pengaruh financial distress terhadap penerimaan...

28
PENGARUH FINANCIAL DISTRESS TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2006-2010 ABSTRAK Oleh: WINDA JULIANA NPM : 0851031063 Tlpn : 08978921547 Email : [email protected] Pembimbing I : Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt. Pembimbing II : Retno Yuni Nur S, S.E., M.Sc, Akt Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh financial distress terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perioda 2006-2010. Opini audit going concern sebagai variabel dependen diukur dengan variabel dummy. Financial distress sebagai variabel independen diukur dengan menggunakan metoda Revised Altman. Opini audit tahun sebelumnya sebagai variabel kontrol diukur dengan menggunakan variabel dummy. Dengan dugaan hipotesis bahwa financial distress berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu sebanyak 141 perusahaan, namun setelah digunakan teknik purposive sampling didapatkan sampel sebanyak 21 perusahaan dengan perioda pengamatan selama 5 tahun (2006-2010). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik. Hasil penelitian menggunakan tingkat signifikasi 5% menunjukkan bahwa variabel financial distress mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern dan opini audit tahun sebelumnya mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Kata Kunci : Opini audit going concern, financial distress, opini audit tahun sebelumnya

Upload: phamphuc

Post on 12-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH FINANCIAL DISTRESS TERHADAP PENERIMAAN OPINI

AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2006-2010

ABSTRAK

Oleh:

WINDA JULIANA

NPM : 0851031063

Tlpn : 08978921547

Email : [email protected]

Pembimbing I : Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt.

Pembimbing II : Retno Yuni Nur S, S.E., M.Sc, Akt

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh financial

distress terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perioda 2006-2010. Opini

audit going concern sebagai variabel dependen diukur dengan variabel dummy.

Financial distress sebagai variabel independen diukur dengan menggunakan

metoda Revised Altman. Opini audit tahun sebelumnya sebagai variabel kontrol

diukur dengan menggunakan variabel dummy. Dengan dugaan hipotesis bahwa

financial distress berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going

concern dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap

penerimaan opini audit going concern.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu sebanyak 141

perusahaan, namun setelah digunakan teknik purposive sampling didapatkan

sampel sebanyak 21 perusahaan dengan perioda pengamatan selama 5 tahun

(2006-2010). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi

logistik.

Hasil penelitian menggunakan tingkat signifikasi 5% menunjukkan bahwa

variabel financial distress mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap

penerimaan opini audit going concern dan opini audit tahun sebelumnya

mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan opini audit

going concern.

Kata Kunci : Opini audit going concern, financial distress, opini audit tahun

sebelumnya

THE EFFECT OF FINANCIAL DISTRESS TOWARDS THE

ACCEPTANCE OF AUDIT OPINION “GOING CONCERN” IN

MANUFACTURING COMPANIES LISTED IN INDONESIA STOCK

EXCHANGE 2006-2010 PERIOD

ABSTRACT

By:

WINDA JULIANA

NPM : 0851031063

Tlpn : 08978921547

Email : [email protected]

Pembimbing I : Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt.

Pembimbing II : Retno Yuni Nur S, S.E., M.Sc, Akt

This research aims to find out the effect of financial distress towards the

the acceptance of audit opinion “going concern” in manufacturing companies

listed in Indonesia Stock Exchange 2006-2010 period. Audit opinion “going

concern” as dependent variable is measured with dummy variables. Financial

distress as independent variable is measured with “Revised Altman” method.

Audit opinion in the previous years as controling variable is measured with

dummy variables. The hypothesis are financial distress negatively affect the

acceptance of audit opinion “going concern” and the previous year audit opinion

positively affect the acceptance of audit opinion “going concern”.

Population of data which used in this research are 141 manufacturing

companies listed in Indonesia Stock Exchange, but after using “purposive

sampling method” only 21 companies qualified for being sample with 5 years

observation period. Hypothesis examining using logistic regression analysis.

The results of the research using 5% level of significance shows financial

distress negatively significant affect the acceptance of audit opinion “going

concern” and the previous year audit opinion positively significant affect the

acceptance of audit opinion “going concern”.

Keywords : Audit opinion “going concern”, financial distress, the previous year

audit opinion.

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis keuangan global telah mengubah bentuk perekonomian dunia dan sebagian

besar di setiap negara merasakan dampak dari krisis keuangan global termasuk

negara-negara di Asia salah satunya adalah Indonesia yang membawa dampak

yang signifikan terhadap keberadaan entitas bisnis. Contohnya adalah

kelangsungan hidup perusahaan di Indonesia. Dikarenakan mengalami

keterpurukan, sehingga banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan

sehingga tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya. Akibatnya terjadi

peningkatan jumlah perusahaan yang mendapatkan opini audit Qualified Going

Concern dan Disclaimer (Praptitorini dan Januarti, 2007).

Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha dan merupakan

asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas bisnis, sehingga jika suatu entitas

bisnis tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya sampai satu perioda

atau satu tahun kedepan, maka going concern perusahaan diragukan dan entitas

bisnis tersebut mengalami masalah (Petronela, 2004).

Banyak kasus mengenai manipulasi data keuangan yang tidak dapat dideteksi dan

informasi mengenai going concern yang belum diungkapkan oleh auditor

menyebabkan hilangnya kepercayaan pengguna informasi kepada auditor itu

sendiri. Sehingga apabila masalah ini terus berlanjutan maka akan berdampak

pada hilangnya kepercayaan terhadap auditor dan menyebabkan kerugian pada

pihak lain pengguna informasi seperti stakeholders dan shareholders. Auditor

sebagai pihak independen yang diharapkan dapat mendeteksi kecurangan dan

mengungkapkan informasi mengenai laporan keuangan perusahaan secara

menyeluruh. Peran auditor diperlukan untuk mencegah diterbitkannya laporan

keuangan yang menyesatkan, sehingga dengan menggunakan laporan keuangan

yang telah diaudit para pemakai laporan keuangan diharapkan dapat membuat

keputusan dengan benar. Menurut SA Seksi 341 (IAPI, 2011) auditor juga

bertanggungjawab untuk menilai apakah ada kesangsian terhadap perusahaan

dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu tidak lebih

dari satu tahun sejak tanggal laporan audit. Dengan demikian, topik mengenai

going concern sangat menarik untuk dilakukan penelitian karena masih sering

terjadi dan berhubungan dengan kepentingan banyak pihak baik eksternal dan

internal perusahaan.

