psoriasis pustulosa generalisata
DESCRIPTION
Status pasien + Tinjauan pustakaTRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. ES
Usia : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Karyawan kantor
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Betawi
Alamat : Perum Puri Artha Sentosa Blok B4 no. 7 RT/RW 001/011
Bojong Gede, Bogor
1.2 ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis pada tanggal 27 Mei 2015 pukul 12.30 WIB
Keluhan utama : Lenting-lenting berkelompok di paha kanan disertai bercak
merah dengan sisik kasar berwarna putih di seluruh badan
yang terasa nyeri dan gatal.
Keluhan tambahan : cepat lelah, pegal-pegal, nyeri sendi.
Riwayat penyakit sekarang:
Lima tahun sebelum masuk rumah sakit pasien didiagnosis psoriasis untuk pertama
kalinya. Mulanya bercak merah dengan sisik kasar berwarna putih ini muncul di
punggung pasien. Pasien berobat ke dokter kulit dan diberikan obat berupa salap racikan
dan metrotrexat. Penyakit ini sering kambuh bila pasien banyak pikiran. Bila penyakit ini
kambuh biasanya pasien mengobatinya sendiri dengan menebus kopi resep di apotek.
Tiga bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan pada daerah
pergelangan kakinya timbul bercak merah sebesar jagung dengan sisik kasar berwarna
putih, bercak tersebut semakin lama semakin menebal, membesar, dan timbul juga pada
bagian lain seperti punggung, kepala, wajah, dan seluruh badan pasien. Bercak ini
dirasakan gatal. Sebelum bercak ini timbul pasien mengatakan sedang banyak pikiran.
1
Riwayat penggunaan obat seperti penisilin, propanolol, prednison dalam beberapa waktu
sebelum gejala timbul disangkal. Pasien juga mengatakan dirinya tidak memiliki
kebiasaan minum alkohol dan merokok.
Dua bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan sendi-sendi kedua
kakinya bengkak dan terasa nyeri. Hal ini membuat pasien sulit untuk berjalan. Pasien
sempat berobat ke dokter, dokter menyarankan pasien untuk mendapat pengobatan di
RSPAD Gatot Subroto. Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dari dokter yang
merujuknya.
Lima hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan bengkak dan nyeri pada kaki
masih dirasakan namun sudah berkurang. Setelah dilakukan pemeriksaan di poli kulit
RSPAD Gatot Soebroto pasien dinyatakan menderita psoriasis dan diberikan asam
salisilat. Dokter meminta pasien untuk melakukan pemeriksaan darah.
Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien menyadari adanya lenting di paha
kanannya. Lenting ini berwarna putih berukuran sekitar 1 mm. Lenting ini terasa sangat
nyeri.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, lenting pada paha kanannya semakin
banyak dan membentuk kelompok. Lenting ini terasa semakin nyeri dan membuat pasien
semakin sulit untuk berjalan. Bercak merah dengan sisik kasar berwarna putih di seluruh
badan ini masih ada dan dirasa semakin gatal.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
2
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Status gizi
Berat badan : 72 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 26,44 kg/m2 (Overweight)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.9oC
Status Generalis
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : bentuk normal, sekret (-)
Telinga : bentuk normal, sekret (-)
Tenggorokan : tonsil T1-T1, hiperemis (-)
Leher : tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid
Thorax
Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
1.4 STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokasi : regio generalisata
Effloresensi : tampak papul-plak eritematosa, multipel, berukuran lentikular hingga
plakat, sebagian konfluen, disertai skuama kasar, tebal, berlapis warna
putih.
3
Gambar 1. Regio Generalisata Bagian Anterior
Tampak papul-plak eritematosa, multipel, berukuran lentikular hingga plakat, sebagian
konfluen, disertai skuama kasar.
4
Gambar 2. Regio Generalisata Bagian Posterior
Tampak papul-plak eritematosa, multipel, berukuran lentikular hingga plakat,
sebagian konfluen, disertai skuama kasar.
5
Gambar 3. Regio Generalisata Bagian Anterior-Posterior
Tampak papul-plak eritematosa, multipel, berukuran lentikular hingga plakat, sebagian
konfluen, disertai skuama kasar, tebal, berlapis warna putih.
Gambar 4. Plak Eritematosa pada Regio Scalp
Tampak papul-plak eritematosa, multipel, berukuran numular hingga plakat, sebagian
konfluen, disertai skuama, kasar, tebal, berlapis berwarna putih.
6
Gambar 5. Fascialis
Tampak papul-plak eritematosa, multipel, berukuran miliar hingga numular, sebagian
diskret, disertai skuama, kasar, tebal, berlapis berwarna putih.
