ptosis referat

32
1 BAB I PENDAHULUAN Kelopak mata yang disebut juga palpebra merupakan lipatan kulit yang terdapat dua buah untuk tiap mata. Ia dapat digerakkan untuk menutup mata, dengan ini melindungi bola mata terhadap trauma dari luar yang bersifat fisik atau kimiawi serta membantu membasahi kornea dengan air mata pada saat berkedip. Dalam keadaan terbuka, kelopak mata memberi jalan masuk sinar ke dalam bola mata yang dibutuhkan untuk penglihatan. Membuka dan menutupnya kelopak mata dilaksanakan oleh otot-otot tertentu dengan persarafannya masing-masing. 1 Ptosis (Blepharoptosis) merupakan keadaan jatuhnya kelopak mata (Drooping eye lid), dimana dimana kelopak mata atas (palpebra superior) turun di bawah posisi normal saat membuka mata yang dapat terjadi unilateral atau bilateral. 2,3,4,5 Posisi normal palpebra superior adalah ditengah-tengah antara limbus superior dan tepian atas pupil. Ini dapat bervariasi 2 mm jika kedua palpebra simetris. 5 Ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palpebra, lumpuhnya saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat jaringan penyokong bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke belakang atau enoftalmus. Kelopak mata yang turun akan menutupi sebagian pupil sehingga penderita mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara menaikkan alis matanya atau menghiperekstensikan kepalanya. Bila ptosis menutupi pupil secara keseluruhan maka keadaan ini akan mengakibatkan ambliopia. Pada ptosis kongenital, selain menyebabkan ambliopia, juga dapat menimbulkan strabismus. 5,6 Sampai saat ini insidens ptosis belum pernah dilaporkan. Ptosis kongenital biasanya tampak segera setelah lahir maupun pada tahun pertama kelahiran. 3 Ptosis yang didapat (acquired) dapat terjadi pada setiap kelompok usia, tetapi biasanya ditemukan pada usia dewasa tua. 7 Berdasarkan onsetnya ptosis dibagi menjadi ptosis kongenital dan ptosis didapat (acquired). Berdasarkan etiologinya ptosis dapat dibagi menjadi miogenik, aponeurotik, neurogenik, mekanikal dan traumatik. 8 Sedangkan menurut derajatnya ptosis dibagi menjadi ptosis ringan jika batas kelopak mata atas menutupi kornea < 2 mm, ptosis sedang jika batas kelopak mata atas menutupi kornea 3 mm dan ptosis berat jika batas kelopak mata atas menutupi kornea > 4 mm. 9

Upload: william-jensen

Post on 05-Feb-2016

236 views

Category:

Documents


37 download

DESCRIPTION

ptosis

TRANSCRIPT

Page 1: Ptosis referat

1

BAB I

PENDAHULUAN

Kelopak mata yang disebut juga palpebra merupakan lipatan kulit yang terdapat dua buah

untuk tiap mata. Ia dapat digerakkan untuk menutup mata, dengan ini melindungi bola mata

terhadap trauma dari luar yang bersifat fisik atau kimiawi serta membantu membasahi kornea

dengan air mata pada saat berkedip. Dalam keadaan terbuka, kelopak mata memberi jalan masuk

sinar ke dalam bola mata yang dibutuhkan untuk penglihatan. Membuka dan menutupnya

kelopak mata dilaksanakan oleh otot-otot tertentu dengan persarafannya masing-masing.1

Ptosis (Blepharoptosis) merupakan keadaan jatuhnya kelopak mata (Drooping eye lid),

dimana dimana kelopak mata atas (palpebra superior) turun di bawah posisi normal saat

membuka mata yang dapat terjadi unilateral atau bilateral.2,3,4,5 Posisi normal palpebra superior

adalah ditengah-tengah antara limbus superior dan tepian atas pupil. Ini dapat bervariasi 2 mm

jika kedua palpebra simetris.5

Ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palpebra, lumpuhnya saraf

ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat jaringan penyokong bola mata yang

tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke belakang atau enoftalmus. Kelopak mata yang

turun akan menutupi sebagian pupil sehingga penderita mengkompensasi keadaan tersebut

dengan cara menaikkan alis matanya atau menghiperekstensikan kepalanya. Bila ptosis menutupi

pupil secara keseluruhan maka keadaan ini akan mengakibatkan ambliopia. Pada ptosis

kongenital, selain menyebabkan ambliopia, juga dapat menimbulkan strabismus.5,6

Sampai saat ini insidens ptosis belum pernah dilaporkan. Ptosis kongenital biasanya

tampak segera setelah lahir maupun pada tahun pertama kelahiran.3 Ptosis yang didapat

(acquired) dapat terjadi pada setiap kelompok usia, tetapi biasanya ditemukan pada usia dewasa

tua.7

Berdasarkan onsetnya ptosis dibagi menjadi ptosis kongenital dan ptosis didapat

(acquired). Berdasarkan etiologinya ptosis dapat dibagi menjadi miogenik, aponeurotik,

neurogenik, mekanikal dan traumatik.8 Sedangkan menurut derajatnya ptosis dibagi menjadi

ptosis ringan jika batas kelopak mata atas menutupi kornea < 2 mm, ptosis sedang jika batas

kelopak mata atas menutupi kornea 3 mm dan ptosis berat jika batas kelopak mata atas menutupi

kornea > 4 mm.9

Page 2: Ptosis referat

2

Blepharoptosis merupakan penyebab penting dari kehilangan penglihatan. Mengingat

penatalaksanaan ptosis tergantung dari etiologi dan derajat ptosis maka perlu diketahui lebih

jelas tentang etiologi dan derajat ptosis. Menurut etiologinya, pada ptosis kongenital (myogenic

etiology) dilakukan pembedahan (memperpendek) otot levator yang lemah serta aponeurosisnya

atau menggantungkan palpebra pada otot frontal. Jenis operasi untuk ptosis kongenital adalah

reseksi levator eksternal. Pada ptosis yang didapat (aponeurotic etiology), misalnya pada

myastenia gravis dilakukan koreksi penyebab. Jika koreksi penyebab tidak mungkin, maka

kelopak mata diperpendek menurut arah vertikalnya (jika fungsi levator baik) atau diikatkan ke

frontal (jika fungsi levator buruk). Prosedur Fasenella-Servat lebih sering digunakan untk kasus

ptosis yang didapat.10,11

Sedangkan menurut derajatnya, untuk ptosis ringan yang tidak didapati kelainan kosmetik

dan tidak terdapat kelainan visual seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih

baik dibiarkan saja dan tetap diobservasi. Bila akan dilakukan operasi, prosedur Fasenella-Servat

diindikasikan untuk ptosis ringan. Pada kasus ptosis moderat diindikasikan pembedahan dengan

teknik reseksi levator eksternal. Sedangkan pada ptosis berat, frontalis sling merupakan

pendekatan yang paling baik.10,11

Page 3: Ptosis referat

3

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI PALPEBRA

Palpebra terletak di depan bola mata, yang melindungi mata dari cedera dan cahaya yang

berlebihan. Palpebra superior lebih besar dan lebih mudah bergerak daripada palpebra inferior.

