proses perumusan dan pengesahan pancasila...

27
PROSES PERUMUSAN DAN PENGESAHAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA PERUBLIK INDONESIA Disusun oleh : Endah Ari Setyani (7101416036) Pendidikan Administrasi Perkantoran 2016 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017

Upload: trinhkhanh

Post on 06-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PROSES PERUMUSAN DAN PENGESAHAN PANCASILA SEBAGAI

DASAR NEGARA PERUBLIK INDONESIA

Disusun oleh :

Endah Ari Setyani (7101416036)

Pendidikan Administrasi Perkantoran 2016

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017

A. Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia

Memahami peranan Pancasila di era reformasi, khususnya

dalam konteks sebagai dasar dan ideologi nasional, merupakan

tututan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki

pemahaman yang sama, dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap

yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional

selama lebih dari 55 tahun terakhir ini dihadapkan pada situasi

yang tidak kondusif sehingga kredibilitasnya menjadi diragukan,

diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis. Hal

ini diperparah oleh minimal dua hal, ialah: yang pertama,

penerapan Pancasila yang dilepaskan dari prinsip-prinsip dasar

filosofinya sebagai dasar negara; dan yang kedua, krisis

multidimensional yang melanda bangsa Indonesia sejak 1998 yang

diikuti oleh fenomena disintegrasi bangsa (A. T Soegito dkk,

2016:58). Dengan pertimbangan hal tersebut maka peranan

Pancasila sebagai dasar negera sangatlah penting untuk kita

pahami. Dengan kita memilki persepsi dan sikap yang sama

terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila maka tidak

akan ada lagi perdebatan dan keraguan terhadap Pancasila

sebagai dasar negara Indonesia. Sebagai bangsa yang baik

seharusnya kita menghargai jasa para pahlawan dengan

mempelajari, menjalankan dan memajukan bangsa Indonesia ini

salah satunya dengan mempelajari dasar negaranya. Dengan

mempelajari, serta mengamalkan sila-sila dari dasar negara ini

maka kita akan hidup damai sebagai bangsa yang hebat.

Seperti yang dikutip dalam buku (A. T Soegito dkk, 2016:61)

bahwa, Prinsip-prinsip dasar filsafati Pancasila sejak awal

kelahirannya diusulkan sebagai Dasar Negara (Philosofiche

grondslaag, Weltanschauung) Republik Indonesia, yang kemudian

diberi status (kedudukan) yang tegas dan jelas dalam alenia ke

empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesi 1945 (18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia). Hal ini mengandung konsekuensi Dasar

Hukum, Dasar Moral, Kaidah Fundamental bagi peri kehidupan

berbangsa di Indonesia dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah

(Notonagoro, tt, Darjidarmodihardjo, tt, Soegioto A.T., 1978:16 ;

Soegito A.T.,1982:4).

Pancasila sebagai dasar hukum, disini sudah jelas bahwa

Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum Negara

Kesatuan Republikk Indonesia. Semua hukum yang ada di

Indonesia tunduk dan berada di bawah Pancasila. Pancasila

sebagai dasar moral artinya bahwa setiap tindakan kita sebagai

warga negara Indonesia haruslah sesuai atau berpedoman

terhadap sila-sila Pancasila.

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara seperti

dimaksud sesuai dengan bunyi Pembukaan UUD RI 1945 Alenia IV

yang secara jelas menyatakan “Kemudian dari pada itu untuk

membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial

maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam

suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk

dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang

berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang

Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan

Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpim oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan

mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

(Wahyu Widodo, 2015: 123).

Kata “....berdasar pada...” menunjukan bahwa kalimat

setelahnya yaitu sila-sila Pancasila merupakan dasar Negara

Pepublik Indonesia yang harus dijadika pedoman bagi seluruh

rakyat Indonesia.

Fungsi dan kedudukan Pancasila sebagai pokok kaidah

yang fundamental. Hal ini penting sekali karena UUD harus

bersumber dan berada di bawah pokok kaidah negara yang

fundamental itu (Wahyu Widodo, 2015: 124).

Sebagai dasar negara Pancasila dipergunakan untuk

mengatur seluruh tatanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia,

artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan

sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

harus berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti juga bahwa semua

peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia harus

bersumber pada Pancasila (Wahyu Widodo, 2015: 124).

Fungsi Pancasila sebagai dasar negara, artinya Pancasila

digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan

pemerintah negara. Pancasila menurut Ketetapan MPR No.

III/MPR/2010 merupakan “sumber hukum nasional”. Dalam

kedudukanya sebagai dasar negara, maka Pancasila memilki

fungsi :

a. Sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum)

Indonesia. Dengan demikian, Pancasila merupakam asas

kerohanian tertib hukum Indonesia. Landasan yuridisnya

termaktub dalam dalam Ketetapan MPR No. V/MPR/1978 dan

ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau

sumber dari tata tertib hukum di Indonesia. Sedangkan menurut

Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 disebutkan bahwa Pancasila

merupakan sumber hukum dasar nasional. Alasan Pancasila

dijadikan sebagai sumber hukum di Indonesia, karena Pancasila

bersifat mengikat dan memaksa, serta merupakan kepribadian

bangsa Indonesia. Setelah itu Pancasila telah disepakati

sebagai norma hukum/pokok kaidah fundamental yang

mempunyai hakekat dan juga kedudukan yang kuat, tetap, dan

tidak berubah.

b. Suasana kebatinan (geistlichenhinterground) dari UUD.

c. Cita-cita hukum bagi hukum dasar negara.

d. Norma-norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang

pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara memegang

teguh cita-cita moral negara yang teguh.

e. Sumber semangat bagi UUD RI tahun 1945, penyelenggara

negara, pelaksana pemerintahan. MPR dengan Ketetapan No.

