rafida soraya safitri t03120026 jurnal terowongan
DESCRIPTION
terowonganTRANSCRIPT
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
65
STUDI TEROWONGAN JALAN RAYA PADANG – SOLOK
Yoszi Mingsi Anaperta1
ABSTRACT Padang – Solok roadway has Solok hillsides are unstable due to pruning as well as human activity itself, so it will be at high risk for landslide occurrence. The tunnel is one of the transportation infrastructures that enable future in addressing this matter. Most of the tunnels are now constructed by several methods, one of which is the empirical method. Rock mass classification is the forerunner of the empirical design method that is widely used in rock engineering. This empirical method consists of the classification system Tenaha with rock load concept, classification Laufer with the concept of stand-up time, Deere classification with concept index Rock Quality Designation (RQD), the concept of Rock Structure Rating (RSR) was developed by Wickham, Geomechanics classification of Bieniawski with Classification (RMR system) and the Q system by Carton. The design of a tunnel construction is not only dealing with land that generally considered to be isotropic (homogeneous and continuous), but often have to deal with the rock mass is anisotropic and not continuous (discontinuous). These discontinuous areas greatly affects the load calculation-load acting on the tunnel, especially the rock mass above the hole openings in the works that will be useful for the design of tunnel support and the tunnel wall. Empirical results of the calculations used in the Padang-Solok lane tunnel is 74.809 cm thick walls; width 10 m, height 6 m. Further study for the realization of the tunnel need to be more thorough and focused. Keywords : The Empirical Methode, Rock Quality Designation (RQD), the
concept of Rock Structure Rating (RSR), RMR system, Q system
INTISARI Padang - Solok jalan Solok memiliki lereng bukit tidak stabil akibat pemangkasan serta aktivitas manusia itu sendiri, sehingga akan beresiko tinggi untuk terjadinya longsor. Terowongan adalah salah satu infrastruktur transportasi yang memungkinkan masa depan dalam mengatasi masalah ini. Sebagian besar terowongan sekarang dibangun dengan beberapa metode, salah satunya adalah metode empiris. Klasifikasi massa batuan adalah pelopor metode desain empiris yang banyak digunakan dalam rekayasa batuan. Metode ini empiris terdiri dari sistem klasifikasi Tenaha dengan konsep beban batu, klasifikasi Laufer dengan konsep waktu stand-up, klasifikasi Deere dengan konsep indeks Batu Penunjukan Kualitas (RQD), konsep Batu Struktur Penilaian (RSR) dikembangkan oleh
1 Dosen Jurusan Tambang FT UNP
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
66
Wickham , Geomechanics klasifikasi Bieniawski dengan klasifikasi (sistem RMR) dan sistem Q oleh Karton. Desain konstruksi terowongan tidak hanya berurusan dengan tanah yang umumnya dianggap isotropik (homogen dan terus menerus), tetapi sering harus berurusan dengan massa batuan anisotropik dan tidak kontinu (terputus). Daerah-daerah terputus sangat mempengaruhi beban perhitungan-beban yang bekerja pada terowongan, terutama massa batuan di atas lubang bukaan dalam karya-karya yang akan berguna untuk desain dukungan terowongan dan dinding terowongan. Hasil empiris dari perhitungan yang digunakan di jalur terowongan Padang-Solok adalah 74,809 cm dinding tebal, lebar 10 m, tinggi 6 m. Studi lebih lanjut untuk realisasi terowongan perlu lebih menyeluruh dan terfokus. Kata kunci: Metode Empiris, Penandaan Kualitas Batu (RQD), konsep Batu
Struktur Penilaian (RSR), sistem RMR, sistem Q
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
67
PENDAHULUAN Propinsi Sumatera Barat
terletak di bagian tengah dari pantai barat Pulau Sumatera dengan luas sekitar 4. 143.271 ha (41.432,7 km2) atau sepersepuluh dari luas Pulau Sumatera dan terdiri dari 14 Kabupaten/Kotamadya dengan 98 Kecamatan. Secara geografis propinsi Sumatera Barat terletak antara 0° 54' LU - 3° 30' LS dan antara 98° 36' BT 101° 53' BT, dengan kondisi topografi sebahagian besar adalah perbukitan. Kondisi topografi demikian akan menimbulkan permasalahan dihidang perhubungan darat yang banyak melewati lereng-lereng bukit terjal sehingga membutuhkan waktu perjalanan yang relatif lama untuk sampai pada tujuan.
