bab i referat abses hepar
DESCRIPTION
kesehatanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan.
Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding abses hati piogenik. Abses hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi Enterobacteriaceae, Streptococci, Klebsiella, Candida, Salmonella, dan golongan lainnya. Abses hati sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu. Abses hati piogenik merupakan kasus yang relatif jarang, pertama kali ditemukan oleh Hipppocrates (400,SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah terinfeksi Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke daerah endemik di mana laki – laki lebih sering terkena dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering pada dekade empat.
Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah berupa nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri spontan atau disertai dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai adalah anoreksia, mual muntah, berat badan menurun, batuk, ikterus ringan sampai sedang dan berak darah. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia ringan sampai sedang.
Penatalaksanaan abses hepar dapat dilakukan secara konvensional dengan pemberian antibiotika spektrum luas ataupun dengan aspirasi cairan abses, drainase perkutan dan operasi reseksi hati.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang Abses Hati
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami tentang definisi Abses Hati
2. Mengetahui dan memahami tentang etiologi Abses Hati
3. Mengetahui dan memahami tentang patogenesis Abses Hati
4. Mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis Abses Hati
5. Mengetahui dan memahami tentang diagnosa Abses Hati
6. Mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan laboratorium Abses Hati
7. Mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan penunjang Abses Hati
8. Mengetahui dan memahami tentang komplikasi Abses Hati
9. Mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan Abses Hati
10. Mengetahui dan memahami tentang prognosis Abses Hati
1.3 Manfaat Penulisan
1. Sebagai sumber media informasi mengenai Abses Hati
2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang Abses Hati
3. Untuk memenuhi tugas Referat kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Solok 2016.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati adalah kelenjar terbesar dalamtubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2 %
berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di regio hipokondria dekstra,
epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu
kanan dan kiri.Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis
kanan. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang
merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati
dimana diantaranya terdapat sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel
endotel khusus dan selKupfferyang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid dan mampu
memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Hati memiliki
suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatika dan dari aorta melalui
arteria hepatika.4,6,7
Gambar 1 : Anatomi hepar
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya yaitu: 4,5,7,8
Pembentukan dan ekskresi empedu
Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah
penyerapan dari saluran pencernaan
Penimbunan vitamin dan mineral
Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan zat lain.
2.2 Defenisi
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal
yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari
jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati.
Abses Hati adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang timbul dalam
jaringan hati akibat infeksi amuba atau bakteri.
Gambar: abses hati amuba.
Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati
piogenik (AHP).AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang
paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga
sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial
hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh
Hippocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.
Selama kurun waktu satu abad terakhir ini, telah terjadi banyak perubahan dalam hal
epidemiologi, etiologi, bakteriologi, cara diagnostik, pengelolaan maupun prognosis abses
hati. Sesuai dengan perkembangan zaman, di negara-negara yang sudah maju abses hati
amebik yang pada awal ke-20 mendominasi abses hati, sekarang sudah jarang ditemukan
sedangkan abses hati piogenik lebih banyak ditemukan. Di negara-negara yang sedang
berkembang, abses hati amebik didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering dibanding
abses hati piogenik.
2.3 Epidemiologi
Insiden dan jenis penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari sistem
gastrointestinal sangat bervariasi dari suatu negara ke negara lainnya.Dari suatu studi di
Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral.2,3
Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi E.histolytica
tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis hati di rumah sakit seperti
Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah sakit di Indonesia berkisar antara 5-
15% pasien/tahun. Penelitian di Indonesia menunjukkan perbandingan pria dan wanita
berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade keempat. Penularan umumnya melalui
jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati
adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering dari wanita. Usia yang sering dikenai
berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi
E.histolytica memiliki prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan
kondisi yang padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk.4,5
2.4 Etiologi
2.4.1 Abses Hati Amebik
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit non-
patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba histolytica yang dapat
menyebabkan penyakit.Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi Entamoeba
histolytica yang memberikan gejala amebiasis invasif, sehingga diduga ada 2 jenis
Entamoeba histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi
berbagai strain Entamoeba histolytica ini berbeda berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hati.6
Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas Rhizopoda yang merupakan bentuk
parasit yaitu tropozoit dan kista. Tropozoit mampu memangsa eritrosit,mengandung protease
yaitu hialuronidase danmukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.2,9
Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan berperan dalam
penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan, tahan asam lambung dan enzim
pencernaan. Kista infektif mempunyai 4 inti merupakan bentuk yang dapat ditularkan dari
penderita atau karier ke manusia lainnya. Kista berbentuk bulat dengan diameter 8-20 um,
dinding kaku.Pembentukan kista ini dipercepat dengan berkurangnya bahan makanan atau
perubahan osmolaritas media.2,9
2.4.2 Abses Hati Piogenik
Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic
streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium, staphylococcus aureus,
staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens,
yersinia enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis, dan fungal. Organisme penyebab
yang paling sering ditemukan adalah E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris,
Enterobacter aerogenes dan spesies dari bakteri anaerob ( contohnya Streptococcus Milleri ).
