referat aktinik keratosis
DESCRIPTION
keratosis seboroiik hartynTRANSCRIPT
Bagian Kulit dan Kelamin Referat
Fakultas Kedokteran November 2015
Universitas Halu Oleo
AKTINIK KERATOSIS
OLEH :
R I S Z K I
K1A2 10 036
PEMBIMBING
dr. Nelly Herfina Dahlan, M.Kes., Sp.KK
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN KULIT KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
1. Pendahuluan
Lesi prakanker adalah suatu tumor yang memiliki kecenderungan berkembang menjadi
kanker (ganas). Gambaran klinis lesi prakanker umumnya bervariasi, antara lain ditemukan
tanda-tanda keratosis, ulserasi, papul, dan nodul. Secara histopatologi ditemukan perubahan
yang menyimpang dari polarisasi sel normal, nuklear pleomorfisme, peningkatan mitotis,
gambaran mitosis yang abnormal, dan kelainan diferensiasi. Pengobatan kelainan prakanker
umumnya dengan alat/ bahan yang dapat menghilangkan kelainan tersebut secara total,
misalnya: pembedahan, bedah listrik, bedah beku, bedah kimia, dermabrasi, salap 5-
fluorourasil dan sebagainya. Hasil tindakan pengobatan bergantung pada penatalaksanaan.1,5
Salah satu penyakit yang termasuk tumor prakanker adalah Aktinik Keratosis yang
merupakan neoplasma kulit yang terdiri atas proliferasi sel epidermal dan berkembang
akibat dari paparan radiasi sinar ultraviolet dalam waktu yang lama.1,6 Penyakit ini pertama
kali diidentifikasi oleh Freudenthal pada tahun 1926 dan bernama keratoma senilis. Secara
harfiah keratosis aktinik berarti suatu kondisi (-osis) dari lapisan tanduk (kerat-) yang
berlebihan dalam jaringan kulit yang disebabkan oleh sinar cahaya (aktis) atau sinar
ultraviolet. Terjadinya lesi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetic, orang kulit putih, rambut
pirang, lebih rentan terkena. Meskipun tidak semua keratosis aktinik dapat menjadi
karsinoma sel skuamosa (SCC), namun lesi penyakit ini berkelanjutan dan memiliki potensi
untuk dapat berkembang menjadi SCC.2,4,7
2. Definisi
Keratosis aktinik adalah kelainan kulit yang ditandai lesi hiperkeratotik akibat
perubahan sel epidermis. Keratosis aktinik merupakan pertumbuhan keratotik atau verukois,
yang datar atau menonjol, berwarna merah, berbatas tegas, kadang-kadang dapat
berkembang menjadi kutil atau dapat menjadi karsinoma sel skuamosa. Keratosis akinik
merupakan lesi prekanker, resiko karsinoma secara langsung sesuai dengan derajat dysplasia
epitel.3,8
3. Sinonim
Keratosis aktinik juga disebut solar keratosis, dan keratosis senilis.3
4. Epidemiologi
Kelainan kulit ini lebih sering terjadi pada usia pertengahan sampai tua. Umumnya pada
usia diatas 50 tahun. Dapat terjadi pada wanita maupun pria. Semua studi epidemiologi
menunjukkan bahwa keratosis aktinik mengalami peningkatan prevalensi dengan
bertambahnya usia, mulai dari 20% pada orang dewasa kulit putih berusia 20-29 tahun dan
80% pada usia 60-69 tahun. Penyakit ini sering didapatkan di daerah tropis, karena panas
dan pajanan sinar matahari mempercepat terjadinya penyakit ini. Studi ini terutama
dilakukan di Australia, dimana penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup besar daripada
negara lainnya.4,8
5. Etiologi
Penyakit ini diduga berhubungan dengan efek kumulatif sinar matahari. Displasia di
kulit ini terjadi akibat terpajan sinar matahari secara kronis dan berkaitan dengan
penimbunan keratin yang berlebihan.5,8
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit:
Bangsa : lebih sering pada orang kulit putih.
Daerah : lebih rentan pada daerah tropis.
Musim/iklim : panas dan pajanan sinar matahari mempercepat terjadinya penyakit ini.5
6. Patogenesis
Meskipun faktor genetik dan lingkungan berperan terhadap perkembangan keratosis
aktinik, namun faktor yang paling diakui berkontribusi adalah paparan radiasi sinar UV,
yaitu sinar matahari. Radiasi sinar matahari bertanggung jawab terhadap kejadian keratosis
aktinik, bahkan SCC, melalui 2 cara, yaitu :
1. Dengan menyebabkan mutasi pada DNA seluler, yang dapat mengakibatkan pertumbuhan
tidak terkendali atau pembentukan tumor.
