pulau kecil terluar dalam perspektif bencana

Upload: harisanti-phew

Post on 05-Nov-2015

41 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PULAU KECIL

TRANSCRIPT

  • Paper Saraswati-2014 1

    Gagasan Pengembangan Pulau Kecil Terluar dalam perspektif Tata Ruang Berkelanjutan

    Oleh: Saraswati 1) ; Zulyasman Eka Pradja 2)

    1) Dosen pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik- Universitas

    Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung. 1)

    Lulusan Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik- Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung.

    email: [email protected]; [email protected].; [email protected]

    Abstrak Pulau Kecil Terluar adalah pulau-pulau dengan luas tertentu yang ditetapkan sebagai batas maritim Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berdasarkan Perpres RI No 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, yang termasuk dalam kategori Pulau-pulau Kecil Terluar (PPKT) sebagai batas negara berjumlah 92 Pulau Kecil Terluar (PKT). Menurut pasal 8 UU No. 43 Tahun 2008 tentang Negara Wilayah, secara yurisdiksi PPKT berbatasan dengan sepuluh negara yaitu: Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Palau, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam. Pulau-pulau tersebut memiliki nilai strategis secara geo-politik, geo-ekonomi, geografi maupun geo-kultural, namun keberadaannya belum terkelola secara optimal. Beberapa issu penting yang dihadapi PPKT di antaranya adalah: Program pembangunan belum banyak menyentuh kawasan ini, masih terdapat kesenjangan antara pembangunan mainland dengan PPKT, PPKT rawan diintervensi negara tetangga, potensi yang sangat besar belum termanfaatkan, kesenjangan ekonomi dengan masyarakat di negara tetangga cukup rentan disintegrasi dan degradasi nasionalisme, rawan penyelundupan barang-barang ilegal, kaburnya garis perbatasan, rusaknya sarana perbatasan, rendahnya pelayanan sarana prasarana dasar, dan masalah lainnya. Untuk itu diperlukan penanganan dan penguatan PPKT sebagai gerbang terluar batas kedaulatan negara, agar keberadaannya semakin optimal dan berperan kuat. Tulisan ini menyampaikan gagasan pengembangan pulau kecil terluar melalui pendekatan tata ruang dengan tetap memperhatikan atribut lainnya sebagai gagasan awal. Tulisan ini didasarkan atas penelitian/kajian dalam program pengembangan yang diinisiasi oleh Direktorat Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah II, Dirjen Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum, yang dilakukan pada tiga karakter PPKT yaitu pulau yang berbatasan dengan negara yang lebih kuat secara ekonomi; yang sama kuatnya, dan yang relatif tidak lebih kuat. Berdasarkan ketiga kategori tersebut pulau dipilih adalah: 1. Pulau Nipa di Provinsi Kepulauan Riau, yang berbatasan dengan Negara Singapura; 2. Pulau Mantehage di Provinsu Sulawesi Utara, yang berbatasan dengan Negara Filipina; dan 3. Pulau Batek di Provinsi NTT yang berbatasan dengan Negara Timor Leste. Sedangkan klasifikasi lainnya adalah pulau dengan penduduk yang sudah cukup besar, menengah, dan tidak berpenghuni.

    Kata kunci: PKT, gagasan pengembangan, dan tata ruang berkelanjutan.

  • Paper Saraswati-2014 2

    I. PENDAHULUAN

    Latar Belakang UUD 1945 Pasal 25A yang menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

    (NKRI) merupakan Negara Kepulauan telah diperkuat oleh United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 yang diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985 yang

    mengakui Indonesia sebagai Archipelagic State, demikian juga dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, semakin menguatkan perlunya perhatian khusus terhadap pengelolaan negara yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang pantai 81.000

    km, dan merupakan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia ini. Sebagai negara kepulauan, Indonesia juga mempunyai 3 (tiga) perbatasan darat serta

    10 (sepuluh) perbatasan maritim dengan negara tetangga. Dari 17.508 pulau ini berdasarkan hasil survei base point atau titik dasar yang telah dilakukan DISHIDROS TNI AL, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau kecil terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai (Perpres No. 78 Th 2005). Oleh sebab itu maka ke 92 Pulau Pulau Kecil Terluar (PPKT) ini merupakan garda terluar dalam menjaga wilayah kedaulatan NKRI. PPKT ini juga merupakan penarik garis Batas Laut Teritorial, Zona Tambahan, Batas Landas Kontinen, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) karena Titik Dasar (TD) dan Titik Referensi (TR) sebagai penentu batas yuridiksi perairan di samping potensi alamnya yang prospektif dan berlimpah harus dijaga.

    Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) telah menetapkan Pulau-pulau kecil terluar sebagai kawasan strategis nasional (KSN), sehingga diperlukan perhatian khusus dalam pengembangannya agar terpelihara kedaulatan, keamanan, kesejahteraan; optimasi potensi PPKT; keberpihakan; serta pemeliharaan PPKT

    sebagai kawasan perbatasan, penjaga dan pelindung NKRI. Ke 92 pulau tersebut, secara administratif masuk ke dalam 70 Kecamatan, 45 Kabupaten, dan 19 Provinsi.

  • Paper Saraswati-2014 3

    Dari 92 PPKT, 33 pulau (35,87 %) di antaranya merupakan pulau-pulau kecil yang dihuni, sedangkan 59 pulau (64,13 %) masih berupa pulau yang tidak ada penghuninya namun memiliki keterkaitan dengan pulau lain di sekitarnya. Pulau yang tidak berpenghuni pada umumnya berupa hutan bervegetasi lebat sampai jarang dan dijadikan tempat berlabuh sementara bagi para nelayan di sekitarnya. Selain itu beberapa PPKT memiliki potensi daya tarik wisata diving atau snorkling dengan keanekaragaman terumbu karang, perikanan, dan sumber daya lainnya, yang jika berhasil dikembangkan secara optimal dan berkelanjutan, pulau-pulau kecil ini bukan saja akan menjadi sumber pertumbuhan baru, melainkan sekaligus dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah dan pulau potensial bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

    Di sisi lain lokasi pulau kecil di perbatasan negara tetangga ini sangat sensitif dan rawan baik dari aspek ideologi, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, keberlanjutan lingkungan, pengaruh perubahan iklim global, serta pengaruh internal dan eksternal lainnya. Sebagai entitas yang memiliki kecirian khusus, pengelolaan pulau-pulau kecil memerlukan format yang sedikit berbeda dengan wilayah regional lain, khususnya yang ada di daratan (mainland). Pengembangan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik khusus karena pulau-pulau kecil pada umumnya memiliki sumberdaya alam, aspek lingkungan dan budaya yang khas.

    Perpres No. 78 Th 2005 merupakan bentuk perhatian Pemerintah terhadap perlunya pengelolaan PPKT untuk menjaga keutuhan kedaulatan NKRI. Pulau-pulau kecil tersebut mengemban misi politis yang sangat penting bagi negara, dimana permasalahan yang terjadi di PKKT saat ini di antaranya adalah: (1) keterisolasian letak yang jauh dari pemerintahan serta keterbatasan sarana transporatasi dan komunikasi menuju pulau-pulau kecil tersebut; (2) potensi ekonomi utama khususnya ekonomi kemaritiman yang belum dikelola secara optimum; (3) tingkat kesejahteraan penduduk yang masih rendah sebagai akibat dari tingkat pendidikan penduduk; (4) ketergantungan kebutuhan sehari-hari dengan negara tetangga atau main land; dan (5) sering terjadi berbagai kegiatan illegal fishing, jalur illegal logging, illegal trading dan illegal traficking.

