pterygium case qta
TRANSCRIPT
PTERIGIUM
Definisi
Pterygium merupakan lipatan berbetuk sayap pada konyungtiva dan jarigan
fibrovaskular yang telah menginvasi kornea superfisial.1 Kebanyakan pterigium ditemukan
di bagian nasal dan mengenai kedua mata/ bilateral. 2
Epidemiologi
Pterigium banyak terdapat pada orang dewasa, tetapi dijumpai pula pada anak-
anak, baik laki-laki maupun perempuan.2 Di Amerika serikat, pasien pterigium lebih
kurang 2% , diatas umur 40 tahun dan meningkat pada kalangan dengan eksposur sinar
ultraviolet yang tinggi. Laki-laki dua kali lebih banyak terkena dibandingkan perempuan.3
Etiologi
Pterygium berhubungan erat dengan kondisi lingkungan. Penyebab paling umum
adalah paparan atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata.
Ultraviolet (UV), baik UV A ataupun UV B berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat
pula dipengaruhi oleh faktor- faktor lain seperti alergen, kimia, debu, dan zat pengiritasi
lainnya (Agus, 2005).4
Faktor resiko
Faktor resiko pterigium adalah sebagai berikut
1. Peningkatan paparan cahaya termasuk tinggal di daerah subtropik dan tropis
2. Pada pekerjaan dengan aktifitas di luar ruangan
3. Predisposisi genetik untuk berkembangnya pterigium , tampaknya muncul pada
beberapa keluarga3
Perubahan dari atmosfer terutama karena kerusakan dari lapisan ozon, jumlah dan
intensitas dari sinar ultraviolet meningkat. Hal ini berhubungan erat dengan meningkatnya
kejadian pterygium dengan sinar ultraviolet. Insidensi pterygium lebih tinggi pada pasien
yang bekerja di luar ruangan yang mempunyai waktu yang lebih banyak untuk terpapar
dengan sinar matahari.5
[1]
Pterygium berhubungan dengan paparan UV A dan UV B. Insidensi pterygium erat
dengan paparannya sinar ultraviolet pada usia muda dan menengah. Dan ini juga dikatakan
bahwa usia ini menjadi tahap yang sensitif terhadap terjadinya pteygium. Namun, insiden
juga meningkat lebih tinggi pada keluarga yang mempunyai riwayat pterygium,
kemungkinan diturunkan autosom dominan.5
Patogenesis
1. Iritasi kronis oleh debu kimia (basa)
Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari bola mata, sehingga sangat rentan terkena
iritasi yang terus menerus, konjungtiva juga sering mengalami trauma dan infeksi. Walaupun
sangat rentan terhadap iritasi, infeksi, dan trauma, mata mempunyai mekanisme perlindungan
dengan mengeluarkn air mata bila ada rangsangan benda asing. 6
Proses ini disebabkan oleh adanya lapisan musin yang dapat menangkap benda asing
dan segera memompakan air mata, sehingga mata menjadi basah dan mengencerkan air
materi benda asing untuk melindungi mata dari infeksi ataupun trauma kecil seperti debu atau
uap yang bersifat iritan. Iritasi yang disebabkan oleh debu, basa mengakibatkan lisis lapisan
lipid pada film air mata dan prosesnya terus berlanjut jika terpapar dalam waktu yang lama
sehingga mempengaruhi permukaan konjungtiva terutama daerah limbus dan mengakibatkan
terangsangnya epitel limbus. Hal ini menyebabkan timbulnya jaringan ikat hialin dan fibrosa
yang menyebar menurut garis nasotemporal.6
2. Paparan Ultraviolet (UV)
UV terdiri dari tiga jenis yaitu UV A (320-400 nm), UV B (290-320 nm), UV C (290
nm). Penyebab terjadinya pterygium ini adalah paparanan UV B, dan telah diketahui bahwa
UV B dapat meyebabkan efek mutagenik pada sel. Pancaran sinar UV B dari sinar matahari
hanya 5% yang sampai pada bumi. Respon biologis pada sinar ini berefek akut dan kronik
dan paparan tertinggi akan diterima pada wilayah ekuator dan pada dataran tinggi. Efek UV
B menimbulkan mutasi sel epitel limbus yang merubah TP53 (Tumor Protein) tumor
supresor gen di bagian parental limbal basal sel, gen jaringan elastin, serta sel fibroblast di
epitel limbus sehingga terbentuk jaringan seperti tumor karena pertumbuhan sel ini.
pertumbuhan ini akan berlanjut dan dapat menginvasi basal membran kornea.6
Pterygium juga dapat dibagi dalam 4 derajat yaitu:
[2]
1. Derajat 1: Pterygium hanya terbatas pada limbus kornea
2. Derajat 2: Pterygium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati
kornea.