Bila mata ditutup, palpebra superior menutup kornea dengan sempurna. Bila mata dibuka dan

menatap lurus ke depan, palpebra superior hanya menutupi pinggir atas kornea.12

Palpebra berfungsi:

- Memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior

- Mensekresi lapisan lemak dari lapisan air mata

- Menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea

- Mencegah mata menjadi kering

- Memiliki pungta tempat air mata mengalir ke sistem drainase lakrimal.13

Gerakan Palpebra

Posisi palpebra pada waktu istirahat bergantung pada tonus m. Orbicularis oculi dan m.

Levator palpebrae serta posisi bola mata. Palpebra menutup bila m. Orbicularis oculi kontraksi

dan m. Levator palpebrae superioris relaksasi. Mata terbuka apabila m. Levator palpebrae

superioris kontraksi dan m. Orbicularis oculi relaksasi. Pada waktu melihat ke atas, m. Levator

palpebra superioris berkontraksi dan bergerak bersama bola mata. Pada waktu melihat ke bawah,

kedua palpebra bergerak ke bawah. Palpebra superior terus menutupi kornea bagian atas dan

palpebra inferior agak tertarik ke bawah.

Struktur Palpebra

Palpebra terbagi menjadi 7 lapisan, yaitu kulit, otot orbikularis, septum, bantalan lemak,

tarsus, levator, dan konjungtiva.14

1. Kulit

Kulit merupakan lapisan anterior dengan jaringan subkutaneous. Palpebra memiliki kulit

yang tipis ± 1 mm dan tidak memiliki lemak subkutan. Kulit disini sangat halus dan

mempunyai rambut vellus halus dengan kelenjar sebaseanya, juga terdapat sejumlah kelenjar

keringat. Dibawah kulit terdapat jaringan areolar longgar yang dapat meluas pada edema

masif.14,15

Page 4: Ptosis referat

4

2. Otot orbikularis

M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan

terletak dibawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis

okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. orbikularis berfungsi menutup bola mata. Otot ini

terdiri dari lempeng yang tipis yang serat-seratnya berjalan konsentris. Otot ini dipersarafi

oleh nervus fasialis (n.VII) yang kontraksinya menyebabkan gerakan mengedip, disamping

itu otot ini juga dipersarafi oleh saraf somatik eferen yang tidak dibawah kesadaran.14

M. orbikularis okuli terbagi dalam bagian orbital, praseptal, dan pratarsal. Bagian orbital,

yang terutama berfungsi untuk menutup mata kuat, adalah otot melingkar tanpa insertio

temporal. Otot praseptal dan pratarsal memiliki kaput medial superficial dan profundus,

yang turut serta dalam pemompaan air mata.14

3. Septum Orbita

Septum orbita merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan pembatas

isi orbita dengan kelopak depan. Septum merupakan sawar penting antara palpebra dan

orbita.12 Pada palpebra superior, septum orbita bersatu dengan levator aponeurosis kurang

lebih 1-3 mm superior tarsus pada orang yang bukan etnis Asia.15

4. Bantalan lemak pra aponeurotika

Bantalan lemak tambahan terdapat di medial palpebra superior. Lemak ini penting

sebagai petunjuk dalam operasi, karena letaknya langsung di belakang septum orbita dan di

depan aponeurosis levator.14,15

5. Tarsus

Tarsus merupakan jaringan ikat fibrous panjangnya ± 25 mm, yang dihubungkan pada

tepian orbita oleh tendo-tenso kanthus medialis dan lateralis. Didalamnya terdapat kelenjar

Meibom (40 buah di kelopak atas) yang membentuk “oily layer” dari air mata. Tarsus

palpebra superior merupakan jaringan ikat yang kokoh, tebal , yang berguna sebagai

kerangka palpebra, tarsus superior pada bagian tengah palpebra vertical berukuran 9-10 mm,

dengan ketebalan lebih-kurang 1 mm. Arkade arteri marginal terletah 2 mm superior margin

palpebra dekat dengan folikel silia dan anterior tarsus antara levator aponeurosis dengan

muskulus Muller.14,15

Page 5: Ptosis referat

5

6. Otot levator dan aponeurotik levator palpebra

Merupakan “major refractor” untuk kelopak mata atas. M. levator palpebra, yang

berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian

menembus M. orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat

insersi M. levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Saat memasuki

palpebra, otot ini membentuk aponeurosis yang melekat pada sepertiga bawah tarsus

superior.15

Otot ini dipersarafi oleh nervus okulomotoris (N.III), yang berfungsi untuk mengangkat

kelopak mata atau membuka mata.16 Kerusakan pada nervus okulomotoris (N.III) atau

perubahan-perubahan pada usia tua menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis). Suatu otot

polos datar yang muncul dari permukaan profunda levator berinsersi pada lempeng tarsal.

Otot ini dipersarafi oleh sistem saraf simpatis. Jika persarafan simpatis rusak (seperti pada

sindrom Horner) akan terjadi ptosis ringan.13

Muskulus levator pada orang dewasa panjangnya lebih-kurang 40 mm, sedangkan

aponeurosis panjangnya 14-20 mm. Ligamentun transversal (Whitnalls ligament) adalah

penebalan dari fasia muskulus levator yang berlokasi di daerah transisi muskulus levator

dengan aponeurosis levator.15

Ligamentum whitnalls adalah muskulus levator yang bertransformasi, berstruktur seperti

tendon yang berwarna putih berkilat. Levator aponeurosis membelah menjadi lamella

anterior dan posterior pada lokasi kira-kira 10-12 mm di atas tarsus. Lamella posterior terdiri

dari jaringan otot yang lembut yang diinervasi oleh saraf simpatis, disebut juga muskulus

mullers, yang analog dengan muskulus tarsal palpebra inferior. Muskulus muller kemudian

berinsersi pada pinggir atas tarsus. Muskulus muller bagian posterior melekat erat dengan

lapisan konjungtiva dan bagian anterior melekat dengan aponeurosis. Tidak ditemukan

arcade pembuluh darah perifer pada anterior muskulus muller dekat dengan insersi pinggir

superior tarsus.15

7. Konjungtiva Tarsal

Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan

melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.

Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang mempunyai sel Goblet yang menghasilkan

musin.16

Page 6: Ptosis referat

6

Eversi kelopak dilakukan dengan mata pasien melihat jauh ke bawah. Pasien diminta

jangan mencoba memejamkan mata. Tarsus ditarik ke arah orbita. Pada konjungtiva dapat

dicari adanya papil, folikel, perdarahan, sikatriks dan kemungkinan benda asing.17

Gambar 2.1 Penampang Melintang Palpebra

Margo Palpebra

Panjang margo palpebra adalah 25-30 mm lebar 2 mm. Ia dipisahkan oleh garis kelabu (batas

mukokutan) menjadi tepian anterior dan posterior.

a) Margo anterior

1. Bulu mata

Bulu mata muncul dari tepian palpebra dan tersusun tidak teratur.

2. Glandula Zeis

Ini adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil, yang bermuara ke dalam folikel rambut

pada dasar bulu mata.

3. Glandula Moll

Ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu baris dekat bulu

mata.

b) Margo posterior

Margo palpebra superior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang margo ini terdapat

muara-muara kecil dari kelenjar sebasea yang telah dimodifikasi (glandula Meibom, atau

tarsal).

c) Punktum Lakrimal

Page 7: Ptosis referat

7

Pada ujung medial dari margo palpebra posterior terdapat elevasi kecil dengan lubang

kecil di pusat yang terlihat pada palpebra superior dan inferior.14

Fissura Palpebra

Fissura palpebra adalah ruang ellips diantara kedua palpebra yang dibuka. Normalnya

fissura palpebra memiliki lebar 9 mm, panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Fissura ini

berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepian lateral

orbita dan membentuk sudut tajam. Kanthus medialis lebih elliptic dan mengelilingi lakuna

lakrimalis.14

Gambar 2.2 Dimensi Normal dari Fisura Palpebra

Retraktor Palpebra

Retraktor palpebra berfungsi membuka palpebra. Mereka dibentuk oleh kompleks

muskulofasial, dengan komponen otot rangka dan polos, dikenal sebagai kompleks levator

palpebra superior. Di palpebra superior, bagian otot rangka adalah levator palpebra superioris,

yang berasal dari apeks orbita dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis

dan bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari muskulus Muller

(tarsalis superior). Levator dipasok cabang superior dari nervus okulomotorius (N.III). Darah ke

levator palpebrae superioris datang dari cabang muskular lateral dari arteri oftalmika.14

Persarafan Sensoris

Persarafan sensoris ke palpebra datang dari divisi pertama dan kedua dari nervus

trigeminus (N.V). Nervus lakrimalis, supraorbitalis, supratrokhlearis, infratrokhlearis dan nasalis

eksterna kecil adalah cabang-cabang dari divisi oftalmika dari nervus kelima. Nervus

infraorbitalis, zigomaticofacialis, zigomaticotemporalis merupakan cabang-cabang dari divisi

maksilaris (kedua) nervus trigeminus.14

Page 8: Ptosis referat

8

Pembuluh Darah dan Limfe

Pasokan darah ke palpebra datang dari arteri lakrimalis dan oftalmika melalui cabang-

cabang palpebra lateral dan medialnya. Anastomosis antara arteri palpebra lateralis dan medialis

membentuk arcade tarsal yang terletak di dalam jaringan areolar submuskular.14

Drainase vena dari palpebra mengalir ke dalam vena oftalmika dan vena-vena yang

mengangkut darah dari dahi dan temporal. Vena-vena itu tersusun dalam pleksus pra- dan pasca

tarsal.14

Pembuluh limfe dari segmen lateral palpebra berjalan ke dalam nodus pra-auricular dan

parotis. Pembuluh limfe dari sisi medial palpebra mengalirkan isinya ke dalam limfonodus

submandibular.14

Page 9: Ptosis referat

9

BAB III

PTOSIS

A. Definisi

Ptosis merupakan keadaan jatuhnya kelopak mata (Drooping eye lid ), dimana

kelopak mata atas tidak dapat diangkat atau terbuka sehingga celah kelopak mata menjadi

lebih kecil dibandingkan dengan keadaan normal.1 Normalnya fissura palpebra memiliki

lebar 9 mm. Posisi normal palpebra superior adalah ditengah-tengah antara limbus superior

dan tepian atas pupil. Ini dapat bervariasi 2 mm jika kedua palpebra simetris.5

B. Etiologi

Ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palebra, lumpuhnya

saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat jaringan penyokong bola

mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke belakang atau enoftalmus.

Penyebab ptosis adalah miogenik, aponeurotik, neurogenik, mekanikal, dan traumatik.

Ptosis juga dapat terjadi pada miastenia gravis pada satu mata atau kedua mata.6,8

C. Epidemiologi

Sampai saat ini insidensi ptosis belum pernah dilaporkan. Ptosis kongenital dapat

mengenai seluruh ras, angka kejadian ptosis sama antara pria dan wanita. Ptosis kongenital

biasanya tampak segera setelah lahir maupun pada tahun pertama kelahiran. Frekuensi

ptosis kongenital di Amerika Serikat belum dilaporkan secara resmi. Namun, pada sekitar

70% dari kasus yang diketahui, ptosis kongenital mempengaruhi hanya satu mata.3 Ptosis

yang didapat (acquired) dapat terjadi pada setiap kelompok usia, tetapi biasanya ditemukan

pada usia dewasa tua.7

D. Klasifikasi

Berdasarkan Onset

Secara garis besar ptosis dapat dibedakan atas 2, yaitu :

A. Kongenital

Sebagian besar kasus ptosis kongenital akibat gangguan pembentukan jaringan

muskulus levator (myogenic etiology).8,15

Page 10: Ptosis referat

10

Dapat terjadi dalam bentuk:

1. Unilateral : kegagalan perkembangan dan innervasi abnormal otot levator palpebra.

Bila cukup berat dapat menyebabkan ambliopia dan harus segera ditangani dengan

pembedahan. Dapat menyertai Marcus Gunn syndrome (kelainan nervus III dan

nervus V), dimana kontraksi m.levator palpebra terjadi bila rahang membuka ke

samping pada sisi yang berlawanan.

2. Bilateral : infantile myastenia gravis atau anak dari ibu yang menderita Myastenia

gravis.

3. Ptosis yang menyertai Sturge Weber, von Recklinghausen syndrome dan alkohol

fetal syndrome.18

B. Didapat (Acquired)

Ptosis didapat terjadi akibat penurunan regangan atau disinsersi aponeurosis levator

(aponeurotic abnormality).8,15 Dapat terjadi pada keadaan:

1. Terkait dengan penyakit muskular, kelainan neurologis, faktor mekanik. Pada

beberapa kasus memerlukan penanganan secepatnya.

