refarat abses hati amoebik

16
Refarat Abses Hati Amoebik ABSES HATI AMOEBIK I. PENDAHULUAN Abses hati masih merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan. 1,2 Abses hati dibedakan atas abses hati amuba dan abses hati piogenik. Abses hati amuba biasa disebabkan oleh Entamoeba hystolitica sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh bakteri dan pada anak dan dewasa muda biasa disebabkan oleh komplikasi appendisitis, dan pada orang tua sebagai komplikasi penyakit saluran empedu. Di negara yang sedang berkembang, abses hati amuba lebih sering didapatkan secara endemis dibandingkan dengan abses hati piogenik. Abses hati piogenik merupakan 70% dari semua abses hati. Abses hati piogenik merupakan kondisi serius dengan angka kematian tinggi bila diagnosis tidak dibuat secara dini.Bila terapi dilakukan secara dini dan tepat, angka kematian cenderung mengecil. 1,3,4,5 II. ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata beratnya sekitar 1.500 gr atau 2,5% berat badan pada orang dewasa normal. Hati merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh sruktur sekitarnya. Permukaan superiornya cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati adalah cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung, pankreas dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum visceralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Di bawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan capsula Glisson yang meliputi seluruh permukaan organ. Kapsula ini pada hilus atau porta hepatis di permukaan inferior melanjutkan diri ke dalam massa hati membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika dan saluran empedu. 6

Upload: yuniharsiantiyuda

Post on 21-Oct-2015

19 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

m

TRANSCRIPT

Refarat Abses Hati AmoebikABSES HATI AMOEBIK

I.       PENDAHULUAN

Abses hati masih merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa

negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Prevalensi yang tinggi sangat erat

hubungannya dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang

buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di

daerah perkotaan.1,2

Abses hati dibedakan atas abses hati amuba dan abses hati piogenik. Abses hati

amuba biasa disebabkan oleh Entamoeba hystolitica sedangkan abses hati piogenik

disebabkan oleh bakteri dan pada anak dan dewasa muda biasa disebabkan

oleh  komplikasi appendisitis, dan pada orang tua sebagai komplikasi penyakit saluran

empedu.  Di negara yang sedang berkembang, abses hati amuba lebih sering

didapatkan secara endemis dibandingkan dengan abses hati piogenik. Abses hati

piogenik merupakan 70% dari semua abses hati. Abses hati piogenik merupakan kondisi

serius dengan angka kematian tinggi bila diagnosis tidak dibuat secara dini.Bila terapi

dilakukan secara dini dan tepat, angka kematian cenderung mengecil.1,3,4,5

 II.    ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI

Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata beratnya sekitar 1.500 gr atau

2,5% berat badan pada orang dewasa normal. Hati merupakan organ plastis lunak yang

tercetak oleh sruktur sekitarnya. Permukaan superiornya cembung dan terletak di

bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati adalah

cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung, pankreas dan usus. Hati memiliki

dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan

posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi

menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari

luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan

abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum visceralis, kecuali daerah kecil pada

permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum

yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Di bawah peritoneum

terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan capsula Glisson yang meliputi

seluruh permukaan organ. Kapsula ini pada hilus atau porta hepatis di permukaan

inferior melanjutkan diri ke dalam massa hati membentuk rangka untuk cabang-cabang

vena porta, arteri hepatika dan saluran  empedu.6

Gbr 1. Gambaran makroskopik dan mikroskopik hati7

Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagai lobulus, yaitu

susunan heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral, seperti kue angel

food bersudut enam dengan lubang mewakili vena sentral. Di tepi luar setiap potongan

lobulus terdapat tiga pembuluh: cabang arteri hepatika, cabang vena porta, dan duktus

biliaris. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta tersebut mengalir dari

perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid. Sinusoid ini

terdapat di antara barisan sel-sel hati ke vena sentral seperti jari-jari pada ban sepeda.

Sel-sel kuffer melapisi bagian dalam sinusoid dan menghancurkan sel darah merah

yang usang serta bakteri yang lewat bersama darah. Hepatosit tersusun diantara

sinusoid-sinusoid dalam lempeng yang tebalnya dua lapis sel, sehingga setiap tepi

lateral berhadapan dengan darah sinusoid. Vena sentral dari semua lobulus hati

menyatu untuk membentuk vena hepatika, yang menyalurkan darah keluar dari hati.

