referat jiwa
TRANSCRIPT
REFERAT :SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL
Ratu Ayu Kusumaningrum
Pembimbing :Hendy Yogya, dr. SpKj (K)
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belaka
ng
Gejala psikosis : hiperaktivitas dopamin → Mekanisme kerja obat anti psikosis memblok reseptor dari dopamin → efek samping berkaitan reseptor dopamin → sindrom ekstrapiramidal → mengganggu pasien dan menurunkan ketaatan minum obat → gejala psikosis menetap
Sindrom ekstrapiramidal (EPS) : gejala atau reaksi yang ditimbulkan penggunaan antipsikotik golongan tipikal.
Tujuan dan
Manfaat
Tujuan Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi• Gejala yang ditimbulkan
penggunaan jangka pendek atau jangka panjang antipsikotik tipikal karena inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia basalis. Sehingga menyebabkan gangguan transmisi di korpus striatum menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal.
Epidemiologi• Reaksi distonia akut (10%
pasien), > laki-laki muda• Tardive dyskinesia (20-30%
pengguna antipsikotik tipikal)• Sindrom parkinson, 1-3 minggu
setelah pengobatan awal, > dewasa muda, perempuan:laki-laki = 2:1
Antipsikosis Dosis (mg/hr) Gej. ekstrapiramidal
ChlorpromazineThioridazine Perphenazine trifluoperazine Fluphenazine Haloperidol Pimozide Clozapine Zotepine Sulpride Risperidon Quetapine OlanzapineAripiprazole
150-1600100-900
8-485-605-60
2-1002-6
25-10075-100
200-16002-9
50-40010-2010-20
+++
+++++++++
++++++-++++++
Gejala Klinis
• Sistem ekstrapiramidal : jaringan saraf pada otak bagian sistem motorik → pengaruhi koordinasi gerakan.
• Gejala : gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu di luar kendali traktus kortikospinal (piramidal).
Reaksi Distonia Akut (Acute
Dystonia Reaction)
Tardive Diskinesia
Akatisia Sindrom Parkinson
Reaksi Distonia Akut(Acute Dystonia Reaction)
Spasme/kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet, beberapa menit dapat pula berlangsung lama, menyebabkan gerakan atau postur yang abnormal
Otot yang terkena :sering mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang (trismus, gaping, grimacing), lidah (protrusion, memuntir) atau spasme pada seluruh otot tubuh (opistotonus)
sering terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja
sering terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja
banyak akibat psikotik tipikal potensi tinggi dan dosis tinggi seperti haloperidol, trifluoroperazin dan fluphenazine
Terjadi pada ± 10% pasien, lebih lazim pada pria muda
keluhan : lidah tebal atau kesulitan menelanKontraksi distonik dapat cukup kuat → dislokasi sendi
Distonia laring → tercekik jika tidak segera diobatiDistonia glosofaringeal → disartri, disfagia, kesulitan bernafas hingga
sianosis bahkan kematian
Kriteria diagnostik menurut DSM IV :Posisi abnormal atau spasme otot kepala,
leher, anggota gerak, atau batang tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan dosis medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal)
A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan dengan medikasi neuroleptik :1. Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan
tubuh (misalnya tortikolis)2. Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)3. Gangguan menelan (disfagia), bicara, atau bernafas (spasme
laring-faring, disfonia)4. Penebalan atau bicara cadel karena lidah hipertonik atau
membesar (disartria, makroglosia)5. Penonjolan lidah atau disfungsi lidah6. Mata deviasi ke atas, ke bawah, ke arah samping (krisis
okulorigik)7. Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh
B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah memulai atau dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidal akut (misalnya obat antikolinergik)
C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental (misalnya gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih baik diterangkan oleh gangguan mental dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik atau tidak sesuai dengan pola intervensi farmakologis (misalnya tidak ada perbaikan setelah menurunkan neuroleptik atau pemberian antikolinergik)
D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik, terdapat tanda neurologis fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang tanpa adanya perubahan medikasi.
• Terapi distonia harus dilakukan segera• Untuk terapi distonia akut akibat neuroleptik, diberikan 1-2
mg benztropine IM. – Jika tidak efektif dalam 20-30 menit, obat harus diberikan lagi. – Jika masih tidak membaik dalam 20-30 menit lagi, berikan
benzodiazepin (contohnya 1 mg lorazepam IM/IV)
• Distonia laring → kegawatdaruratan medis → berikan 4 mg benztropine dalam 10 menit, diikuti dengan 1-2 mg lorazepam, diberikan perlahan melalui jalur IV.
• Profilaksis terhadap distonia diindikasikan pada pasien yang pernah memiliki satu episode atau pada pasien yang berada dalam resiko tinggi (laki-laki muda yang menggunakan antipsikotik potensi tinggi).– Diberikan selama 4-8 minggu dan selanjutnya diturunkan perlahan
selama periode 1-2 minggu
DISKINESIA TARDIVE
Terjadi lambat
Manifestasi : gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal, involunter, menghentak, balistik, atau seperti tik memperngaruhi gaya berjalan, berbicara dan bernafas.
Etiologi : defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor dopamine di putamen kaudatus.
Epidemiologi : 20-40% pasien yang berobat lama
AKATISIA• Paling sering terjadi, pada pasien lebih
muda• Manifestasi : keadaan gelisah, gugup
atau suatu keinginan untuk tetap bergerak atau rasa gatal pada otot.
• Manifestasi klinis : perasaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya kaki yang tidak bisa tenang.
• Penderita dengan akatisia berat tidak mampu duduk tenang, perasaannya cemas atau iritabel.
