referat obstetri

Upload: septian-sapta-hadi

Post on 14-Oct-2015

61 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, melahirkan dan masa nifas. Penyebab tingginya angka kematian ibu juga terutama disebabkan karena faktor non medis yaitu faktor ekonomi, sosial budaya, demografi serta faktor agama. Sebagai contoh banyak kaum ibu yang menganggap kehamilan sebagai peristiwa alamiah biasa padahal kehamilan merupakan peristiwa yang luar biasa sehingga perhatian terhadap kesehatan ibu hamil harus diperhatikan. Rendahnya pengetahuan ibu terhadap kesehatan reproduksi dan pemeriksaan kesehatan selama kehamilan juga menjadi sebab tingginya kematian ibu selain pelayanan dan akses mendapatkan pelayanan kesehatan yang buruk. (Ketut Sudhaberata,2006)World Health Organization (WHO) memperkirakan 585.000 perempuan meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan, proses kelahiran dan aborsi yang tidak aman. Sekitar satu perempuan meninggal setiap menit. (WHO,2004)Negara-negara di Asia termasuk Indonesia adalah negara dimana warga perempuannya memiliki kemungkinan 20-60 kali lipat dibanding negara-negara Barat dalam hal kematian ibu karena persalinan dan komplikasi kehamilan. Di negara-negara yang sedang berkembang, angka kematian ibu berkisar 350 per 10.000 kematian. Angka kematian ibu di Indonesia adalah 470 per 100.000 kelahiran. Angka yang sangat mengkhawatirkan karena meningkat dari angka yang tercatat peda beberapa tahun sebelumnya. Pada tahun 1997, AKI mencapai 397 orang per 100.000 kelahiran yang berarti bertambah sekitar 73 orang.Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Dengan kecenderunganseperti ini, pencapaian target MDG untuk menurunkan AKI akan mengalami sulit bisa terwujud kecuali apabila dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya. Data menunjukkan sebagian besar kematian terjadi pada masyarakat miskin dan mereka yang tinggal jauh dari Rumah Sakit. Penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan, eklampsia, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Kontribusi dari penyebab kematian ibu tersebut masing-masing adalah perdarahan 28 %, eklampsia 13 %, aborsi yang tidak aman 11 %, serta sepsis 10 %.Salah satu penyebab kematian tersebut adalah Preeklampsia dan eklampsia yang bersama infeksi dan pendarahan, diperkirakan mencakup 75-80 % dari keseluruhan kematian maternal. Kejadian preeklampsi-eklampsi dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila CFR PE-E mencapai 1,4%-1,8%.(Zuspan F.P, 1978 dan Arulkumaran,1995)Penelitian yang dilakukan Soedjonoes pada tahun 1983 di 12 RS pendidikan di Indonesia, di dapatkan kejadian PE-E 5,30% dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9 kali lebih besar di banding kehamilan normal). Sedangkan berdasarkan penelitian Lukas dan Rambulangi tahun 1994, di dua RS pendidikan di Makassar insidensi preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya 22,2%.Target penurunan angka kematian ibu menjadi 124 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 tidak mudah tercapai mengingat sistem pelayanan obsentri emerjensi masih lemah. Akhirnya yang harus diingat dari informasi diatas adalah sesungguhnya masalah kematian ibu bukanlah masalah ibu sendiri akan tetapi merupakan masalah internasional dimana setiap negara seharusnya memiliki tanggungjawab untuk menanggulangi dan mencegah kematian ibu.

Secara umum kejadian komplikasi kehamilan mencakup 75-80% dari keseluruhan kematian maternal , angka kejadian Preeklampsia di dunia sebesar 0-13%.(Zuspan F.P,1978)Frekuensi Preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya seperti jumlah primigravida, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis serta masih rendahnya status sosial-ekonomi dan tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan masyarakat. Dalam kepustakaan, frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%..Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dan yang lain. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan preklampsia yang sempurna.Di negara-negara berkembang, frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3%-0,7% sedangkan di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil yaitu 0,05%-0,1%.Distribusi kejadian Preeklampsia-eklampsia berdasarkan umur banyak ditemukan pada kelompok usia ibu yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri.Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala-gejala Preeklampsia.

Penegakan diagnosis utama adalah jika ditemukan hipertensi, edema, dan proteinuri pada kehamilam biasanya ditriwulan ketiga. Jika muncul tiga tanda ini, seharusnya segera untuk dikelola, agar tidak jatuh dalam keadaan preeklamsi sampai eklamsi. Hipertensi biasanya muncul lebih dahulu. Kenaikannya sekitar 30mmHg dari biasanya. Selain itu tanda kedua adalah edem, yang dapat dilihat dari kenaikan berat badan dan ada bengkak pada ekstremitas. Kenaikan berat badan yang tidak normal adalah lebih dari 1 kg dalam waktu seminggu. Tanda yang terakhir adalah proteinuria dengan konsentrasi melebihi 0,3g/liter dalam air kencing 24 jam.