Auditor dapat memberikan opini audit going concern jika terdapat keraguan pada

perusahaan dalam menjalankan kelangsungan usahanya selama setahun kedepan

terhitung dari dikeluarkannya laporan audit (IAPI, 2011). Opini audit going

concern merupakan „kabar buruk‟ bagi pengguna laporan keuangan baik internal

(stakeholders) maupun eksternal (shareholders). Masalah yang sering timbul

adalah sulit untuk memperkirakan going concern suatu perusahaan, sehingga

auditor menghadapi pilihan antara moral dan etika dalam memberikan opini audit

going concern. Hal ini disebabkan adanya self fulfilling prophecy (Venuti, 2007).

Penyebab lainnya adalah tidak terdapatnya pedoman penetapan status going

concern yang terstruktur (Joanna, 1994).

Perusahaan akan menerima opini audit going concern jika terdapat masalah pada

pendapatan, reorganisasi, ketidakmampuan dalam membayar bunga, menerima

opini audit going concern tahun sebelumnya, dan dalam proses likuidasi

mengalami modal yang negatif, arus kas negatif, pendapatan operasi negatif,

modal kerja negatif, mengalami kerugian selama 2 s/d 3 tahun berturut-turut, laba

ditahan negatif (Mutchler, 1985 dalam Januarti, 2009).

Perkiraan pada perusahaan akan mengalami kebangkrutan dimasa mendatang dan

keraguan terhadap kelangsungan hidup perusahaan juga merupakan pertimbangan

bagi auditor dalam pengeluaran opini audit going concern. Kondisi kebangkrutan

suatu perusahaan yang mengalami financial distress, yaitu adalah keadaan dimana

kondisi keuangan perusahaan selama perioda tertentu menghasilkan laba bersih

(net profit) negatif selama beberapa tahun yang akhirnya akan mengarah ke

kebangkrutan dan arus kas operasi perusahaan tidak mencukupi untuk melakukan

tindakan perbaikan untuk mencegah terjadinya kebangkrutan (Endri, 2009).

Carcello dan Neal (2000) dalam Setyarno, dkk., (2006) menyatakan bahwa

semakin buruk kondisi keuangan perusahaan maka semakin besar kemungkinan

perusahaan menerima opini audit going concern. Altman dan McGough (1974)

dalam Fanny dan Saputra (2005) mengatakan bahwa tingkat prediksi

kebangkrutan dengan menggunakan model prediksi mencapai tingkat keakuratan

82% dibandingkan dengan menggunakan metoda lain seperti hanya melihat laba

bersih sebelum pajak yang negatif dan menyarankan penggunaan model prediksi

kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan apakah perusahaan

mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Masalah financial distress akan mengarah pada going concern yang diragukan

dalam waktu pantas. Ross et al., (2002) menyatakan bahwa financial distress akan

menyebabkan perusahaan mengalami gangguan dalam keuangan seperti: arus kas

negatif, rasio keuangan yang buruk, dan gagal bayar pada perjanjian utang. Fanny

dan Saputra (2005) dan Setyarno,dkk (2006) menemukan bukti bahwa jika

kondisi perusahaan dengan kondisi kinerja keuangan yang baik maka

kemungkinan kecil perusahaan tersebut akan mendapat opini going concern dari

auditor. Hal ini bertentangan dengan penelitian Januarti (2009) bahwa financial

distress tidak memiliki pengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.

Sehubungan dengan penjelasan tersebut, maka penulis tertarik untuk menganalisa

pengaruh faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern yaitu

financial distress terhadap penerimaan opini audit going concern. Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia selama perioda 2006-2010. Penelitian ini hanya

menggunakan perusahaan-perusahaan manufaktur sebagai sampel karena sektor

manufaktur dominan di Asia, khususnya di Indonesia (Achmad et al., 2009),

menjaga homogenitas data sehingga hanya menggunakan perusahaan manufaktur

saja, untuk menghindari terjadinya industrial effect yaitu risiko industri yang

berbeda antar suatu sektor industri yang satu dengan yang lain (Setyarno, dkk.,

2006), memiliki peran yang relatif besar dalam nilai ekspor Indonesia terhadap

perekonomian dan memiliki tingkat kompetisi yang kuat sehingga rawan terhadap

kasus-kasus kecurangan dan masalah going concern.

Judul penelitian ini adalah “Pengaruh Financial Distress terhadap Penerimaan

Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2010.”

1.3. Perumusan Masalah dan Batasan Masalah

1.2.1 Perumusan Masalah

Apakah financial distress berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini

audit going concern?

1.2.2 Batasan Masalah

Proksi yang digunakan untuk mengetahui keadaan financial distress perusahaan

adalah metoda Revised Altman karena metoda ini menurut Fanny dan Saputra

(2005) yang paling tepat jika dibandingkan dengan The Zmijeski Model dan The

Springate Model. Revised Altman merupakan revisi dari The Altman Model

sehingga dapat digunakan untuk perusahaan manufaktur yang go publik.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

Menganalisis pengaruh financial distress terhadap penerimaan opini audit going

concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

perioda tahun 2006 - 2010.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut:

1. Dapat menjadi bukti empiris serta memberikan kontribusi tambahan terhadap

penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya.

2. Bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang ilmu akuntansi, terutama

berkaitan dengan pengauditan, khususnya dalam bidang keputusan pemberian

opini audit.

3. Bagi pemberi pinjaman (kreditur) mengenai informasi kebangkrutan bisa

bermanfaat untuk mengambil keputusan perusahaan mana saja yang akan diberi

pinjaman dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang

telah diberikan.

4. Bagi praktisi akuntan publik terutama bagi auditor dalam memberikan penilaian

keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan hidup (going concern)

perusahaan dimasa yang akan datang. Hal ini dengan memperhatikan kondisi

keuangan pada perusahaan.

