pengaruh suhu pada ekstrak daun cincau …digilib.unila.ac.id/55124/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGARUH SUHU PADA EKSTRAK DAUN CINCAU HIJAU (CYCLEABARBATA MIERS) SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA PEGAS DAUN
Skripsi
Oleh
INTAN HANI SAPUTRI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
i
ABSTRAK
PENGARUH SUHU PADA EKSTRAK DAUN CINCAU HIJAU (CYCLEABARBATA MIERS) SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA PEGAS DAUN
Oleh
INTAN HANI SAPUTRI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun cincau (CycleaBarbata Miers) sebagai inhibitor korosi direndam dalam medium korosif NaCl3%. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi inhibitor dan suhu perendamanterhadap korosi baja dilakukan dengan variasi konsentrasi inhibitor yaitu 0, 2, 4,dan 6% dengan variasi suhu yaitu 40℃ dan 80℃. Untuk mengetahui laju korosidilakukan dengan metode kehilangan berat. Laju korosi pada suhu perendaman40℃ lebih rendah daripada laju korosi pada suhu perendaman 80℃. Untukmengetahui fasa yang terbentuk dan struktur mikro sampel di karakterisasi XRDdan SEM-EDS. Hasil karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) memperlihatkanbahwa fasa yang terbentuk adalah Fe murni. Hasil XRD menunjukkan bahwaterbentuk puncak Fe terendah yaitu pada sampel tanpa inhibitor pada suhu 80℃.Hasil karakterisasi SEM baja PGDaun-80-6 juga menunjukkan bahwa terlihat lebihterkorosi, dan pada sampel PGDaun-40-2 terlihat sedikit terkorosi. Hasil inidiperkuat dengan persentase produk korosi yang ditunjukkan pada hasil EDS.
Kata kunci: Inhibitor korosi, daun cincau hijau, baja pegas daun, NaCl.
ii
ABSTRACT
EFFECT OF TEMPERATURE AT GREEN CINCAU LEAVES EXTRACT(CYCLEA BARBATA MIERS) AS CORROSION INHIBITOR OF PEGAS
DAUN STEEL
By
INTAN HANI SAPUTRI
This study aims to determine the effectiveness of cincau leaf extract (CycleaBarbata Miers) as a corrosion inhibitor soaked in 3% NaCl corrosive medium. Todetermine the effect of inhibitor concentration and soaking temperature on steelcorrosion was carried out by varying the concentration of inhibitors namely 0, 2,4, and 6% with a temperature variation of 40℃ and 80 ℃. To determine thecorrosion rate is done by the method of weight loss. Corrosion rate at animmersion temperature of 40℃ is lower than the corrosion rate at an soakingtemperature of 80℃. To find out the phase formed and the microstructure of thesample in XRD characterization and SEM-EDS. The results of X-Ray Diffraction(XRD) characterization show that the phase formed is pure Fe. The XRD resultsshowed that the lowest Fe peaks were formed, in samples without inhibitors at 80℃. The results of SEM characterization of PGDaun-80-6 steel also showed that itlooked more corroded, and the PGDaun-40-2 sample looked slightly corroded.This result is reinforced by the percentage of corrosion products shown in theEDS results.
Keywords : Corrosion inhibitors, green cincau leaves, leaf spring steel, NaCl.
PENGARUH SUHU PADA EKSTRAK DAUN CINCAU HIJAU (CYCLEA
BARBATA MIERS) SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA PEGAS DAUN
Oleh
INTAN HANI SAPUTRI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Kelurahan Rajabasa, Kecamatan Rajabasa
Bandar Lampung pada tanggal 04 Juni 1995. Penulis merupakan anak Pertama
dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Saptono dan Ibu Sri Handayani. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SDN 2 Labuhan Ratu Bandar Lampung, SMP
Muhammadiyah 3 Bandar Lampung, dan SMA Perintis 1 Bandar Lampung.
Selanjutnya pada tahun 2014 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi Negri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis
aktif di berbagai kegiatan kampus yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas
(BEM U KBM UNILA) sebagai Korps Muda BEM (KMB X) Kementrian
Sekertaris Kabinet pada tahun 2014-2015, dilanjutkan sebagai Bendahara Umum
Staff Ahli di Kementrian Aksi dan Propaganda (BEM U KBM UNILA) pada
tahun 2015-2016, Himpunan Mahasiswa Fisika sebagai Anggota Bidang
KADERISASI dari tahun 2015-2016. Penulis pernah mengikuti ajang Duta Baca
Unila (Universitas Lampung) yang diadakan UPT Perpustakaan Unila dan
menjadi Top Ten (10) pada tahun 2016-2017.
viii
Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di BPTM-Balai Penelitian
Teknologi Mineral-LIPI Tanjung Bintang, Lampung Selatan dengan judul
“Pengaruh Suhu Pada Bijih Nikel Laterit Menggunakan Zat Additif CaSO4
dengan Teknologi Selective Reduction”. Penulis juga pernah menjadi asisten
praktikum Sains Dasar Fisika. Penulis melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata)
pada periode I bulan Januari tahun 2018 di Kabupaten Tulang Bawang Barat
Kecamatan Way Kenanga, Desa Pagar Buana selama 40 hari. Kemudian penulis
melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Suhu Pada Ekstrak Daun Cincau
Hijau (Cyclea Barbata Miers) Sebagai Inhibitor Korosi Baja Pegas Daun” sebagai
tugas akhir di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
UNILA.
ix
MOTTO
“Karena mimpi harus diwujudkan dengan KerjaKeras”
“Whatever you are be a good one”
“Man Jadda Wajada, barang siapa bersungguh-sungguh pasti dia akan berhasil”
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui yangtersembunyi di langit dan di bumi.
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isihati. (QS.Fathir : 38).”
"Keberhasilan bukanlah hanya milik orang yangpintar. Keberhasilan adalah kepunyaan merekayang senantiasa selalu berusaha” B.J. Habibie
x
Aku persembahkan karya kecilku ini kepada
ALLAH SWT
Kedua Orang Tuaku, yang selalu
mendo’akanku, mengasihiku, mendukungku,
menyemangatiku, dan sebagai motivator
terbesar dalam hidupku
Adikku, abang kopassus tni ad, serta
keluarga besar yang menjadi penyemangatku
Tri darma perguruan tinggi negri
&
Almamater Tercinta.
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
kesehatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “PENGARUH SUHU PADA EKSTRAK DAUN CINCAU HIJAU
(CYCLEA BARBATA MIERS) SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA
PEGAS DAUN”. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu
persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 dan melatih mahasiswa untuk berpikir
cerdas dan kreatif dalam menulis karya ilmiah. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir
kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Aamiin.
Bandar Lampung, November 2018
Penulis,
Intan Hani Saputri
xii
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas kuasa-Nya
penulis masih diberikan kesempatan untuk mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini,
terutama kepada :
1. Bapak Drs. Ediman Ginting, M.Si. sebagai Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan yang mendukung dari awal sampai akhir
penulisan.
2. Ibu Dra. Dwi Asmi, M.Si., Ph.D. sebagai Pembimbing II yang senantiasa
sabar dalam mengoreksi skripsi dan memberikan masukan-masukan serta
nasehat untuk menyelesaikan skripsi ini dari awal sampai akhir penulisan.
3. Ibu Dr. Yanti Yulianti, S.Si., M.Si. sebagai Penguji yang telah mengoreksi
kekurangan, memberi kritik dan saran selama penulisan skripsi.
4. Kedua orang tuaku, (Sri Handayani) dan (Saptono) mama dan papa yang luar
biasa selalu menyemangatiku serta adikku (Della Berliana). Terimakasih
untuk kehadirannya dalam hidupku yang senantiasa memberikan dukungan,
do’a dan semangat yang luar biasa, serta kebersamaan sampai penulis
menyelesaikan skripsi.
xiii
5. Bapak Prof. Drs. Posman Manurung, M.Si., Ph.D. sebagai Pembimbing
Akademik, yang telah memberikan bimbingan serta nasehat dari awal
perkuliahan sampai menyelesaikan tugas akhir.
6. Bapak Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D. selaku Dekan FMIPA Unila.
7. Bapak Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng., selaku Ketua Jurusan Fisika
FMIPA Unila.
8. Para dosen-dosen Fisika, karyawan dan staff di Jurusan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung terima kasih
atas ilmu yg telah diberikan selama ini dan kontribusi nya.
9. Kopassus TNI-AD abang Try Adityo S, bang Feby Aditya para MILITER
Infanteri Baret Merah Brama XXV atas dukungannya selama proses
penelitian sampai menyelesaikan tugas akhir, sisi lain yg menyemangati
selain orang tua dan terimakasih menyempatkan waktu disela-sela dinasnya.
10. Keluaga Besar BEM U KBM UNILA dan teman–teman fisika angkatan 2014
yang selama ini memberikan semangat.
11. Kakak-kakak tingkat serta adik-adik tingkat dan semua teman-teman.
Semoga Allah SWT memberikan nikmat sehat kepada kita semua. Amin.