Jalur Padang-Solok merupakan jalur yang sering dilewati oleh kendaraan antar kota dan antar propinsi yang membawa berbagai macam barang dan jasa yang sangat membutuhkan waktu perjalanan yang relatif singkat. Seperti diketahui jalur ini dibuat dengan jalan memotong lereng-lereng bukit yang tidak stabil sehingga akan beresiko tinggi terjadinya kelongsoran. Apabila terjadi kelongsoran, maka aktivitas transportasi pada jalur tersebut akan terganggu beberapa lama sampai jalur tersebut selesai diperbaiki. Tentunya hal ini akan menimbulkan permasalahan dihidang perekonomian masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan suatu jalur alternatif yang menghubungkan kedua daerah dengan membuat terowongan.
Terowongan merupakan salah satu alternatif prasarana perhubungan masa depan yang memungkinkan untuk mempersingkat waktu perjalanan. Selain itu pembuatan terowongan untuk lalu lintas harus dilaksanakan dengan alasan-alasan tertentu misalnya tidak tersedianya lahan yang cukup untuk lalu lintas perhubungan serta untuk
menembus rintangan akibat aktivitas manusia misalnya permukiman yang padat huni, kota, industri, tempat-tempat keramaian atau adanya pegunungan terjal yang sulit untuk dibuat jalur transportasi di permukaan tanah.
PENDEKATAN DAN PEMECAHAN MASALAH Metode Rancangan Terowongan
Menurut Hoek dan Brown (1980) kebanyakan terowongan sekarang dibangun berdasarkan beberapa metode sistem klasifikasi, yang terdiri dari metode empiris, metode analitik dan metode observasi. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode empiris. Metode empiris
Metode ini merupakan metode yang banyak digunakan pada saat sekarang. Metode ini dirumuskan pertama kali oleh Terzaghi (seorang geolog teknik terkemuka dan perintis ilmu mekanika tanah dari Amerika Serikat) yang kemudian dikenal dengan sistem klasifikasi beban batuan Terzaghi (1946). Pengalaman membuktikan bahwa pada metode Tarzaghi ditemukan kelemahan dan kemudian dimodifikasi oleh Deere (1970). Sistem yang baru ini memperkenalkan teknologi penyangga batuan yang baru, yaitu rock bolt dan shotcrete yang digunakan untuk keperluan berbagai proyek seperti terowongan, tambang, lereng dan fondasi. Sekarang ini ada beberapa sistem klasifikasi batuan seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Sistem klasifikasi beban batuan Terzaghi (1946) merupakan klasifikasi pertama diperkenalkan di Amerika Serikat dengan penyangga terowongan besi baja (steel support). Klasifikasi Laufer (1958) memper-kenalkan konsep Stand-up Time dimana dapat ditentukan tipe dan jumlah penyangga di dalam terowongan secara lebih relevan.
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
68
Klasifikasi Deere, et. al (1968) memperkenalkan indeks Rock Quality Designation (RQD) yang merupakan suatu metode sederhana dan praktis untuk mendeskripsikan kualitas inti batuan dari lubang bor. Konsep Rock Structure Rating (RSR) dikembangkan oleh Wickham, et. al (1972) di Amerika Serikat yang merupakan sistem pertama yang memberikan gambaran rating klasifikasi untuk memberikan bobot yang relatif penting dari parameter klasifikasi. Klasifikasi Bieniawski (1974) dengan Geomechanics Gasification (RMR system) dan Q-system oleh Barton, et. al (1974) dikembangkan secara terpisah dan keduanya menyediakan data kuantitatif untuk memilih penguatan terowongan yang modern seperti rock bolt dan shotcrete.