Dari ketiga tanda utama yang ada, etiologi dari preeklamsi dan eklamsi sampai sekarang belum diketahui penyebabnya secara pasti. Dari penelitian yang dilakukan hanya berhasil mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan preeklamsi dan eklamsi, dan tidak bisa menjelaskan mana yang sebab dan mana yang akibat. Pada preeklamsi ringan jarang sekali menyebabakan kematiaan jika ditangani lebih dini. Sebenarnya pencegahan dari preeklamsi dan eklamsi tidak sepenuhnya dapat dicegah. Namun, penjelasan mengenai faktor predisposisi dan modifikasi faktor predisposisi sangat berguna untuk membantu mencegah preeklamsi dan eklamsi. Modifikasi yang dilakukan misalnya adalah modifikasi diet, yaitu diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat, dan garam.

Penanganan yang dilakukan bertujuan mencegah terjadinya preeklamsi berat dan eklamsi, dapat melahirkan janin hidup, melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya. Penanganan tersebut, meliputi istirahat yang adekuat, modifikasi diet yang baik, tidak diberikan obat diuretik dan antihipertensi,tetapi diberikan fenobarbital. Selain itu juga memanagemen kejangnya agar tidak jatuh dalam kondisi eklamsia sehingga ibu dan bayinya tidak bisa diselamatkan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA1. Patofisiologi, Gejala danTanda1.1 Patofisiologi

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis Preeklamsi Eklamsi. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia / anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas.

Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif. Pada Preeklamsi Eklamsi serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain:

1. Adhesi dan agregasi trombosit.

2. Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.

3. Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit.

4. Produksi prostasiklin terhenti.

5. Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.

6. Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak. (Guyton,2006)1.2 Gejala Preeklamsi dan Eklamsi

Selain bengkak pada kaki dan tangan, protein pada urine dan tekanan darah tinggi, gejala preeklampsia yang patut diwaspadai adalah :

1. Sakit kepala yang berat.

2. Berat badan yang meningkat secara drastis akibat dari penimbunan cairan dalam tubuh.

3. Nyeri perut.

4. Penurunan produksi kencing atau bahkan tidak kencing sama sekali.

5. Perubahan pada refleks.

6. Mual dan muntah yang berlebihan

7. Ada darah pada air kencing.

8. Pusing. (Sudhaberata,2001)1.3 Tanda Preeklamsi-Eklamsi

Apabila pada kehamilan > 20 minggu didapatkan satu / lebih gejala/tanda di bawah ini :

1. Tekanan darah > 160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi ( pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit ) dan tidak dalam keadaan his.

2. Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.

3. Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kreatinin plasma.

4. Gangguan visus dan serebral.

5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan.

6. Edema paru dan sianosis.

7. Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.

8. Adanya Hellp Syndrome ( hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet count ) (Ansar,1991)2. Pemeriksaan Penunjang, Indikasi dan Nilai normalNilai laboratorium untuk preeklamsia2.1 Proteinuria >300 mg/24 jamNilai normal :

a. Kualitatif : tidak terdeteksi

b. Kuantitatif : 10-150 mg/24 jam (Price & Wilson, 2003).

Indikasi :

a. Preeclampsia

b. Amyloidosis

c. Bladder cancer

d. Congestive heart failure

e. Diabetes

f. Drug therapies that are potentially toxic to the kidneys

g. Glomerulonephritis

h. Goodpastures syndrome

i. Heavy metal poisoning

j. Hypertension

k. Kidney infection

l. Multiple myeloma

m. Polycystic kidney disease

n. Systemic lupus erythematosus

o. Urinary tract infection (AACC, 2010).2.2 Asam urat serum >5.6 mg/dLNilai normal :

a. 10-59 tahun :

1) Perempuan : 2-8 mg/dl

2) Laki-laki : 2,5-9 mg/dl

b. 60-101 tahun

1) Perempuan : 2,5-9 mg/dl

2) Laki-laki : 2,5-9 mg/dl (Price & Wilson, 2003).Indikasi :

a. Sindrom Fanconi

b. Penyakit Wilson

c. Multiple myeloma

d. Leukimia

e. Chronic renal disease

f. Asidosis

g. Toksemia pada kehamilan

h. Batu ginjal

i. Gout arthritis (AACC, 2010).2.3 Kreatinin serum >1.2 mg/dLNilai normal :

a. Perempuan : 0,5-1,3 mg/dlb. Laki-laki : 0,7-0,7-1,5 mg/dl (Price & Wilson, 2003).Indikasi :

a. Hamilb. Glomerulonephritis

c. Pyelonephritis

d. Tubular nekrosis akut

e. Penyakit prostat

f. Batu ginjal

g. Congestive heart failure

h. Atherosklerosis (AACC, 2010).

