psikologi sosial 1 identitas sosial

23
MAIZA FIKRI, ST., M.M [email protected]

Upload: jaeger

Post on 23-Jan-2016

158 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL. MAIZA FIKRI, ST., M.M [email protected]. IDENTITAS SOSIAL. - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

Page 1: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

MAIZA FIKRI, ST., M.M

[email protected]

Page 2: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

IDENTITAS SOSIALMenurut William James dalam Walgito, identitas sosial

lebih diartikan sebagai diri pribadi dalam interaksi sosial, dimana diri adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya tentang tubuh dan keadaan fisiknya sendiri saja, melainkan juga tentang anak–istrinya, rumahnya, pekerjaannya, nenek moyangnya, teman–temannya, milikinya, uangnya dan lain–lain.

Lebih lanjut disimpulkan bahwa diri adalah semua ciri, jenis kelamin, pengalaman, sifat – sifat, latar belakang budaya, pendidikan, dan semua atribut yang melekat pada seseorang.

Page 3: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

4 Dimensi dalam mengkonseptualisasikan identitas sosial

Menurut Jackson and Smith dalam Barron and Donn:

1.Persepsi dalam konteks antar kelompok.

2.Daya tarik in- group

3.Keyakinan saling terkait

4.Depersonalisasi

Keempat dimensi di atas, cenderung muncul ketika individu

berada ditengah – tengah kelompok.

Page 4: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Komponen dalam Identitas Sosial1. Diri pribadi Berfikir mengenai diri sendiri merupakan hal yang paling

sering dilakukan oleh orang. Pada umumnya, orang akan berpusat pada dirinya sendiri. Sehingga, diri adalah pusat dari dunia sosial setiap orang. James membagi diri menjadi dua jenis. Pertama diri sebagai “DIRI”. Dan yang kedua diri sebagai “AKU”. Diri adalah aku sebagaimana dipersepsikan oleh orang lain sebagai objek (objective self) sedangkan Aku adalah inti dari diri aktif, mengamati, berfikir dan berkehendak (subjective self).

Page 5: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Aspek-aspek dalam diri :

Kesadaran diri subjektif

Kesadaran diri objektif

Kesadaran diri simbolik

Page 6: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

• 2. Konsep diri pribadi Konsep diri adalah kumpulan keyakinan dan

persepsi diri terhadap diri sendiri yang teroganisir.

Chaplin mengartikan konsep diri sebagai evaluasi individu mengenai diri sendiri; penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan.

Struktur konsep diri :

1.Central Self – conception

2.Peripheral self – conception

Page 7: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Diri dan Konsep Diri

Ketika diri berjalan selaras dengan konsep diri yang

diyakini oleh individu, maka yang akan muncul

kemudian adalah effect self – reference. efek ini berasal

dari perhatian dan memori yang terjadi karena

pemrosesan kognitif terhadap informasi yang relevan

terhadap diri lebih efisien daripada pemoresesan

informasi jenis lain.

Page 8: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Konsep Diri SosialSelain identitas diri unik yang dikenal dengan

identitas diri personal, juga ada aspek sosial dari diri yang kita bagi dengan orang lain. Aspek ini yang kita sebut dengan konsep diri sosial. Secara umum didefinisikan bahwa diri sosial adalah bagian dari siapa kita dan bagaimana kita berfikir tentang diri kita sendiri ditentukan oleh identitas kolektif. Terdapat 2 komponen yang melandasi diri sosial, yaitu:

1.Hubungan interpersonal

2.Hubungan keanggotaan pada kelompok yang lebih besar

Page 9: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

FAKTOR EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI KONSEP DIRI

1. Perubahan usia

2. Memasuki pekerjaan baru

3. Perubahan hidup yang besar

4. Interaksi interpersonal

Page 10: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Self - Esteem

Ada banyak motif yang memungkinkan munculnya self –

esteem, yaitu:

1.Self – assesment

2.Self – enhancement

3.Self - verification

Page 11: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Mengevaluasi diri sendiri

Ketika individu memiliki self – esteem yang tinggi terhadap dirinya sendiri, berarti individu tersebut memiliki kecenderungan menyukai dirinya sendiri. Evaluasi positif tersebut, sebagian berdasarkan opini orang lain dan sebagian berdasarkan dari pengalaman spesifik individu tersebut.

Namun, tak dapat dipungkiri bahwa pembentukan self – esteem tidak lepas dari pengaruh budaya setempat.

Page 12: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Social comparisons

Ketika individu mengevaluasi tentang siapa dirinya, secara langsung dia akan menemukan informasi utama yang relevan tersebut di orang lain. Individu akan menilai dirinya sendiri atas dasar perbandingan sosial. Ini yang disebut dengan social comparison.

Social comparison tersebut bergantung pada siapa, kelompok apa atau aspek apa yang dijadikan sebagai parameter pembanding. Ketika individu membandingkan bahwa orang lain jauh lebih buruk daripada dirinya, maka ini dikenal dengan istilah perbandingan sosial ke bawah (baca; downward social comparison). Sikap ini bisa menjadi positif atau negatif pada individu terssebut, bergantung pada kelompok pembandingnya

Page 13: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Aspek lain dari fungsi SelfSelf – focusing

Individu, disadari atau tidak dalam keadaan apapun akan selalu memberikan perhatian kepada dirinya sendiri dan dunia eksternalnya. Ini yang disebut dengan fokus diri (self – focusing). Lebih lanjut didefinisikan bahwa fokus diri adalah tingkah laku yang mengarahkan perhatian seseorang kepada diri sendiri daripada sekelilingnya.