XVIIV/MPR/1998 telah mengemblikan kedudukan Pancasila

sebagai dasar negara RI (Wahyu Widodo, 2015: 124).

B. Kronologi Perumusan dan Pengesahan Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945 (Pancasila) dan Undang-Undang Dasar 1945.

Proses perumusan dan pengesahan Pancasila Dasar

Negara tidak dapat dipisahkan dengann proses permusan dan

pengesahan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945, sebab disamping diciptakan untuk menyongsong

lahirnya negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17

Agustus 1945, Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila merupakan

satu kesatuan yang fundamental. Sehingga keduanya memiliki

hubungan asasi (A.T Soegito dkk, 2016:63).

1. Tanggal 7 September 1944

Proses perumusan Pembukaan UUD 1945 dimulai sejak

Jepang masih menguasai tanah air Indonesia, yaitu di dalam

sidang BPUPKI. Pembentukan BPUPKI tersebut dilatarbelakangi

oleh:

a. Menjelang akhir tahun 1944 bala tentara Jepang telah

menderita kekalahan dan mendapatkan tekanan terus

menerus dari serangan pihak Sekutu. Keadaan ini sangatlah

menggembirakan para pemimpin bangsa Indonesia yang

telah bertahun-tahun memperjuangkan kemerdekaan

Indonesia.

b. Adanya tuntutan dan desakan dari para pemimpim bangsa

Indonesia kepada Pemerintah Balatentara Jepang agar

segera memerdekakan Indonesia atau setidaknya diambil

tindakan, langkah dan usaha yang nyata untuk

memepersiapkan kemerdekaan Indonesia. Pemerintah

Balatentara Jepang yang menyadari bahwa kedudukannya

semakin terdesak, tidak dapat menghindarkan diri dari

tuntutandan desakan tersebut. Walaupun Jepang tetap

mengusahakan agar Indonesia yang merdeka itu tetap ada

di dalam lingkungan Asia Timur Raya yang dipimpim oleh

pemerintah pusat Jepang.

Karena peristiwa-peristiwa itu dan untuk menarik simpati

dari bangsa Indonesia, pada tanggal 7 September 1944

Pemerintah Balatentara Jepang mengeluarkan janji

“kemerdekaan Indonesia di kemudian hari” yang menurut

rencana akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945 (A.T

Soegito dkk, 2016:64).

2. Tanggal 29 April 1945

Sebagai relisasi janji politik, pada tanggal 29 April 1945 oleh

Gunseikan (Kepala Pemerintah Balatentara Jepang di Jawa)

dibentuk suatu badan yang diberi nama Dokuritsu Zyunbi

Coosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan

Kemerdekaan (BPUPK) (A.T Soegito dkk, 2016:64). Tugas

badan ini adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal

penting yang berhubungan dengan segi-segi polotik, ekonomi,

tata pemerintahan dal lain-lainnya, yang dibutuhkan dalam

usaha pembentukan negara Indonesia Merdeka (A.M.W.

Pranarka, 1985:25).

3. Tanggal 28 Mei 1945

BPUPKI dilantik oleh Gunseikan dengan susunan sebagai

berikut :

Ketua : Dr. Radjiman Widjodiningrat

Ketua Muda : Raden Panji Soeroso

Ketua Muda : Ichibangase (anggota luar biasa dari Jepang)

Anggota : 60 orang tidak termasuk Ketua dan Ketua Muda

(A.T Soegito dkk, 2016:64-65).

Daftar anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (Sunoto, 1985:29-31).

Mr. Moh. Yamin B.P.H. Poeroebojo

Dr. R. Koesoemah Atmadja R.A.A Wiranatakoesoemo

R. Abdulrahim Pratalykrama Ir. R. Asharsoededoe

Mundanar

Aris Oie Tiang Tjoei

K.H. Dewantoro Drs. Moh. Hatta

Ki Bagus H. Hadikusumo Oeij Tjang Hauw

B.P.H. Bintoro H. Agus Salim

A.K. Muzakkir M. Soetardjo

Katohadikoesoemo

R.M. Margono K.H. Abdulhalim

K.H. Masjkur R. Soedirman

Prof. Dr. P.A. Djajadiningrat Prof. Dr. Soepomo

Prof. Ir. R. Roesono Mr. R. Panjisinggih

Mr. R. Pandji Singgih Mr. Ny. Maria Ulfah Santosa

R.M.T.A. Soerjo R. Roeslam

Wongsokoesoemo

Mr. R. Soesanto Tirtoprodjo Ny. R.S. Soenarjo

Mangoenpoespito

Dr. R. Boentaran

Martoatmodjo

Liem Koen Hian

Mr. R. Latuharhary Mr. R. Hendromartono

R. Soekardjo Wirjopranoto H. Ah. Sanoesi

A.M. Dassad Mr. Tan Ing Hoa

Ir. R.M.P. Soerachman

Tjokrodisoerjo

R.A.A. Soemitro Kolopaking

K.R.M.T.H. Woerhaningrat Mr. R. Soebardjo

Prof. Dr. R. Djenal Asikin

Widjajakoesoema

Abiskoesno Tjokrosoejoso

Parada Harahap Mr. R.M. Sartono

K.H.M. Mansjur Drs. K.R.M.A.

