referat kolesteatoma

86
Daftar Isi BAB I.................................................2 PENDAHULUAN...........................................2 BAB II................................................3 TELINGA...............................................3 2.1 Anatomi Telinga.................................3 2.2 Fisiologi Pendengaran..........................13 BAB III..............................................17 KOLESTEATOMA.........................................17 3.1 Definisi....................................... 17 3.2 Epidemiologi................................... 17 3.3 Klasifikasi.................................... 18 3.4 Patofisiologi..................................21 3.5 Gejala Klinis..................................38 3.6 Diagnostik..................................... 40 3.7 Differensial Diagnosis........................46 3.8 Penatalaksanaan................................50 3.9 Komplikasi..................................... 54 3.10 Prognosis..................................... 56 BAB IV............................................. 58 PENUTUP............................................ 58 REFERENSI............................................59 1

Upload: natalia-ihalauw

Post on 26-Dec-2015

108 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

koas

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT Kolesteatoma

Daftar Isi

BAB I................................................................................................................................................... 2

PENDAHULUAN.............................................................................................................................2

BAB II................................................................................................................................................. 3

TELINGA........................................................................................................................................... 3

2.1 Anatomi Telinga................................................................................................................3

2.2 Fisiologi Pendengaran.................................................................................................13

BAB III............................................................................................................................................. 17

KOLESTEATOMA........................................................................................................................17

3.1 Definisi................................................................................................................................17

3.2 Epidemiologi....................................................................................................................17

3.3 Klasifikasi.......................................................................................................................... 18

3.4 Patofisiologi......................................................................................................................21

3.5 Gejala Klinis......................................................................................................................38

3.6 Diagnostik......................................................................................................................... 40

3.7 Differensial Diagnosis............................................................................................46

3.8 Penatalaksanaan............................................................................................................ 50

3.9 Komplikasi........................................................................................................................ 54

3.10 Prognosis........................................................................................................................ 56

BAB IV.........................................................................................................................................58

PENUTUP.................................................................................................................................. 58

REFERENSI................................................................................................................................... 59

1

Page 2: REFERAT Kolesteatoma

BAB I

PENDAHULUAN

Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel

(keratin). Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johanes Muller pada

tahun 1838 karena disangka tumor yang ternyata bukan. Seluruh epitel kulit

(keratinizing stratified squamous epithelium) pada tubuh berada pada lokasi yang

terbuka/ terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu

daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam

waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut

seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.

Kolesteatoma diawali dengan penumpukan deskuamasi epidermis di liang

telinga, sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa penuh serta

kurang dengar. Bila tidak ditanggulangi dengan baik akan terjadi erosi kulit dan

bagian tulang liang telinga. Kolesteatoma mengerosi tulang yang terkena baik

akibat efek penekanan oleh penumpukan debris keratin maupun akibat aktifitas

mediasi enzim osteoklas. Etiologinya belum diketahui, sering terjadi pada pasien

dengan kelainan paru kronik, seperti bronkiektasis, juga pada pasien sinusitis.

Namun kejadian kolesteatoma sangat jarang terjadi.

2

Page 3: REFERAT Kolesteatoma

BAB II

TELINGA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga merupakan salah satu indera yang dimiliki manusia yang cukup penting,

karena tanpa adanya pendengaran maka seseorang juga akan mengalami kesulitan

dalam berbicara. Telinga merupakan organ yang bersifat sensori yang sangat

kompleks jika dibandingkan dengan organ sensori lainnya.

Secara anatomi, pada dasarnya telinga dibagi menjadi 3 bagian secara

garis besar, yaitu telingan luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga dalam

sendiri nanti akan terbagi menjadi dua bagian, yaitu koklea yang berfungsi dalam

pendengaran dan juga aparatus vestibuli yang berperan dalam keseimbangan.

Telinga luar dan telinga tengah akan menyalurkan suara menuju koklea, yang

dimana pada koklea suara tersebut akan dipisahkan berdasarkan frekuensinya

sebelum mengalami transduksi oleh sel-sel rambut pada koklea yang akan

mengubah rangsangan suara tersebut menjadi stimulus neural pada saraf yang

bertanggung jawab atas pendengaran yaitu saraf kranial ke VIII yaitu nervus

vestibulocochlear. (1)

Gb 1. Anatomi Telinga (2)

3

Page 4: REFERAT Kolesteatoma

Telinga luar pada dasarnya sebagian terbentuk dari kartilago yang dilapisi

oleh kulit pada bagian luar dan tulang yang langsung dilapisi oleh kulit pada

bagian dalam. Bagian luar dari telinga ini disebut juga sebagai aurikula yang

dimana terdapat banyak bagian dari aurikula yang memiliki nama masing-masing.

Dalam fungsi pendengaran terdapat cekungan pada telinga luar yang disebut juga

sebagai concha yang sangat berperan penting dalam mengumpulkan dan

mengantarkan suara yang akan berujung pada koklea. Bentuk dari kartilago yang

menyusun telinga luar setiap orang dapat berbeda-beda, oleh karena itu dalam

menangani trauma yang berada pada telinga luar, harus sangat diperhatikan untuk

mempertahankan struktur ini. (1,3)

Gb.2.Anatomi telinga luar (4)

Kanalis telinga luar memiliki panjang 2,5 cm dan diameter 0,6 cm, dan

kanal ini berbentuk seperti S, dimana pada bagian medial terbentuk dari tulang

tengkorak yang membentuk terowongan yang berbentuk bulat, dan pada bagian

lateral terbentuk dari kartilago yang juga membentuk terowongan yang berbentuk

bulat, namun dengan seiring bertambahnya usia bagian kanalis telinga yang

terbentuk dari kartilago akan mengalami perubahan bentuk, sehingga kanalis pada

4

Page 5: REFERAT Kolesteatoma

daerah ini akan berubah menjadi oval. Selain perubahan bentuk dari kartilago,

dengan penambahan umur akan menyebabkan kanalis telinga luar ini akan

semakin menyempit.

Kanalis telinga dilapisi oleh epitel yang mensekresikan serumen dan

disertai oleh rambut pada permukaannya. Pada epitel yang melapisi kanalis telinga

ini tidak terdapat kelenjar keringat. Oleh karena epitel pada liang telinga ini tidak

seperti epitel pada daerah lainnya yang sering tergosok secara natural, maka epitel

didaerah ini dapat membersihkan sel kulit yang mati dan juga serumen yang

berada pada kanalis telinga, kegagalan dalam pembersihan sendiri dari sel epitel

ini merupakan salah satu teori yang berkembang dalam patofisiologi dari

terjadinya kolesteatoma. Terdapat dua sel yang berperan dalam pembentukan

serumen yaitu kelenjar sebaseus dan kelenjar serumen. Serumen sendiri terdiri

dari dua jenis yaitu serumen yang bersifat basah dan serumen yang bersifat kering .

(1)

Batas-batas liang telinga luar adalah lobus temporalis otak di superior,

mastoid di posterior, sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis di anterior,

serta membran timpani di medial. Auriculum dan liang telinga luar menerima

suplai darah arteri dari rr.auriculares posterior dan temporalis a.karotis eksterna.(5)

Bagian kedua dari telinga adalah telinga bagian tengah yang terdiri dari

membran timpani dan juga 3 tulang yang berperan penting dalam pendengaran

yaitu malleus, incus, dan stapes. Pada telinga tengah juga terdapat dua otot kecil,

yaitu otot tensor timpani dan juga otot stapedius yang akan berperan dalam refleks

akustik. Pada telinga tengah juga terdapat chorda tympani yang merupakan

cabang dari nervus fasialis yang melewati telinga tengah yang dimana chorda

tymphani ini akan menginervasi 2/3 depan dari lidah. Pada telinga tengah juga

terdapat tuba Eustaschian yang akan menghubungkan telinga tengah dengan

faring. (1)

5

Page 6: REFERAT Kolesteatoma

Gb.3.Anatomi rongga telinga tengah (1)

Rongga telinga tengah pada dasarnya berbentuk seperti kubus dengan

enam sisi yang dimana dinding posterior dari kubus ini sedikit lebih besar

daripada dinding anteriornya. Berikut ini merupakan batas-batas dari rongga

telinga tengah :

Batas luar : Membran timpani

Batas depan : Dinding karotid, yang dimana disebut sebagai dinding

karotid karena kanalis karotid dan rongga telinga tengah dipisahkan oleh

tulang ya ng sangat tipis, dinding anterior ini juga dilewati oleh cabang

arteri timpani yang merupakan cabang dari arteri karotid interna dan deep

petrosal nerve dan juga terdapat tuba eustachius

Batas bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

Batas atas : Tegmen timpani (meningen/otak ), tegmen timpani ini akan

memisahkan resesus epitimpanic dari fossa kranial bagian tengah.

6

Page 7: REFERAT Kolesteatoma

Batas dalam: Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi

sirkularishorizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window) ,

promontorium, dan tingkap bundar (round window) (6)

Salah satu struktur penting yang berada pada telinga tengah adalah

membran timpani. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat

dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas

disebut Pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa

(membran propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah

lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,

seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi

ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang

berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani

disebut umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah

bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk

membran timpani kanan. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler

dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang

berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis

searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di

umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta

bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. (7)

7

Page 8: REFERAT Kolesteatoma

Gambar 4. Membran timpani (8)

Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun

dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam

telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada

membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes.

Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.

Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.

Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina

propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam

telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang

mempunyai fungsi konduksi suara.(7)

8

Page 9: REFERAT Kolesteatoma

Gambar 5. Tulang-tulang pendengaran (9)

Struktur penting terakhir yang berada pada telinga tengah adalah tuba

eustachius. Tuba Eustachius ini berguna untuk menghubungkan ruang telinga

tengah dengan nasofaring. Dua pertiganya yang berada didekat nasofaring

merupakan kartilago dan sepertiga sisanya adalah tulang. Saluran ini dilapisi oleh

epitel saluran pernafasan. Fungsi tuba eustachius adalah sebagaio saluran udara

dari nasofaring ketelinga tengah untuk menyeimbangkan tekanan dari kedua sisi

membran timpani. Organ ini menutup secara pasif pada saat istirahat dan

membuka jika ada kontraksi dari otot tenso veli palatini yang dimana kontraksi

dari otot ini dipersarafi oleh nervus trigeminal (N.V), sehingga tuba ini akan

terbuka secara singkat pada saat menelan. Organ ini juga dapat dibuka paksa

dengan cara meningkatkan tekanan udara di nasofaring dengan cara melakukan

manuver Valsava. Disfungsi dari tuba eustachius yang pada umumnya disebabkan

karena adanya oklusi dimuara tuba ini dapat mengakibatkan timbulnya tekanan

negatif yang akan berujung pada akumulasi cairan serosa diruang telinga tengah. (7)

Telinga tengah dapat juga dibagi menjadi tiga kompartemen yaitu

mesotympanum, hypotympanum, epitympanum. Yang menjadi batasan dari ketiga

kompartemen ini adalah kanalis auditori eksternal. Epitympanum sendiri berada

superior dan medial dari kanalis auditori eksternal. Hypotympanum terletak

9

Page 10: REFERAT Kolesteatoma

inferior dan medial dari kanalis auditori eksternal, sedangkan yang terakhir adalah

mesotympanum terletak di medial dari eksternal auditori kanal.

Mesotympanum terdiri dari stapes, prosesus panjang dari incus, gagang

dari maleus, dan tingkap bulat serta tingkap lonjong. Tuba eustachius juga keluar

dari bagian anterior kompartemen mesotympanum ini. Terdapat dua resesus yang

mengalami ekstensi keposterior yaitu resesus fasial dan juga sinus timpani.

Resesus fasialis dan sinus timpani merupakan lokasi tersering dari kolesteatoma

yang bersifat persisten setelah operasi telinga yang bersifat kronik. Resesus

fasialis berada lateral dari nervus fasialis, dibatasi oleh fossa incudis di superior

dan korda timpani dibagian lateral. Sinus timpani berada diantara nervus fasialis

dan dinding tengah dari mesotympanum dan lokasi ini sangat sulit diakses ketika

dilakukan operasi.

Epitympanum berada diatas dari prosesus pendek dari malleus, dan

didalam kompartemen epitimpanum terdapat kepala dari malleus badan dari incus,

dan beberapa ligamentum serta lipatan dari mukosa. Ligament annular akan

menyalurkan jaringan fibrosa dari anterior dan posterior tympanic spines yang

akan bertemu dileher dari malleus. Terdapat cekungan pada tulang timpani yang

disebut sebagai notch of Rivinus, berada diatas jaringan fibrosa ini.

Hipotympanum merupakan kompartemen terakhir dari telinga tengah yang

terletak inferior dan medial dari dasar kanalis telinga yang terbentuk dari tulang.

Hipotympanum merupakan cekungan dari tulang yang ireguler yang jarang

terlibat dalam kolesteatoma.(24)

10

Page 11: REFERAT Kolesteatoma

Tiga kompartemen telinga tengah (25)

Bagian terakhir dari telinga adalah telinga bagian dalam telinga dalam

terdiri dari organ-organ akhir (end organ) pendengaran (koklea) dan

keseimbangan (labyrinthine). Koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah

lingkaran. Labyrinthus osseus terdiri dari vestibulum dan tiga kanalis

semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan

perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Endolimfe yang mempunyai

komposisi elektrolit mirip cairan intraseluler, terdapat di dalam suatu sistem

tertutup kontinu di dalam koklea dan labyrinthus membraneceus. Perilimfe yang

susunan elektrolitnya mirip dengan cairan ekstraseluler dan cairan serebrospinal,

mengelilingi endolimfe yang terdapat di dalam membran dan tidak berhubungan

dengan endolimfe, kecuali pada keadaan patologis. (5)

11

Page 12: REFERAT Kolesteatoma

Gambar 6. Struktur telinga dalam (10)

Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala

timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala

vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi

endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s

membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran

ini terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah

yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang

terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk

organ corti.(7)

Gambar 7. Organ of Corti (11)

12

Page 13: REFERAT Kolesteatoma

Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan

kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi

oleh sel-sel rambut. Bagian yang menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan

gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang

mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfa.

Karena pengaruh gravitasi maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-

sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada sel reseptor. (5) Sakulus

berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan

saluran menuju endolimfa. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus

terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus.

Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula

dan mengandung sel-sel rambut krista. Kanalis semisirkularis saling berhubungan

secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Baik koklea

maupun labyrinthus menerima pasokan darah dari cabang terminal arteri basilaris.

(7)

2.2 Fisiologi Pendengaran

Fisiologi pendengaran diawali di telinga luar, dimana pinna bertindak

sebagai pengumpul suara. Kanalis auditori eksternal, karena bentuknya dapat

mengamplifikasi suara yang berfrekuensi antara 2000 sampai 4000 Hz, ketika

suatu bunyi yang berfrekuensi diantara 2000-4000 Hz masuk ke dalam kanalis

akan mengalami amplifikasi sebanyak 10-15 dB. Oleh karena itu bunyi dengan

frekuensi ini merupakan bunyi yang paling berpotensi untuk menyebabkan

terjadinya trauma akustik.

Pada telinga tengah terdapat malleus, incus, dan stapes yang saling

berhubungan satu dengan lainnya. Dasar dari malleus menempel pada membran

timpani dan pada leher dari malleus terdapat muskulus tensor tympani. Bagian

kepala dari malleus akan berartikulasi dengan permukaan anterior dari badan

incus didalam epitympanum. Incus memiliki prosesus pendek yang berproyeksi

kebelakanga dan prosesus panjang yang akan berartikulasi dengan kepala dari

13

Page 14: REFERAT Kolesteatoma

stapes. Stapes sendiri merupakan tulang yang berbentuk seperti sanggurdi. Otot

stapedius yang menempel dengan tulang stapes ini dapat diukur dengan

audiometri impedansi, yang akan berguna sebagai alat bantu klinis.

Ketika udara sampai pada telinga bagian dalam yang dimana udara

tersebut akan menyebabkan perubahan pada cairan perilim ataupun endolim,

hanya 0,1 persen energi saja yang disalurkan, 99,9 persen dari energi ini

terefleksikan, oleh karena itu akan menyebabkan kehilang intensitas bunyi sekitar

30 dB. Oleh karena itu telinga tengah akan mengkompensasi kehilangan energi

yang akan terjadi ditelinga tengah, karena membran timpani memiliki luas

permukaan 17x lebih luas dari dasar dari stapedius yang akan menyebabkan

multifikasi dari energi bunyi yang disalurkan dari telinga luar.

Fibrasi dari suara akan ditransmisikan melewati kanalis auditori eksternal

dan melewati telinga tengah ke telinga dalam dengan melalui stapes, yang akan

menyebabkan gelombang akan terbentuk sepanjang membran basalis dan organ

Corti. Puncak dari gelombang yang disalurkan sepanjang membrana basali

bergantung pada frekuensi sumber bunyi, yang dimana ini akan menyebabkan

defleksi dari stereosilia karena adanya pergesekan dengan membran tektorial. Ini

akan menyebabkan terjadinya depolarisasi sel-sel rambut dan akan menyebabkan

timbulnya aksi potensial pada saraf auditori. Ditempat inilah terjadi konversi dari

energi mekanikal yang berasal dari gelombang akan diubah menjadi energi

elektrokemikal yang akan dilanjutkan ke nervus kranialis yang ke VIII, yaitu

nervus vestibulokoklear. Aktivitas elektrik yang terjadi di organ Corti dapat

diukur dan disebut sebagai koklear mikrofonik dan sama halnya dengan aktivitas

elektrik yang berada pada neuron juga dapat diukur dan disebut sebagai aksi

potensial.

14

Page 15: REFERAT Kolesteatoma

Gambar 8. Auditory pathways (12)

Pada bagian lateral dari duktus koklear terdapat ligamen spiral, yang

berguna sebagai jangkar pada sisi lateral dari membran basalis dan mengandung

stria vascularis, yang dimana merupakan satu-satunya epitel yang bervaskular.

Dua dari tiga tipe sel yang berada pada stria vaskularis sangat kaya akan

mitokondriadan memiliki luas permukaan yang besar jika dibandingkan dengan

volume sel tersebut. Stria vaskularis ini memiliki konstruksi sebagai sistem

transport cairan dan elektrolit, yang dimana diperkirakan berperan penting dalam

pengaturan komposisi elektrolit dari endolim dan juga bertindak sebagai sumber

15

Page 16: REFERAT Kolesteatoma

listrik sekunder dari organ Corti. Oleh karena sumber dari nutrisi sel berasal dari

darah, namun sirkulasi darah pasti akan menyebabkan timbulnya bunyi, maka

stria vaskularis ini beradaptasi dengan menyediakan nutrisi ke organ Corti dengan

suplai vaskularisasi yang jauh dari organ Corti.