Terdapat sebuah saluran tipis penyalur empedu, kanalikulus biliaris, yang berjalan

diantara sel-sel di dalam setiap lempeng hati. Setiap hepatosit berkontak dengan

sinusoid hati di satu sisi dan dengan kanalikulus biliaris di sisi lain.8,9

Kanalikulus mengalir ke dalam duktus biliaris intralobulus dan duktus-duktus ini

bergabung melalui duktus biliaris antarlobulus membentuk duktus hepatikus kiri dan

kanan. Duktus-duktus ini bersatu di luar hati membentuk duktus hepatikus komunis.

Duktus sistikus mengalir ke luar dari kantung empedu. Duktus hepatikus bersatu

dengan duktus sistikus untuk membentuk duktus koledokus (duktus biliaris komunis).

Duktus koledokus masuk ke dalam duodenum di papila duodenum, orifisiumnya

dikelilingi oleh sfingter oddi, dan duktus ini biasanya bersatu dengan duktus

pankreatikus mayor tepat sebelum masuk ke dalam duodenum.8,7

Gbr 2. Gambaran vaskularisasi hati dan saluran empedu7

Hati adalah organ metabolit terbesar dan terpenting di tubuh. Organ ini penting

bagi sistem pencernaan untuk sekresi garam empedu dan juga melakukan berbagai

fungsi lain, mencakup hal-hal berikut:8

1.      Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak dan protein) setelah

penyerapan mereka di saluran pencernaan.

2.      Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing

lainnya.

3.      Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting untuk

pembekuan darah serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid dan kolesterol dalam

darah.

4.      Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.

5.      Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati bersama ginjal.

6.      Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang berkat adanya makrofag residen.

7.      Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang terakhir adalah produk penguraian yang berasal

dari destruksi sel darah merah yang sudah usang.

III. ABSES HATI AMUBA

A.    Epidemiologi

Abses hati amuba merupakan penyakit yang banyak didapatkan di daerah tropis

dan negara berkembang, dan juga masalah yang sama didapatkan di daerah telah

berkembang karena imigrasi dan wisatawan.10 Meksiko, India, Afrika dan sebagian dari

Amerika Tengah dan Amerika Selatan merupakan daerah endemis dari E.

Hystolitica. Tahun 1995, WHO mengestimasi bahwa 40-50 juta orang menderita kolitis

amuba atau abses hati amuba di seluruh dunia, dengan angka kematian 40.000 hingga

10.000 pertahun.10,11 Hampir 10% penduduk dunia terutama di Negara berkembang

terinfeksi E. histolytica, tetapi hanya sepersepuluh yang memperlihatkan

gejala.1 Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemis, wisatawan

ke daerah endemis atau para homoseksual.1,11

Penelitian epidemiologi menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar

10:1. Penularan pada umumnya melalui jalur oral-anal-fekal. Usia yang dikenai berkisar

antara 20-40 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak, dengan riwayat

perjalanan ke daerah endemis.1,10  Untuk alasan yang tidak jelas, wanita yang sedang

haid insidennya lebih rendah dan munculnya kehamilan menghilangkan resistensi ini.

Pecandu alkohol sering dilaporkan lebih mudah terkena infeksi amuba. Penurunan daya

tahan tubuh juga ikut berperan. Pasien dengan abses hati amuba tanpa riwayat

perjalanan ke daerah endemis sering dihubungkan dengan penurunan daya tahan

tubuh seperti AIDS, malnutrisi, infeksi kronik dan penggunaan kortikosteroid yang

lama.10,11,13

B.     Etiopatogenesis         

Dari berbagai spesies amuba, hanya Entamoeba histolytica yang patogen pada

manusia. Sebagai host definitif, individu–individu yang asimtomatis mengeluarkan

tropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah menelan

air atau sayuran yang terkontaminasi. Kista adalah bentuk infektif pada amubiasis,

hidup di tanah, kotoran manusia dan bahkan pada air yang telah diklorinasi. Setelah

kista tertelan, dinding kista dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur.