2.4 Jumlah platelet 1.2 mg/dLNilai normal : 0,2-1,2 mg/dl (Price & Wilson, 2003).Indikasi :

a. Anemia hemolitik

b. Sickle cell

c. Anemia perniciosa

d. Reaksi transfuse (AACC, 2010).

2.9 Lactate dehydrogenase (LDH) >600 U/LNilai normal : 20-220 IU/L (Price & Wilson, 2003).Indikasi :

a. Cerebrovascular accident (CVA, stroke)b. Drugs: anesthetics, aspirin, narcotics, procainamides, alcohol

c. Hemolytic anemias

d. Pernicious anemias (megaloblastic anemais)

e. Infectious mononucleosis (Mono)

f. Intestinal and pulmonary infarction

g. Kidney disease

h. Liver disease

i. Muscular dystrophy

j. Pancreatitis

k. Lymphoma or other cancers (AACC, 2010).

3 AST serum >70 U/LNilai normal : 5-40 IU/L (Price & Wilson, 2003).Indikasi :

a. Hamilb. Infeksi virus hepatitis

c. Penyakit hepar keturunan

d. Diabetes

e. Terapi farmakologi dengan obat-obat hepatotoksik (AACC, 2010).3 Penegakan Diagnosis Preeklamsia dan Eklamsia3.1 Diagnosis Preeklamsia3.1.1 Kriteria diagnostik PER

a.) TD 140 / 90 mmHg setelah gestasi 20 minggu

b.) Proteinuria 300 mg/24 jam atau + 1 pada dipstick

c.) Edema tungkai, lengan atau wajah, atau kenaikan berat badan 1 kg/ minggu. d.) Oliguri.

3.1.2 Kriteria diagnostik PEB

Apabila pada kehamilan lebih 20 minggu didapatkan satu atau lebih tanda berikut: a. Tekanan darah > 160/110 mmHg diukur dalam keadaan relaks (minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his. b. Proteinuria > 5 g / 24 jam atau + 4pada pemeriksaan kualitatif

c. Oliguri ( < 500ml / 24 jam ) disertai kenaikan kreatinin plasma

d. Gangguan serebral atau visual

e. Nyeri epigastrium / hipokondrium kanan

f. Edem paru atau sianosis

g. Gangguan pertumbuhan janin intrauterin.

h. Adanya HELLP Syndrome (Hemolysis, Elevated Liver en-zyme, Low platelet count). ( Ansar,1991 )DiagnosisTekanan DarahTanda Lain

Pre-Eklamsi RinganKenaikan TD diastolic 15 mmHg/79 mmHg dengan 2x pengamatan berjarak 1 jam / tekanan diastolic mencapai 110 mmHg.Protein Urin +1

Pre-Eklamsi SedangKenaikan TD systolic 30 mmHg / lebih atau mencapai 140 mmHgProtein urin positif 2 oedem umum, kaki, jari tangan dan muka, kenaikan BB 1 kg tiap minggu.

Pre-Eklamsi BeratTekanan diastolic >110 mmHgProtein urine positif oliguria (urine 5 gr/L) hiperefleksia, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, terdapat oedem paru dan sinosis.

Tabel preeklamsia ringan, sedang dan berat ( Sarwono, 2005 )

Perubahan Organ-organ pada Pre eklampsi

1. OtakPada Pre eklamsi aliran darah dan pemakaian O2 tetap dalam batas-batas normal ditemukan oedem-oedem dan anemia pada kortex serebri.2. Placenta dan RahimAliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin karena kekurangan O2 sehingga terjadi gawat janin. Sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsangan, sehingga sering terjadi partus prematur.

3. GinjalFiltrasi glomerolus berkurang karena aliran darah ke ginjal menurun. Hal ini menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerolus menurun sehingga akibatnya terjadilah retensi air dan garam. Filtrasi glomerolus dapat terjadi penurunan hingga 50% dari normal sehingga pada keadaan lebih lanjut dapat terjadi oliguria/anuria.4. HatiBesarnya normal. Pada permukaan dan pembelahan tampak tempat-tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada pemeriksaan miksroskopik dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis pada tepi lobulus disertai trombosis pada pembuluh darah kecil, terutama di sekitar vena porta.