2. Myastenia Gravis

3. Botulinism

4. Paralisis n. III akibat trauma, tumor, degenerative CNS disease, lesi vaskular.

5. Distrofi miotonik.

6. Tumor, trauma, jaringan sikatrik pada palpebra.

7. Horner’s Syndrom (ptosis, miosis dan dishidrosis ipsilateral).18

Page 11: Ptosis referat

11

Tabel 1. Perbandingan Blefaroptosis 6

Kongenital Myogenik Ptosis Acquired Aponeurotik Ptosis

Palpebral fissure

height

Ptosis ringan- berat Ptosis ringan- berat

Upper eyelid crease Lemah atau tidak ada pada

posisi normal

Lebih tinggi dari normal

Levator function Berkurang Hampir normal

On downgaze Eyelid lag Eyelid drop

Berdasarkan Etiologi

1. Ptosis Myogenik

Kongenital

Akibat dari gangguan perkembangan (maldevelopment) muskulus levator dengan

karakteristik penurunan fungsi levator, kelopak mata tertinggal, dan kadang-kadang

lagoftalmus. Congenital Myogenic Ptosis dengan fenomena Bell yang buruk atau

strabismus vertikal kemungkinan mengindikasikan gangguan perkembangan

konkomitan pada muskulus rektus superior.8,15

Didapat

Ptosis ini jarang ditemukan, merupakan akibat dari kelainan muskuler lokal atau

menyeluruh, seperti distrofi muskuler, eksternal oftalmoplegia progresif kronik,

miastenia grafis, atau distrofi okulofaringeal. 8,15

Distrofi muskuler

Ditemukan ptosis dan kelemahan muka. Gejala lainnya adalah katarak,

kelainan pupil, botak frontal, atrofi testes dan diabetes.5

Oftalmoplegia eksternal menahun progresif

Adalah penyakit neuromuskuler herediter progresif lambat, yang mulai

dipertengahan kehidupan. Semua otot ekstra okuler termasuk levator dan otot-

otot ekspresi muka berangsur-angsur terkena. Biasanya bersifat bilateral,

simetris dan progresif ptosis. Namun reaksi pupil dan akomodasi normal. Untuk

dapat mengangkat palpebra biasanya pasien menggunakan M. Frontalis. Pada

Page 12: Ptosis referat

12

Sindroms Kearns Sayre ophtalmoplegia disertai retinitis pigmentosa dan blok

jantung.5

Myasthenia gravis

Suatu gangguan neuro muskular yang diduga disebabakan oleh adanya

antibodi terhadap reseptor asetilkolin pada neuro muskular jungtion. Merupakan

myogenik ptosis yang bilateral dan asimetris. Ptosis yang terjadi sering

bersamaan dengan diplopia . Muskulus orbikularis okuli juga sering terkena.

Kedut palpebra Cogan kadang-kadang ada – saat menggerakkan mata dari

pandangan ke bawah ke posisi primer, palpebra superior berkedut ke atas.5

2. Ptosis Aponeurotika

Kongenital

Akibat kegagalan insersi aponeurosis pada posisi normal di permukaan anterior

tarsus.8,15

Didapat

Akibat kelemahan, perlepasan, atau disinsersi aponeurosis levator dari kedudukan

noramal. Umumnya terdapat cukup sisa perlekatan ke tarsus yang dapat

mengangkat palpebra saat melihat keatas. Tetap tersisanya perlekatan aponeurosis

levator ke kulit dan muskulus orbikularis menghasilkan lipatan palpebra yang

sangat tinggi, dapat pula terjadi penipisan palpebra dimana bayangan iris tampak

terbayang melalui kulit palpebra superior. Mekanisme ptosis pada operasi mata,

blepharochalasis, kehamilan dan penyakit Grave umumnya akibat kerusakan pada

aponeurosis.5,8,15

3. Ptosis Neurogenik

Kongenital

Disebabkan karena adanya defek neurogenik yang terjadi pada saat perkembangan

embrio. Ptosis ini jarang ditemukan dan sering berhubungan dengan kelumpuhan

nervus kranial III kongenital, horner sindrom congenital, atau Marcus Gunn jaw-

winking sindrom.8,15

Page 13: Ptosis referat

13

Didapat

Disebabkan karena putusnya hubungan persarafan normal yang paling sering terjadi

akibat sekunder dari kelumpuhan nervus kranial III didapat, sindrom horner atau

miastenia grafis didapat.8,15

Sindrom Marcus Gunn

Pada sindrom Marcus Gunn (“fenomena berkedip-rahang”), mata membuka

saat mandibula dibuka atau menyimpang ke sisi berlawanan. Muskulus levator

yang mengalami ptosis disarafi oleh cabang-cabang motorik nervus trigeminus

dan nervus okulomotorius.5

Sindroma Horner

Blepharoptosis yang terjadi adalah akibat berkurangnya inervasi simpatis

ke otot – otot muller palpebra superior yang terkadang juga diikuti pada

palpebra inferior yang jika kedua palpebra mengalami ptosis akan beradampak

berkurangnya lebar vertikal fisura palpebra yang sering disalah diagnosis

dengan enophthalmos.5

Penyebab sindrom horner adalah fraktur vertebra servikalis, tabes dorsalis ,

siringomelia . tumor corda servikal. Paralisis otot Muller hampir selalu

berkaitan dengan sindroma Horner dan biasanya didapat. Jarang ada ptosis di

bawah 2 mm, dan ambliopia tidak pernah terjadi.5

4. Ptosis Mekanikal

Ptosis mekanikal biasanya terjadi akibat neoplasma yang mendorong palpebra superior

ke inferior, hal ini dapat disebabkan oleh kelainan kongenital seperti neuroma

fleksiform, hemangioma, atau oleh neoplasma didapat seperti khalazion besar, basal sel

atau squamous sel karsinoma. Edema setelah operasi atau trauma dapat menyebabkan

ptosis mekanikal sementara.8,15

5. Ptosis Traumatik

Ptosis Traumatik terjadi akibat trauma tajam dan tumpul pada muskulus atau

aponeurosis levator. Seperti pada laserasi palpebra superior dan prosedur bedah saraf

orbital. Pada kasus ptosis traumatic penderita harus diobservasi selama 6 bulan sebelum

melakukan koreksi ptosis karena kadang-kadang dapat sembuh spontan.8,15

Page 14: Ptosis referat

14

Pseudoptosis

Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pseudoptosis, termasuk hipertropia,

enoftalmos, mikroftalmos, anofthalmos, ptisis bulbi, defek sulkus superior akibat trauma,