    Menurut pasal 8 UU No. 43 Tahun 2008 tentang Negara Wilayah yakni secara yurisdiksi PPKT berbatasan dengan wilayah yurisdiksi Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Palau, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam. Pulau-pulau tersebut memiliki nilai strategis secara geo-politik, geoekonomi, geografi maupun geo-kultural yaitu: 1. Geo Ekonomi. Secara geo-ekonomi, PPKT memiliki potensi sumberdaya ekonomi yang

    kaya, dimana sumberdaya ekonomi tersebut menjadi sumber mata pencaharian masyarakat yang menghuninya atau masyarakat di sekitarnya.

  • Paper Saraswati-2014 4

    2. Geo Politik. Secara geo-politik PPKT bernilai strategis untuk mengukuhkan eksistensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mengingat batas maritim Indonesia dengan Negara tetangga acuannya diawali dari pulau perbatasan terluar. Apabila, pulau perbatasan terluar mengalami degradasi akibat ancaman abrasi, otomatis akan berdampak pada keberadaan pulau dan penetapan garis batas.

    3. Geografis, PPKT merupakan titik awal untuk menunjukkan kepada negara-negara tetangga bahwa dari situlah batas wilayah Indonesia dengan mereka. Hal ini sejalan dengan ketentuan hukum laut internasional, UNCLOS 1982 bahwa batas terluar dari negara kepulauan ditentukan berdasarkan posisi pulau terluar ke arah laut bebas atau dengan negara tetangga yang berbatasan langsung secara geografis.

    4. Geo Kultural. Kultur masyarakat di PPKT umumnya bersifat heterogen karena berasal dari berbagai etnik yang memiliki karakteristik sosio-kultural yang khas yang mencerminkan khasanah kultural tersendiri. Nilai-nilai strategis yang dikemukakan ini otomatis berpengaruh signifikan dalam menyusun tata ruang nasional di Indonesia.

    Untuk memperkuat penataan ruang di kawasan pulau-puau kecil terluar, diperlukan gagasan strategi yang mampu lebih

    meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal dan kawasan perbatasan negara dengan menggali potensi fisik, ekonomi, sosial, dan budayanya, dan meningkatkan pembangunan

    wilayah perbatasan sebagai prioritas penting dalam meningkatkan keberlanjutan dan mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah.

    II. Metodologi

    Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pengamatan langsung, dan Focus Group Discussion (FGD) dengan stakeholders di daerah kasus serta wawancara dengan beberapa penduduk, baik penghuni maupun masyarakat yang memanfaatkan pulau tersebut untuk kegiatan sosial ekonomi atau sosial. Kasus studi

    Gambar: Kerangka Metodologis dan Analisis Pengembangan PPKT

    Gambar: Latar Belakang Kegiatan

  • Paper Saraswati-2014 5

    penelitian dilakukan dengan komparasi PPKT berdasarkan perbandingan sosial ekonomi dengan negara tetangga, karakteristik atau profil fisik dan sosial kependudukan pulau nya itu sendiri yaitu pulau dengan penghuni cukup besar, sedikit, dan tidak berpenghuni.

    Beberapa acuan teoritis yang dipakai dalam gagasan pengembangan PPKT ini di antaranya adalah konsep pengembangan wilayah, di antaranya adalah:

    - Teori Saling-Ketergantungan (interdependency) Neoklasik, yaitu yang menekankan pada perdagangan antar pulau

    - Pembangunan Berwawasan Linkungan dan Berkelanjutan, yaitu kebijakan lingkungan eco-region

    III. Hasil Pembahasan

    Profil PPKT

    Ruang lingkup kajian ini secara umum yaitu seluruh pulau-pulau kecil terluar di Indonesia. Namun karena sangat luas maka secara khusus cakupan rincinya berupa komparasi yang dilakukan pada studi kasus yang terdiri atas 3 (tiga) provinsi yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Sulewesi Utara, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan mengambil sampel tiga PKT (P. Nipa, P. Mantehage, dan P. Batek, Survey dilakukan pada Bulan Maret-Juli 2013). Untuk lebih jelasnya yang termasuk pulau kecil terluar di seluruh Indonesia dapat dilihat pada gambar di samping dan tebel 1.1 dalam lampiran.

    Jika dikategorikan, maka ke 92 pulau tersebut termasuk ke dalam 18 Provinsi, yang masing-masing provinsi terdiri atas: 1 hingga 20 pulau. Provinsi yang memiliki pulau kecil terluar terbanyak adalah Provinsi Kepulauan Riau dengan 20 pulau (20,65%), disusul oleh Maluku dengan 18 pulau (19,57%), Sulawesi Utara 11 pulau (11,96%), dan Papua 9 pulau (9,78%). Sedangkan terendah adalah Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Maluku Utara, dan Nusa tenggara Barat dengan masing-masing 1 pulau (1,09%).

    Sebagian besar PPKT adalah tidak berpenghuni atau kosong sebanyak 59 pulau (64,13%), dan sisanya berpenghuni 33 pulau (35,87%). Namun pulau tidak berpenghuni bukan berarti tidak ada kehidupan, karena pada umumnya pulau tersebut menjadi tempat bersandarnya para nelayan saat melaut dan

    Tabel: Sebaran PPKT per provinsi

    0.00

    20.00

    40.00

    60.00

    80.00

    1 2BERPENGHUNI

    KOSONG

    Grafik Profil PPKT Berdasarkan Demografi

  • Paper Saraswati-2014 6

    merupakan area fishing ground atau kawasan perairan tempat mencari ikan. Bahkan beberapa di antaranya menjadi tempat tinggal sementara bagi 1 atau 2 keluarga, bahkan ada satu keluarga yang terdiri atas 7 orang anggota keluarga dalam satu pulau.

    Ada juga pulau yang disebut sebagai pulau tidak berpenghuni adalah pulau yang hanya dijaga oleh aparat TNI atau penjaga pulau, seperti di Pulau Nipa dan Pulau Batek. Mereka bergiliran menjaga kedaulatan negara secara penuh tanggung jawab. Ada juga pulau tidak berpenghuni tetapi memiliki fungsi khusus, yaitu sebagai tempat para Napi atau lembaga pemasyarakat, yaitu di Pulau Nusakambangan. Jadi pulau berpenghuni adalah pulau yang ditempati oleh beberapa KK hingga ratusan KK sebagai masyarakat lokal, bukan penjaga atau fungsi khusus.

    Berikut adalah gambaran umum tiga lokasi sampel, yaitu Pulau Nipa, Pulau Mantehage, dan Pulau Bantek.