Bandar Lampung, November 2018
Penulis
Intan Hani Saputri
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................ i
ABSTRACT .............................................................................................. ii
HALAMAN JUDUL ................................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................. v
PERNYATAAN........................................................................................ vi
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. vii
MOTTO .................................................................................................... ix
PERSEMBAHAN .................................................................................... x
KATA PENGANTAR.............................................................................. xi
SANWACANA ......................................................................................... xii
DAFTAR ISI ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ................................................................................. xviii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4C. Batasan Masalah ................................................................................. 4D. Tujuan Penelitian................................................................................ 5E. Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
xv
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Korosi dan jenis korosi ......................................................................... 6B. Baja....................................................................................................... 10C. XRD (X-Ray Diffraction) ......................................................................15D. Klasifikasi inhibitor .............................................................................. 17E. SEM (Scanning Electron Microscopy)................................................. 19
1. Pengenalan SEM (Scanning Electron Microscopy) ....................... 192. Sejarah Penemuan........................................................................... 203. Jenis-Jenis SEM (Scanning Electron Microscopy) ........................ 214. Cara Kerja SEM (Scanning Electron Microscopy) ........................ 22
F. Tanin...................................................................................................... 251. Tanin terkondensasi ........................................................................ 252. Tanin terhidrolisis........................................................................... 26
G. Daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) ........................................... 261. Taksonomi dan Morfologi Cincau Hijau........................................ 262. Kandungan dan Kegunaan Daun Cincau Hijau .............................. 29
H. Baja Pegas Daun.................................................................................... 32
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan tempat penelitian .................................................................35B. Alat dan bahan .......................................................................................35C. Prosedur percobaan ................................................................................36D. Perhitungan laju korosi ..........................................................................38E. Diagram alir ...........................................................................................39F. Kode sampel...........................................................................................42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Laju Korosi ............................................................................................43B. Hasil Analisis XRD (X-Ray Difraction) ................................................51C. Hasil Analisis SEM EDS .......................................................................57
V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan............................................................................................68B. Saran ......................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Skema metode difraksi sinar-X........................................... 15
Gambar 2.2. Difraksi sinar-X pada kisi kristal .......................................... 16
Gambar 2.3. Sinar-X kristal yang berjarak d ............................................. 17
Gambar 2.4. Skema SEM (Scanning Electron Microscopy)...................... 23
Gambar 2.5. Struktur dasar tanin terkondensasi ........................................ 26
Gambar 2.6. Struktur asam galat................................................................ 26
Gambar 2.7. Daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) .......................... 27
Gambar 2.8. Struktur senyawa alkaloid ..................................................... 30
Gambar 2.9. Struktur dasar flavonoid ........................................................ 31
Gambar 2.10. Struktur dasar senyawa tanin............................................... 32
Gambar 2.11. Baja Pegas Daun pelat datar................................................ 32
Gambar 2.12. Baja Pegas Daun ................................................................. 34
Gambar 2.13. Baja Pegas Daun kendaraan roda empat ............................. 34
Gambar 3.1 Pembuatan inhibitor larutan daun cincau hijau .................. 39
Gambar 3.2 Preparasi sampel baja .......................................................... 40
Gambar 3.3 Medium korosif .................................................... ………. . 40
Gambar 3.4 Preparasi proses korosi…………………………………… 41
Gambar 4.1. Grafik hubungan kehilangan berat sampel dankonsentrasi inhibitor …………………………………….. 45
xvii
Gambar 4.2 Pengaruh konsentrasi inhibitor dan suhu perendamanterhadap laju korosi baja pegas daun dalam larutanNaCl 3%................................................................................ 47
Gambar 4.3. Pengaruh konsentrasi inhibitor dan suhu perendamanterhadap efisiensi inhibitor dalam larutan NaCl 3% ............ 50
Gambar 4.4. Difragtogram sampel PGDaun-A, PGDaun-40-0, danPGDaun-80-0........................................................................ 52
Gambar 4.5 Hasil SEM PGDaun-A .......................................................... 58
Gambar 4.6 Hasil SEM sampel baja PGDaun-40-0 denganPGDaun-80-0........................................................................ 59
Gambar 4.7 Hasil SEM sampel baja PGDaun-40-2 denganPGDaun-80-6........................................................................ 61
Gambar 4.8 Hasil uji EDS sampel PGDaun-A (raw) ................................ 63
Gambar 4.9. Hasil uji EDS sampel PGDaun-40-0..................................... 64
Gambar 4.10. Hasil uji EDS sampel PGDaun-80-0.................................... 65
Gambar 4.11. Hasil uji EDS sampel PGDaun-40-2.................................... 66
Gambar 4.12. Hasil uji EDS sampel PGDaun-80-6.................................... 67
xviii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Komposisi kimia C-Mn Steel ......................................................... 13
Tabel 3.1 Konstanta laju korosi pada baja karbon ......................................... 38
Tabel 3.2 Kode sampel................................................................................... 42
Tabel 4.1. Kehilangan berat baja karbon pegas daun dalamlarutan NaCl 3 ............................................................................... 44
Tabel 4.2 Laju korosi baja pegas daun dalam larutan NaCl 3% ................... 46
Tabel 4.3 Efisiensi inhibitor .......................................................................... 49
Tabel 4.4 Perbandingan hasil sampel PGDaun-A dengan
data High Score Plus .................................................................... 54
Tabel 4.5 Perbandingan hasil sampel PGDaun-40-0 dengan
data High Score Plus ................................................................... 55
Tabel 4.6 Perbandingan hasil sampel PGDaun-80-0 dengan
data High Score Plus .................................................................... 56
Tabel 4.7 Hasil Analisis EDS pada sampel PGDaun-A ................................ 63
Tabel 4.8 Hasil Analisis EDS pada sampel PGDaun-40-0 ............................ 64
Tabel 4.9 Hasil Analisis EDS pada sampel PGDaun-80-0 ............................ 65
Tabel 4.10 Hasil Analisis EDS pada sampel PGDaun-40-2 ............................ 66
Tabel 4.11 Hasil Analisis EDS pada sampel PGDaun-80-6 ............................ 67
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inhibitor korosi didefinisikan sebagai suatu zat yang apabila ditambahkan
kedalam lingkungan korosif akan menurunkan serangan korosi dari lingkungan
tersebut pada logam. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa organik dan
anorganik yang mengandung gugus-gugus yang memiliki pasangan elektron
bebas, seperti nitrit, kromat, fosfat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-
senyawa amina. Namun, pada penggunaan inhibitor dengan senyawa kimia
tersebut kurang efektif, karena harganya yang relatif mahal, mengandung bahan
kimia yang berbahaya, dan tidak ramah lingkungan. Berdasarkan hal tersebut,
perlu dilakukan penelitian mengenai pembuatan inhibitor dari bahan senyawa
organik yang dalam penggunaannya aman, mudah didapatkan, bersifat
biodegradable, biaya murah, dan ramah lingkungan.
Secara umum, kandungan daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) adalah
karbohidrat, lemak, protein dan senyawa-senyawa lainnya seperti polifenol,
flavonoid serta pada mineral-mineral seperti kalsium, fosfor, vitamin A, dan
vitamin B. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Farida dan Vanoria (2008)
menunjukkan bahwa daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) memiliki senyawa
metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, dan steroid.
2
Keberadaan pada senyawa flavonoid ini daun cincau hijau (Cyclea Barbata
Miers) ini merupakan indikasi adanya aktivitas antibakteri dan antioksidan
(Thomas, 2007 ). Di Inggris bahwa 1 ton baja diubah seluruhnya menjadi karat
setiap 90 detik, Padahal, untuk memproduksi 1 ton baja dari bijih besi diperlukan
energi yang besarnya sama dengan kebutuhan energi satu keluarga selama tiga
bulan (Trethewey et al., 1991). Kasus kedua yaitu pada tahun 1985, bagian atas
kolam renang di Swiss runtuh dan melukai banyak orang, diduga penyebabnya
adalah baja pendukung yang berkarat. Secara umum, daun cincau hijau (Cyclea
Barbata Miers) merupakan tanaman yang digemari oleh masyarakat untuk
kepentingan konsumsi dengan proses pengolahan secara mudah yaitu dengan
daunnya yang diremas dan dicampur dengan air matang. Air campuran itu akan
berwarna hijau dan setelah disaring dibiarkan mengendapakan menghasilkan
lapisan agar-agar berwarna hijau.
Daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) merupakan tanaman yang tumbuh
merambat dengan panjang batang total dapat mencapai 4-5 meter. Karakteristik
tanaman ini pada bagian akar berdaging tebal dan panjang berwarna coklat pucat
di bagian luar dan berwarna putih atau kuning di bagian dalam. Secara umum,
kandungan daun cincau hijau (Cycela Barbata Miers) adalah karbohidrat, lemak,
protein dan senyawa-senyawa lainnya seperti polifenol, flavonoid serta mineral-
mineral sepertikalsium, fosfor, vitamin A, dan vitamin B. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa daun cincau hijau (Cyclea
Barbata Miers) memiliki senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid,
saponin, tanin, dan steroid. Keberadaan senyawa flavonoid pada daun cincau
hijau ini (Cyclea Barbata Miers) merupakan indikasi adanya aktivitas anti bakteri
3
dan antioksidan. Tanin merupakan senyawa yang dapat larut dalam air, gliserol,
alkohol, dan hidro alkohol, tetapi tidak dapat larut dalam petroleum eter,
benzeene, daneter. Tanin digolongkan menjadi dua jenis secara kimia yaitu tanin
terkondensasi dan tannin terhidrolisis. Tanin terkonsensasi terdapat pada seluruh
tumbuhan paku-pakuan dan juga terdapat pada tumbuhan-tumbuhan berkeping
dua (Harborne, 1987). Senyawa tanin terdiri dari senyawa fenolik yang susah
dipisahkan dan sukar mengkristal, fungsi utama tanin adalah sebagai antioksidan
biologis (Kennedy, J. H, 1990). Tanin merupakan senyawa metabolit sekunder
yang akan cenderung bersifat polar. Tanin bekerja dengan cara menghambat
pertumbuhan bakteri dengan mengadakan denaturasi protein dan menurunkan
tegangan permukaan, sehingga permeabilitas bakteri meningkat. Kerusakan dan
peningkatan permeabilitas sel bakteri menyebabkan pertumbuhan sel terhambat
dan akhirnya menyebabkan kematian sel.