atau kasus lainnya.8,15

Tabel 2. Klasifikasi Ptosis Menurut Beard.5

Kelainan perkembangan levator Simplek

Kelemahan rektus superior

Ptosis miogenik lain Sindrom blepharophimosis

Ophtalmoplegia eksternal progresif menahun

Sindrom okulofaringeal

Distrofi muskular progresif

Miastenia Gravis

Fibrosis kongenital dari muskulus ekstraokuler

Ptosis aponeurotik Ptosis senilis

Ptosis herediter berkembang lambat

Stress atau trauma aponeurosis levator

Pasca operasi katarak

Lokal trauma lainnya

Blepharochalasis

Berhubungan dengan kehamilan

Berhubungan dengan penyakit Grave

Ptosis neurogenik Lesi nervus okulomotor

Sindrom Horner

Migrain Ofthalmoplegi

Multipel Sklerosis

Sindrom Marcuss Gunn

Ptosis misdireksi nervus III

Pasca trauma oftalmoplegi

Ptosis mekanik

Terlihat seperti ptosis Akibat hipotropia

Akibat dermatochalasis

Akibat berkurangnya jaringan penyokong

posterior kelopak mata

Berdasarkan Jarak Jatuhnya Palpebra Superior

Ptosis diklasifikasikan atas 3 derajat: 7

1. Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea < 2 mm termasuk ptosis ringan,

2. Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea 3 mm termasuk ptosis sedang

3. Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea > 4 mm termasuk ptosis berat.

Page 15: Ptosis referat

15

E. Patofisiologi

Kelopak mata diangkat oleh kontraksi m. levator superioris palpebrae. Dalam

kebanyakan kasus ptosis kongenital, sebuah hasil kelopak mata droopy dari disgenesis

miogenik lokal. Daripada serat otot normal, jaringan berserat dan lemak yang hadir di

dalam otot, mengurangi kemampuan m. levator untuk kontraksi dan relaksasi. Oleh karena

itu, kondisi ini biasa disebut ptosis kongenital myogenic. Ptosis kongenital juga dapat

terjadi ketika inervasi untuk m. levator terganggu melalui disfungsi neurologis atau

neuromuscular junction.

F. Gambaran Klinis

Pasien ptosis sering datang dengan keluhan utama jatuhnya kelopak mata atas dengan

atau tanpa riwayat trauma lahir, paralisis n. III, Horner’s Syndrom ataupun penyakit

sistemik lainnya. Keluhan tersebut biasanya disertai dengan ambliopia sekunder.3

Pada orang dewasa akan disertai dengan berkurangnya lapang pandang karena mata

bagian atas tertutup oleh palpebra superior. Pada kasus lain, beberapa orang (utamanya

pada anak-anak) keadaan ini akan dikompensasi dengan cara memiringkan kepalanya ke

belakang (hiperekstensi) sebagai usaha untuk dapat melihat dibalik palpebra superior yang

menghalangi pandangannya. Biasanya penderita juga mengatasinya dengan menaikkan alis

mata (mengerutkan dahi). Ini biasanya terjadi pada ptosis bilateral. Jika satu pupil tertutup

seluruhnya, dapat terjadi ambliopia.1,9

Ptosis yang disebabkan distrofi otot berlangsung secara perlahan-lahan tapi progresif

yang akhirnya menjadi komplit. Ptosis pada myasthenia gravis onsetnya perlahan-lahan,

timbulnya khas yaitu pada malam hari disertai kelelahan, dan bertambah berat sepanjang

malam. Kemudian menjadi permanen. Ptosis bilateral pada orang muda merupakan tanda

awal myasthenia gravis.5

Pada ptosis kongenital seringkali gejala muncul sejak penderita lahir, namun kadang

pula manifestasi klinik ptosis baru muncul pada tahun pertama kehidupan. Kebanyakan

kasus ptosis kongenital diakibatkan oleh suatu disgenesis miogenic lokal. Bila

dibandingkan dengan otot yang normal, terdapat serat dan jaringan adipose di dalam otot,

sehingga akan mengurangi kemampuan otot levator untuk berkontraksi dan relaksasi.

Kondisi ini disebut sebagai miogenic ptosis kongenital.3

Page 16: Ptosis referat

16

Symptom/ gejala ptosis:

Jatuhnya / menutupnya kelopak mata atas yang tidak normal.

Kesulitan membuka mata secara normal.

Peningkatan produksi air mata.

Adanya gangguan penglihatan.

Iritasi pada mata karena kornea terus tertekan kelopak mata.

Pada anak akan terlihat guliran kepala ke arah belakang untuk mengangkat

kelopak mata agar dapat melihat jelas.19

Gambar 3.1 Chin-up posture due to congenital ptosis of the left eye.

Gambar 3.2 Congenital ptosis of the left eye partially obstructing the left pupillary axis.

Page 17: Ptosis referat

17

Gambar 3.3 Congenital ptosis of the right eye.

G. Diagnosis

Diagnosis ptosis dapat ditegakkan. Berdasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan

yang tepat maka selain diagnosis, juga dapat diketahui kausa dari ptosis dan derajat

beratnya ptosis sehingga dapat ditentukan tindakan dan penanganan yang tepat.

Anamnesis:

Identitas

Onset ptosis

Faktor yang mengurangi atau pemicu

Riwayat keluarga

Sejak pertama muncul apakah meningkat, berkurang atau konstan.

Hubungannya dengan:

Gerakan rahang

Gerakan mata yang abnormal

Postur kepala yang abnormal

Riwayat trauma atau pembedahan sebelumnya

Foto lama dari wajah dan mata pasien dapat dijadikan dokumentasi untuk

melihat perubahan pada mata. 14,20

Pasien mengeluh sulit mengangkat kelopak mata atasnya sehingga lapangan pandang

pasien jadi berkurang (kesulitan membuka mata secara normal dan adanya gangguan

penglihatan). Pasien mengeluhkan matanya seperti mata malas, jatuhnya/menutupnya

kelopak mata atas yang tidak normal. Peningkatan produksi air mata. Iritasi pada mata

Page 18: Ptosis referat

18

karena kornea terus tertekan kelopak mata. Pada anak akan terlihat guliran kepala ke arah

belakang untuk mengangkat kelopak mata agar dapat melihat jelas.