Gambar 6. Regio pubik
Tampak plak eritematosa, multipel, berukuran numular hingga plakat, sebagian konfluen,
disertai skuama, kasar, tebal, berlapis berwarna putih.
7
Gambar 7. Tungkai atas kanan
Tampak papul-plak eritematosa, sebagian hiperpigmentasi, multipel, berukuran miliar
hingga plakat, sebagian konfluen, disertai skuama, kasar, tebal, berlapis berwarna putih
dan pustul berukuran miliar berkonfluen membentuk lake of pus.
Gambar 8. Regio palmar manus dekstra sinistra
Tidak tampak adanya kelainan.
8
Gambar 9. Dorsum manus dextra-sinistra
Tampak papul-plak eritematosa, multipel, berukuran miliar hingga numular, sebagian
diskret, disertai skuama, kasar, tebal, berlapis berwarna putih
Gambar 10. Digiti I dextra
Pitting nail (+), onikolisis (-), hiperkeratosis subungual (-), distrofi (-)
9
Gambar 11. Regio plantar pedis.
Tidak tampak adanya kelainan.
Gambar 12. Regio dorsum pedis dextra.
Tampak onikolisis dan pitting nail digiti I pedis dekstra,
subungual hiperkeratosis (-), distrofi (-)
10
Gambar 13. Regio lingua.
Tidak tampak geographic tongue.
1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 25 Mei 2015
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
11.9*
36*
4.3*
6100
387000
12-16 gdL
37-47%
4.3-6.0 juta/µL
4,800-10,800/µL
150,000-400,000/µL
11
MCV
MCH
MCHC
Kimia Klinik
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
Kolestrol total
Trigliserida
Kolestrol HDL
Kolestrol LDL
Ureum
Kreatinin
Asam urat
Glukosa Darah (Puasa)
Glukosa Darah (2 jam PP)
Urinalisis
Urine lengkap
- Warna
- Kejernihan
- pH
- Berat jenis
- Protein
- Glukosa
- Bilirubin
- Nitrit
- Keton
- Urobilinogen
- Eritrosit
- Leukosit
- Silinder
- Kristal
- Epitel
84
28
33
14
9
170
171*
36
100
17*
0.6
4.5
78
85
Kuning
Agak keruh
6.0
1.025
-/Negatif
-/Negatif
-/Negatif
-/Negatif
-/Negatif
Positif 1
0-0-1
2-3-2
-/Negatif
-/Negatif
+/positif 1
80-96 fL
27-32 pg
32-36 g/dL
< 35 U/L
< 40 U/L
< 200 mg/dL
< 160 mg/dL
> 35 mg/dL
< 100 mg/dL
20-50 mg/dL
0.5-1.5 mg/dL
2.4-5.7 mg/dL
70-100 mg/dL
< 140 mg/dL
Kuning
Jernih
4.6-8.0
1.010-1.030
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif – Positif 1
< 2/LPB
< 5/LPB
Negatif / LPK
Negatif
Positif
12
- Darah
- Lain-lain
-/Negatif
-/Negatif
Negatif
Negatif
Pemeriksaan gram tidak dilakukan karena pasien menolak (merasa kesakitan).
1.6 RESUME
Pasien perempuan, Ny. ES, berusia 37 tahun, yang memiliki riwayat psoriasis sejak 5
tahun lalu datang dengan keluhan terdapat lenting-lenting berkelompok di paha kanan
yang terasa nyeri sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit disertai bercak merah dengan
sisik kasar berwarna putih di seluruh badan yang terasa gatal sejak 3 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Faktor yang memicu kekambuhan pasien adalah stres emosional.
Pada status generalis keadaan gizi overweight, tekanan darah 140/90, pemeriksaan lain
dalam batas normal. Status dermatologikus pada regio generalisata tampak papul-plak
eritematosa, multipel, berukuran lentikular hingga plakat, sebagian konfluen, disertai
skuama kasar, tebal, berlapis warna putih. Pada tungkai atas kanan tampak papul-plak
eritematosa, sebagian hiperpigmentasi, multipel, berukuran miliar hingga plakat,
sebagian konfluen, disertai skuama, kasar, tebal, berlapis berwarna putih dan pustul
berukuran miliar berkonfluen membentuk lake of pus. Pada dorsum manus dextra-
sinistra tampak papul-plak eritematosa, multipel, berukuran miliar hingga numular,
sebagian diskret, disertai skuama, kasar, tebal, berlapis berwarna putih, dan terdapat
pitting nail pada digiti I sinistra. Pada regio dorsum pedis tampak onikolisis dan pitting
nail digiti I pedis dekstra.
