abses hepar amoeba

23
ABSES HEPAR AMOEBA I. PENDAHULUAN Abses Hati Amuba adalah manifestasi ekstraintestinal paling umum dari amubiasis. Dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal didaerah endemik , orang yang mengalami abses hati amuba setelah perjalanan ke daerah endemik dan lebih cenderung berusia tua dan laki-laki. abses hati amuba detandai dengan hepatomegali, dengan abses hepar atau abses multiprl. Terjadinya suatu abses hati amuba pada orang yang belum berpergian ke atau tinggal di daerah endemikharus meningkatkan kecurigaan keadaan imunosupresi , khusunya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Faktor penjamu yang memberikan kontribusi untuk tingkat keparahan penyakit adalah usia muda, kehamilan, malnutrisi, alkoholisme, penggunaan glukokortikoid, dan keganasan.Sekitar 10%penduduk dari populasi dunia, terdapat Entamoeba Histolytica dalam usus mereka, yangkemudian dapat berkembang menjadi amebiasis invasif. 1 dari 10% pasien tersebutadalah pasien dengan abses hepar amuba. Usus besar merupakan tempat awal terjadinyainfeksi. Protozoa masuk ke hepar melalui vena portal. Amebiasis dapat terjadi padaberbagai organ tubuh tetapi Hepar merupakan organ yang paling umum untuk infeksiextra-intestinal. II. DEFINISI Amebiasis merupakan suatu tnfeksi yang disebabkan oleh protozoa saluran cerna yakni E. hystolitica. Abses hati amuba adalah

Upload: nophy-napitupulu

Post on 25-Sep-2015

93 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

abses hepar amoeba

TRANSCRIPT

ABSES HEPAR AMOEBA I. PENDAHULUANAbses Hati Amuba adalah manifestasi ekstraintestinal paling umum dari amubiasis. Dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal didaerah endemik , orang yang mengalami abses hati amuba setelah perjalanan ke daerah endemik dan lebih cenderung berusia tua dan laki-laki. abses hati amuba detandai dengan hepatomegali, dengan abses hepar atau abses multiprl. Terjadinya suatu abses hati amuba pada orang yang belum berpergian ke atau tinggal di daerah endemikharus meningkatkan kecurigaan keadaan imunosupresi , khusunya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Faktor penjamu yang memberikan kontribusi untuk tingkat keparahan penyakit adalah usia muda, kehamilan, malnutrisi, alkoholisme, penggunaan glukokortikoid, dan keganasan.Sekitar 10%penduduk dari populasi dunia, terdapat Entamoeba Histolytica dalam usus mereka, yangkemudian dapat berkembang menjadi amebiasis invasif. 1 dari 10% pasien tersebutadalah pasien dengan abses hepar amuba. Usus besar merupakan tempat awalterjadinyainfeksi. Protozoa masuk ke hepar melalui vena portal. Amebiasis dapat terjadi padaberbagai organ tubuh tetapi Hepar merupakan organ yang paling umum untuk infeksiextra-intestinal.II. DEFINISI Amebiasis merupakan suatu tnfeksi yang disebabkan oleh protozoa saluran cerna yakni E. hystolitica. Abses hati amuba adalah penimbunan atau akumulasi debris nekro-inflamatori porulen didalam parenkim hati yang disebabkan oleh amuba , terutama entamoeba hystolitica. Organisme Entamoeba Histolytica mencapai Hepar melaluisalah satu jalur berikut: 1. Infeksi asendens di saluran empedu (kolangitisasendens)2. Melalui pembuluh darah, baik porta atau arteri3. Infeksi langsung ke hati darisumber di sekitar4. Luka tembus

III. EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan 10% dari seluruh penduduk dunia terinfeksi oleh oteh E. Hystolitica , tetapai hanya 10% yang memperlihatkan gejala. Prevalensi tertinggi di daerah tropis, subtropis dan Negara berkembang dengan keadaan sanitasi yang buruk, status social ekonomi yang rendah dan status gizi yang kurang baik serta dimana strain virulen E. hystolitica masih tinggi. Penyakit ini sering diderita orang muda dan sering pada etnik Hispanik dewasa (92%). Terjadi 10 kali lebih umum pada pria seperti pada wanita dan jarang terjadi pada anak-anak. Amoebiasis merupakan infeksi tertinggi ketiga penyebab kematian setelah schistosomiasis dan malaria. Daerah endemisnya meliputi Meksiko, India, venezuela, kolombia, Amerika Tengah dan Utara, Asia Tenggara dan Afrika. Prevalensi E. hystoliisua di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10-18%.Amerika SerikatAbses hepar amuba merupakan kasus yang jarang di Amerika Serikat. Insiden abses hati amuba di Amerika Serikat mencapai 0,05 % . Biasanyaditemukan pada imigran atau pendatang. Pada tahun 1994, terdapat 2.983 kasus amebiasis yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Penyakit initelah dihapus dari Sistem Surveilans Penyakit Nasional di tahun 1995. Sekitar4% pasien dengan kolitis amuba dapat berkembang menjadi abses hepar amuba.IV. ETIOLOGIParasit amuba, yang tersering yaitu Entamoeba Histolitica.

V. PATOFISIOLOGI

Penularan abses hepar amebik terjadi secara fekal-oral dengan masuknya kista infektifbersama makanan atau minuman yang ter6emar tinja penderita atau tinja karier amebiasis. Dari berbagai spesies amuba, hanya Entamoebahistolytica yang patogen pada manusia. Sebagai host definitif, individu- individu yang asimtomatis mengeluarkantropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelahmenelan airatau sayuran yang terkontaminasi. Kista adalah bentukinfektif pada amubiasis, hidup ditanah, kotoran manusia dan bahkan pada air yang telah diklorinasi. Setelah kistatertelan, dinding kista dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar, terutama di caecum. Sebagian besar tropozoit kecil dan tidak invasif. Individu yang terinfeksi kemungkinan asimtomatis atau berkembangmenjadi desentri amuba. Strain Entamoebahistolytica tertentu dapat menginvasi dinding colon. Strain ini berbentuk tropozoit besar, yang di bawah mikroskop tampakmenelan sel darah merah dan sel PMN.Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalamterjadinya amubiasis invasif. Tidak semua amuba yang masuk ke hepar dapatmenimbulkan abses. Untuk terjadinya abses, diperlukan faktor pendukung ataupenghalang berkembangbiaknya amuba tersebut. Faktor tersebut antara lain adalahpernah terkena infeksi amuba, kadar kolesterol yang meninggi, pascatrauma hepar danketagihan alkohol.Amubiasis invasif dapat menyebabkan perdarahan usus besar, perforasi, danpembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya pada daerah caecum. Infeksi amubainvasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar.Distribusiyang luas ini menunjukkan bahwa amuba dapat menginvasi organ melalui penjalaranlokal atau melalui sistem sirkulasi. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi sistemvena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau melalui penjalaran intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis dimana terjadi trombosis,sitolisis dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempattersebut bergabung terbentuklah absesamuba.Struktur dari abses hepar amuba terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam dankapsul jaringan penyangga. Secara klasik, cairan abses menyerupai anchovy paste dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darahmerah yang dicerna. Abses mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak sepertiabses bakterial, cairan abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untukpenghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosisabses amuba. Dinding dalam abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan trofozoit yang ada. Biopsi dari lapisan ini sering memperkuat diagnosis dari investasiamuba hepar. Pada abses lama, kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembanganfibroblast. Berbeda dengan abses piogenik, leukosit dan sel-sel inflamasi tidakdidapatkan pada kapsul dari abses amubahepar.Dibandingkan dengan abses hepar piogenik, abses hepar amuba sering terletakpada lobus kanan dan sering superfisial serta tunggal. Data terakhir menunjukkan 70%sampai 90% kasus pada lobus kanan hepar, terutama bagian belakang darikubah. Lebihdari 85% kasus abses amuba hepar adalah tunggal. Kecenderungan ini diperkirakanakibat penggabungan dari beberapa tempat infeksi mikroskopik. Ukuran absesbervariasi, dari diameter 1 sampai 25 cm, dengan pertumbuhan yang berkelanjutankarena nekrosis aktif dari jaringan sekitar hepar. Kavitas tersebut berisi cairankecoklatan (hasil proses lisis sel hepar), debris granuler dan beberapa sel-sel inflamasi.Amuba bisa didapatkan ataupun tidak di dalam cairan pus. Bila abses ini tidak diterapiakan pecah. Dari hati, abses dapat menembus ruang subdiafragma masuk ke paru-parudan kadang-kadang dari paruini menyebabkan emboli ke jaringan otak.

