bab i referat abses hepar

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan. Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding abses hati piogenik. Abses hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi Enterobacteriaceae, Streptococci, Klebsiella, Candida, Salmonella, dan golongan lainnya. Abses hati sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu. Abses hati piogenik merupakan kasus yang relatif jarang, pertama kali ditemukan oleh Hipppocrates (400,SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah terinfeksi Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke daerah endemik di mana laki – laki lebih sering terkena dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering pada dekade empat.

Upload: devi

Post on 08-Jul-2016

150 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Referat Abses Hepar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan.

Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding abses hati piogenik. Abses hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi Enterobacteriaceae, Streptococci, Klebsiella, Candida, Salmonella, dan golongan lainnya. Abses hati sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu. Abses hati piogenik merupakan kasus yang relatif jarang, pertama kali ditemukan oleh Hipppocrates (400,SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.

Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah terinfeksi Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke daerah endemik di mana laki – laki lebih sering terkena dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering pada dekade empat.

Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah berupa nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri spontan atau disertai dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai adalah anoreksia, mual muntah, berat badan menurun, batuk, ikterus ringan sampai sedang dan berak darah. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia ringan sampai sedang.

Penatalaksanaan abses hepar dapat dilakukan secara konvensional dengan pemberian antibiotika spektrum luas ataupun dengan aspirasi cairan abses, drainase perkutan dan operasi reseksi hati.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami tentang Abses Hati

Page 2: BAB I Referat Abses Hepar

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan memahami tentang definisi Abses Hati

2. Mengetahui dan memahami tentang etiologi Abses Hati

3. Mengetahui dan memahami tentang patogenesis Abses Hati

4. Mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis Abses Hati

5. Mengetahui dan memahami tentang diagnosa Abses Hati

6. Mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan laboratorium Abses Hati

7. Mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan penunjang Abses Hati

8. Mengetahui dan memahami tentang komplikasi Abses Hati

9. Mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan Abses Hati

10. Mengetahui dan memahami tentang prognosis Abses Hati

1.3 Manfaat Penulisan

1. Sebagai sumber media informasi mengenai Abses Hati

2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang Abses Hati

3. Untuk memenuhi tugas Referat kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit

Dalam RSUD Solok 2016.

Page 3: BAB I Referat Abses Hepar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati adalah kelenjar terbesar dalamtubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2 %

berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di regio hipokondria dekstra,

epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu

kanan dan kiri.Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis

kanan. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang

merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati

dimana diantaranya terdapat sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel

endotel khusus dan selKupfferyang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid dan mampu

memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Hati memiliki

suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatika dan dari aorta melalui

arteria hepatika.4,6,7

Gambar 1 : Anatomi hepar

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya yaitu: 4,5,7,8

Pembentukan dan ekskresi empedu

Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah

penyerapan dari saluran pencernaan

Penimbunan vitamin dan mineral

Page 4: BAB I Referat Abses Hepar

Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan zat lain.

2.2 Defenisi

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi

bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal

yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari

jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati.

Abses Hati adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang timbul dalam

jaringan hati akibat infeksi amuba atau bakteri.

Gambar: abses hati amuba.

Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati

piogenik (AHP).AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang

paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga

sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial

hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh

Hippocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.

Selama kurun waktu satu abad terakhir ini, telah terjadi banyak perubahan dalam hal

epidemiologi, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik, pengelolaan maupun prognosis abses

hati. Sesuai dengan perkembangan zaman, di negara-negara yang sudah maju abses hati

amebik yang pada awal ke-20 mendominasi abses hati, sekarang sudah jarang ditemukan

sedangkan abses hati piogenik lebih banyak ditemukan. Di negara-negara yang sedang

Page 5: BAB I Referat Abses Hepar

berkembang, abses hati amebik didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering dibanding

abses hati piogenik.