Terdapat kurang lebih 30.000 neuron aferen yang menginervasi 15.000 sel

rambut yang berada pada koklea. Setiap sel rambut ini akan diinervasi oleh

banyak neuron. Terdapat juga 500 neuron eferen menginervasi setiap koklea, yang

dimana neuron-neuron ini juga akan bercabang, sehingga menyebabkan satu sel

rambut memiliki banyak eferen nerve ending.

Serabut saraf dari nervus koklear akan menuju bagian dorsal dan ventral

koklear nuclei, yang dimana hampir semua serabut yang berasal dari nuklei akan

mengalami penyilangan pada midline dan naik ke kolikulus inferior kontralateral,

namun beberapa juga naik ke kolikulus inferior ipsilateral. Dari kolikulus inferior,

jalur dari auditori akan menuju corpus geniculate medial dan akan diteruskan ke

korteks auditori yang berada dilobus temporal area 4. Oleh karena banyak neuron

yang mengalami persilangan maka jika terdapat lesi pada bagian sentral dari jalur

auditori akan menimbulkan kehilangan pendengaran pada kedua telinga. (3)

16

Page 17: REFERAT Kolesteatoma

BAB III

KOLESTEATOMA

3.1 Definisi

Kolesteatoma telah diakui selama beberapa dekade sebagai lesi destruktif

dasar tengkorak yang dapat mengikis dan menghancurkan struktur penting pada

tulang temporal. Potensinya dalam menyebabkan komplikasi sistem saraf

( misalnya abses otak, meningitis) membuatnya menjadi lesi yang berpotensi fatal.(15) Kolesteatoma diartikan sebagai adanya epitel skuamosa pada telinga tengah,

mastoid, atau epitimpanum.(16) Normalnya, celah telinga tengah dilapisi oleh

berbagai jenis epitel di berbagai regio: kolumnar bersilia di bagian anterior dan

inferior, kuboidal di bagian tengah dan pavement-like di bagian attic. Telinga

tengah tidak dilapisi oleh epitel skuamosa berkeratin. Oleh karena itu, adanya

epitel skuamosa pada telinga tengah, mastoid, atau epitimpanum disebut

kolesteatoma. Dengan kata lain, cholesteatoma adalah "kulit di tempat yang

salah". (17) Pada kenyataannya, istilah kolesteatoma adalah keliru, karena tidak

mengandung kristal kolesterol dan bukan tumor untuk mendapat akhiran "oma".

Namun, istilah ini dipertahankan karena penggunaannya yang lebih luas.18 Pada

dasarnya, cholesteatoma terdiri dari dua bagian, (i) matriks, yang terdiri dari epitel

skuamosa berkeratin yang bertumpu pada stroma jaringan ikat dan (ii) central

white mass, yang terdiri dari debris keratin yang dihasilkan oleh matriks. Maka,

kolesteatoma juga disebut sebagai epidermosis atau keratoma.(17)

3.2 Epidemiologi

Insidensi dari kolesteatoma sangat beragam berdasarkan pada penilitian

yang telah dilakukan dibeberapa negara. Di Skotlandia ditemukan insidensi

sebesar 13 per 100.000 mengalami kolesteatoma, sedangkan di Amerika Serikat

ditemukan insidensi yang lebih rendah yaitu 7 per 100.000 pertahunnya. Di Israel

insidensi dari penanganan operasi yang dilakukan pada pasien dengan

kolesteatoma sebsar 66 dari 100.000 penduduk.

Insidensi dari kolesteatoma ini beraneka ragam yang dimana salah satu

penyebabnya adalah praktek medis yang berbeda-beda disetiap negara, seperti

17

Page 18: REFERAT Kolesteatoma

contohnya di Israel ditemukan adanya penurunan kejadian dari kolesteatoma,

ketika pada pasien yang menderita otitis media kronik dilakukan penanganan

dengan penggunaan grommets ataupun aural ventilation tube.

Baik laki-laki ataupun perempuan dapat mengalami kolesteatoma ini,

dengan perbandingan laki-laki berbanding wanita sebesar 3:2. Kolesteatoma yang

terjadi pada anak-anak ditemukan akan lebih sering berdampak pada tuba

eustachius, anterior mesotympanum, sel retrolabirin dan prosesus mastoid jika

dibandingkan dengan orang dewasa. Berdasarkan bukti klinis dan pemeriksaan

histologi diketahui bahwa kolesteatoma yang terjadi pada anak pada umumnya

bersifat lebih agresif. (13)

3.3 Klasifikasi

a. Kongenital

Kolesteatoma congenital terjadi sebagai konsekuensi dari epitel skuamosa

yang terjebak dalam tulang temporal selama embriogenesis. Kolesteatoma

congenital biasanya ditemukan di anterior mesotympanum atau di dalam area

perieustachian tube. Mereka diidentifikasi paling sering pada anak-anak usia 6

bulan hingga 5 tahun. Selama kolesteatoma membesar, kolesteatoma dapat

menyumbat tuba eustachius dan memproduksi cairan telinga tengah kronis dan

mengakibatkan tuli konduktif. Kolesteatoma juga dapat melebar ke arah posterior

dan mengelilingi tulang-tulang pendengaran hingga menyebabkan tuli konduktif.

Tidak seperti tipe kolesteatoma lainnya, kolesteatoma congenital biasnaya

diidentifikasi di belakang membran timpani yang masih utuh dan terlihat normal.

Anak biasanya tidak memiliki sejarah infeksi telinga berulang, tidak pernah

dioperasi telinga sebelumnya, dan tidak memiliki sejarah perforasi membran

timpani.(15)

18

Page 19: REFERAT Kolesteatoma

Gambar 9. Congenital cholesteatoma

b. Primary acquired

Kolesteatoma acquired primer terjadi karena retraksi membran timpani,

retraksi ke dalam medial pars flaccida ke dalam epitympanum (scutum) secara

progresif. Selama proses ini berlangsung, dinding lateral epitympanum (scutum)

secara perlahan mengalami erosi sehingga terjadi kerusakan pada dinding lateral

epitympanum yang perlahan-lahan meluas. Membran timpani terus mengalami

retraksi kearah medial hingga melewati kepala tulang pendengaran dan ke dalam

epitympanum. Sering terjadi kerusakan pada tulang pendengaran. Bila

kolesteatoma mengarah ke posteror ke dalam aditus ad antrum dan mastoid, erosi

dari tegmen mastoideum dengan eksposur dari dura dan atau erosi dari lateral

kanalis semisirkularis hingga terjadi ketulian dan vertigo dapat terjadi.(15)

Tipe kedua dari acquired kolesteatoma primer terjadi saat kuadran posterior dari

membran timpani teretraksi ke dalam telinga tengah bagian posterior. Drum akan

menempel ke bagian panjang dari incus. Saat retraksi terus terjadi ke arah medial

dan posterior, epitel skuamosa akan menutupi struktur dari stapes dan kemudian

mengalami retraksi ke dalam sinus timpani. Kolesteatoma primer terjadi dari

membran timpani posterior akan mudah mengakibtakan eksposur ke nerves

fasialis (dapat mengakibatkan paralisis) dan kerusakan struktur stapedial.(15)

19

Page 20: REFERAT Kolesteatoma

Gambar 10

c. Secondary acquired

Kolesteatoma acquired sekunder terjadi karena konsekuensi langsung

terjadap injuri pada membran timpani. Kerusakan ini dapat dalam bentuk perforasi

yang terjadi karena otitis media akut atau trauma, atau dapat terjadi karena

manipulasi operasi dari drum. Prosedur simple seperti tympanostomy dapat

mengakibatkan implantasi epitel skuamosa ke dalam telinga tengah hingga

menyebabkan terbentuknya kolesteatoma. Perforasi posterior marginal paling

sering menyebabkan formasi kolesteatoma. Walaupun perforasi tipe central jarang

mengakibatkan kolesteatoma, perforasi central juga dapat mengakibatkan

kolesteatoma. Kantung retraksi dalam apapun dapat menyebabkan terjadinya

formasi kolesteatoma bila kantung retraksi menjadi cukup dalam untuk menjebak

epitel yang mengalami deskuamasi.(15)

20

Page 21: REFERAT Kolesteatoma

Gambar 11

3.4 Patofisiologi

3.4.1 Kolesteatoma Kongenital

Kolesteatoma Kongenital

Patogenesis kolesteatoma kongenital masih diperdebatkan hingga saat ini. Ada

beberapa teori yang dipakai untuk menjelaskan patogenesis dari kolesteatoma

kongenital.(19)

• Epithelial rest theory

Teori ini dipopulerkan oleh Teed pada tahun 1936 kemudian penemuan ini

dikonfirmasi oleh Michaels pada tahun 1986. Teed mengemukakan bahwa

ia menemukan adanya sisa sel epitelial pada tulang temporal fetus yang

normalya menghilang pada minggu ke-33 gestasi. Adanya sel epitelial

tersebut menjadi pencetus terjadinya kolesteatoma kongenital. Sisa sel

epitelial ini ditemukan pada dinding lateral tuba eustachius, di bagian

proksimal tympanic ring, di kuadran anterosuperior dari telinga tengah.