(Cyclea Barbata Miers) daun cincau hijau merupakan salah satu tanaman obat
potensial yang lebih dikenal masyarakat sebagai cincau hijau. Secara umum,
(Cyclea Barbata Miers) mengandung karbohidrat, lemak, protein dan senyawa-
senyawa lainnya seperti polifenol dan flavonoid yang mengandung aktivitas
antioksidan, mineral-mineral dan vitamin-vitamin, serta serat pektin. Senyawa
bioaktif yang berperan dalam diuretic yaitu tanin. Tanin secara umum
didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang membentuk kompleks dengan
protein dan merupakan senyawa terbesar kedua yang menyusun fenol. Penelitian
lain menyatakan bahwa daun cincau mengandung serat pektin dana aktivitas
antioksidan yang sangat tinggi.
4
Ekstrak bahan alam khususnya senyawa yang mengandung atom N, O, P, S, dan
atom-atom yang memiliki pasangan elektron bebas. Korosi yang terjadi pada
logam tidak dapat dihindari, tetapi hanya dapat dicegah dan dikendalikan sehingga
struktur atau komponen mempunyai masa pakai yang lebih lama. Setiap
komponen atau struktur mengalami tiga tahapan utama yaitu perancangan,
pembuatan dan pemakaian. Ketidakberhasilan salah satu aspek seperti korosi
menyebabkan komponen akan mengalami kegagalan. Kerugian yang akan dialami
dengan adanya korosi meliputi finansial dan safety, diantaranya: penurunan
kekuatan material, penipisan, downtime dari equipment, retak & pitting,
kebocoran fluida, embrittlement, penurunan sifat permukaan material, penurunan
nilai / hasil produksi, modification.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh suhu terhadap laju korosi, efisiensi, dan struktur mikro
pada baja pegas daun ?
2. Apakah suhu dan penambahan konsentrasi inhibitor ekstrak daun cincau
(Cyclea Barbata Miers) berpengaruh terhadap fasa yang terbentuk ?
C. Batasan Masalah
Batasan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
1. Perendaman baja pada medium korosif menggunakan inhibitor dan tanpa
inhibitor ekstrak daun cincau hijau dengan suhu 40℃ dan 80℃ yang
direndam selama 7 jam.
5
2. Baja yang digunakan adalah baja pegas daun.
3. Medium korosif yang digunakan adalah NaCl dengan konsentrasi 3%.
4. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kehilangan berat.
5. Karakterisasi menggunakan SEM-EDS dan XRD.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh suhu terhadap laju korosi, dan struktur mikro pada baja
pegas daun yang dihasilkan dengan inhibitor dan tanpa ihibitor ekstrak daun
cincau hijau pada medium korosif NaCl 3%.
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi inhibitor pada ekstrak
daun cincau (Cyclea Barbata Miers) terhadap laju korosi yang dihasilkan.
3. Mengetahui efektivitas ekstrak daun cincau (Cyclea Barbata Miers) sebagai
inhibitor korosi.
E. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi mengenai pengaruh suhu dan penambahan volume
inhibitor ekstrak daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) pada baja pegas
daun di medium korosi NaCl 3%.
2. Dapat menjadi tambahan referensi di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, terutama di Jurusan Fisika Unila.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Korosi dan Jenis Korosi
Korosi merupakan penurunan kualitas yang disebabkan oleh reaksi kimia bahan
logam dengan unsur-unsur lain yang terdapat di alam. Dua jenis mekanisme
utama dari korosi adalah berdasarkan reaksi kimia secara langsung, dan reaksi
elektrokimia. Korosi dapat terjadi didalam lingkungan kering dan juga lingkungan
basah. Korosi yang terjadi pada logam tidak dapat dihindari, tetapi hanya dapat
dicegah dan dikendalikan sehingga struktur atau komponen mempunyai masa
pakai yang lebih lama.
Hasil dari proses kerusakan ini berupa berbagai produk korosi misalnya berbagai
macam oksida logam, kerusakan permukaan logam secara morfologi, perubahaan
sifat mekanis, perubahan sifat kimia. Dengan dasar pengetahuan tentang
elektrokimia proses korosi yang dapat menjelaskan mekanisme dari korosi, dapat
dilakukan usaha-usaha untuk pencegahan terbentuknya korosi (Dalimunthe,
2004).
1. Jenis-jenis Korosi
Secara umum, tipe dari korosi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Korosi Seragam (Uniform Corrosion)
7
Korosi seragam merupakan korosi dengan serangan merata pada seluruh
permukaan logam. Korosi terjadi pada permukaan logam yang terekspos pada
lingkungan korosif.
b. Korosi Galvanik
Korosi galvanik terjadi jika dua logam yang berbeda tersambung melalui elektrolit
sehingga salah satu dari logam tersebut akan terserang korosi sedang lainnya
terlindungi dari korosi. Untuk memprediksi logam yang terkorosi pada korosi
galvanik dapat dilihat pada deret galvanik.
c. Korosi Celah
Mirip dengan korosi galvanik, dengan pengecualian pada perbedaan konsentrasi
media korosifnya. Celah atau ketidak teraturan permukaan lainnya seperti celah
paku keling (rivet), baut, washer, gasket, deposit dan yang bersentuhan dengan
media korosif dapat menyebabkan korosi terlokalisasi.
d. Korosi Sumuran
Korosi sumuran terjadi karena adanya serangan korosi lokal pada permukaan
logam sehingga membentuk cekungan atau lubang pada permukaan logam. Korosi
logam pada baja tahan karat terjadi karena rusaknya lapisan pelindung (passive
film).
e. Retak Pengaruh Lingkungan (Environmentally Induced Cracking)
Merupakan patah getas dari logam paduan ulet yang beroperasi di lingkungan
yang menyebabkan terjadinya korosi seragam. Ada tiga jenis tipe perpatahan pada
kelompok ini, yaitu : stress corrosion,cracking (SSC), corrosion fatigue cracking
(CFC), dan hydrogen-induced cracking (HIC).
8
f. Kerusakan akibat Hidrogen (Hidrogen Damage)
Kerusakan ini disebabkan karena serangan hidrogen yaitu reaksi antara hidrogen
dengan karbida pada baja dan membentuk metana sehingga menyebabkan
terjadinya dekarburasi, rongga, atau retak pada permukaan logam. Pada logam
reaktik seperti titanium, magnesium, zirconium dan vanadium, terbentuknya
hidrida menyebabkan terjadinya penggetasan pada logam.
g. Korosi Batas Butir (Intergranular Corrosion)
Merupakan korosi yang menyerang pada batas butir akibat adanya segregasi dari
unsur pasif seperti krom meninggalkan batas butir sehingga pada batas butir
bersifat anodic.
h. Dealloying
Merupakan lepasnya unsur-unsur paduan yang lebih aktif (anodic) dari logam
paduan, sebagai contoh yaitu lepasnya unsur seng atau Zn pada kuningan (Cu –
Zn) dan dikenal dengan istilah densification.
i. Korosi Erosi
Merupakan korosi erosi yang disebabkan oleh kombinasi fluida korosif dan
kecepatan aliran yang tinggi. Bagian fluida yang kecepatan alirannya rendah akan
mengalami laju korosi rendah, sedangkan fluida kecepatan tinggi menyebabkan
terjadinya erosi dan dapat menggerus lapisan pelindung sehingga mempercepat
korosi.
j. Korosi Aliran (Flow Induced Corrosion)
Korosi Aliran digambarkan sebagai efek dari aliran terhadap terjadinya korosi.
Meskipun mirip, antara korosi aliran dan korosi erosi adalah dua hal yang
berbeda. Korosi aliran adalah peningkatan laju korosi yang disebabkan oleh
9
turbulensi fluida dan perpindahan massa akibat dari aliran fluida diatas
permukaan logam. Korosi erosi adalah naiknya korosi dikarenakan benturan
secara fisik pada permukaan oleh partikel yang terbawa fluida (Jones, 1991).
2. Metode Pengendalian Korosi
Dengan dasar pengetahuan tentang proses korosi yang dapat menjelaskan
mekanisme dari korosi, dapat dilakukan usaha-usaha untuk pencegahan
terbentuknya korosi yakni sebagai berikut:
a. Pengubahan Media
Korosi merupakan interaksi antara logam dengan media sekitarnya, maka
pengubahan media sekitarnya akan dapat mengubah laju korosi. Ada tiga situasi
yang dapat terjadi yaitu media sekitar / lingkungan berupa gas media sekitar
berupa larutan dengan ion-ion tertentu dan logam terbenam dalam tanah.
b. Seleksi Material
Metode umum yang sering digunakan dalam pencegahan korosi yaitu pemilihan
logam atau paduan dalam suatu lingkungan korosif tertentu untuk mengurangi
resiko terjadinya korosi.
c. Proteksi Katodik (Cathodic Protection)
Korosi jenis ini adalah jenis korosi proteksi katodik adalah jenis perlindungan
korosi dengan menghubungkan logam yang mempunyai potensial lebih tinggi ke
struktur logam sehingga tercipta suatu sel elektrokimia dengan logam berpotensial
rendah bersifat katodik dan terproteksi macam-macamnya : impressed current,
galvanic sacrificial anode, galvanic zinc application, zinc metallizing, zinc-rich
paints, hot-dip galvanizing.
10
d. Proteksi Anodik (Anodic Protection)
Adanya arus anodik ini akan meningkatkan laju ketidak-larutan logam dan
menurunkan laju pembentukan hidrogen. Hal ini bisa terjadi untuk logam-logam
“active-passive” seperti Ni, Fe, Cr, Ti dan paduannya. Jika arus yang lewat logam
dikontrol seksama (dengan potentiostat) maka logam akan bersifat pasif dan
pembentukan logam-logam tak terlarut akan berkurang.
e. Inhibitor Korosi
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya korosi adalah
dengan penggunaan inhibitor korosi. Secara umum suatu inhibitor adalah suatu
zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia.
Sedangkan inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam
suatu lingkungan, dapat menurunkan laju penyerangan korosi lingkungan itu
terhadap suatu logam. Mekanisme penghambatannya terkadang lebih dari satu
jenis (Trethewey et al., 1991).