Sosrodiningrat

Mr. Soewandi K.H.A. Wachid Hasyim

P.F. Dahler Dr. Soekiman

Mr. K.R.M.T. Wongsonegoro R. Otto Iskandar Dinata

A.Baswedan Abdul Kadir

Dr. Samsi Mr. A.A Maramis

Mr. R. Samsudin Mr. R. Sastronuljono

Selama masa tugasnya BPUPKI hanya mengadakan sidang

dua kali. Sidang pertama dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai

1 Juni 1945 di gedung Chou Sang In di jalan Pejambon 6

Jakarta yang sekarang dikenal dengan sebutan Gedung

Pancasila (Safrudin Bahar, 1991:63)

4. Sidang umum pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia

Pada sidang pertama, Dr. Radjiman Widjodiningrat selaku

ketua dalam pidato pembukaannya menyampaikan masalah

pokok menyangkut dasar negara Indonesia yang ingin dibentuk

pada tanggal 29 Mei 1945.

Di dalam sidang umum yang pertama itu para anggota

Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia berbicara serta membahas berbagai macam hal yang

ada katannya dengan persiapan Indonesia Merdeka, antara lain

tentang syarat-syarat hukum suatu negara, bentuk negara,

pemerintahan negara dan dasar negara (A.M.W. Pranarka,

1985:26).

Pembicaraan dan pembahasan mengenai dasar negara

merupakan salah satua acara sidang umum yang pertama, oleh

karena masalah dasar negara tersebut dipertanyakan oleh

ketua Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia, Radjima Widjodiningrat. Terhadap pertanyaan ketua

ini, banyak anggota merasa keberatan karena khawatir bahwa

pembicaraan akan menjadi perdebatan filosofi yang tidak konkrit,

dan hanya akan menunda-nunda kenyataan Indonesia Merdeka

(Moh. Hatta, 1977:9). Tentang dasar negara itu sekurang-

kurangnya ada tiga anggota yang mengemukakan

pandangannya, yaitu Muh. Yamin, di dalam pidatonya pada

tanggal 29 Mei 1945, Soepomo di dalam pidatonya pada

tanggal 31 Mei 1945, dan Ssoekarno di dalam pidatonya pada 1

Juni 1945 (Muh. Yamin : 61).

a. Usul Muhammad Yamin

Di dalam bukunya Naskah Persiapan Undang-Undang

Dasar 1945 Muhammad Yamin (1962c) menulis bahwa ia

pada tanggal 29 Mei mengusulkan dasar negara sebagai

berikut:

1) Peri Kebangsaan

2) Peri Kemanusian

3) Peri Ketuhanan

4) Peri Kerakyatan

Permusyawaratan

Perwakilan

Kebijaksanaan

5) Kesejahteraan Rakyat

6) Keadilan Sosial

(Sunoto, 1985:29-31).

Di dalam pidato itu Moh. Yamin berbicara mengenai dasar

Peri Kebangsaan dan Ketuhanan, dimana antara lain

dikemukakan :

“Negara baru jang akan bentuk, adalah suatu negara

kebangsaan Indonesia atau suatu nasionale staat atau

suatu etat national jang sewadjar dengan peradaban kita

dan menurut susunan dunia sekeluarga diatas dasar

kebangsaan dan ke-Tuhanan”.

Menurut pandangannya, negara Indonesia merdeka harus

didasarkan atas peradaban, Indonesia dan :

“...rakjat Indonesia mesti mendapat dasar negara jang

berasal dari pada peradaban kebangsaan Indonesia; orang

timur pulang kepada kebudajaan timur .

“... kita tidak berniat lalu akan meniru sesuatu-sesuatu tata

negara negeri luaran. Kita bangsa Indonesia masuk jang

beradab dan kebudajaan kita beribu-ribu tahun umurnja.”

Dengan rumusan lebih lanjut Muh. Yamin mengatakan

bahwa “pokok-pokok aturan dasar negara Indonesia

haruslah disusun menurut watak peradaban Indonesia.”

Di dalam pidato yang diucapkan tanggal 29 Mei 1945 itu,

dibicarakan pula tentang peri kemanusiaan, Ketuhanan,

permusyawaratan dan perwakilan, ditegaskan delapan

paham negara Indoensia merdeka, dan disinggung pula

hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan ekonomi. Pada

naskah rancangan Undang-Undang Dasar yang

disampaikan, terdapat lima dasar negar yang dicantumkan,

yaitu:

1) Ke-Tuhanan jang Maha Esa

2) Kebangaan Persatuan Indonesia

3) Rasa kemanusiaa jang adil dan beradab

4) Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan

dalam permusywaratan perwakilan

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia.

Prof. Mr. Moh. Yamin mengajukan prasaran/usul yang

disiapkan secara tertulis, berjudul : “Azas Dasar Negara

Kebangsaan Republik Indonesia.” (A.T Soegito dkk,

2016:65).

b. Usul Prof. Dr. Mr. Soepomo

1) Prof. Dr. Mr. Soepomo di ngedung Chuoo In berpidato

dan menguraikan teori negara secara yuridis, berdirinya

negara, bentuk negara dan pemerintahan serta

hubungan antara negara dengan agama.