1.7 DIAGNOSIS KERJA
- Psoriasis pustulosa generalisata
1.8 DIAGNOSIS BANDING
- Acute generalized exanthema pustulosis
1.9 ANJURAN PEMERIKSAAN LANJUTAN
- Pemeriksaan histopatologi
- Konsul penyakit dalam
1.10 PENATALAKSANAAN
13
Non medikamentosa
- Bed rest
- Tidak menggaruk bagian lesi yang gatal
- Hindari faktor pencetus (stres)
Medikamentosa
- Tab methotrexate 1x5 mg/hari/po, tiap 12 jam, 3x/minggu
- Tab loratadine 1x10 mg/hari/po
- Asam Salisilat 3 %
Lanolin 50 mg
Vaselin album 100 gr
mf al ung
S2 dd ue
- Lar solution fl no 1
S2 dd ue (untuk kulit kepala)
1.11 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
14
1.12 FOLLOW UP
Tanggal 29 Mei 2015
S: Gatal dan nyeri sudah berkurang
O: Status dermatologis
Lokasi: regio generalisata
Efloresensi: - Tampak papul-plak eritematosa, multipel, berukuran lentikular hingga
plakat, sebagian konfluen, disertai skuama halus, warna putih.
Pada tungkai atas kanan tampak pustul berukuran miliar berkonfluen berkurang.
A: Psoriasis pustulosa generalisata
P: Tab loratadine 1x10 mg
Tab asam folat 1x4 mg
Asam salisilat 3% + lanolin 50 mg + vaselin album 100 gr
Lar solution
Menyarankan pasien untuk tidak menggaruk lesi dan menghindari stres
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PSORIASIS PUSTULOSA GENERALISATA
2.1 Definisi
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama
yang kasar, berlapis-lapis, dan transparan; disertai fenomen tetesan lilin, Auspitz, dan
Kobner.1
2.2 Epidemiologi
Psoriasis terjadi secara global. Prevalensi pada populasi bervariasi dari 0.1%
hingga 11.8%. Kejadian tertinggi yang dilaporkan di Eropa adalah di Denmark
(2.9%) dan Pulau Faeroe (2.8%). Prevalensi di Amerika Serikat sekitar 2.2% hingga
2.6%. Prevalensi psoriasis Afrika-Amerika (Afrika 1.3% banding 2.5% pada Amerika
kulit putih). Angka kejadian psoriasis sangat rendah di Asia (0.4%). Kejadian
psoriasis pada laki-laki sama dengan perempuan. Psoriasis dapat dimulai pada semua
tingkatan usia, tetapi jarang pada usia di bawah 10 tahun. Biasanya timbul pada usia
antara 15-30 tahun.1,2
2.3 Etiopatogenesis
Faktor genetik berperan. Berdasarkan penelitian, pasien yang salah satu orang
tuanya menderita psoriasis berisiko 34-39% terkena psoriasis, sedangkan bila tidak
ada orang tua pasien yang menderita psoriasis maka kemungkinan pasien terkena
psoriasis sebesar 12%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe psoriasis, yaitu
psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan
lambat bersifat non familial. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik ialah
bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-
B13, B17, Bw 57, dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2.
Psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27. Psoriasis artritis juga dihubungkan
dengan HLA-B27.1
16
Faktor imunologik juga berperan. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli
untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T
pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD 4 dengan sedikit sebukan
limfositik dalam epidermis. Sedangkan lesi baru umumnya lebih banyak didominasi
oleh limfosit T CD 8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya
bertambah. Sel Langerhans juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis.
Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen. Pada
psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari.
Sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Nickoloff (1998) berkesimpulan
bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih dari 90% kasus dapat
mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif.1
Faktor pencetus psoriasis diantaranya stres psikis sebagai faktor pencetus
utama, trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol, dan merokok.Faktor
endokrin mempengaruhi perjalanan penyakit. Pada waktu kehamilan umumnya
membaik, sedangkan pada masa pascapartus memburuk. Gangguan metabolisme,
contohnya hipokalsemia dan dialisis. Obat yang dapat menyebabkan residif ialah
beta-adrenergic blocking agents, litium, antimalaria, dan penghentian mendadak
kortikosteroid sistemik.1
2.4 Gejala Klinis
Sebagian penderita mengeluh gatal ringan terutama di kulit kepala dan
anogenital. Tempat predileksi psoriasis pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan
muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku dan lutut, telapak, dan daerah
lumbosakral yang dapat dilihat pada gambar 1.1,3
Gambar 1. Tempat Predileksi Psoriasis3
17
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama di atasnya. Eritema sirkumskripta dan merata, tetapi pada masa penyembuhan
seringkali eritema di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama
berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta transparan. Besar kelainan
bervariasi, dapat miliar, lentikular, nummular, plakat dan dapat berkonfluensi. Jika
seluruhnya atau sebagian besar berbentuk lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya
pada anak-anak, dewasa muda dan terjadi setelah infeksi oleh Streptococcus.1
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner
(isomorfik). Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi
putih pada goresan seperti lilin yang digores, disebabkan oleh perubahan indeks bias.