3. Derajat 3: Pterygium sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata,
dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3- 4 mm).
4. Derajat 4: Jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga menggangu
penglihatan.
Diagnosis
Anamnesa:
1. Pasien dengan pterigia muncul dengan berbagai keluhan berkisar dari tidak ada
gejala sampai kemerahan yang tampak jelas, pembengkakan, gatal, iritasi dan
kekaburan pandangan. 3
2. Penderita dengan pterygium biasanya datang untuk pemeriksaan mata lainnya,
seperti kaca mata dan tidak mengeluhkan adanya pterygium; tetapi ada pula yang
datang dengan mengemukakan adanya sesuatu yang tumbuh di atas korneanya.
Keluhan yang dikemukakan tersebut didasarkan rasa khawatir akan adanya
keganasan atau alasan kosmetik. 2
Pemeriksaan fisik:
1. Menunjukkan penebalan, berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar
ke dalam kornea dengan puncak segitiganya di kornea, kaya akan pembuluh darah
yang menuju ke arah puncak pterygium. 2 Umumnya di sisi nasal, secara
bilateral.2,4,7 Pada kornea penjalaran pterygium mengakibatkan kerusakan epitel
kornea dan membran bowman. Pada bentuk dini, perygium sukar dibedakan
dengan pinguecula. Pada bagian puncak pterygium dini terlihat bercak-bercak
kelabu yang dikenal sebagai pulau-pulau Fuchs.2 Garis Stocker (garis yang
terpigmentasi oleh zat besi) dapat terlihat pada pterygium lanjut di kornea. 1
2. Astigmatisma biasanya terjadi pada pterygium lanjut. 1
Pemeriksaan Histopatologik
[3]
Pemeriksaan histopatologik menunjukkan kerusakan epitel kornea dan membra n
bowman. Terdapat gambaran epitel yang ireguler dan degenerasi hialin dalam
stromanya.2 Kornea menunjukkan kerusakan pada lapisan bowman, biasanya dengan
perubahan inflamasi yang ringan. Lapis bowman kornea diganti oleh jaringan hialin dan
elastis.4 Epitelium dapat saja normal, tebal, atau tipis dan biasanya menunjukkan
displasia. Perubahan patologi yang terjadi terdiri dari degenerasi elastoid kolagen, dan
munculnya jaringan fibrovaskular sub epitelial.1
Diagnosa Banding :
Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama yaitu pinguecula
dan pseudopterigium.4
Pengobatan
Pengobatan pterygium tergantung keadaan pterygiumnya sendiri. Pada keadaan
dini tidak perlu dilakukan pengobatan. Pada keadaan inflamasi diberikan pengobatan
untuk menekan peradangannya, umumnya dipakai steroid topikal.
Jika pterygium membesar dan meluas sampai ke daerah pupil, lesi harus diangkat
secara bedah bersama sebagian kecil kornea superficial.4 Apabila keadaan pterygium
sudah lanjut, sehingga mulai menganggu, maka dilakukan pembedahan. Pterygium
dikatakan mengganggu dengan alasan kosmetik atau menimbulkan keluhan-keluhan baik
refraktif maupun sering merah.2 Eksisi diindikasikan jika visual aksis terancam atau pada
kasus yang dapat menimbulkan iritasi.1
Setelah pembedahan ada kemungkinan residif, yaitu pterygium tumbuh lagi. 4,7
Untuk mencegah residif dapat dilakukan penyinaran dengan Strontium yang
mengeluarkan sinar beta.2 Untuk mencegah perkambuhan, khususnya pada orang yang
bekerja di luar, yang bersangkutan harus memakai kacamata pelindung. 4
Eksisi Pterigium 1
Indikasi eksisi pterigium termasuk:
1. Ketidaknyamanan yang persisten
2. Distorsi visual
3. Pertumbuhan tumor yang progresif (lebih dari 3-4 mm) ke sentral kornea atau
visual aksis.
[4]
4. Berkurangnya pergerakan bola mata
Teknik-teknik pembedahan: 1
1. Bare Sclera excision
2. Excision with conjunctival closure
3. Exicion with amniotic adjunctive therapies
4. Ocular surface transplantation techniques
Eksisi sederhana menunjukkan rekurensi sekitar 50-80%. Sementara eksisi
dengan autograft limbal/konjungtival atau dengan transplantasi membran amnion akan
mengurang angka rekurensi sekitar 5-15%.3
Komplikasi 3
1. Mata merah atau iritasi
2. Distorsi atau reduksi pandangan sentral
3. Scarring kronik pada konjungtiva dan kornea
4. Pterigium yang meluas yang mengenai otot ekstra okuler dapat menghambat
pergerakan bola mata dan menyebabkan diplopia.