5. RetinaSering ditemukan spasme pada anteride terutama yang dekat pada discus optikus vena tampak lekuk pada persimpanan arteriole. Dapat terlihat oedem pada discus optikus dan retina. Ablasia retina juga dapat terjadi tetapi komplikasi ini prognosisnya baik. Karena retina akan melekat lagi. Beberapa minggu PP (Post Partum) perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre-eklampsia biasanya hal ini menunjukkan hipertensi menahun.

6. Paru-paruParu-paru menunjukkan berbagai tingkat oedema dan perubahan-perubahan bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi, kadang-kadang ditemukan abses paru-paru.

7. JantungPada sebagian besar penderita yang mati karena eklampsia, jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada mikardium. Sering ditemukan degerasi lemak dan cludy swelling serta nekrosis dan perdarahan.

8. Kelenjar AdrenalinKelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa perdarahan-perdarahan nekrosis dalam berbagai tingkatan.

( Sarwono, 2005 )Biasanya tanda-tanda pre-eklampsia timbul dalam urutan:

a.) Penambahan BB yang berlebihan

b.) Diikuti dengan oedem

c.) Akhirnya protein nuria

d.) TD yang tinggi di atas 130 mmHg

( Sarwono, 2005 ) 3.2 Diagnosis Eklamsia

Diagnosis eklampsia yaitu dengan adanya tanda dan gejala preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang, maka bisa di diagnosis eklampsia. Eklampsia harus dibedakan dengan :

a.) Epilepsi, dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil muda dan tanda pre eklampsia tidak ada

b.) Kejang karena obat anestesia, apabila obat anestesia lokal tersuntikkan kedalam vena, dapat timbul kejang

c.) Koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis. ( Sarwono. 2008 )

4. Rencana Terapi Pre eklamsia dan Eklamsia

4.1 Pre-eklampsia

4.1.1 Medikamentosa

Pengobatan yang dilakukan pada keadaan pre eklampsia adalah pengobatan sistematis yang menanggulangi etiologi dari pre-eklampsia tersebut. Tujuan utama dari penanganan pre-eklampsia adalah mencegah terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia, melahirkan janin yang hidup, dan melahirkan janin dengan trauma seminimal mungkin. Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas penanganan medik dan penanganan obstetrik. (Prawirohardjo,2002)

Penderita pre eklampsia seharusnya melakukan perawatan di rumah sakit dengan indikasi :

a. Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebuh dan/atau tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih.

b. Proteinuria 1+ atau lebih.

c. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu dan berulang.

d. Penambahan edeme berlebih secara tiba-tiba. (Prawirohardjo,2002)

4.1.1.1 Penanganan pre-eklampsia ringan

Istirahat di tempat tidur masih menjadi terapi utama untuk penanganan pre-eklampsia. Hal ini akan mengurangi adanya hipertensi dan edem dengan peningkatan aliran darah ke plasenta dan daerah ginjal, sehingga tekanan vena pada ekstrimitas bawah akan berkurang. Pemberian fenobarbital 3 x 30 mg sehari akan menenangkan penderita dan menurunkan tekanan darah. Pemberian diuretic dan anti-hipersensitif tidak begitu dianjurkan karena obat tersebut tidak menghentikan proses penyakit dan tidak memperbaiki prognosis janin. (Prawirohardjo,2002)

Setelah tndakan ini tekanan darah biasanya akan turun berat badan dan edema turun serta proteinuria akan berkurang. Penderita diperbolehkan pulang tetapi haus dengan kontrol rutin. Tetapi jika hipertensi menetap, walaupun ringan, maka penderita harus tetap dirawat di rumah sakit dengan menjalani beberapa pemeriksaan usg, aminoskopi, dll untuk mengetahui keadaan janin. (Prawirohardjo,2002)4.1.1.2 Penanganan pre-eklampsia berat

Penderita yang masuk dengan tanda dan gejala pre-eklampsia berat harus diberikan sedative kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Pengobatan untuk mengatasi kejang antara lain :

a. Larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml i.m di bokong kiri dan kanan dan diulang setiap 6 jam menurut keadaan.

Sulfas magnesikus diberikan jika dieresis baik, reflex platella positif, dan respiration rate 16x/ menit

b. Klorpromazin 50 mg i.m.

c. Diazepam 20 mg i.m. (Prawirohardjo,2002)

Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklampsia berat diperlukan karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang akan lebih kecil.Obat hipotensif yang dapat diberikan antara lain :

a. Metildopa 3x 125 mg/hari.

b. Nifedipin 3x10 mg/hari

c. Apabila terdapat oligori, sebaiknya penderita diberi glukosa 20% secara i.v.