    Pulau Nipa

    Pulau Nipa merupakan pulau yang berbatasan langsung dengan Negara Singapura, secara administratif masuk wilayah Kelurahan Pemping, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam. Secara fisik pulau ini

    sangat dekat dengan Singapura bahwan beberapa kapal barang yang bersender di perairan singapura lebih nampak dari Pulau Nipa ini.

    Pulau Nila pernah mengalami timbul tenggelam akibat abrasi dan masalah lainnya, sehingga telah dilakukan reklamasi dari 1,5 Ha menjadi 60 Ha. Pulau

    Nipa direncanakan dibagi ke dalam tiga zona utama yaitu: Zona Pertahanan, Ekonomi Terbatas, dan Pariwisata.

    Beberapa permasalahan yang muncul pada saat ini (Juli 2013), di antaranya adalah banyaknya Lego jangkar kapal asing yang dianggap merusak habitat laut dan mengganggu tangkapan ikan nelayan lokal; parkir kapal-kapal juga sering merusak jaring-jaring nelayan yang sedang menjala ikan, rusaknya terumbu karang, kebisingan suara mesin kapal membuat tangkapan ikan menurun, belum adanya AMDAL pembangunan Pulau Nipah yang komprehensive, belum adanya Perizinan IMB di Pulau Nipah oleh pemerintah Kota Batam. Namun beberapa hasil lapangan sudah menunjukan adanya kondisi sebagai berikut: saat ini kawasan Pulau Nipa sudah steril menjadi kawasan pertahanan keamanan/ Hankam saja, sudah dibangun barak atau mess untuk satu peloton personil TNI ditambah satu kapal

    Gambar: Posisi P. Nipa dalam konstelasi Regional

  • Paper Saraswati-2014 7

    patroli cepat KAL-II-4-57 nipa atau KAL-28 untuk menjaga kedaulatan NKRI di perairan Kepulauan Riau.

    Beberapa persoalan lainnya adalah sulit didapatnya sarana air bersih, supply energi (listrik), alat komunikasi, alat transportasi, supply makanan, dan sarana prasarana lainnya. Demikian juga dengan alat komunikasi dan navigasi, khususnya

    IT yang memiliki kecanggihan, karena para penjaga pulau berhadapan dengan negara tetangga yang sudah sangat maju dalam penggunaan alat dalam pengawasan lintas batas. Di pulau Nipa sudah dibangun barak penjaga yang memiliki kapasitas 60 tempat tidur (Marinir) dan 30 Personil Aangkatan Darat. Fasilitas ini dilengkapi Fasos Fasum seperti: Mesjid, Barak, Pos Penjagaan, Penerangan listrik (genset+solarcell), Pengolahan Air Bersih berupa alat pengolah air hujan dan air laut, perahu pengangkut air dari Batam (pelayanan dan pengolahan).

    Untuk sarana angkutan dan pengawasan lintas batas terdapat Kapal cepat patroli KAL-28 Nipa dilengkapi tangki air tawar berkapasitas 50 ton; kecepatan 24 knot serta dipersenjatai dengan jenis senjata 12,7 kaliber, berfungsi sebagai patroli, pengangkut logistik untuk keperluan penjagaan selama di Pulau Nipa.

    Pulau Manterawu / Mantehage Pulau Mantehage adalah nama lokal untuk Pulau Manterawu (dalam Perpres RI No 78

    Tahun 2005), banyak pulau yang namanya memang kurang dikenal secara lokal. Pulau Mantehage berada pada gugus Pulau Bunaken, termasuk ke dalam gugus pulau yang dilindungi.

    Seperti halnya pulau-pulau kecil lainnya, beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Pulau Mantehage adalah: kewilayahan, integrasi dengan mainland, sarana dan prasarana

    Fot Beberapa sarana prasarana yang terdapat di Pulau Nipa. Sumber: Hasil Survey, Juli 2013.

    Gambar: Foto di P. Nipa bersama Kepala Desa dan dari Kemen PU pusat,

  • Paper Saraswati-2014 8

    wilayah, aksesibilitas ke kawasan perbatasan, sarana pelabuhan/transit, permukiman penduduk masih banyak yang tidak layak huni, pengadaan air bersih terbatas, peningkatan kompleks mercusuar, sarana perhubungan laut, penampungan air tawar, rumah jaga, radio komunikasi, gudang, Generator/Listrik Tenaga Surya (LTS), dan sarana bantu navigasi pelayaran.

    Dalam masalah pertahanan keamanan, terdapat beberapa permasalahan di antaranya: penegakan kedaulatan dan hukum di laut, penetapan titik dasar/garis pangkal wilayah

    perbatasan laut, pembangunan dan peningkatan fungsi pos pengawasan batas laut dan pelintas batas di kawasan perbatasan, belum disepakatinya garis-garis batas dengan negara tetangga secara menyeluruh, gangguan keamanan dan ketertiban pelintas batas ilegal (politis dan sosek), Terbatasnya Jaringan Komunikasi, Sarana & Prasarana Hankam Yang Sangat Terbatas & Kurang Perawatan (Misal Mercusuar Runtuh Blm Diperbaiki), Sulitnya Sarana Transportasi dari dan ke Lokasi, Pengamanan Patok Titik Referensi & Titik Dasar.

    Pulau Batek

    Pulau Batek oleh orang setempat biasa disebut Fatu Sinai berada di lepas Pantai Laut Sawu dan berada di perbatasan antara wilayah Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur dengan enclave (wilayah kantong) Oekusi (Oecusse/Ambeno), Timor Leste. Pulau dengan luas 0,1 km ini berbentuk perahu tengkurap, cukup terjal, memiliki kedalaman perairan rata-rata 72

    m. Jenis pantainya yang curam dan landai dengan material pasir yang dikelilingi oleh terumbu karang. Pulau Batek merupakan salah satu pulau terluar yang memerlukan perhatian khusus.

    Foto pemandangan ke arah Pulau Montehage. Sumber: Hasil Survey, Juli 2013.

  • Paper Saraswati-2014 9

    Pulau ini tidak berpenduduk, dan belum terdapat Titik Dasar (TD), Titik Referensi (TR) serta Pos TNI sebagai satuan penjagaan, namun ada prajurit yang menjaga bergiliran. Pulau ini berada pada jarak 5 mil dari Tanjung Batuanyo, Oepoli dan secara administratif masuk di Desa Netemenanu Utara, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang. Secara geografis Pulau Batek terletak pada posisi 90 15 30 Lintang Selatan 230 59 30 Bujur Timur. Di pulau ini terdapat satu buah Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) berupa menara suar dengan karakter C6s100m20M. Pulau ini tergambar dalam Peta Laut No. 117 yang dikeluarkan oleh Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL. Perairan di sebelah utara pulau ini merupakan wilayah ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) jalur 3, yang merupakan jalur strategis untuk pelayaran internasional.