2) Prof. Dr. Mr. Soepomo berpidato dengan menguraikan

tentang daerah Negara Kebangsaan Indonesia, ditinjau

dari segi yuridis, historis, politis, sosilogis dan geografis

serta secara konstitusional meliputi seluruh Nusantara

Raya.

3) Pada kesempatan ini, berpidato juga P.F. Dahlan yng

menguraikan masalah golongan bangsa Indonesia

peranakan Tionghoa, India, Arab, dan Eropa yang telah

turun temurun tinggal di Indonesia.

4) Disamping itu, Drs. Moh. Hatta menguraikan maslah

bentuk negar persekutuan, bentuk negara serikat, dan

bentuk negara persatuan. Pada kesempatan yang sama

diuraikan juha maslah hubungan antara negara dengan

agama serta negara Republik atau Monarchi (A.T

Soegito dkk, 2016:65-66).

Di dalam buku naskah Persiapan Undang-Undang Dasar

1945 (Muhammad Yamin 1962 d) menyebutkan tentang

usul Soepomo pad atanggal 31 Mei 1945 sebagai berikut:

Syarat mutlak negara yaitu daerah, rakyat dan

pemerintahan. Mengenai dasar apa negara Indonesia

didirikan, dikemukakan soal:

Persatuan Negara, Negara Serikat, Pesekutuan Negara,

Hubungan Negara dengan Agama

Republik atau Monarchie

Pembicara setuju:

Negara nasional

Menolak negara federal

Kepala negara adalah pemimpin negara dana rakyat

seluruhnya

Negara bersifat kekeluargaan (Sunoto, 1985:32).

Berkenaan dengan dasar negara, Soepomo terlebih dahulu

mengatakan bahwa: Pertanyaan mengenai dasar negara

pada hakikatnya adalah pertanyaan tentang cita-cita

negara (Staatsidee). Negara menurut dasar pengertian

(staatsidee) apa yang akan dianut pleh negara Indonesia

merdeka nanti. Dalam rangka itu kemudian Soepomo

memberikan uraian tentang tiga teori negara: teori

perseorangan, teori golongan, teori integralistik. Dalam

pkerangka pemikiran disebutkan beberapa ciri alam pikiran

kebudayaan Indonesia itu, diantaranya: cita-cita persatuan

hidup, keseimbangan lahir dan batin, pemimpin yang

bersatu jiwa dengan rakyat, musyawarah, suasana

persatuan antara rakyat dan pemimpinnya, antara golongan

rakyat yang satu dengan yang lain, dan segala golongan

diliputi oleh semangat gotong royong, serta semangatv

kekeluargaan. Mengenai masalah hubungan antara agama

dan negara, dengan berpegang kepada alam pikiran

Indonesia tersebut, Soepomo, pertama-tama mengadakan

pembedaan antara “Negara Islam” dengann “Negara yang

berdasar atas cita-cita luhur agama Islam.” Dalam akhir

pidatonya, Soepomo juga memberikan pandangan denagn

mengenai bentuk pemerintahan serta perekonomian

negara.

c. Usul Soekarno

Pada tanggal 1 Juni 1945, di dalam pidatonya yang terdiri

dari sekitar 6.480 kata, Soekarno mengemukakan

pendapatnya tentang dasar negara Indonesia Merdeka.

Tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang berpidato pada tanggal

1 Juni 1945 adalah sebagai berikut:

1) Abikoesno Tjokrosoejoso

2) M. Soetarjo Kartohadikoesoemo

3) Ki Bagus Hadi Koesoemo

4) Liem Koen Hian (A.T Soegito dkk, 2016:66).

Rumusan Pancasila yang diusulkan oleh Bung Karno

adalah:

1) Kebangsaan Indonesia atau Nasioanalisme

2) Peri Kemanusiaan atau Internasionalisme

3) Mufakat, perwakilan, permusyawaratan

4) Kesejahteraan sosial atau keadilan sosial

5) Ketuhanan yang berrkebudayaan atau Ketuhanan yang

berbudi pekerti yang luhur atau Ketuhanan Yang Maha

Esa.

Dasar Negara tersebut oleh Bbung Karno dianakan

Pancasila. Dalam pidatonya antara lain sebagai berikut:

“Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan

ini dengan petunjuk seorang temankita ahli bahasa,

namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar

dan diatas kelima dasar itulah mendirikan Negara

Indonesia, kekal dan abadi (tepuk tangan riuh).” (Sunoto,

1985:29-31).

Di dalam bagian akhir dari pidatonya itu, akan tetapi masih

berkaitan dengan pemikiran mengenain dasar negara serta

penamaannya, Soekarno berbicara mengenai Trisla (sosio-

nasinalisme, sosio-demokrasi dan ketuhanan) tenang

Ekasila (gotong royong), sebagai kemungkina lain

berkenaan dengan namanya atau pun isi dasar negara, di

dalam arti menurut yang sudah diuraikannya di muka.

Demikianlah pada tanggal 1 Juni 1945 itu, Soekarno

mengemukakan pemikirannya tentang Pancasila, yaitu

nama dari lima dasar negara Indonesia yang diusulkan

berkenaan dengan permasalah di sekitar dasar negra

Indonesia Merdeka. Untuk pertama kalinya, penikiran

tentang Pancasila baiak dalam pengertian nama maupaun

dalam pengertian isinya, secara eksplisit dan terurai

dicetuskan dan tercatat di dalam sejarah.