2.3 Epidemiologi

Insiden dan jenis penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari sistem

gastrointestinal sangat bervariasi dari suatu negara ke negara lainnya.Dari suatu studi di

Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral.2,3

Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi E.histolytica

tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis hati di rumah sakit seperti

Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah sakit di Indonesia berkisar antara 5-

15% pasien/tahun. Penelitian di Indonesia menunjukkan perbandingan pria dan wanita

berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade keempat. Penularan umumnya melalui

jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati

adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering dari wanita. Usia yang sering dikenai

berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi

E.histolytica memiliki prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan

kondisi yang padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk.4,5

2.4 Etiologi

2.4.1 Abses Hati Amebik

Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit non-

patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba histolytica yang dapat

menyebabkan penyakit.Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi Entamoeba

histolytica yang memberikan gejala amebiasis invasif, sehingga diduga ada 2 jenis

Entamoeba histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi

berbagai strain Entamoeba histolytica ini berbeda berdasarkan kemampuannya

menimbulkan lesi pada hati.6

Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas Rhizopoda yang merupakan bentuk

parasit yaitu tropozoit dan kista. Tropozoit mampu memangsa eritrosit,mengandung protease

yaitu hialuronidase danmukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.2,9

Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan berperan dalam

penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan, tahan asam lambung dan enzim

pencernaan. Kista infektif mempunyai 4 inti merupakan bentuk yang dapat ditularkan dari

Page 6: BAB I Referat Abses Hepar

penderita atau karier ke manusia lainnya. Kista berbentuk bulat dengan diameter 8-20 um,

dinding kaku.Pembentukan kista ini dipercepat dengan berkurangnya bahan makanan atau

perubahan osmolaritas media.2,9

2.4.2 Abses Hati Piogenik

Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic

streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium, staphylococcus aureus,

staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens,

yersinia enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis, dan fungal. Organisme penyebab

yang paling sering ditemukan adalah E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris,

Enterobacter aerogenes dan spesies dari bakteri anaerob ( contohnya Streptococcus Milleri ).

Staphylococcus aureus biasanya organisme penyebab pada pasien yang juga memiliki

penyakit granuloma yang kronik. Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi sekunder di

dalam abdomen. Bakteri dapat mengivasi hati melalui :

a. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau bisa menyebabkan

fileplebitis porta

b. Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremia sistemik

c. Komplikasi infeksi intra abdominal seperti divertikulitis, peritonitis, dan infeksi

post operasi

d. Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong empedu atau saluran-saluran

empedu. Obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan kolangitis. Penyebab lainnya

biasanya berhubungan dengan choledocholithiasis, tumor jinak dan ganas atau

pascaoperasi striktur.

e. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan cryoablation

massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses piogenik.

f. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada orang lanjut usia.

Namun insiden meningkat pada pasien dengan diabetes atau kanker metastatik. 1,10,11

2.5 Patofisiologi

2.5.1 Abses Hati Amebik

Page 7: BAB I Referat Abses Hepar

Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik melalui

makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung pada orang

dengan higiene yang buruk.

E.hystolitica dalam  2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang menyebabkan penyakit

invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat ditemukan pada lumen usus. Bentuk kista

tahan terhadap asam lambung namun dindingnya akan diurai oleh tripsin dalam usus halus.

Kemudian kista pecah dan melepaskan trofozoit yang kemudian menginvasi lapisan mukosa

usus.Amuba ini dapat menjadi patogen dengan mensekresi enzim cysteineprotease, sehingga

melisiskan jaringan maupun eritrosit dan menyebar keseluruh organ secara hematogen dan

perkontinuinatum. Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam

aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi enzim proteolitik

yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di hati terjadi fokus akumulasi neutrofil

periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan

granuloma diganti dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti

jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%) karena lobus kanan

menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri

menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. Dinding abses bervariasi tebalnya,bergantung pada lamanya penyakit. Secara klasik, cairan abses menyerupai ”achovy paste” dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna. 6,12

Page 8: BAB I Referat Abses Hepar

Gambar 2 : Patofisiologi abses hati

2.5.2 Abses Hepar Piogenik

Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu studi di

Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk

soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara

langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah

secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya

hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang

membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri

piogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari organ-organ yang

berdekatan atau melalui vena portal atau arteri hepatika. Adanya penyakit sistem biliaris

sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri.

Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan

limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan

menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma

Page 9: BAB I Referat Abses Hepar

tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP.

Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan

terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan

kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pembentukan pus. Lobus kanan

hati lebih sering terjadi AHP dibanding lobus kiri, hal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu

lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus

kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.

2.6 Gambaran Klinis

2.6.1 Abses Hepar Amebik

a. Demam intermitten ( 38-40 oC)

b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar hingga bahu

kanan dan daerah skapula

c. Malaise, mual dan muntah, batuk

d. Kadang disertai nyeri pleura

e. Anoreksia

f. Nausea

g. Vomitus

h. Keringat malam

i. Berat badan menurun

j. Pembengkakan perut kanan atas

k. Buang air besar berdarah, kadang ditemukan riwayat diare berlendir beberapa bulan

atau beberapa tahun yang lalu

l. Kadang terjadi cegukan (hiccup)

Kelainan fisis :

Ikterus

Temperatur naik

Malnutrisi

Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi

Nyeri perut kanan atas

Fluktuasi

Page 10: BAB I Referat Abses Hepar

Gambar 3 : gejala ikterus

2.6.2 Abses hati piogenik

Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih

berat dari abses hati amuba.

Keluhan :

a. Demam yang tinggi merupakan keluhan paling utama, sifatnya dapat remitten,

intermitten atau kontinyu.

b. Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dan

kedua tangan diletakkan di atasnya.

c. Mual dan muntah

d. Berkeringat malam

e. Malaise dan kelelahan

f. Berat badan menurun

g. Berkurangnya nafsu makan

h. Anoreksia

Pemeriksaan fisis :

a. Hepatomegali

b. Nyeri tekan perut kanan

c. Ikterus, namun jarang terjadi

d. Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura

e. Buang air besar berwarna seperti kapur

f. Buang air kecil berwarna gelap

g. Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik

Page 11: BAB I Referat Abses Hepar

2.7 Diagnosis

2.7.1 Abses hati amebik

Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan trofozoit amuba.

Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria

Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler.

a. Kriteria Sherlock (1969)

1. Hepatomegali yang nyeri tekan

2. Respon baik terhadap obat amebisid

3. Leukositosis

4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.

5. Aspirasi pus

6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati

7. Tes hemaglutinasi positif

b. Kriteria Ramachandran (1973)

Bila didapatkan3 atau lebih dari:

1. Hepatomegali yang nyeri

2. Riwayat disentri

3. Leukositosis

4. Kelainan radiologis

5. Respons terhadap terapi amebisid

c. Kriteria Lamont dan Pooler

Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

1. Hepatomegali yang nyeri

2. Kelainan hematologis

3. Kelainan radiologis

4. Pus amebik

5. Tes serologi positif

6. Kelainan sidikan hati

Page 12: BAB I Referat Abses Hepar

7. Respons terhadap terapi amebisid

2.7.2 Abses Hati Piogenik

Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan

laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit ditegakkan

sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya

dengan CT-Scan saja, meskipun pada akhirnya dengan CT-Scan mempunyai nilai prediksi

yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes

serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada sedikit kasus,

tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah

dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan

standar emas untuk diagnosis. 1

2.8 Pemeriksaan Penunjang

2.8.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan hemoglobin

10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL3 . pada pemeriksaan faal hati didapatkan

albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali

270,4-382,0 u/L, SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L. Uji serologi dan uji kulit

yang positif menunjukkan adanya Ag atau Ab yang spesifik terhadap parasit, kecuali pada

awal infeksi. Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain hemaglutination (IHA),

countermunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Real Time PCR cocok untuk mendeteksi