Tropozoit dewasa tinggal di usus besar, terutama di caecum. Sebagian besar tropozoit

kecil dan tidak invasif. Individu yang terinfeksi kemungkinan asimtomatis atau

berkembang menjadi desentri amuba. Strain Entamoeba histolytica tertentu dapat

menginvasi dinding colon. Strain ini berbentuk tropozoit besar, yang di bawah

mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita

juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.14 Tidak semua amuba yang masuk ke

hepar dapat menimbulkan abses. Untuk terjadinya abses, diperlukan faktor pendukung

atau penghalang berkembangbiaknya amuba tersebut. Faktor tersebut antara lain

adalah pernah terkena infeksi amuba, kadar kolesterol yang meninggi, pascatrauma

hepar dan ketagihan alkohol.3

Gbr 3. Entamoeba hystolitica12

Gbr 4. Penularan E. hystolitica12

Amubiasis invasif dapat menyebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan

pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya pada daerah caecum. Infeksi amuba

invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar.

Distribusi yang luas ini menunjukkan bahwa amuba dapat menginvasi organ melalui

penjalaran lokal atau melalui sistem sirkulasi. Abses pada hepar diduga berasal dari

invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau melalui penjalaran

intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis di mana

terjadi trombosis, sitolisis dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amuba.

Bila tempat-tempat tersebut bergabung terbentuklah abses amuba.14

            Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam dan

kapsul jaringan penyangga. Secara klasik, cairan abses menyerupai"anchovy paste" dan

berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang

dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses

bakterial, cairan abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk

penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis

abses amuba. Dinding dalam abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan

trofozoit yang ada. Biopsi dari lapisan ini sering memperkuat diagnosis dari investasi

amuba hepar. Pada abses lama, kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh

perkembangan fibroblast. Berbeda dengan abses piogenik, lekosit dan sel-sel inflamasi

tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.3,14

Gbr 5. Gambaran Abses Hati Amuba15

Dibandingkan dengan abses hati piogenik, abses hati amuba sering terletak pada

lobus kanan dan sering superfisial serta tunggal. Data terakhir menunjukkan 70%

sampai 90% kasus pada lobus kanan hepar, terutama bagian belakang dari kubah.

Lebih dari 85% kasus abses amuba hepar adalah tunggal. Kecenderungan ini

diperkirakan akibat penggabungan dari beberapa tempat infeksi mikroskopik. Ukuran

abses bervariasi, dari diameter 1 sampai 25 cm, dengan pertumbuhan yang

berkelanjutan karena nekrosis aktif dari jaringan sekitar hepar. Kavitas tersebut berisi

cairan kecoklatan (hasil proses lisis sel hepar), debris granuler dan beberapa sel-sel

inflamasi. Amuba bisa didapatkan ataupun tidak di dalam cairan pus. Bila abses ini tidak

diterapi akan pecah. Dari hati, abses dapat menembus ruang subdiafragma masuk ke

paru-paru dan kadang-kadang dari paru ini menyebabkan emboli ke jaringan otak.3,11,14

C.    Gambaran Klinis

Manifestasi akut lebih sering pada abses hati amuba daripada piogenik. Jarang

sekali penderita dengan ruptur abses hepar menyebabkan syok. Banyak pasien dewasa

yang memiliki gejala yang sama, namun lebih berat pada abses hati piogenik. Pasien

dengan abses hati amuba sering memiliki riwayat penyakit diare (20-50%).14 Gejala

klinis yang klasik pada abses hati amuba dapat berupa demam yang tidak lebih dari

38,5 °C, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan.

Jarang sekali disertai ikterus, prekoma, atau koma. Bila lobus kiri yang terkena, akan

ditemukan massa di daerah epigastrium. Kadang-kadang gejalanya tidak khas dan

timbul pelan-pelan. Penderita tidak kelihatan sakit berat seperti pada abses karena

bakteri. 1,2,3,4,10,11,14

No Gejala Presentase (%)

1 Nyeri perut 84-93

2 Demam 80-93

3 Menggigil 41-73

4 Nausea 45-85

5 Berat badan menurun 29-45

6 Diare 17-60

7 Batuk 2-41

No Tanda Presentase (%)