Pemeriksaan Oftalmologi

Secara fisik, ukuran bukaan kelopak mata pada ptosis lebih kecil dibanding mata

normal. Ptosis biasanya mengindikasikan lemahnya fungsi dari otot levator palpebra

superior (otot kelopak mata atas). Rata – rata lebar fisura palpebra/celah kelopak mata

pada posisi tengah adalah berkisar 9 mm, panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Rata –

rata diameter kornea secara horizontal adalah 12 mm, tetapi vertikal adalah 11 mm. Bila

tidak ada deviasi vertikal maka refleks cahaya pada kornea berada 5,5 mm dari batas

limbus atas dan bawah. Batas kelopak mata atas biasanya menutupi 1.5 mm kornea

bagian atas, sehingga batas kelopak mata atas di posisi tengah seharusnya 4 mm diatas

reflek cahaya pada kornea.17

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut meliputi:

1. Palpebra Fissure Height

Jarak antara margo palpebra superior dan inferior pada posisi penglihatan primer.15

Gambar 3.4 Pemeriksaan Palpebra Fissure Height.

2. Margin-Reflex Distance

Margin-Reflex Distance 1 (MRD 1)

Jarak antara tengah refleks cahaya pupil dan margin kelopak mata atas dengan

pada posisi primer. Hasil pengukuran 4 - 5 mm dianggap normal.20

Page 19: Ptosis referat

19

Gambar 3.5 Pemeriksaan Margin-Reflex Distance 1 (MRD 1).

Margin-Reflex Distance 2 (MRD 2)

Jarak antara pusat refleks cahaya pupil dan margin kelopak mata bawah pada posisi

primer. Jumlah MRD1 dan MRD2 sama dengan palpebra fissure height.8

Gambar 3.6 Margin Reflex Distance 2.

3. Upper Lid Crease (Lipatan Palpebra Atas)

Jarak antar lipatan kulit palpebra superior dengan margin palpebra. Akibat insersi

jaringan muskulus levator ke dalam kulit sehingga membentuk lid-crease. Disinsersi

aponeurosis levator membentuk lid-crease pada posisi tinggi, ganda, dan asimetris.

Lid-crease biasanya tinggi pada pasien ptosis involusional. Pada ptosis kongenital

biasanya samar-samar atau tidak ada. Ciri khas lid-crease orang Asia biasanya

rendah dan tidak jelas walaupun tidak ada ptosis.8,15

Gambar 3.7 Upper Lid Crease.

Page 20: Ptosis referat

20

4. Levator Function

Penderita diminta melihat ke bawah maksimal, pemeriksa memegang penggaris dan

menempatkan titik nol pada margo palpebra superior, juga pemeriksa menekan otot

frontal agar otot frontal tidak ikut mengangkat kelopak, lalu penderita diminta

melihat ke atas maksimal dan dilihat margo palpebra superior ada pada titik berapa.

Aksi levator normal 14-16 mm.15

Gambar 3.8 Pemeriksaan Levator Function

5. Bells Phenomenon

Penderita disuruh menutup atau memejamkan mata dengan kuat, pemeriksa

membuka kelopak mata atas, kalau bola mata bergulir ke atas berarti Bells

Phenomenon (+).21

Gambar 3.9 Pemeriksaan Bells Phenomena

Page 21: Ptosis referat

21

Tabel 3. Eyelid Measurements 21

Test Measurement Normal

PF palpebral fissure vertical 9 mm

PFd palpebral fissure vertical in downgaze 2-4 mm

MRD1 light reflex to upper lid margin 4-5 mm

MRD2 light reflex to lower lid margin 4-5 mm

MRD3 margin to corneal light reflex in upgaze

BLF upper lid margin from down gaze to upgaze 12-18 mm

MCD on down gaze lid margin to crease 7-10 mm

MFD on primary gaze lid margin to crease 4-5 mm

MLD margin to 6 oclock limbus in upgaze 9 mm

lag Lagophthalmos 0 mm

Pemeriksaan Oftalmologi Lainnya:

Tajam penglihatan dan kelainan refraksi kedua mata

Posisi kepala, elevasi dagu, posisi alis mata, dan aksi alis saat berusaha melihat ke

atas.

Lagoftalmus (penutupan kelopak mata yang tidak sempurna)

Tes Schimer

Sensibilitas kornea

Gerakan bola mata 8,15

Pemeriksaan Tambahan:

Pemeriksaan lapangan pandang

Pemeriksaan farmakologi: kokain topical, tes tensilon.8

Pada pasien ptosis umumnya tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. Namun

untuk mengetahui adanya kelainan sistemik yang dapat mengakibatkan keadaan tersebut

kiranya dapat dilakukan pemeriksaan darah. Pemeriksaan MRI dan CT-scan kepala dan

mata dibutuhkan misalnya bila untuk melihat adanya massa tumor yang menyebabkan

terjadinya ptosis, dan pada pasien yang ditemukan adanya kelainan neurologik lainnya

misalnya pada pupil yang abnormal.3

Page 22: Ptosis referat

22

H. Diagnosis Banding

Hemangioma, Capillary Laceration, Eyelid

Horner Syndrome Bell Palsy

Marcus Gunn Jaw-winking Syndrome Multiple Sclerosis

Cellulitis, Orbital Myasthenia Gravis

Cellulitis, Preseptal Exophthalmos

Orbital Fracture, Floor Chalazion

Orbital Fracture, Apex Ptosis, Congenital

Chronic Progressive External Ophthalmoplegia

Conjunctivitis, Giant Papillary

I. Penatalaksanaan

Penting untuk menyingkirkan penyebab dasar yang terapinya dapat menyelesaikan

masalah (misal myasthenia gravis).7 Apabila ptosisnya ringan, tidak didapati kelainan

kosmetik dan tidak terdapat kelainan visual seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang

pandang, lebih baik dibiarkan saja dan tetap diobservasi.10

Pada ptosis kongenital, dilakukan pembedahan (memperpendek) otot levator yang

lemah serta aponeurosisnya atau menggantungkan palpebra pada otot frontal. Pada anak-

anak dengan ptosis tidak memerlukan pembedahan secepatnya namun perlu tetap

diobservasi secara periodik untuk mencegah terjadinya ambliopia. Bila telah terjadinya

ambliopia, pembedahan dapat direncanakan secepatnya. Namun jika hanya untuk

memperbaiki kosmetik akibat ptosis pada anak, maka pembedahan dapat ditunda hingga

anak berumur 3-4 tahun.10

Pada ptosis yang didapat, dilakukan koreksi penyebab. Jika koreksi penyebab tidak

mungkin, maka kelopak mata diperpendek menurut arah vertikalnya (jika fungsi levator

baik) atau diikatkan ke frontal (jika fungsi levator buruk).10

Page 23: Ptosis referat

23

Indikasi pembedahan: 5

1. Fungsional

Gangguan axis penglihatan. Ambliopia dan stabismus dapat menyertai ptosis pada

anak-anak.

2. Kosmetik

Tujuan operasi adalah simetris, dan simetris dalam semua posisi pandangan hanya

mungkin jika fungsi levator tidak terganggu.

