referat anak sepsis

48
REFERAT ILMU KESEHATAN ANAK SEPSIS PADA ANAK Penyaji: Marleen (NIM: 07120110032) Pembimbing: dr. Irene. A.O, SpA KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN 1

Upload: theresia-marleen-lee

Post on 14-Jul-2016

48 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

referat anak sepsis

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Anak Sepsis

REFERAT ILMU KESEHATAN ANAK

SEPSIS PADA ANAK

Penyaji:

Marleen (NIM: 07120110032)

Pembimbing:

dr. Irene. A.O, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

PERIODE 30 NOVEMBER 2015 – 6 FEBRUARI 2016

RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK - JAKARTA

1

Page 2: Referat Anak Sepsis

BAB I

PENDAHULUAN

Hingga saat ini, sepsis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas

pada anak di negara industri dan negara berkembang. Mortalitas akibat sepsis pada anak

masih tinggi di Amerika Serikat. Pada tahun 1966 mortalitas akibat sepsis sebesar 97% dan

pada tahun 1990 mortalitas akibat sepsis sebesar 9%. Penurunan ini disebabkan karena

penggunaan antimikroba dan intervensi dini pada pasien sepsis. Walau demikian sepsis masih

merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak dimana lebih dari 4.300 kematian

dalam satu tahun disebabkan oleh sepsis. Di negara-negara berkembang, sepsis menyebabkan

> 6.000.000 kematian pada bayi baru lahir dan balita setiap tahunnya.1 Sepsis merupakan

salah satu masalah pada anak yang penting untuk diatasi dilihat dari tingkat mortalitasnya

yang masih tinggi, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sepsis yang

tidak ditangani dengan baik dapat jatuh kedalam keadaan syok septik yang akhirnya dapat

menyebabkan kematian. Penanganan secara dini terhadap syok septik dapat mengurangi

angka morbiditas dan mortalitas.

Tujuan penyusunan sari pustaka ini karena kasus sepsis dirasa penting untuk diketahui

sebagai salah satu bekal untuk menjadi seorang dokter umum yang kompeten. Pada kasus

sepsis, diperlukan tatalaksana secara dini agar dapat mencegah terjadinya komplikasi yang

dapat berakhir dengan kematian. Peran seorang dokter umum ialah sebagai ujung tombak dari

pelayanan primer kesehatan sehingga penting dalam upaya deteksi dini kasus-kasus sepsis.

Namun, pada anak dengan sepsis seringkali didapatkan gejala klinis yang kurang spesifik

sehingga perlu suatu pedoman atau kriteria untuk menegakkan diagnosis sepsis. Oleh karena

itu, pada sari pustaka ini akan dibahas mengenai epidemiologi, definisi, etiologi, faktor risiko,

gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, penegakkan diagnosis, dan akhirnya tatalaksana dari

sepsis pada anak.

2

Page 3: Referat Anak Sepsis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EPIDEMIOLOGI

Sepsis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak.1

Berdasarkan studi yang telah dilakukan, mortalitas akibat sepsis telah berkurang dimana

mortalitas akibat sepsis sekarang ialah sekitar 10%.2 Namun, sepsis berat masih merupakan

penyebab utama kematian pada anak dimana lebih dari 4.300 anak meninggal setiap tahunnya

karena sepsis (7% dari semua kematian pada anak). Biaya perawatan akibat sepsis

diperkirakan mencapai $1.97 biliar dalam setahun.1,3 Insidensi sepsis paling tinggi pada bayi

dibandingkan anak-anak dan 15% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Infeksi yang paling sering berhubungan dengan sepsis ialah infeksi traktus respiratorius

(37%) dan bakteriemia (25%).3 Tabel berikut (tabel 1) menunjukkan insidensi sepsis dalam

satu tahun di Amerika Serikat:

Tabel 1: Insidensi Sepsis di Ameriksa Serikat berdasarkan Umur 3

Berdasarkan dari penelusuran rekam medik internal Divisi Pediatrik Gawat Darurat

(PGD) Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

(RSCM) tahun 2009 menemukan presentase kejadian sepsis 19,3% dari 502 pasien anak

dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) dengan angka mortalitas 10%. Beberapa

faktor yang berperan dalam mortalitas sepsis pada anak meliputi faktor pejamu,

mikroorganisme penyebab, serta tata laksana yang diberikan.4

2.2 DEFINISI

Sepsis merupakan suatu keadaan dimana infeksi dalam tubuh mencetuskan kaskade

inflamasi yang dikenal dengan istilah systemic inflammatory response syndrome (SIRS).

3

Page 4: Referat Anak Sepsis

SIRS merupakan kaskade inflamasi yang terjadi karena sistem imun tubuh host tidak dapat

mengatasi infeksi.2 Infeksi merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya

mikroorganisme dan respons imun tetapi belum disertai dengan adanya gejala klinis. Bila

ditemukan gejala klinis maka digunakan istilah penyakit infeksi.5 Infeksi dapat berupa infeksi

bakteri, riketsia, fungi, virus, maupun protozoa. Infeksi dapat bersifat sistemik (bakteriemia,

fungiemia, atau viremia) maupun lokal (meningitis, pneumonia, atau pielonefritis). Selain

infeksi, SIRS memiliki berbagai etiologi lainnya (etiologi non-infeksi) yang bisa dilihat pada

tabel 2. Gejala pada sepsis muncul apabila sepsis sudah berkembang menjadi sepsis berat.

Definisi dari sepsis berat sendiri ialah suatu keadaan sepsis yang disertai oleh disfungsi

organ. Bila dibiarkan tanpa tatalaksana maka pasien dengan sepsis berat dapat jatuh kedalam

keadaan syok septik.2 Carcillo et al. mendefiniskan syok septik pada populasi pediatrik

sebagai takikardia (takikardia mungkin tidak terdapat pada pasien dengan hipotermia) dengan

tanda gangguan perfusi berupa denyut nadi perifer yang lemah dibandingkan denyut jantung,

gangguan kesadaran, capillary refill time (CRT) lebih dari 2 detik, ekstremitas lembab dan

dingin, atau penurunan urine output pada anak dengan infeksi.6 Beda dengan populasi

dewasa, hipotensi tidak selalu didapatkan pada pasien syok septik karena pada anak hipotensi

merupakan tanda dari late shock atau decompensated shock. Maka dari itu, bila tidak terdapat

hipotensi tetap dapat ditegakkan definisi syok septik namun bila terdapat hipotensi

merupakan konfirmasi adanya keadaan syok pada anak.1 Tanpa tatalaksana pasien dengan

syok septik akan mengalami multiple organ dysfunction syndrome (MODS) dan akhirnya

kematian.2 MODS dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi gangguan fungsi organ

yang memerlukan suatu intervensi.7

4

Page 5: Referat Anak Sepsis

Tabel 2: Etiologi SIRS 2

Definisi dari sepsis, infeksi, SIRS, sepsis berat, serta syok septik telah disusun oleh

para pakar dalam bidang sepsis baik dewasa maupun anak dari 5 negara berbeda (Canada,

France, Netherlands, United Kingdom, dan United States) pada tahun 2002 dan

dipublikasikan dalam bentuk consensus conference pada tahun 2005. Consensus conference

dibuat untuk memberikan batasan yang dapat digunakkan sebagai kriteria diagnosis sepsis