Obat diuretika tidak diberikan secara rutin.

Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut dapat diatasi , dapat difikirkan cara terbaik untuk menghentikan kehamilan. Indikasi pengakhiran kehamilan adalah

a. Pre-eklampsia ringan dengan kehamilan lebih dari cukup bulan.

b. Pre-eklampsia dengan hipertendi dan/ atau proteinuria menetap selama 10-14 har, dan janin sudah cukup matur.

c. Pre-eklampsia berat.

d. Eklampsia. (Prawirohardjo,2002)4.1.2 Non Medikamentosa

4.1.2.1 Pencegahan

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemkan tanda-tanda dini pre-eklampsia. Jika terdapat tanda-tanda eklampsia, segera lakukan penanganan. Istirahat dan diet sangat bermanfaat dalam pencegahan eklampsia. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.diet tinggi protein, rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sebaiknya dianjurkan. (Prawirohardjo,2002)4.2 Eklampsia

4.2.1 MEDIKAMENTOSA

Tujuan utama pengobatan eklampsia ialah menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secapatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan. Pengawasan dan perawatan yang itensif sangat penting bagi penanganan penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Dalam pengangkuta ke rumah sakit, diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejang, misalnya dengan pemberian diazepam 20 mg intramuskuler. (Prawirohardjo,2002)

Tujuan pengobataneklampsia yang lainnya adalah mencegah kejang dan meningkatkan dieresis. Pertolongan yang diberikan setelah kekejangan timbul ialah memperahankan jalan pernapasan bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga penderita agar tidak mengalami trauma. Obat yang dapat diberikan antara lain :

a. Sodium phentoal 0,2-0.,3 gram i.v.

Berguna untuk menghentikan kejangan dengan segera. Obat ini cukup berbahaya, maka tindakan sebaiknya dilakukan di rumah sakit dengan pengawasan yang sempurna dengan adanya kemingkinan untuk intubasi dan resusitasi.

b. Sulfas magnesicus 40% 4 gram dalam 10 ml i.v. Pemberian biasanya disertai dengan kalsium glukonas 1 gram dalam 10 ml sebagai antidotum. Atau 8 gram dalam larutan 40 % secara i.m.

Obat ini dapat mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuro muscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari susuanan saraf. Obat ini akan menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan dieresis, dan menaikkan aliran darah ke uterus.

c. Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan prometazin 50 mg dilaruykan dalam larutan glukosa 5% 500 ml secara infuse i.v. (Prawirohardjo,2002)

Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejangan seperti keributam, injeksi, dan pemeriksaan dalam. Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi dan pernapasan di catat tiap 30 menit dan dibuat dalam satu grafik. Bila penderita belum melahirkan dilakukan pemeriksaan obstetric untuk mengetahui saat permulaan atau kemajuan persalinan. Untuk melancarkan pengeuaran secret dari jalan pernapasan pada penderita dalam koma, penderita dibaringkan dalam letak Trendelenburg dan selanjutnya dibalikkan ke sisi kiri dan kanan tiap jam untuk menghindari dekubitus. Alat penyedot disediakan untuk membersihkan jalan pernapasan dan oksigen untuk sianosis.kateter dipasang untuk mengetahui adanya proteinuria dan kadarnya. Balans cairan perlu dilakukan setiap 6 jam sesuai keadaan. (Prawirohardjo,2002)

Setelah kejang dapat diatasi, maka direncanakan untuk mngakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan cara yang aman. Persalinan pervaginam merupakan cara yang paling baik, Pada eklampsia gravidarum perlu dilakukan induksi dengan aminotomi dan infuse pitosin setelah bebas dari kejangan dan keadaan serviks memungkinkan. Tetapi apabila serviks masih lancipdan tertutup, kepala janin masih tinggi dan adanya CPD maka dapat dilakukan seksio sesarea. Kemungkinan perdarahan saat persalinan harus diwaspadai dengan ergometrin atau metergin dengan indikasi. (Prawirohardjo,2002)

Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam. Bila tekanan darah turun, maka pemberian obat penenang dapat dikurangi setelah 24 jam postpartum dan kemudian dihentikan. (Prawirohardjo,2002)4.2.2 NON-MEDIKAMENTOSA

4.2.2.1 Pencegahan

Pencegahan eklampsiapat dilakukan dengan:

a. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal.

b. Melakukan edukasi terhadap wanita hamil muda untuk memeriksa kehamilannya.

c. Mencari tanda-tanda pre-eklampsia sejak dini dan segara lakukan penanganan jika ditemukan.

d. Mengakhiri kehamilan sedapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda preeclampsia tidak dapat dihilangkan. (Prawirohardjo,2002)

5. PrognosisEklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 % - 15 %. Antara tahun 1991 1997 kira kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil. (Cunningham,2007)

6. Komplikasi Pre-eklampsia dan eklamspia

1. Berkurangnya lairna darah ke plasenta, yang dapat menyebabkan pertumbuhan janin, kelahiran premature, atau kematian janin dalam rahim.