Fokus diri yang terus menerus dan konsisten dapat menyebabkan kesulitan bagi individunya.

Kondisi ini, berdasarkan hasil penelitian sering dan lebih kuat terjadi pada wanita dibanding pria (Flory,dkk. 2000).

Page 14: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Self – monitoring

Istilah self – monitoring merujuk pada kecenderungan untuk mengatur tingkah – laku berdasarkan petunjuk eksternal seperti bagaimana orang lain bereaksi (self – monitoring tinggi) atau berdasar pada petunjuk internal sebagai petunjuk keyakinan seseorang dan sikapnya (self – monitoring rendah).

1.Self – monitoring rendah

Individu dengan monitoring diri yang rendah cenderung akan melakukan dengan cara yang konsisten terlepas dari situasi yang ia hadapi.

2.Self – monitoring tinggi

Individu dengan monitoring diri yang tinggi akan cenderung mengubah bertingkah laku saat situasi berubah.

Page 15: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Self – efficacy (Percaya pada diri sendiri)

Merupakan evaluasi seseorang terhadap

kemampuan dan kompetensinya untuk melakukan sebuah

tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan

(Bandura, 1977).

Lebih lanjut mengenai self-efficacy, Bandura

(2000) mengajukan self-efficacy kolektif yaitu keyakinan

yang dibagi oleh anggota sebuah kelompok bahwa aksi

kolektif akan menghasilkan efek yang diinginkan.

Page 16: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

GENDER : Menjadi Seorang Laki-laki atau Perempuan Sebagai Aspek Krusial Identitas

Jenis kelamin dan Gender

Jenis kelamin didefinisikan sebagai istilah biologis

berdasarkan perbedaan anatomi fisik antara laki-laki dan

perempuan. Gender merujuk pada segala sesuatu yang

berhubungan dengan jenis kelamin individu, termasuk

peran, tingkah laku, kecenderungan, dan atribut lain yang

mendefinisikan arti menjadi seorang laki-laki atau

perempuan dalam kebudayaan yang ada.

Page 17: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Dasar identitas gender

Teori skema gender menyatakan bahwa anak-anak memiliki kesiapan umum untuk mengorganisasikan informasi tentang self atas dasar definisi budaya pada atribut laki-laki dan perempuan yang sesuai (Bem, 1981, 1983).

Dengan bertambah dewasanya anak, tipe jenis kelamin (sex typing) terjadi ketika mereka memahami stereotip “tepat” yang berhubungan dengan kelaki-lakian dan kepermpuanan dalam budaya mereka. Hal penting dari apa yang dipelajari anak tentang gender adalah berdasarkan observasi terhadap orang tua mereka dan mencoba menjadi seperti mereka.

Page 18: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Peran Tingkah Laku Gender dan Reaksi Terhadapnya

Dengan diperkenalkannya androgini sebagai salah satu kemungkinan peran gender, banyak penelitian berfokus pada hipotesis yang menyatakan bahwa androgini lebih disukai daripada tipe gender laki-laki atau perempuan.

Dalam budaya tertentu, maskulinitas lebih menguntungkan dibandingkan androgini. Abdalla (1995) mempelajari self-efficacy dari mahasiswa Arab di Qatar dan Kuwait dalam proses membuat keputusan karir.

Page 19: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Dibalik jenis maskulinitas dan feminitas yang diteliti oleh BSRI, ada identifikasi peran eksterm.hal pertama yang dipelajari adalah hipermaskulinitas dan hiperfeminitas.

Baik hipermaskulinitas dan hiperfeminitas berhubungan dengan dukungan terhadap berbagai bentuk agresi legal. Bahkan pada tingkat maskulinitas yang kurang eksterm, pria yang mengidentifikasikan diri secara kuat dengan peran maskulin bertingkah laku lebih kasar dan agresif dibanding pria yang moderat.

Page 20: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL
Page 21: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Peran Gender Tradisional pada masa ke-21

Pad tahun 1998 konvensi U.S Southern Babtist menyetujui deklarasi bahwa wanita seharusnya “ mengabdikan dirinya dengan senang hati” pada kepemimpinan suaminya dan seorang pria harus ”membiayai, melindungi dan mempin keluarganya” (niebuhr, 1998)

Pria dan Laki-laki memainkan peran yang aktif dalam mengambil keputusan sementara wanita dan anak perempuan hanya mengikuti pimpinan laki-laki.

Page 22: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Perbedaan kenis kelamin dalam tingkah laku interpersonal

Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan tingkah laku karna mereka memiliki jumlah hormon yang berbeda. Pria memiliki tingkat testoteron yang lebih tinggi dibanding wanita, sehingga pria bertingkah laku lebih dominan dibanding wanita. Aube serta kolegannya (2000).menyatakan bahwa alasan dari perbedaan jenis kelamin adalah karena wanita merasa terlalu bertanggung jawab akan kesejahteraan orang lain dan sulit bersikap asertif galam lingkungannya.

Page 23: PSIKOLOGI SOSIAL 1 IDENTITAS SOSIAL

Perbedaan Persepsi diri Laki-laki dan perempuan Dibanding pria, wanita cenderung mengekspresikan

kekhawatiran dalam ketidak puasan lebih banyak terhadap tubuh dan penampilan fisik mereka secara keseluruhan (Hagborg, 1993). Bahkan penuaan dipandang lebih negatif bagi wanita dari pada pria (Clark, 1986).

Kolumnis Dave Barry(1998) menyatakan bahwa pria memandang diri mereka memiliki penampilan biasa-biasa saja, ini menarik. Namun bagi wanita, memiliki penampilan biasa-biasa saja berarti penampilan mereka tersebut tidak cukup memuaskan.