referat appendicitis

39
PENDAHULUAN Appendiks disebut juga umbai cacing, istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (2) Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens lelaki lebih tinggi. (2) I. Anatomi Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin. (2) Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. (1) Appendiks terletak di kuadran kanan

Upload: hersih-srinowati

Post on 26-Jun-2015

3.374 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Appendicitis

PENDAHULUAN

Appendiks disebut juga umbai cacing, istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat

awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Organ yang

tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan

akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang

umumnya berbahaya.(2)

Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu

tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah

itu menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali

pada umur 20-30 tahun, insidens lelaki lebih tinggi.(2)

I. Anatomi

Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan

Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin.(2) Appendiks adalah suatu

struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari

sekum. Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction

terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula

appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumennya

sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. (1) Appendiks terletak di

kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan

ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi

anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis

antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.(3)

Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang

bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.

Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5

cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang

mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. (4,7)

Page 2: Referat Appendicitis

Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,

muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Appendiks

mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan

peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup

caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan

elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan

submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar

epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam

sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer

longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan

caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari

appendiks.(4)

Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu

bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan

dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial

menuju katup ileosekal. (5)

Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah

ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada

usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu

memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang

mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak

retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi

lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.(2)

Jenis posisi:

Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah promontoriun sacri

Retrocolic : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasanya

retroperitoneal.

Antecaecal : appendiks berada di depan caecum.

Paracaecal : appendiks terletak horizontal di belakang caecum.

Page 3: Referat Appendicitis

Pelvic descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis minor

Retrocaecal : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke atas

ke belakang caecum.(6)

Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal

dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri

appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh

karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.(2)

Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari a.Ileocecalis,

cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan arteri tanpa

kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks

akan mengalami gangren.(2)

Secara histologis, appendiks mempunyai basis stuktur yang sama seperti usus besar.

Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular submucosa oleh mucosa maskularis.

Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot yang utama. Appendiks terbungkus

oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabung

menjadi satu di mesoappendiks. Jika apendik terletak retroperitoneal, maka appendiks

tidak terbungkus oleh tunika serosa.

Histologis:

- Tunika mucosa : memiliki kriptus tapi tidak memiliki villus.

- Tunika submucosa : banyak folikel lymphoid.

- Tunika muscularis : stratum sirculare sebelah dalam dan stratum longitudinale

( gabungan tiga tinea coli) sebelah luar.

- Tunika serosa : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari peritoneum

viscerale.(6)

II. Fisiologi

Page 4: Referat Appendicitis

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke

dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara

appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.(2)

Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem

imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh

GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna

termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung

terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi

system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika

dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.(2)

Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir.

Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian

berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di

apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit. (5)

III. Definisi

Apendisitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis. Peradangan akut

apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang

umumnya berbahaya.(2)

IV. Etiologi

Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan

penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi

jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing

usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat

mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi

penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. (5,8) Frekuensi obstruksi meningkat

dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus

apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture dan

sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture. (5)

Page 5: Referat Appendicitis

Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa

apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan

peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap

timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang

berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan

kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut.(2)

V. Patofisiologi

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia

folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan

sebelumnya, atau neoplasma.(9)

Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya

dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi.

Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding

appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen.

Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat

meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu

dari sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang

cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.(5)

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,

menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi

menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik

karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat

inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan

perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda

setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. (9,10)

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.

Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan

nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.(9)

Page 6: Referat Appendicitis

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti

dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding

yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. (9)

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan

bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate

apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.(9)

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa

dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini

merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup

apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa

periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat

mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa

periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara

lambat. (2)

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding

apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih

kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah

terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.(9)

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya

tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum

parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi

dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan

sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir

sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam

cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest). (4)

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan

bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan

mengalami eksaserbasi akut. (2)

Page 7: Referat Appendicitis

VI. Gejala Klinis

Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain

1. Nyeri abdominal

Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri

dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di

daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri

berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney).

Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa

nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya

penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.(2)

2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.

3. Nafsu makan menurun.

4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.

5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi

biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C

Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering

hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa

nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis

diketahui setelah terjadi perforasi. (2)

Kelainan patologi Keluhan dan tanda

Peradangan awal Kurang enak ulu hati/daerah pusat,

mungkin kolik

Page 8: Referat Appendicitis

Apenditis mukosa

Radang di seluruh

Ketebalan dinding

Apendisitis komplet radang

Peritoneum parietale appendiks

Radang alat/jaringan yang

Menempel pada appendiks

Perforasi

Pendindingan (Infiltrat)

Tidak berhasil

nyeri tekan kanan bawah

(rangsaganan automik)

nyeri sentral pindah ke kanan bawah,

mual dan muntah

rangsangan peritoneum lokal (somatik)

nyeri pada gerak aktif dan pasif,

defans muskuler lokal

genitalia interna, ureter, m.psoas,

kantung kemih, rektum

demam sedang, takikardia,

mulai toksik, leukositosis

demam tinggi, dehidrasi,

syok, toksik

Page 9: Referat Appendicitis

Berhasil

Abses

massa perut kanan bawah, keadaan

umum berangsur membaik

demam remiten, keadaan umum toksik,

keluhan dan tanda setempat

Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang

terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis

setelah perforasi. (2)

Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan

muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga

terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke

kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke

regio lumbal kanan. (2)

VII. Pemeriksaan Fisik

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi,

mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal

sampai 1C.