Cara menggoresnya bisa dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak
serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara
mengerjakannya adalah dengan cara skuama yang berlapis-lapis itu dikerok dengan
ujung gelas alas. Setelah skuama habis maka pengerokan harus dilakukan dengan
pelan-pelan karena jika terlalu dalam tidak tampak perdarahan yang berupa bintik-
bintik melainkan perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis
misalnya trauma akibat garukan dapat menyebabkan kelainan kulit yang sama dengan
psoriasis dan disebut dengan fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3
minggu.1
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yakni sebanyak kira-kira
50%. Keterlibatan kuku ini meningkat seiring dengan usia, durasi, perluasan penyakit,
dan artritis psoriasis. Gambaran umum kuku psoriasis disebut dengan pitting nail atau
nail pit yang berupa lekukan-lekukan miliar (0,5-2 mm) dapat tunggal maupun
multipel. Pitting terjadi karena kelainan keratinisasi. Jari yang paling sering terkena
adalah ibu jari. Gambaran pitting nail dapat dilihat pada gambar 2.1,2
Gambar 2. Pitting nail2
18
Kelainan yang tidak khas yaitu kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat
karena terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hiperkeratosis subungual) dan onikolisis
yang dapat dilihat pada gambar 3 dan 4.1
Gambar 3. Hiperkeratosis Subungual2
Gambar 4. Onikolisis2
Di samping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula
menimbulkan kelainan pada sendi yang dikenal dengan psoriasis artritis. Insiden
psoriasis artritis adalah 5-8%. Kelainan ini terkait MHC kelas I, umumnya bersifat
poliartikular, tempat predileksinya pada sendi interfalangs distal dan terbanyak
terdapat pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar kemudian terjadi ankilosis dan lesi
kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang ditemukan. Pada psoriasis artritis
dapat diberikan metotrexat. 2,3
Bentuk klinis
19
Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yaitu:
1. Psoriasis vulgaris, psoriasis tipe plak
Psoriasis vulgaris atau yang disebut juga tipe plak karena lesi-lesi pada
umumnya berbentuk plak merupakan bentuk psoriasis yang paling umum.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) bersisik,
terdistribusi pada bagian ekstensor anggota gerak khususnya siku, lutut, kulit
kepala, daerah lumbosakral, bokong, dan genital. Gambaran psoriasis vulgaris
dapat dilihat pada gambar 5.1,2
Gambar 5. A-F Lokasi Psoriasis Vulgaris2
2. Psoriasis gutata (eruptif)
Psoriasis gutata berasal dari kata latin gutta yang berarti tetesan. Kelainan
psoriasis gutata berdiameter tidak lebih dari 1,5 cm. Timbulnya mendadak dan
diseminata, umumya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas
setelah influenza atau morbili terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu
juga dapat timbul setelah infeksi yang lain baik bakterial maupun viral.
Gambaran psoriasis gutata dapat dilihat pada gambar 6.1,2
20
Gambar 6. Psoriasis Gutata pada Tungkai (A), Tangan (B),
dan Punggung (C-D)2
3. Psoriasis inversa (psoriasis fleksural)
Psoriasis ini mempunyai tempat predileksi di daerah fleksor. Psoriasis inversa
juga dapar ditemukan pada lipatan kulit seperti axila. Skuama umumnya
minimal, batas eritema jelas. Gambaran psoriasis inversa dapat dilihat pada
gambar 7.1,2
Gambar 7. Psoriasis Inversa. A. Plak Merah Mengkilap. B. Napkin Psoriasis 2
4. Psoriasis eksudativa
Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan pada psoriasis dalam bentuk
kering, tetapi pada jenis ini kelainannya bersifat eksudatif.1
5. Psoriasis seboroik (seboriasis)
21
Gambaran klinis seboriasis ditandai adanya bercak eritematosa dengan skuama
yang berminyak dan sedikit lunak di daerah seboroik (kulit kepala, lipatan
nasolabial).1
6. Psoriasis pustulosa
Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa, yaitu:
a. Psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber)
Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif, mengenai
telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa
kelompok-kelompok pustul kecil steril, di atas kulit yang eritematosa,
disertai rasa gatal.1
b. Psoriasis pustulosa generalisata (von Zumbusch)
Psoriasis pustulosa generalisata (von Zumbusch) dapat ditimbulkan
oleh berbagai faktor provokatif, misalnya obat, yang tersering karena
penghentian kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan
derivatnya, serta antibiotik beta laktam yang lain, hidroklorokuin,
kalium iodide, morfin, sulfapiridin, sulfonamide, kodein, dan
fenilbutason. Faktor lain selain obat ialah hipokalsemia,
hipoparatiroidisme, sinar matahari, progesteron, alkohol, stres
emosional, serta infeksi bacterial terutama Streptococcus group A dan
virus. Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah
mendapat psoriasis. Dapat pula muncul pada penderita yang belum
pernah menderita psoriasis. Psoriasis pustulosa generalisata berkorelasi
dengan HLA B-27. Hal ini berhubungan dengan kejadian poliartritis.