5. Bagi investor, saham dan obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan

tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut

atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agency Theory

Jensen dan Meckling (1976) dalam Januarti (2009) menyatakan adanya hubungan

kontrak antara agent (manajemen) dengan principal (pemilik). Dalam pandangan

keagenan, timbulnya konflik kepentingan antara principal atau pemegang saham

dan agent perusahaan karena kemungkinan adanya tindakan dari agent yang tidak

sesuai dengan kepentingan principal. Agent mungkin enggan mengungkapkan

informasi yang tidak diharapkan oleh principal, sehingga terdapat kecenderungan

untuk memanipulasi laporan keuangan (Januarti, 2009). Berdasarkan asumsi

tersebut, maka dibutuhkan pihak ketiga yang independen, yaitu akuntan publik

(auditor) yang memiliki tugas memberikan jasa untuk menilai laporan keuangan

yang dibuat oleh agen, dengan hasil akhir adalah opini audit (Januarti, 2009).

Masalah timbul ketika banyak terjadi kegagalan audit (audit failures) yang

menyangkut opini audit going concern (Mayangsari, 2003). Penyebabnya adalah

masalah self fulfilling prophecy yang mengakibatkan auditor enggan

mengungkapkan status going concern dalam laporan auditnya. Hal ini terkait

dengan kekhawatiran auditor tentang akibat opini going concern yang justru dapat

mempercepat financial distress. Namun dilain pihak, opini audit going concern

yang diungkapkan dengan secepatnya dapat mempercepat upaya perbaikan

perusahaan yang akan mengalami financial distress. Masalah kedua yang

menyebabkan audit failures adalah tidak ada pedoman penetapan status going

concern yang terstruktur (Joanna, 1994)

Dengan adanya konflik ini, principal diharapkan dapat lebih awal mendeteksi

financial distress dan kemudian bertindak aktif menganalisa penyebab financial

distress sehingga dapat mengendalikan kondisi tersebut. Penurunan dalam kinerja

perusahaan setelah munculnya tahap awal financial distress dapat berkelanjutan

sebagai akibat dari manajemen yang buruk.

2.2 Signaling Theory

Signaling theory adalah pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk

mengurangi asimetri informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh

manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik dan pihak luar (investor,

kreditor). Salah satu cara untuk mengurangi asimetri informasi adalah dengan

memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan

yang dapat dipercaya dan memiliki integritas dan akan mengurangi ketidakpastian

mengenai prospek perusahaan yang akan datang. Untuk memastikan pihak-pihak

yang berkepentingan mempercayai keandalan informasi keuangan yang

disampaikan agent, perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang dapat

memberikan pendapat tentang laporan keuangan seperti auditor independen.

Sinyal opini yang diberikan oleh auditor independen merupakan sinyal yang

mencerminkan keandalan informasi keuangan yang dihasilkan perusahaan yang

telah di audit.

2.3. Opini Audit Going Concern

Going concern merupakan kelangsungan hidup usaha suatu entitas bisnis. Dengan

adanya going concern maka suatu entitas bisnis dianggap akan mampu

mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi

dalam jangka pendek (Setyarno dkk, 2006).

SA Seksi 508 paragraf 11 huruf c (IAPI, 2011) menyatakan bahwa keragu-raguan

yang besar pada kemampuan entitas usaha untuk dapat mempertahankan

kelangsungan hidupnya. Jadi jika terdapat keragu-raguan yang besar terhadap

kemampuan perusahaan untuk dapat mempertahankan keberlangsungan hidupnya,

maka auditor dapat memberikan opini audit going concern.

SA Seksi 341 (IAPI, 2011) memberikan petunjuk bagi auditor mengenai dampak

kemampuan entitas usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya

terhadap opini auditor yaitu:

a. Tanggung Jawab Auditor

Auditor bertanggung jawab mengevaluasi jika terdapat keraguan mengenai

kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam

jangka waktu pantas. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar

mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya

dalam jangka waktu pantas, ia harus:

1) Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk

mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut, dan

2) Menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara

efektif dilaksanakan.

Auditor tidak bertanggung jawab untuk memprediksi kondisi atau peristiwa yang

akan datang. Fakta bahwa entitas kemungkinan akan berakhir kelangsungan

hidupnya setelah menerima laporan auditor yang tidak memperlihatkan

kesangsian besar, dalam jangka waktu satu tahun setelah tanggal laporan

keuangan, tidak berarti dengan sendirinya menunjukan kinerja audit yang tidak

memadai. Oleh karena itu, tidak dicantumkannya kesangsian besar dalam laporan

auditor tidak seharusnya dipandang sebagai jaminan mengenai kemampuan entitas

dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

b. Prosedur Audit

Auditor tidak perlu merancang prosedur audit dengan tujuan tunggal untuk

mengidentifikasi kondisi dan peristiwa yang, jika dipertimbangkan secara

keseluruhan, menunjukkan bahwa terdapat kesangsian besar mengenai

kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka

waktu pantas. Hasil prosedur audit yang dirancang dan dilaksanakan untuk

mencapai tujuan audit yang lain harus cukup untuk tujuan tersebut.

c. Pertimbangan atas Kondisi dan Peristiwa

Signifikan atau tidaknya kondisi atau peristiwa tersebut akan tergantung atas

keadaan, dan beberapa di antaranya kemungkinan hanya menjadi signifikan jika

ditinjau bersama-sama dengan kondisi atau peristiwa yang lain. Berikut ini adalah

contoh kondisi dan peristiwa tersebut:

1) Trend negatif. Sebagai contoh, kerugian operasi yang berulangkali terjadi,

kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan

penting yang jelek.

2) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan. Sebagai contoh,

kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa,

penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap

pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan

untuk mencari sumber atau metoda pendanaan baru, atau penjualan sebagian

besar aset.

3) Masalah intern. Sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan hubungan

perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses proyek tertentu,

komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk

secara signifikan memperbaiki operasi.

4) Masalah luar yang telah terjadi. Sebagai contoh, pengaduan gugatan

pengadilan, keluarnya undang-undang, atau masalah-masalah lain yang

kemungkinan, membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi;

kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau

pemasok utama; kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir,

kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan

pertanggungan yang tidak memadai.

d. Pertimbangan atas Rencana Manajemen

1) Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak negatif

merugikan dari kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan entitas usaha dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka auditor akan

mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat

(disclaimer of opinion).

2) Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak negatif

merugikan kondisi dan peristiwa di atas, maka auditor mempertimbangkan

keefektifan rencana tersebut, yaitu:

a) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif maka

auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)

b) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif dan auditee

mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan,

maka auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified

opinion)

c) Jika auditor berkesimpulan rencana tesebut efektif tapi auditee tidak

mengungkapkannya dalam catatan atas laporan keuangan, maka auditor

menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion).

e. Pertimbangan Dampak Informasi Kelangsungan Hidup Entitas Terhadap

Laporan Auditor

Apabila setelah mempertimbangkan rencana dari manajemen, auditor

berkesimpulan terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas usaha

dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas,

maka auditor harus mempertimbangkan dampak yang kemungkinan timbul

pada laporan keuangan dan cukup atau tidaknya pengungkapannya. Beberapa

informasi yang dapat diungkapkan meliputi:

1) Kondisi atau peristiwa yang menimbulkan kesangsian besar mengenai

kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya

dalam jangka waktu pantas,

2) Dampak yang mungkin ditimbulkan oleh peristiwa atau kondisi tersebut

3) Evaluasi manajemen terhadap signifikan atau tidaknya kondisi atau

peristiwa dan faktor-faktor yang melemahkan dampak negatifnya,

4) Kemungkinan diberhentikannya operasi suatu waktu,

5) Rencana manajemen (termasuk informasi keuangan prospektif yang

relevan),

6) Informasi mengenai kemungkinan pulihnya kembali keadaan satuan usaha,

atau klasifikasi aset yang dicatat atau klasifikasi utang.

2.4 Financial Distress

Financial distress merupakan gambaran kesehatan atas kinerja keuangan sebuah

perusahaan sebenarnya dalam suatu perioda kerja. Hofer (1980:20) dalam (Endri,

2009) mengumpamakan kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dari

perusahaan yang mengalami laba bersih (net profit) negatif selama beberapa tahun

dan juga sebagai indikasi perusahaan mengarah ke kebangkrutan.

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 47 menyatakan bahwa jika

perusahaan mengalami kerugian sebesar 50% dari modal perusahaan, maka

perusahaan berkewajiban mendaftarkan perusahaan dalam pengadilan dan

mengumumkannya dalam surat kabar resmi. Tetapi jika perusahaan mengalami

kerugian sebesar 75% maka perusahaan tersebut demi hukum bubar dan para

pengurus bertanggung jawab kepada pihak ketiga atas perjanjian-perjanjian yang

telah terjadi setelah mereka tahu mengenai kerugian tersebut. Agar kebangkrutan

tidak terjadi menurut pasal 48, perusahaan harus membuat kas cadangan untuk

menutupi kerugian yang terjadi untuk sebagian atau seluruhnya.

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan

dan penundaan kewajiban pembayaran utang, dalam pasal 2, perusahaan

dikatakan bangkrut apabila debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor tidak

dapat membayar satu utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih dengan keputusan

pengadilan yang diajukan permohonan kepailitan oleh Bank Indonesia , Badan

Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan.

Pembubaran atau likuidasi perseroan dalam Undang-undang No 40 Tahun 2007

tentang perseroan terbatas dalam pasal 142 ayat 1, dapat terjadi karena:

a. Berdasarkan keputusan RUPS.

b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah

berakhir.

c. Berdasarkan penetapan pengadilan.

d. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup

untuk membayar biaya kepailitan.

e. Karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam

keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang

kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.

f. Karena dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan perseroan

melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kesangsian terhadap kelangsungan hidup perusahaan merupakan indikasi

terjadinya kebangkrutan pada perusahaan. Pengguna laporan keuangan sering kali

menganggap bahwa opini audit going concern sebagai tanda perusahaan akan

segera mengalami kebangkrutan atau tidak dapat mempertahankan kelangsungan

hidupnya. Mc Keown (1991) dalam Januarti (2009) juga mengemukakan

perusahaan yang tidak pernah mengalami financial distress, auditor tidak pernah

memberikan opini audit going concern dan sebaliknya, jika kondisi keuangan

perusahaan semakin memburuk maka akan semakin besar kemungkinan

perusahaan menerima opini audit going concern dari auditor. Pada perusahaan

yang kondisi keuangannya buruk, maka banyak ditemukan indikator masalah

going concern .

Fanny dan Saputra (2005) menemukan bahwa penggunaan model prediksi

kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman mempengaruhi ketepatan

pemberian opini audit dibandingkan dengan The Zmijeski model dan The

Springate model. Penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, et al., (2006) juga

berhasil membuktikan bahwa model prediksi kebangkrutan Altman berpengaruh

signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.

Model yang telah dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi. Revisi

yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang dilakukan agar model

prediksi kebangkrutan ini tidak hanya digunakan untuk perusahaan-perusahaan

manufaktur yang private melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaan-

perusahaan manufaktur yang go publik.

Hasil penelitian yang dikembangkan Altman:

Z' = 0,717Z1+ 0,874Z2 + 3,107Z3 + 0,420Z4 + 0,998Z5

Dalam hal ini:

Z1 = net working capital / total assets

Z2 = retained earnings / total assets

Z3 = earnings before interest and taxes / total assets

Z4 = book value of equity / book value of debt

Z5 = sales / total assets

Kriteria yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan

model diskriminan adalah dengan melihat zone of ignorance yaitu daerah nilai Z,

dimana dikategorikan sebagai berikut:

TABEL 2.1

Kriteria titik cut off Model Z Score Kriteria Nilai Z

Tidak bangkrut/ sehat jika Z lebih dari (>) 2,99

Bangkrut jika Z kurang dari (<) 1,20

Daerah rawan bangkrut (grey area) 1,20-2,99

2.5. Pengembangan Hipotesis

1. Financial Distress dan Opini Audit Going Concern

Altman dan McGough (1974) dalam Fanny dan Saputra (2005) menyarankan

penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor dikarenakan

memiliki tingkat prediksi kebangkrutan mencapai tingkat keakuratan 82% untuk

memutuskan kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Setyarno, dkk (2006) dan Fanny dan Saputra (2005) penggunaan model prediksi

kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman mempengaruhi ketepatan dalam

pemberian opini audit dibandingkan jika menggunakan The Zmijeski model dan

The Springate model untuk memprediksi keadaan financial distress perusahaan.