Komplikasi post-operatif 3
Komplikasi yang paling sering muncul dari pembedahan pterigium adalah
rekurensi post operatif. Eksisi sederhana memiliki rekurensi sekitar 50-80%. Angka
kekambuhan dapat dikurangi sampai 5-15% dengan penggunaan konjungtival atau limbal
autograft atau transplantasi membran amnion saat eksisi.
Komplikasi lain yang dapat muncul post-operatif adalah:
1. Infeksi
2. Reaksi pada bahan jahitan
3. Scarring pada kornea
4. Diplopia
5. Komplikasi yang jarang seperti perforasi bola mata, perdarahan vitreus atau
ablasio retina
[5]
Prognosis 3
1. Prognosis kosmetik dan visual setelah eksisi pterigia adalah baik.
2. Pada pasien dengan rekurensi pterigium dapat diterapi dengan pembedahan
dengan eksisi ulang dan grafting dengan autograph konjungtiva dan limbal atau
transplantasi membran amnion.
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
[6]
Nama : Ny. E
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Banuaran
Negeri Asal : Pesisir
Seorang pasien perempuan umur 54 tahun di rawat di bangsal mata RS. Dr. M.
Djamil Padang tanggal 3 Maret 2012, dengan:
Keluhan utama : Mata kiri berlemak sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Mata kiri berlemak sejak 3 tahun yang lalu
- Mata kiri terasa sakit, perih, gatal, berair dan merah, hilang timbul dan bertambah
parah jika terkena debu, angin dan sinar matahari
- Penglihatan tampak seperti berkabut sejak sakit, dan pasien merasakan adanya
rasa mengganjal pada matanya dan menghalangi pandangannya
- Mata terasa cepat lelah jika membaca.
- Pasien seorang pedagang kaki lima, yang sehari-harinya sering kena debu, angin,
uara panas dan terpapar sinar matahari. Saat bekerja pasien tidak menggunkan
topi atau kaca mata.
- Silau tidak ada
- Riwayat mata bernanah, luka pada mata kiri tidak ada
- Riwayat trauma pada mata tidak ada
- Riwayat hipertensi ada
- Pasien sebelumnya berobat ke poli M. DJamil, kontrol teratur, sebelum
direncanakan operasi, pasien sebelumnya diberi obat tetes mata, tapi pasien tidak
tahu namanya dan dipakai secara teratur
Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah memakai kaca mata rabun jauh, terakhir memakai kaca mata umur
22 tahun.
[7]
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Kakak kandung pasien juga menderita penyakit seperti ini pada salah satu
matanya.
Status Oftalmologi :
Status Ophtalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 5/5 false 1 5/6
Visus dengan koreksi
Refleks fundus (+) (+)
Silia/supersilia Madarosis(-), trikiasis(-) Madarosis(-), trikiasis(-)
Palpebra superior
Palpebra inferior
Udem -, hiperemis –
Udem -, hiperemis -
Udem -, hiperemis –
Udem -, hiperemis -
Aparat lakrimalis Normal normal
Konjungtiva tarsalis
Konjungtiva fornik
Konjungtiva bulbi
Hiperemis (+), papil (-), folikel
(-)
Hiperemis (+), papil (-), folikel
(-)
Hiperemis (+), papil (-), folikel
(-)
Hiperemis (+), papil (-), folikel
(-)
Hiperemis (+), papil (-), folikel
(-)
Hiperemis (+), papil (-), folikel
(-)
Terdapat massa putih di bagian
nasal, meluas ke kornea
berbentuk kerucut dengan
puncak di kornea, ukuran 3-4
mm dari limbus
Sclera Putih Putih
[8]
Kornea Bening Bening, bagian nasal tertutup
massa putih, ukuran 3-4 mm
dari limbus
Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam
Iris Coklat, rugae(+) Coklat, rugae(+)
Pupil Bulat,rf (+/+) Bulat, rf (+/+)
Lensa Bening Bening
Fundus:
- media
- papil
- pembuluh darah
- retina
- macula
Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Tekanan bulbus okuli N(palpasi) N(Palpasi)
Posisi bulbus okuli Orto Orto
Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas
Diagnosa kerja : Pterigium OS dengan teknik AMT
Diagnosa Banding : -
Anjuran terapi : Eksisi pterigium OS
Follow up :
Status Ophtalmikus Tanggal 4/3/12 OS Tanggal 5/3/12 OS
[9]
Visus tanpa koreksi 5/6 5/6
Visus dengan koreksi
Refleks fundus (+) (+)
Silia/supersilia Madarosis(-), trikiasis(-) Madarosis(-), trikiasis(-)
Palpebra superior
Palpebra inferior
Udem -, hiperemis –
Udem -, hiperemis -
Udem -, hiperemis –
Udem -, hiperemis -
Aparat lakrimalis normal normal
Konjungtiva tarsalis
Konjungtiva fornik
Konjungtiva bulbi
Hiperemis (+), papil (-), folikel
(-)