B. Baja
Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai
unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon
dalam baja berkisar antara 0,2% hingga 17% berat sesuai grade-nya. Dalam
proses pembuatan baja terdapat unsur-unsur lain selain karbon yang tertinggal di
dalam baja seperti mangan (Mn), silikon (Si), kromium (Cr), vanadium (V) dan
unsur-unsur lainnya (Putranto et al., 2008). Berikut adalah berdasarkan klasifikasi
komposisi kimianya yaitu baja karbon dan baja paduan.
11
1. Baja Karbon
Baja karbon hanya terdiri dari besi dan karbon. Karbon merupakan unsur pengeras
besi yang efektif dan murah. Oleh karena itu, pada umumnya sebagian besar baja
hanya mengandung karbon dengan sedikit unsur paduan lainnya. Perbedaan
persentase kandungan karbon dalam campuran logam baja menjadi salah satu
pengklasifikasian baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga
macam yaitu :
a. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)
Baja karbon rendah adalah baja yang mengandung karbon kurang dari 0,3 %. Baja
karbon rendah merupakan baja yang paling murah diproduksi diantara semua
karbon, mudah di machining dan dilas, serta keuletan dan ketangguhannya yang
sangat tinggi, tetapi kekerasannya rendah dan tahan aus. Sehingga baja jenis ini
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan komponen bodi mobil, struktur
bangunan, pipa gedung, jembatan, kaleng, pagar dan lain-lain.
b. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel)
Baja karbon menengah adalah baja yang mengandung karbon 0,3 %-0,6 %. Baja
ini memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan baja karbon rendah yaitu
kekerasannya lebih tinggi, kekuatan tarik dan batas renggang yang lebih tinggi,
tidak mudah dibentuk oleh mesin, lebih sulit digunakan untuk pengelasan, dan
dapat dikeraskan (quenching) dengan baik. Baja karbon menengah dapat
digunakan untuk poros, rel kereta api, roda gigi, pegas, baut, komponen mesin
yang membutuhkan kekuatan tinggi dan lain-lain.
12
c. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)
Baja karbon tinggi merupakan baja yang mengandung kandungan karbon yaitu
sekitar 0,6%-1,7% dan memiliki ketahanan panas yang tinggi, namun keuletannya
lebih rendah. Baja jenis karbon tinggi ini mempunyai daya kuat tarik yang paling
tinggi dan banyak digunakan untuk material tools. Salah satu aplikasi dari baja ini
adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja. Berdasarkan jumlah karbon
yang terkandung di dalam baja, maka baja karbon ini banyak digunakan dalam
pembuatan pegas dan alat-alat perkakas seperti palu, gergaji (ASM handbook,
1993).
2. Baja Paduan
Baja paduan adalah baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran,
seperti nikel, mangan, kromium dan wolfram, yang berguna untuk memperoleh
sifat seperti sifat kekuatan, kekerasan dan keuletannya. Paduan dari beberapa
unsur yang berbeda memberikan sifat khas dari baja. Misalnya, baja yang dipadu
dengan Ni dan Cr akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan ulet.
Berdasarkan kadar paduannya, baja paduan dibagi menjadi tiga macam yaitu :
a. Baja Paduan Rendah (Low Alloy Steel)
Baja paduan rendah merupakan baja paduan yang elemen paduannya kurang dari
2,5% wt misalnya unsur Cr, Mn, S, Si, P dan lain-lain.
b. Baja Paduan Menengah (Medium Alloy Steel)
Baja paduan menengah merupakan baja paduan yang elemen paduannya 2,5%-
10% wt, misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain.
13
c. Baja Paduan Tinggi (High Alloy Steel)
Baja paduan tinggi merupakan baja paduan yang elemen paduannya lebih dari
10% wt, misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P dll. Baja jenis ini biasa digunakan
dalam industri liquid, seperti air dan minyak serta dalam industri gas (uap air).
Komposisi kimia dari C-Mn steel disajikan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi kimia C-Mn Steel (SEAPI Laboratory, 2015).No Unsur Komposisi (%)
1 Karbon (C) 0,08
2 Mangan (Mn) 1,51
3 Silikon (Si) 0,30
4 Fosfor (P) 0,010
5 Sulfur (S) 0,003
6 Cuprum (Cu) 0,01
7 Nikel (Ni) 0,01
8 Molibden (Mo) 0,005
9 Krom (Cr) 0,02
10 Aluminium (Al) 0,030
11 Niobium (Nb) 0,02
Pengaruh unsur-unsur paduan pada baja adalah sebagai berikut :
a. Unsur Posfor (P)
Unsur posfor membentuk larutan besi fosfida. Posfor dalam baja dapat
mengakibatkan kerapuhan dalam keadaan dingin. Baja yang mempunyai titik cair
yang rendah tetap menghasilkan sifat yang keras dan rapuh. Baja mengandung
unsur posfor sekitar 0,05%. Semakin besar presentase posfor semakin tinggi batas
tegangan tariknya, tetapi impact strength dan ductilitynya turun.
14
b. Unsur Sulfur (S)
Unsur sulfur membahayakan sulfida yang mempunyai titik cair rendah dan rapuh.
Kandungan sulfur harus dijaga agar serendah-rendahnya sekitar 0,05 %. Sulfur
dapat mempengaruhi sifat rapuh panas. Unsur sulfur cenderung sebagai segragasi
blok maupun gas. Hal ini terjadi apabila proses peleburan baja dilakukan secara
tidak cermat. Untuk mencegah hal tersebut, dapat dilakukan dengan penambahan
unsur Mn.
c. Unsur Silikon
Unsur silikon ini mempunyai sifat elastis / keuletan yang tinggi dan cenderung
kuat berikatan dengan oksigen. Silikon mampu menaikkan kekerasan dan
elastisitas, akan tetapi menurunkan kekutan tarik dan keuletan dari baja.
Penambahan silikon secara berlebih akan membuat baja mudah retak dan tidak
stabil, tetapi unsur ini akan menghasilkan lapisan grafit yang menyebabkan baja
tidak kuat. Baja mengandung silikon sekitar 0,1 – 0,3 %.
d. Unsur Mangan
Unsur mangan mempunyai sifat yang tahan terhadap gesekan dan tahan tekanan
(impact load). Unsur ini mudah berubah kekerasannya pada kondisi temperatur
yang tidak tetap dan juga digunakan untuk membuat alloy mangan tembaga yang
bersifat ferromagnetic. Unsur mangan yang bercampur dengan sulfur akan
menghasilkan mangan sulfida dan diikuti pembentukan besi sulfida. Selain itu,
mangan berfungsi sebagai bahan oksidiser (mengurangi kadar O dalam baja),
menurunkan kerentanan hot shortness pada aplikasi pengerjaan panas. Mangan
dapat larut, membentuk solid solution strength dan hardness. Baja mengandung
mangan lebih dari 1 % (Jones, 1996).
15
C. XRD (X-Ray Diffraction)
Sinar-X pertama kali ditemukan oleh Wilhelm Rontgen pada tahun 1895. Sinar-X
merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang (λ ≈ 0,1 mm)
yang lebih pendek dibanding gelombang cahaya (λ = 400-800 nm) (Smallman,
2000). Panjang gelombang sinar-X ini merupakan dasar digunakannya teknik
difraksi sinar-X (X-Ray Diffraction) untuk mengetahui struktur mikroskopis suatu
bahan. Gambar 2.1 menunjukkan skema metode difraksi sinar-X.
Gambar 2.1. Skema metode difraksi sinar-X (Athur Beiser, 1992).
Sinar-X dihasilkan apabila elektron-elektron dengan laju tinggi menumbuk suatu
bahan (Gambar 2.1). Peristiwa pembentukan sinar-X dapat dijelaskan secara
makroskopik yaitu sebuah katoda yang dipanasi oleh filamen panas berdekatan
yang dilalui arus listrik menyediakan elektron secara terus-menerus dengan emisi
termionik. Metode difraksi sinar-X (X-Ray Diffraction, XRD) memegang peran
yang sangat penting untuk analisis padat kristalin, yaitu untuk meneliti ciri utama
struktur (parameter kisi dan tipe struktur), dan untuk mengetahui rincian lain.
16
Pola difraksi untuk tiap unsur pada Gambar 2.2 adalah spesifik, maka metode ini
sangat akurat untuk menentukan komposisi unsur dan senyawa yang terkandung
dalam suatu sampel, karena pola yang terbentuk seperti finger print dari suatu
materi.
Gambar 2.2 Difraksi sinar-X pada kisi kristal (Cullity, 1978).
Bila seberkas sinar-X dengan panjang gelombang diarahkan pada permukaan
kristal dengan sudut datang , maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh bidang
atom kristal dan menghasilkan puncak-puncak difraksi yang dapat diamati dengan
peralatan difraksi sinar-X (Cullity, 1978). Pola difraksi, intensitas dan sudut
difraksi 2 berbeda-beda untuk setiap bahan. Interferensi berupa puncak-puncak
intensitas diperoleh sebagai hasil proses difraksi, dimana terjadi interaksi antara
sinar-X dengan atom-atom pada bidang kristal (Vlack, 1994). Hamburan sinar-X
oleh elektron-elektron di dalam atom suatu material dapat dilihat dalam Gambar
2.3.
17
Gambar 2.3. Sinar-X kristal yang berjarak d (Richman, 1967).
D. Klasifikasi Inhibitor
1. Klasifikasi inhibitor berdasarkan aplikasi
a. Inhibitor pada Lingkungan Asam
Inhibitor pada lingkungan asam digunakan untuk mengurangi korosi selama proses
pickling pada baja, yang merupakan proses penghilangan kerak oksida. Dalam
industri minyak bumi, biasanya inhibitor dalam lingkungan asam juga digunakan
untuk mencegah korosi peralatan pengeboran.
b. Inhibitor pada Lingkungan Netral
Inhibitor pada lingkungan netral digunakan untuk melindungi cooling water circuit,
inhibitor tidak hanya mengurangi laju korosi merata, namun juga melindungi logam
dari korosi lokal dan korosi retak tegangan (Landolt, 2007).