Kontra Indikasi pembedahan:5,21

1. Kelainan permukaan kornea

2. Bells Phenomenon negatif

3. Paralisa nervus okulomotoris

4. Myasthenia gravis

Prinsip-Prinsip Pembedahan:

Pembedahan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan cukup dengan anestesi lokal.

Pada ptosis ringan, jaringan kelopak mata yang dibuang jumlahnya sedikit. Prinsip dasar

pembedahan ptosis yaitu memendekkan otot levator palpebra atau menghubungkan

kelopak mata atas dengan otot alis mata. Koreksi ptosis pada umumnya dilaksanakan

hanya setelah ditemukan penyebab dari kondisi tersebut. Dan perlu diingat bahwa

pembedahan memiliki banyak resiko dan perlu untuk didiskusikan sebelumnya dengan ahli

bedah yang akan menangani pasien tersebut.11

Beberapa Pembedahan Ptosis:

Reseksi Levator Eksternal

Prosedur ini memendekan aponeurosis levator dengan cara insisi pada lipat palpebra.

Insisi pada kulit disembunyikan antara lid fold yang lama dan yang baru agar serasi

dengan mata kontralateral. Reseksi levator eksternal diindikasikan pada kasus ptosis

moderat sampai berat dengan fungsi kelopak yang buruk. Ptosis kongenital termasuk

kategori tersebut.11

Pedoman yang dianjurkan Beard :

1. Ptosis kongenital ringan (1,5-2 mm) dengan fungsi levator yang masih baik (8

mm atau lebih) : reseksi 10 – 13 mm.

2. Ptosis kongenital sedang (3 mm) :

Page 24: Ptosis referat

24

fungsi levator baik (8 mm atau lebih) : dipotong 14 – 17 mm;

fungsi yang kurang (5-7 mm) : direseksi 13 – 22 mm

fungsi yang buruk (0-4 mm): reseksi 22 mm atau lebih.

3. Ptosis kongenital berat (4 mm atau lebih) dengan fungsi yang kurang sampai

buruk : reseksi 22 mm atau lebih atau lakukan sling frontalis.11

Teknik Reseksi Levator Eksternal.22

Sayatan kulit ditandai dalam lipatan kelopak

mata.

Dengan kelopak mata terbuka, sayatan yang

dimaksud akan disembunyikan dalam lipatan

kelopak mata.

Kulit kelopak mata diinsisi, baik dengan laser,

pisau atau pemotong radio-frequency.

Sayatan ditarik terbuka, menunjukkan otot

orbicularis.

Page 25: Ptosis referat

25

Dilakukan pembedahan pada otot levator; otot

sering dilapisi oleh lemak.

Dokter bedah melekatkan kembali otot levator

ke tarsus kelopak mata.

Dokter bedah dapat menempatkan antara satu

dan tiga jahitan untuk memasang kembali otot

levator dan membentuk kontur kelopak mata

yang diinginkan dan tingginya.

Kelopak mata di dijahit menutup.

Page 26: Ptosis referat

26

Frontalis sling

Pada kasus ptosis berat dengan fungsi palpebra 1-2 mm, frontalis sling merupakan

pendekatan yang paling baik.11 Teknik Frontalis Sling digunakan untuk mentransfer

fungsi mengangkat kelopak mata ptotic ke otot frontalis. Diindikasikan pad Untuk

mencapai ptosis kongenital yang berat.22

Teknik Frontalis Sling.22

Dokter Bedah membuat sayatan sepanjang

tepi kelopak mata dan di atas alis.

Mata dilindungi oleh 'plat' yang menutupi

mata, dan dokter bedah menghubungkan

sayatan alis ke sayatan kelopak mata.

Dokter bedah membuat kedua frontalis sling

material melewati antara insisi kelopak mata

dan insisi alis. Bahan sling mungkin fasia,

fasia sintetik, silikon, teflon atau bahan

lainnya.

Kelopak mata dibuat dengan dua rhomboids

(dilihat pada gambar) dengan sling, atau satu

bagian tunggal (tidak ditampilkan).

Page 27: Ptosis referat

27

Dengan bahan sling di tempatkan, kelopak

mata akan terangkat.

Insisi pada alis dan kelopak mata yang

terbuka kemudian ditutup kembali.

Prosedur Fasenella – Servat

Elevasi palpebra dengan cara mengambil jaringan didalam palpebra termasuk tarsus,

konjungtiva dan Müller muscle, jarang digunakan untuk kasus ptosis konginental.

Operasi ini diindikasikan jika fungsi levator baik (10 mm) dan ptosis ringan (1-2

mm).11

Gambar 3.10 Teknik Pembedahan Ptosis

Page 28: Ptosis referat

28

Kebanyakan operasi ptosis berupa reseksi aponeurosis levator atau otot-otot tarsus

superior (atau keduanya). Banyak cara, dari kulit maupun dari konjungtiva, kini dipakai.

Pada tahun-tahun terakhir ini, titik berat diletakkan pada keuntungan membatasi operasi

pada perbaikan dan reseksi aponeurosis levator, terutama pada ptosis yang didapat.5

Pasien dengan sedikit atau tanpa fungsi levator memerlukan sumber pengangkatan

alternatif. Menggantungkan palpebra pada kening (alis) memungkinkan pasien mengangkat

palpebra dengan bantuan gerak alami muskulus frontalis. Fascia lata autogen biasanya

dianggap sebagai alat terbaik untuk menggantung.5

J. Prognosis

Prognosis tergantung pada tingkat ptosisnya dan etiologinya.3

- Ptosis kongenital tipe mild dan moderate dapat mengalami perbaikan seiring dengan

waktu tanpa komplikasi yang berat.

- Ptosis yang menyebabkan ambliopia membutuhkan terapi “Patching”. Ini dilakukan

setelah operasi ptosis.

- Ptosis kongenital yang menyebabkan hambatan penglihatan sebaiknya segera ditangani

dengan pembedahan.

K. Komplikasi

- Underkoreksi

Merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada operasi ptosis. Underkoreksi ini

dapat dicegah dengan mengukur jumlah reseksi aponeurosis levator yang tepat sebelum

ujung aponeurosis dipotong dan dijahit pada pinggir tarsus. Koreksi ulang apabila dijumpai

underkoreksi dapat dilakukan dalam minggu pertama setelah operasi atau pada saat pasien

masih dirawat di rumah sakit. Dalam hal ini harus dapat dibedakan underkoreksi karena

edema setelah operasi dengan underkoreksi sebenarnya.