Dikemukakan bahwa cedera inflamasi pada membran timpani yang intak

akan mengakibatkan mikroperforasi pada lapisan basalis. Kemudian hal

21

Page 22: REFERAT Kolesteatoma

ini membuat invasi dari epitel skuamosa dengan adanya aktivitas

proliferasi epithelial cones. Epithelial cones ini kemudian terus

berproliferasi, menyebar dan terus berekspansi dan membentuk

kolesteatoma pada telinga tengah. (19,20)

• Acquired inclusion theory

Teori ini dipopulerkan oleh Tos. Tos mengobservasi dan menemukan

bahwa kolestatoma anteroposterior sering mengalami penempelan pada

bagian anterior handle atau neck dari maleus, dan posterior kolestatoma,

lebih sering menempel pada bagian posterior handle malleus dan

incudostapedial joint. Lokasi ini jauh dari anterior annulus timpani dan

dinding lateral tuba eustachius seperti yang dikemukan pada teori epitelial

rest. Tod berspekulasi bahwa lokasi originnya adalah lateral tuba

22

Page 23: REFERAT Kolesteatoma

eustachius dan daerah anterior dari annulus timpani. Kolesteatoma akan

memblok tuba eusthacius sebelum menyebar ke kavitas timpani dan

handle dari malleus. Kemudian, Tos mengemukakan teori inklusi sebagai

penjelasan patogenesis dari kolesteatoma kongenital. Tos berspekulasi

bahwa epitel skuamosa berkeratin mungkin berimplantasi ke kavitas

timpani selama proses patologi pada membran timpani dan telinga tengah

pada anak-anak. .(19,20)

Sel epitel berkeratin dari membran timpani yang retraksi dan

menempel pada handle malleus, malleus neck, atau process longus dari

incus tertinggal setelah drum mengalami pelonggaran dan termasuk di

kavitas timpani.

Fig. 1. ‘‘Acquired’’ inclusion theory suggested by Tos.

Ada 4 mekanisme yang menjelaskan teori inklusi yang dikemukakan oleh Tos. (19)

- Membran timpani retraksi dan menempel pada handle malleus, malleus neck,

atau process longus dari incus, yang akan melonggar dan robek, meninggalkan

cuff kecil dari epitel keratin yang menempel pada ossiculus dengan robekan

residual kecil pada membran timpani. Ketika robekan tersebut mengalami

23

Page 24: REFERAT Kolesteatoma

pemulihan, epitelium tersebut membuat pembentukan inklusi kolesteatoma.

(A1,2)

- Robekan tangetial terbentuk bersamaan dengan membran timpani yang teretraksi

dan menjadi longgar dari strukturnya yang mengakibatkan sisa sel epiteliaal

tertinggal di rongga telinga tengah tanpa adanya perforasi dari membran timpani

yang kemudian mengakibatkan inklusi kolestatoma. (B1, 2)

- Mikroperforasi dari membran timpani yang mengalami trauma atau perlukaan

mengakibatkan invasi dari lapisan basalis oleh epitelial cones.(C1, 2)

- Sama dengan mekanisme sebelumnya, inflamasi yang berulang pada membran

timpani mengakibatkan proliferasi epitelial cones yang pentrasi ke lapisan basalis

dan proliferasi ke ruang subepitel. (D1, 2)

Fig. 2. Site of origin and patterns of spread of congenital cholesteatoma according to (A) Tos

‘‘acquired’’ inclusion theory and (B) Teed-Michael’s epidermal rest theory.

Stadium pada kongenital kolesteatoma : (20)

Stage I – Terbatas pada 1 kuadran

Stage II – Melibatkan beberapa kuadran tanpa melibatkan ossiculus

Stage III – Melibatkan ossiculus tanpa ektensi ke mastoid

Stage IV – Melibatkan mastoid (67% resiko kolesteatoma residual)

24

Page 25: REFERAT Kolesteatoma

Klasifikasi Kolesteatoma Kongenital

Berdasarkan lokasi kolestatoma, kongenital kolesteatoma dibagi menjadi 3 tipe,

yaitu(22) :

Type 1 – Terbatas pada telinga tengah, ossiculus tidak terlibat

Type 2 – Melibatkan kuadran posterior superior dan attic

Type 3 – Campuran tipe 1 dan 2 serta mastoid

Kolesteatoma Kongenital : (20)

Kriteria

• White mass pada telinga tengah, dengan membran timpani

yang normal

• Normal pars flaccida and pars tensa

• Tidak ada riwayat otorrhea atau perforasi sebelumnya

• Tidak ada riwayat prosedur otologi sebelumnya

Terapi Kolesteatoma Kongenital(20)

Type 1 – Tympanotomy, dan tidak diperlukan second-look re-operation.

Type 2 – Tympanotomy. Ada kemungkinan dilaksanakan atticotomy dan

canal wall up tympano-mastoidectomy dengan atau tanpa pembukaan

facial recess. Dibutuhkan secod look operation dan kemungkinan

rekonstruksi ossiculus.

Type 3 – Sama dengan tipe 2, namun terkadang membutuhkan tindakan

canal wall down tympanomastoidectomy.

25

Page 26: REFERAT Kolesteatoma

Gambar 11

Kolesteatoma congenital, masa berwarna putih terlihat di belakang drum yang

utuh.

3.4.2 Kolesteatoma acquired primer

Teori patogenesis :

1. Invaginasi dari membran timpani (kolesteatoma kantung retraksi)2. Teori Hyperplasia sel basal atau papillary ingrowth3. Metaplasia skuamosa dari epitel telinga tengah

1. Teori Invaginasi / kantung retraksi

Disfungsi tuba eustachius dipikirkan menyebabkan retraksi membran timani

sehingga mnyebabkan tekanan negatif di epitympanic space sehingga pars

flaccida tertarik kearah mdial ke atasmeleus dan menyebabkan terjadinya kantung

retraksi.. Pars flaccid yang tidak memiliki lapisan fibrosa akan lebih mudah

terkena kondisi ini. Kantung retraksi akan menyebabkan gangguan pada fisiologi

normal migrasi epitel sehingga memicu terjadinya pengumpulan keratin. Saat

kantung retraksi menekan semakin ke dalam, keratin yang mengalami deskuamasi

berakumulasi dan tidak dapat dikeluarkan dari kantung hingga menyebabkan

terjadinya kolesteatoma.(14)

26

Page 27: REFERAT Kolesteatoma

Kolesteatoma acquired primer terjadi karena retraksi membran timpani,

retraksi ke arah medial pars flaccida ke dalam epitympanum (scutum) secara

progresif. Selama proses ini berlangsung, dinding lateral epitympanum (scutum)

secara perlahan mengalami erosi sehingga terjadi kerusakan pada dinding lateral

epitympanum yang perlahan-lahan akan meluas. Membran timpani terus

mengalami retraksi kearah medial hingga melewati kepala tulang pendengaranan

hingga terjadi kerusakan pada tulang pendengaran. Bila kolesteatoma mengarah

ke posterior ke dalam aditus ad antrum dan mastoid, erosi dari tegmen

mastoideum dengan eksposur dari dura dan atau erosi dari lateral kanalis

semisirkularis dapat mengakibatkan terjadinya ketulian dan vertigo.(15)

Perubahan geometris akibat retraksi yang progresif mengakibatkan

penyempitan dari jalan anatomis dan gangguan migrasi epitel hingga mengganggu

proses pembersihan debris keratin. Saat kantung terbentuk semakin kearah dalam

dan berada diantara lipatan mukosa dengan crevices, ia menjadi tidak bisa

membersihkan debris dengan sendirinya hingga terjadi penumpukan debris

keratin. Proliferasi bakteri dan infeksi super dari akumulasi debris membentuk

suatu biofilm yang akan mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan proliferasi

epitel. Chole dan Faddis menganalisa adanya matrix biofilm pada debris

kolesteatoma. Baru-baru ini , Wang menemukan adanya strain otopatogenik dari

pseudomonas aeruginosa yang mampu memproduksi biofilm dan memiliki tingkat

resisitensi yang tinggi terhadap antimikroba. Penemuan ini secara kuat

menunjukan adanya peran biofilm dalam patogenesis kolesteatoma. Telah

ditemukan bahwa kombinasi dari retraksi membtran timpani dan proliferasi sel

basal merupakan penyebab utama formasi dan proses pembentukan kolesteatoma.(19)

Saat debris menjadi terinfeksi, proliferasi bakteri dan peradangan

mengakibatkan influx dari sel-sel radang dan produksi sitokin. Progresi ini dengan

disertai pengeluaran kolagenase mengakibatkan kerusakan pada membran

basement hingga membolehkan terjadinya formasi cone epitel yang tumbuh ke

dalam stroma (teori papillary ingrowth). Kombinasi dari invasi subepitel dan

27

Page 28: REFERAT Kolesteatoma

proliferasi keratinosit dalam bentuk mikrokolesteatoma merupakan awal dari

terbentuknya stage prekolesteatoma dari kolesteatoma. Saat microcone meluas

dan bergabung menjadi satu, terbentuklah kolesteatoma tipe attic.

Invasi epitel oleh kolesteatoma merupakan factor penting dalam penyakit

ini. Kolesteatoma meluas dengan menginvasi ke sekitar jaringan lunak telinga

tengah serta ke tulang. Tokuriki menemukan bahwa adanya peningkatan atau

induksi gen yang menyangkut proliferasi sel (calgranulin A, calgranulin B,

psoriasin, thymosin b-10) pada sitoplasma dari semua lapisan epitel kolesteatoma.