Staphylococcus aureus biasanya organisme penyebab pada pasien yang juga memiliki
penyakit granuloma yang kronik. Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi sekunder di
dalam abdomen. Bakteri dapat mengivasi hati melalui :
a. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau bisa menyebabkan
fileplebitis porta
b. Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremia sistemik
c. Komplikasi infeksi intra abdominal seperti divertikulitis, peritonitis, dan infeksi
post operasi
d. Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong empedu atau saluran-saluran
empedu. Obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan kolangitis. Penyebab lainnya
biasanya berhubungan dengan choledocholithiasis, tumor jinak dan ganas atau
pascaoperasi striktur.
e. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan cryoablation
massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses piogenik.
f. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada orang lanjut usia.
Namun insiden meningkat pada pasien dengan diabetes atau kanker metastatik. 1,10,11
2.5 Patofisiologi
2.5.1 Abses Hati Amebik
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung pada orang
dengan higiene yang buruk.
E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang menyebabkan penyakit
invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat ditemukan pada lumen usus. Bentuk kista
tahan terhadap asam lambung namun dindingnya akan diurai oleh tripsin dalam usus halus.
Kemudian kista pecah dan melepaskan trofozoit yang kemudian menginvasi lapisan mukosa
usus.Amuba ini dapat menjadi patogen dengan mensekresi enzim cysteineprotease, sehingga
melisiskan jaringan maupun eritrosit dan menyebar keseluruh organ secara hematogen dan
perkontinuinatum. Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam
aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi enzim proteolitik
yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di hati terjadi fokus akumulasi neutrofil
periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan
granuloma diganti dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti
jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%) karena lobus kanan
menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri
menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik. Dinding abses bervariasi tebalnya,bergantung pada lamanya penyakit. Secara klasik, cairan abses menyerupai ”achovy paste” dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna. 6,12
Gambar 2 : Patofisiologi abses hati
2.5.2 Abses Hepar Piogenik
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari suatu studi di
Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses viseral. Abses hati dapat berbentuk
soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara
langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah
secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya
hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang
membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri
piogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari organ-organ yang
berdekatan atau melalui vena portal atau arteri hepatika. Adanya penyakit sistem biliaris
sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri.
Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan
limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan
menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat trauma
tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP.
Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan
terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan
kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pembentukan pus. Lobus kanan
hati lebih sering terjadi AHP dibanding lobus kiri, hal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu
lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus
kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.
2.6 Gambaran Klinis
2.6.1 Abses Hepar Amebik
a. Demam intermitten ( 38-40 oC)
b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar hingga bahu
kanan dan daerah skapula
c. Malaise, mual dan muntah, batuk
d. Kadang disertai nyeri pleura
e. Anoreksia
f. Nausea
g. Vomitus
h. Keringat malam
i. Berat badan menurun
j. Pembengkakan perut kanan atas
k. Buang air besar berdarah, kadang ditemukan riwayat diare berlendir beberapa bulan
atau beberapa tahun yang lalu
l. Kadang terjadi cegukan (hiccup)
Kelainan fisis :
Ikterus
Temperatur naik
Malnutrisi
Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi
Nyeri perut kanan atas
Fluktuasi
Gambar 3 : gejala ikterus
2.6.2 Abses hati piogenik
Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih
berat dari abses hati amuba.
Keluhan :
a. Demam yang tinggi merupakan keluhan paling utama, sifatnya dapat remitten,
intermitten atau kontinyu.
b. Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dan
kedua tangan diletakkan di atasnya.
c. Mual dan muntah
d. Berkeringat malam
e. Malaise dan kelelahan
f. Berat badan menurun
g. Berkurangnya nafsu makan
h. Anoreksia
Pemeriksaan fisis :
a. Hepatomegali
b. Nyeri tekan perut kanan
c. Ikterus, namun jarang terjadi
d. Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura
e. Buang air besar berwarna seperti kapur
f. Buang air kecil berwarna gelap
g. Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik
2.7 Diagnosis
2.7.1 Abses hati amebik
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan trofozoit amuba.
Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria
Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler.
a. Kriteria Sherlock (1969)
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
b. Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respons terhadap terapi amebisid
c. Kriteria Lamont dan Pooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amebik
5. Tes serologi positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respons terhadap terapi amebisid
2.7.2 Abses Hati Piogenik
Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit ditegakkan
sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya
dengan CT-Scan saja, meskipun pada akhirnya dengan CT-Scan mempunyai nilai prediksi
yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes
serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada sedikit kasus,
tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah
dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan
standar emas untuk diagnosis. 1
2.8 Pemeriksaan Penunjang
2.8.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan hemoglobin
10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL3 . pada pemeriksaan faal hati didapatkan
albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali
270,4-382,0 u/L, SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L. Uji serologi dan uji kulit
yang positif menunjukkan adanya Ag atau Ab yang spesifik terhadap parasit, kecuali pada
awal infeksi. Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain hemaglutination (IHA),
countermunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Real Time PCR cocok untuk mendeteksi
E.histolityca pada feses dan pus penderita abses hepar.6,9,10
Pada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan leukositosis dengan pergeseran ke kiri,
anemia, peningkatan laju endap darah, gangguan fungsi hati seperti peninggian bilirubin,
alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase, serum bilirubin, berkurangnya konsentrasi
albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukkan bahwa terdapat
kegagalan fungsi hati. Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar
emas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pemeriksaan biakan pada
permulaan penyakit sering tidak ditemukan kuman. Kuman yang sering ditemukan adalah
kuman gram negatif seperti Proteus vulgaris, Aerobacter aerogenes atau Pseudomonas
aeruginosa, sedangkan kuman anaerib Microaerofilic sp, Streptococci sp, Bacteroides sp,
atau Fusobacterium sp. 1,6
2.8.2 Pemeriksaan Radiologi
Abses Hati Amebik
Foto Thorax menunjukkan peninggian kubah diafragma kanan.
USG untuk mendeteksi amubiasis hati yang mempunyai gambaran bentuk bulat atau
oval tidak ada gema dinding yang berarti ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati
normal bersentuhan dengan kapsul hati dan peninggian sonic distal.
CT Scan berupa massa soliter relatif besar, monolokular, prakontras tampak sebagai
massa hipodens berbatas suram, pasca kontras tampak penyengatan pada dinding
abses yang tebal.Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta.6,13
Abses Hati Piogenik
Foto Thorax menunjukkanudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut
kostofrenikus anterior tertutup.
USG untuk mendeteksi amubiasis hati.
CT Scan memberikan gambaran mikroabses berupa lesi hipodens kecil-kecil < 5 mm
sukar dibedakan dari mikroabses jamur, rim enhancement pada mikroabses sukar
dinilai karena lesi terlalu kecil.1,6,13
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Abses Hati Amebik
Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan penyembuhan yang
besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba. Pengobatan yang dianjurkan adalah:
a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk amubiasis intestinal
maupun ekstraintestinal., efek samping yang paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut
kering, dan rasa kecap logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah
3-4 x 750 mg per hari selama 5 – 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-50 mg/kgBB/hari
terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan adalah
tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60
mg/kgBB/hari dalam dosis tunggal selama 3-5 hari.
b. Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan untuk mengatasi
abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular
(max. 99 mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan
kadarnya pada otot jantung lebih rendah.
c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal ialah 2x300
mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150 mg/hari selama 2 atau 3 minggu.
Dosis untuk anak ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang
dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2hari dan diikuti 500 mg/hari selama 20 hari.
1. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa denganberbagai cara tersebut di atas tidak
berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada ancaman ruptur atau bila
terapi dcngan metronidazol merupakankontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu
dilakukan aspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.
2. Drainase Perkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur atau diameter
abses >5 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran, letak abses dekat dengan
permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu,
drainase perkutan berguna juga pada penanganankomplikasi paru, peritoneum, dan
perikardial.
3. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penangananabses yang tidak berhasil mcmbaik
dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis susah dicapai dengan
aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah diindikasikan juga untuk perdarahanyang
jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita,disertai atau tanpa adanya ruptur
abses. Penderitadengan septikemia karena abses amuba yangmengalami
infeksisekunder juga dicalonkan untuk tindakanbedah, khususnya bila usaha
dekompresi perkutantidak berhasil Laparoskopi juga dikedepankan
untukkemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinyaruptur abses amuba
intraperitoneal.