Financial distress merupakan faktor perusahaan yang banyak dipakai untuk

memprediksi going concern atau keberlangsungan hidup perusahaan dan

kebangkrutan yang akan terjadi. Mc Keown (1991) dalam Januarti (2009)

mengemukakan bahwa perusahaan yang tidak pernah mengalami financial

distress, auditor tidak pernah memberikan opini audit going concern. Hal ini

menunjukkan bahwa perusahaan yang mengalami financial distress ( Z Score

rendah) berpeluang mendapatkan opini audit going concern dari auditor karena

perusahaan tersebut mengindikasikan kelangsungan hidupnya diragukan dalam

jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

Ha : Financial distress berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going

concern

3. METODA PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data

penelitian yang meliputi laporan keuangan yang telah dipublikasi yang diambil

dari database Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006 sampai 2010 yang meliputi

laporan auditor independen dan laporan keuangan perusahaan.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan-perusahan manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006-2010. Teknik

penarikan sampel dalam penelitian ini adalah dengan metoda penyampelan

bersasaran (Purposive Sampling). Oleh karena sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2006 hingga tahun

2010 dan tidak sedang berada pada proses delisting pada perioda tersebut.

2. Memiliki laporan auditor independen yang dipublikasi bersamaan dengan

perioda pengamatan, dan opini yang diterima adalah going concern unqualified

/ qualified opinion dan going concern disclaimer opinion maupun opini non

going concern.

3. Mengalami laba bersih setelah pajak negatif sekurang-kurangnya dua perioda

laporan keuangan selama perioda pengamatan (2006-2010).

Tabel 3.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria

No Kriteria Jumlah Akumulasi

1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006-2010

141

2 Perusahaan manufaktur yang melakukan delisting tahun

2006-2010 dari BEI

(20) 121

3 Mengalami laba bersih setelah pajak negatif sekurang-kurangnya dua perioda laporan keuangan dan memiliki

laporan auditor independen yang dipublikasi bersamaan

selama perioda pengamatan (2006-2010)

(92) 29

4 Tidak ada data penelitian (8) 21

Jumlah sampel total selama perioda penelitian 105

3.3.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

3.3.1 Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen pada penelitian ini adalah opini audit (Audit Opinion). Opini

audit diukur dengan menggunakan variabel dummy, bernilai 1 untuk opini going

concern dan bernilai 0 untuk opini non going concern. Opini going concern dalam

penelitian ini terdapat pada unqualified opinion with explanatory, qualified

opinion dan disclaimer.

3.3.2 Variabel Independen (X)

Dalam penelitian ini terdapat satu variabel independen yang akan diuji tehadap

opini audit going concern yang diterima perusahaan dari auditor independen.

Variabel independen tersebut adalah sebagai berikut:

Financial Distress (X1)

Financial distress diukur dengan menggunakan model prediksi kebangkrutan

Revised Altman, yang terkenal dengan istilah Z score. Z score yang merupakan

suatu formula yang dikembangkan oleh Altman untuk mendeteksi kebangkrutan

perusahaan pada beberapa perioda sebelum terjadinya kebangkrutan. Formulanya

adalah:

Z’ = 0.717Z1 +0.874Z2 + 3.107Z3 + 0.420Z4+ 0.998Z5

Dalam hal ini:

Z1 = net working capital/ total assets

Z2 = retained earnings/ total assets

Z3 = earnings before interest and taxes/ total assets

Z4 = book value of equity/ book value of debt

Z5 = sales/ total assets

3.3.3 Variabel Kontrol

Opini Audit Tahun Sebelumnya

Auditee yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan

dianggap memiliki masalah kelangsungan hidup pada perusahaannya, semakin

besar kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan opini audit going concern

pada tahun berjalan (Januarti, 2009). Variabel ini menggunakan variabel dummy,

1 jika opini audit tahun sebelumnya opini audit going concern dan 0 jika opini

audit tahun sebelumnya opini audit non going concern.

3.5 Alat Analisis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis multivariate

dengan menggunakan regresi logistik (logistic regretion), yang variabel terikatnya

merupakan non parametrik (nominal) dan variabel bebasnya merupakan

parametrik (rasio).

Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk mengetahui pengaruh

variabel independen terhadap satu variabel dependen yang merupakan variabel

dummy. Pada teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan lagi uji normalitas

dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2007). Model regresi

logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah sebagai

berikut:

Ln = α + β1 FD + β2 PO

Keterangan:

GC = Opini going concern (variabel dummy, 1 jika opini going

concern, 0 jika opini non going concern)

FD = Prediksi kebangkrutan menggunakan persamaan revised Altman

PO = Opini audit tahun sebelumnya (variabel dummy, 1 jika opini

going concern, 0 jika non going concern)

α = konstanta

= kesalahan residual

3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif meliputi jumlah, sampel, nilai minimum, nilai

maksimum, nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi.

3.5.2 Pengujian Hipotesis

Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan

sebagai berikut:

a. Uji Kelayakan Model Regresi

Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s

Goodness of Fit Test. Model ini untuk menguji hipotesis nol bahwa data empiris

cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data

sehingga model dapat dikatakan fit). Adapun hasilnya jika ( Ghozali, 2007):

1. Jika nilai statistik Homer dan Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan

atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti ada perbedaan

signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness of fit

model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya

2. Jika nilai statistik Hosmer dan Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar

dari 0,05 , maka hipotesis nol diterima dan berarti model mampu memprediksi

nilai observasinya atau dapat dikatakan bahwa model dapat diterima karena

sesuai dengan data observasinya.

b. Uji Model Fit

Uji model fit digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah fit

atau tidak terhadap data baik sebelum maupun sesudah variabel bebas dimasukkan

ke dalam model.

Dari hipotesis ini, agar model fit dengan data maka Ho harus diterima atau Ha

harus ditolak (Ghozali, 2007). Statistik yang digunakan berdasarkan metode

maximum likelihood. Metode maximum likelihood adalah mencari koefisien

regresi sehingga probabilitas kejadian dari variabel dependen bisa setinggi

mungkin atau semaksimal mungkin. Besarnya probabilitas yang memaximumkan

kejadian ini disebut log of Likelihood (LL) (Widarjono, 2010). Untuk menguji

hipotesis nol dan alternatif, -2 dikalikan dengan LL sehingga menjadi -2LL.