Sidang umum pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha

Kemerdekaan Indonesia diakhirnya pada tanggal 1 Juni

1945. Untuk melancarkan pelaksanaan kerja Badan

Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia,

dibentuklan satu panitia kecil yang diketuai oelh Soekarno,

dengan tugas mengumpulkan usul-usul para anggota dan

mempelajarinya. (A.M.W. Pranarka, 1985:33).

5. Tanggal 22 Juni 1945

Pada tanggal 22 Juni 1945 bertempat di gedung kantor Besar

Jawa Hookoo Kai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa), jam

10.00 diadakan rapat gabungan antara:

1) Panitia Delapan

2) Sejumlah anggota Tyuuoo Sangi In (Badan Penasehat

Pemerintah Pusat Balatentara Jepang di Jakarta), yang

juga merangkap sebagai anggota BPUPK dan

3) Sejumlah anggota BPUPK yang tinggal di Jakarta dan tidak

menjadi anggota Tyuuoo Sang In.

Rapat yang dipimpin oleh ketua panitai delapan membicarakan

“usul-usul dari para anggota tentng prosedur yang harus dilalui

aga upaya kita lekas mencapai Indonesia Merdeka.” Di sini

didengar pendirian tiap-tiap anggota rapat mengenai dasar

negara. Hasil rapat gabungan ini adalah:

1) Supaya selekas-lekasnya Indonesia Merdeka

2) Hukum dasar yang akan dirancang, supaya diberi

semacam preambule (kata pembukaan atau mukadimah)

3) Menerima usul Soekarno agar supaya BPUPK terus

bekerja sampai terwujud satu hukum dasar

4) Membentuk suata panitia kecil penyelidik usul-

usul/perumusan dsar negara yang dituangkan dalam

mukadimah hukum dasar yang beranggotakan sembilan

orang. Kesembilan tokoh nasioanl tersebut adalah: Ir.

Soekarno, Drs. Moh Hatta, Mr. A.A Maramis, Abikoesno

tjokrosoejoso, Abdoelkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr.

Ahmad Soebardjo, KH Wachid Hasjim, dan Mr. Moh. Yamin.

Pada waktu itu juga diadakan pertemuan Panitia Sembilandi

Pegangsaan Timur No 56 Jakarta, tepatnya jam 10.00. Dalam

pertemuan itu disetujui agar para anggota segera menyusun

suatu konsep Rancangan, Mukadimah Hukum Dasar yang

akan diajaukan ke sidang BPUPKyang ke dua. Konsep

Preambule hukum dasar inilah yang kemudian terkenal dengan

sebutan Piagam Jakarta, suatu nama yang diusulkan oleh Mr.

Moh Yamin (A.T Soegito dkk, 2016:66-67).

6. Sidang Umum Kedua Badan Penyelidik Usaha-Usaha

Kemerdekaan Indonesia

Pada tanggal 10-16 Juli 1945 diadakan sidang BPUPK yang

kedua dengan cara untuk “mempersiapkan Rancangan Hukum

Dasar”, di Jl. Pejambon Jakarta. Ada pun jalannya persidangan

adalah sebagai berikut:

a. Sidang dibuka oleh ketua dan dilanjutkan pengumuman

mengenai pemnambahan anggota baru badan penyelidik

sebanyak 6 orang, yaitu:

1) Abdul Fatah Hasan

2) Asikin Natanegara

3) P. Serjo Hamidjojo

4) Mohammad Noor

5) Besar

6) Abdul Kafar

Sidang umum kedua Badan Penyelidik Usaha-Usaha

Kemerdekaan Indonesia dibuka tanggal 10 Juli 1945. Acara

dimulai denga laporan Soekarno selaku ketua Panitia Kecil

sebagaiman diketahui salah satu keputusa yang diambil oleh

Ketua Badan tersebut didalam sidan umumnya yang pertama

adalah membentuk satu panitia kecil guna membantu

memperlancar pelaksanaan tugas badan tersebut (A.T Soegito

dkk, 2016:67-68).

b. Laporan Soekarno

Laporan Soekarno terdiri dari dua bagian: bagian

pertama, mengenai hasil inventarisasi usul dan pendapata

para anggota; kedua, mengenai usakah yang dilaksanakan

untuk mencapai modus kompromi antara golongan Islam

dan golongan kebangsaan.

Menurut catatan panitia, sebanyak 40 anggota telah

memasukan usul. Usul tersebut mengenai 32 soal, akan

tetapi persoalan tersebut dapat dikelompokan menjadi

sembilan golongan:

1) Golongan usul yang meminta Indonesia Merdeka

selekasnya

2) Golongan usul yang mengenai dasar negara

3) Golongan usul yang mengenai unifikasi atau federal

4) Golongan usul yang mengenai bentuk negara dan

kepala negara

5) Golongan usul yang mengenai warga negara

6) Golongan usul yang mengenai daerah

7) Golongan usul yang mengenai soal agama dan negara

8) Golongan usul yang mengenai pemebelaan

9) Golongan usul yang mengenai soal keuangan (A.M.W.

Pranarka, 1985:34).

Mengingat banyaknya permintaan yang menginginkan

Indonesia merdeka secepatnya, maka panitia kecil

menyampaikan tiga buah usul kepada ketua badan

penyelidik sebagai berikut:

1) Badan penyelidik ini menentukan bentuk negara dan

menyusun hukum dasar negara

2) Minta lekas dari pemerintah Agung di Tokyo

pengesahan Hukum Dasar itu dan minta agar dengan

seleaks-lekasnya diadakan badan dan persiapan

kemerdekaan, yang kewajibannya ialah sekedar

menyelenggarakan Negara Indonesia Merdeka di atas

hulkum dasar yang ditentukan oleh badan penyelidik,

serta melantik pemerintah nasional

3) Soal tentara kebangsaan dan sola keuangan

Tiga usul tersebut diajukan dalam rangka usaha

mempercepat cara mewujudkan Indonesia Merdeoa

selekas-leakasnya. (A.M.W. Pranarka, 1985:35).