5

Page 6: Referat Anak Sepsis

pada populasi anak. Batasan ini perlu dibuat karena gambaran sepsis pada populasi dewasa

dan anak berbeda dipengaruhi oleh perubahan fisiologis tumbuh kembang pada anak. Dalam

consensus conference populasi anak dibagi dalam berbagai kategori (tabel 3).1

Tabel 3: Kategori Populasi Anak berdasarkan Umur 1

Definisi atau batasan untuk sepsis dan SIRS pada populasi anak (tabel 4) merupakan

modifikasi dari batasan sepsis dan SIRS pada populasi dewasa. Perbedaan utama ialah untuk

menegakkan diagnosis SIRS pada anak harus didapatkan abnormalitas suhu tubuh dan

abnormalitas hitung leukosit (dimana pada populasi dewasa SIRS sudah dapat ditegakkan

bila ditemukan takikardia dan takipnue saja). Selain itu kriteria numerik sebagai batasan

untuk parameter denyut jantung, laju pernapasan, hitung leukosit, dan tekanan darah

dibedakan berdasarkan umur anak; disesuaikan dengan nilai normal anak yang berhubungan

dengan fisiologi anak yang berbeda-beda tergantung dari umur anak (tabel 6).1

Tabel 4: Definisi SIRS, Infeksi, Sepsis, Sepsis Berat, dan Syok Septik 1

6

Page 7: Referat Anak Sepsis

Tabel 5: Kriteria Disfungsi Organ 1

Tabel 6: Batasan Nilai Normal Tanda Vital dan Hitung Leukosit Berdasarkan Umur 1

Bradikardia pada bayi baru lahir (kurang dari 7 hari) merupakan tanda dari SIRS

namun pada anak diatas 7 tahun tidak dianggap sebagai tanda dari SIRS karena bradikardia

ditemukan sebagai tanda near-terminal event pada anak lebih dari 7 tahun.1

7

Page 8: Referat Anak Sepsis

2.3 ETIOLOGI

Sepsis dapat merupakan komplikasi dari suatu infeksi yang lokal maupun dapat

merupakan akibat dari invasi dan kolonisasi patogen yang sangat virulen. Patogen yang dapat

menyebabkan sepsis pada anak bervariasi bergantung pada usia pasien serta status imun

pasien.2-5 Pada neonatus dan bayi kurang dari 2 bulan penyebab sepsis tersering ialah

streptokokus grup B, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, enterovirus, dan herpes

simpleks virus. Pada anak yang lebih dewasa penyebab sepsis tersering ialah Streptococcus

pneumonia, Neisseria meningitidis, dan Staphylococcus aureus baik yang sensitif terhadap

methicilin maupun yang resisten terhadap methicilin, Haemophilus influenzae tipe B,

Salmonella sp., dan Streptokokus grup A (community-acquired organisms).1-5 Bakteri gram

negatif seringkali menyebabkan sepsis pada anak dengan status imun yang buruk maupun

anak yang sedang dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial). Bakteri gram negatif yang

dimaksud ialah Escherichia coli, Pseudomonas, Acinetobacter, Klebsiella, Enterobacter, dan

Serratia. Fungi seperti Candida dan Aspergillus juga sering menyebabkan sepsis pada anak

yang immunocompromised. Sepsis yang disebabkan oleh patogen polimikrobial dapat terjadi

pada pasien dengan risiko tinggi seperti pemasangan kateter, penyakit gastrointestinal,

neutropenia, maupun penyakit keganasan. Pseudobakteremia dapat terjadi akibat cairan

intravena, albumin, kriopresipitat, atau komponen darah yang terkontaminasi (biasanya oleh

organisme yang water-borne seperti Bukholderia cepacia, Pseudomonas aeruginosa, dan

Serratia).2-3 Tabel berikut (tabel 7) menerangkan bakteri apa saja yang dapat ditemukan pada

populasi umur tertentu pada anak:

Tabel 7: Bakteriemia pada Anak Normal Berdasarkan Umur 7

8

Page 9: Referat Anak Sepsis

Pada bulan Agustus 2010 dilakukan penelitian terhadap pasien sepsis di PICU RSCM

Jakarta untuk mengetahui etiologi sepsis yang tersering serta sensitivitasnya terhadap terapi

antimikroba. Dari 39 subjek penelitian didapatkan 21 subjek dengan hasil kultur darah yang

positif dimana didapatkan kuman terbanyak penyebab sepsis ialah Klebsiella pneumonia

(24%) yang merupakan kuman gram negatif, Serratia marcescens (14%), dan Burkholderia

cepacia (14%). Selain itu juga ditemukan fungi sebagai penyebab sepsis (19.0%) yaitu

Candida albicans dan Candida Tropicana.8

2.4 FAKTOR RISIKO

Faktor risiko terjadinya sepsis pada anak ialah sebagai berikut:

Prematuritas 5

Anak dengan usia diantara 3 bulan sampai 3 tahun 2

Anak dengan cedera yang serius (seperti luka bakar yang luas) 2,5

Anak dengan penyakit yang serius (seperti keganasan, galaktosemia, sindroma

nefrotik, kecanduan obat intravena, infeksi gonokokus pada traktus urinarius) 2,5

Anak yang sedang menjalani terapi antimikroba jangka panjang 2

Anak dengan gizi buruk atau malnutrisi 2,5

Anak dengan penyakit yang kronik 2

Anak yang immunocompromised (pasien pasca transplantasi, anak yang mendapat

obat-obatan kemoterapi, anak yang mendapat kortikosteroid, dan anak dengan

defisiensi sistem imun: anak yang menderita agamaglobulinemia, neutropenia

dengan imunosupresi, anemia bulan sabit, severe combined immunodeficiency

syndrome, HIV-AIDS, asplenia, defisiensi komplemen, atau neutrophil

chemotactic factor defect) 2,5

Anak dimana dilakukan prosedur/ instrumentasi medik (seperti pemasangan

kateter intravena, kateter urin, intubasi endotrakeal, atau atrioventricular shunt;

dan dilakukan prosedur seperti pembedahan, continous peritoneal dialysis, dan

pemakaian katup jantung protesa) 2,5

Faktor risiko atau faktor predisposisi yang ditemukan pada anak berhubungan dengan

patogen tertentu seperti tertera pada tabel berikut (tabel 8):

9

Page 10: Referat Anak Sepsis

Tabel 8: Faktor Predisposisi dan Patogen Penyebab Sepsis 7

2.5 PATOGENESIS

Proses terjadinya sepsis dimulai dari kolonisasi mikroorganisme yang dapat

membentuk suatu fokus infeksi. Mikroorganisme atau produk mikroorganisme (toksin atau

endotoksin) baik yang beredar dalam darah maupun yang berasal dari suatu fokus infeksi

akan menginduksi sistem imunitas sehingga terjadi perubahan fisiologi tubuh pada sepsis.

Toksin atau superantigen berhubungan dengan bakteri gram positif, mikrobakteria, dan virus

dimana toksin yang diekspresikan oleh patogen akan mengaktivasi limfosit dalam sirkulasi.