2. Klasifikasi Inhibitor Berdasarkan Reaksi Elektrokimia
a. Inhibitor Anodic
Inhibitor anodik bekerja dengan mengurangi laju korosi suatu logam dengan
memperlambat reaksi elektrokimia melalui pembentukan lapisan pasif di
18
permukaan logam. Lapisan pasif yang terbentuk mempunyai potensial korosi yang
tinggi atau menaikkan polarisasi anodik. Senyawa yang biasa digunakan sebagai
inhibitor anodik adalah kromat, nitrat, molibdat, silikat, fosfat, dan borat (Roberge,
2000).
b. Inhibitor Katodik
Inhibitor katodik yaitu menurunkan laju korosi dengan cara memperlambat
reaksi katodik. Inhibitor katodik ini bereaksi dengan OH- untuk mengendapkan
senyawa-senyawa tidak larut pada permukaan logam, sehingga dapat menghalangi
masuknya oksigen. Contoh inhibitor katodik adalah Zn, CaCO3, dan polifosfat
(Dalimunthe, 2004).
3. Klasifikasi inhibitor Berdasarkan Mekanisme Kerja
a. Inhibitor Adsorpsi
Inhibitor adsorpsi umumnya berupa senyawa organik yang dapat mengisolasi
permukaan logam dari lingkungan korosif, dengan cara membentuk senyawa
kompleks berupa lapisan tipis. Lapisan ini tidak dapat dilihat oleh mata biasa,
namun dapat menghambat penyerangan lingkungan terhadap logamnya. Contoh
jenis inhibitor ini adalah tanin dan merkapto benzotiazol (Dalimunthe, 2004).
b. Inhibitor Passivasi
Inhibitor passivasi bekerja dengan membentuk lapisan pasif pada permukaan
logam. Inhibitor passivasi bisa jadi sebagai agen pengoksidasi. Contoh inhibitor
pengoksidasi adalah kromat, dimana ion kromat akan tereduksi menjadi Cr2O3
atau Cr(OH)3 pada permukaan logam untuk menghasilkan oksida kromat dan
besioksida yang bersifat sebagai proteksi.
19
Passivasi adalah peristiwa dimana baja yang terkorosi akan membentuk lapisan
pelindung berupa oksida besi yang menyebabkan laju korosi menurun (Murabbi et
al., 2012).
c. Inhibitor Presipitasi
Inhibitor presipitasi bekerja dengan membentuk presipitat di seluruh permukaan
suatu logam yang berperan sebagai lapisan pelindung untuk menghambat reaksi
anodik dan katodik logam tersebut secara tidak langsung. Contoh dari inhibitor
presipitasi adalah silikat dan fosfat. Silikat dan fosfat sangat berguna pada sistem
lingkungan karena bersifat aditif yang tidak beracun (Roberge, 2000).
E. SCANNING ELEKTRON MICROSCOPY (SEM)
1. Pengenalan SCANNING ELEKTRON MICROSCOPY (SEM)
Mikroskop elektron adalah sebuah mikroskop yang mampu untuk melakukan
pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektro statik dan
elektro magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta
memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus
daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih
banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan
mikroskop cahaya. Pada tahun 1920, ditemukan suatu fenomena di mana elektron
yang dipercepat dalam suatu kolom elektromagnet, dalam suasana hampa udara
(vakum) berkarakter seperti cahaya, dengan panjang gelombang yang 100.000
kali lebih kecil dari cahaya.
20
Selanjutnya, ditemukan juga bahwa medan listrik dan medan magnet dapat
berperan sebagai lensa dan cermin terdapat elektron seperti pada lensa gelas
dalam mikroskop cahaya (Qulub, 2011). Adapun jenis-jenis miskroskop elektron.
Jenis-jenis mikroskop elektron yaitu :
a. Transmission Electron Microscopy (TEM)
b. Scanning Electron Microscopy (SEM)
c. Mikroskop pemindai transmisi elektron (STEM)
d. Mikroskop pemindai lingkungan elektron (ESEM)
e. Mikroskop refleksi elektron (REM)
Mikroskop pemindai elektron (SEM) yang digunakan untuk studi detil arsitektur
permukaan sel (atau struktur jasad renik lainnya), dan obyek diamati secara tiga
dimensi (Sack, R.J. 1976). Scanning Electron Microscopy pemindaian (SEM)
adalah jenis mikroskop elektron yang gambar sampel permukaan oleh pemindaian
dengan tinggi balok energi dari elektron dalam raster memindai pola. Elektron
yang berinteraksi dengan atom yang membentuk sampel menghasilkan sinyal
yang berisi informasi tentang sampel dari permukaan topografi, komposisi dan
properti lainnya seperti daya konduksi listrik.
2. Sejarah Penemuan
Tidak diketahui secara persis siapa sebenarnya penemu mikroskop pemindai
elektron (Scanning Electron Microscopy) atau SEM ini. Publikasi sejarah pertama
kali yang mendiskripsikan teori SEM dilakukan oleh fisikawan Jerman Dr. Max
Knoll pada 1935, meskipun fisikawan Jerman lainnya Dr. Manfred von Ardenne
mengklaim dirinya telah melakukan penelitian suatu fenomena yang kemudian
21
disebut SEM hingga tahun 1937. Mungkin karena itu, tidak satu pun dari
keduanya mendapatkan hadiah nobel untuk penemuan itu. Pada 1942, tiga orang
ilmuwan Amerika yaitu Dr. Vladimir Kosma Zworykin, Dr. James Hillier, dan
Dr. Snijder, benar-benar membangun sebuah mikroskop elektron metode
pemindaian (SEM) dengan resolusi hingga 50 nm atau magnifikasi 8.000 kali.
Sebagai perbandingan SEM modern sekarang ini mempunyai resolusi hingga 1
nm atau pembesaran 400.000 kali. Mikroskop elektron cara ini memfokuskan
sinar elektron (electron beam) di permukaan obyek dan mengambil gambarnya
dengan mendeteksi elektron yang muncul dari permukaan obyek.
3. Jenis-jenis SEM (Scanning Electron Microscopy)
Salah satu jenis SEM (Scanning Electron Microscopy) yaitu phenom dekstop.
Phenom desktop Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah resolusi tinggi,
imaging portabel alat yang cepat dan mudah digunakan, sangat ideal digunakan
untuk inspeksi bahan baku, rinci imaging atau instruksi ruang kelas. Ini hemat
biaya, fleksibel. Baris Scanning Electron Microscopy (SEM) ini termasuk rendah
vakum kemampuan, dan ideal untuk beragam gambar, analisis sampel dan
persiapan tuntutan ditemukan dalam penelitian laboratorium, semikonduktor dan
data-data pada laboratorium dan fabs. Baris Scanning Electron Microscopy
(SEM) ini termasuk tiga model dengan bidang emisi gun (FEG / SEM) dalam
kemampuan. Scanning Electron Microscopy (SEM), dengan tiga mode (vakum
tinggi, rendah dan kekosongan SEM) untuk mengakomodasi beragam luas sampel
dari setiap SEM sistem. Scanning Electron Microscopy (SEM) ini memungkinkan
para ilmuwan dan teknisi dengan cepat melihat hal-hal yang mereka tidak dapat
22
lihat sebelumnya, seperti 3D permukaan gambar di berbagai sudut dan pada
resolusi di bawah satu nanometer (sekitar ukuran sepuluh hidrogen atom, oleh
pihak sisi).
4. Cara Kerja Scanning Electron Microscopy ( SEM )
Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah alat yang dapat digunakan untuk
mengamati dan menganalisis struktur mikro dan morfologi berbagai material.
SEM (Scanning Electron Microscopy) ini memiliki kemampuan dimana sumber
energi yang digunakan adalah berkas elektron, sehingga menghasilkan resolusi
yang tinggi, tekstur, topografi, morfologi serta akan tampilan permukaan sampel
yang dapat terlihat dalam ukuran mikron. SEM (Scanning Electron Microscopy)
juga memberikan informasi skala atomik dari suatu sampel (Griffin et al., 1991).
Energi panas pada bahan material akan diubah menjadi energi kinetik oleh
elektron sehingga ada pergerakan elektron. Semakin besar panas yang diterima
maka energi kinetiknya akan semakin besar sehingga pergerakan elektron
semakin cepat dan tidak menentu yang mengakibatkan elektron tersebut terlepas
dari permukaan bahan material.
SEM (Scanning Electron Microscopy) ini akan digunakan pada sampel yang
tebal dan memungkinkan untuk analisis permukaan. Akibat adanya elektron
yang terdifraksi, sehingga dapat teramati dalam bentuk pola-pola difraksi yang
tampak bergantung pada bentuk dan ukuran sel satuan dari sampel. Prinsip
kerjanya yaitu sinar dari penembak elektron (electron gun) dipancarkan pada
lensa kondensor, sebelum masuk pada lensa kondensor pengatur dari pancaran
23
sinar elektron (electron beam) diberikan tegangan tinggi antara anoda dan
katoda untuk meningkatkan kecepatan elektron.
Gambar 2.4. Skema SEM (Scanning Electron Microscopy).
Cara terbentuknya gambar pada SEM (Scanning Electron Microscopy) berbeda
dengan apa yang terjadi pada mikroskop optik dan TEM (Transmission Electron
Microscopy). Pada SEM (Scanning Electron Microscopy), gambar dibuat
berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang
muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut dipindai
dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi
selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam
gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (Cathode Ray Tube). Fungsi
Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah dengan memindai terfokus balok
halus elektron ke sampel.