VI. GAMBARAN KLINISAbses hepar amuba sering terjadi pada umur 20-45 tahun. Terjadi sering 7sampai 9 kali pada laki-laki. Abses hepar amuba dapat bermanifestasi sebagai prosesakut atau proses kronik indolent. Klasifikasi dari abses hepar amuba berdasarkan durasidan tingkat keparahan penyakit terbagi menjadi: Akut:1. Akut jinak2. Akut agresif Kronik:1. kronik jinak2. kronik accelerated

Gejala dapat timbul secara mendadak (bentuk akut), atau secara perlahan-lahan (bentuk kronik). Dapat timbul bersamaan dengan stadium akut dari amebiasis intestinal atau berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah keluhan intestinal sembuh. Pada bentuk akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya timbul dalam masa kurang dari 3 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri terasa seperti tertusuk tusuk dan panas, demikian nyerinya sampai ke perut kanan dan ditandai biasanya pasien membungkuk ke depan dengan memegang perut kanan. Dapat juga timbul rasa nyeri di dada kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul batuk batuk. Keadaan serupa ini timbul pada waktu terjadinya perforasi abses hepatis ke paru paru. Sebagian penderita mengeluh diare. Hal seperti itu memperkuat diagnosis yang dibuat.9Gejala demam intermitten atau remitten juga dilaporkan pada abses hepar amebic walau terkadang gejala demam kadang tidak ditemui pada penyakit ini. Gejala yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Lebih dari 90 % didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah kaudal atau kranial dan mungkin mendesak kearah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi diatas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti pada keganasan. Pada tempat abses teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang ditekan dengan satu jari terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri tekan dengan satu jari mudah diketahui terutama bila letaknya di interkostal bawah lateral. Ini menunjukkan tandaLudwig positifdan merupakan tanda khas abses hepatis. Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Batas paru-paru hepar meninggi. Pada kurang dari 10 % abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat seperti massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium.Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya disebabkan abses yang besar atau multipel, atau dekat porta hepatik. Pada pemeriksaan toraks didaerah kanan bawah mungkin didapatkan adanya efusi pleura atau friction rub dari pleura yang disebabkan iritasi pleura.9Gambaran klinik abses hati amebik mempunyai spektrum yang luas dan sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi. Pada satu penderita gambaran bisa berubah setiap saat. Dikenal gambaran klinik klasik dan tidak klasik.Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali yang nyeri. Gambaran klasik didapatkan pada 54-70 % kasus.Gambaran klinik tidak klasik ditemukan benjolan di dalam perut (seperti bukan kelainan hati misalnya diduga empiema kandung empedu atau tumor pankreas), Gejala renal (keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan masa yang diduga ginjal kanan), ikterus obstruktif, kolitis akut, gejala kardiak bila ruptur abses ke rongga perikardium, gejala pleuropulmonal, abdomen akut.9

VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis empiema amuba ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaal fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Pada anamnesis perlu diketahui gejala klinis yang timbul, faktor risiko atau penyakit dasar lainnya. Gejala klinis infeksi E. histolytica sangat bewariasi, kurang lebih l0% orang y ang terinfeksi E. Histolytica menjadi sakit, sisanya sembuh spontan dalam 1 tahun setelah terinfeksi. Gejala intestinal mulai diare akut ringan sampai kronik, berdarah sampai kolitis fulminan. Demam jarang terjadi tetapi lebih sering pada amubiasis ekstraintestinal. Amubiasis ekstraintestinal paling sering ditemukan di hati yaitt 3-9% dari kasus amubiasis. Kurang leblh 20% -35% abses hati amuba mengalami komplikasi efirsi pleura sampai empiema. Pasien mengalami nyeri dada pleuritik me4jalarke skapula atau bahu disertai nyeri perut kanan atas. Abses hati amuba sering terletak di lobus kanan maka lesi yang terkena sebagian besar lobus tengah dan bawah paru kanan tetapi kadang-kadang lobus bawah kiri atau lingula juga terkena bila abses hati pada lobus kiri. Lesi di hemitoraks kanan didapatkan 86%, hemitoraks kiri 13,5% , bilateral l7%. Cairan pleura biasanya berupa eksudat, kecoklatan dan steril. Jika abses hati meluas ke dalam rongga pleura dapat menjadi empiema amuba dengan onset perlahan ataupun akut dengan gejala demam, nyeri dada dan perut bagian kanan atas serta batuk kering. Abses hati amuba yang ruptur kemudian melewati diafragma biasanya ditandai nyeri di perut kanan atas secara tiba-tibabersamaan dengan rasa seperti dirobek diikuti gejala perturukan sistem respirasi yang cepat, sepsis bahkan syok. Efusi pleura sering masif pada seluruh hemitoraks dan mendorong mediastinum ke sisi kontralateral. Abses yang pecah kemudian melewati diafragma masuk ke rongga pleura kanan terjadi lebih dari 90% pendeita abses hati amuba. Abses hati dapat menembus langsung ke parenkim paru menyebabkan abses paru. Invasi ke bronkus utama dapat menimbulkan fistula hepatobronkial dengan hemoptisis menyerupai anchovy paste yang berasal dari abses hati amuba. Pemeriksaan fisik pada sebagian besar pasien ditemukan hepatomegali dengan konsistensi kenyal, permukaan licin, Pada perkusi paru redup di bagian kanan bawah disertai suara napas melemah. Gambaran foto toraks memperlihatkan efusi pleura minimal sampai sedang, sering juga terlihat peninggian hemidiafragma dan ateletaksis pada bagian basal. Enam puluh tiga persen pasien amubiasis hati mengalami peninggian hemidiafragma kanan dan efusi pleura. Kelainan gambaran foto toraks terjadi pada 57% dari'75 pasien amubiasis hati, l6% batuk dan l9% nyei dada. Ultrasonografi (USG) alaar computed tomograplry scan (CT-scan) dapat menunjukkan penyakit hati yang sudah meluas serta ada atau tidaknya abses subfrenik tetapi tidak dapat membedakan amubiasis dari penyebab infeksi lain. Abses hati amuba memperlihatkan gambaran hipoekoik pada USG sedangkan CT-scan toraks dapat mendeteksi kelainan paru dan cairan pleura lebih rinci . Diagnosis ke arah penyakit itu ditegakkan bila hasil pungsi cairan pleura menyerupai saus kecoklatan. Trofozoit hanya ditemukankurang dari rcbh pada cairan pleura. Pemeriksaan laboratorium pada amubiasis sangat penting untuk menegakkan diagnosis dengan ditemukannya E. histolytica. Deteksi itu tergantung pada pengambilan spesimen yang benar, jumlah spesimen, cara memprosesnya, tes diagnostik yang digunakan serta keterampilan pemeriksa. Pada pemeriksaan mikroskopik langsung spesimen segar, dapat ditemukan