Gejala awalnya ialah kulit nyeri, rasa terbakar hiperalgesia disertia
gejala umum berupa demam dalam beberapa hari, malaise, nausea,
anoreksia dapat berkembang menjadi dehidrasi dan sepsis. Plak
psoriasis yang telah ada makin eritematosa, timbul banyak plak dan
eritematosa pada kulit yang normal. Dalam beberapa jam timbul banyak
pustul steril miliar (2-3mm) pada plak-plak tersebut. Pustul tersebar
pada badan dan ekstremitas, termasuk kuku jari, telapak tangan, dan
telapak kaki. Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi membentuk lake
of pus berukuran beberapa cm. Gambaran psoriasis pustulosa
generalisata dapat dilihat pada gambar 8.1,2
22
Gambar 8. A-B Psoriasis Pustulosa Generalisata (Von Zumbusch)2
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis (leukosit
dapat mencapai 20.000/ul), kultur pus dari pustul steril, dan pada gambaran
histologi menunjukkan karakteristik pustula Kogoj yaitu kelompok neutrofil di
stratum spinosum dan perubahan khas epidermis psoriasis seperti hiper dan
parakeratosis atau pemanjangan rete ridges. Komplikasi yang ditimbulkan
dapat berupa gangguan pernapasan akut dan infeksi sekunder.1,4,5
7. Psoriasis eritoderma
Psoriasis eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu
kuat atau karena penyakitnya sendiri yang meluas mengenai seluruh tubuh
yang dapat dilihat pada gambar 9.1
23
Gambar 9. Psoriasis Eritoderma.Hiperkeratosis dan Deskuamasi (B dan C)2
Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat
eritema dan skuama tebal universal. Adakalanya lesi psoriasis masih tampak
samar-samar yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi. Penderita
dengan eritoderma psoriasis akan kehilangan panas yang berlebihan karena
vasodilatasi berlangsung menyeluruh. Hal ini dapat mengakibatkan
hipotermia. Penderita dapat menggigil dalam upaya meningkatkan suhu tubuh.
Kulit psoriasis sering hipohidrotik akibat oklusi saluran keringat. Selain itu,
dapat terjadi gagal jantung akibat peningkatan curah jantung, gangguan fungsi
hepar, dan gangguan fungsi ginjal.1
2.5 Pemeriksaan Histopatologi
Psoriasis memberikan gambaran histopatologi yang khas yakni parakeratosis
dan akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut abses
Munro. Selain itu terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi di subepidermis.1
Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan
keratinisasi sel-sel epidermis terlalu cepat dan stratum korneum tampak menebal. Di
dalam sel-sel tanduk ini masih ditemukan inti sel (parakeratosis). Di dalam stratum
korneum dapat ditemukan kantong-kantong kecil yang berisikan sel radang
polimorfonuklear yang dikenal sebagai mikro abses Munro. Pada puncak papil dermis
didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang disertai oleh sebukan sel radang
limfosit dan monosit.1
24
2.6 Diagnosis Banding
Jika gambaran klinisnya khas, tidaklah susah untuk menegakkan diagnosis
psoriasis. Jika tidak khas maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit yang
tergolong dalam dermatosis eritroskuamosa.1
Pada stadium penyembuhan dapat ditemukan eritema yang hanya terdapat di
pinggir sehingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaanya adalah terdapat keluhan
yang sangat gatal pada dermatofitosis dan pada pemeriksaan sediaan langsung
ditemukan adanya jamur.1
Sifilis stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis psoriaformis.