Dilaporkan oleh Soekarno bahwa telah terbentuk Panitia

Kecil yang terdiri dai sembilan orang, yaitu: Ir. Soekarno,

Drs. Moh Hatta, Mr. A.A Maramis, Abikoesno tjokrosoejoso,

Abdoelkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Ahmad Soebardjo,

KH Wachid Hasjim, dan Mr. Moh. Yamin. Panitia ini

diadakan untuk mendapat satu modus, satu pesetujuan

antara pihak Islam dan pihak kebangsaan. Panitia tersebut

berhasil mencapai satu modus persetujuan yang

selanjutnya dicantumkan didalam satu rancangan

pembukaan atau preambule hukum dasar. Rancangan

preambule itu disetujui oleh Panitia Kecil Badan Pemyelidik

Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia. Rancangan ini

kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta.

Rancangna tesebut selanjutnya disampaikan kepada

sidang Badan Pemyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan

Indonesia sebagai usul. (A.M.W. Pranarka, 1985:36).

c. Jalannya sidang umum kedua Badan Pemyelidik Usaha-

Usaha Kemerdekaan Indonesia

Walaupun sudah terdapat usul yang berupa rancangan

pembukaan hukum dasar, ketua badan penyelidik

menyerukan agar para anggota secara merdeka melahirkan

pendapatnya dan menyampaikan pandangan-

pandangannya. Maka sidang membicarakan maslah bentuk

negara, wilayah negara dan kewarganegaraan. Dengan

cara pemungutan suara, sidang menetukanbentuk negara

adalah bentuk republik bukan kerajaan. Karena mengenai

wilayah ada tiga pendapat, maka mengenai hal ini sidang

mengadakan pemungutan suara dengan hasil menghendaki

wilayah Indonesia meliputi, wiayah Hindia Belanda dahulu,

ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua Nugini,

Tiomor Portugis dan pulau-pulau sekelilingnya. Sudag juga

mengumpulkan pendapat-pendapat yang berkenaan

dengan penyusunan Undang-Undang Dasar, susunan

pemerintahan, unitasrisme, federalisme. Akhirnya ketua

badan membentuk tiga panitia kerja: pertama, panitia untuk

membentuk Undang-Undang Dasar; kedua, panitia panitia

untuk mempelajari hal pembelaan tanah air; ketiga, panitia

untuk mempelajari hal keuangan dan perekonomian (A.M.W.

Pranarka, 1985:36).

d. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar

Panitia Perancang Undang-Undang Dasar diketuai

oleh Soekarno. Panitia in menagdaka Rapat pada tanggal

11 Juli 1945. Ada tiga hal yang harus dikerjakan oleh

panituia ini: a. Declaration of right (pernyataan

kemerdekaan); b. Preambule; c. Undang-undang Dasar.

Rapat itu juga mengadakan pemungutan suara untuk

menentukan pilihan antara federalisme dan unitarisme.

Suara terbanyak menghendaki unitarisme. Ketua panitia

menugaskan beberapa anggota untuk menyusun rancangan

pernyataan kemerdekaan. (A.M.W. Pranarka, 1985:37).

Tanggal 11 Juli 1945 jam 10.50, setelah sidang

mendengarkan pandangan 20 orang anggota maka

dibentuklah panitia Perancang Hukum dasar yang terdeiri

dari 3 panitia kecil ialah sebagai berikut:

1) Panitia perancang hukum dasar yang diketuai oleh Ir.

Soekarno (merangkap anggota) dengan anggota

sebagai berikut:

a) Otto Iskandardinata

b) RPH Purjaba

c) H. Agus Salim

d) Mr. Achmad Soebardjo

e) Mr. Soepomo

f) Ny. Maria Ulfah Santoso

g) KH. Wachid Hasyim

h) Parada Harahap

i) AA Maramis

j) J. latuharhary

k) Mr. Soesanto Tirtoprojo

l) Mr. Sartono

m) Mr. Wongsonegoro

n) KRTH. Woerjaningrat

o) Mr. RP. Singgih

p) Mr. Tan Ing Hoa

q) Prof Dr. Husein Dj

r) Dr. Soekiman W

2) Panitia Perancang Ekonomi dan Keuangan yang terdiri

24 anggota, diketuai oleh Drs. Moh. Hatta merangkap

anggota

3) Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air yang diketuai

oelh Abikoesno Tjokrosoejoso.

Kecuali itu juga diputuskan mengenai daerah. Dari 66 suara,

19 suara menyetujui bekas Hindia Belanda, 6 suara

menyetujui bekas Hindia Belanda ditambah dengan Malaya,

tetapi dikurangi Irian Barat, dan 39 suara menyetujui bekas

daerah Hindia Belanda ditambah Malaya, Borneo Utara,

Irian Timur, Timor Portugis, dan pulau-pulau disekitarnya

(A.T Soegito dkk, 2016:68-69).