Hiperemis (+), papil (-), folikel
(-)
Hiperemis (+), papil (-), folikel
(-)
Terdapat massa putih di bagian
nasal, meluas ke kornea
berbentuk segitiga dengan
puncak di kornea, ukuran 3-4
mm dari limbus
Hiperemis (+), papil (-), folikel
(-)
Hiperemis (+), papil (-), folikel
(-)
Hiperemis (+), papil (-), folikel
(-)
Terdapat massa putih di bagian
nasal, meluas ke kornea
berbentuk segitiga dengan
puncak di kornea, ukuran 3-4
mm dari limbus
Sclera Putih Putih
Kornea Bening, bagian nasal tertutup
massa putih, ukuran 3-4 mm
dari limbus
Bening, bagian nasal tertutup
massa putih, ukuran 3-4 mm
dari limbus
Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam
[10]
Iris Coklat, rugae(+) Coklat, rugae(+)
Pupil Bulat,rf (+/+) Bulat, rf (+/+)
Lensa Bening Bening
Fundus:
- media
- papil
- pembuluh darah
- retina
- macula
Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Tekanan bulbus okuli N(palpasi) N(Palpasi)
Posisi bulbus okuli Orto Orto
Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien di bangsal mata RS Dr. M. Djamil Padang
dengan keluhan utama mata kiri berlemak sejak 3 tahun yang lalu. Dari anamnesa
didapatkan mata kiri terasa sakit, perih, gatal, berair dan merah, hilang timbul dan
bertambah parah jika terkena debu, angin dan sinar matahari, penglihatan tampak
seperti berkabut, terasa mengganjal pada mata dan mata terasa cepat lelah jika
membaca. Pekerjaan pasien pedagang kaki lima sehari-hari sering kena debu,
angin, udara panas dan terpapar sinar matahari. Pasien mempunyai riwayat
hipertensi. Kakak kandung pasien juga menderita penyakit seperti ini pada salah
satu matanya.
Dari pemeriksaan ophtalmologi didapatkan visus mata kiri 5/6, pada
konyungtiva mata kiri terdapat massa putih di bagian nasal, meluas ke kornea
[11]
berbentuk segitiga dengan puncak di kornea, ukuran 3-4 mm dari limbus. Pada
kornea didapatkan bagian nasal tertutup massa putih, ukuran 3-4 mm dari limbus.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan ophtalmologi yang mendukung di atas,
kami menegakkan diagnosis pasien ini yaitu pterigium OS. Menurut literatur,
pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konyungtiva yang bersifat
degenerative dan invasif yang dapat meluas ke kornea. Biasanya ditemukan pada
celah kelopak bagian nasal dan berbentuk segitiga dengan puncak dibagian
kornea, pada pasien ini juga ditemukan massa putih berbentuk segitiga di bagian
nasal mata kirinya dengan puncak di bagian kornea. Dari epidemiologi, Pterigium
ini lebih banyak pada dewasa diatas umur 40 tahun, pada pasien ini umurnya 54
tahun.
Menurut literatur diatas, ada 3 faktor resiko untuk pterigium ini, pada
pasien ini ditemukan ketiga faktor resiko tersebut yaitu tempat tinggal didaerah
tropis, pekerjaan diluar ruangan, dan faktor genetik. Penatalaksanaan pasien ini
adalah dengan eksisi pterigium dengan indikasi pertumbuhan tumor yang
progresif (lebih dari 3-4 mm) ke sentral kornea. Prognosa pasien ini setelah di
eksisi diharapkan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. 2008. Clinical Approach to Depositions
and Degenerations of the Conjunctiva, Cornea, and Sclera Chapter 17. In External
Disease and Cornea. Singapore: Lifelong Education Ophthalmologist. pp 366.
2. Ilyas,Sidharta. 2005. Konjungtiva dan Sklera. Dalam Penuntun Ilmu Penyakit
Mata. 3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hlm : 107-108.
3. P. Fisher, Jerome, William Trattler. 2008. Pterygium. Diambil dari
http://www.emedicine.com
4. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2000. Konjungtiva. Dalam Oftamologi umum.
Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. Hal 123.
5. Yan Qi-Chang, et all. 2006. Brief report:Relationship between the morbidity of
pterygium and the duration of ultraviolet rays exposure in Sanya, China. China:
Chin Med J. 119 (15) : 1308-1310
[12]
6. Agus dharmawan S. 2005. Prevalensi ptrygium dan faktor-faktor yang
berhubungan di kalangan pekerja pabrik PT X karawang. Jakarta : FKUI
7. James, Bruce, Chris Chew, Anthony Brun. 2006. Konjungtiva, Kornea, Sklera.
Dalam Lecture Notes: Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Erlangga Medical Science.
Hal 66-67
[13]