1  Nyeri tekan perut kanan atas 67-80

2 Hepatomegali  18-53

3 Tanda peritoneal 18-20

4 Ikterus 4-12

Tabel 1. Gejala dan tanda Abses Hati Amuba yang diteliti

antara tahun 1986-1999 pada 241 pasien10

D.    Kelainan Laboratorium Dan Pemeriksaan Penunjang

1.      Laboratorium

Banyak penderita abses hati amuba hanya mengalami sedikit perubahan

parameter laboratorium. Penulis lain menyebutkan pada penderita dengan abses hati

amuba akut tidak didapatkan anemia, tetapi didapatkan derajat leukositosis yang cukup

bermakna, sedangkan pada penderita dengan penyakit kronis mengalami anemia

dengan leukositosis yang tidak jelas.14Pada pemeriksaan hematologi pada abses hati

amuba didapatkan hemoglobin antara 10,4-11,3%, sedangkan leukosit berkisar

umumnya antara 10.000-12.000/ml3.1,3 Pada abses hati piogenik, leukositosis

didapatkan pada 70% penderita, sementara anemia didapatkan pada kira-kira 50%

kejadian. Abnormalitas test faal hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses

hati amuba dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada

10% penderita abses hati amuba. Pada pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,67-

3,05 gr%, globulin 3,62-3,75 gr%, total bilirubin 0,9-2,44 gr%, alkali fosfatase 270,4-382

u/L sedangkan SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63 u/L.1,14 Karena pada abses amuba

terjadi destruksi aktif parenkim hepar, dapat terjadi peningkatan PPT (Plasma

Prothrombin Time). Pemeriksaan feses penderita, meskipun dengan sampel yang

didapatkan dengan proktoskop bukan merupakan cara yang dapat dipercaya untuk

mendiagnosis investasi amuba. Kista dan tropozoit pada kotoran hanya teridentifikasi

pada 15% sampai 50% (penulis lain menyebutkan 15,4%) penderita abses amuba

hepar, karena infeksi usus besar seringkali telah mereda saat penderita mengalami

abses hepar. Complement fixation testlebih dapat dipercaya dibanding riwayat diare,

pemeriksaan kotoran dan proktoskopi. Diagnosis sering ditegakkan dengan aspirasi dari

kavitas abses, prosedur yang relatif tidak berbahaya. Tropozoit amuba ditemukan pada

kurang dari sepertiga pasien.14

2.      Pemeriksaan Penunjang

a.       Foto dada

Kelainan foto dada pada abses hati amuba dapat berupa peninggian kubah

diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses

paru.1,3,10

Gbr  6. Gambaran Foto Dada Abses Hati Amuba12

b.      Foto polos abdomen

Kelainan pada foto polos abdomen tidak begitu banyak, hanya mungkin dapat

berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang

didapatkan berupa air fluid level.1 

c.       Ultrasonografi

Untuk mendeteksi abses hati amuba, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI.

Sensitivitasnya dalam diagnosis abses hati amuba 85-95 %. USG dapat mendeteksi

kelainan sebesar 2 cm disamping sekaligus dapat melihat kelainan traktus bilier dan

diafragma.Keterbatasan USG terutama kelainan pada daerah tertentu, pasien gemuk

atau kurang kooperatif.1,3,10,13,14

Abses hati amuba stadium dini kelihatan seperti suatu massa dan jika terjadi

pencairan bagian tengah, terlihat sebagai kista. Gambaran ultrasonografi pada abses

hati amuba adalah:1

1)      Bentuk bulat atau oval

2)      Tidak ada gema dinding yang berarti

3)      Ekogenesitas lebih rendah dari parenkim hati normal

4)      Bersentuhan dengan kapsul hati

5)      Peninggian sonik distal

            Gbr  7. USG Abses Hati Amuba16

d.      Tomografi Computer

Sensitivitas Tomografi Computer berkisar 95-100% dan lebih baik untuk melihat

kelainan di daerah posterior dan superior. Tetapi tidak dapat melihat integritas

diafragma, sehingga tidak dapat menentukan efusi pleura sebagai efusi reaktif atau

ruptur dari diafragma.1,11,14,

Gbr 8. Gambaran CT Scan Abdomen Abses Hati Amuba dengan kontras IV dan oral.