24
Elektron berinteraksi dengan sampel komposisi molekul. Energi dari elektron
menuju ke sampel secara langsung dalam proporsi jenis interaksi elektron yang
dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi dari elektron terukur dapat dihasilkan
yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang canggih yang menciptakan
gambar tiga dimensi. Ini adalah rangkaian elektron yang dibelokkan oleh
tumbukan dengan elektron sampel. Sebelum menjelajahi jenis elektron dihasilkan
oleh SEM (Scanning Electron Microscopy) khas, pemahaman dasar dari teori
elemen yang dikelilingi diklasifikasikan tabel periodik.
Berikut ini adalah beberapa kegunaan dan keunggulan pada SEM (Scanning
Electron Microscopy). Kegunaan dari alat SEM (Scanning Electron Microscopy)
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Solusi untuk peningkatan kinerja dan analisis
2. Scanning Electron Microscopy ( SEM ) untuk riset, industri, dan ilmu
kehidupan
3. Semikonduktor digunakan untuk studi detil arsitektur permukaan sel (atau
struktur jasad renik lainnya), dan obyek diamati secara tiga dimensi.
Beberapa keunggulan SEM (Scanning Electron Microscopy) diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. SEM (Scanning Electron Microscopy) ini tidak memerlukan sampel yang
ditipiskan, sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang
3 dimensi.
2. Gambar yang dihasilkan jelas dan terang.
3. Telah dilengkapi dengan kemampuan menganalisis (Smallman et al., 2000).
25
F. Tanin
Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa fenolik
dan termasuk kelompok polifenol yang memiliki berat molekul antara 500-3000
g/mol (Risnasari, 2001). Tanin ini terdapat dalam tumbuhan pada bagian buah,
daun, dan kulit batang. Tanin juga memiliki sifat yang mampu mengendapkan
alkaloid, gelatin dan protein lainnya. Selain itu, sifat kimia pada senyawa fenol
pada tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik, dan sebagai pemberi warna
alami (Hageman, 2002). Berdasarkan strukturnya, tanin dibedakan menjadi dua
kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed tanin) dan tanin terhidrolisis
(hydrolysabletannins) (Manitto, 1992).
Tanin adalah senyawa fenolik kompleks yang memiliki berat molekul 500–3000
g/mol. Tanin terletak terpisah dari protein dan enzim sitoplasma di dalam
tumbuhan. Pada umumnya tanin terdistribusi dalam kingdom tumbuhan
Gymnospermae dan Angiospermae yang terdapat khusus dalam jaringan kayu
(Harborne, 1987). Tanin dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Tanin Terkondensasi
Tanin terkondensasi merupakan polimer flavonoid. Proantosi anidin didasarkan
pada sistem cincin heterosiklik yang diperoleh dari fenilalanin (B) dan biosintesis
poliketida (A). Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin, jika direaksikan
dengan asam akan menghasilkan sianidin (Hagerman, 2002). Struktur dasar tanin
terkondensasi tertera pada Gambar 2.5.
26
Gambar 2.5. Struktur dasar tanin terkondensasi.
2. Tanin Terhidrolisis
Tanin terhidrolisis merupakan turunan dari asam galat (asam 3,4,5-trihidroksil
benzoat). Senyawa ini mengandung ikatan ester antara suatu monosakarida
terutama gugus hidroksilnya. Struktur asam galat tertera pada Gambar 6.
Gambar 2.6. Struktur asam galat.
G. Daun Cincau Hijau (Cyclea Barbata Miers)
1. Taksonomi dan Morfologi Daun Cincau Hijau (Cyclea Barbata Miers)
Daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) banyak ditemui di berbagai tempat
di Indonesia, terdapat beberapa jenis cincau yang dikenal saat ini yaitu cincau
hijau, cincau hitam, dan cincau minyak. Masyarakat Indonesia menggemari
jenis cincau hijau karena fisik daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) yang
tipis dan lemas sehingga lebih mudah dibentuk menjadi gelatin ataupun
menjadi agar-agar. Kedudukan taksonomi tanaman daun cincau hijau (Cyclea
Barbata Miers) adalah sebagai berikut :
27
Kerajaan : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Ranunculales
Suku : Menispermaceae
Marga : Cyclea
Jenis : Cyclea Barbata Miers (Thomas et al., 2007).
Tanaman pada daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) berasal dari Asia
Tenggara. Cincau hijau ini akan tumbuh dengan ideal di kondisi tanah yang
memiliki pH 5,5-6,5 dan didukung dengan lingkungan yang teduh, lembab, dan
berair dangkal. Berikut adalah gambar dari daun cincau hijau Gambar 2.7 :
Gambar 2.7. Daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers).
Daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) merupakan tanaman yang berkembang
dengan baik di dataran pada ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut.
Cara pengembangbiakkan jenis tanaman ini dapat dilakukan dengan generatif
melalui pertumbuhan biji atau dengan cara vegetatif dengan melalui stek batang
28
maupun dengan pertumbuhan tunas akarnya (Harborne, J.B. 1987). Secara umum,
pada daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) merupakan tanaman yang dapat di
olah secara mudah yaitu dengan daunnya yang diremas dan dicampur dengan air
matang. Air campuran itu akan berwarna hijau dan setelah disaring dibiarkan
mengendap akan menghasilkan lapisan agar-agar berwarna hijau. Daun cincau
hijau (Cyclea Barbata Miers) merupakan tanaman yang tumbuh merambat dengan
panjang batang total dapat mencapai 4-5 meter. Karakteristik tanaman ini pada
bagian akar berdaging tebal dan panjang berwarna coklat pucat di bagian luar dan
berwarna putih atau kuning di bagian dalam.
Daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) ini memiliki warna hijau kecoklatan
dan menyerupai bentuk hati,memiliki panjang 5,5 cm hingga 9 cm, sedangkan
lebarnya 5,5 cm hingga 9,5 cm. Pada bagian ujung daun berbentuk runcing,
tepinya tidak rata, berambut halus, dan memiliki ujung pangkal yang tumpul.
Bagian tangkai daun memiliki panjang 2,5 cm sampai 4,5 cm. Batang tanaman
cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) berbentuk bulat, dengan diameter 1 cm.
Bunga cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) berbentuk kecil dan berkelompok,
bunga jantan berwarna hijau muda dengan panjang 30-40 mm dan mempunyai
kelopak bunga sebanyak 4-5 kelopak, sedangkan bunga betina berukuran lebih
kecil dengan panjang 0,7-1,0 mm dan mempunyai kelopak bunga sebanyak 1-2
kelopak serta sebuah kelopak yang berbulu. Benang sari pada bunga memiliki
satu tangkai dengan kepala sari bergerombol di bagian ujungnya.
Tanaman cincau hijau berbentuk bulat dan agak berbulu. Setiap buah
mengandung 1-2 biji yang keras berbentuk bulat telur. Akar cincau hijau dapat
29
tumbuh membesar seperti umbi dengan bentuk yang tidak teratur (Wijayakusuma
et al., 2000).
2. Kandungan dan Kegunaan Daun Cincau Hijau (Cyclea Barbata Miers)
Secara umum kandungan daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) adalah
karbohidrat, lemak, protein dan senyawa-senyawa lainnya seperti polifenol,
flavonoid serta pada mineral-mineral seperti kalsium, fosfor, vitamin A, dan
vitamin B. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Farida dan Vanoria (2008)
menunjukkan bahwa daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers) memiliki senyawa
metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, dan steroid.
Keberadaan pada senyawa flavonoid pada daun cincau hijau (Cyclea Barbata
Miers) ini merupakan indikasi adanya aktivitas antibakteri dan antioksidan
(Thomas et al., 2007).
a. Alkaloid
Alkaloid merupakan salah satu metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan
yang dapat dijumpai pada beberapa bagian tanaman seperti daun, biji, ranting, dan
kulit batang. Alkaloid memiliki efek dalam bidang kesehatan berupa pemicu
sistem saraf, mengurangi rasa sakit, antimikroba, obat penenang, dan dapat
digunakan untuk menaikkan tekanan darah. Alkaloid memiliki kandungan
nitrogen sebagai bagian sistem siklik dan substituen yang bervariasi seperti gugus
amina, amida, fenol, dan juga metoksi alkaloid.
Mekanisme kerja antibakteri dari alkaloid adalah dengan menggangu komponen
penyususun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak
30
terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel. Berikut adalah gambar
struktur senyawa alkaloid (Harborne, 1987).
Gambar 2.8. Struktur senyawa alkaloid.
b. Polifenol
Polifenol merupakan senyawa turunan dari senyawa fenol yang memiliki aktivitas
utama sebagai antioksidan. Antioksi dan fenolik biasanya digunakan untuk
mencegah terjadinya kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan, kosmetik,
dan farmasi. Pada daun cincau hijau (Cyclea Barbata Miers), kandungan polifenol
ini memiliki jumlah yang lebih kecil dibandingkan daun lainnya seperti daun
kelor. Fenol bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri, sehingga
aktivitas sel terganggu dan menyebabkan kematian sel.
c. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang
paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Kerangka flavonoid terdiri
atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa
heterosiklik yang mengandung oksigen. Bentuk sederhana dari cincin-cincin ini
dijadikan sebagai dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya.
Flavonoid merupakan antioksidan yang berpotensi untuk mencegah pembentukan
radikal bebas. Selain itu, flavonoid mempunyai peran sebagai antibakteri dan juga
31
sebagai antivirus. Flavonoid pada tanaman ditemukan sebagai glikosida dengan
beberapa kelompok hidroksil fenolik bergabung bersama gula. Flavonoid bekerja
sebagai antibakteri dengan cara menghambat sintesis asam nukleat bakteri dan
mampu menghambat motilitas bakteri. Berikut ini adalah gambar struktur dasar
flavonoid.
Gambar 2.9. Struktur dasar flavonoid.
d. Tanin
Tanin merupakan senyawa yang dapat larut dalam air, gliserol, alkohol, dan
hidroalkohol, tetapi tidak dapat larut dalam petroleum eter, benzeene, dan eter.