2. Mengganggu homeostasis sel. Radiasi sinar UV yang menyebabkan mutasi pada gen
supresor tumor p53 berperan pada awal terbentuknya keratosis aktinik yang kemudian
berkembang menjadi SCC. Sinar UV mengakibatkan photodemaged kulit, kemudian
berkembang menjadi keratosis aktinik, yang dapat menjadi SCC. Pada kondisi
photodemaged kulit terdapat gambaran klinis mutasi gen yang mencegah terjadinya
apoptosis sehingga terjadi proliferasi membentuk gambaran lesi prakanker.4
Awalnya pada kulit timbul macula atau plak hitam kecoklatan yang berbentuk bulat
atau irregular dengan permukaan kasar. Lama kelamaan berkembang menajdi papul. Karena
disebabkan sinar matahari, maka sering disebut “kulit pelaut atau petani” (sailor or farmer
skin).
Gambar 1 . Mutasi gen p53 pada epitelium4
7. Gambaran Klinis
Timbul makula atau plak hitam kecoklatan berdiameter kurang dari 1 cm,
berbentuk bulat atau irregular dengan permukaan kasar. Sebagian lesi menghasilkan
sedemikian banyak keratin sehingga berbentuk suatu “tanduk kulit” (cutaneous horn).
Predileksi terjadi pada kulit kepala, wajah, leher, ekstremitas, dan permukaan tubuh yang
sering terpajan sinar matahari. Daerah yang terserang tampak seperti lesi eritematosa,
makula/ plak berbentuk bulat, irregular, berbatas tegas, kering, dengan skuama yang
melekat atau berupa papula keratotik berwarna kuning sampai coklat dengan skuama
keras di atasnya.4,7,10
Gambar 2. A. Gambaran aktinik keratosis berupa makula hiperpigmentasi, irregular, kasar.5 B. Cutaneous horn: keratosis aktinik hipertrofi (proyeksi tanduk dari keratin, pada dasar sedikit terangkat letaknya maju pada kelopak mata bagian atas pada wanita usia lanjut. Menunjukkan SCC invasif di dasar lesi).4
8. Gambaran Histopatologi
Pada histopatologi didapatkan kelainan pada epidermis berupa hiperkeratosis,
parakeratosis, papilomatosis, hipogranulasi, epidermis yang displastik dengan sel atipik
dan sitoplasma pucat. Dermis mengalami degenerasi elastik dengan infiltrate sel-sel
radang kronik terutama limfosit dan sel plasma. Secara histopatologi dibedakan 3 tipe,
yaitu tipe hipertrofik, atrofik, dan tipe Bowen.4,5,6
Gambar 3. A) Kerusakan pada lengan akibat sinar UV menunjukkan keratosis aktinik hipertrofi. B) Histopatologi keratosis aktinik menunjukkan sel-sel atipikal sepanjang lapisan basal dengan adneksa epitel.4
A
B
A B
9. Diagnosis Banding
Karsinoma sel skuamosa (SCC)
Karsinoma sel skuamosa adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit
epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan merupakan
salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma. Faktor
predisposisi karsinoma sel skuamosa (KSS) antara lain radiasi sinar ultraviolet,
ras/herediter, arsenic dan lain-lain. KSS pada umunya sering terjadi pada usia 40-
50 tahun dengan lokasi yang tersering adalah pada daerah yang terbanyak
terpapar sinar matahari seperti wajah, telinga, bibir bawah, punggung, tangan dan
tungkai bawah. Secara klinis ada 2 bentuk KSS, yaitu:
1. KSS in situ
Karsinoma sel skuamosa ini terbatas pada epidermis dan terjadi pada
berbagai lesi kulit yang telah ada sebelumnya seperti solar keratosis, kronis
radiasi keratosis, hidrokarbon keratosis, arsenikal keratosis, kornu kutanea,
penyakit bowen, dan eritroplasia Queyrat. KSS in situ ini dapat menetap di
epidermis dalam jangka waktu lama dan tak dapat diprediksi, dapat
menembus lapisan basal sampai ke dermis dan selanjutnya bermetastase
melalui saluran getah bening.