1. Inspeksi

Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan

memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut

Page 10: Referat Appendicitis

tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada

penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah

bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.

2. Palpasi

Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda

peritonitis lokal yaitu:

Nyeri tekan di Mc. Burney

Nyeri lepas

Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya

rangsangan peritoneum parietal.

Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak

ada, yang ada nyeri pinggang.

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)

nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan

(Blumberg)

nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas

dalam, berjalan, batuk, mengedan.

Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya

penonjolan di perut kanan bawah.(2)

3. Auskultasi

Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus

paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.

Page 11: Referat Appendicitis

Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12.

Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok

dubur. (2)

Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah

nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak

dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang

lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan

rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang

meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji

obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan

m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi

dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan

menimbulkan nyeri. (2)

Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan

kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada

pinggul / pangkal paha kanan. (11)

Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan

otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan). (11)

Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan.

Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi

samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam. (11)

Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak denhgan

otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver. (11)

VIII. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan

kasus appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, C-

reaktif protein meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan

meningkat.

Page 12: Referat Appendicitis

b. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan

bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam

menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih

atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama

dengan appendisitis.

2. Abdominal X-Ray

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.

Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

3. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,

terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat

dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,

adnecitis dan sebagainya.

4. Barium enema

Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis

pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.

Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai

metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis khronis. Dimana

akan tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai

penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh fekalit.

5. CT-scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat

menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.

6. Laparoscopi

Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan

dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini

Page 13: Referat Appendicitis

dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan

tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga

dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks.

7. Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk

diagnosis appendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai

gambaran histopatologi appendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada

kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendisitis

akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut

pada orang yang tidak dilakukan operasi. Riber et al, pernah meneliti variasi

diagnosis histopatologi appendisitis akut. Hasilnya adlah perlu adanya

komunikasi antara ahli patologi dan antara ahli patologi dengan ahli

bedahnya.

 

Definisi histopatologi apendisitis akut:

1

Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di

lapisan epitel.

2 Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel.

3

Sel granulosit dalam lumen appendiks dengan infiltrasi ke

dalam lapisan epitel.

4

Sel granulosit diatas lapisan serosa appendiks dengan abses

apendikuler, 

  dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa.

5

Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses

mukosa dan

 

keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi

periapendisitis.

Page 14: Referat Appendicitis

Sistem skor Alvarado 

Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan

gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara  anak, orang tua dan

dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal

yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka

appendiktomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%

(Ramachandran, 1996). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas

pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan

cara untuk menurunkan insidensi apendiktomi negatif, salah satunya adalah dengan

instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa

dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif (Seleem; Amri dan Bermansyah,

1997). Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga

gejala , tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada

temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem

skor Alvarado ini menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia,

nausea dan atau vomitus,  nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas

tekan , temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri

tekan kuadran kanan bawah dan lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya

masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan jumlah

skor 10 (Alvarado, 1986; Rice, 1999). 

Skor Alvarado untuk diagnosis appendisitis akut:

Gejala dan tanda: Skor

Nyeri berpindah 1

Anoreksia 1

Mual-muntah 1

Page 15: Referat Appendicitis

Nyeri fossa iliaka kanan 2

Nyeri lepas 1

Peningkatan suhu > 37,30C 1

Jumlah leukosit > 10x103/L 2

Jumlah neutrofil > 75% 1

__________________________________________________

Total skor: 10

Keterangan Alavarado score :

Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point

Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram:

1 – 4 dipertimbangkan appendicitis akut

5 – 6 possible appendicitis tidak perlu operasi

7 – 9 appendicitis akut perlu pembedahan

Penanganan berdasarkan skor Alvarado :

1 – 4 : observasi

5 – 6 : antibiotic

7 – 10 : operasi dini

IX. Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis

Page 16: Referat Appendicitis

Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut

lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas

dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis.

2. Limfadenitis mesenterica

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri

perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan

perasaan mual-muntah.

3. Ileitis akut

Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang

anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendiktomi

insidental diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang membingungkan.

4. DHF

Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni, leukopeni,

rumple leed (+), hematokrit meningkat.

5. Peradangan pelvis

Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua organ

ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis. Untuk

menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexual. Suhu

biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih

difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus

diayunkan maka akan terasa nyeri.

6. Kehamilan ektopik

Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika

terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul

nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok

Page 17: Referat Appendicitis

hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan nyeri dan penonjolan

di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah.

7. Diverticulitis

Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-

kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur

pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala

appendisitis.

8. Batu ureter atau batu ginjal

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan

merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos

abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.

X. Penatalaksanaan

Appendiktomi

§         Cito  : akut, abses & perforasi

§         Elektif  : kronik

 

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan

merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil

memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks

normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa

komplikasi tidak banyak masalah.