2. Pelepasan plasenta prematur.

3. Sindrom HELLP, HELLP merupakan singkatan dari hemolisis (pecahnya sel darah merah), , peningkatan kadar enzim hati dan jumlah platelet rendah, serta rendahnya jumlah platelet/trombosit darah . HELLP sindrom dapat secara cepat mengancam kehamilan, Gejalanya antara lain mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian kanan atas.4. Eklampsia, pre-eklampsia disertai kejang. Situasi ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan organ seperti hati,ginjal, dan otak, yang berakhir dengan kematian.

5. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% sulusio plasenta disertai pre-eklampsia.6. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23% bipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.7. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkanikterus tersebut.8. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.9. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.10. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.11. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia-eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.12. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal. 13. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan frakura karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC (disseminated intravascular coogulation).14. Prematuritas, dismaturitas dan kematian jani intra-uterin. (Williams,2000)BAB III

PEMBAHASAN1. Penjelasan teori baru mengenai penatalaksanaan eklamsia dan preklamsiaDilihat dari tujuan penatalaksanaan preeklamsia dan eklamsia, tindakan yang dilakukan semata-mata untuk mendapatkan hasil yang terbaik bagi ibu dan janin. Pada keadaan preeklamsia ringan, tindakan yang dilakukan untuk mencegah berkembangnya penyulit dan sebagai kontrol terhadap perkembangan janin. Bila pasien datang dengan preeklamsia ringan dan usia kehamilan preterm, diusahakan penundaan persalinan hingga didapat waktu atau saat yang aterm. Namun, jika keadaan preeklamsia berubah menjadi preeklamsia berat, eklamsia atau terdapat indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan pada preeklamsia maka terminasi kehamilan baik pervaginam atau perabdominal harus segera dilakukan tanpa memandang usia kehamilan.

Pada saat ini pengobatan terbaru dalam Preeklamsia dan Eklamsia adalah persalinan yang merupakan pengobatan yang paling efektif. Dengan indikasi :

1. Pada ibu dengan pre-eklamsia ringan segera setelah usia gestasi yang cukup tercapai (>35-36 minggu)

2. Pada semua ibu dengan pre-eklamsia berat tanpa memandang usia gestasi ( kecuali preklamsia berat yang disebabkan oleh proteinuria saja atau PJT yang masih jauh dari cukup bulan yang terbukti dengan tes janin). Terdapat juga kecenderungan baru tata laksanan pada preaklamsia berat dengan kriteria TD saja pada usia gestasi 95% kasus. Selain itu zat ini memberikan keuntungan fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran darah ke uterus.Mekanisme kerja magnesium sulfat adalah menekan pengeluaran asetilkolin pada motor endplate. Magnesium sebagai kompetisi antagonis kalsium juga memberikan efek yang baik untuk otot skelet.Magnesium sulfat dikeluarkan secara eksklusif oleh ginjal dan mempunyai efek antihipertensi. Dapat diberikan dengan dua cara, yaitu IV dan IM. Rute intravena lebih disukai karena dapat dikontrol lebih mudah dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat terapetik lebih singkat. Rute intramuskular cenderung lebih nyeri dan kurang nyaman, digunakan jika akses IV atau pengawasan ketat pasien tidak mungkin. Pemberian magnesium sulfat harus diikuti dengan pengawasan ketat atas pasien dan fetus. Tujuan terapi magnesium adalah mengakhiri kejang yang sedang berlangsung dan mencegah kejang berkelanjutan ( Hendersen, 2006 ).1.2 Fenitoin

Fenitoin telah berhasil digunakan untuk mengatasi kejang eklamptik, namun diduga menyebabkan bradikardi dan hipotensi. Fenitoin bekerja menstabilkan aktivitas neuron dengan menurunkan flux ion di seberang membran depolarisasi. Keuntungan fenitoin adalah dapat dilanjutkan secara oral untuk beberapa hari sampai risiko kejang eklamtik berkurang (Hendersen, 2006 ).1.3 Diazepam

Telah lama digunakan untuk menanggulangi kegawatdaruratan pada kejang eklamptik. Mempunyai waktu paruh yang pendek dan efek depresi SSP yang signifikan ( Hendersen, 2006 ).2. Antihipertensi

Hipertensi yang berasosiasi dengan eklampsia dapat dikontrol dengan adekuat dengan menghentikan kejang. Antihipertensi digunakan bila tekanan diastolik >110 mmHg. untuk mempertahankan tekanan diastolik pada kisaran 90-100 mmHg.