Panitia perancang UUD mengadakan rapat lagi pada

atanggal 13 Juli 1945, Soepomo mengajukan laporan kerja

dan menguraikan dasar rancangan UUD, diantaranya yang

penting adalah:

1) Kedaulatan dilakukan oleh Badan Pemusywaratan

Rakyat yang bersidang sekali dalam 5 tahun

2) Bahwa buat sehari-hari Presidenlah yang merupakan

penjelmaan kedaulatan rakyat

3) Bahwa dalam memerintah negara Presiden dibantu oleh

Wakil Presiden, Meteri-Menteri, yang bertanggung

jawab kepadanya dan oleh Dewan Pertimbangan Agung

4) Bahwa dalam membentuk Undang-undang Presiden

harus mufakat dengan Dewan Perwakilan Rakyat

5) Bahwa atas dasar UUD, maka hak-hak dasar tidak perlu

dimasukan (A.M.W. Pranarka, 1985:38).

6) Rancangan Hukum Dasar Negara terdiri dari 15 bab, 42

pasal termasuk 5 pasal Aturan Peralihan dan Satu Pasal

Aturan Tambahan

7) Untuk memperbaiki redaksi rancangan hukum dasar

tersebut, dibentuklah Panitia Pengahalus Bahasa yang

terdiri dari: Djajadiningrat, Agus Salim, dan Soepomo

(A.T Soegito dkk, 2016:70).

e. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar

Sidang umum kedua Badan Penyelidik Usaha-Usaha

Kemerdekaan Indonesia dilajutkan pada tanggal 14 Juli.

Berbicara dalam sidang itu, Soekarno, Radjiman, Hadi

Koesoemo, Moh Yamin, Soerio, Agus Salim, Wiranata dan

Abikoesno. Soekarno memberikan laporan dan penjelasan

mengenai rancangan pernyataan Indonesia Merdeka dan

Rancangan Pembukaan UUD (A.M.W. Pranarka, 1985:40).

Sidang umum dilanjutkan pada tanggal 15 Juli. Sidang ini

secra khusu membahas materi UUD. Sebagai pengantar

Soekarno mengenai dasar, falsafah serta sistem yang dianut

Panitia Perancang UUD. Berpegang pada proses pembicaraan

yang berlangsung dalam sidang umum yang pertama,

sesungguhnya soal dasar, falsafah atau sistem itu adalah

kekeluargaan atau gotong royong (A.M.W. Pranarka, 1985:40).

Pada kesempatan itu ketua panitia perancanghukum

dasar, Ir. Soekarno memnyamapikan konsep rancangan hukum

dasar dan penjelasannya dan disampaikan pula usul Drs. Moh.

Hatta tentang Hak-Hak Asasi Manusia.

Tanggal 16 Juli 1945 seidang dimulai dengan melanjutkan

acara hari sebelumnya. Sidang menyetujui dan menerima

rancangan hukum dasar yang diajukan oleh panitia perancang

hukum dasar

Setelah sidang BPUPK yang kedua ini ditutp maka tugas

BPUPK dianggap selesai dan kemudian dibubarkan. Hasil-hasil

yang dicapai seharusnya segera dilaporkan kepada Pemerintah

Jepang di Tokyo, tetapikarean keadaan dan posisi Jepang

semakin buruk sehingga tidak mungkin dilakukan. Kemudian

untuk melanjukan tugas BPUPK dibentuklah suatu badan yang

diberi nama Dokoritzuu Zyunbi Inkai atau Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (A.T Soegito dkk, 2016:70).

7. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

Pada tanggal 7 Agustus Badan Penyelidik Usaha-usaha

Kemerdekaan Indonesia dibubarkan, karena pada tanggal itu

pemerintah jepang meresmikan Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia. Dibandingkan dengan Badan

Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan,

keanggotaan panitia ini lebih luas. Adapun Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia itu diketuai oleh Soekarno.

Dalam hubungannya dalam kegiatan panitia itu, pada

tanggal 19 Agustus 1945, Soekarno, Moh. Hatta, dan Radjiman

Widyodiningrat berangkat ke Dhalat di Vietnam, mengadakan

pertemuan dengan Therauchi. Pada kesempatan itu Therauchi

menyatakan bahwa pemerintah jepan telah metuskan untuk

memberikan kemerdekaan pada Indonesia. Kemerdekaan itu

akan diselenggarakan di sekitar tanggal 29 Agustus 1945 dan

untuk itu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

mengadakan rapat pada 19 Agustus 1945.

Tanggal 14 Agustus 1945 Soekarno bersama dengan Moh.

Hatta dan Radjiman kembali ke Jakarta. Dalam masa itu

pemerintah jepang telah menyatakan menyerah dan

menghentikan peperangan. Berita ini di dengar antara lain oleh

Sultan Sjahrir, yang sekanjutnya mengdakan pertemuan

dengan Moh. Hatta serta mendesak agar proklamasii

kemerdekaan Indonesia dinyatakan lepas dari campur tangan

Jepang. Desakan yang sma disampikan juga olehh golongan

muda. Suasana tegang terjadi. Soekarno dan Moh. Hatta

diculik ke Rengasdengklok pada tangal 16 Agustus 1945.

Tetapi semua peristiwa menuju pada diproklamasikannya

kemerdekaan Indonesia pad tanggal 17 Agustus 1945, llepas

dari campur tangan dan rencana campur tangan Jepang

(Sartono Kartodirjo:22).