Endotoksin adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan komponen dari dinding sel bakteri

gram negatif, fungi, atau yeast. Endotoksin akan berikatan dengan makrofag serta

menyebabkan aktivasi dan ekspresi dari gen-gen inflamasi. Adanya endotoksin serta toksin

dalam tubuh akan mencetuskan respons dari host berupa respons imun selular dan respons

imun humoral. Respons imun tubuh baik selular dan humoral merupakan upaya tubuh untuk

mempertahankan suasana fisiologis. Respons imun ini diperantarai oleh substansi atau

mediator-mediator inflamasi. Mediator endogen yang telah teridentifikasi ialah TNF,

interleukin 1 (IL-1), IL-2, IL-4, IL-6, IL-8, platelet activating factor (PAF), interferon-γ,

eicosanoids (leukotrienes B4, C4, D4, and E4; thromboxane A2; prostaglandins E2 and I2),

granulocyte-macrophage colony-stimulating factor, endothelium-derived relaxing factor,

endothelin-1, complement fragments C3a and C5a, toxic oxygen radicals, proteolytic

enzymes dari polymorphonuclear neutrophils, platelets, transforming growth factor-β,

vascular permeability factor, macrophage-derived procoagulant dan inflammatory cytokine,

10

Page 11: Referat Anak Sepsis

bradykinin, thrombin, coagulation factors, fibrin, plasminogen activator inhibitor (PAI-1),

myocardial depressant substance, β-endorphin, heat shock proteins, and adhesion molecules

(endothelin-derived adhesion molecule [E-selectin]; intercellular adhesion molecule-1

[ICAM]; vascular adhesion molecule-1 [VCAM]). Bila produksi mediator inflamasi

berlebihan maka hal tersebut akan merugikan bagi tubuh.2,5

Pada sepsis, multiplikasi mikroorganisme patogen yang tidak terkendali mencapai

puncaknya dan menyebabkan induksi yang hebat dari sistem imunitas tubuh sehingga terjadi

kaskade inflamasi. Produksi mediator inflamasi berlebihan (terjadi imbalans antara produksi

mediator pro-inflamasi dan mediator anti-inflamasi) sehingga menyebabkan disfungsi

mikrosirkulasi tubuh. Disfungsi mikrosirkulasi yang dimaksud ialah kerusakan endotel

pembuluh darah, pengeluaran substansi yang bersifat vasoaktif, perubahan tonus pembuluh

darah, serta obstruksi kapiler akibat agregasi komponen seluler. Aktivasi sistem komplemen

juga terjadi sebagai respons host terhadap infeksi. Aktivasi dari sistem komplemen

menyebabkan pengeluaran mediator vasoaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas

kapiler, vasodilatasi, serta agregasi trombosit. Efek merugikan dari mediator endogen adalah

sebagai berikut:

Tromboksan A2: menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi trombosit

Prostaglandin: PGF 2α menyebabkan vasokonstriksi sedangkan PGI2 menyebabkan

vasodilatasi

Leukotriene: menyebabkan vasokonstriksi, bronkokonstriksi, serta peningkatan

permeabilitas kapiler

Myocardial depressant factors: menyebabkan depresi kerja otot jantung

Endogenous opiates seperti β-endorfin: menyebabkan depresi aktivitas saraf simpatis,

mengurangi kontraktilitas miokardium, dan menyebabkan vasodilatasi

TNF: Meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga terjadi capillary leak,

menurunkan tonus pembuluh darah, dan menyebabkan imbalans antara perfusi dan

kebutuhan metabolik jaringan

TNF dan interleukin: Menstimulasi pengeluaran mediator-mediator inflamasi,

menyebabkan vasodilatasi 2,5

Selain itu, terjadi aktivasi dari sistem koagulasi serta inhibisi proses fibrinolisis.

Akibatnya, terbentuk thrombin yang membantu deposisi fibrin pada mikrosirkulasi yang

memperburuk disfungsi mikrosirkulasi.3

Akibat dari kaskade inflamasi banyak antara lain demam, produksi asam laktat, serta

syok. Demam terjadi karena adanya pirogen baik yang eksogen maupun yang endogen.

11

Page 12: Referat Anak Sepsis

Pirogen eksogen yang dimaksud ialah patogen penyebab infeksi, toksin, maupun endotoksin

yang akan masuk ke dalam tubuh mencetuskan respons inflamasi sehingga dihasilkan pirogen

endogen seperti TNF, interleukin, serta metabolit asam arakhidonat tromboksan,

prostaglandin, serta leukotriene. Pirogen endogen akan merangsang pusat pengaturan suhu

yang terletak di hipotalamus sehingga terjadi peningkatan thermostat suhu tubuh. Akibatnya

terjadi kontraksi otot tubuh, aktivitas metabolisme yang meningkat, serta vasokonstriksi

perifer. Ketiga hal ini akan mengkonservasi panas dalam tubuh sehingga terjadi demam.2

Pengeluaran mediator-mediator inflamasi menyebabkan kebutuhan metabolik jaringan

meningkat sedangkan terjadi gangguan perfusi perifer akibat agregasi trombosit dan

komponen seluler lainnya yang menyebabkan obstruksi kapiler dan mengganggu

mikrosirkulasi. Hal ini berakibat terjadi suatu metabolisme anaerobik sebagai respons untuk

mempertahankan kadar ATP dalam tubuh. Metabolisme anaerobik berakibat produksi asam

laktat yang meningkat. Hal ini dapat berakibat terjadinya asidosis metabolik.2

Kaskade inflamasi yang tidak ditangani juga dapat berakibat terjadinya syok septik.

Syok septik merupakan kombinasi dari ketiga tipe klasik dari syok yakni syok hipovolemik,

syok kardiogenik, dan syok distributif. Permeabilitas kapiler yang meningkat menyebabkan

suatu capillary leak sehingga cairan intravaskular keluar dari pembuluh darah dan terjadi

hipovolemia. Mediator inflamasi juga menyebabkan kerja otot jantung berkurang sehingga

terjadi penurunan daripada cardiac output (CO) atau curah jantung. Mediator inflamasi juga

berakibat vasodilatasi kapiler sehingga resistensi vaskular sistemik berkurang. Akibat dari

hipovolemia, penurunan CO, dan penurunan resistensi vaskular menyebabkan disfungsi

sistem sirkulasi yang disebut sebagai syok septik. Pada fase awal, tubuh masih dapat

mempertahankan tekanan darah melalui aktivasi jalur simpatis sehingga terjadi peningkatan

denyut jantung serta vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Namun, lama kelamaan,

mekanisme kompensasi tersebut gagal sehingga terjadi hipotensi. Perfusi ke organ-organ

perifer berkurang akibat disfungsi sistem sirkulasi. Hal tersebut dapat berujung disfungsi

organ multipel/ MODS. Kegagalan organ yang multipel mengganggu homeostasis tubuh

sehingga akhirnya dapat terjadi kematian.2

Gambar-gambar berikut menggambarkan patogenesis dari sepsis pada anak (gambar

1, gambar 2, dan gambar 3):

12

Page 13: Referat Anak Sepsis

Gambar 1: Patofisiologi Sindroma Sepsis 3

Gambar 2: Patofisiologi Proses Sepsis pada Anak 2

13

Page 14: Referat Anak Sepsis

Gambar 3: Patofisiologi terjadinya Syok Septik 5

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis sepsis tidak spesifik tergantung dari fase sepsis dan infeksi yang

mendasari. Pada tiap fase sepsis terjadi perubahan hemodinamik yang bila tidak ditangani

dapat menyebabkan instabilitas hemodinamik. Pada fase awal sepsis, disebut juga sebagai

fase hiperdinamik, cardiac output belum berkurang namun justru meningkat untuk memenuhi

kebutuhan metabolik jaringan tubuh. Pada fase ini gejala klinis yang dijumpai ialah gangguan

regulasi suhu tubuh bisa berupa hipertermia atau hipotermia, menggigil, takikardia, dan

takipnea/ hiperventilasi. Manifestasi klinis fase awal sepsis sulit dibedakan dari penyakit

infeksi biasa teruatama pada neonatus dan anak dengan gangguan imunitas yang berat.2,5