trofozoit yang bergerak dan mungkin berisi sel darah merah tetapi metode ini kurang sensitif. Pemeriksaan itu juga dapat dilakukan dengan pewarnaan khusus seperti tritrom atau hematoksilin pada sediaan histopatologi. Metode kultur untuk mengisolasi E. histolytica tidak rutin dilakukan karena teknik sulit, sering menunjukkan negatif palsu dan hanya memberikan angka kepositivan 50- 70% . Tes serologi sangat berguna untuk mendiagnosis amubiasis invasif terutama pasien amubiasis ekstraintestinal. Nilai sensitivitas tes antibodi E. histolytica 95% pada pasien amubiasis ekstraintestinal, 70% pada pasien amubiasis intestinal aktif 10% dan pada pasien tanpa gejala serta memiliki nilai spesivisitas lebih dari 95%. Hasil pemeriksaan tes serologi positif disertai gejala klinis sangat membantu diagnosis. Tes serologi sebagai alat diagnostik sangat terbatas pada daerah endemik karena seropositif masih berlangsung beberapa tahun setelah pasien terinfeksi. Beberapa tes untuk mendeteksi antibodi antara lain indirect hemagglutination (IHA) dll.Pemeriksaan complement fixation kurang sensitif, mahal sehingga tidak digunakan lagi di sebagian besar laboratorium. Pemeriksaan IHA mudah dikerjakan dan memberikan nilai spesifisitas tinggi yaitu 99,1% tetapi nilai sensitivitasnya lebih rendah dibandingkan ELISA. Deteksi antibodi menggunakan IFAdapat diandalkan, cepat dan dapat membedakan infeksi lama dan baru. Kadar IgM tes IFA dapat menjadi negatif dalam waktu singkat setelah infeksi atau dalam waktu 6 bulan dan 100% menjadi negatif dalam wakhr 46 minggu setelah terapi. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas 93% dan spesifisitas 96,7% . Tes ELISA merupakan pemeriksaan diagnostik yang sering digunakan di laboratorium seluruh dunia dengan nilai sensitivitas 97,9% dan spesifisitas 94,8%. Kadar IgG dalam serum masih tetap ada dalam beberapa tahun setelah infeksi E. histolytica sedangkan IgM hanya ada dalam waktu singkat. Titer antibodi ELISAyang tinggi membantu diagnosis amubiasis. Deteksi antigen amuba yaitu Ga/Gal- Nas, suatu lektin spesifik yang dapat dideteksi dalam tinja, serum, cairan abses atau liur pasien dengan tes ELISA. Deteksi antigen pada tinja merupakan teknik yang praktis, cepat, sensitifdan spesifik tetapi pada tinja tidak segar atau diberi pengawet akan terjadi denaturasi antigen sehingga memberikan hasil negatif palsu. Deteksi antigen memerlukan kurang lebih 1000 trofozoit. Teknik PCR saat ini sering digunakan dalam mendeteksi amuba dan dilaporkan 100 kali lebih sensitif untuk membedakan E. histolytica dan E. Dispar dibandingkan ELISA.Metode pemeriksaan ELISA untuk mendeteksi antigen sangat sesuai diterapkan di negara berkembang atau daerah dengan prevalens amubatinggi. Kombinasi tes serologi dan deteksi parasit secara mikroskopik merupakan pendekatan terbaik dalam diagnosis amubiasis. Analisis kimia dan hematologi biasanya tidak banyak membantu. Sering terdapat leukositosis pada amubiasis invasif dengan peningkatan laju endap darah dan kadang-kadang juga ditemukan anemia normositik normokrom. Kadar alkalin fosfatase meningkat pada lebih dari 75% pasien sedangkan kadar transaminase sering normal ataupun meningkat pada 50%o pasien. Pada pemeriksaan sediaan histologis, diagnosis amubiasis dapat ditegakkan apabila ditemukan bentnk trofozoit dalam jaringan. Pulasan periodic acid schiff (QAS) dan hematoxilin eosin (HE) memperlihatkan gambaran morfologi khas sehingga identifikasi dapat lebih dipastikan. Untuk selengkapnya dapat kita lihat berbagai kriteria yang ada pada tabel berikut ini:

VIII. DIAGNOSA BANDING1. Abses Hepar PiogenikAbses hepar piogenik dapat berasal dari radang bilier, dari daerah splanknikmelalui v. porta, atau sistemik dari manapun di tubuh melalui a. hepatika. Sebagian sumber tidak diketahui. Kadang disebabkan oleh trauma atau infeksi langsung dariHepar atau sistem di sekitarnya. Gambaran klinis abses Hepar piogenik menunjukkanmanifestasi sistemikyang lebih berat dari abses hepar amuba.Secara klinis, ditemukan demam yang naik turun,rasa lemas, penurunan berat badan dan nyeri perut. Nyeri terutama di bawah iga kananatau pada kuadran kanan atas. Dapat dijumpai gejala dan tanda efusi pleura. Nyeri sering berkurang bila penderita berbaring pada sisi kanan. Demam hilang timbul ataumenetap bergantung pada jenis abses atau kuman penyebabnya. Dapat terjadi ikterus,ascites dan diare. Ikterus, terutama terdapat pada abses hepar piogenik karena penyakitsaluran empedu disertai dengan kolangitis supurativa dan pembentukan abses multiple.Jenis iniprognosisnya buruk. Pada pemeriksaan mungkin didapatkan hepatomegali atauketegangan pada perut kuadran lateral atas abdomen atau pembengkakan pada daerahintercosta. Ketegangan lebih nyata pada perkusi. Apabila abses terdapat pada lobus kiri,mungkin dapat diraba massa di epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit meningkat dengan jelas (>10.000/mm3) didapatkan pada 75-96% pasien, walaupun beberapa kasus menunjukkannilai normal. Laju endap darah biasanya meningkat dan dapat terjadi anemia ringanyang didapatkan pada 50-80% pasien. Alkali fosfatase dapat meningkat yangdidapatkan pada 95-100 pasien. Peningkatan serum aminotransferase aspartat dan serumaminotransferase alanin didapatkan pada 48-60% pasien. Prognosis buruk bila kadarserum amino transferase meningkat. Peningkatan bilirubin didapatkan pada 28-73%pasien.Penurunan albumin (3 g/dL) masihdiamati.Protrombin time meningkat pada 71-87 pasien.2. HepatomaHepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-selhati. Hepatoma merupakan kanker hepar primer yang paling sering ditemukan.Terjadinya penyakit ini belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa faktoryang diduga sebagai penyebabnya antara lain virus hepatitis B dan C, sirosis hepar,aflatoksin, infeksi beberapa macam parasit, keturunan maupun ras. Keluhan dan gejalayang timbul sangat bervariasi. Pada awalnya penyakit kadang tanpa disertai keluhanatau sedikit keluhan seperti perasaan lesu, dan berat badan menurun drastis. Penderitasering mengeluh rasa sakit atau nyeri tumpul (rasa nyeri seperti ditekan jari atau bendatumpul) yang terus menerus di perut kanan atas yang sering tidak hebat tetapibertambah berat jika digerakkan.Pada pemeriksaan fisis didapatkan hepar membesar dengan konsistensi kerasdan sering berbenjol-benjol, terjadi pembesaran limpa, serta perut membuncit karenaadanya asites. Kadang-kadang dapat timbul ikterus dengan kencing seperti air teh danmata menguning. Keluhan yang disertai demam umumnya terjadi akibat nekrosis padasentral tumor. Penderita bisa tiba-tibamerasa nyeri perut yang hebat, mual,muntah, dantekanan darah menurun akibat pendarahan pada tumornya. Diagnosis KHS selainmemerlukan anamesis dan pemeriksaan fisik juga beberapa pemeriksaaan tambahanseperti pemeriksaan radiologi (rontgen), ultrasonografi (USG), computed tomographyscanning (CT scan), peritneoskopi, dan test laboratrium. Diagnosa yang pastiditegakkan dengan biopsi Hepar untuk pemeriksaan jaringan.Hepatoma selain menimbulkan gangguan faal hepar juga membentuk beberapajenis hormon yang dapat meningkatkan kadar hemoglobin, kalsium, kolesterol, dan alfafeto protein di dalam darah. Gangguan faal hepar menyebabkan peningkatan kadarSGOT, SGPT, fosfatase alkali, laktat dehidrogenase, dan alfa-L-fukosidase.Pengobatan KHS yang telah dilakukan sampai saat ini adalah dengan obat sitostatik,embolisasi, atau pembedahan. Prognosis umumnya jelek. Tanpa pengobatan, kematianpenderita dapat terjadi kurang dari setahun sejak gejala pertama.IX. PENATALAKSANAAN1.AntibiotikGolongan imidasol meliputi metronidazol, tinidazol, dan niridazol dapat memberantas amuba pada usus maupun hati. Metronidazol peroral, 750 mg, tiga kali sehari selama sepuluh hari, dapat menyembuhkan 95% penderita abses amuba hepar. Pemberian intravena sama efektifnya, diperlukan pada penderita yang mengalami rasa mual atau pada penderita yang keadaan umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol secara empiris dapat memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam 3 hari dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7 sampai 10 hari. Metronidazol tidak mahal dan aman, namun merupakan kontraindikasi pada kehamilan. Efek samping yang dapat terjadi ialah mual. Neuropati perifer jarang terjadi.Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengam metronidazol gagal. Karena obat ini hanya memberantas amuba yang invasif, diperlukan pemberian obat yang bekerja dalam usus secara bersamaan sehingga pemberian metronidazol dapat dilanjutkan. Setelah terapi abses hepar diberikan, direkomnedasikan pemberian agen luminal untuk mencegah kekambuhan. Agen Luminal yang efektif untuk amubiasis seperti iodokuinol, paronomysin dan diloxanide furoate. Emetin dan dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memilikitherapeutic rangeyang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan pemantauan tanda vital secara teratur.Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan terapi multidrug untuk mempercepat perbaikan gejala klinis. Dehydroemetine 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hari) selama 10 hari. Klorokuin dapat diberikan per oral. Dosisnya 1g/hari selama 2 hari dan diikuti 500/hari selama 20 hari. Meskipun efek samping penggunaan klorokuin lebih sedikit dibanding emetin dan dehidroemetin, obat ini kurang poten serta sering terjadi relaps jika digunakan sebagai obat tunggal. Saat ini klorokuin digunakan bersamaan dengan emetin dosis rendah untuk strain amuba yang resisten terhadap metronidazol. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat menyembuhkan 90% sampai 100% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.2.Aspirasi JarumPenderita yang mendapat pengobatan amubisid sistemik namun gejala klinisnya tidak menunjukkan perbaikan lebih dari 72 jam setelah dimulainya pengobatan, akan menunjukkan perbaikan dengan cara aspirasi rongga abses. Dalam hal ini, aspirasi berguna tidak hanya untuk mengurangi gejala-gejala penekanan, tetapi juga untuk menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, abses yang terletak pada lobus kiri hepar, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma, dan untuk membedakan dengan abses Hepar piogenik Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Tidak ada indikasi untuk melakukan injeksi obat-obatan ke dalam kavitas abses. Sebaiknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG. Bila abses menunjukkan adanya infeksi sekunder, drainase terbuka adalah pilihan terapinya.