E.histolityca pada feses dan pus penderita abses hepar.6,9,10

Pada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan leukositosis dengan pergeseran ke kiri,

anemia, peningkatan laju endap darah, gangguan fungsi hati seperti peninggian bilirubin,

alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase, serum bilirubin, berkurangnya konsentrasi

albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukkan bahwa terdapat

kegagalan fungsi hati. Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar

emas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pemeriksaan biakan pada

permulaan penyakit sering tidak ditemukan kuman. Kuman yang sering ditemukan adalah

kuman gram negatif seperti Proteus vulgaris, Aerobacter aerogenes atau Pseudomonas

Page 13: BAB I Referat Abses Hepar

aeruginosa, sedangkan kuman anaerib Microaerofilic sp, Streptococci sp, Bacteroides sp,

atau Fusobacterium sp. 1,6

2.8.2 Pemeriksaan Radiologi

Abses Hati Amebik

Foto Thorax menunjukkan peninggian kubah diafragma kanan.

USG untuk mendeteksi amubiasis hati yang mempunyai gambaran bentuk bulat atau

oval tidak ada gema dinding yang berarti ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati

normal bersentuhan dengan kapsul hati dan peninggian sonic distal.

CT Scan berupa massa soliter relatif besar, monolokular, prakontras tampak sebagai

massa hipodens berbatas suram, pasca kontras tampak penyengatan pada dinding

abses yang tebal.Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta.6,13

Abses Hati Piogenik

Foto Thorax menunjukkanudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut

kostofrenikus anterior tertutup.

USG untuk mendeteksi amubiasis hati.

CT Scan memberikan gambaran mikroabses berupa lesi hipodens kecil-kecil < 5 mm

sukar dibedakan dari mikroabses jamur, rim enhancement pada mikroabses sukar

dinilai karena lesi terlalu kecil.1,6,13

2.9 Penatalaksanaan

2.9.1 Abses Hati Amebik

Medikamentosa

Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan penyembuhan yang

besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba. Pengobatan yang dianjurkan adalah:

a. Metronidazole

Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk amubiasis intestinal

maupun ekstraintestinal., efek samping yang paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut

kering, dan rasa kecap logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah

Page 14: BAB I Referat Abses Hepar

3-4 x 750 mg per hari selama 5 – 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-50 mg/kgBB/hari

terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan adalah

tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60

mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal selama 3-5 hari.

b. Dehydroemetine (DHE)

Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan untuk mengatasi

abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular

(max. 99 mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan

kadarnya pada otot jantung lebih rendah.

c. Chloroquin

Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal ialah 2x300

mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150 mg/hari selama 2 atau 3 minggu.

Dosis untuk anak ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang

dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2hari dan diikuti 500 mg/hari selama 20 hari.

1. Aspirasi

Apabila pengobatan medikamentosa denganberbagai cara tersebut di atas tidak

berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada ancaman ruptur atau bila

terapi dcngan metronidazol merupakankontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu

dilakukan aspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.

2. Drainase Perkutan

Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur atau diameter

abses >5 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran, letak abses dekat dengan

permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu,

drainase perkutan berguna juga pada penanganankomplikasi paru, peritoneum, dan

perikardial.

3. Drainase Bedah

Pembedahan diindikasikan untuk penangananabses yang tidak berhasil mcmbaik

dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis susah dicapai dengan

aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah diindikasikan juga untuk perdarahanyang

jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita,disertai atau tanpa adanya ruptur

abses. Penderitadengan septikemia karena abses amuba yangmengalami

infeksisekunder juga dicalonkan untuk tindakanbedah, khususnya bila usaha

dekompresi perkutantidak berhasil Laparoskopi juga dikedepankan

Page 15: BAB I Referat Abses Hepar

untukkemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinyaruptur abses amuba

intraperitoneal.

2.9.2 Abses hati piogenik

1. Terapi definitif

Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan menghilangkan

penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari saluran cerna. Pemberian antibiotika

secara intravena sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 1-2

bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:

a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan beberapa jenis

bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya sefalosporin generasi ketiga

seperti cefoperazone 1-2 gr/12jam/IV

b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob

terutama B. fragilis. Dosis metronidazole 500 mg/6 jam/IV

c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.

d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-metronidazole,

aminoglikosida dan siklosporin.