    Pulau ini dapat dicapai dari daratan Timor (mainland) dengan menggunakan perahu, kecuali pada saat musim barat dengan gelombang laut besar yang membahayakan pelayaran perahu kecil. Jarak Pulau Batek dari Pantai Oekusi sekitar 5 km sedangkan dari Pantai Kupang ke Pulau Batek sekitar 1.150 km. Untuk

    menuju pulau ini, dari Kupang menggunakan kendaraan roda empat menuju Kecamatan Naikliu yang memakan waktu sekitar 5-7 jam dengan kondisi jalan yang relatif buruk terutama di musim hujan, selain licin juga banyak genangan air seperti anak sungai. Dari Kecamatan Naikliu dilanjutkan dengan menyewa perahu motor yang memakan waktu sekitar 8 jam dengan kecepatan 20 km/jam. Adapun alternatif lainnya adalah dengan speedboat 80 PK dari Kupang memakan waktu 12 jam. Pulau ini secara fisik berbentuk bukit sisa (mesa) yang dikelilingi tebing terjal dengan derajat kemiringan antara 40 60 derajat dan sebagian kecil berupa gisik yang landai. Pulau ini dapat dicapai melalui bagian tebing yang terjal dengan cara mendaki setinggi 8 10 m di atas permukaan laut. Penutup lahan yang ada di pulau ini berupa semak, belukar dan lahan terbuka. Gagasan Pengembangan Pulau Kecil Terluar Grand Disain

    Pengembangan pulau kecil terluar sebagai bagian dari garis depan NKRI merupakan bagian integral dari kedaulatan negara, yang operasionalisasinya membutuhkan arah yang jelas dengan dimensi jangka panjang dan holistik dalam sebuah grand design untuk mencapai visi dan misi pengelolaan pulau-pulau kecil yang telah diamanahkan dalam Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil maupun peraturan tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar.

  • Paper Saraswati-2014 10

    Pengembangan Pulau-Pulau Kecil Terluar Berkelanjutan (P3KTB) dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang pulau-pulau kecil terluar di kawasan perbatasan negara. Pengembangan pulau-pulau kecil terluar dimaknai sebagai kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil perbatasan berbasis kewilayahan atau eco-region.

    Tujuan Pengembangan Pulau Kecil Terluar Berkelanjutan (P3KTB) adalah untuk mewujudkan pemanfaatan dan pelestarian ruang melalui pendekatan peningkatan keamanan, kesejahteraan, dan lingkungan yang berkelanjutan.

    Beberapa permasalahan di hampir semua PPKT yaitu (hasil diskusi pada FGD di Provinsi Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur, 2013) yaitu di antaranya: - Sarana transportasi dari dan ke

    mainland sehingga sulit dijangkau/diawasi

    - Infrastruktur dan utilitas yang sangat terbatas

    - Alat bantu komunikasi, sarana prasarana pengamanan pulau dan sarana perbatasan

    - Kesejahteraan penjaga pulau dan masyarakat lokal

    - Rawan diintervensi negara tetangga - Musnahnya sumberdaya perikanan dan

    sumber daya hayati perairan yang bernilai ekonomis tinggi

    - Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) fishing

    - Rendahnya kualitas SDM di kawasan pulau kecil terluar

    - Eksploitasi pasir laut - Abrasi, kenaikan muka air laut,

    gelombang tinggi dan Tsunami - Penangkapan flora dan fauna

    dilindungi - Berkurangnya hutan bakau, kerusakan

    ekosistem akibat lego jangkar kapal - Kerusakan ekosistem akibat

    penangkapan ikan berbahaya dan tak ramah lingkungan

    - Kurang Tread Wall, Break Water, Dermaga

    - Kemiskinan akibat keterisolasian kawasan perbatasan menjadi pemicu tingginya pelintas batas ke negara tetangga untuk memperbaiki perekonomian masyarakat

    - Tingginya angka kemiskinan dan jumlah keluarga pra sejahtera

    - Tidak tercipta keterkaitan antar kluster sosial ekonomi dalam pengembangan komoditas unggulan

    - Paradigma kawasan perbatasan sebagai halaman belakang

    - ketiadaan transportasi menuju pulau utama

    - Kerentanan terhadap gelombang, cuaca buruk,dsb

    - Perangkutan logistik sehari-hari - Telekomunikasi belum terjangkau - Listrik belum terjangkau - Perawatan peralatan - Jaringan Jalan Antar Desa belum

    terhubung - Drainase - Air Kotor - Persampahan - Sanitasi

    Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di muka, bahwa persoalan dasar PPKT adalah terancamnya keamanan dan keberlanjutan garda terluar kedaulatan NKRI. Maka pengembanga tata ruang berbasis eco-region dapat memberi keterkaitan yang kuat

  • Paper Saraswati-2014 11

    antar pulau kecil dengan pulau utama (mainland) nya. Hal ini terutama PPKT sangat lemah jika tidak ditunjang oleh pengembangan kawasan sekitar atau berdiri sendiri. Untuk itu tata ruang PPKT berbasis kewilayahan menjadi sangat penting. PPKT tidak hanya berpotensi sebagai kawasan strategis untuk pengembangan ekonomi perikanan dan konservasi perairan, namun lebih dari itu adalah kawasan strategis kedaulatan.

    Dari hasil analisis diperoleh bahwa secara garis besar, kelompok PPKT dapat dikategorikan ke dalam tiga klasifikasi, yaitu PPKT yang berpenghuni besar, sedang, dan kosong atau tidak berpenghuni. Untuk itu terdapat tiga grand strategi yang dapat diusulkan sebagai berikut: A. Untuk PPKT yang sudah tumbuh dan berpenghuni cukup besar, artinya dihuni oleh

    lebih dari 50 KK sebagai penghuni tetap, memerlukan perhatian khusus dalam penguatan infrastruktur, sarana prasarana umum, fasilitas khusus perbatasan, terutama dalam pelayanan terhadap masyarakat lokal. Hal ini karena pada umumnya PPKT dengan penduduk yang cukup besar rentan terhadap pengambil alihan orientasi ke negara tetangga yang memberikan perhatian lebih dalam sarana dan prasarana fisik, sosial, dan ekonomi masyarakat kita secara optimal. Kondisi ini sangat rentan disintegrasi dan peluruhan nasionalisme. Penguatan internal PPKT sangat diperlukan.

    B. Untuk PPKT yang penduduk nya masih terbatas, kurang dari 50 KK sebagai penduduk tetap, memerlukan keterkaitan yang sangat erat dengan pulau utama nya (mainland), sehingga struktur pelayanan dapat terkait erat antara keduanya. Pelayanan sarana prasarana kawasan dapat dilakukan melalui konsep pelayanan tetap dan bergerak (mobile services) seperti untuk pelayanan air bersih, perdagangan, kebutuhan sehari-hari (kebutuhan pokok minimal: pangan, sandang, papan), pendidikan, dan kebutuhan lainnya. Demikian juga dengan kebutuhan pertahanan dan keamanan kawasan pulau diperlukan intensitas yang kuat.

    C. Untuk PPKT yang tidak berpenghuni yang pada umumnya lebih rawan diakuisisi oleh negara tetangga, justru membutuhkan penguatan pada pulau utamanya (mainland). Infrastruktur di

  • Paper Saraswati-2014 12

    mainland sangat dibutuhkan untuk memberikan perhatian khusus terhadap keamanan dan penjagaan terhadap PPKT yang ada. PPKT yang tidak berpenghuni harus menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari pengembangan kawasan secara kewilayahan (eco-region) dengan mainland dan daerah yang lebih luas. Diperlukan keterkaitan backward dan foreward dalam berbagai hal, terutama untuk kegiatan sosial ekonomi wilayahnya.