Semakin kecil nilai -2LL, yang memiliki nilai minimum 0, maka semakin baik

model dan sebaliknya semakin besar nilai -2LL semakin kurang baik model

(Widarjono, 2010)

c. Estimasi Parameter dan Interpretasinya

Estimasi parameter dapat dinilai melalui koefisien regresi dari masing-masing

variabel yang diuji apakah menunjukkan bentuk suatu hubungan antar variabel

dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas (sign) untuk

melakukan pengujian hipotesis. Apabila terlihat angka signifikan lebih kecil dari

0,05 maka koefisien regresi adalah signifikan pada tingkat 5% maka Ho ditolak

dan Ha diterima, yang berarti bahwa variabel independen berpengaruh secara

signifikan terhadap terjadinya variabel dependen.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Statistik Deskriptif

Hasil pengujian secara statistik menunjukkan jumlah sampel (N) penelitian

sebanyak 105 yang merupakan laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur

yang terdaftar di BEI selama perioda 2006-2010 dan memenuhi kriteria yang

ditetapkan.

Variabel financial distress yang diproksi dengan Z Score menunjukkan bahwa

nilai Z Score minimum yang dihasilkan adalah sebesar – 1.548,47 dimiliki oleh

PT Hanson International, Tbk pata tahun 2009. Pada tahun 2009 PT Hanson

International tidak melakukan penjualan. Hal ini menunjukan bahwa semakin

rendah nilai Z Score maka semakin buruk kondisi keuangan perusahaan.

Sedangkan nilai Z Score maksimum adalah sebesar 9,96 yang dimiliki oleh PT

Intanwijaya Internasional, Tbk pada tahun 2010. Ini berarti bahwa semakin baik

nilai Z Score maka semakin baik kondisi keuangan perusahaan. Ini berarti bahwa

berdasarkan nilai Z Score yang dimiliki oleh PT Intanwijaya Internasional pada

tahun 2010 memiliki kondisi keuangan yang paling sehat di antara semua

observasi penelitian dan PT Hanson International, Tbk pada tahun 2009

mengalami keadaan financial distress paling buruk. Total observasi (SUM)

financial distress dalam penelitian ini adalah 2.377, 93. Rata-rata (Mean) nilai Z

Score yang diperoleh dengan cara membagi total observasi (SUM) dengan total

sampel penelitian (N) adalah -22,6470 menunjukkan bahwa sebagian besar

perusahaan yang dalam berada sampel berada dalam kondisi financial distress.

Standar deviasi yang menunjukan ukuran penyebaran financial distress yaitu

sebesar 170,85710, artinya jarak antara nilai minimum dan nilai maksimum dari

nilai rata-rata (mean) adalah 170,85710.

4.2 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis menggunakan model regresi logistik. Regresi logistik

digunakan untuk menguji pengaruh financial distress dan opini audit tahun

sebelumnya dengan penerimaan opini audit going concern. Pengujian dilakukan

pada tingkat signifikasi (α) 5%.

4.2.1 Uji Kelayakan Model Regresi (Goodness of Fit Test)

Analisa pertama yang dilakukan adalah menilai kelayakan model regresi logistik

yang akan digunakan. Pengujian kelayakan ini dilakukan dengan menggunakan

Goodness of fit test yang diukur dengan nilai Chi-Square pada bagian bawah uji

Hosmer and Lemeshow. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji

hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model.

Secara statistik menunjukkan bahwa nilai dari pengujian Hosmer and Lemeshow’s

Goodness of Fit Test nilai chi square adalah 8,196 dengan signifikansi sebesar

0,415. Dengan tingkat signifikansi lebih besar dari tingkat signifikasi (α) sebesar

0,05 artinya H0 tidak dapat ditolak (diterima) karena model mampu memprediksi

nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena sesuai

dengan data observasinya (Ghozali, 2007). Hal ini berarti model regresi layak

untuk digunakan dalam analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan yang

nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Atau

dapat dikatakan bahwa model mampu memprediksi nilai observasinya.

4.2.2 Uji Model Fit (Overall Model Fit)

Langkah selanjutnya adalah menguji keseluruhan model (overall model fit).

Pengujian overall model fit dilakukan untuk mengetahui apakah model fit dengan

data baik sebelum maupun sesudah variabel bebas dimasukkan ke dalam model.

Secara statistik menunjukkan perbandingan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL)

pada awal (Block number = 0) dengan nilai -2LL akhir (Block number = 1). Nilai

-2LL awal adalah sebesar 135,012. Setelah dimasukkan kesebelas variabel

independen, maka nilai -2LL akhir mengalami penurunan menjadi sebesar 54,406.

Penurunan nilai -2 log likehood menunjukan bahwa model penelitian ini

dinyatakan fit, artinya penambahan-penambahan variabel bebas yaitu financial

distress dan variabel kontrol yaitu opini audit tahun sebelumnya kedalam model

penelitian ini akan memperbaiki model fit penelitian ini.

4.2.3 Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)

Nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,741 yang berarti variabilitas variabel

dependen opini audit going concern yang dapat dijelaskan dan dipengaruhi oleh

variabel independen (financial distress) dan variabel kontrol (opini audit tahun

sebelumnya) adalah sebesar 74,1%, sedangkan sisanya sebesar 25,9% dijelaskan

oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian.

4.2.4 Matrik Klasifikasi

Matrik klasifikasi akan menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk

memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going concern pada auditee

(Setyarno, dkk, 2006).

Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan

perusahaan menerima opini audit going concern adalah sebesar 95,7%. Hal ini

menunjukkan bahwa dengan menggunakan model regresi yang digunakan,

terdapat sebanyak 66 laporan keuangan yang diprediksi menerima opini audit

going concern dari total 69 laporan keuangan yang menerima opini audit going

concern. Kekuatan prediksi model perusahaan yang menerima opini audit non

going concern adalah sebesar 86,1%, yang berarti bahwa dengan model regresi

yang digunakan ada sebanyak 31 laporan keuangan yang diprediksi menerima

opini audit going non concern dari total 36 laporan keuangan yang menerima

opini audit going non concern. Tingginya persentase ketepatan tabel klasifikasi

tersebut mendukung tidak adanya perbedaan yang signifikan terhadap data hasil

prediksi dan data observasinya yang menunjukkan sebagai model regresi logistik

yang baik.

4.2.5 Uji Koefisien Regresi

Secara statistik menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik pada tingkat

signifikasi 5%. Dari pengujian persamaan regresi logistik diatas maka diperoleh

model regresi logistik sebagai berikut :

Ln =- 0,032 + -1,630 FD + 2,112 PO

Konstanta -0,032 artinya jika financial distress dan opini audit tahun sebelumnya,

mengalami kenaikan sebesar 1%, maka opini audit going concern akan turun

sebesar 0,032% untuk perusahaan yang opini audit going concern atau opini audit

non going concern dengan asumsi variabel lain adalah konstan (ceteris paribus).