Manifestasi klinis lain yang kurang spesifik seperti penurunan tonus otot, penurunan aktivitas

anak, perubahan warna kulit menjadi lebih pucat, dan gangguan menyusui/ penurunan napsu

makan.3

Bila sepsis tidak segera ditangani maka cardiac output akan berkurang sebagai efek

dari kaskade inflamasi yang terjadi. Pada anak dapat dijumpai tanda-tanda curah jantung

yang berkurang berupa pemanjangan capillary refill time, nadi perifer ataupun sentral

menjadi lemah, ekstremitas teraba dingin, serta penurunan urine output pasien. Pada beberapa

anak penurunan curah jantung juga dapat menyebabkan perubahan status mental dan

kesadaran sehingga secara klinis tampak konfusi, agitasi, letargi, ansietas, obtundasi, maupun

14

Page 15: Referat Anak Sepsis

koma. Ansietas dan agitasi biasanya merupakan tanda awal dari syok septik. Hipotensi timbul

bila syok sudah tidak terkompensasi lagi oleh usaha tubuh (decompensated shock).2,4-5

Demam perlu dicari sebagai salah satu tanda infeksi. Demam merupakan tanda infeksi

pertama yang muncul pada anak-anak yang immune-competent.3 Suhu tubuh sebaiknya

diukur per rektal karena paling mendekati suhu inti tubuh. Pengkuran suhu tubuh pada aksila,

oral, atau membran timpani seringkali tidak memberikan hasil yang akurat. Demam

didefinisikan sebagai suhu inti tubuh yang lebih atau sama dengan 38.0°C. Pada bayi demam

seringkali timbul dipengaruhi oleh over-bundling. Bila over-bundling dicurigai maka bayi

perlu dibebaskan dari pakaian dan dilakukan pengukuran ulang suhu tubuh 15-30 menit

kemudian. Pada bayi atau anak-anak yang immunocompromized dengan infeksi yang serius,

selain ditandai oleh demam, infeksi bisa juga ditandai oleh hipotermia. Hipotermia ialah bila

didapatkan suhu inti tubuh kurang dari 36.0°C.1

Gejala klinis lain yang dapat terlihat pada pasien sepsis ialah lesi kulit. Lesi kulit yang

mungkin dapat terlihat pada pasien sepsis antara lain berupa petekie, purpura, eritema yang

difus, ekimosis, ektima gangrenosum, dan gangren perifer yang simetris. Petekie dan purpura

terutama ditemukan pada penderita infeksi mengingokokus. Bila petekie atau purpura disertai

oleh manifestasi perdarahan lainnya maka perlu dicurigai suatu disseminated intravascular

coagulation (DIC). Ektima gangrenosum ditemukan pada infeksi Pseudomona aeruginosa.2,5

Ikterus dapat dijumpai pada beberapa pasien sebagai suatu tanda infeksi atau bila

sudah terjadi MODS.2

Pada pasien dengan asidosis metabolik akan terlihat sesak napas dengan pernapasan

yang cepat dan dalam atau disebut pernapasan Kussmaul.2

Gejala klinis lainnya tergantung dari infeksi fokal yang terjadi pada anak. Anak

dengan meningitis, pneumonia, arthritis, selulitis, serta pielonefritis akan memberikan

gambaran klinis yang berbeda-beda.2

Dari pemeriksaan fisik dapat dinilai beberapa parameter dan ditentuk risiko sepsis

pada pasien baru (tabel 9).9

15

Page 16: Referat Anak Sepsis

Tabel 9: Menilai Risiko Sepsis berdasarkan Pemeriksaan Fisik 9

2.7 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan laboratorium seringkali ditemukan kelainan hematologik maupun

gangguan elektrolit. Kelainan hematologik yang dapat ditemukan ialah leukositosis atau

leukopenia, trombositopenia, pemanjangan PT dan APTT, kadar fibrinogen serum berkurang,

kadar produk degradasi fibrinogen meningkat, anemia, dan peningkatan netrofil/ shift to the

left. Bila dilakukan pemeriksaan sediaan apus dapat ditemukan sel darah putih dalam bentuk

yang imatur (batang, mieolosit, promielosit), vakuolisasi netrofil, granulasi toksik, dan badan

Dohle. Bila yang didapatkan ialah suatu neutropenia merupakan pertanda buruk sepsis karena

menunjukkan adanya infeksi yang berat yang menimbulkan deplesi sumsum tulang.1,2,5

Kelainan elektrolit yang dapat ditemukan ialah hiperglikemia sebagai respons

terhadap sepsis akut (stress response) atau justru hipoglikemia bila cadangan glikogen tubuh

16

Page 17: Referat Anak Sepsis

telah habis terpakai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Hiperglikemia merupakan

hasil dari peningkatan kadar glukokortikoid, katekolamin dan resistensi insulin pada pasien

sepsis. Rangsangan dari luka ataupun sepsis mengaktifkan hipotalamus dan melepaskan

hormon kortikotrofin yang distimulasi oleh pelepasan adrenocorticotropic hormone (ACTH)

dari pituitari anterior. ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan kortisol

dari zona fasciculata dan retikularis adrenal. Pelepasan ACTH juga distimulasi oleh

penurunan tekanan pada baroreseptor di dalam carotid bodies dan lengkung aorta. Pelepasan

katekolamin disebabkan oleh penurunan tekanan darah dan juga rangsangan yang terjadi di

hipotalamus. Formasi retikularis dan dan spinal cord menghantarkan sinyal ke saraf simpatis

post ganglion dan berakhir dengan pelepasan epinefrin dan norepinefrin dari medula adrenal.

Hasil akhir dari proses metabolisme hipotalamus dan kelenjar adrenal berkaitan dengan stress

yang terjadi pada pasien dalam keadaan sepsis atau sakit kritis akan meningkatkan

mekanisme umpan balik hormonal. Respon ini akan menyebabkan resistensi insulin sehingga

tidak mampu mempertahankan keadaan glukosa darah normal.10

Kelaianan elektrolit lainnya dapat berupa hipokalsemia, hipoalbuminemia, asidosis

metabolik, dan serum bikarbonat yang rendah. Asidosis metabolik terjadi akibat

meningkatnya produksi laktat karena metabolisme anaerob yang signifikan.2

Pasien dengan respiratory distress syndrome akan menunjukkan kelainan pada

pemeriksaan AGD berupa penurunan PaO2 yang merupakan tanda gangguan oksigenasi dan

peningkatan PaCO2 yang merupakan tanda adanya gangguan ventilasi. Pada pasien dimana

sudah terjadi MODS dapat ditemukan kelainan pada pemeriksaan fungsi ginjal maupun

pemeriksaan fungsi hati. Analisa cairan tubuh mungkin didapatkan adanya leukosit pada

cairan yang steril, netrofil, atau bahkan dapat ditemukan bakteri.2

Pemeriksaan kultur dilakukan untuk mengetahui etiologi dari sepsis. Pengambilan

spesimen kultur sesuai dengan kecurigaan letak fokus infeksi. Spesimen kultur dapat berupa

darah, urin, cairan serebrospinal, abses, cairan peritoneal, dan lain-lain. Pada anak dengan

sepsis hasil kultur tidak selalu positif.2

Peningkatan dari beberapa marker biokimia sering ditemukan pada pasien dengan

SIRS/ sepsis. Marker biokimia yang dimaksud ialah LED/ erythrocyte sedimentation rate, C-

reactive protein (CRP), base deficit (BE), interleukin-6, dan kadar prokalsitonin.1 Tabel 10

memuat marker biokimia yang dapat digunakkan secara klinis untuk menegakkan diagnosis

sepsis:

17

Page 18: Referat Anak Sepsis

Tabel 10: Marker Sepsis pada Anak 3

Baku emas diagnosis sepsis

Kultur darah sebagai baku emas diagnosis sepsis membutuhkan waktu 2-3 hari.Oleh

karena itu sangat dibutuhkan metode diagnostik yang cepat dan akurat yaitu pemeriksaan

prokalsitonin. Prokalsitonin(PCT)dihasilkan dalam sel-sel C kelenjar tiroid sebagai

prohormon calcitonin yang ditemukan dalam aliran darah tanpa mengubah jumlah total

kasitonin.Secara normal,semua PCT dipecah dalam tiroid menjadi calcitonin. Produksi

prokalsitonin distimulasi oleh sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan IL-6

PCT diinduksi oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri selama infeksi sistemik sedangkan

penyakit akibat protozoa,virus,autoimun, tidak menginduksi PCT. Peran biologis PCT yang

tepat selama sepsis masih belum jelas. Konsentrasi PCT meningkat akibat infeksi bakteri

tetapi juga meningkat pada kondisi non infeksi yang disertai inflamasi sistemik seperti multi

trauma,hipotermi setelah henti jantung dan reaksi sensitivitas obat ataupun paska operasi

mayor. Pada keadaan normal kadar PCT <1 ng/ml,bila terjadi inflamasi akibat bakteri kadar

PCT selalu >2 ng/ml sedangkan pada kasus akibat infeksi virus kadar PCT <0,5 ng/ml.Kadar

PCT muncul cepat dalam 2 jam setelah rangsangan puncaknya setelah 12-48 jam dan secara

perlahan menurun dalam 48-72 jam. Kadar procalcitonin dalam serum yang ditemukan sangat

berhubungan dengan keparahan infeksi bakteri dan SIRS. Pada sepsis PCT berfungsi

18

Page 19: Referat Anak Sepsis

menghambat prostaglandin dan sintesis tromboksan pada limfosit in vitro dan mengurangi

hubungan stimulasi LPS terhadap produksi TNF pada kultur whole blood 15

level prokalsitonin pada sepsis antara 0.5-3.5 ng/ml

pada sepsis berat 6.2-9.1 ng/ml

pada syok sepsis 12.8-38.5 ng/ml

Cut off point prokalsitonin untuk diagnosis sepsis

2.8 DIAGNOSIS

Diagnosis sepsis dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria SIRS dan dapat dibuktikan

adanya suatu infeksi atau didapatkan gambaran klinis pada anak yang konsisten dengan

adanya suatu infeksi. Bila diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis disebut sebagai sepsis/

septikemia.6 Kriteria dari SIRS dapat terpenuhi bila didapatkan 2 dari 4 kriteria dimana 1

haruslah merupakan abnormalitas pada pengaturan suhu atau hitung leukosit yang

abnormal.1,2,6 4 kriteria tersebut (seperti yang tertera pada tabel 4) ialah:

1. Suhu inti tubuh (rektal) > 38.5°C atau < 36.0°C

2. Takikardia: denyut jantung rata-rata > 2 SD diatas denyut jantung normal untuk umur

tanpa stimulus eksternal, obat-obatan, atau stimulus nyeri ATAU elevasi persisten

denyut jantung tanpa sebab yang jelas selama 0.5 hingga 4 jam ATAU pada anak

19

Page 20: Referat Anak Sepsis

kurang dari 1 tahun terjadi bradikardia persisten selama 0.5 jam dimana denyut

jantung rata-rata < persentil ke-10 untuk usia tanpa adanya reflex vagal, penggunaan

obat-obatan beta-blocker, atau kelainan jantung kongenital

3. Takipnue: laju pernapasan > 2 SD diatas laju pernapasan normal untuk umur ATAU

dibutuhkan bantuan ventilasi mekanis yang tidak berhubungan dengan penyakit

neuromuskular ataupun penggunaan anastesi umum

4. Hitung leukosit meningkat atau menurun: Hitung leukosit meningkat atau menurun

dari nilai normal untuk umur, bukan akibat dari penggunaan kemoterapi ATAU

netrofil batang > 10%

Adanya lesi kulit seperti petekie dan purpura merupakan gambaran klinis yang sugestif

sepsis. Untuk membuktikan adanya suatu infeksi, dilihat dari gejala klinis (anamnesis dan

pemeriksaan fisik) anak selain itu juga perlu ditunjang oleh pemeriksaan penunjang seperti

foto thoraks, pemeriksaan darah, analisa cairan, serta pemeriksaan kultur.2

Standar baku diagnosis sepsis adalah dengan ditemukannya bakteri dalam darah

ditambah dengan gejala klinis berupa gangguan multi organ.8 Ditemukannya bakteri dalam

darah atau hasil kultur yang positif menandakan adanya bakteriemia. Bakteriemia merupakan

suatu diagnosis laboratorik.7 Pada pasien dengan sepsis tidak selalu didapatkan hasil kultur

yang positif.5

2.9 ALAT SKRINING SEPSIS

Pada pasien baru dapat digunakan alat bantu untuk skrining terhadap sepsis. Alat

skirining pada gambar berikut dibuat oleh BC Children’s hospital pada tahun 2011 (Gambar

4).9

20

Page 21: Referat Anak Sepsis

Gambar 4: Alat Skrining untuk Sepsis 9

2.10 DIAGNOSIS BANDING

Manifestasi klinis sepsis dapat ditemukan pada keadaan lain baik yang disebabkan

oleh infeksi maupun yang tidak disebabkan oleh infeksi/ non-infeksi. Keadaan non-infeksi

yang dapat memberikan manifestasi klinis seperti sepsis antara lain intoksikasi dan sindrom

Kawasaki. Syok anafilaktik kadang dapat menyerupai syok septik. Keadaan infeksi yang

dapat memberikan manifestasi klinis seperti sepsis antara lain leptospirosis, tuberculosis,

malaria, kriptokokosis, Lyme disease, dan rocky mountain spotted fever. Keadaan-keadaan

yang telah disebutkan kadang sulit dibedakan dengan sepsis.5

2.11 TATALAKSANA

Prinsip tatalaksana dari suatu sepsis ialah early recognition/ deteksi dini, early

antimicrobial therapy/ pemberian antibiotika secara dini, serta early goal-directed therapy/

terapi tertuju lainnya secara dini. Tatalaksana dini ialah yang terbaik untuk mencegah

komplikasi daripada sepsis dan menurunkan angka mortalitas akibat sepsis. Tatalaksana yang

ditujukan terhadap mediator-mediator inflamasi yang terlibat dalam SIRS masih dalam tahap

penelitian namun belum ada hasil yang memuaskan.2

Bila diagnosis sepsis sudah ditegakkan, pasien sebaiknya dirawat di ruangan unit

intensive care dimana dapat dilakukan monitoring secara kontinu, serta pemasangan central

21

Page 22: Referat Anak Sepsis

venous pressure (CVP) dan arterial blood pressure bila diperlukan. Monitoring pasien

dengan syok septik meliputi monitoring terhadap kesadaran, tanda vital, capillary refill time,

saturasi oksigen, CVP, dan urine output setiap jam. Bila didapatkan kelainan pada parameter

tersebut maka perlu dilakukan resusitasi hingga didapatkan capillary refill time kurang dari 2

detik, denyut nadi normal dan sama kuat dengan denyut jantung, ekstremitas hangat, urine

output > dari 1 ml/kgBB/jam, tekanan darah normal, dan pasien sadar.2

Administrasi antimikroba secara dini dapat menurunkan angka mortalitas. Tujuan dari

pemberian antimikroba ialah untuk pengendalian dari infeksi. Pemilihan jenis antimikroba

tergantung dari faktor risiko pasien serta gejala klinis pasien. Pola resistensi bakteri juga

perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis antimikroba.2,5,7 Beberapa hal yang perlu

dipertimbangkan dalam pemilihan antimikroba ialah sebagai berikut:

Neonatus: Diberikan ampisilin dan sefotaksim atau gentamisin. Ditambahkan

asiklovir bila dicurigai infeksi virus herpes simpleks.