    Untuk lebih jelasnya, tiga konsep dasar atau grand disain program pengembangan tipologi PPKT ini, secara diagramatis dapat dilihat pada gambar di samping. Pengembangan Berbasis Atribut

    Berdasarkan permasalahan dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing PPKT, maka program-program maupun rencana aksi yang perlu disiapkan harus selaras dengan tujuan utama Pengembangan Pulauau-Pulau Kecil Terluar Berkelanjutan (P3KTB). Guna mencapai tujuan utama ini, maka grand design ini disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: A. Pendekatan Tata Ruang

    Pendekatan Tata Ruang merupakan landasan dasar agar dimilikinya pengaturan penggunaan ruang berbasis pada visi misi pengembangan batas negara. Pendekatan Tata Ruang - Terciptanya koordinasi program dan kegiatan dalam pengembangan pulau-pulau

    kecil prioritas antara pemerintah dan pemerintah daerah. - Koordinasi program dan kegiatan menjadi basis dalam pengembangan pulau kecil

    terluar. Selama ini banyak program yang sudah dilakukan, namun lebih bersifat parsial dan tidak berkelanjutan karena dilakukan tanpa koordinasi dan konsolidasi terlebih dahulu. Sebelum dilakukan pelaksanaan, koordinasi sangat penting dilakukan untuk menghindari tumpang tindihnya program di satu tempat, namun di sisi lain ada bagian-bagian yang tidak mendapat perhatian sama sekali.

    - Tersusunnya profil, data base, dan rencana pengelolaan pada pulau-pulau kecil prioritas. Profil, database, dan rencana pengelolaan yang komperhensif menjadi modal utama dalam menentukan analisis perencanaan program. Sulitnya ketersediaan data dan informasi mengenai pulau kecil terluar, menyebabkan sulitnya menentukan program yang tepat.

    - Terselesaikannya penetapan status dan pengukuran ulang Titik Dasar (TD) dan Titik Referensi (TR) pada pulau-pulau kecil tertentu di wilayah perbatasan. TD dan TR ini memiliki peranan krusial dalam menjaga kedaulatan pertahanan NKRI, kondisinya saat ini masih cukup banyak kawasan yang rusak maupun hilang. Sasaran ini menjadi salah satu prioritas jangka pendek mengingat belum semua

  • Paper Saraswati-2014 13

    perbatasan telah masuk dalam perjanjian antar negara, sehingga sangat rawan terjadi penyerobotan atau pemindahan tapal batas.

    - Meningkatnya peran serta dan akses masyarakat dan swasta/dunia usaha dalam pengelolaan pulau-pulau kecil

    B. Pendekatan Keamanan Pendekatan keamanan (security) memandang kawasan perbatasan sebagai kawasan yang bertetangga langsung dengan negara lain. Disamping itu, wilayah perbatasan pulau terluar yang sebagian berupa perairan memiliki peranan vital bagi banyak negara karena menjadi lintasan perdagangan internasional sekaligus di dalamnya menyimpan sumber daya alam yang sangat besar. Usaha untuk mengamankan dan melindunginya dilakukan dengan mewujudkan kondisi pulau kecil terluar dan perairan di sekitarnya yang menjadi yurisdiksi nasional yang terkendali dan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional. Dengan demikian, pendekatan keamanan berarti tidak hanya melihat kawasan pulau kecil terluar sebagai kawasan yang memiliki nilai strategis bagi kedaulatan wilayah namun juga bagi kepentingan nasional. Konsep struktur ruang pertahanan dan keamanan dapat dilakukan dengan patroli pengawasan maupun penegasan tapal batas laut khususnya di daerah-daerah rawan intervensi di sekitar pulau-pulau kecil terluar, alur laut kepulauan Indonesia, hingga batas-batas terluar perairan yurisdiksi di sekitarnya.

    C. Pendekatan Kesejahteraan Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan berdasarkan pengembangan kegiatan ekonomi dan perdagangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat di pulau-pulau kecil terluar.Pengembagan aktivitas ekonomi perdagangan diarahkan berbasis pada komoditas unggulan masing-masing pulau kecil terluar dan sekitarnya, yang berbeda sesuai dengan karakteristik dan potensi unggulannya. Pendekatan kesejahteraan di pulau kecil terluar ini terkait dengan paradigma baru pengembangan kawasan perbatasan yang mengubah arah pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking, menjadi outward looking sehingga kawasan pulau kecil terluar dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbanga aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan kesejahteraan secara spasial direfleksikan sebagai pengembangan kawasan pulau-pulau kecil terluar, dengan kota-kota utama di kawasan tersebut yang akan difungsikan sebagai motor pertumbuhan bagi kawasan-kawasan pulau kecil terluar. Konsep pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di kawasan pulau kecil

  • Paper Saraswati-2014 14

    terluar mengacu pada komitmen untuk menjadikan perbatasan sebagai pusat pengembangan ekonomi regional. Pengembangan pusat-pusat kegiatan ekonomi strategis di pulau kecil terluar membutuhkan dukungan multisektor dan kebijakan pemerintah yang kondusif bagi dunia usaha, termasuk insentif yang mampu menjadi daya tarik bagi kalangan pengusaha. Berbagai upaya lain juga dibutuhkan, terutama percepatan pembangunan sarana dan prasarana dasar pedukung pengembangan potensi ekonomi dan perdagangan maupun pelayanan publik yang memadai.

    D. Pendekatan Lingkungan Berkelanjutan Pendekatan lingkungan yang berkelanjutan berarti memperhatikan aspek lingkungan sebagai faktor penting dalam pengelolaan pulau kecil terluar merupakan perspektif fundamental dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan meminimalisasi dampak yang akan ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan di kawasan tersebut. Disamping itu, pulau kecil terluar memiliki kerentanan secara fisiologis dan geografis dari bencana-bencana alam mengingat akan ukuran dan posisi yang dimilikinya, sehingga pendekatan lingkungan yang berkelanjutan sangat mutlak diperlukan dalam setiap pengembangan yang akan dilakukan. Pendekatan lingkungan ini diarahkan dengan diantaranya adalah cara menjaga keseimbangan lingkungan dalam melakukan proses pembangunan, khususnya dalam melakukan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan pulau kecil terluar, perwujudan nyata strategi ini misalnya dengan tindakan pembangunan buffer maupun titik evakuasi bencana tsunami. Selain itu, juga diwujudkan dalam melakukan eksploitasi sumber daya alam khususnya potensi bahan tambang seperti minyak dan gas bumi dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang dimiliki. Strategi lain yang dapat diwujudkan misalnya pengendalian aktivitas penambangan pasir, pencegahan ekspoitasi sumber daya perikanan yang tidak ramah lingkungan. Tujuan dan pendekatan ini menjadi pedoman dalam rangka penentuan sasaran yang akan dicapai, sehingga dapat diukur dan dievaluasi hasilnya dengan lebih terarah dan sistematis. Sasaran-sasaran yang diharapkan dicapai dalam jangka panjang diantaranya adalah: - Terselesaikannya pengklasifikasian pulau-pulau kecil (toponomi dan tipologi

    pulau) Pengklasifikasian pulau-pulau kecil perlu dilakukan mengingat dalam pengembangannya tidak hanya dilakukan dengan skala per pulau, namun juga dapat dalam skala kecamatan, kumpulan pulau, maupun karakteristik lainnya.