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh

omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk

tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan

granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada

Page 18: Referat Appendicitis

apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus

mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah

sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya. (12)

Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah

bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk

membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan

yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi

lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus

menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.(12)

Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi

atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular

yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga

peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu,

massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah

penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk

operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang

terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan

diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis.

Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal,

penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian

agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi

perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan

frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta

bertambahnya angka leukosit. (2)

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan

pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses

apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-

baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada

apendisitis sederhana tanpa perforasi. (13)

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila

dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa

Page 19: Referat Appendicitis

apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.

Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun

tanpa peritonitis umum. (13)

Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita

hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau

berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. (2)

Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi

ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular

infiltrat :

1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.

2. Diet lunak bubur saring

3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif

terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar

6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses,

dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu

kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan

pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau

abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan bedah.(4,2)

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48

jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi

maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya

diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai

mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah

terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.(4)

Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan

adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila

apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber

infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika

dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang

Page 20: Referat Appendicitis

yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase

didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar

dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik

dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses

tiap hari penderita di RT. (4)

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :

LED

Jumlah leukosit

Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :

1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen

2. Pemeriksaan fisik :

o Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh

(diukur rectal dan aksiler)

o Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat

o Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi

lebih kecil dibanding semula.

o Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :

1. Bila LED telah menurun kurang dari 40

2. Tidak didapatkan leukositosis

Page 21: Referat Appendicitis

3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak

mengecil lagi.

Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa

o Apakah penderita sudah bed rest total

o Pemakaian antibiotik penderita

o Kemungkinan adanya sebab lain.

d. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada

perbaikan, operasi tetap dilakukan.

e. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan

terapi adalah drainase.(4)

Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai melalui insisi

Mc Burney (Raffensperger, 1990; Cloud, 1993). Tindakan pembedahan pada

kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang

dicapai melalui laparotomi (Raffensperger,1990; Mantu, 1994; Ein, 2000).

Lapisan  kulit yang dibuka pada Appendektomi :

  1.          Cutis                                          6.    MOI

  2.          Sub cutis                                   7.    M. Transversus

  3.          Fascia Scarfa                            8.    Fascia transversalis

  4.          Fascia Camfer                           9.    Pre Peritoneum

  5.          Aponeurosis MOE                   10.   Peritoneum

XI. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi

bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa

massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.(2)

Page 22: Referat Appendicitis

Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis

generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :

nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen

menyeluruh

Suhu tubuh naik tinggi sekali.

Nadi semakin cepat.

Defance Muskular yang menyeluruh

Bising usus berkurang

Perut distended

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :

1. Pelvic Abscess

2. Subphrenic absess

3. Intra peritoneal abses lokal.(4)

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga

abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.(14)

XII. Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas

penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan

mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks

tidak diangkat.

Page 23: Referat Appendicitis

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.bedahugm.net/Bedah-Digesti/Apendik/Epidemiologi.html

2. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.

Jakarta.

3. http://www.medicinenet.com/appendicitis/

4. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran

UNAIR. Surabaya.

5. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent

edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an

Enigma Electronic Publication.

6. Kartika, Dina, 2005. Chirurgica. Tosca Enterprise. Yogyakarta.

Page 24: Referat Appendicitis

7. Anonim, 2005. Appendix. PathologyOutlines.

http://www.patholoyoutlines.com

8. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa

Appendisitis Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatra Utara.

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf .

9. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.

Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta.

10. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.

www.emedmag.com

11. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American

Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science

Center, Temple, Texas .http://www.aafg.org

12. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta.

13. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf

Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara.

Jakarta.

14. Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human Services.

National Institute of Health. NIH Publication No. 04–4547.June 2004.

www.digestive.niddk.nih.gov

Page 25: Referat Appendicitis

KATA PENGANTAR

Puji sukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan rahmat-Nya

saya dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul “Appendicitis”.

Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan kelulusan kepaniteraan klinik

Bagian Bedah RSUD Budhi Asih Jakarta.

Page 26: Referat Appendicitis

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Harinto,

Sp.B sebagai pembimbing dalam pembuatan referat ini. Tidak lupa terima kasih juga

penulis sampaikan kepada dokter-dokter pembimbing di RSUD Budhi Asih atas

bimbingan yang kami dapat selama kepaniteraan klinik ini serta teman – teman

sekalian yang telah memberi semangat dan masukan dalam menyelesaikan referat ini.

Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, dan masih

banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu diharapkan bantuan dari

dokter pembimbing serta rekan-rekan mahasiswa untuk memberikan saran dan

masukan yang berguna bagi penulis.

Lepas dari segala kekurangan yang ada, kami berharap semoga referat ini

membawa manfaat bagi kita semua.

Jakarta, April 2009

Penulis

APPENDICITIS

Page 27: Referat Appendicitis

Penyusun :Hersih Srinowati (030.04.093)

Pembimbing :Dr. Harinto, Sp.B

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD Budhi AsihFakultas Kedokteran Universitas Trisakti