Gambaran ini tidak dapat dibedakan dengan abses hati piogenik.11

Gbr 9. Gambaran CT Scan Abdomen Abses Hati Amuba pada pasien yang sama dengan

gambar 8 di atas tanpa kontras.11

e.       Pemeriksaan Serologi

Membedakan abses piogenik dengan abses amuba pada hepar seringkali tidak

dapat dilakukan dengan mempergunakan kriteria klinis, pemeriksaan laboratorium rutin

dan pemeriksaan radiologis. Karena itu, pemeriksaan serologi diperlukan untuk

memastikan adanya infeksi amuba.14 Respon antibodi bergantung pada lamanya sakit

dan negatif pada minggu pertama. Titer antibodi dapat bertahan berbulan-bulan sampai

tahunan pada pasien di daerah endemik. Jadi tidak begitu spesifik untuk daerah

endemik, tetapi sangat spesifik untuk daerah bukan endemik.1  Pemeriksaan serologi

yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion

Precipitin), ELISA(Enzyme-linked Immunosorbent Assay), counterimmunelectrophoresis,

indirect immunofluorescence, dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan

prosedur yang paling sering digunakan. IHA dianggap positif jika pengenceran

melampaui 1:128. Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang,

sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif,

tetapi hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP

meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba, juga mendeteksi colitis

karena amuba yang noninvasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses

amuba hepar. Namun demikian, GDP dapat dikatakan tidak mahal, mudah

dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan setelah sembuhnya

abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space occupying" di

hepar, GDP sangat membantu untuk memastikan apakah kelainan tersebut disebabkan

amuba.1,3,11,13,14

ELISA, counterimmunelectrophoresis, dan indirect immunofluorescence juga

sangat sensitif dan cepat prosedurnya untuk mendiagnosis amubiasis invasif. Namun

pemeriksaan tersebut masih sulit didapatkan dibanding IHA dan GDP dan harganya

lebih mahal. Prosedur "compement fixation" merupakan pemeriksaan serologi pertama

yang dikembangkan untuk mendiagnosis amubiasis invasif, namun pelaksanaannya

sukar dan sensitivitasnya kurang. Karena itu, pemeriksaan ini jarang digunakan.11,14

E.     Diagnosis

Diagnosis abses hati amuba di daerah endemis dapat dipertimbangkan jika

terdapat demam, nyeri perut kanan atas dan hepatomegali yang nyeri tekan. Di

samping itu, bila didapatkan leukositosis, alkali fosfatase meninggi disertai letak

diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi serta

dapat dibantu dengan tes serologi.1,3

F.     Diagnosis Banding

Penyakit lain yang gejala klinisnya mirip dengan abses hati amuba antara lain

kolesistitis akut, hepatitis  virus akut, dan karsinoma hati primer tipe febril.Untuk

memastikan diagnostik, perlu dilihat hasil pemeriksaan ultrasonografi, punksi, dan

percobaan pengobatan dengan amubisid yang merupakan diagnosis

pereksklusionem.3,10,14

G.    Penatalaksanaan

Dengan ditemukannya metronidazol, sebagian besar kasus abses hati amuba

hepar tidak lagi memerlukan tindakan bedah. Aspirasi perkutan atau tindakan bedah

diperlukan bila diagnosisnya masih belum dapat dipastikan atau bila terjadi komplikasi.

1.      Antibiotik

Golongan imidasol meliputi metronidazol, tinidazol, dan niridazol dapat

memberantas amuba pada usus maupun hepar. Metronidazol peroral, 750 mg, tiga kali

sehari selama sepuluh hari, dapat menyembuhkan 95% penderita abses amuba

hepar.1,10 Pemberian intravena sama efektifnya, diperlukan pada penderita yang

mengalami rasa mual atau pada penderita yang keadaan umumnya buruk. Hasil yang

positif pada pemberian metronidazol secara empiris dapat memperkuat diagnosis abses

amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam 3 hari dan pemeriksaan radiologis

menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari. Metronidazol tidak

mahal dan aman, namun merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Efek samping yang

dapat terjadi ialah mual dan rasa logam. Neuropati perifer jarang terjadi.1,10,11,13,14,

Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang

mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengam metronidazol gagal.10,14 Karena

obat ini hanya memberantas amuba yang invasif, diperlukan pemberian obat yang

bekerja dalam usus secara bersamaan. Pemberian metronidazol dapat dilanjutkan.