Koefisien regresi financial distress -1,630 artinya jika financial distress

mengalami kenaikan sebesar 1%, maka opini audit going concern akan turun

sebesar -1,630% untuk perusahaan yang opini audit going concern atau opini

audit non going concern dengan asumsi variabel lain adalah konstan (ceteris

paribus). Koefisien regresi opini audit tahun sebelumnya positif 2,112 artinya jika

opini audit tahun sebelumnya mengalami kenaikan sebesar 1%, maka opini audit

going concern akan naik sebesar 2,112% untuk perusahaan yang opini audit going

concern atau opini audit non going concern dengan asumsi variabel lain adalah

konstan (ceteris paribus).

4.2.6 Estimasi dan Interprestasinya

Pengujian hipotesis dengan regresi logistik cukup dengan melihat tabel 4.8

Variables in the Equation pada kolom signifikan dibandingkan dengan nilai

signifikansi (α) yang digunakan, yaitu 0,05 (5%). Apabila tingkat signifikansi <

0,05, maka Ha diterima, jika tingkat signifikan > 0,05, maka Ha tidak dapat

diterima.

Dari hasil perhitungan berdasarkan tabel 4.8 secara statistik maka disimpulkan

bahwa financial distress berdasarkan memiliki koefisien -1,630 dengan tingkat

signifikansi 0,000 (p < 0,05).Dari hasil tersebut dapat disimpulkan financial

distress berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern. Hal ini berarti

hipotesis yang menyatakan bahwa perusahaan dengan financial distress

berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern diterima.

Variabel Kontrol (Opini Audit Tahun Sebelumnya)

Hasil koefisien regresi yang terdapat pada tabel 4.8 untuk variabel kontrol yaitu

opini audit tahun sebelumnya menunjukan arah positif 2,112 dengan tingkat

signifikansi 0,003 (p<0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa opini

audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini audit going

concern.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Pengaruh financial distress terhadap penerimaan opini audit going

concern

Menurut Altman, perusahaan dikatakan bangkrut jika hasil Z Score lebih kecil

dari 1,20 yaitu perusahan-perusahaan dalam lampiran 3. Dari 105 sampel dalam

penelitian ini terdapat 78 sampel yang masuk dalam kategori bangkrut. Artinya

dalam penelitian ini 74,29% perusahaan diindikasikan bangkrut. Indikasinya

adalah sebagian besar perusahaan tersebut memiliki masalah diefisiensi likuiditas,

diefisiensi ekuitas, laba ditahan yang negatif dan EBIT yang mengalami kerugian.

Selain itu, perusahaan dikatakan rawan bangkrut jika hasil Z Score antara 1,20 -

2,99 yaitu perusahan-perusahaan dalam lampiran 3. Dari 105 sampel dalam

penelitian ini hanya 22 sampel atau 21% yang masuk dalam kategori rawan

bangkrut. Indikasinya adalah perusahaan tersebut memiliki masalah diefisiensi

likuiditas, diefisiensi ekuitas, laba ditahan yang negatif dan EBIT yang mengalami

kerugian. Dan, perusahaan dikatakan sehat jika hasil Z Score lebih besar dari 2,99

yaitu perusahan-perusahaan dalam lampiran 3. Dari 105 sampel dalam penelitian

ini hanya 5 sampel atau 2,8% yang masuk dalam kategori sehat yaitu hanya PT

Intanwijaya Internasional Tbk yang selama 5 tahun yaitu tahun 2006-2010 nilai Z

Score nya sehat, padahal PT Intanwijaya internasional memiliki masalah berupa

nilai EBIT yang negatif pada tahun 2006, 2009, dan 2010.

Hasil pengujian secara statistik terhadap variabel financial distress yang

diproksikan dengan model prediksi kebangkrutan Revised Altman pada tabel 4.8

secara statistik menunjukkan nilai koefisien regresi negatif sebesar 1,630 dengan

tingkat signifikansi sebesar 0,000 artinya jika financial distress mengalami

kenaikan sebesar 1%, maka opini audit going concern akan turun sebesar -1,630%

untuk perusahaan yang opini audit going concern atau opini audit non going

concern dengan asumsi variabel lain adalah konstan (ceteris paribus). Didasarkan

pada hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa financial distress

perusahaan yang diproksikan dengan model prediksi kebangkrutan Revised

Altman signifikan pada tingkat signifikan 0,000 (<0,05) menunjukkan bahwa

hipotesis ini dapat diterima dan dari hasil pengujian terhadap hipotesis tersebut,

diperoleh bukti empiris bahwa financial distress perusahaan yang diproksikan

dengan model prediksi kebangkrutan Z Score Revised Altman berpengaruh negatif

terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini menunjukan bahwa

kenaikan financial distress (nilai Z Score semakin rendah) maka kualitas audit

yang akan diterima oleh auditee semakin rendah sehingga semakin besar

kemungkinan bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern. Seorang

auditor akan sangat memperhatikan kondisi keuangan perusahaan dalam

menerbitkan opini audit going concern.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, dkk (2006)

bahwa financial distress yang diproksikan dengan Z Score yang menghasilkan

hasil yang signifikan dan memiliki pengaruh negatif terhadap pemberian opini

audit going concern perusahaan oleh auditor.

Pada variabel kontrol yaitu opini audit tahun sebelumnya secara statistik

menunjukan nilai koefisiensi positif 2,112 dengan tingkat signifikansi 0,003 lebih

kecil dari 0,05 (5%). Hal ini menunjukan bahwa jika opini audit tahun

sebelumnya mengalami kenaikan sebesar 1%, maka opini audit going concern

akan naik sebesar 2,112% untuk perusahaan yang opini audit going concern atau

opini audit non going concern dengan asumsi variabel lain adalah konstan (ceteris

paribus). Hal ini menunjukan bahwa opini audit tahun sebelumnya adalah opini

audit going concern mempengaruhi pertimbangan auditor untuk menerbitkan

kembali opini audit going concern pada tahun berjalan. Jadi dapat disimpulkan

bahwa opini audit tahun sebelumnya memiliki pengaruh positif dan signifikan

terhadap penerimaan opini audit going concern tahun berjalan. Hasil penelitian ini

konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, dkk (2006),

Praptitorini dan Januarti (2007) dan Januarti (2009), dimana mereka menemukan

bukti empiris bahwa variabel opini audit tahun sebelumnya berpengaruh

signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan mengenai pengaruh financial distress yang

dapat mempengaruhi auditor dalam pemberian opini audit going concern, maka

dapat ditarik kesimpulan:

a. Financial distress yang diproksikan dengan model prediksi kebangkrutan

Revised Altman Z Score secara statistik berpengaruh signifikan dengan

penerimaan opini audit going concern dengan nilai koefisien negatif sebesar

1,630 dengan signifikansi 0,000 (<0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa

financial distress perusahaan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan

opini audit going concern dan hipotesis penelitian dapat diterima.