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
69
Tabel 1. Klasifikasi massa batuan yang banyak digunakan
Naina klasifikasi Penyusun dan tahun
Negara asal
Aplikasi
Rock Load Terzaghi, 1946 USA Tunnels with steel support
Stand-up Time Laufer, 1958 Austria Tunneling
NATM Pacheretal, 1964 Austria Tunneling
Rock Quality Designation
Deere etat, 1967 USA Core logging, Tunneling
RSR Concept Wickham et al., 1973 USA Tunneling
RMR System (Geomechanics Classification)
Bieniawski, 1973 (last modified, 1979-USA)
South Africa Tunnel, mines, slope, foundations
RMR System Extension
Weaver, 1975 Laubscher, 1977 Oliver, 1979 Ghose&Raju, 1981 Moreno Tallon, 1982 Kendoski et al., 1983 Nakaoetal., 1983 Serafini & Pereira, 1983 Gonzales de Vallejo, 1983 Unal, 1983 Romana, 1985 Newman, 1985 Sandbak, 1985 Smith, 1986 Venkateswarlu, 1986 Robertson, 1988
South Africa South Africa South Africa India Spain USA Japan Portugal Spain USA Spain USA USA USA India Canada
Rippability Mining Weatherability Coal Mining Tunneling Hard rock mining Tunneling Foundation Tunneling Roof bolting in coal mines Slope stability Coal mining Boreability Dredgeability Coal mining Slope stability
Q-System Barton etat, 1974 Norwey Tunnels, chambers Q-System Extension
Kirsten, 1982 Kirsten, 1983
South Africa South Africa
Excavatability Tunneling
Strength-size Franklin, 1975 Canada Tunneling
Basic Geotechnical Description
International Society for Rock Mechanics (ISRM), 1981
General communication
Unified Clasification
Williamson, 1984 USA General communication
Sumber : Hoek and Brown, 1980
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
70
HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi Metode Rancangan Empiris
1. Metode rock load clasification
Konsep umum dari klasifikasi Terzaghi ditampilkan pada Gambar 13 dan dijelaskan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2 menyatakan bahwa nilai rock load digunakan untuk mendeskripsikan kondisi tanah jika terowongan terletak di bawah muka air tanah. Jika terowongan
terletak di atas muka air tanah, rock load untuk kelas 4 - 6 dapat dikurangi dengan 50 %. Revisi dari koefisien rock load klasifikasi Terzaghi diberikan pada Tabel 3, yang memperlihatkan kondisi batuan Terzaghi pada point 4, 5 dan 6 (pada Tabel 3) harus dikurangi dengan 50 % dari nilai rock load awal karena muka air tanah efekya kecil terhadap rock load.
Gambar 1. Konsep beban batuan terowongan oleh Terzaghi (1946)
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
71
Tabel 2. Original Terzaghi’s Rock Load Clasification (1946)a,b
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
72
Tabel 3. Klasifikasi rock load Terzaghi yang umum digunakan a,b
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
73
2. Klasifikasi stand-up time Stand-up time adalah
jangka waktu dimana terowongan dapat stabil tanpa penyangga sesudah penggalian. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stand-up time seperti orientasi dari sumbu terowongan, bentuk pe-nampang terowongan, metode penggalian dan metode penyangga. Klasifikasi Laufer (1958) ini tidak lama digunakan, karena dimodifikasi beberapa kali oleh engineer Austria yang mempelopori pengembangan New Austria Tunneling Method (NATM).
3. Indeks rock quality
designation (RQD) Untuk menentukan
RQD, International Society for Rock Mechanics (ISRM) merekomendasikan ukuran inti paling kecil berdiameter NX (54,7 mm) yang dibor dengan menggunakan double tube core barréis. Hubungan antara indeks RQD dengan kualitas teknik dari batuan (Deere, et al. 1968) diperlihatkan pada Tabel 4
Tabel 4. Hubungan antara indeks
RQD dengan kualitas teknik batuan
Perhitungan yang betul untuk mengukur RQD diperlihatkan pada gambar 2
Gambar 2. Prosedur untuk mengukur dan perhitungan RQD
(Deere, et al. 1968)
4. Konsep rock structure rating (RSR)
Ada 2 faktor pada konsep RSR yang harus diperhatikan sehubungan dengan perilaku massa batuan di dalam terowongan: a. Parameter geologi
1. Tipe batuan 2. Pola kekar (jarak rata-
rata kekar) 3. Orientasi kekar (dip
dan strike) 4. Tipe diskontinuitas 5. Major fault, shears dan
folds 6. Sifat-sifat material
batuan 7. Pelapukan atau
alterasi b. Parameter konstruksi.