  • Paper Saraswati-2014 15

    Disamping itu penentuan tipologi perlu dilakukan mengingat setiap pulau diharapkan memiliki karakteristik utama pengembangan yang spesifik untuk tetap menjaga fungsi dan keberlanjutaan agar dapat terarah dengan baik program-program yang dilakukan.

    - Terlaksananya pengelolaan pulau-pulau secara terpadu dan berbasis daya dukung lingkungan Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar selama ini dilakukan secara terpisah, baik antar kementerian lembaga maupun pemerintah dan pemerintah daerah sehingga seringkali menyebabkan degradasi lingkungan. Diharapkan Pengembangan Pulau-Pulau Kecil Terluar Berkelanjutan (P3KTB) dapat menjadi jembatan dalam rangka keterpaduan dan keselarasan program-program yang akan dibuat secara kolaboratif dan berkelanjutan.

    - Terwujudnya status dan kepastian batas wilayah administratif dan pengelolaan pulau-pulau kecil di perbatasan antar negara Status dan kepastian pengelolaan pulau-pulau kecil sangat diperlukan, mengingat banyaknya pulau-pulau kecil yang belum berpenghuni atau hanya dihuni secara musiman.Dengan adanya status dan kepastian wilayah administratif dan pengelolaan pulau-pulau kecil yang jelas, pelaksanaan di lapangan dapat dilakukan dengan lebih menyeluruh.

    - Tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa memiliki di kalangan masyarakat terutama di pulau-pulau kecil perbatasan antar negara terhadap eksistensi NKRI Pengembangan pulau-pulau kecil terluar tidak dapat dilaksanakan dengan baik hanya dengan peran dari pemerintah, dukungan peran serta aktif dari masyarakat lokal sangat diperlukan. Namun, hal ini tentu sangat terkait erat dengan patriotisme dan rasa memiliki yang ada di masyarakat. Program pengembangan dapat meningkatkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap NKRI, begitu juga sebaliknya peningkatan rasa kepemilikan dapat mendorong suskesnya program-program yang dibuat.

    - Meningkatnya pertumbuhan ekonomi wilayah dan kesejahteraan masyarakat pulau-pulau kecil Peningkatan kesejahteraan yang merata menjadi salah satu hal yang sangat penting, Pengembangan Pulau-Pulau Kecil Terluar Berkelanjutan (P3KTB) diharapkan dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di perbatasan. Program-program terkait pengembangan ekonomi lokal

  • Paper Saraswati-2014 16

    seperti perikanan tangkap, pasar perbatasan, dan lain-lain dapat menjadi salah satu pilihan implementasi dari sasaran ini.

    - Terwujudnya peningkatan kualitas sumber daya manusia, teknologi, dan iklim investasi dalam pengelolaan pulau-pulau kecil Permasalah mendasar dari daerah terpencil seperti pulau-pulau kecil terluar diantaranya adalah kualitas sumber daya manusia yang rendah, belum terjangkau dengan kemajuan teknologi, dan rendahnya investasi yang masuk dari pengusaha.Hal ini harus segera ditanggulangi dengan program-program pendidikan dan pelatihan formal dan informal yang menjangkau ke seluruh pulau-pulau kecil, penggunaan teknologi lokal tepat guna, serta mendorong swasta maupun pengusaha untuk berinvestasi dengan memberikan insentif-insentif.

    - Terwujudnya penataan dan pentataan hukum serta aturan dalam pengelolaan pulau-pulau kecil Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di pulau-pulau kecil tidak hanya dilakukan oleh penduduk Indonesia namun juga oleh pelintas batas ilegal dari negara lain. Dengan adanya Pengembangan Pulau-Pulau Kecil Terluar Berkelanjutan (P3KTB) diharapkan mampu mempertegas penataan dan pentataan hukum yang berlaku. Disamping tipologi, konsep pengembangan juga menggunakan pendekatan atribut sebagai sebuah bagian integral dari program. Berdasarkan analisis dihasilkan 7 buah atribut utama yang perlu dikembangkan, yaitu: 1) Kedaulatan Pertahanan dan Keamanan

    Atribut kedaulatan pertahanan dan keamanan didasari atas amanat dasar dari program ini untuk menjadikan pulau kecil terluar menjadi garis depan nusantara yang mampu melindungi wilayah didalamnya dari gangguan luar.

    2) Penyediaan infrastruktur dan akses Keterbatasan infrastruktur dan akses menjadi salah satu isu yang harus segera diselesaikan untuk menjadikan pulau kecil terluar tidak hanya secara posisi tetapi juga peran dan perkembangannya.

    3) Perencanaan dan Perancangan tata ruang yang terintegrasi Tata ruang menjadi basis utama dalam pengembangan wilayah, disamping itu masih tumpang tindihnya pelaksanaan di lapangan menunjukan kepentingan dari perencanaan tata ruang itu sendiri sebagai bagian untuk mengakomodasi program-program yang akan dijalankan.

    4) Perlindungan sosial dan budaya lokal Keberadaan dan ciri khas dari sosial budaya masyarakat pulau kecil dengan adat istiadat, pola hidup, dan lain-lain menjadi sumber daya yang harus terus

  • Paper Saraswati-2014 17

    diperkuat untuk melaksanakan program-program di lapangan.Disamping itu sosial dan budaya lokal ini dapat menjadi potensi ekonomi yang sangat menjanjikan jika dikelola dengan baik.

    5) Kelembagaan dan koordinasi yang kuat Kelembagaan dan koordinasi sangat diperlukan mengingat tersebarnya keberadaan pulau kecil terluar, disamping itu tumpang tindihnya program yang dilaksanakan antar kementerian/lembaga maupun pusat-daerah menunjukan perlunya atribut ini.

    6) Pengembangan ekonomi lokal yang berdaya saing Pengembangan ekonomi tak bisa dilepaskan dari pengembangan wilayah, disamping itu isu ketimpangan kesejahteraan yang nyata tak bisa dipungkiri. Pengembangan ekonomi sesuai potensi lokal yang berdaya saing menjadi atribut penting dalam program Pengembangan Pulau-Pulau Kecil Terluar Berkelanjutan (P3KTB).

    7) Perlindungan terhadap kerentanan bencana Ciri khas fisiologis keberadaan pulau kecil terluar yang sangat rawan terhadap beragam bahaya bencana jika dibandingkan wilayah dengan karakteristik lain membuat aspek perlindungan terhadap kerentanan bencana menjadi salah satu atribut. Disamping itu undang-undang pun dengan tegas mengamanatkan mitigasi bencana sebagai salah satu bagian dari pengelolaan pulau-pulau kecil.