b. Hasil Opini audit tahun sebelumnya secara statistik berpengaruh signifikan

terhadap penerimaan opini audit going concern dengan nilai kosfiesiensi

positif 2,112 dengan signifikansi 0,003 (<0,05). Hal ini dapat disimpulkan

bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan dalam pemberian

opini audit going concern pada perioda berjalan.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Berikut ini beberapa keterbatasan penelitian yang dapat dijadikan bahan

pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya :

1. Perusahaan yang dijadikan sampel penelitian terbatas pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Perioda penelitian hanya lima tahun yaitu tahun 2006-2010, sehingga belum

dapat melihat kecenderungan tren penerbitan opini audit going concern dalam

jangka panjang.

3. Variabel yang digunakan dalam penelitian hanya satu variabel saja, yaitu

financial distress.

5.3 Saran

Berdasarkan simpulan dan keterbatasan di atas, saran yang dapat diberikan

peneliti adalah sebagai berikut :

1. Penelitian selanjutnya dapat memperluas sampel penelitian dengan

memasukkan seluruh jenis industri, baik industri manufaktur, perdagangan,

jasa, maupun keuangan sebagai obyek penelitian sehingga dapat lebih

bervariasi. Namun harus diperhatikan mengenai perbedaan karakter tiap jenis

perusahaan tersebut. Selain itu juga menambah rentan waktu penelitian

sehingga dapat melihat kecenderungan trend penerbitan opini audit going

concern oleh auditor dalam jangka panjang dengan tetap membedakan antara

perioda kondisi krisis ekonomi global dan ekonomi normal.

2. Kepada manajemen perusahaan hendaknya mengenali lebih dini tanda-tanda

kebangkrutan usaha dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangannya

sehingga dapat mengambil kebijakan sesegera mungkin guna menghindari

masalah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Tarmizi, Rusmin, J. Nelson, Greg Tower. 2009. The Inquitous Influence

of Family Ownership Structures on Corporate Performance. Journal of Global

Business Issues, Vol.3 Issue 1 pp.41.

Agoes, Sukrisno. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh Kantor Akuntan

Publik. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI.

Altman, E.I. 1968. Financial Ration, Discriminant Analysis and Prediction of

Corporate Bankruptcy. Journal of Financial (September, 1968).

Altman, E. 1982. Accounting Implications of Failure Predictions Models. Journal

of Accounting, Auditing and Finance. Summer. 4-19.

Altman, E dan McGough, T. 1974. Evaluation of a Company as A Going

Concern. Journal of Accountancy. December. 50-57.

Altman. 1993. Housing Finance for Low Income Groups. Rotterdam.

American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). 1998. AICPA

Professional Standards. New York: AICPA.

Arens, Alvin, Loebbecke. 1995. Auditing An Integrated Approach Eight Edition.

New Jersey: Prentice Hall International, Inc.

Endri. 2009. Prediksi Kebangkrutan Bank untuk Menghadapi dan Mengelola

Perubahan Lingkungan Bisnis: Analisis Model Altman‟s Z-Score. Perbanas

Quarterly Review. Vol. 2, No. 1. Maret 2009.

Fanny, Margaretta dan Saputra, S. 2005. Opini Audit Going Concern : Kajian

Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Dan

Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta).

Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966-978.

Fraser, M. Lyn. 1995. Understanding Financial Statement, 4th Edition. New

Jersey: Prentice-Hall, inc.

Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi

Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hofer, CW. 1980. Strategic Management: A case book in policy and planning.

Minesota: West Publishing

Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik.

Jakarta: Salemba Empat

Januarti, Indira. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor,

Kepemilikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern

(Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Simposium

Nasional Akuntansi XII (6): 1-26.

Jensen, M. and Meckling, W. 1976.Theory of the Firm: Managerial Behavior

Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Finance Economics 3. pp.

305-360.

Joanna, L. Ho. 1994. The Effect of Experience on Consensus of Going-Concern

Judgments. Behavioral Research in Accounting Vol 6. pp 160-172.

Jusuf, Amir Abadu. 1996. Auditing Pendekatan Terpadu. Jakarta: Salemba Empat

Kitab Undang-undang Hukum Dagang

Koh Hian Chye dan Tan Sen Suan. 1999. A Neural Network Approach to The

Prediction of Going Concern Status.

Mayangsari, Sekar. 2003. Pengaruh Kualitas Audit, Independensi terhadap

Integritas Laporan Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya.

McKeown, J, Mutchler, J dan Hopwood. W. 1991. Towards an Explanation of

Auditor Failure to Modify the Audit Opinions of Bankrupt Companies.

Auditing: A Journal Practice & Theory. Supplement. 1-13.

Mulyadi. 2002. Auditing, Buku Dua, Edisi Ke Enam. Jakarta: Salemba Empat

Mutchler, J. 1985. A Multivariate Analysis of the Auditor's Going Concern

Opinion Decision. Journal of Accouning Research. Autumn. 668 - 68.

Petronela, Thio. 2004. Perkembangan Going Concern Perusahaan Dalam

Pemberian Opini Audit. Jurnal Balance. 47-55.

Praptitorini, M. D. dan I. Januarti. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt

Default, dan Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini Going Concern.

Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi X, Universitas

Hasanuddin, Makassar, 26-28 Juli 2007.

Setyarno, Eko B., I. Januarti, dan Faisal. 2006. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi

Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan

Perusahaan terhadap Opini Going Concern. Paper disajikan pada Simposium

Nasional Akuntansi IX, Padang, 23-26 Agustus 2006.

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang.

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Venuti, Elizabeth K. 2007.The Going Concern Assumption Revisited : Assessing

a Company‟s Future Viability. The CPA Journal Online.

Widarjono, Agus. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: UPP

STIM YKPN