2.9.2 Abses hati piogenik
1. Terapi definitif
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang adekuat dan menghilangkan
penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari saluran cerna. Pemberian antibiotika
secara intravena sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 1-2
bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan beberapa jenis
bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya sefalosporin generasi ketiga
seperti cefoperazone 1-2 gr/12jam/IV
b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk bakteri anaerob
terutama B. fragilis. Dosis metronidazole 500 mg/6 jam/IV
c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.
d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-metronidazole,
aminoglikosida dan siklosporin.
2. Drainase abses
Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase terbuka terutama
pada kasus yang gagal dengan pengobatan konservatif. Penatalaksanaan saat ini
adalah dengan menggunakan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan
tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi komputer.
3. Drainase bedah
Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi perkutan,
drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen yang memerlukan
manajemen operasi.
2.10 Komplikasi
Dapat dibagi menjadi dua, yakni komplikasi pleuropulmonal dan komplikasi
intraabdominal. Komplikasi pleuropulmonal meliputi empiema, fistula bronko-hepatik,
pleuritis dan efusi pleura. Sedangkan komplikasi intraabdominal yakni, abses subphrenikus
serta ruptur abses ke dalam cavum peritoneum, lambung, kolon, vena kava atau ginjal. Abses
dengan ukuran yang besar dapat menekan vena kava inferior dan vena hepatika sehingga
menyebabkan Budd-Chiari Syndrom. Perforasi ke rongga perikard menyebabkan efusi
perikard dan tamponade jantung. 1,2,3
Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi lukas, abses
rekuren, perdarahan sekunder, sepsis dan terjadi rekurensi atau reaktivasi abses.3,6
2.11 Prognosis
Faktor yang mempengaruhi prognosis:
a. Virulensi parasit
b. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
c. Usia penderita, lebih buruk pada usia tua
d. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosis lebih buruk.
e. Letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multipel.
f. Stadium penyakit
g. Komplikasi
Pada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau emetin,
metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan
fasilitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan fasilitas memadai sekitar 2% dan
pada fasilitas yang kurang memadai mortalitasnya 10%. Pada kasus yang membutuhkan
tindakan operasi mortalitas sekitar 12%. Jika ada peritonitis amuba, mortalitas dapat
mencapai 40-50%. Kematian terjadi pada sekitar 5% pasien dengan infeksi ektraintestinal,
serta infeksi peritonial dan perikardium.2,6
Mortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial
penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk apabila terjadi umur di
atas 70 tahun, abses multipel, infeksi polimikroba, adanya hubungan dengan keganasan atau
penyakit immunosupresif, terjadinya sepsis, keterlambatan diagnosis dan pengobatan, tidak
dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau
adanya penyakit lain.
2.12 Diagnosis Banding
a. Kolesistitis
Merupakan reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakterial akut yang
disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan panas badan.Anamnesis : nyeri
epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke daerah scapula kanan, demam.
Pemeriksaan fisik didapatkan teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai
tanda-tanda peritoitis lokal, Murphy sign (+), ikterik biasanya menunjukkan adanya batu di
saluran empedu ekstrahepatik.Laboratorium: leukositosisUSG : penebalan dining kandung
empedu, sering ditemukan pula sludge atau batu.
b. Hepatoma
Merupakan tumor ganas hati primer. Anamnesis didapatkan penurunan berat badan,
nyeri perut kanan atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas.
Pemeriksaaan fisik: hepatomegali berbenjol-benjol,stigmata penyakit hati
kronik.Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, alkali fosatase.USG : lesi lokal/ difus di
hati.
c. TB Hepar
d. kista hepar
e. actinomicosis hati
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006 ; 462 – 463
2. Sjamsuhidaja,R & deJong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran. 2004
3. Christopher’s Textbook of Surgery. Philadelphia and London: Saunder Company. 1960; 797-799
4. Junita, Arini, et al. Beberapa Kasus Abses Hati Amuba. Denpasar: www.ejournal.unud.ac.id.
5. Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008
6. Sembang, Jom. Abses Hati (Liver Abscess). Malaysia: www.infomedis.blogspot.com
7. Adenan, Haryono. Abses Amuba Hepar di UGM. Yogyakarta: www.kalbe.co.id.
8. Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane: www.pubmedcentral.nih.gov 2005