1. Ukuran terowongan 2. Arah penggalian 3. Metode penggalian
Semua faktor di atas
dapat dikelompokan atas 3 parameter dasar yaitu A B
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
74
dan C (Tabel 6, 7 dan 8). Ketiga parameter tersebut adalah: a. Paramater A: penilaian
umum dari struktur batuan berdasarkan:
1. Tipe batuan asal (Igeneous, methamorphic, sedimentary)
2. Kekerasan batuan (keras, medium, lunak, decomposed)
3. Struktur geologi (masif, sedikit dipatahkan/dilipat, cukup dipatah-kan/dilipat, secara intensif dipatahkan/dilipat)
b. Paramater B: efek pola diskontinuitas terhadap arah penggalian tero- wongan berdasarkan: 1. Jarak kekar 2. Orientasi kekar
(strike dan dip) 3. Arah penggalian
terowongan c. Parameter C: efek aliran
air tanah berdasarkan: 1. Kualitas massa
batuan total yang disebabkan oleh kombinasi parameter A dan B
2. Tidak seperti indeks RQD yang hanya dibatasi pada kualitas inti
3. Merupakan klasifikasi yang lengkap yang mempunyai input dan output. Nilai RSR untuk tiap
seksi terowongan diperoleh dengan menjum-lahkan bobot nilai angka untuk tiap parameter. RSR mencerminkan kualitas massa batuan dengan kebutuhan akan
penyangga. Nilai RSR = A + B + C dengan nilai maksimum 100.
Jika digunakan Tunnel Boring Machine (TBM) untuk menggantikan metode penggalian dengan pemboran dan peledakan, maka RSR harus dikoreksi dengan menggunakan Adjustment Factor (AF) untuk berbagai diamater terowongan sebagai pada Tabel 5.
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
75
Tabel 5. Adjustment Factor untuk berbagai diameter terowongan
Penaksiran kebutuhan rock bolt dibuat dengan menganggap rock load terhadap kuat tarik dari rock bolt. Untuk mendapatkan hubungan pada diameter rock bolt 25 mm dengan beban kerja 24.000 lb adalah sebagai berikut:
WftSpacing
24)(
Dimana W adalah beban batuan lb/ft2. Tidak ada koreksi yang dapat ditemukan antara kondisi geologi dan persyaratan shotcrete, sehingga disarankan hubungan empiris tersebut di bawah ini
150
65
25,11
RSRDtatau
Wt
Dimana : t = tebal shotcrete (inch) W = beban batuan (lb/ft2) D = diameter terowongan (ft)
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
76
Tabel 6. Rock structur parameter A : daerah geologi umum a Tabel 7. Rock stucture rating, parameter B : pola kekar, arah penggalian a
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
77
Tabel 8. Rock structure rating, parameter C : air tanah, kondisi kekar a
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
78
Gambar 3 memperlihatkan kurva untuk menentukan sistem ground support tipikal berdasarkan prediksi RSR yang menyangkut kualitas massa batuan sampai arah penggalian terowongan. Kurva ini dapat digunakan untuk bentuk terowongan bulat atau tapal kuda. Konsep RSR adalah metode yang sangat berguna untuk memilih penyangga steel rib untuk terowongan batuan.
Gambar 3. Konsep RSR kurva penyangga untuk terowongan
Ada 6 langkah dalam
menggunakan sistem klasifikasi RMR ini:
1. Hitung rating total dari lima parameter yang ada pada Tabel 9 sesuai dengan kondisi lapangan yang sebenarnya
2. Tentukan kedudukan sumbu terowongan terhadap jurus (strike) dan kemiringan (dip) bidang-bidang diskontinuitas seperti ditunjukan pada Tabel 10.
3. Setelah langkah kedua ditentukan, maka raungnya ditetapkan berdasarkan Tabel 11. Langkah ini disebut juga sebagai
penyesuaian rating (rating adjustment)
4. Jumlahkan rating yang didapat dari langkah pertama dengan rating yang didapat dari langkah ketiga, sehingga didapat rating total sesudah penyesuaian. Dari rating ini diketahui kelas dari massa batuan berdasarkan Tabel 12.