Family cathepsin merupakan grup protease lysosomal yang memegang peranan

penting dalam degradasi protein intrasel serta ekstrasel di epidermis. Cathepsin B

memegang peranan penting dalam osteolysis pada kolesteatoma. Peningkatan

proliferasi keratinosit bergabung dengan peningkatan kematian sel mengakibatkan

lebih banyak produksi debris keratin yang bertanggung jawab untuk ekspansi dan

akumulasi keratin pada kolesteatoma.(19)

Setelah terbentuk, kolesteatoma akan memicu peradangan oleh sitokin yang

akan menyebabkan aktivasi osteoclast dan lysozyme yang akan merusak tulang

pendengaran hingga menyebabkan tuli konduktif, dan saat kerusakan sampai ke

kanalis semisirkularis akan menyebabkan terjadinya tuli sensorineural hingga

akhirnya dapat terjadi komplikasi dan menginvasi kanalis fasialis hingga

menyebabkan eksposur ke nerves fasialis dan menyebabkan terjadinya paralisis

nerves fasialis.(19)

Penemuan di atas menunjukan perbedaan antara kolesteatoma dengan

epidermal keratinosit normal sehingga menjelaskan sifat agresif klinis dari

kolesteatoma serta bagaimana ia menginvasi dan menyebabkan kerusakan tulang.

(19)

28

Page 29: REFERAT Kolesteatoma

Retraksi pars flaccida Retraksi pars tensa

29

Page 30: REFERAT Kolesteatoma

Regio Telinga Tengah

Lokasi Tersering Kolesteatoma Berasal 1. Epitympanum posterior,

Mesotympanum posterior, 3. Epitympanum Anterior

Tipe kedua dari acquired kolesteatoma primer terjadi saat kuadran

posterior dari membran timpani teretraksi ke dalam telinga tengah bagian

posterior. Drum akan menempel ke bagian panjang dari incus. Saat retraksi terus

terjadi ke arah medial dan posterior, epitel skuamosa akan menutupi struktur dari

30

Page 31: REFERAT Kolesteatoma

stapes dan kemudian mengalami retraksi ke dalam sinus timpani. Kolesteatoma

primer terjadi dari membran timpani posterior akan mudah mengakibtakan

eksposur ke nerves fasialis (dapat mengakibatkan paralisis) dan kerusakan struktur

stapedial(15)

Kolesteatoma dapat menyebar sesuai letak asalnya. Kolesteatoma

epitympanic posterior dapat menyebar melalui superior incudal space dan aditus

ad antrum. Lalu kolesetatoma mesotympanic superior dapat menginvasi sinus

timpani dan resesus fasialis. Sedangkan kolesteatoma epitympanic anterior dapat

meluas ke ganglion geniculate.(21)

Kolesteatoma posterior epitympanic menyebar melalui superior incudal

space dan aditus ad antrum

31

Page 32: REFERAT Kolesteatoma

Kolesteatoma mesotympanic posterior menginvasi sinus tympani dan

resesus fasialis

Kolesteatoma epitympanic anterior ekstensi ke ganglion geniculate

32

Page 33: REFERAT Kolesteatoma

2. Teori Papillary Ingrowth(20)

- Reaksi inflamasi di rongga Prussak’s dengan pars flaccida yang maish utuh

- Dapat menyebabkan kerusakan di membran basal hingga sel epitel dapat

berproliferasi ke dalam

Prussak’s space : area antara pars flaccida lateral dengan leher

malleus

3. Teori Metaplasia

Epitel yang terdeskuamasi bertransformasi menjadi epitel skuamosa karena

disebabkan oleh otitis media kronik atau berulang(20)

33

Page 34: REFERAT Kolesteatoma

Patofisiologi primary acquired choleateatoma

34

Page 35: REFERAT Kolesteatoma

3.4.3 Kolesteatoma Acquired Sekunder

Kolesteatoma yang didapat secara sekunder dijelaskan sebagai akibat dari

terjadinya migrasi sel-sel epidermis yang berasal dari membran timpani ke dalam

rongga telinga tengah pada tempat terjadinya perforasi marginal ataupun sebagai

hasil dari implantasi keratinosit ke rongga telinga tengah. Implantasi dapat terjadi

ketika terdapat kerusakan membran timpani yang disebabkan karena suara

ledakan yang akan menyebabkan terjadinya implantasi dari keratin kedalam

rongga telinga tengah dan terjebak disana ketika terjadi penyembuhan dari

membran timpani. Selain dari trauma pada membran timpani, implantasi dari

keratin ini juga dapat terjadi ketika terjadi fraktur pada tulang temporal ataupun

implantasi yang disebabkan karena tindakan medis atau yang biasa kita sebut

sebagai iatrogenik. Beberapa tindakan operasi yang berhubungan dengan telinga

tengah seperti stapedectomy, tympnaoplasty, pemasangan pressure equalization

tube, dah tindakan eksplorasi dari telinga tengah dapat menjadi penyebab dari

terjadinya kolesteatoma sekunder.

Sebuah percobaan dilakukan oleh Wolf dan teman-teman dari 210 telinga

yang mengalami kerusakan membran timpani karena ledakan, kejadian dari

kolesteatoma yang bersifat invasif sebesar 4,8% dan ditemukan 3 kasus

kolesteatoma pada pasien yang mengalami fraktur dari tulang temporal. Pada

pasien dengan fraktur dari tulang temporal ditemukan bahwa keratin dapat masuk

ketelinga tengah melalui celah yang terbentuk yang disebabkan karena terjadinya

fraktur dari tulang temporal.

Sebuah penilitian baru yang dilakukan oleh Massuda dan Oliveira juga

mendapatkan bukti fisiopatologis yang menyokong migrasi dari epitel yang

berasal dari tepi perforasi yang terjadi pada membran timpani sebagai penyebab

dari terjadinya kolesteatoma. Percobaan ini dilakukan dengan cara membuat

sebuah perforasi dari membran timpani dan diberikan latex dengan 50%

propylene glycol akan menyebabkan terjadinya kolesteatoma pada 80-90% bahan

percobaan. Latex ini digunakan sebagai bahan yang akan merangsang terjadinya

neoangiogenesis dan juga sebagai jembatan dari migrasi epitel. Keadaan lainnya

35

Page 36: REFERAT Kolesteatoma

yang juga akan mendukung untuk terjadinya pembentukan kolesteatoma adalah

kejadian inflamasi baik pada fase akut ataupun kronik yang dimana banyak

dihasilkan sitokin-sitokin yang disebabkan karena terdapatnya benda asing pada

percobaan ini, namun pada klinis keadaan jaringan yang mengalami inflamasi ini

terjadi pada otitis media baik yang akut maupun yang kronik. Oleh karena itu dari

percobaan ini disimpulkan bahwa migrasi dari sel epitel yang berkeratin pada

tempat terjadinya perforasi dari membran timpani dan disertai oleh keadaan

lingkungan yang sedang mengalami inflamasi merupakan penyebab utama dari

terjadinya kolesteatoma sekunder ini.(19)

Patofisiologi Kolesteatoma23

36

Page 37: REFERAT Kolesteatoma

3.4.4 Perusakan Tulang pada Kolesteatoma

Terdapat dua mekanisme bagaimana terjadinya osteolysis pada kolesteatoma

telinga tengah yaitu resorsi tulang akibat penekanan dan disolusi enzym pada

tulang oleh cytokine mediated inflammation. Nekrosis akibat penekanan pertama

kali disebutkan oleh Steinbru pada tahun 1879 dan Walsh pada tahun 1951,

sedangkan resorpsi tulang secara langsung dideskripsikam oleh Chole dan

coworkers pada tahun 1985. Chole mengimplant silicon pada telinga tengah gerbil

tanpa kolesteatoma dan hasilnya menunjukan adanya resorpsi tulang di area yang

mengalami penekanan. Mereka mengestimasi bahwa tekanan 50-120mm Hg

menghaislkan resorpsi tulang oleh osteoclast.(19)

Tidak jelas bagaimana aktivasi oleh tekanan memicu osteoclast melakukan

perusakan tulang pada kolesteatoma. Nmaun perusakan tulang yang dipicu oleh

enzym dan sitokin telah dipelajari pada 2 abad terakhir. Matrix metalloproteinase

(MMP), suatu enzym dari family zinc metalloenzymes yang mendegradasi matrix

ekstraselular telah diketahui terdapat pada kolesteatoma. MMP-2 dan MMP-9

terdapat pada lapisan epitel suprabasal kolesteatoma. (19)

37

Page 38: REFERAT Kolesteatoma

IL-1, IL-8 merupakan mediator interselular penting untuk aktivitas

osteoclast dan berdasarkan peneliian jumlah keduanya meningkat pada sel

kolesteatoma yang dikultur dibandingkan dnegan pada sel normal. Yan juga

menemukan bawha monosit dapat memproduksi sel dengan aktivitas mirip

osteoclast yang memproduksi acid phosphatase yang dapat memicu demineralisasi

tulang.(19)

Penelitian terakhir oleh Jung menunjukan adanya kemungkinan peran Nitric

oxide sebagai mediator fungsi osteoclas. Penemuannya mengindikasikan peran

Nitric Oxide pada resorpsi tulang yang dimediasi oleh osteoclast. Studi-studi

diatas menunjukan pentingnya osteolisis dan mekanisme regulasinya pada

perusakan tulang yang ditemukan pada kolesteatoma telinga tengah.(19)

3.5 Gejala Klinis

Pasien dengan kolesteatoma akuisital umumnya menunjukkan gejala

otorrhea yang rekuren atau purulen persisten dan gangguan pendengaran. Gejala

tinitus juga sering dikeluhkan. Pada beberapa kasus, namun jarang terjadi, dapat

dijumpai juga vertigo, yang merupakan akibat dari proses inflamasi pada telinga

tengah, atau juga akibat dari erosi langsung dari labirin oleh kolesteatoma. Facial

nerve twitching, palsy, atau kelumpuhan saraf fasialis dapat juga muncul sebagai

akibat dari proses inflamasi atau kompresi mekanik pada saraf.(16)

Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, baik itu

terus-menerus maupun sering berulang. Apabila kolesteatoma terinfeksi, maka

infeksi tersebut akan sulit dihilangkan. Hal ini dikarenakan kolesteatoma tidak

memiliki suplai darah sehingga antibiotik sistemik tidak dapat mencapai pusat

infeksi. Oleh karena itu, untuk kolesteatoma yang terinfeksi dapat digunakan

antibiotik topikal, namun untuk area infeksi yang luas, kolesteatoma yang

terinfeksi umumnya resisten terhadap semua jenis antimikroba. Akibatnya, gejala

ottorhea akan tetap atau berulang walaupun sudah diberikan pengobatan yang

agresif.(15)

Pada pemeriksaan fisik pada kolesteatoma akuisital primer dapat dijumpai

retraksi dari pars flacidda di kebanyakan kasus, dan pars tensa pada sedikit kasus.

