan ekspirasi. Karena dypsnea bersifat subjektif, maka dypsnea tidak selalu berkorelasi dengan derajat perubahan secara fisiologis.

Tidak terdapat teori yang dipakai secara universal dalam menjelaskan mekanisme dypsnea pada seluruh situasi klinik. Campbell dan Howell (1963) telah memformulasikan teori length-tension ina ppropriateness yang menyatakan defek dasar dari dypsnea adalah ketidakcocokan antara tekanan yang dihasilkan otot pernafasan dengan volume tidal (perubahan panjang). Kapanpun perbedaan tersebut muncul, muscle spindle dari otot interkostal mentransmisikan sinyal yang membawa kondisi bernapas menjadi sesuatu yang disadari.

Reseptor juksta kapiler yang terlokasi diinterstitium alveolar dan disuplai oleh serat saraf vagal tidak termielinisasi akan distimulasi oleh terhambatnya aktivitas paru. Segala kondisi tersebut akan mengaktivasi refleks Hering-Breuer dimana usaha inspirasi akan dihentikan sebelum inspirasi maksimal dicapai dan menyebabkan pernapasan yang cepat dan dangkal. Reseptor jukstakapiler juga bertanggung jawab terhadap munculnya dyspnea pada situasi dimana terdapat hambatan pada aktivitas paru,seperti pada edema pulmonal. Dyspnea pada saat aktivitas fisik dapat disebabkan oleh output ventrikel kiri yang gagal untuk meningkat selama berolahraga dan mengakibatkan meningkatnya tekanan vena pulmonal. Pada asmakardiak, bronkospasme diasosiasikan dengan terhambatnya aktivitas paru dan kemungkinandisebabkan karena cairan edema pada dinding bronkus

XI. KOMPLIKASIKomplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus. Menurut Dep.Kes (2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB Paru stadium lanjut: 1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.3. Bronkiectasis dan fribosis pada Paru. 4. Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru. 5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.6. Insufisiensi Kardio Pulmoner.

XII. KESIMPULANpenyakit tubercolosis merupakan penyakit infeksi kuman micobacterium tubercolosis yang dapat bermanifestasi baik di paru-paru maupun diluar paru.Merupakan pada dasarnya suatu penyakit yang mudah untuk disembuhkan.Peranan dari pengawasan langsung pemerintah dan dokter dalam penanganan kasus ini sangat penting terutama mengingat resistensi yang dapat terjadi bila obat tidak diminum secara teratur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amin, Z., A. Bahar. 2009. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.2. Bahar, A.2001.Tuberkulosis Paru dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3.Jakarta:FKUI3. Depkes R.I. 2003. Prosedur Tetap Pencegahan dan Pengobatan Tuberkulosis pada Orang dengan HIV/AIDS. Depkes. RI. Jakarta.4. Depkes RI, Ditjen PP & PL. 2005. Manual Pemberatasan Penyakit Menular.5. Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.6. Jawetz. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. Jakarta: EGC.7. PDPI. 2002. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.8. PDPI. 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.9. Price, A. Wilson. L.2006. M. Tuberkulosis ParudalamPatofisiologi Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakitEdisiVI. Jakarta:EGC.10. Werdhani, Retno Asti. 2002. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, Dan Keluarga. Jakarta: FKUI11. Widodo, Eddy. 2004. Upaya Peningkatan Peran Masyarakat Dan Tenaga Kesehatan Dalam Pemberantasan Tuberkulosis. Bogor: IPB.. .

46