5. Setelah kelas massa batuan diketahui maka dapat diketahui stand-up time dari massa batuan tersebut dengan span tertentu serta kohesi dan sudut geser dalamnya seperti diperlihatkan pada Tabel 13. Bieniawski (1981) menggambarkan hubungan antara waktu stabil tanpa penyangga (stand up time) dengan span untuk berbagai kelas massa batuan menurut klasifikasi RMR seperti terlihat pada Gambar 5
6. Berdasarkan pada klasifikasi geomekanika ini, Bieniawski memberikan petunjuk untuk penggalian dan penyanggaan terowongan batuan dalam hubungan dengan sistem RMR seperti diperlihatkan pada Tabel 14
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
79
Tabel 9. Parameter klasifikasi dan ratingnya
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
80
Tabel 10. Efek orientasi jurus dan kemiringan diskontinuitas di dalam penerowongan
Tabel 11. Penyesuaian rating untuk orientasi bidang-bidang diskontinuitas elas massa batuan yang ditentukan dari rating total Tabel 13. Arti dari kelas massa batuan Gambar 5. Hubungan antara stand up time dengan span untuk berbagai
kelas massa batuan
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
81
Tabel 14. Petunjuk untuk penggalian dan penyangga terowongan batuan dengan sistem RMR
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
82
5. Klasifikasi Q-System Kualitas massa batuan Q secara total sebagai berikut :
SRF
Jw
Ja
Jr
Jn
RQDQ
Dimana : RQD = rock quality
designation Jn = joint set number Jr = joint roughness
number Ja = joint alteration
number Jw = joint water reduction
number SRF = stress reduction
factor Nilai Q dihubungkan dengan kebutuhan penyangga terowongan dengan menetapkan dimensi ekivalen (equivalen dimension) dari galian. Dimensi ekivalen merupakan fungsi dari ukuran dan kegunaan dari galian, didapat dengan membagi span, diameter atau tinggi dinding galian dengan harga yang disebut excavation support ratio (ESR).
ESR
mtinggiatausapanekivalenDimensi
)(
Tabel 15. Harga ESR
Hubungan antara indeks Q dan dimensi ekivalen dapat menentukan
ukuran penyangga yang sesuai seperti diperlihatkan pada gambar 5.
Gambar 5. Hubungan antara
dimensi ekivalen dengan kualitas massa batuan (Barton et, 1974)
Untuk menentukan penyangga sementara (temporary support), indeks Q harus ditambah menjadi 5Q atau ESR ditambah menjadi 1,5 ESR. Panjang baut (L) ditentukan dari persamaan:
ESR
BL
15,02
dimana B adalah lebar lubang bukaan. Sedangkan untuk beban batuan (rock load) dapat digunakan persamaan berikut :
3/112/1
3
2 QJrJnProof
HASIL DAN PEMBAHASAN Prosedur Klasifikasi
1. Klasifikasi Kondisi Massa Batuan
Klasifikasi massa batuan dilakukan untuk mendapatkan beban- beban yang bekerja pada terowongan. Pada tulisan ini, digunakan metoda empiris yang terdiri dari sistem klasifikasi menurut Terzaghi (1946), Rock Strukture Rating (RSR)
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
83
concept oleh Wickham et. al (1972), Geomechanics Clasification (RMR system) oleh Bieniawski (1974) serta sistem klasifikasi menurut Q-System oleh Barton et. al (1974). Sedangkan untuk data lapangan dan laboratorium yang digunakan berdasarkan data yang telah ada pada jalur Padang-Solok yang rawan terhadap bahaya longsoran. Data tersebut diambil dari berbagai instansi terkait dan dari berbagai sumber lainnya. Data laboratorium dan lapangan tersebut adalah sebagai berikut : Data laboratorium : - c = 0,58 kg/cm2
- = 1,090
- = 0,001809 kg/cm3
- c = 9,08 kg/cm2 Data lapangan : - i (kemiringan lereng) = 600 - h = 57 m Berikut ini adalah hasil perhitungan keempat sistem klasifikasi yaitu Terzaghi, RSR, RMR dan Q-System yaitu pada tabel 16.
Tabel 16. Tabulasi dari perhitungan
klasifikasi massa batuan
Sistem klasifikasi
Hasil
Terzaghi RSR RMR Q-System
Very blocky and seamy 77 43 fair rock mass 8,76 fair rock mass
2. Beban Batuan (Rock Load)
Data yang diperlukan untuk mendapatkan beban batuan (rock load) adalah sebagai berikut :
- jari-jari bukaan = 5 m
- = 1,809 gr/cm3 = 1809 kg/m3
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
84
Tabel 17 Tabulasi perolehan beban batuan (rock load)
3. Self Supporting Span dan Maximum Span (RMR dan Q System) Dengan menggunakan Gambar 16 akan diperoleh self supporting span dan
maximum span seperti diperlihatkan pada tabel...