    Indonesia adalah negara yang memiliki luas wilayah sangat luas, mustahil untuk memberikan anggaran yang cukup untuk semua kegiatan. Terlebih lagi pengembangan pulau-pulau kecil terluar yang pasti memakan biaya sangat besar. Pengelolaan dan pengembangan kawasan dengan bantuan masyarakat dan dunia usaha dalam bentuk pendanaan, tenaga, maupun pengetahuan menjadi salah satu solusi yang cukup penting untuk diselesaikan. Bantuan melalui program CSR, adopsi pulau, maupun program peningkatan kapasitas masyarakat lokal dapat menjadi salah satu rencana aksi konkrit yang dapat dilakukan sebagai upaya pengembangan PPKT berkelanjutan.

  • Paper Saraswati-2014 18

    LAMPIRAN Tabel 1.1 Daftar Pulau Kecil Terluar di Indonesia

    No Nama Pulau Perairan, Koordinat Titik Terluar Provinsi Berpenghuni

    /tidak 1 P. Deli Samudera Hindia 0700100 S 10503125 T Banten

    Tidak berpenghuni

    2 Pulau Enggano Samudera Hindia 0503113 S 10201600 T Bengkulu Berpenghuni

    3 P. Mega Samudera Hindia 0400112 S 10100149 T Bengkulu Tidak berpenghuni

    4 P. Manuk/ P. Nusamanuk Samudera Hindia 0704911 S 10801918 T JABAR

    Tidak berpenghuni

    5 P. Nusakambangan

    Samudera Hindia 0704705 S 10900234 T JATENG

    Berpenghuni, khusus Napi dan penjaga

    6 P. Nusabarong/ P. Barung Samudera Hindia 0803030 S 11301737 T JATIM

    Tidak berpenghuni

    7 P. Ngekel/ P. Sekel Samudera Hindia 0802424 S 11104231 T JATIM

    Tidak berpenghuni

    8 Panikan/ P. Panehan Samudera Hindia 0802217 S 11103041 T JATIM

    Tidak berpenghuni

    9 P. Sebatik Selat Makasar 0401000 U 11705400 T Kaltim Berpenghuni

    10 P. Maratua Laut Sulawesi 0305925 U 11705742 T Kaltim Berpenghuni, 4 desa

    11 P. Gosong Makassar Laut Sulawesi 0201512 U 11803841 T Kaltim

    Tidak berpenghuni

    12 P. Sambit Laut Sulawesi 0104653 U 11900226 T Kaltim Tidak berpenghuni

    13 Pulau Subi Kecil Selat Singapura 0100252 U 10404950 T KEPRI Berpenghuni

    14 Pulau Nipa Laut Natuna 0201800 U 10503547 T KEPRI Berpenghuni

    15 Pulau Karimun Kecil Laut Natuna 0204429 U 10502246 T KEPRI Berpenghuni

    16 Pulau Pelampong Laut Natuna 0300532 U 10503500 T KEPRI Berpenghuni

    17 P. Sentut Laut Natuna 0301952 U 10505704 T KEPRI Tidak berpenghuni

    18 P. Tokong Malang Biru Laut Natuna 0302704 U 10601608 T KEPRI

    Tidak berpenghuni

    19 P. Damar Laut Natuna 0400401 U 10702609 T KEPRI Tidak berpenghuni

    20 P. Mangkai Laut Natuna 0403109 U 10704317 T KEPRI Tidak berpenghuni

    21 P. Tokongnanas Laut Cina Selatan 0404225 U 10705420 T KEPRI Tidak berpenghuni

    22 P. Tokongbelayar Laut Cina Selatan 0404745 U 10800119 T KEPRI

    Tidak berpenghuni

    23 P. Tokongboro Laut Cina Selatan 0400048 U 10802504 T KEPRI Tidak berpenghuni

  • Paper Saraswati-2014 19

    No Nama Pulau Perairan, Koordinat Titik Terluar Provinsi Berpenghuni

    /tidak 24 P. Semiun Laut Natuna 0300151 U 10805452 T KEPRI

    Tidak berpenghuni

    25 P. Sebetul Laut Natuna 0203843 U 10901004 T KEPRI Tidak berpenghuni

    26 P. Sekatung Selat Malaka 0205210 U 10004105 T KEPRI Tidak berpenghuni

    27 P. Senua Selat Malaka 0101130 U 10302108 T KEPRI Tidak berpenghuni

    28 P. Kepala/ P. Cempale Selat Malaka 0100959 U 10302320 T KEPRI

    Tidak berpenghuni

    29 P. Batuberhanti/ P. Batu Berantai Selat Singapura 0100913 U 10303911 T KEPRI

    Tidak berpenghuni

    30 P. Nongsa/ P. Putri Selat Singapura 0100744 U 10304158 T KEPRI

    Tidak berpenghuni

    31 P. Iyu Kecil/ P. Tokong Hiu Kecil

    Selat Singapura 0101106 U 10305257 T KEPRI

    Tidak berpenghuni

    32 P. Batukecil/ P. Bertuah Selat Singapura 0101229 U 10400447 T Lampung

    Tidak berpenghuni

    33 Pulau Masela Samudera Hindia 0505345 S 10402626 T Maluku Berpenghuni

    34 Pulau Meati Miarang Laut Aru 0503542 S 13404905 T Maluku Berpenghuni

    35 Pulau Kisar Laut Aru 0600009 S 13405426 T Maluku Berpenghuni

    36 Pulau Wetar Laut Aru 0604954 S 13404714 T Maluku Berpenghuni

    37 Pulau Liran Laut Aru 0700108 S 13404126 T Maluku Berpenghuni

    38 Pulau Penambulai Laut Arafuru 0700614 S 13403119 T Maluku Berpenghuni

    39 P. Selaru Laut Aru 0705701 S 13401138 T Maluku Berpenghuni, 6 desa

    40 P. Larat Laut Aru 0701426 S 13105849 T Maluku Berpenghuni, 7 desa

    41 P. Karang Laut Timor 0800307 S 13101802 T Maluku Tidak berpenghuni

    42 P. Enu Laut Timor 0801017 S 13100731 T Maluku Tidak berpenghuni

    43 P. Batugoyang Laut Timor 0802030 S 13004916T Maluku Tidak berpenghuni

    44 P. Asutubun Laut Timor 0801329 S 12904932 T Maluku Tidak berpenghuni

    45 P. Batarkusu Laut Timor 0802109 S 12803052 T Maluku Tidak berpenghuni

    46 P. Ararkula Laut Aru 0601926 S 13405453 T Maluku Tidak berpenghuni

    47 P. Karerei/ P. Karaweira Laut Aru 0603850 S 13405012 T Maluku

    Tidak berpenghuni

    48 P. Kultubai Laut Timor 0801420 S Maluku Tidak

  • Paper Saraswati-2014 20

    No Nama Pulau Perairan, Koordinat Titik Terluar Provinsi Berpenghuni

    /tidak Utara 12703750 T berpenghuni

    49 P. Kultubai Selatan Selat Wetar 0800610 S 12700836 T Maluku

    Tidak berpenghuni

    50 P. Leti Laut Banda 0705650 S 12602810 T Maluku Berpenghuni, 7 desa

    51 P. Jiu Selat Wetar 0800350 S 12504400 T MALUT Tidak berpenghuni

    52 P. Salaut Besar Laut Halmahera 0004339 U 12900830 T Nad Tidak berpenghuni