- Overkoreksi

Dapat disertai dengan keratitis eksposure dan dry eyes.8,15

Page 29: Ptosis referat

29

BAB IV

KESIMPULAN

Diagnosis ptosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi

yang tepat. Anamnesis pada pasien ptosis meliputi identitas; onset ptosis; faktor yang

mengurangi atau pemicu; riwayat keluarga; sejak pertama muncul apakah meningkat, berkurang

atau konstan; hubungannya dengan gerakan rahang, gerakan mata yang abnormal, postur kepala

yang abnormal; riwayat trauma atau pembedahan sebelumnya dan foto lama dari wajah dan mata

pasien dapat dijadikan dokumentasi untuk melihat perubahan pada mata. Pemeriksaan

oftalmologi pada ptosis meliputi pengukuran palpebra fissure height, margin-reflex distance,

upper lid crease, levator function, Bells phenomenon dll.

Etiologi ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi muskulus levator palpebra,

lumpuhnya saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat jaringan penyokong

bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke belakang atau enoftalmus.

Berdasarkan onsetnya ptosis dibagi menjadi ptosis kongenital dan ptosis didapat

(acquired). Berdasarkan etiologinya ptosis dapat dibagi menjadi miogenik, aponeurotik,

neurogenik, mekanikal dan traumatik. Sedangkan menurut derajatnya ptosis dibagi menjadi

ptosis ringan jika batas kelopak mata atas menutupi kornea < 2 mm, ptosis sedang jika batas

kelopak mata atas menutupi kornea 3 mm dan ptosis berat jika batas kelopak mata atas menutupi

kornea > 4 mm.

Penatalaksanaan ptosis tergantung dari etiologi dan derajatnya. Menurut etiologinya, pada

ptosis kongenital (myogenic etiology) dilakukan pembedahan (memperpendek) otot levator yang

lemah serta aponeurosisnya atau menggantungkan palpebra pada otot frontal. Jenis operasi untuk

ptosis kongenital adalah reseksi levator eksternal. Pada ptosis yang didapat (aponeurotic

etiology), misalnya pada myastenia gravis dilakukan koreksi penyebab. Jika koreksi penyebab

tidak mungkin, maka kelopak mata diperpendek menurut arah vertikalnya (jika fungsi levator

baik) atau diikatkan ke frontal (jika fungsi levator buruk). Prosedur Fasenella-Servat lebih sering

digunakan untk kasus ptosis yang didapat.

Page 30: Ptosis referat

30

Sedangkan menurut derajatnya, untuk ptosis ringan yang tidak didapati kelainan kosmetik

dan tidak terdapat kelainan visual seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih

baik dibiarkan saja dan tetap diobservasi. Bila akan dilakukan operasi, prosedur Fasenella-Servat

diindikasikan untuk ptosis ringan. Pada kasus ptosis moderat diindikasikan pembedahan dengan

teknik reseksi levator eksternal. Sedangkan pada ptosis berat, frontalis sling merupakan

pendekatan yang paling baik.

Page 31: Ptosis referat

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta. Ptosis. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 2007;

hal: 100.

2. Ptosis. Steen-Hall Eye Institute. Available at http://www.steen-hall.com/ptosis.html. Last

update : Mei 10, 2010.

3. Suh, Donny Wun. Ptosis, Congenital. Editor(s) : Michael J Bartiss, Donald S Fong, Mark T

Duffy, Lance L Brown, Hampton Roy. Department of Ophthalmology, University of

Nebraska Medical Center. Avaiable at http://www.emedicine.com/ ph/topic345. Last

update : November 13, 2003.

4. Ptosis. TSBVI Education. Available at http://www.tsbvi.edu/Education/anomalies/

ptosis.htm.

5. Vaughan, Daniel. Ptosis. Dalam General Opthalmology. edisi 9, lange Medical Publications,

California, 1980, hal : 50

6. Ilyas, Sidharta. Ptosis. Dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI,

2005; hal.47.

7. Cohen, Adam. Ptosis, Adult. Available at http://www.tsbvi.edu/Education/anomalies/

ptosis_adult.htm. 10 mei 2010.

8. American Academy of Ophthalmology: Orbit, Eyelids, and Lacrimal System in Basic and

Clinical Science Course, Section 7, 2001-2002.page 189-204.

9. Bermant, Michael. Measuring Eyelid Function and Ptosis (drooping upper eyelid). American

Board of Plastic Surgery. Available at

http://www.plasticsurgery4u.com/procedure_folder/eyelid_recon_folder/eyelid_function.ht

ml. 10 Mei 2010.

10. Sparth, George L. Plastic Surgery. Dalam Opthalmic Surgery. W.B. Saunders Company.

Philadelphia. 1982; hal : 582-589.

11. Snell, Richard. Palpebra. Dalam: Anatomi Klinik. Jakarta: EGC, 2006; hal. 766-8.

12. James, Bruce. Kelopak Mata. Dalam: Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta: Penerbit

Erlangga, 2005; hal .3-5.

13. Vaughan, Daniel. Palpebra. Dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika,

2000; hal. 17-21.

14. Aryatul, Aryani. Penatalaksanaan Ptosis dengan Teknik Reseksi Aponeurosis Levator

Melalui Kulit. USU Resepository. 2008; p 1-32.

15. Ilyas, Sidharta. Kelopak Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI,

2007; hal .1-2.

Page 32: Ptosis referat

32

16. Bermant, Michael. Measuring Eyelid Function and Ptosis (drooping upper eyelid). American

Board of Plastic Surgery. Available at

http://www.plasticsurgery4u.com/procedure_folder/eyelid_recon_folder/eyelid_function.ht

ml. 10 Mei 2010.

17. Mahendra. Ptosis: Kelopak Mata yang Menggantung. Available at

http://www.mahendraindonesia.com/ptosis. 10 Mei 2010.

18. Grover, AK. Long Case of Ptosis. Available at http://www.eophtha.com/ ejo13.html. 10

Mei 2010.

19. Newman, Steven A. The Pasient With Eyelid or Facial Abnormalities. Dalam Basic And

Clinical Science Course-Neuro Opthalmology. Bagian 5. The Foundation Of The American

Academy Of Ophthalmology. San Fransisco. 2001; hal : 263.

20. The Online Eye Manual / Occuloplastics. Eyelid Measurements. Available at

http://mail.ml.usoms.poznan.pl/eyemanual/plastics5.htm. 19 Mei 2010.

21. Evans, N.M. The Eyelids. Dalam Opthalmology. Oxford University Press. Oxford. 1995;

hal: 17-20

22. Eye Plastics. Ptosis Surgery: Surgical Technique. Available at

http://www.eyeplastics.com/treatment-of-ptosis-external-levator-frontalis-sling-putterman-

procedure.html Februari 17, 2015.