2. KSS invasif
KSS invasiv ini dapat berkembang dari KSS in situ dan dapat juga dari
kulit normal, walaupun jarang. KSS invasif yang dini baik yang muncul pada
karsinoma in situ, lesi premaligna atau kulit normal, biasanya adalah berupa
nodul keciol dengan batas yang tidak jelas, berwarna sama dengan warna
kulit atau agak sedikit eritema. Permukaannya mula-mula lembut kemudian
berkembang menjadi verukosa atau papilomatosa. Ulserasi biasanya timbul
didekat pusat dari tumor, dapat terjadi cepat atau lambat, sering sebelum
tumor berdiameter 1-2 cm. Permukaan tumor mungkin granular dan mudah
berdarah, sedangkan pinggir ulkus biasanya meninggi dan mengeras. Dapat
dijumpai krusta.4
Gambar 4. SCC ulserasi pada rahang.4
Keratosis seboroik
Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang sering dijumpai pada orang
tua berupa tumor kecil atau makula hitam yang menonjol diatas permukaan kulit.5
Gambar 5. A) Lesi soliter keratosis seboroik B) Gambaran klinis keratosis seboroik pada leher.5
10. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan adalah dengan destruksi lesi antara lain dengan cara4 :
Bedah beku dengan nitrogen cair
Bedah beku dengan nitrogen cair (-195,8ºC [-320,4ºF]) merupakan metode
pengobatan yang paling umum dilakukan untuk aktinik keratosis di Amerika Serikat.
Ketika nitrogen cair diterapkan pada kulit yang terdapat lesi AK, maka suhu daerah
lesi tersebut diturunkan menjadi sekitar -50ºC (-58ºF) dan keratinosit atipikal dari
A B
penyakit ini akan hancur. Nitrogen cair dapat diterapkan dalam beberapa cara, paling
sering melalui aplikasi tip kapas atau dengan menggunakan semprotan perangkat.
Tingkat kesembuhan hingga 98,8% telah dilaporkan ketika menggunakan bedah beku
nitrogen cair untuk pengobatan aktinik keratosis.
Bedah listrik (elektrolisis dan elektrokauterisasi)
Bedah listrik juga dapat dilakukan untuk mengahncurkan sel-sel atipikal.
Menggunakan kauter dapat meningkatkan hasil kosmetik dan mengoptimalkan
penyembuhan. Anastesi lokal diperlukan untuk prosedur ini. Setelah tindakan selesai
maka pasien harus merawat lesinya dengan menjaganya agar tetap bersih dan ditutupi
dengan perban dan salep antibiotik.
Bedah laser
Prosedur ini membuang lesi dengan menggunakan laser karbon dioksida yang
menggunakan sinar energi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya.
Salep 5-fluorourasil 1-5%.
Pengobatan lain yang sering dilakukan untuk aktinik keratosis adalah penggunaan
agen kemoterapi topikal 5-fluorourasil (5-FU) dimana pengobatan ini dapat memblok
metilasi untuk reaksi asam deoxyuridylic menjadi asam timidilat dengan demikian hal
ini dapat mengganggu sintesis DNA dan RNA pada penyakit ini. Standar metode
pengobatan ini dilakukan dua kali sehari selama dua sampai empat minggu.
11. Prognosis
Prognosisnya cukup baik, bila diobati sesuai dengan cara yang telah ditekuni oleh
masing-masing bagian.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda Adhi, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 6. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Murad Alam. 2006. Actinic Keratoses: Prevalence, Pathogenesis, Presentation and
Prevention Vol.6 (8A).
3. Dorland Newman. 2007. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. EGC. Jakarta.
4. Duncan Karynne, Oxman, Geisse John, Lefell David. 2008. Epidermal and Appendegeal
Tumors diseaes. In : Wolff KG,LA. Katz, SI. Gilchrest, BA. Paller, AS. Leffeld, DJ.
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 7thed: McGraw Hill.
5. Siregar. 2013. Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta.
6. Robbins dan Cotran. 2009. Buku Saku Dasar Patologi Penyakit Edisi 7. EGC. Jakarta.
7. Graham dan Brown. 2005. Dermatology. Penerbit Erlangga. Jakarta.
8. Chandrasoma Parakrama dan Taylor Clive. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. EGC.
Jakarta.
9. Kumar Vinay, dkk. 2013. Buku Ajar Patologi Edisi 7. EGC. Jakarta.
10. Sylvia dan Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC.
Jakarta.