3.Drainase PerkutanDrainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum dan perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.4.Drainase BedahPembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik dengan terapi konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga diindikasikan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil. Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi terjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal. Sepanjang tindakan ini, kateter perkutan dimasukkan dengan tuntunan laparoskopi akan berhasil mengeluarkan abses dan mencegah tindakan laparotomi.

Nonmedikamentosa Dapat menganjurkan pasien untuk tirah baring apabila sakit yang dirasakan tidak dapat diatasi dan semakin menjadi. Tetap diberikan gizi yang seimbang serta mengkonsumsi makanan dan minuman yang bersih dan matang. Menghindari faktor pencetus kerusakan hati seperti minum alkohol atau minuman bersoda dan mengkonsumsi rokok.

X. KOMPLIKASI Saat diagnosis ditegakan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti septikaemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses Hepar disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7% kelainan plueropulmonal, gagal Hepar, kelainan didalam rongga abses, henobilia, empiema, fisistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau retroperitoneum. Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena.Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar. Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada.XI. PROGNOSISPrognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bacterial organisme multiple, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain. Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti reptur intraperikardi atau komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian. Hiperbilirubinemia juga termasuk faktor resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada pasien-pasien yang jaundice.XII. PENCEGAHANUntuk abses hati amebik, pencegahan dapat dilakukan dengan meminum air murni dan tidak makan sayuran mentah atau buah dikupas ketika bepergian di negara-negara tropis dengan sanitasi yang buruk. Pola hidup sehat tidak merokok ataupun minum alkohol untuk menjaga kesehatan hati juga penting.

XIII. KOMPETENSI Tingkat kemampuan dokter umum dalam menangani abses hepar amoeba adalah 3A. Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk 3A. Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

XIV. DAFTAR PUSTAKA

Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser. Intraabdominal infection and abscess. Harrison principle of internal medicine. 17th edition. USA: The Mc Graw Hill Company; 2008. Chapter 121. Tjokronegoro A., Utama H. Amebiasis hati. Buku Ajar Nmu Penyakit Dalam. Edisi tiga. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; !996.p.328-32. Haque R, Mollah NU, Ali IK, et all. Diagnosis of amebic liver abscess and intestinal infection with the techlab Entamoeba Histolytica II antigen detections and antibody test .Journal of Clinical Microbiology. 2000. p.3235-3239. Sharma MP, Ahuja V. Amoebic liver abscess. Indian Academy of Clinical Medicine. 2003. p.107-111. Bukhari AJ, Abid KJ. Amebic liver abscess: Clinical Presentation and Diagnostic Difficulties. Kuwait Medical Journal. 2003. p.183-186. Keshav S. Gastrointestinal system infections. The Gastrointestinal system at a glance. USA: Blackwell-Science; 2004. p.77.