    53 P. Raya Samudera Hindia 0203147 U 9505505 T Nad Tidak berpenghuni

    54 P. Rusa Samudera Hindia 0205751 U 9502334 T Nad Tidak berpenghuni

    55 P. Benggala Samudera Hindia 0405233 U 9502146 T Nad Tidak berpenghuni

    56 P. Rondo Samudera Hindia 0501634 U 9501207 T Nad Tidak berpenghuni

    57 P. Simeulucut Samudera Hindia 0504734 U 9405821 T NAD Tidak berpenghuni

    58 P. Sophialouisa/ P. Sepatang Samudera Hindia 0600430 U 9500645 T NTB

    Tidak berpenghuni

    59 P. Alor Samudera Hindia 0805520 S 11600008 T NTT Berpenghuni

    60 P. Dana Selat Ombai 0801350 S 12500755 T NTT Tidak berpenghuni

    61 P. Ndana Laut Sawu 0901530 S 12305930 T NTT Tidak berpenghuni

    62 P. Mangudu Samudera Hindia 1100036 S 12205237 T NTT Tidak berpenghuni

    63 P. Batek Samudera Hindia 1005000 S 12101657 T NTT Tidak berpenghuni

    64 Pulau Liki Samudera Hindia 1002008 S 12000556 T Papua Berpenghuni

    65 Pulau Bepondi Samudera Pasifik 0003208 U 13004352 T Papua Berpenghuni

    66 Pulau Bras Samudera Pasifik 0100428 U 13101649 T Papua Berpenghuni

    67 Pulau Kolepom Samudera Pasifik 0002016 S 13200934 T Papua Berpenghuni

    68 P. Fanildo Samudera Pasifik 0005622 U 13401744 T Papua Tidak berpenghuni

    69 P. Laag Samudera Pasifik 0005557 U 13402030 T Papua Tidak berpenghuni

    70 P. Budd Samudera Pasifik 0002338 S 13501627 T Papua Barat

    Tidak berpenghuni

    71 P. Fani Samudera Pasifik 0103426 S 13804257 T Papua barat

    Tidak berpenghuni

    72 P. Miosu Laut Aru 0801249 S 13704124 T Papua barat

    Tidak berpenghuni

    73 P. Batumandi Laut Aru 0502314 S 13704307 Riau Tidak

  • Paper Saraswati-2014 21

    No Nama Pulau Perairan, Koordinat Titik Terluar Provinsi Berpenghuni

    /tidak T berpenghuni

    74 Pulau Lingian Laut Sulawesi 0102016 U 12004731 T SULTENG Berpenghuni

    75 P. Salando Laut Sulawesi 0102240 U 12005304 T SULTENG

    Tidak berpenghuni

    76 P. Dolangan Selat Makasar 0005955 U 12001250 T SULTENG

    Tidak berpenghuni

    77 P. Makalehi Laut Sulawesi 0100252 U 12300645 T Sulut Berpenghuni

    78 P. Miangas Laut Sulawesi 0104547 U 12404351 T Sulut Berpenghuni

    79 P. Kawalusu Laut Sulawesi 0204415 U 12500928 T Sulut Berpenghuni, 1 desa

    80 P. Kawio Laut Sulawesi 0401406 U 12501859 T Sulut Berpenghuni, 1 desa

    81 P. Kakarutan Laut Mindanau 0404016 U 12502541 T Sulut Berpenghuni, 1 desa

    82 P. Marore Laut Sulawesi 0404414 U 12502842 T Sulut Berpenghuni, 1 kampung

    83 P. Marampit Laut Sulawesi 0404446 U 12502924 T Sulut Berpenghuni, 3 kampung

    84 P. Manterawu Laut Sulawesi 0503402 U 12603454 T Sulut Berpenghuni, 4 desa

    85 P. Batu Bawaikang Laut Sulawesi 0404618 U 12700832 T Sulut

    Tidak berpenghuni

    86 P. Intata Laut Sulawesi 0403838 U 12700949 T Sulut Tidak berpenghuni

    87 P. Bangkit Samudera Pasifik 0403736 U 12700953 T SULUT Tidak berpenghuni

    88 P. Sibarubaru Samudera Hindia 0301748 S 10001947 T SUMBAR

    Tidak berpenghuni

    89 P. Sinyaunyau Samudera Hindia 0105158 S 9900434 T SUMBAR

    Tidak berpenghuni

    90 P. Simuk Samudera Hindia 0000533 S 9705114 T SUMUT Berpenghuni, empat desa

    91 P. Wunga Samudera Hindia 0101247 U 9700448 T SUMUT Berpenghuni, satu desa

    92 P. Berhala Selat Malaka 0304638 U 9903003 T SUMUT Tidak berpenghuni

  • Paper Saraswati-2014 22

    Tabel 1.2 Daftar Provinsi Diurut Berdasarkan Jumlah Pulau Kecil Terluar

    No Provinsi Jumlah PPKT % 1 Kepulauan Riau 20 21.74 2 Maluku 18 19.57 3 Sulawesi Utara 11 11.96 4 Papua 9 9.78 5 NAD 6 6.52 6 NTT 5 5.43 7 Kalimantan

    Timur 4 4.35

    8 Jawa Timur 3 3.26 9 Sulawesi

    Tengah 3 3.26

    10 Sumatera Utara 3 3.26 11 Bengkulu 2 2.17 12 Sumatera Barat 2 2.17 13 Banten 1 1.09 14 Jawa Barat 1 1.09 15 Jawa Tengah 1 1.09 16 Lampung 1 1.09 17 Maluku Utara 1 1.09 18 NTB 1 1.09

    Jumlah 92 100

    Sumber: diolah dari Lampiran Perpres RI No 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.

    DAFTAR PUSTAKA

    Costanza, R. (Ed.) (1991) Ecological Economics: The Science and Management of Sustainability, Columbia University Press, New York.

    Dahuri R., Rais Y., Putra S.,G., Sitepu, M.J., 2001. Pengelolaan Sumber daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

    Harbinson dan Myers,1965, Manpower and Education: Country Studies in Economic Development

    Kay, R. and Alder, J. (1999) Coastal Management and Planning, EFN & SON, New York Moh. Manshur Hidayat & Surochiem As, Artikel Maritim : Pokok-Pokok Strategi

    Pengembangan Masyarakat Pantai Dalam Mendorong Kemandirian Daerah, Ridev Institute Surabaya

    Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, 1997, LP3ES.

  • Paper Saraswati-2014 23

    Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

    Perpres RI No 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar

    Rokhimin D,1999, Prosiding : Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Kerjasama Direktorat Jenderal Pembengunan Daerah dengan Coastal Recsources Management Project (CRMP/CRC-URI). Jakarta.

    Rudy C Tarumingkeng,, (2001) Pengelolaan Wilayah Pesisir Yang Berkelanjutan, http://www.hayati-ipb.com/users/rudyct/grp_paper01/kel1_012.htm,

    UU No. 17 Tahun 1985 Indonesia sebagai Archipelagic State, demikian juga dengan

    UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

    UU No. 43 Tahun 2008 tentang Negara Wilayah