Setelah terapi abses hepar diberikan, direkomnedasikan pemberian agen luminal untuk

mencegah kekambuhan. Agen Luminal yang efektif untuk amubiasis seperti iodokuinol,

paronomysin dan diloxanide furoate.10 Emetin dan dehidroemetin diberikan secara

intramuskular. Emetin memiliki "therapeutic range" yang sempit. Dapat terjadi

proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi dosis obat. Penderita yang

mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan pemantauan tanda vital secara

teratur.11,10,14,

Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang

mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan

memerlukan terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan gejala klinis.

Dehydroemetine 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hari) selama 10

hari. Klorokuin dapat diberikan per oral. Dosisnya 1g/hari selama 2 hari dan diikuti

500/hari selama 20 hari. Meskipun efek samping penggunaan klorokuin lebih sedikit

dibanding emetin dan dehidroemetin, obat ini kurang poten serta sering terjadi relaps

jika digunakan sebagai obat tunggal. Saat ini klorokuin digunakan bersamaan dengan

emetin dosis rendah untuk strain amuba yang resisten terhadap metronidazol.

Kombinasi klorokuin dan emetin dapat menyembuhkan 90% sampai 100% penderita

amubiasis ekstrakolon yang resisten.1,11,14,

2.      Aspirasi Jarum

            Penderita yang mendapat pengobatan amubisid sistemik namun gejala klinisnya

tidak menunjukkan perbaikan lebih dari 72 jam setelah dimulainya pengobatan, akan

menunjukkan perbaikan dengan cara aspirasi rongga abses. Dalam hal ini, aspirasi

berguna tidak hanya untuk mengurangi gejala-gejala penekanan, tetapi juga untuk

menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur

pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, abses yang terletak pada lobus kiri

hepar, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma, dan untuk

membedakan dengan abses hati piogenik Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan

metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Tidak ada indikasi

untuk melakukan injeksi obat-obatan ke dalam kavitas abses. Sebaiknya aspirasi ini

dilakukan dengan tuntunan USG. Bila abses menunjukkan adanya infeksi sekunder,

drainase terbuka adalah pilihan terapinya.1,3,10,11,13,14

3.      Drainase Perkutan

Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum dan

perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan

diameter yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses

setelah dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.14

4.      Drainase Bedah

Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil

membaik dengan terapi konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang

jarang terjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur

abses. Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya.

Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder

juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak

berhasil. Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi

terjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal. Sepanjang tindakan ini, kateter perkutan

dimasukkan dengan tuntunan laparoskopi akan berhasil mengeluarkan abses dan

mencegah tindakan laparotomi.3,13,14

H.    Komplikasi

Diperkirakan 10% pasien dengan abses amuba hati akan mengalami komplikasi.

Dari penelitian yang baru-baru ini diadakan di China dengan 503 kasus abses amuba

hati yang didokumentasikan sepanjang 21 tahun, didapatkan 22% mengalami

komplikasi dengan perforasi. Perforasi tersering meliputi struktur pleura dan paru

(72%), ruang subfrenik (14%), dan ruang peritoneum (10%). Pada penelitian lain (India

Selatan) dengan 200 kasus abses amuba hati yang didapati antara tahun 1989 dan

1991, komplikasi yang didapat 4% termasuk pleural efusi (dua kasus), konsolidasi paru

(4 kasus), efusi perikardial (1 kasus), dan ascites (2 kasus). Peneliti di negara Barat

melaporkan insidens komplikasi sebanyak 23%. Disebutkan pula pada sebuah

penelitian bahwa pasien-pasien dengan komplikasi didapatkan perubahan yang

bermakna dari hemoglobin, hematokrit, prothrombin time, total protein, albumin, LDH,

dan BUN. Juga titer antibodi terhadap E. histolytica meningkat pada kelompok ini.10,14

Seperti halnya abses piogenik, angka kematian meningkat pada pasien-pasien

ini. Komplikasi tersering adalah ruptur abses ke dalam peritoneum atau ke dalam

toraks. Abses dapat juga menyebabkan erosi organ di sekitarnya atau mendapat infeksi

sekunder bakterial. Sangat jarang, hemobilia dan kegagalan hepar timbul sebagai

akibat pertumbuhan yang erosif dari abses hati amuba.14

Sistem pleuropulmonum merupakan sistem tersering terkena bila abses amuba

hepar ruptur. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus

kanan hepar. Abses menembus diafragma dan akan timbul efusi pleura, empyema,

abses pulmonum, atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura, dan biliobronkial

juga dapat timbul dari ruptur abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan

menunjukkan ludah yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada.