Perbedaanya adalah pada sifilis terdapat riwayat hubungan seksual dengan tersangka
yang juga menderita sifilis, pembesaran kelenjar getah bening menyeluruh dan tes
serologik untuk sifilis positif.1
2.7 Penatalaksanaan
Secara garis besar, pengobatan pada psoriasis terdiri dari pengobatan secara
sistemik, pengobatan secara topikal, terapi penyinaran dengan PUVA dan pengobatan
dengan cara Goeckman.1
1. Pengobatan Sistemik
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis dengan dosis ekuivalen
prednisone 30 mg per hari. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan
lalu diberikan dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata.1
b. Obat Sitostatik
Obat sitostatik yang biasa digunakan adalah metotrexate (MTX). Obat
ini bekerja dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase, sehingga
menghambat sintesis timidilat dan purin. Obat ini menunjukkan hambatan
replikasi dan fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek
hambatan sintesis.1
Indikasinya ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis artritis
dengan lesi kulit dan eritroderma karena psoriasis yang sukar terkontrol
dengan obat standar. Kontraindikasinya ialah bila terdapat kelainan hepar,
ginjal, sistem hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya TBC,
25
Ulkus peptikum, colitis ulserosa dan psikosis). Pada awalnya metotrexate
diberikan dengan dosis inisial 5 mg per oral pada penderita dengan psoriasis
untuk melihat apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak
terjadi efek yang tidak diinginkan maka metotrexate diberikan dengan dosis 3
x 2.5mg dengan interval 12 jam selama 1 minggu dengan dosis total 7.5 mg,
jika tidak ada perbaikan dosis dinaikkan 2,5 - 5 mg per minggu secara
bertahap, dosis ditingkatkan sampai mencapai dosis terapeutik berkisar 10-15
mg/minggu, maksimal 25-30 mg/minggu. Efek terapi biasanya membutuhkan
waktu 4-8 minggu. Cara lain adalah dengan pemberian metotrexate i.m dosis
tunggal sebesar 7,5 – 25 mg. Tetapi dengan cara ini lebih banyak
menimbulkan reaksi sensitivitas dan reaksi toksik. Jika penyakit telah
terkontrol maka dosis perlahan diturunkan dan diganti ke pengobatan secara
topikal.1
Setiap 2 minggu dilakukan pemeriksaan hematologi, urin lengkap,
fungsi ginjal dan fungsi hati. Bila jumlah leukosit < 3500/uL maka pemberian
metotrexate dihentikan. Bila fungsi hepar baik maka dilakukan biopsi hepar
setiap kali dosis mencapai dosis total 1,5 gram, tetapi bila fungsi hepar
abnormal maka dilakukan biopsi hepar bila dosis total mencapai 1 gram.1
Efek samping dari penggunaan metotrexate adalah nyeri kepala,
alopesia, gangguan saluran cerna, sumsum tulang, hepar dan lien. Pada saluran
cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis ulcerosa dan diare. Pada reaksi
yang hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Depresi
sumsum tulang menyebabkan timbulnya leukopenia, trombositopenia dan
kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis dan sirosis.1
Asam folat diberikan dengan dosis 1-5 mg/hari untuk mengurangi efek
samping seperti mual dan anemia megaloblastik tanpa mengurangi efektifitas
anti psoriasis. Lecovorin kalsium (asam folinik) merupakan satu-satunya
antidotum toksisitas hematologi MTX sehingga bila terjadi kelebihan dosis
maka diberikan lecovorin kalsium (asam folinik) dengan dosis 20 mg secara
parentral atau oral, dosis selanjutnya diberikan setiap 6 jam.2
26
c. Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Pada
beberapa pasien Parkinson yang juga menderita psoriasis dan diterapi dengan
levodopa menunjukkan perbaikan. Berdasarkan penelitian, Levodopa
menyembuhkan sekitar 40% pasien dengan psoriasis. Dosisnya adalah 2 x 250
mg – 3 x 250 mg. Efek samping levodopa adalah mual, muntah, anoreksia,
hipotensi, gangguan psikis dan gangguan pada jantung.1
d. Diaminodifenilsulfon
Diaminodifenilsulfon (DDS) digunakan pada pengobatan psoriasis
pustulosa tipe Barber dengan dosis 2 x 100 mg sehari. Efek sampingnya
adalah anemia hemolitik, methemoglobinuria dan agranulositosis.1
e. Etretinat (tegison ®, tigason ®¿ dan Asitretin (neotigason®)
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan
bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek
sampingnya. Etretinat efektif untuk psoriasis pustular dan dapat pula
digunakan untuk psoriasis eritroderma. Pada psoriasis obat tersebut
mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal.
Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum
terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgbb/hari. Efek
sampingnya berupa kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata,
dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan
persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar, hiperostosis, dan
teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat
dihentikan. Asitretin (neotigason®) merupakan metabolit aktif etretinat yang
utama. Efek sampingnya dan manfaatnya serupa dengan etretinat.
Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2 hari, dibandingkan dengan
etretinat yang lebih dari 100 hari.1
f. Siklosporin
Siklosporin sangat efektif untuk psoriasis dengan penyebaran luas,
psoriasis eritoderma, dan kelainan kuku pada psoriasis.Efeknya ialah
imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kgbb/hari. Siklosporin bersifat nefrotoksik dan
27
hepatotoksik sehingga pengobatan sebaiknya dihentikan jika ada disfungsi
ginjal dan atau terjadinya hipertensi. Hipertensi yang diinduksi siklosporin
dapat diobati dengan nifedipin. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya
setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan. Selain itu, pada penggunaan
siklosporin dapat menimbulkan gejala neurologi seperti tremor, sakit kepala,
parestesi, dan atau hipestesi. Pengobatan psoriasis jangka panjang dengan
siklosporin dosis rendah dapat meningkatkan risiko kanker kulit non
melanoma.1,2
g. Terapi biologik
Obat biologik merupakan obat yang baru, efeknya memblok langkah
molekular spesifik penting pada patogenesis psoriasis ialah infiksimal,
alefasep, etanersep, adalimumab, dan ustekimumab. Secara umum memiliki
aktivitas antipsoriasis yang kurang lebih sebanding dengan MTX dan risiko
hepatotoksisitas yang lebih rendah. Namun obat ini jauh lebih mahal dan
membawa risiko imunosupresif.1
Pada artritis psoriatik, bila ringan diobati dengan obat antiinflamasi
nonsteroid, bila berat dengan metotreksat. Bila kontraindikasi atau tidak
responsif MTX baru diberikan terapi biologi.1,2
2. Pengobatan Topikal
a. Preparat Ter
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter. Ter merupakan
produk distalasi kering dari bahan organik yang dipanaskan tanpa oksigen.
Efek ter adalah anti radang dan mengurangi mitotik lapisan basal epidermis.
Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari:
Fosil, misalnya iktiol.
Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.
Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis,
yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari
batubara lebih efektif daripada ter berasal dari kayu, sebaliknya kemungkinan
memberikan iritasi juga besar. Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik
digunakan ter yang berasal dari batubara, karena ter tesbut lebih efektif
28
daripada ter yang berasal dari kayu dan pada psoriasis yang menahun
kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebaliknya pada psoriasis akut dipilih ter
dari kayu, karena jika dipakai ter dari batu bara dikuatirkan akan terjadi iritasi
dan menjadi eritroderma.1
Ter yang berasal dari kayu kurang nyaman bagi penderita karena
berbau kurang sedap dan berwarna coklat kehitaman. Sedangkan likuor
karbonis detergens tidak demikian. Konsentrasi yang biasa digunakan 2 – 5%,
dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi
dinaikkan. Supaya lebih efektif, maka daya penetrasi harus dipertinggi dengan
cara menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3 – 5 %. Sebagai
vehikulum harus digunakan salap karena salap mempunyai daya penetrasi
terbaik.1,2
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal memberi hasil yag baik. Potensi dan vehikulum
bergantung pada lokasinya. Pada skalp, muka dan daerah lipatan digunakan
krim, di tempat lain digunakan salap. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia
eksterna dipilih potensi sedang, bila digunakan potensi kuat pada muka dapat
memberik efek samping di antaranya telangiektasis, sedangkan di lipatan
berupa strie atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan salap
dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung pada lama penyakit. Jika
telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.1
Kortikosteroid biasanya dikombinasi dengan asam salisilat 3%;
kortikosteroid fluorinasi mempunyai daya kerja lebih baik, misalnya
triamsinolon asetonida 1%, betametason valerat 0,1%, fluosinolon asetonida
0,025% atau betametason benzoat 0,025%.1
c. Ditranol (Atralin)
Ditranol digunakan dalam pengobatan psoriasis terutama psoriasis
plak. Kekurangannya adalah mewarnai kulit, rambut, kuku, dan pakaian.
Antralin memiliki aktivitas antiproliferatif pada keratinosit manusia dengan
efek anti peradangan yang poten. Terapi antralin dimulai dengan konsentrasi
rendah 0,05 sampai 0,1 %. Selanjutnya konsentrasi yang biasanya digunakan
0,2-0,8 persen dalam pasta, salap, atau krim. Lama pemakaian hanya ¼ – ½
29
jam sehari sekali untuk mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.
