r u a n g - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/a515cfb5f0492cfb26170c9dcc80e82…#1 |...
TRANSCRIPT
R U A N G
#1 | Ruang
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul
secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana
Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak
Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Ruang | #1
3
R U A N G
Petronela Putri, Nyi Penengah Dewanti, Momo DM,
Juliana Wina Rome, Nastiti Denny, Wulan Martina,
April Tupai, Tantri, Fira Krisna, Rere Nia Ahmad,
Ratna Rara, AA Muiz, Sindy Asta.
#1 | Ruang
4
R U A N G
Penyusun : Momo DM, dkk
Desain Sampul : Belind C. Hapsari
Tata Letak Isi : Momo DM
Editor : Momo DM
Digagas oleh:
@TeguhPuja
@momo_DM
@danissyamra
© 2012, Proyek Ruang
Diterbitkan melalui www.nulisbuku.com
Ruang | #1
5
Daftar Isi
Daftar Isi | 5
Ucapan Terima Kasih | 7
Tentang Proyek Ruang | 8
1. Ruang Tunggu | 10
2. Bukit Bintang | 18
3. Singgah Sejenak Sesaat Saja | 26
4. Cincin | 44
5. Jiwa yang Singgah | 54
6. Hei, Apa Kabar? | 70
7. Menunggumu, Penyairku | 78
8. Titik Awal Persinggahan | 90
9. Dermaga Mimpi | 100
10. Lembah di Kaki Bukit | 112
11. Ragu | 122
12. Ruang Rindu | 134
13. Senja dan Malam | 142
#1 | Ruang
6
Aku menyebutnya bukit bintang,
Lewat rerumputannya, rinduku menjelma cincin,
Berharap kelak tak lagi berlabuh di dermaga mimpi,
Agar bisa kukatakan, “Hei, apa kabar?”
Padamu … iya… kamu.
Kamu tempat ternyaman bagi jiwa yang singgah,
Setelah mengelana dari lembah di kaki bukit,
Sampai kauteriakkan, “Aku menunggumu, Penyairku!”
Lalu tanpa ragu,
Penyair kerdil berlari menuju ruang rindu,
Sementara kamu tetap sabar di ruang tunggu,
Menunggu dendang di antara senja dan malam
Mengajakmu singgah sejenak sesaat saja
Di sanalah titik awal di persinggahan
Aku, kamu, dan kenangan.
Ruang | #1
7
Ucapan Terima Kasih
Kepada seluruh kontributor: Petronela Putri, Nyi
Penengah Dewanti, Momo DM, Juliana Wina Rome,
Nastiti Denny, Wulan Martina, April Tupai, Tantri, Fira
Krisna, Rere Nia Ahmad, Ratna Rara, AA Muiz, dan Sindy
Asta yang sudah berkenan meluangkan waktu untuk
menulis naskah terbaiknya.
Juga kepada pihak nulisbuku.com yang telah
membuka jalan kemudahan bagi diterbitkannya buku ini.
Tak lupa kepada semua pembaca yang sudah
berkenan meluangkan waktu untuk membaca dan
mengapresiasi buku ini sebagai sebuah karya anak
bangsa.
#1 | Ruang
8
Tentang Proyek Ruang
Proyek Ruang adalah sebuah proyek menulis yang
mengajak dengan penulis untuk membuat cerita pendek
dengan satu tema, yaitu Ruang. Hasilnya adalah buku
“Ruang” yang merupakan kumpulan cerita pendek
terbaik dari kontributor. Judul ini dipilih karena buku ini
berisi nyanyian hati tentang cinta.
Pada awalnya, proyek Ruang ini dikhususkan
untuk mengakomodir naskah-naskah bertema serupa
yang tidak lolos dalam sebuah proyek menulis. Akan
tetapi, disepakati bahwa naskah yang diterima adalah
naskah “lama” maupun baru yang sesuai dengan syarat
dan ketentuan.
Satu tema terbukti mampu melahirkan beragam
cerita. Hal ini membuat buku menjadi tidak
membosankan untuk dibaca. Keragaman konflik dan gaya
penulisan merupakan daya tarik tersendiri. Masing-
masing cerita hadir dengan kekuatan dan kedalaman
maknanya masing-masing.