38

Page 39: REFERAT Kolesteatoma

Pada kedua tipe retraksi akan berisi matriks epitel skuamosa dan debris keratin.

Temuan lainnya adalah otorrhea yang purulen, polip, jaringan granulasi, dan erosi

ossicular. Pada kolesteatoma akuisital sekunder, bila kolesteatoma berkembang

dari perforasi membran timpani, maka matriks epitel skuamosa dan debris keratin

pada umumnya dapat dilihat melalui perforasi. Bila kolesteatoma berkembang

dari implantasi dari epitel skuamosa pada prosedur operasi atau perforasi yang

telah menutup, maka membrani akan tampak normal.(16)

Pada kasus kolesteatoma kongetinal, gejala klinis sangat tergantung dari

letak kolesteatom, ukuran dan komplikasi yang ditimbulkanya. Kolesteatom yang

terbatas pada kuadran anterosuperior dari membran timpani tidak menimbulkan

gejala atau asimptomatis. Gejala dapat muncul jika terjadi perluasan atau

menyebabkan kerusakan pada daerah sekitarnya. Gejala klinis yang timbul dapat

berupa gangguan pendengaran, otitis media efusi, gangguan keseimbangan,

kelumpuhan saraf fasialis, fistula retroaurikuler, maupun gejala akibat perluasan

ke intrakranial.16

Gambar 13

39

Page 40: REFERAT Kolesteatoma

Gambar 14

3.6 Diagnostik

Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT

terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemereriksaan

sederhana untuk mengetahui gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan

derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometric nada

murni, audiometric tutur (speech audiometric), dan pemeriksaan BERA

(brainstem evoked response audiometric) bagi pasien anak yang tidak koperatif

dengan pemeriksaan audiometric nada murni.

Berdasarkan gejala klinik didapatkan pasien mengeluh:

- penurunan kemampuan mendengar

- otorrhea, biasanya kuning dan berbau tidak enak

- otalgia

- obstruksi nasal

- tinnitus, intermiten dan unilateral

- vertigo

Didapatkan juga riwayat penyakit sebelumnya seperti :

- otitis media kronik

- perforasi membran timpani

40

Page 41: REFERAT Kolesteatoma

- operasi telinga sebelumnya

Pada pemeriksaan otoskopi pasien dengan kolesteatoma dapat ditemukan :

- perforasi tipe marginal atau atik

- terdapat kolesteatoma di liang telinga tengah (epitimpanum)

- abses atau fistel retroaurikuler (belakang telinga) pada kasus lanjut

- polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar (berasal dari telinga

tengah)

- secret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma)

Pemeriksaan penunjang

1. RADIOLOGI

Dapat dilakukan foto rontgen mastoid, CT scan, atau MRI.

Foto rontgen mastoid

Xray mastoid normal

41

Page 42: REFERAT Kolesteatoma

Xray mastoid dengan kolesteatoma

CT scan merupakan pilihan radiologi yang dapat mendeteksi gangguan tulang.

Namun CT scan tidak selalu dapat membedakan antara jaringan granulasi

dengan kolesteatoma. Gaurano (2004) telah mendemonstrasikan bahwa

ekspansi antrum mastoid dapat dilihat pada 92% kolesteatoma telinga

tengah dan 92% mendemonstrasikan adanya erosi tulang pendengaran(15)

CT scan yang digunakan adalah CT scan tulang temporal (2mm – tanpa

kontras dengan potongan axial dan coronal.

Gangguan tulang yang dapat dideteksi menggunakan CT scan termasuk:12

- erosi scutal

- fistula labirin

- erosi atau diskontinuitas tulang pendengaran

42

Page 43: REFERAT Kolesteatoma

CT scan mastoid normal

Gambar 15

CT Scan kolesteatoma telinga tengah dengan erosi koklea dan mastoid

MRI digunakan saat dipikirkan terdapat problem spesifik yang

menyangkut jaringan lunak disekitarnya, problem itu termasuk (15)

- gangguan dura

- abses subdural atau epidural

- herniasi otak ke cavum mastoid

Beberapa dokter hanya melakukan preoperative imaging pada kasus

spesial dan cukup yakin untuk menjalankan operasi tanpa melakukan

43

Page 44: REFERAT Kolesteatoma

pemeriksaan radiologi terlebih dahulu. Biasanya dokter meminta

dilakukannya preoperative CT scan pada keadaan : (15)

- bila diagnosa masih belum pasti, diagnosa belum pasti biasanya pada

pasien dengan retraksi attic kecil yang didapatkan pada pemeriksaan fisik.

CT scan pada pasien ini dapat membantu membedakan antara retraksi

tanpa perluasan jaringan lunak ke epitympanic space dengan masa jaringan

lunak ekstensif disertai erosi tulang.

- Bila pasien menghindari operasi, sebaiknya operasi tidak dilakukan bila

CT scan telah dilakukan dan dievaluasi berdasarkan hasil CT scan

- Bila anatomi tidak dapat ditentukan dan luasnya penyakit tidak diketahui

- Pasien dengan kelainan congenital (ex: atresia)

- Bila dicurigai adanya komplikasi

- Bila dicurigai terdapat fistla labyrinthine atau erosi tuba fallopi

- Bila terdapat perluasan ke intracranial, peradangan dura, meningitis,

abscess, atau trombosis sinus sigmoid diindikasikan dilakukan MRI

Namun terdapat pendapat lain bahwa kolesteatoma yang direncanakan untuk

dilalukan pembedahan harus dilakukan preoperative CT scan sebelumnya.

MRI menunjukan kolesteatoma

44

Page 45: REFERAT Kolesteatoma

2. Audiometri harus dilakukan sebelum operasi kapanpun dapat dilakukan kecuali

operasi dilakukan segera karena komplikasi.(15) Pada audiometri didapatkan :

- tuli konduktif sedang yaitu lebih dari 40 dB : mengindikasikan diskontinuitas

tualng pendengaran

- tuli konduktif ringan : kantung retraksi mentransmit suara langsung ke stapes

atau footplate

3. Histologi

Pemeriksaan histology dari kolesteatoma yang telah diangkat menunjukan sel

epitel skuamosa.(15)

Patologi Anatomi Kolesteatoma20

1. Konten kistik : pusat keratin yang mengalami deskuamasi

2. Matrix : keratinizing stratified squamos epitel

3. Perimatrix : jaringan granulasi, mensekresi enzim proteolitik yang dapat

menyebabkan erosi tulang

4. Hiperkeratosis

4. Kultur dan uji resistensi kuman dari secret telinga

45

Page 46: REFERAT Kolesteatoma

3.7 Differensial Diagnosis

Perbedaan OMSK tipe benigna dengan maligna :7

Tipe aman :

- Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan

biasanya tidak mengenai tulang

- Perforasi terletak di sentral

- Jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya

- Tidak terdapat kolesteatoma

46

Page 47: REFERAT Kolesteatoma

Perforasi tipe sentral Perforasi tipe marginal

Tipe maligna :

- perforasi tipe marginal atau atik

- terdapat kolesteatoma di liang telinga tengah (epitimpanum)

- terdapat komplikasi yang berbahaya atau fatal

- abses atau fistel retroaurikuler (belakang telinga) pada kasus lanjut

- polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar (berasal dari telinga

tengah)

- secret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma)

- terlihat bayangan kolesteatoma pada rontgen mastoid

47

Page 48: REFERAT Kolesteatoma

Perforasi tipe atic di pars flaccida

Kolesteatoma

Polip di telinga tengah

Jaringan granulasi di telinga luar

48

Page 49: REFERAT Kolesteatoma

Fistula retroauricular

Kondisi Gejala Pemeriksaan

Otitis Media Supuratif

Kronik

Pada otoskopi terlihat

perforasi pars tensa

namun tidak terlihat

kolesteatoma

Diagnosa klinis

Otitis Eksterna Pada otoskopi terlihat

pembengkakan dari kanal

eksternal dan terlihat

sedikit discarge.