Anak (seringkali terjadi infeksi N. meningitides, S. pneumonia, atau Haemophilus

influenza): Diberikan terapi empiris antimikroba sefalosporin generasi ke-3

(seftriakson atau sefotaksim). Ditambahkan vankomisin bila dicurigai S. pneumonia

yang resisten atau infeksi S. aureus.

Infeksi intra abdominal: Diberikan antimikroba untuk kuman-kuman anaerob seperti

metronidazol dan klindamisin.

Infeksi kulit atau soft-tissue: Diberikan penisilin semisintetik atau vankomisin

ditambah dengan klindamisin.

Sepsis nosokomial: Diberikan sefalosporin generasi ke-3 atau ke-4 (cefepime atau

ceftazidin) yang sifatnya antipsuedomonas atau antimikroba golongan penisilin yang

efektif untuk kuman gram negatif seperti piperasilin-tazobaktam atau karbamapenem

ditambah dengan aminoglikosida (gentamisin atau tobramisin). Pada pasien dengan

alat bantu yang berada dalam tubuh, ditemukan kokus gram positif pada darah, atau

dicurigai infeksi S. aureus yang resisten terhadap metisilin dapat ditambahkan

vankomisin selain antimikroba yang telah disebutkan.

Pasien immunocompromized: Sama seperti sepsis nosokomial. Ditambahkan

antifungal amfoterisin B atau flukonazol untuk tatalaksana infeksi jamur secara

empirik.

Area yang endemis terhadap tick atau dicurigai infeksi rikettsia: Tambahkan

doksisiklin kepada regimen antimikroba yang sudah disebutkan diatas.

22

Page 23: Referat Anak Sepsis

Toxic shock syndrome: Diberikan penisilin dan klindamisin. Dapat ditambahkan

vankomisin bila dicurigai infeksi Staphylococcus aureus yang resisten terhadap

metisilin.2,3,7

IDAI merekomendasikan pemberian antibiotika inisial setelah diagnosis sepsis ditegakkan.

Antibiotika yang dipilih harus mempunyai spektrum luas yang bisa mengatasi bakteri gram

positif dan bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis. Bila nanti sudah didapatkan

hasil biakan atau uji kepekaan, jenis antibiotika dapat dirubah atau dipertahankan sesuai

dengan hasil dan respons klinis pasien.5 Pada fase inisial, antibiotika yang dapat diberikan

berupa:

Ampisilin 200 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 4 dosis + aminoglikosida

(garamisin 5-7 mg/kgBB/hari diberikan IV atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari

diberikan IV dibagi dalam 2 dosis)

Ampisilin 200 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 4 dosis + sefotaksim 100

mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 3 dosis

Metronidazol dan klindamisin diberikan untuk kuman enterik Gram negatif anaerob

(bila dicurigai kuman penyebab anaerob karena ditemukan fokus infeksi di rongga

abdomen, rongga panggul, rongga mulut, atau daerah rektum)5

Antibiotika yang digunakan untuk tatalaksana sepsis pada anak beserta dengan dosisnya

dapat dilihat pada tabel berikut ini (tabel 11)11:

Tabel 11: Pengunaan Antibiotika pada Sepsis 11

23

Page 24: Referat Anak Sepsis

Early goal-directed therapy merupakan prinsip tatalaksana untuk pasien yang

mengalami syok septik, meliputi resusitasi cairan, transfusi produk darah, pemberian obat

vasopressor/ inotropik, koreksi status metabolik, pemberian kortikosteroid, serta

pertimbangan bantuan pernapasan atau terapi pengganti ginjal.2

Resusitasi cairan yang tidak adekuat berhubungan dengan peningkatan risiko

mortalitas sebanyak 40%. Sebaliknya resusitasi cairan sebanyak 60 ml/kgBB berhubungan

dengan meningkatnya survival anak tanpa meningkatkan insidensi dari edema pulmonal.

Penilaian apakah resusitasi cairan cukup atau tidak dinilai dari denyut jantung, urine output,

dan capillary refill time. Cairan ditambahkan 20 ml/kgBB sampai denyut jantung normal,

urine output minimal 1 ml/kgBB/hari, dan capillary refill time kurang dari 2 detik. Kadang

diperlukan jumlah cairan yang mencapai 100-200 ml/kgBB. Tipe cairan yang diberikan

(kristal atau koloid) masih merupakan perdebatan.2

Transfusi produk darah dilakukan bila didapatkan gangguan hematologik.

Hemoglobin perlu dikoreksi dan dipertahankan pada 10 g/dl untuk memastikan bahwa

oksigen ke jaringan perifer adekuat. Bila terjadi koagulopati, apalagi bila pasien mengalami

perdarahan aktif, dapat dikoreksi dengan transfusi fresh frozen plasma (FFP), kriopresipitat,

atau trombosit.2

Penggunaan obat vasopressor atau inotropik bertujuan menormalkan kerja jantung

untuk mempertahankan cardiac output. Ini karena pada anak dengan sepsis seringkali disertai

cardiac output yang rendah akibat disfungsi miokardium yang progresif dan hal ini

berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi. Obat pilihan utama ialah dopamin

diberikan 2-5 mcg/kgBB/menit, namun bila syok resisten dopamin dapat diberikan epinefrin

atau norepinefrin. Dobutamin diberikan bila cardiac output rendah. Bila syok resisten

epinefrin atau norepinefrin dapat diberikan nitroprusside, milrinone, atau arginine

vasopressin.2-3 Obat-obat vasopressor yang digunakkan pada sepsis beserta dosisnya dapat

dilihat pada tabel berikut (tabel 12) 11:

24

Page 25: Referat Anak Sepsis

Tabel 12: Penggunaan Vasopressor pada Sepsis 11

Status metabolik pasien harus dipertahankan dalam batas normal. Bila terjadi

gangguan elektrolit maka harus segera di koreksi. Pada pasien dengan hipoglikemia diberikan

0.5-1g/kgBB glukosa. Pada pasien dengan hipokalsemia diberikan kalsium klorida melalui

vena sentral sebanyak 10-20 mg/kgBB. Bila terjadi gangguan keseimbangan asam basa juga

perlu dilakukan koreksi.2

Pasien sepsis juga perlu diberikan stress dose corticosteroids yakni hidrokortison 50

mg/kgBB bolus diikuti oleh dosis rumatan 50mg/kgBB/hari. Pemberian kortikosteroid

dipertimbangkan pada pasien dengan syok yang tidak responsif terhadap resusitasi cairan

maupun katekolamin. Pada pasien-pasien demikian kemungkinan besar terjadi insufisiensi

kelenjar adrenal baik relatif maupun absolut.2 IDAI merekomendasikan pemberian

kortikosteroid berupa metilprednisolon 30 mg/kgBB/dosis atau deksametason 3

mg/kgBB/dosis secara IV 15-20 menit setelah diagnosis syok septik ditegakkan dan dapat

diulang 4 jam kemudian. Kortikosteroid dihentikan bila tidak ada respons terhadap obat.5