Tanin digolongkan menjadi dua jenis secara kimia yaitu tanin terkondensasi dan
tanin terhidrolisis. Tanin terkonsensasi terdapat pada seluruh tumbuhan paku-
pakuan dan juga gimnospermae serta angiospermae terutama pada jenis tumbuhan
berkayu, sedangkan tanin terhidrolisis hanya terdapat pada tumbuhan-tumbuhan
berkeping dua. Senyawa tanin terdiri dari senyawa fenolik yang susah dipisahkan
dan sukar mengkristal, fungsi utama tanin adalah sebagai antioksidan biologis.
Gambar 2.10. Struktur dasar senyawa tanin.
32
H. Baja Pegas Daun
1. Definisi Baja Pegas Daun
Baja pegas daun dikenal sebagai baja pelat datar yang dibuat melengkung untuk
membawa beban, merendam getaran, melunakkan tumbukkan dengan
memanfaatkan sifat elastisitas bahan dan menambah daya cengkeram ban
terhadap permukaan jalan (Venkatesan dan Devaraj, 2012).
Gambar 2.11. Baja Pegas Daun pelat datar.
2. Kelebihan Baja Pegas Daun
Baja pegas daun ini memiliki kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut :
adanya konstruksi sederhana, gesekan antar lembaran per daun berfungsi sebagai
gaya peredam, mengganti lembaran per yang patah saja dan dapat memainkan
kombinasi panjang per dan jumlah per untuk mendapat ayunan yang ringan
(Sahwendi, 2013).
Kelebihannya adalah sebagai berikut :
a. Baja pegas daun memiliki konstruksi yang sederhana.
b. Pada baja pegas daun saat bekerja, gesekan antar lembaran per daun
dapat berfungsi sebagai gaya peredam (damping force).
c. Saat per patah, hanya perlu mengganti lembaran per yang patah saja.
33
d. Baja pegas daun kaku terhadap gaya kesamping.
e. Untuk kendaraan penumpang dapat memainkan kombinasi panjang per
dan jumlah per untuk mendapat ayunan yang ringan (Sahwendi, 2013).
3. Kelemahan Baja Pegas Daun
Baja pegas daun memiliki kelemahan diantaranya:
a. Baja pegas daun memiliki bobot yang cukup berat.
b. Baja pegas daun kurang baik dalam menyerap getaran yang memiliki
frekuensi tinggi, misal jalan bergelombang dalam kecepatan tinggi
(Anonymous C, 2012).
4. Spesifikasi Baja Pegas Daun
Merupakan baja karbon yang sering digunakan pada kendaraan, darat terutama
kendaraan roda empat. Penggunaan pegas daun sebagai suspensi kendaraan untuk
transportasi darat masih relevan eksistensinya yang mana hampir 85% suspensi
untuk kendaraan mobil, khususnya truk masih menggunakan model suspensi
pegas daun sebagai komponen utamanya. Baja pegas daun terdiri dari kandungan
besi (Fe) sekitar 97% dan kandungan karbon antara 0,3%-0,6% C.
Disamping unsur besi (Fe) dan karbon (C), baja pegas daun mengandung unsur
campuran lain seperti Si, S, P, Mn, Ni, Cr, Mo, V, Ti, Sn, Al, Pb, Sb, Cu, W dan
Zn dengan jumlah presentase yang dibatasi dan berbeda-beda. Baja pegas daun
dikenal sebagai baja pelat datar yang dibuat melengkung. Baja pegas daun
dirancang dengan dua cara yaitu: multi-daun dan mono-daun.
34
Adapun contoh gambar baja pegas daun dan penggunaannya pada suspensi
kendaraan roda empat diperlihatkan pada Gambar 2.12 dan 2.13 berikut.
Gambar 2.12. Baja Pegas Daun (Venkatesan dan Devaraj, 2012).
Gambar 2.13. Baja Pegas Daun kendaraan roda empat.
35
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 5 bulan dari bulan Juni-Oktober 2018 di
Laboratorium Fisika Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(MIPA) Universitas Lampung, Laboratorium Kimia Organik Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Lampung,
Laboratorium Teknik Mesin SMKN 2 Bandar Lampung, Laboratorium Jurusan
Fisika Universitas Negeri Padang (UNP), dan Laboratorium Terpadu
Universitas Diponegoro (Undip) selama 4 bulan.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : gelas kimia,
gelas ukur, labu takar, botol sampel, spatula, pipet tetes, corong, alumunium foil,
jangka sorong, hot plate, stopwatch, benang nilon, neraca digital, rotary vacuum
evaporator, alat pemotong baja, kertas amplas, kertas saring, blender dry miller,
SEM (Scanning Electron Microscopy), dan EDS (Energy Dispersive
Spectroscopy).
Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun cincau hijau
(Cyclea Barbata Miers), baja pegas daun, NaCl 3%, etanol 96 %, akuades,
aquabides dan aseton.
36
C. Prosedur Percobaan
1. Pembuatan larutan inhibitor dengan daun cincau hijau
a) Mengeringkan daun cincau hijau sebanyak 2500 gram dalam suhu kamar
selama 22 hari untuk menghilangkan kadar air.
b) Menghaluskan daun cincau hijau yang telah kering dengan blender dry
miller untuk memudahkan dan memaksimalkan proses ekstraksi.
c) Mengekstrak daun cincau hijau dengan metode maserasi.
d) Memasukkan hasil maserasi daun cincau hijau yang telah halus kedalam
botol yang berisi etanol 96 % selama 24 jam.
e) Menyaring hasil perendaman menggunakan kertas saring hingga
diperoleh filtrat.
f) Menguapkan filtrat dari hasil maserasi menggunakan alat penguap putar
vakum (rotary evaporator) dengan kecepatan 200 rpm dan suhu 50 oC
hingga menghasilkan ekstrak pekat.
2. Preparasi sampel baja
Preparasi sampel baja dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a) Memotong baja pegas daun dengan panjang 10 mm, lebar 10 mm, dan
tinggi 5 mm.
b) Membersihkan baja dan memperhalus permukaannya dengan amplas
ukuran 100, 360, 800 dan 2000 grid untuk mengilangkan bekas goresan.
c) Mencelupkan baja kedalam aseton untuk membersihkan kotoran yang
menempel pada baja.
d) Menimbang baja untuk mengetahui massa awal baja tersebut.
37
3. Pembuatan larutan medium korosif
Adalah larutan yang dapat mengakibatkan terjadinya korosi. Cara
pembuatannya yaitu dengan adanya larutan NaCl 3% dan mengencerkannya
dengan aquades. Untuk larutan NaCl ditentukan secara matematis
berdasarkan persamaan 3.1 = (3.1)
Dengan keterangan sebagai berikut :
= volume mula-mula (ml)
= konsentrasi mula-mula (%)
= volume setelah pengenceran (ml)
= konsentrasi setelah pengenceran (%)
Pembuatan larutan NaCl yaitu dengan konsentrasi 3% yaitu 3 gram NaCl
ditambahkan dengan aquabides sampai volume 100 ml. Larutan NaCl 3%
dengan variasi konsentrasi ekstrak daun cincau hijau dengan penambahan 6,6
ml. Kemudian, ekstrak daun cincau hijau ini dimasukkan dalam gelas beker
100 ml dan ditambahkan NaCl 3% sampai tanda batas.
4. Perendaman
Pada tahap perendaman ini sampel yang akan digunakan ada 8 sampel, yaitu
4 sampel akan direndam pada suhu 40℃ dan 4 sampel direndam pada suhu
80 ℃. Sampel dibuat pada suhu konstan selama 7 jam. Pada masing-masing
konsentrasi inhibitor yang digunakan yaitu 0, 2, 4, dan 6%.
38
D. Perhitungan Laju Korosi
Untuk menghitung laju korosi, dilakukan menggunakan metode
kehilangan berat dengan tahap-tahap sebagai berikut :
- Menimbang sampel untuk mengetahui massa awal sebelum
perendaman. Dalam tahap ini sampel yang digunakan ada 6, dibagi
menjadi 2 bagian untuk variasi suhu 40 dan 80oC dalam larutan NaCl
3%. Masing-masing bagian terdiri dari 4 sampel dengan konsentrasi
inhibitor 0, 2, 4 dan 6%.
- Membersihkan dan mengeringkan masing-masing sampel, kemudian
menimbang massa setelah perendaman.
Tabel 3.1 Konstanta laju korosi pada baja karbon.No Konstanta Laju Korosi K
1 Mils per year (mpy) 3,45 x 10⁶2 Inches per year (inches/y) 3,45 x 10³
3 Millimeters per year (mm/y) 8,76x10⁴4 Micrometers per year (µm/y) 8,76x10⁷5 Milligrams per square decimeter per day
(mmd)2,40 x 10⁶ x D
= (3.2)
Dimana :
CR = laju korosi (mm/y)
K = konstanta laju korosi
W = selisih massa (mg)
A = luas permukaan (mm2)
T = waktu perendaman (year)
ρ = massa jenis (mg/mm3)
39
E. Diagram Alir
1) Pembuatan larutan inhibitor dengan daun cincau hijau
Gambar 3.1 Pembuatan inhibitor larutan daun cincau hijau.
Start
Daun cincau hijau
- Dibersihkan dan dipotong kecil-kecil- Dikeringkan selama 22 hari pada
suhu ruang- Dihaluskan dengan blender dry
miller
Serbuk daun cincau hijau
- Perendaman dengan etanol 96 %selama 24 jam,- kemudian disaring dengan kertas
saring
Filtrat ekstrak daun cincau hijau
- Di uapkan dengan vacuum rotaryevaporator dengan kecepatan 200rpm dan suhu 50 oC
Hasil ekstrak dauncincau hijau
40
2) Preparasi sampel baja
Gambar 3.2 Preparasi sampel baja.
3) Medium korosif
Gambar 3.3 Medium korosif.