Membran timpani tidak

terlihat namun bila

terlihat akan terlihat tanda

peradangan namun tidak

ada tanda kolesteatoma

Diagnosa klinis

Benign Necrotising Otitis

Eksterna

- Pasien mengeluh

sakit telinga; ada

riwayat diabetes

CT scan menunjukan

pembengkakan jaringan

lunak dari kanal dengan

49

Page 50: REFERAT Kolesteatoma

atau penyakit

imunosupresi

lainnya

- Pada otoskopi

terdapat granulasi

di kanalis telinga

namun tidak ada

bukti

kolesteatoma

atau tanpa erosi tulang

temporal

Myringitis Saat otoskopi terdapat

peradangan membran

timpani dengan atau tanpa

terlihat granulasi, tanpa

terlihat adanya

kolesteatoma

Diagnosa klinis

3.8 PenatalaksanaanTerapi Non Bedah

Tujuan awal dari terapi kolesteatoma adalah menurunkan derajat inflamasi

dan aktivitas infeksi pada bagian telinga yang terinfeksi. Prinsip pengobatan

medikasi kolesteatoma adalah membuang debris dari liang telinga. Irigasi harus

dilakukan dengan tepat, air harus dikeluarkan seluruhnya dari telinga untuk

mencegah kelanjutan kontaminasi. Selain irigasi, diperlukan juga antimikroba

topikal untuk menekan infeksi, yang umumnya disebabkan oleh organisme

sebagai berikut : Pseudomonas aeruginosa, Streptococci, Staphylococci, Proteus,

dan Enterobacter. Antimikroba yang umum dipakai adalah ofloxacin atau

neomycin-polymyxin B. Apabila telinga tengah terpapar, dikemukakan bahwa

penggunaan aminoglikosida bersifat ototoksik dan berbahaya. Akan tetapi, belum

ada studi yang adekuat yang mendukung teori tersebut. Namun, untuk

kepentingan pasien, dianjurkan untuk menghindari penggunaan agen ototoksik

dan tetap menggunakan ofloxacin. Selain itu, beberapa klinisi juga menggunakan

50

Page 51: REFERAT Kolesteatoma

steroid topikal untuk menurunkan inflamasi, namun studi lebih lanjut masih

diperlukan untuk menilai efektivitas dari penggunaan agen ini.(17)

Pada beberapa kasus, infeksi yang berlangsung tidak sepenuhnya teratasi.

Hal ini biasanya terjadi pada kasus adanya kolesteatoma sac dengan debris keratin

yang tidak diobati dengan antimikroba lokal secara efektif. Namun, setelah

tindakan bedah, umumnya keluhan otorrhea akan teratasi.

Terapi Pembedahan

Tujuan dari terapi pembedahan adalah mengangkat atau menyingkirkan

kolesteatoma. Teknik operatif yang umum dilaksanakan antara lain canal-wall-up

(closed) dan canal-wall-down (open). Apabila pasien memiliki riwayat episode

kekambuhan kolesteatoma, dan berharap dapat menghindari tindakan operatif di

kemudian hari, teknik canal-wall-down merupakan pilihan yang tepat dan lebih

aman.

Tujuan utama terapi kolesteatoma adalah menciptakan kondisi telinga yang

“kering” dan “aman”. Proses-proses yang menyebabkan erosi tulang, inflamasi

kronik dan infeksi harus ditangani secara tuntas. Oleh karena itu, seluruh matriks

kolesteatoma harus disingkirkan sepenuhnya. Apabila hal ini gagal dilakukan,

kemungkinan yang muncul adalah kekambuhan dari kolesteatoma. Tabel di

bawah ini menunjukaan beberapa teknik pembedahan disertai keuntungan dan

kerugiannya.(16)

51

Page 52: REFERAT Kolesteatoma

Teknik canal-wall-down memiliki probabilitas tertinggi dalam

membersihkan kolesteatoma secara permanen. Canal-wall-up prosedur memiliki

keuntungan mempertahankan penampilan normal, tetapi mereka memiliki risiko

yang lebih tinggi terhadap kolesteatoma persisten atau berulang. Risiko

kekambuhan cukup tinggi sehingga ahli bedah menyarankan suatu

tympanomastoidectomy kedua setelah 6 bulan sampai 1 tahun setelah operasi

awal.

Di Amerika Serikat, kebanyakan prosedur bedah kolesteatoma dilakukan

dengan insisi pada belakang telinga dikombinasikan dengan insisi pada ekternal

auditory kanal. Kemudian menyingkirkan “air cell” dari mastoid secara

keseluruhan. Mengelevasi membran timpani dan evaluasi mastoid. Singkirkan

kolesteatoma. Apabila ossiculus juga terlibat, maka bagian tersebut perlu

disingkirkan jug auntuk menghindari kekambuhan dari kolestetoma. Membran

timpani pada umumnya juga direkonstruksi pada prosedur ini. Apabila dilakukan

canal-wall-up, tulang direkonstruksi dengan cartilage graft. Bila menggunakan

teknik canal-wall-down, maka perlu dibuat meatoplasty yang besar agar ada

sirkulasi udara yang adekuat ke cavitas telinga. (15)

Karakteristik prosedur canal-wall-up :

Menyingkirkan semua “air cell”

Functional tuba eustachius

Ruang telinga tengah yang dipertahankan dengan baik

Komunikasi adekuat antara mastoid dengan ruang telinga tengah melalui

additus ad antrum.

Eliminasi dari tulang attic dilengkapi dengan cartilage atau bone graft.

Karakteristik teknik canal-wall-down :

Membersihkan semua “air cell” termasuk yang dalam retrofacial,

retrolabyrinthine, and subarcuate air cell tracts.

Pembersihan dinding lateral dan posterior dari epitimpanun sehingga

tegmen mastoideum dan tegmen timpani menjadi lembut.

Biasanya amputasi dari mastoid tip dianjurkan.

Saucerization dari lateral margin kavitas.

52

Page 53: REFERAT Kolesteatoma

Perbesarana meatus

Terapi postoperatif yang diberikan antara lain antimikroba yang sesuai dan

steroid bila diperlukan. Antimikroba yang dipakai adalah antimikroba topikal,

contohnya ialah aminoglycoside and fluoroquinolone topikal. Jenis antimikroba

ini efektif untuk bakteri gram negatif. Selain itu, untuk menghindari efek

ototoksik, dapat juga dipakai ciprofloxacin (Ciloxan) or ofloxacin (Floxin Otic).

Selain antimikroba, agen yang umum diberikan adalah steroid, yaitu steroid

cream. Steroid berfungsi untuk mengontrol perkembangan dari jaringan

granulasi.(15)

Setelah tindakan bedah dilakukan, pasien dianjurkan untuk kontrol secara rutin.

Pasien yang menajalani prosedur canal-wall-down dianjurkan untuk kontrol setiap

3 bulan untuk pembersihan liang telinga. Tujuanny aialah untuk menjaga agar

telinga pasien tetap bebas daei deskuamasi epitel dan serumen. Pada pasien yang

menjalani prosedur canal-wall-up umumnya memerlukan tindakan operatif kedua,

setelah 6-9 bulan setelah tindakan operatif pertama.

Gambar 17

53

Page 54: REFERAT Kolesteatoma

3.9 Komplikasi

Perikondritis atau kondritis terjadi pada kurang dari 1% pasien. Eksposur

dan devaskularisasi karena pembedahan menjadi penyebab mudahnya terjadi

infeksi. Gejala dari perikondritis adalah nyeri yang meningkat, eritema, dan

edema pada kulit yang melapisi kartilago aurikula. Gejala lainnya adalah adanya

fluktuasi. 20

Perikondritis

Komplikasi yang paling ditakutkan dari operasi tympanomastoid adalah

perlukaan pada nerves fasialis. Perlukaan pada nerves fasialis biasanya diketahui

saat prosedur berlangsung namun kadang diketahui pada saat pasien berada di

ruang pemulihan. Langkah pertama untuk menangini perlukaan nerves fasialis

adalah dengan dekompresi nerves di sekitar area yang terlihat terjadi perlukaan.

Jauhkan tulang beberapa millimeter proksimal dan distal dari segmen yang rusak

sehingga perlukaan dapat jelas terlihat. (15) Bila lebih dari 50% dari diameter

nerves mengalami perlukaan seperti terpotong, tertarik, terjepit, dilakukan reseksi

pada segmen yang mengalami perlukaan dan dilakukan reanastomisis atau graft

dari nerves.(15)

Bila perlukaan pada nerves fasialis tidak diketahui selama operasi

berlangsung dan pasien bangun dnegan paralisis fasial, dokter harus menunggu

beberapa jam untuk memastikan bahwa ini bukan efek dari anestesi local. Bila

dokter tidak yakin bahwa nerves fasialis utuh, pasien harus dilakukan operasi

secepatnya untuk dilakukan dekompresi nerves secepatnya dan derajat perlukaan

diukur lalu diputuskan apakah segmen yang mengalami perlukaan perlu dieksisi.

54

Page 55: REFERAT Kolesteatoma

(15)

Kadang fistula labyrinthine diketahui dari preoperative CT scan image

atau fistula terlihat tanpa diprediksi sebelumnya. Bila hal ini terjadi, epitel yang

mengalami dekskuamasi diangkat hingga meninggalkan matrix di kanal

horizontal. Bila fistula muncul di permukaan, matrix perlahan diangkat dan

sisanya ditutupi dengan fascia.(15)

Bila fistula besar dan matrix kolesteatoma tertempel ke labirin

membranous itu sendiri, matrix dibiarkan pada posisinya. Bila labirin

55

Page 56: REFERAT Kolesteatoma

membranous terbuka saat operais, antibiotik IV spectrum luas dan steroid harus

diberikan secepatnya. Kadang, fistula kanal terbentuk selama prosedur operasi.