Temukan kekuatan dan kedalaman makna tiap
tulisan di dalam buku ini.
Mari membaca!
Ruang | #1
9
“Siapkah kamu untuk „menghilang‟, suatu hari nanti?”
#1 | Ruang
10
Ruang Tunggu Petronela Putri
Kakiku melangkah di sepanjang koridor kantor
dengan pasti. Sebelah tanganku menggenggam map-map
berisi file untuk keperluan meeting nanti siang,
sedangkan yang satunya lagi masih sibuk mengutak-atik
ponsel.
“Selamat pagi, Bu,” asistenku menyapa.
“Hei, pagi, Windy. Nanti ingatkan yang lainnya
untuk ngumpul di ruang meeting abis jam makan siang,
ya! Kita akan bahas edisi bulan ini. Oh, satu lagi, semua
laporan deadline-nya hari ini, harus ada di meja saya
sebelum meeting dimulai.” Aku memberondong kalimat-
kalimat itu, lalu buru-buru masuk ke dalam ruanganku
tanpa memberi jeda bagi Windy untuk menjawab.
Begitulah rutinitasku hampir setiap hari, dipenuhi
polusi dan panasnya ibu kota, hiruk-pikuk suasana kantor,
dan berbagai dering telepon dari beberapa klien. Hampir
setiap hari pula aku harus berangkat pagi-pagi sekali dan
pulang larut malam karena terpaksa lembur.
Baru saja aku menarik napas beberapa detik dan
meneguk secangkir teh hangatku, ponsel kembali
berbunyi.
Ruang | #1
11
‘Home sweet home calling’ tertulis di layarnya.
“Halo?”
“Mami! Oma tadi kepeleset terus jatuh, sekarang
lagi di ambulans mau ke rumah sakit. Mami pulang..”
terdengar suara putri tunggalku merengek dari ujung
sana.
“Calm down, Chiara. Sekarang siapa yang lagi
nemenin Oma di ambulans?” bukannya tidak khawatir,
tentu saja aku was-was, Beliau ibuku. Hanya saja, aku
tidak bisa mencari solusi jika Chiara terus merengek
seperti itu.
Chiara diam sejenak sebelum melanjutkan, “Oma
ditemenin Bi Ijah, katanya Chiara disuruh nelpon Mami
dulu, baru berangkat ke rumah sakit nyusul mereka.”
“Okey, sekarang kamu ke rumah sakitnya sama
supir ya. Nanti Mami nyusul.”
“Iya..” Klik! Panggilan terputus.
Aku kembali menyambar tasku dan keluar
ruangan, tidak lupa memberi pesan singkat pada Windy,
“Win, saya keluar dulu. Ada keperluan mendadak.”
“Meetingnya di-cancel, Bu?”
“No, meeting seperti jadwal semula. Nanti saya
balik lagi.”
“Baik, Bu.” Windy mengangguk.
#1 | Ruang
12
Tanpa menunggu lama, aku memacu mobilku
keluar dari gedung kantor dan menuju sebuah rumah
sakit di selatan Jakarta.
***
“Chiara, mana Oma?” Aku menghampiri Chiara
begitu sampai di rumah sakit.
Gadis kecil itu mengangkat kepala dan berlari ke
arahku, “Oma masih di dalem, Mi.”
“Maaf Bu, tadi nyonya besar kepeleset di kamar
mandi.” Bi Ijah berujar dengan wajah pucat.
“Bi, kamu gimana, sih? Saya kan udah bilang,
jangan lengah kalo lagi jagain Nyonya. Begini deh
jadinya.”
“Maaf, Bu. Maaf. Tadi saya lagi masak.” Bi Ijah
terlihat menyesal. Aku hanya mengangguk.
“Keluarga Nyonya Sukmawidjaja?” seorang
dokter menghampiri kami.
“Iya Dok. Gimana ibu saya?”