Antihipertensi mempunyai 2 tujuan utama: (1) menurunkan angka kematian maternal dan kematian yang berhubungan dengan kejang, stroke dan emboli paru dan (2) menurunkan angka kematian fetus dan kematian yang disebabkan oleh IUGR, placental abruption dan infark.

Obat-obatan yang biasa digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi adalah hidralazin dan labetalol. Nifedipin telah lama digunakan tetapi masih kurang dapat diterima ( Hendersen, 2006 ).2.1 Hidralazin

Merupakan vasodilator arteriolar langsung yang menyebabkan takikardi dan peningkatan cardiac output. Hidralazin membantu meningkatkan aliran darah ke uterus dan mencegah hipotensi. Hidralazin dimetabolisir di hati. Dapat mengontrol hipertensi pada 95% pasien dengan eklampsia (Hendersen, 2006).2.2 Labetalol

Merupakan beta-bloker non selektif. Tersedia dalam preparat IV dan per oral. Digunakan sebagai pe-ngobatan alternatif dari hidralazin pada penderita eklampsia. Aliran darah ke uteroplasenta tidak dipe-ngaruhi oleh pemberian labetalol IV ( Hendersen, 2006 ).2.3 Nifedipin:

Merupakan Calcium Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi kuat arteriolar. Hanya tersedia dalam bentuk preparat oral ( Hendersen, 2006 ).2.4 Klonidin

Merupakan agonis selektif reseptor 2 ( 2-agonis). Obat ini merangsang adrenoreseptor 2 di SSP dan perifer, tetapi efek antihipertensinya terutama akibat perangsangan reseptor 2 di SSP ( Hendersen, 2006 ).

Temuan terbaru dari penatalaksanaan dari eklamsia dan preklamsia adalah penggunaan Dexamethason. Sebenarnya obat ini tidak mempunyai keuntungan. Tetapi mempunyai efek yang bagus pada temuan klinis dan laboratorium, selain itu juga unuk menurunkan angka kematian dan kesakitan maternal ( Duley, 2005 )..

2. Penjelasan kekurangan dan kelebihan teori baru dibamdingkan dengan teori sebelumnya

a. Kelebihan teori baru

Pada kasus preeklamsia dan eklamsia teori yang digunakan sama. Mengingat angka kejadian eklampsia dan komplikasinya yang serius hingga menyebabkan kematian, Farmakoterapi adalah mutlak untuk menurunkan angka kematian, mencegah komplikasi dan memperbaiki eklampsia. Obat-obatan yang dipakai mulai dari antikonvulsan dan beberapa anti hipertensi. Akhir-akhir ini magnesium sulfat disebut sebagai drug of choice. Didukung oleh keamanan penggunaannya dalam kehamilan dan harganya yang murah, penggunaan magnesium sulfat memang harus dipikirkan untuk terapi eklampsia.

Untuk indikasi dilakukan persalinan akan mendapatkan hasil yang baik kalau kehamilan aterm. Tapi meskipun usia kehamilan preterm dan preeklamsianya berat, maka persalinan harus cepat dilaksanan. b. Kekurangan teori baru

Bila terdapat penyulit yang menjadikan persalinan pervaginam tidak dapat dilakukan, persalinan harus segera dilakukan perabdominal. Terjadinya penyulit tersebut merupakan tanda akan adanya peningkatan risiko kardiovaskuler yang bisa diderita ibu dan sebagai peringatan untuk kehamilan yang berikutnya. Pada usia kehamilan preterm dan preeklamsianya berat, maka persalinan harus cepat dilaksanan untuk mengurangi bertambah beratnya preeklamsi yang diderita, walaupun kemungkinan bayi yang dilahirkan tidak sesuai harapan.

3. Harapan untuk penatalaksanaan masalah dalam refrat yang lebih baik

Untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal yaitu sebelum janin mati dalam kandungan akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup di luar uterus. Melahirkan janin dengan trauma sekecil kecilnya Mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar sehingga dengan istirahat biasanya tekanan darah turun dan adema berkurang. Pencegahan terjadi pre-eklamsia berat dan eklamsia Komplikasi yang terjadi pada janin dan ibu yang mengalami pre-eklamsi dan eklamsi dapat dicegah

BAB IVKESIMPULAN1. Preeklamsi dan eklamsi adalah masalah besar yang menyebabkan kematian ibu hamil disamping pendarahan atau infeksi.