Bila fistula itu menyangkut salah satu dari kanalis semisirkularis, harus dilapisi

dengan jaringan lunak (mislanya fascia) dan diberikan antibiotik IV dan steroid.

Pasien ini akan mengalami gangguan keseimbangan setelah operasi namun dapat

kembali normal bila antibiotik dan steroid diberikan pada waktu yang tepat.(15)

Drainase yang persisten dapat terjadi dan yang palings erring karena

adanya sel udara yang tersekuestrasi yang terus memicu infeksi. Solusi satu-

satunya adalah dengan mengangkat area yang bersangkutan. Bila area osteitis

besar dan otorrhea postoperative terjadi terus-terusan selama berbulan-bulan atau

tahunan, perlu dipikirkan untuk dilakukan skin graft.(15)

Benda asing yang berada di kavitas mastoid atau luka dapat menjadi focus

infeksi. Benda asing yang paling sering ditemukan adalah fragmen metal dari bor

yang mengenai ujung alat suction irigasi saat operasi.(15)

Herniasi otak melalui tegmen fossa tengah terlihat mengkilap. Adanya

cairan bening dengan lesi mengkilap seperti di atas menunjukan adanya

kemungkinana herniasi otak dan leakage cairan serebrospinal. Dapat dilakuakn

MRI atau CT scan untuk memastikan.(15)

3.10 Prognosis

Melakukan proses eliminasi dari kolesteatoma hampir selalu berhasil,

namun terkadang membutuhkan tindakan operasi yang berkali-kali. Karena

penanganan dari kolesteatoma dengan pembedahan pada umumnya berhasil

dengan sempurna, oleh karena itu komplikasi yang timbul dari pertumbuhan

kolesteatoma yang tidak terkontrol sangatlah jarang terjadi.

Pada penanganan canal-wall-down tympanomastoidectomy akan

memberikan angka persentase rekurensi ataupun persistensi yang rendah dari

kolesteatoma. Reoperasi dari kolesteatoma hanya terjadi pada 5% atau bahkan

lebih sedikit. Oleh karena itu tehnik ini jauh lebih menguntungkan jika

dibandingkan dengan closed-cavity technique yang memiliki angka rekurensi

antara 20-40%.(15)

56

Page 57: REFERAT Kolesteatoma

Meskipun begitu, karena tulang-tulang pendengaran dan ataupun membran

timpani tidak dapat mengalami resolusi secara sempurna kembali kedalam

keadaan normal, kolesteatoma tetap secara relatif merupakan penyebab yang

cukup sering dari tuli konduktif yang bersifat permanent.

57

Page 58: REFERAT Kolesteatoma

BAB IV

PENUTUP

Kolesteatoma atau epidermosis atau keratoma merupakan lesi destruktif dasar

tengkorak yang dapat mengikis dan menghancurkan struktur penting pada tulang

temporal.(15) Kolestetaoma dibagi menjadi 3 tipe yaitu kongenital, primary

acquired, dan secondary acquired. Kolesteatoma congenital terjadi sebagai

konsekuensi dari epitel skuamosa yang terjebak dalam tulang temporal selama

embriogenesis. Kolesteatoma congenital biasanya ditemukan di anterior

mesotympanum atau di dalam area perieustachian tube. Mereka diidentifikasi

paling sering pada anak-anak usia 6 bulan hingga 5 tahun. Kolesteatoma acquired

primer terjadi karena retraksi membran timpani, retraksi ke dalam medial pars

flaccida ke dalam epitympanum secara progresif. Kolesteatoma acquired sekunder

terjadi karena konsekuensi langsung terjadap injuri pada membran timpani.

Kerusakan ini dapat dalam bentuk perforasi yang terjadi karena otitis media akut

atau trauma, atau dapat terjadi karena manipulasi operasi dari drum. Prosedur

simple seperti tympanostomy dapat mengakibatkan implantasi epitel skuamosa ke

dalam telinga tengah hingga menyebabkan terbentuknya kolesteatoma. Gejala

khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, baik itu terus-menerus

maupun sering berulang. Apabila kolesteatoma terinfeksi, maka infeksi tersebut

akan sulit dihilangkan. Pada pemeriksaan fisik pada kolesteatoma akuisital primer

dapat dijumpai retraksi dari pars flacidda di kebanyakan kasus, dan pars tensa

pada sedikit kasus. Pada kedua tipe retraksi akan berisi matriks epitel skuamosa

dan debris keratin. Temuan lainnya adalah otorrhea yang purulen, polip, jaringan

granulasi, dan erosi ossicular. Pada kolesteatoma akuisital sekunder, bila

kolesteatoma berkembang dari perforasi membran timpani, maka matriks epitel

skuamosa dan debris keratin pada umumnya dapat dilihat melalui perforasi.

Penanganan untuk kolesteatoma dibagi menjadi penanganan bedah dan non

bedah. Untuk pembedahan dapat dilakukan canal-wall-up dan canal-wall-down.

58

Page 59: REFERAT Kolesteatoma

REFERENSI

1. Moller, A. R. (2006). Hearing : Anatomy, Physiology, and Disorders of the

Auditory System. California: El-Sevier.

2. Nugraha, S. (2011). Anatomy Ear. Retrieved February 17, 2013 from

http://journal-kesehatan.blogspot.com/2011/12/anatomy-ear.html 3. Adams, G. R.,

Boies, L. R. & Hilger, P. A. (1989). Boies Fundamentals of Otolaryngology : A

Textbook of Ear, Nose and Throat Diseases.Philadeplphia: Saunders Company

4. Ear (2007). Retrieved February 17, 2013 from

http://www.virtualmedicalcentre.com/anatomy/ear/29

5. El GH, Peng P. Anatomi dan Fisiologi; dalam buku: Ilmu THT Esensial Edisi

kelima. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.5-11

6. Bhatt RA, Gest TR. Ear Anatomy. [homepage on the Internet]. 2011 [cited

2013 Feb 17]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1948907-

overview

7. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli); dalam

buku: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 10-22

8. View-normal-tympanic-membrane. [homepage on the Internet]. 2010 [cited

2013 Feb 17]. Available from: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:View-

normal-tympanic-membrane.svg

9. Maleus, Incus, Stapes. [homepage on the Internet]. 2007 [cited 2013 Feb 17].

Available from: www.sciencedirect/maleusincusstapes.com

10. Inner Ear Anatomy. [homepage on the Internet]. 2006 [cited 2012 Feb 17].

Available from: http://nursingcomments.com/?s=inner+ear

11. Organ Korti. [homepage on the Internet]. 2012 [cited 2012 Feb 18]. Available

from: http://id.wikipedia.org/wiki/Organ_Korti

59

Page 60: REFERAT Kolesteatoma

12. Johnson DH. Auditory Pathways. [homepage on the Internet]. 1997 [cited

2012 Feb 18]. Available from: RICE University, Web site:

http://www.ece.rice.edu/~dhj/pathway.html

13. Cholesteatoma. [homepage on the Internet]. 2012 [cited 2013 Feb 18].

Available from: BMJ, Web site:

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1033/basics/epidemiology.ht

ml

14. Snow, J. B. & Ballenger, J. J. (2002). Ballenger's Otorhinolaryngology Head

and Nech Surgery Sixteenth Edition. Ontario: B.C.Decker.

15. Roland PS, Meyers AD. Cholesteatoma. [homepage on the Internet]. 2012

[cited 2013 Feb 17]. Available from: Medscape, Web site:

http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview#showall

16. Lalwani, A. K. (2007). Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-

Head & Neck Surgery. Phoenix: McGraw Hill.

17. Dhingra, P. L. & Dhingra, S. (2005). Diseases of Ear, Nose & Throat 5th

Edition. Bombay: El Sevier India.

18. Ear Nose Throat J. 2009 November;88(11):1196-1198

19. Semaan MT, Magerian CA. The Pathophysiology of Cholesteatoma. [serial on

the Internet]. 2011 [cited 2013 Feb 20]. Available from: University Hospitals of

Cleveland, Web site: http://scribd.com/doc/23179340/The-Pathophysiology-of-

Cholesteatoma

20. Rothholtz, Vanessa. Cholesteatoma. Department of otolaryngology Head and

Neck Surgery. University of California. [cited 2013 Feb 2013]. Available from

www.utmb.edu/otoref/grnds/.../Cholest-slides-060125.ppt.

21. Makishima, Tomoko. Cholesteatoma. University of Texas Medical Branch.

Department of Otolaryngology. [cited 2013 Feb 20]. Available from

telemed.shams.edu.eg/ASTP/mod/resource/view.php?id=526.

22. Elizabeth M. Rash, PhD, FNP-C . Recognize Cholesteatomas Early.

University of Central Florida. February 2004.

60

Page 61: REFERAT Kolesteatoma

23. Disease of Ear, Nose, and Throat,5th Edition. Cholesteatoma and Otitis Media. Chapter 11. 2010

24. Hauptman G, Quinn FB, Ryan MW. Cholesteatoma. [homepage on the

Internet]. 2006 [cited 2013 Feb 20]. Available from: UTMB, Web site:

http://utmb.edu/otoref/grnds/Cholest-060125/Cholest-060125.doc

25. The middle ear. [homepage on the Internet]. 2008 [cited 2013 Feb 21].

Available from: SpringerImages, Web site:http://www.springerimages.com/

Images/RSS/1-10.1007_978-3-642-02210-4_2-6

26. Best Practice. Cholesteatoma. [homepage on the Internet]. 2008 [cited 2013

Feb 21]. Available from :

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1033/diagnosis/

differential.html.

61