2. Drainase abses

Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase terbuka terutama

pada kasus yang gagal dengan pengobatan konservatif. Penatalaksanaan saat ini

adalah dengan menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan

tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi komputer.

3. Drainase bedah

Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi perkutan,

drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen yang memerlukan

manajemen operasi.

2.10 Komplikasi

Dapat dibagi menjadi dua, yakni komplikasi pleuropulmonal dan komplikasi

intraabdominal. Komplikasi pleuropulmonal meliputi empiema, fistula bronko-hepatik,

pleuritis dan efusi pleura. Sedangkan komplikasi intraabdominal yakni, abses subphrenikus

Page 16: BAB I Referat Abses Hepar

serta ruptur abses ke dalam cavum peritoneum, lambung, kolon, vena kava atau ginjal. Abses

dengan ukuran yang besar dapat menekan vena kava inferior dan vena hepatika sehingga

menyebabkan Budd-Chiari Syndrom. Perforasi ke rongga perikard menyebabkan efusi

perikard dan tamponade jantung. 1,2,3

Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi lukas, abses

rekuren, perdarahan sekunder, sepsis dan terjadi rekurensi atau reaktivasi abses.3,6

2.11 Prognosis

Faktor yang mempengaruhi prognosis:

a. Virulensi parasit

b. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita

c. Usia penderita, lebih buruk pada usia tua

d. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosis lebih buruk.

e. Letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multipel.

f. Stadium penyakit

g. Komplikasi

Pada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau emetin,

metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan

fasilitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan fasilitas memadai sekitar 2% dan

pada fasilitas yang kurang memadai mortalitasnya 10%. Pada kasus yang membutuhkan

tindakan operasi mortalitas sekitar 12%. Jika ada peritonitis amuba, mortalitas dapat

mencapai 40-50%. Kematian terjadi pada sekitar 5% pasien dengan infeksi ektraintestinal,

serta infeksi peritonial dan perikardium.2,6

Mortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial

penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk apabila terjadi umur di

atas 70 tahun, abses multipel, infeksi polimikroba, adanya hubungan dengan keganasan atau

penyakit immunosupresif, terjadinya sepsis, keterlambatan diagnosis dan pengobatan, tidak

dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau

adanya penyakit lain.

2.12 Diagnosis Banding

a. Kolesistitis

Page 17: BAB I Referat Abses Hepar

Merupakan reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakterial akut yang

disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan panas badan.Anamnesis : nyeri

epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke daerah scapula kanan, demam.

Pemeriksaan fisik didapatkan teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai

tanda-tanda peritoitis lokal, Murphy sign (+), ikterik biasanya menunjukkan adanya batu di

saluran empedu ekstrahepatik.Laboratorium: leukositosisUSG : penebalan dining kandung

empedu, sering ditemukan pula sludge atau batu.

b. Hepatoma

Merupakan tumor ganas hati primer. Anamnesis didapatkan penurunan berat badan,

nyeri perut kanan atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas.

Pemeriksaaan fisik: hepatomegali berbenjol-benjol,stigmata penyakit hati

kronik.Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, alkali fosatase.USG : lesi lokal/ difus di

hati.

c. TB Hepar

d. kista hepar

e. actinomicosis hati

Page 18: BAB I Referat Abses Hepar

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006 ; 462 – 463

2. Sjamsuhidaja,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran. 2004

3. Christopher’s Textbook of Surgery. Philadelphia and London: Saunder Company. 1960; 797-799

4. Junita, Arini, et al. Beberapa Kasus Abses Hati Amuba. Denpasar: www.ejournal.unud.ac.id.

5. Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008

6. Sembang, Jom. Abses Hati (Liver Abscess). Malaysia: www.infomedis.blogspot.com

7. Adenan, Haryono. Abses Amuba Hepar di UGM. Yogyakarta: www.kalbe.co.id.

8. Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane: www.pubmedcentral.nih.gov 2005