2. Vasokontriksi merupakan dasar dari munculnya preeklamsi dan eklamsi yang dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinik.

3. Penegakan diagnosis untuk preeklamsi dan eklamsi meliputi:

a. Kriteria umum

b. Peningkatan kepastian preeklamsi

c. Kriteria diagnosis preeklamsi ringan

d. Kriteria diagnosis preeklamsi berat

e. Pemeriksaan PA

4. Terapi preeklamsi dan eklamsi yang menjadi drug of coice adalah magnesium sulfat.5. Komplikasi paling buruk dari preeklamsi dan eklamsi adalah kematian ibu dan anak yang dilahirkan.6. Teori terbaru tentang penatalaksaan preeklamsi dan eklamsi sangat efektif untuk mengatasi masalah tersebut, walaupun masih ada kekurangan dan kelebihan antara teori bari dan teori lama.DAFTAR PUSTAKA

Angsar MD. 2003 dalam Hipertensi dalam Kehamilan. Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi FK. Airlangga; 2: 1-45

Creasy RK, Resnik R, Iama JD. 2004 Pregnancy-Related hypertension In Maternal-fetal Medicine 5 th ed. Saunders, USA, : 859-899

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap L, Wenstrom KD. 2005 In Hypertensive disorders in pregnancy. William Obstetrics, 22nd ed. Mc Graw Hill, New York : 61-808

Duley L, Henderson-Smart D. 2006.Magnesium Sulphate versus Phenytoin for Eclampsia (review). Cochrane Library Prawirohardjo,Sarwono.2008.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo,Sarwono.2008.Ilmu Kandungan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Price,Sylvia A.2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta:EGCPrice, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2003. Nilai Normal Uji Fungsi dan Laboratorium yang Umum dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC. Edisi 6.

Roeshadi RH. 2006 dalam Upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia, FK. Univ. Sumatera Utara; 3-7Article of American Association for Clinical Chemistry. 2010. Protein Urine. Avaiable at : labtestonline.org

Article of American Association for Clinical Chemistry. 2010. Bilirubin. Avaiable at : labtestonline.org

Article of American Association for Clinical Chemistry. 2010. LDH. Avaiable at : labtestonline.org

Article of American Association for Clinical Chemistry. 2010. PT. Avaiable at : labtestonline.org

Article of American Association for Clinical Chemistry. 2010. PTT. Avaiable at : labtestonline.org

Article of American Association for Clinical Chemistry. 2010. Uric Acid. Avaiable at : labtestonline.org

Article of American Association for Clinical Chemistry. 2010. Creatinine. Avaiable at : labtestonline.org

Article of American Association for Clinical Chemistry. 2010. D Dimer. Avaiable at : labtestonline.org

Article of American Association for Clinical Chemistry. 2010. Platelet Count. Avaiable at : labtestonline.org

Article of American Association for Clinical Chemistry. 2010. AST. Avaiable at : labtestonline.org

Article of American Association for Clinical Chemistry. 2010. Fibrinogen. Avaiable at : labtestonline.org

Duley L, Henderson-Smart D. Magnesium Sulphate versus Phenytoin for Eclampsia (review). Cochrane Library 2006, issue 4: CD000128, 2006

Gulmezoglu AM, Duley L.1998. Use of anticonvulsants in eclampsia and pre-eclampsia: Survey of Obstetricians in the United Kingdom & Republic of Ireland. BMJ; 316: 975-976

Lehman, Christopher M., Lori W. Wilson, George M. Rodgers. American Journal of Clinical Pathology. 2004. D-Dimer for the Diagnosis of DIC. Avaiable at : medscape.comLim,Kee-Hak.2010.Preeclamsia.diakses di http://emedicine.medscape.comLim, Kee-Hak. Article of Emedicine Medscape. 2010. Preelampsia. Avaiable at : emedicine.medscape.com

Smith, M.D. Vitamin C and E to prevent complications of Pregnancy-Associated Hypertension download by N Engl J Med 2010; 362:1282-1291 April 8, 2010Sudhaberata,Ketut.2001.Penanganan Pre Eklamsia berat dan eklamsia.diakses di www.kalbe.co.id

Webmaster. Resiko Tinggi Kehamilan Remaja ( Usia Muda ). Disitasi dari : http://www.creasoft.wordpress.com pada tanggal : 10 Juli 2009. Pembaharuan terakhir ( Januari2008 )

1