Bantuan pernapasan diberikan pada pasien dengan acute respiratory distress

syndrome. Ini karena overdistensi paru-paru dapat berakibat dihasilkannya sitokin-sitokin

yang dapat memperburuk kaskade inflamasi.2 Bila tidak didapatkan tanda ARDS maka cukup

dipastikan bahwa jalan napas terbuka dan diberikan oksigen.5

Renal replacement therapy dapat dipertimbangkan pada anak-anak dengan anuria,

oliguria, atau overload cairan yang hebat.2

Terapi lainnya yang perlu diberikan bersifat suportif berupa pemberian obat-obatan

untuk proteksi lambung dan pemberian obat antipiretik untuk menurunkan demam. Obat-

obatan untuk proteksi lambung diberikan untuk mencegah terbentuknya stress ulcer. Obat

yang dapat diberikan berupa antasida, H2-reseptor blocker, atau sukralfat. Pemberian

25

Page 26: Referat Anak Sepsis

antipiretik ditujukan untuk menurunkan demam karena demam meningkatkan konsumsi

oksigen dan kebutuhan metabolik yang dapat memperburuk perfusi oksigen ke jaringan

perifer, selain itu demam juga dapat meningkatkan ambang kejang pada anak, sehingga

demam perlu diturunkan dengan pemberian antipiretik.3

Pasien dengan sepsis tidak harus dipuasakan kecuali bila ada tanda-tanda kegawatan

seperti penurunan kesadaran dan sesak napas yang berat. Sebaiknya makanan tetap diberikan

secara enteral untuk mencegah atrofi traktus gastrointestinal.3

Tatalaksana yang ditujukan terhadap sistem imunitas tubuh dan mediator-mediator

inflamasi sedang dalam tahap penelitian namun memberikan hasil yang memuaskan untuk

dilakukan secara klinis. Terapi yang dimaksud ialah sebagai berikut:

Intravenous immune globulin (IVIG): IVIG baik yang monoklonal maupun yang

poliklonal diberikan secara intravena dan mengandung antibodi terhadap berbagai

endotoksin. Dengan penggunaan IVIG diharapkan dapat menekan kaskade inflamasi

dengan cara menghambat kerja dari endotoksin. Sebuah penelitian telah dilakukan

dimana ditemukan bahwa mortalitas pada pasien yang mendapatkan IVIG lebih

rendah dibandingkan pasien yang hanya mendapatkan plasebo. Namun, beberapa

penelitian yang telah dilakukan pada populasi dewasa menunjukkan bahwa

penggunaan IVIG tidak memiliki efek yang signifikan dibandingkan dengan plasebo.

Terapi dengan antibodi monoklonal

Activated protein C: Pemberian Activated protein C telah diteliti memiliki efek

menghambat thrombosis dan inflamasi pada pasien dengan sepsis. Pemberian dari

activated protein C terbukti menurunkan morbiditas pada pasien dengan sepsis

meningokokus namun belum ada data mengenai pemberian pada sepsis yang bukan

disebabkan oleh meningokokus. Namun, pemberian activated protein C berhubungan

meningkatkan risiko terjadi perdarahan yang serius.

Transfusi leukosit, plasma, dan komplemen (buffy coat transfusions)

Obat-obatan seperti pentoxyfylline, nitrous oxide synthesis inhibitors, dan platelet

activating receptor antagonists

Plasma filtration dengan polymyxin B immobilized fiber

Human growth hormone 7

Bagan berikut (gambar 5) merupakan algoritma tatalaksana pasien dengan syok septik

yang pelaksanaannya bertempat di IGD atau PICU.11 Tabel berikutnya (tabel 13) merupakan

rekomendasi surviving sepsis campaign mengenai tatalaksana sepsis pada anak.13,14

26

Page 27: Referat Anak Sepsis

Gambar 5: Algoritma Tatalaksana Syok Septik 12

27

Page 28: Referat Anak Sepsis

Tabel 13: Rekomendasi Tatalaksana Sepsis Anak 13,14

28

Page 29: Referat Anak Sepsis

Pasien yang telah mendapatkan antibiotika secara intravena untuk sepsis atau

bakteriemia dapat dipulangkan dan antibiotika diganti dengan rute oral bila:

Bakteri sangat sensitif terhadap antibiotika yang telah diberikan

Bakteriemia low-grade/ occult tanpa meningitis

Anak dan orang tua bertanggung jawab untuk mengkonsumsi antibiotika secara oral

Usia anak lebih dari 6 bulan

Kultur darah negatif setelah dilakukan terapi

Pasien afebris 24-48 jam sebelum dilakukan penggantian antibiotika menjadi oral

CRP yang tinggi kembali normal setelah dilakukan terapi 7

2.12 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan sepsis atau syok septik ialah

sebagai berikut:

Disseminated intravascular coagulation (DIC): DIC merupakan komplikasi dari syok

septik. DIC perlu dicurigai bila terdapat petekie dan purpura yang disertai oleh

perdarahan di tempat lain. Selain itu pada pasien rawat inap tanda awal DIC berupa

keluarnya darah dari tempat-tempat dimana terpasang kateter intravena. Konfirmasi

diagnosis DIC dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap kadar trombosit,

konsentrasi fibrinogen, PT, dan APTT.7

Acute respiratory distress syndrome (ARDS): ARDS terjadi karena peningkatan

permeabilitas pembuluh darah pulmonal menyebabkan capillary leakage yang hebat.

Cairan intravaskular akan masuk ke dalam parenkim paru sehingga terjadi edema

pulmonal. Diagnosis ARDS dipastikan dengan pemeriksaan foto thoraks dimana

ditemukkan gambaran yang opak pada sebagaian besar dari kedua hemithoraks. Nama

lain dari ARDS ialah shock lung.7

Gagal ginjal akut: Komplikasi gagal ginjal akut terjadi pada 20-25% pasien sepsis dan

pada lebih dari 50% pasien dengan syok septik. Penurunan perfusi ke ginjal ialah

penyebab dari gagal ginjal akut.77

2.13 PROGNOSIS

Tingkat mortalitas pada pasien dengan sepsis sekitar 10% tergantung dari letak fokus

infeksi, patogen penyebab infeksi, adanya MODS atau tidak, serta respons imun host

terhadap infeksi. Pasien dengan berat badan lahir rendah dan penyakit kronis memiliki risiko

yang lebih tinggi untuk terjadi sepsis berat yang merupakan salah satu penyebab kematian

29

Page 30: Referat Anak Sepsis

utama pada anak.2 Angka kematian pada keadaan syok septik berkisar antara 40-70% dan

pada keadaan MODS meningkat 90-100%.4 Durasi perawatan rata-rata untuk pasien dengan

diagnosis sepsis ialah 31 hari untuk anak dan 53 hari untuk neonatus dan balita.2

2.14 PENCEGAHAN

Pencegahan terjadinya sepsis ialah melalui imunisasi dan pemberian antibiotika

profilaksis bagi anak dengan risiko tinggi. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah

sepsis pada anak ialah sebagai berikut:

Imunisasi Haemophilus inluenzae type B dan S. pneumonia untuk semua balita

Profilaksis penisilin untuk mencegah infeksi pneumokokus pada pasien dengan

disfungsi limpa (penderita sickle cell disease dan anak yang asplenik)

Profilaksis antibiotika pada pasien yang mengalami kontak dengan penderita infeksi

N. meningitides invasive atau infeksi H. influenza type B

Pencegahan infeksi nosokomial pada pasien rawat inap

Pencegahan infeksi pada pasien yang immunocompromized 2

BAB III

30

Page 31: Referat Anak Sepsis

KESIMPULAN

Sepsis merupakan suatu masalah yang serius pada bayi dan anak. Mortalitas akibat

sepsis di negera-negara berkembang masih sangat tinggi dimana setiap tahunnya lebih dari

6.000.000 bayi dan balita meninggal akibat sepsis. Definisi sepsis pada anak sekarang telah

disusun oleh para pakar dalam bidang sepsis dari 5 negara yang berbeda dalam bentuk

consensus reference dimana definisi sepsis pada anak sedikit berbeda dengan kriteria sepsis

pada dewasa. Parameter penilaian sepsis pada anak dan dewasa sama yakni suhu, denyut

jantung, laju pernapasan, dan hitung leukosit namun nilai-nilai normal pada anak berbeda

dengan nilai dewasa disesuaikan dengan umur anak. Juga telah dibuat kriteria mengenai

disfungsi organ dan batasan-batasan dari infeksi, SIRS, sepsis berat, dan syok septik. Dengan

adanya batasan ini dapat membantu seorang dokter menegakkan diagnosis juga memberikan

batasan bagi penelitian yang akan dilakukan mengenai sepsis agar tidak terjadi kerancuan

dalam hasil penelitian.

Bila seorang pasien dicurigai menderita sepsis, perlu dicari faktor risiko dari sepsis

dan juga dipertimbangkan umur pasien karena etiologi sepsis pada setiap kelompok umur

berbeda-beda. Manifestasi klinis sepsis tidak spesifik tergantung dari fase sepsis dan infeksi

yang mendasari. Secara umum, dapat ditemukan gangguan pengaturan suhu (demam atau

hipotermia), takikardia, dan takipnue. Bila terdapat hipotensi merupakan tanda dari sudah

terjadinya suatu syok septik. Dari pemeriksaan tanda vital dan status generalis dapat

ditentukan risiko sepsis pada pasien-pasien baru. Untuk menegakkan diagnosis suatu sepsis

dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Peningkatan LED/ erythrocyte sedimentation

rate, C-reactive protein (CRP), base deficit (BE), interleukin-6, dan kadar prokalsitonin

menunjang kearah diagnosis sepsis. Standar baku diagnosis sepsis ialah bila ditemukan

bakteri atau patogen dalam pemeriksaan kultur darah.

Prinsip tatalaksana ialah early recognition/ deteksi dini, early antimicrobial therapy/

pemberian antibiotika secara dini, serta early goal-directed therapy/ terapi tertuju lainnya

secara dini. Tatalaksana dini ialah yang terbaik untuk mencegah komplikasi daripada sepsis

dan menurunkan angka mortalitas akibat sepsis. Tatalaksana yang ditujukkan terhadap

mediator-mediator inflamasi yang terlibat dalam SIRS masih dalam tahap penelitian namun

belum ada hasil yang memuaskan. Pemilihan antimikroba untuk pengobatan empirik sepsis

pada anak mempertimbangkan usia anak dan faktor risiko anak. Early goal-directed therapy

merupakan prinsip tatalaksana untuk pasien yang mengalami syok septik, meliputi resusitasi

31

Page 32: Referat Anak Sepsis

cairan, transfusi produk darah, pemberian obat vasopressor/ inotropik, koreksi status

metabolik, pemberian kortikosteroid, serta pertimbangan bantuan pernapasan atau terapi

pengganti ginjal.

32

Page 33: Referat Anak Sepsis

DAFTAR PUSTAKA

1. Goldstein B, Giroir B, Randolph A, Members of the International Consensus

Conference on Pediatric Sepsis. International pediatric sepsis consensus conference:

Definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatr Crit Care Med

2005; 6(1): 2-8.

2. Enrione MA, Powell KR. Sepsis, Septic Shock, and Systemic Inflammatory Response

Syndrome. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. In: Kliegman RM, Behrman RE,

Jenson HB, Stanton BF; editors. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. p.1094-9.

3. Guzman-Cottrill J, Nadel S, Goldstein B. The Systemic Inflammatory Response

Syndrome (SIRS), Sepsis, and Septic Shock. Principles and Practice of Pediatric

Infectious Diseases. 3rd ed. In: Long SS, Pickering LK, Prober CG; editors.

Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008.

4. Saraswati DD, Pudjiadi AH, Supriyatno B, et al. Faktor Risiko yang Berperan pada

Mortalitas Sepsis. Sari Pediatri 2014; 15(5): 281-8.

5. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Sepsis dan Syok Septik. Buku

Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2nd ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. p.358-

63.

6. Carcillo JA, Fields AI, Task Force Committee Members. Clinical practice variables

for hemodynamic support of pediatric and neonatal patients in septic shock. Crit Care

Med 2002; 30: 1365-78.

7. Fisher RG, Boyce TG. Moffet’s Pediatric Infectious Diseases: A Problem-Oriented

Approach. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2005. p.354-62.

8. Dewi R. Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan. Maj Kedokt Indon 2011;

61(3): 101-6.

9. BC Children’s Hospital. Clinical Practice Guideline: Pediatric Severe Sepsis 2011.

Available at: https://www.google.com/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0CDMQFjAC&

url=http%3A%2F%2Fwww.childhealthbc.ca%2Fguidelines%2Fcategory%2F67-

sepsis-guidelines%3Fdownload%3D232%253Asepsis-

guideline&ei=GMHJU9WyK4yPuASXhoKoCg&usg=AFQjCNGvD2WJLwB973Z5

LpMLFNJ3be9XKA&sig2=KQzAVC1f1AiXW_IrbaBMjQ. Accessed 20 October,

2015.

33

Page 34: Referat Anak Sepsis

10. Arifin MRA. Hubungan Antara Hiperglikemia dan Mortalitas Pada Anak dengan

Sepsis di Ruang Rawat Inap Intensif RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal

Kedokteran Indonesia 2011; 2(1): 34-8.

11. Simmons ML, Durham SH, Carter CW. Pharmacologic Management of Pediatric

Patients With Sepsis. AACN Advanced Critical Care 2012; 23(4): 437-48.

12. El-wiher N, Cornell TT, Kissoon N, Shanley TP. Management and Treatment

Guidelines for Sepsis in Pediatric Patients. The Open Inflammation Journal 2011; 4:

101-9.

13. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al.

International Guideline for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012.

Critical Care Medicine Journal 2013; 41(2): 613-9.

14. Khilnani P, Singhi A, Lodha R, Santhanam I, Sachdev A, Chugh K, et al. Pediatric

Sepsis Guidelines: Summary for resource-limited countries. Indian J Crit Care Med

2010; 14(1): 41-52.

15. http://eprints.undip.ac.id/37430/ Suryanto, Christie Ayudiatama and Musrichan,

Musrichan (2012) UJI DIAGNOSTIK PROKALSITONIN DIBANDING KULTUR

DARAH SEBAGAI BAKU EMAS UNTUK DIAGNOSTIS SEPSIS BAKTERIAL DI

RSUP Dr.KARIADI

34