Kebanyakan komplikasi pleuropulmonum berespons baik terhadap antibiotik dan

drainase. Pasien-pasien dengan amuba empyema akan mengakibatkan sesak napas

dan perselubungan hemitoraks. Ini akan memerlukan terapi multimedikamentosa,

pemasangan toraks drain, dan sering torakotomi dengan dekortikasi. Torakotomi

mungkin juga diperlukan pada pasien-pasien dengan fistula biliobronkial yang tidak

membaik dengan pengobatan konservatif.14

Tiga puluh persen dari komplikasi abses amuba, termasuk kontaminasi

peritoneal, berasal dari abses hepar kanan. Penanganan amubiasis ruptur

intraperitoneal masih kontroversial. Beberapa penulis menganjurkan terapi antibiotik

sistemik saja, yang lain menganjurkan drainase perkutan. Pasien-pasien dengan

perdarahan yang mengancam nyawa atau yang gagal pada pengobatan konservatif

memerlukan laparotomi, drainase abses, dan irigasi amubisidal. Terapi amubisidal

sistemik adalah pengobatan awal dari fistula hepatokutan.14

Pada kurang dari 2% pasien, abses hepar kiri dapat mengalami ruptur ke dalam

perikardium. Pada kebanyakan pasien, akan timbul gagal jantung kongestif.

Penanganan dari amubiasis perikardial adalah nonoperatif, dengan angka kematian

yang rendah dengan aspirasi jarum dan amubisidal sistemik dibanding prosedur

drainase terbuka.14

I.       Prognosis

Tidak seperti abses hati piogenik, angka kematian pada abses amuba hepar

tercatat dalam sejarah lebih rendah. Tahun 1935, Ochner melaporkan 9% pasien

dengan abses amuba meninggal karena penyakitnya. Para peneliti mengevaluasi

pengobatan dengan antibiotik saja, antibiotik dikombinasikan dengan aspirasi jarum,

dan antibiotik dengan drainase terbuka, telah dilaporkan dengan angka kematian yang

sama antara 2% sampai 3%.14

Beberapa faktor klinis telah dikaitkan dengan prognosis yang jelek pada pasien-

pasien dengan abses amuba hepar. Peningkatan umur, manifestasi klinis yang lambat,

encephalopathy, multipel abses, volume abses > 500 ml, dan komplikasi seperti ruptur

intraperikardial atau komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka

kematian. Hiperbilirubinemia (>3,5 mg/dL) juga termasuk faktor resiko, dengan ruptur

timbul lebih sering pada pasien-pasien dengan jaundice. Kadar hemoglobin 8 g/dL dan

serum albumin <2 g/dL juga meningkatkan resiko ruptur. Meskipun demikian,

kebanyakan pasien dengan abses amuba hepar, dengan atau tanpa komplikasi,

memiliki respons yang baik terhadap pengobatan medis dan dapat sembuh.11,14

Baca Pula Artikel Terkait:bedah Refarat Perdarahan Subaraknoid (New One) Refarat Manajemen Medis Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) Refarat Trauma dan Luka Bakar pada Anak Refarat Tennis Elbow/Epikondilitis Lateral Refarat Kasa Iodoform

interna Antihipertensi Refarat Infeksi Saluran Pernapasan Refarat Sirkulasi Sistemik Refarat Iskemik dan Infark Miokard Perioperatif Refarat Limfoma Hodgkin

refarat Refarat Perdarahan Subaraknoid (New One) Refarat Manajemen Medis Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) Refarat Manajemen Anestesi pada Pasien Kardiomiopati Peripartum Refarat Adult Advanced Life Support (Bantuan Hidup Tahap Lanjut Untuk Orang Dewasa) Refarat Trauma dan Luka Bakar pada Anak