Baja Pegas Daun
- Dipotong dengan ukuran10x10x5 mm3
Sampel baja dengan ukuran 10x10x5 mm3
- Diamplas ukuran 100, 360,800 dan 2000 grid, dicelupdalam aseton
- Ditimbang, untukmengetahui massa awal
Sampel Baja Pegas Daun hasil preparasi
Medium korosif
- Ditambahkan NaCl 3 grdengan aquabides 100 ml
- Dicampur hingga homogen
Medium korosif NaCl 3%
41
4) Preparasi Proses Korosi
Gambar 3.4 Laju korosi.
Baja hasil preparasi
- Ditimbang massa awalnya, direndamdengan medium NaCl 3% denganpenambahan ekstrak daun cincau 0,2, 4, 6%- Direndam konstan selama 7 jam,
pada dua suhu yaitu 40℃ dan 80℃Baja hasil perendaman
- Di bersihkan dan timbangmassa akhirnya
Analisis data
Analisis sampel
- Dihitung laju korosi,- Karakterisasi XRD,
SEM, dan EDS
Selesai
42
F. Kode Sampel
Kode sampel yang digunakan untuk memudahkan penyajian dan analisis data
ditunjukkan pada Tabel 3.2 berikut ini.
Tabel 3.2 Kode sampel.
No Kode SampelSuhu Konsentrasi Keterangan(℃) inhibitor (%)
1. PGDaun-A 0Sampel Baja Pegas Daun
murni2. PGDaun-40-0 03. PGDaun-40-2 40 2
Dengan perlakuan4. PGDaun-40-4 45. PGDaun-40-6 66. PGDaun-80-0 07. PGDaun-80-2
802
Dengan perlakuan8. PGDaun-80-4 4
9. PGDaun-80-6 6
68
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Laju korosi pada suhu perendaman 40℃ lebih rendah daripada laju korosi
pada suhu perendaman 80℃.
2. Konsentrasi inhibitor ekstrak daun cincau hijau dan waktu perendaman sangat
berpengaruh terhadap laju korosi yang dihasilkan yaitu semakin bertambahnya
konsentrasi maka laju korosinya semakin menurun dan semakin lama waktu
perendaman maka laju korosi yang dihasilkan akan semakin menurun.
3. Hasil analisa XRD memperlihatkan bahwa pada sampel Baja Pegas Daun
(raw) menunjukkan puncak Fe lebih tinggi daripada sampel Baja Pegas Daun
suhu 40℃ konsentrasi 0% (PGDaun-40-0) dan sampel Baja Pegas Daun 80℃konsentrasi 0% (PGDaun-80-0) menunjukkan puncak Fe yang paling rendah.
4. Berdasarkan hasil analisis SEM permukaan sampel Baja Pegas Daun suhu
40℃ konsentrasi 2 sampel (PGDaun-40-2) lebih terkorosi dibandingkan
permukaan sampel Baja Pegas Daun suhu 40℃ konsentrasi 0% atau sampel
(PGDaun-40-0) dan hasil ini diperkuat dengan analisis EDS.
69
B. Saran
Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan perendaman yang
bervariasi terhadap waktu dan dalam media korosif yang berbeda dan jenis logam
yang berbeda untuk membandingkan laju korosi yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahvenainen, Patrik. 2016. Comparison of Sample Crystallinity DeterminationMethods By X-Ray Diffraction For Challenging Cellulose I Materials.Journal University of Helsinki Institutional Repository. Vol. 23. No. 2. Pp.1073-1086.
Asdim. 2007. Penentuan Efisiensi Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garciniamangostana L) pada Reaksi Korosi Baja dalam Larutan Asam. JurnalGradien. Vol 3. No 2. Pp. 273-276.
ASM handbook. 1993. Properties and Selection: Iron Stell and High PerformanceAlloys. Tenth Edition. Jurnal Metals handbook. Vol 1. Pp. 329-335.
Athur, Beiser. 1992. Konsep Fisika Modern. Jilid 3. Terjemahan The Houw LiongPh.D. Erlangga. Jakarta.
Bundjali, Bunbun., N.M. Surdia., B.L. Oei., dan A. Bambang. 2006. PelarutanBesi Selektif pada Korosi Baja Karbon dalam Larutan Buffer Asetat,Natrium Bikarbonat – CO2 Jenuh. Jurnal PROC. ITB Sains & Teknik. Vol.38A. Pp. 149 – 161.
Cullity, B, D. 1978. Elements of X-Rays Diffraction, Second Edition. AdisonWesley Publishing Company Inc. United State of America.
Dalimunthe, I.S., 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi. Universitas Sumatra Utara.
Djaprie S. 1995. Ilmu dan Teknologi Bahan. Edisi 5. Erlangga. Jakarta.
Elda Sefti, Ediman Ginting, Suprihatin. 2014. Pengaruh Konsentrasi LarutanAsam Klorida tanpa dan dengan Inhibitor Kalium Kromat 0,2%Terhadap Laju Korosi Baja Api 5l Grade B. Jurnal Teori dan AplikasiFisika. Vol. 03. No. 01. Pp. 1-6.
Fontana, M.G dan M.D. Greene. 1986. Corrosion Engineering Hand Book.McGraw Hill Book Company. New York. Pp. 144-147.
Hageman, A, E. 2002. Tannin Chemistry. Departement of Chemistry andBiochemistry. Oxford. Miamy University.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fotokimia Penuntun Cara Modern MenganalisaTumbuhan. ITB. Bandung.
Ilim, B. 2008. Study Penggunaan Ekstrak Buah Lada, Buah Pinang dan Daunsebagai Inhibitor Korosi Baja Lunak dalam Air Laut Buatan yangJenuh Gas CO2. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II.Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hal. 257-256.
Jones, D.A., 1991. Principle and Prevention of Corrosion. Mc.MillanPublishing Company. New York.
Jones, Denny A. 1992. Principles and Preventation of Corrosion. Maxwell.Mc. Millan. Singapura.
Jones. 1996. Instrument Analysis and Management. Ed 5. John and Sons. Inc.
Kennedy, J. H., 1990. Analytical Chemistry Principle. 2nd Ed. Academic Press.New York.
Kirk and Othmer. 1965. Encyclopedia of Chemical Technology. Second Edition.John Willey and Sons. New York.
Landolt, D. 2007. Corrosion and Surface Chemistry of Metals. First Edition.EPFL Press. Lausanne.
Ludiana, Y., dan Handani, S., 2012. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Ekstrak DaunTeh (CameliaSinensis) Terhadap Laju Korosi Baja Karbon Schedule 40Grade B Erw. Jurnal Fisika Unand. Vol. 1. Pp. 12-18.
Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. IKIP Semarang Press. Semarang.
Murabbi, A.L dan Sulistijono. 2012. Pengaruh Konsentrasi Larutan GaramTerhadap Laju Korosi dengan Metode Polarisasi dan Uji Kekerasan sertaUji Tekuk pada Plat Bodi Mobil. Jurnal Teknik Pomits. Vol. 1. No.1.Pp.4.
Oguzie, E. 2007. Corrosion Inhibition of Aluminium in Acidic and AlkalineMedia by Sansevieria Trifas – Ciata Exctract. Journal Corrosion Science.Vol. 49. Pp. 402-417.
Putra, R.A. 2011. Pengaruh Waktu Perendaman dengan Penambahan Ekstrak UbiUngu sebagai Inhibitor Organik Pada Baja Karbon Rendah dilingkunganHCl 1M. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok.
Putranto, Donny.2008.Fenomena.http://kimiafenomenadahsyat.blogspot.com.Diakses pada tanggal 22 April2018. Pukul 10.00 WIB.
Qulub, 2011. Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energi Dispersive X-Ray Spectroscpoy (SEM-EDS) http://www.Munawirulq. blogspot.com/2011/031. Diakses tanggal 23 Mei 2018. Pukul 21.00 WIB.
Richman, M. H. 1967. An Introduction to The Science of Metals. BlaisdellPublishing Company, United State of America. Pp. 78-79.
Risnasari, I. 2001. Pemanfaatan Tannin sebagai Bahan Pengawet Kayu. Skripsi.Universitas Sumatera Utara. Medan.
Roberge, P.R. 2000. Handbook of Corrosion Engineering. Mc. Graw-Hill. NewYork.
Rustandi, Andi. 2011. Studi Pengaruh Laju Alir Fluida terhadap Laju Korosi BajaAPI 5L X-52 menggunakan Metode Polarisasi pada Lingkungan NaCl3,5% yang Mengandung Gas CO2. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok.
Sack, R.J. 1976. Welding Principle and Practices. McGraw Hill. New York.
Sahwendi. 2013. Pengaruh Perlakuan Panas, Variasi Suhu Tempering dan LamaWaktu Penahanan Terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Baja PegasDaun Karbon Sedang. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Salmon, C.G dan J.E. Jhonson.1994. Struktur Baja Desain dan Perilaku.Erlangga. Jakarta.
Smallman, R.E. dan Bishop, R.J. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan RekayasaMaterial. Edisi keenam. Erlangga. Jakarta.
Thomas, A.N.S. 2007. Tanaman Obat Tradisional. Kanisius. Yogyakarta.
Trethewey, K. R. & Chamberlain, J., 1991. Korosi untuk Mahasiswa Sains danRekayasa. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Uhlig. H.M., 2000. Uhlig`s Corrosion Handbook. Second Edition. John Wiley &Sons. Inc.
Venkatesan, M and Devaraj, H.D. 2012. Design and Analysis Of Composite LeafSpring in Light Vehicle. International Journal of Modern EngineeringResearch. Vol. 2. Pp. 213-218.
Vlack, Van L., H. 1994. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan BukanLogam). Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.
Wijayakusuma,H dan Dalimartha, S. 2000. Ramuan Tradisional untukPengobatan Darah Tinggi. Cetakan VI. Penebar Swadaya. Jakarta.