Tabel 18. Self supporting span dan maximum span pada sistem klasifikasi RMR dan Q System
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
85
4. Stand-up time Untuk RMR = 43 dan span = 6m; stand-up time kira-kira 20 jam atau sekitar 1 hari.
5. Rekomendasi penyangga Terzaghi : Ribs at 1,5
m, concrete lining RSR : (Gambar 4)
6H25 ribs on 2 m centres plus concrete lining
RMR : (Tabel 14) systematic bolt 4 m long, spaced 1,5 m in crown and walls with wire mesh
Q-System : spot bolting spacing 1 m Tabel 19. Tabulasi masing-masing
sistem klasifikasi dari metoda rancangan empiris
Disain Dinding Terowongan
Pada disain tebal dinding terowongan ini, sebagian data telah didapatkan dari sistem penyanggaan yang telah dibahas sebelumnya. Jenis batuan:
Jenis batuan :
= 1809 kg/m3 = 0,001809 kg/cm3
c = 9,08 kg/cm2
= 1,09° c = 0,58 kg/cm2
Pi = c . cot = 0,58 . cot 1,090 = 30,48 kg/cm2
H = 57 meter (rata-rata dari permukaan tanah) ri (lebar bukaan) = 5 meter
= v = h = . h = 1809 kg/m3 x 57 m = 10,31 kg/cm2 Diperoleh nilai tebal dinding tebal terowongan adalah 74,809 m
Geometri Terowongan
1. Alinemen vertikal Kelandaian maksimum mutlak ditetapkan 4% lebih tinggi dari pada nilai maksimum standar. Sehingga untuk kecepatan 20 sampai 80 km/jam diberikan gradien sebesar 8 sampai 13 %.
2. Kestabilan lereng Data tanah adalah c = 0,58
kg/cm2 dan = 0,001809 kg/cm3, sudut kemiringan
talud = 600 > 530, maka lingkaran kritis nya merupakan toe circle. Untuk
nilai = 600 maka angka stabilitas m = 0,187 sehingga diperoleh nilai tinggi kritis dari talud adalah Hcr = 17,145 m Dari hasil perhitungan jari-jari r = 15,53 m dan nilai Fs = 1,706. dengan nilai Fs = 1,706 maka talud tersebut dikatakan stabil dari bahaya longsor.
KESIMPULAN 1. Dari analisis yang telah
dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : 2086 – 4981 VOL. 6 NO. 1 Maret 2013
86
Item Terzaghi RSR RMR Q-System
Rock Quality
Very blocky and seamy
77 43 8,76
Rock load height (m)
4,8 N/Aa 5,7 N/Aa
Rock load (kg/m2)
8683,2 8300,54
8905,52
2160
Stand-up time
N/Aa N/A3 20 jam
N/Aa
2. Penyangga yang direkomendasikan adalah : Terzaghi : Ribs at 1,5 m, concrete lining
RSR : 6H25 ribs on 2 m centres plus concrete lining
RMR : systematic bolt 4 m long spaces 1,5 m Q-System : spot bolting spacing 1 m
3. Untuk ketebalan dinding terowongan, dihitung dengan cara silinder dinding tebal, sehingga diperoleh ketebalan dinding yang disarankan adalah setebal 74,809 cm
4. Lebar dan tinggi terowongan adalah 10 m dan 6 meter
DAFTAR KEPUSTAKAAN [1] AASHTO. 1984. A Policy on
Geometric Design of Highway and Street. National Press Building, Wasington, D. C.
[2] Himpunan Mahasiswa Tambang
Institut Teknologi Bandung. 1995. Prosiding Seminar Nasional Terowongan. ITB. Bandung.
[3] Hoek, E., and Brown, E.T. 1980.
Underground Excavations in Rock. Institution of Mining and Mettalurgy, London.
[4] Rai Made, A. 1988. Mekanika BAtuan. Laboratorium Geoteknik. Pusat Studi ANtar Universitas Rekayasa. Istitut Teknologi Bandung. Bandung.