Untuk mencegah auto oksidasi, sebaiknya ditambahkan asam salisilat 1-2%.1
d. Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vitamin D. Preparatnya berupa salap atau
krim 50 mg/g. Penggunaan dua kali sehari lebih efektif dibandingkan satu kali
sehari. Dosis yang direkomendasikan 100 g/minggu. Perbaikan setelah satu
minggu. Efektivitas salap ini sedikit lebih baik daripada salap betametason 17-
valerat. Efek sampingnya pada 4 – 20% berupa iritasi, yakni rasa terbakar dan
tersengat, dapat pula telihat eritema dan skuamasi. Rasa tersebut akan hilang
setelah beberapa hari obat dihentikan.Selain itu perlu diperhatikan adanya
hiperkalsemia.1,2
e. Tazaroten
Obat ini merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya
menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan
menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit
sehingga skuama dan ketebalan plak dapat berkurang. Tersedia dalam bentuk
gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan
dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat
penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa
gatal, rasa terbakar dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.1
f. Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh
(selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salap dengan
bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan
akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Lebih baik digunakan segera
setelah mandi. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.1
g. Pengobatan dengan penyinaran
Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat
mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang
terbaik ialah penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan
jika berlebihan akan memperberat psoriasis. Karena itu digunakan sinar
30
ultraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal dengan UVA. Sinar
tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen
(8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama
dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman.
Dapat juga digunakan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak,
gutata, pustular, dan eritroderma. Pada yang tipe plak dan gutata
dikombinasikan dengan salap likuor karbonis detergens 5 -7% yang dioleskan
sehari dua kali. Sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12 -23 m J
menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali
dinaikkan sebagai 15% dari dosis sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali.
Target pengobatan ialah pengurangan 75% skor PASI (Psoriasis Area and
Severity Index). Hasil baik dicapai pada 73,3% kasus terutama tipe plak.1
3. PUVA
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang
sinergik. Mula-mula 10 – 20 mg psoralen diberikan, 2 jam kemudian dilakukan
penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x seminggu.
Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3 – 4 minggu, setelah itu dilakukan
terapi pemeliharaan seminggu sekali atau dijarangkan untuk mencegah rekuren.
PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan psoriasis pustulosa.
Beberapa penyelidik mengatakan pada pemakaan yang lama kemungkinan akan
terjadi kanker kulit.1
4. Pengobatan Cara Goeckerman
Pada tahun 1925 Goeckerman menggunakan pengobatan kombinasi ter berasal
dari batubara dan sinar ultraviolet. Kemudian terdapat banyak modifikasi mengenai
ter dan sinar tersebut. Yang pertama digunakan ialah crude coal ter yang bersifat
fotosensitif. Lama pengobatan 4 – 6 minggu, penyembuhan terjadi setelah 3 minggu.1
a. Psoriasis pustulosa palmo-plantar (Barber)
Pengobatannya sulit, bermacam-macam obat dapat digunakan. Tetrasiklin
diberikan selama 4 minggu, metrotreksat untuk bentuk yang parah dengan
dosis 15-25 mg per minggu, etretinat 25-50 mg sehari, kortikosteroid
(prednison) dengan dosis 40-50 mg sehari. Kolkisin juga dapat digunakan
31
dengan dosis 0,5 – 1 mg sehari, diberikan dua kali, setelah ada perbaikan dosis
diturunkan menjadi 0,2-0,5 mg sehari.1
b. Psoriasis pustulosa generalisata (von Zumbusch)
Kortikosteroid dapar dipakai sebagai pengobatan penyakit ini, dosis prednison
sehari 40 mg. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan.
Obat lain yang dapat digunakan ialah asitretin dengan dosis 2x25 mg sehari.
Kedua obat tersebut bila digabung lebih efektif. Jika menyembuh dosis
keduanya diturunkan, kortikosteroid lebih dahulu.1
2.8 Prognosis
Psoriasis bersifat kronis dan residif. Eritoderma psoriasis dan psoriasis
pustulosa generalisata memiliki prognosis yang buruk dengan kecenderungan menjadi
semakin parah dan persisten.1,2
2.9 Pencegahan
Tidak diketahui adanya pencegahan terhadap psoriasis.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keenam. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2010.h.189-95.
2. Gudjonsson JE. Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general
32
medicine. Volume 1. Eighth edition. New York: Mc Graw Hill; 2012.p.309-
48.
3. Wolff K, Johnson RA, Saavedra. Psoriasis and psoriasiform dermatoses. In:
Fritzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical dermatology. Seventh
edition. New York: Mc Graw Hill; 2013.p.49-61.
4. Sterry W, Sabat R, Philipp S, editor. Pustular psoriasis. In: Sterry W, Sabat R,
Philipp S. Psoriasis diagnosis and management.UK: Wiley Blackwell Science;
2015.h.78-92.
5. Griffths CEM, Barker JNWN. Psoriasis. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Griffiths C. Rook’s textbook of dermatology. Volume 1. Eighth edition. UK:
Wiley Blackwell Science; 2010.p.902-14.
33