“Beliau harus istirahat total. Harusnya rawat inap,
karena belum benar-benar pulih. Sudah bisa dijenguk,
silakan.” Ia mempersilakanku masuk ke ruang inap. Aku
mengucapkan terima kasih lalu menghampiri ibuku yang
terlihat lemah.
Ruang | #1
13
“Mom, lain kali hati-hati,” ujarku padanya. Ibuku
menggeleng, “aku nggak betah di kamar terus, nggak
mungkin juga bergantung sama pembantu.”
“Tapi kan… .”
“Mommy mau pulang aja,” potongnya cepat.
“Mom, kata dokternya belum boleh pulang.
Istirahat di sini dulu beberapa hari.”
“Mommy nggak betah. Di sini baunya nggak enak,
bau obat!” Ibuku bersikeras. Belum lagi aku sempat
menjawab, ponselku kembali berdering, ‘Office calling’.
“Iya Win?”
“Maaf Bu, orang dari Sinar Communication
barusan datang. Mereka mau membicarakan tentang
iklan yang tempo hari.”
“Saya lagi ada keperluan di luar, tolong suruh
mereka nunggu, ya.”
“Katanya buru-buru, Bu. Kalau nggak sekarang,
proyeknya mau di-cancel.” Windy menyahut lagi.
Aku memutar otak. Proyek itu memberi sponsor
yang cukup besar bagi perusahaanku, jika mereka
membatalkan berarti… .
“Oke, saya on the way ke kantor sekarang.”
“Siapa? Office? Meeting lagi? Anterin Mommy
pulang dulu.” Ibuku melanjutkan protesnya.
#1 | Ruang
14
“Ijah, tolong bilang ke dokternya, Nyonya pulang
sekarang aja.” Bi Ijah mengangguk mengerti dan buru-
buru keluar kamar.
Tanpa basa-basi lagi Ibuku turun dari tempat
tidurnya dan bersiap keluar ruangan. Sepertinya Beliau
sangat tidak betah berada di sini.
“Ayo, Dira. Tunggu apa lagi?”
“Iya Mom… .”
Ponselku kembali bergetar, panggilan masuk.
“Halo? Iya Pak?”
“Bu Dira, saya tunggu di kantor sekarang. Dan
saya agak buru-buru, kalau bisa dipercepat ya,”
terdengar suara klienku.
“Iya Pak, saya menuju kantor sekarang.” Aku
masih sibuk bernegosiasi dengan klien satu ini dan tidak
lagi memperhatikan keadaan sekitar. Sementara di
belakang samar-samar aku mendengar suara Chiara,
“Oma mau ke mana??”
Sepuluh menit kemudian aku mengakhiri
pembicaraanku. Tapi aku tidak melihat siapa-siapa lagi di
dalam ruangan. Ke mana mereka semua?
Secepat kilat aku melangkah menuju lobi rumah
sakit, tampak beberapa perawat berteriak heboh.
Sepertinya ada kejadian di luar sana.
Ruang | #1
15
“Ada kecelakaan, buruan!” seorang suster
memanggil teman-temannya.
“Omaaaaaaa!!” Daun telingaku menangkap suara
jeritan Chiara dari kejauhan. Aku buru-buru keluar, tapi…
.
Terlihat ibuku yang terkulai lemas dan
berlumuran darah, beberapa orang mengerumuni.
Tadinya aku akan meminta izin untuk kembali ke
kantor secepatnya dan meminta ibuku serta Chiara
pulang bersama supir, agar beliau bisa beristirahat di
rumah. Tapi ternyata aku salah. Kini beliau benar-benar
telah beristirahat. Di rumahnya yang abadi. Napasku
terasa sesak, setelah itu semuanya menjadi gelap.
When you see your parent's old & weak, please don't be
sad,
Please understand and support them, just like how they
do when you was young
(Arian Sahidi)
***
Hidup ini adalah sebuah ‘ruang tunggu’
Siapkah kamu untuk sebuah kehilangan?
Siapkah kamu untuk ‘menghilang’, suatu hari nanti?
#1 | Ruang
16
“If you tell the truth, you don't have to remember anything.”
~ Mark Twain ~