• Pasien mengeluh karena anxietas atau sukar tidur
• Timbul segera setelah memulai medikasi neuroleptik
• Menimbulkan masalah ketidakpatuhan pasien.
PSEUDOPARKINSONISME
• dimulai berjam-jam setelah dosis pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan bertahun-tahun.
Manifestasi
Akinesia : wajah topeng, kejedaan gerakan spontan, ayunan lengan saat jalan ↓, kedipan ↓, mengunyah ↓, jeda bicara, spontanitas ↓, apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas normal, dapat keliru dengan gejala
negative skizofrenia.
Tremor : saat istirahat, tipe penggulung pil, dapat
mengenai bibir dan otot-otot perioral yang disebut sebagai “sindrom kelinci”.
dapat keliru dengan tardive diskinesia,
Pembeda : karakter lebih ritmik, cerendung
mengenai rahang daripada lidah dan responnya terhadap medikasi
antikolinergik.
Kekakuan otot/rigiditas : gangguan tonus otot, yaitu
derajat ketegangan yang ada pada otot,
menyebabkan hipertonia yang berhubungan dengan
parkinsonisme akibat neuroleptik adalah tipe
pipa besi (lead-pipe type) atau tipe roda gigi (cogwheel type)
Penanganan Efek Samping Ekstrapiramidal
• Medikasi anti-EPS : antikolinergik karena ada reaksi reciprocal (berlawanan) antara dopamin dan asetilkolin pada jalur dopamin nigrostriatal.– Neuron-neuron dopamin pada jalur nigrostriatal mempunyai
koneksi postsinaps dengan neuron kolinergik.
• Dopamin : hambat pelepasan asetilkolin dari postsinaps jalur kolinergik nigrostriatal
• Obat antipsikosis : hambat dopamin → aktivitas asetilkolin berlebih.– antikolinergik. : mengurangi efek asetilkolin yang berlebih →
pemberian antipsikosis diiringi antikolinergik untuk cegah efek samping ekstrapiramidal.
• Efek samping anti-EPS : mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine.
• Selain dengan medikasi anti-EPS, dapat juga dilakukan pengurangan dosis obat anti-psikosis atau dengan mengganti obat anti-psikosis dengan jenis atipikal seperti olanzapine, risperidone, atau clozapine.
• anti-psikosis atipikal hanya sedikit berpengaruh terhadap jalur nigrostriatal → efek ekstrapiramidal lebih sedikit
PENATALAKSANAAN
• Penatalaksanaan umum sindrom ekstrapiramidal : – menurunkan dosis antipsikotik → dosis minimal yang efektif.– pemberian antihistamin seperti difenhidramine, sulfas atropine
atau antikolinergik seperti trihexyphenidil (THP), 4-6mg per hari selama 4-6 minggu.
• Tappering off dosis 2 mg/ minggu
• Terapi profilaktif : pada pasien dengan riwayat pernah mengalami sindrom ekstrapiramidal sbelumnya atau pada pasien yang mendapat neuroleptik poten dosis tinggi.
• Pasien distonia akut → harus segera ditangani. – Penghentian obat psikotik yang menyebabkan reaksi– Terapi primer : pemberian antikolinergik – Reaksi distonia akut berat harus dapat penanganan cepat dan
agresif → pemberian difenhidramin 50 mg IM atau benztropin 2 mg IM.
• Akatisia → pemberian antikolinergik dan amanditin, dan pemberian proanolol dan benzodiazepine seperti klonazepam dan lorazepam.
• Pseudoparkinsonisme → pemberian antikolinergik. • Tardive dyskinesia → ditangani dengan pemakaian obat
neuroleptik secara bijaksana untuk dosis medikasinya.
DIAGNOSIS BANDING
• tardive diskinesia dapat pula didiagnosis banding meliputi penyakit Hutington, Khorea Sindenham
Sindroma putus obat
Parkinson disease
TetanusGangguan gerak ekstrapiramidal primer
Distonia primer
PROGNOSIS
• Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal akut → baik bila gejala langsung dikenali dan ditanggulangi.
• Prognosis pada pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang kronik → buruk
• Pasien dengan tardive distonia hingga distonia laring → menyebabkan kematian bila tidak diatasi dengan cepat
KOMPLIKASI
• Gangguan gerak → mengganggu dan menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas – Gangguan gerak saat berjalan dapat menyebabkan
penderita terjatuh dan mengalami fraktur.
• Distonia laring → asfiksia dan kematian• Medikasi anti-EPS mempunyai efek samping yang
dapat menyebabkan komplikasi yang buruk. – Anti kolinergik : sebabkan mulut kering, penglihatan
kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. – Amantadine dapat mengeksaserbasi gejala psikotik
BAB III KESIMPULAN
• Sindrom ekstrapiramidal : kumpulan gejala akibat penggunaan antipsikotik., umumnya terjadi pada pemakaian antipsikotik tipikal jangka panjang dan penggunaan dosis tinggi
• Manifestasi sindrom : reaksi distonia, pseudoparkinsonismeisme dan tardive dyskinesia.
• Dianjurkan pemberian terapi profilaktik untuk cegah gejala ekstrapiramidal
• Penanganan sindrom ekstrapiramidal dengan menurunkan dosis antipsikotik, kemudian pasien diterapi dengan antihistamin dan antikolinergik seperti trihexyphenidil (THP) dan difenhidrami.
• Prognosis bergantung seberapa cepat pengenalan gejalan dan penatalaksanaan.
• Dengan adanya agen antikolinergik, diharapkan efek samping ekstrapiramidal akibat obat antipsikosis dapat ditekan dan pasien dapat lebih teratur mengkonsumsi obat antipsikosis dan diharapkan dapat meningkatkan kesembuhan dari pasien.