C. Pengesahan Pembukaan UUD 1945/ Pancasila Dasar Negara

Republik Indonesia

Sidang pleno Paniatia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

tanggal 18Agustus 1945 dimulai jam 11.30 dengan acara pokok

membahas Rancangan Hukum Dasar ( termasuk rancangan

premabule hukum dasar) untuk ditetapkan menjadi Undang-

Undang Dasar (termasuk Pembukaan Undang-Undang Dasar)

suatu negara yang telah diprokalmasikan pada tanggal 17 Agustus

1945.

Sebelum sidang pleno dimulai, atas tanggung jawab Ketua

PPKI, maka badan itu disempurnakan dengn ditambah 6 orang

anggota baru untuk mewakili golongan-golongan yang belum

terwakili dalam keanggotaan PPKI yang lama. Dengan

ditambahnya keenam anggota PPKI, maka badan ini dianggap

sebagai badan yang mewakili seluruh daerah/rakyat Indonesia.

Sidang pleno mengambil beberapa keputusan sebagai

berikut:

1. Mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia dengan jalan:

a. Menetapkan Piagam ajakrta dengan beberapa perubahan

menjadi Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia.

b. Menetapkan Rancangan Hukum Dasar dengan beberapa

perubahan menjadi UUD Negara Republik Indonesia, yang

kemudian dikenal dengan UUD 1945.

2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Repiblik Indonesia

3. Membentuk Komite Nasional Indonesia, yang kemudian dikenal

sebagai Badan Permusyawarah Darurat.

Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia didahului

dengan pengsahan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia

yang dipimpin langsung oleh ketua PPKI. Sebagaimama disebutkan

di atas bahwa Piagam Jakarta denagn beberapa perubahan

ditetapkan menjadi Pembukaan UUD Negara Indonesia.

D. Perkembangan Pancasila sebagai Dasar Negara

Generasi Soekarno-Hatta telah mampu menunjukan

keluasan dan kedalam wawasandan dengan ketajaman

intelektualnya telah berhasil merumuskan gagasan gagasan vital

sebagaimana dicantumkan di dalam pembukaan UUD 1945,

diamana Pancasila sebagai dasar negara ditegaskan dalam satu

kesatuan integral dan integratif (Koento Wibisono, 2001:2).

Semnaj ditetapkan sebagai Dasar Negara (oleh PPKI 18

Agustus 1945), Pancasila mengalami perkembangan sesuai

dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia. Koento

Wibisono (2001) memeberikan tahapan perkembangan Pancasila

sebagai dasr negara dalam tiga tahap yaitu: (1) tahap 1945-1968

sebagai tahap politis, (2) tahap 1969-1994 sebgai tahap

pembangunan eknomi (3) tahap 1995-2020 senagai tahap

Repositioning Pancasila. Penahapan ini memang tampak berbeda

lazimnya para pakar hukum ketatanegaraan melakukan penahapan

perkembangan Pancasila Dasar Negara yaitu: (1) 1945-1949 masa

Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama, (2) 1949-1950 masa

Konstitusi RIS, (3) 1950-1959 masa UUDS 1945, (4) 1959-1965

masa Orde Lama, (5) 1966-1998 masa Orde Baru dan (6) 1998-

sekarang masa Reformasi (Soegito A.T., 2001). Hal ini patut

dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan yaitu segi politik

dan segi hukum.

1. 1945-1968 merupakan tahap politis, diamana orientasi

pengembangan Pancasila diarahkan pada nation and character

building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa

Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul

baik dalam maupun luar negeri.

2. 1969-1994 sebagai tahapan pembangunan ekonomi yaitu

uapaya mengisi kemerdekaan melalui progra-program ekonomi.

Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang

ekonomi, akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai

ideologi. Pada tahap pembangunan ekonomi menunjukan

keberhasilan secara spektakuler, walupun bersamman dengan

itu muncul gejala ketidak merataan dalam pembagian hasil

pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang

dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu

dilaksanakan oleh pemerintah. Keadaan ini semakin

memprihantinkan setelah adanya gejala KKN dan kronisme

yang nyata bertententangan dengan nilai-nila pancasila itu

sendiri.

3. 1995-2020 merupakan tahap repositioning Pancasila, karena

dunian masa kini sedang dihadapkan gepada gelombang

secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus

globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di

abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang

di lakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak

semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa

urgensinya untuk menjadikan pancasila sebagai dasar negara

dalam rangka mempertahankan jati diri bangsa dan kesatuan

nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikin nasional yang todak

memnetu di era reformasi ini.

Berdasarkan hal tersebut diatas Koento Wibisono (2001)

menyarankan perlunya reposisi pancasila yaitu reposisi pancasila

sebagai dasar negara yang mengandung makna pancasila harus

diletakkan dalam keutuhannya dalam pembukaan UUD 1945.

Reposisi pancasila sebagai dasar negara harus diarahkan

pada pembinaan dan pengembangan moral, sehingga moralitas

pancasila dapat di jadikan dasar dan arah untuk mengatasi krisis

dan disintegrasi. Moralitas pancasila harus di sertai penegakka

hukum (penegakkan spremasi hukum).

DAFTAR PUSTAKA

A.T. Soegito. 2016. Pendidikan Pancasila. Semarang:UNNES Press

Wahyu Widodo. 2015. Pendidikan Pancasila, Hakekat, Penghayatan,dan

Nilai-Nilai dalam Pancasila. Yogyakarta: Andi Offset

Safrudin Bahar. 1991. Perjuangan Menuju Persatuan dan Kesatuan

Bangsa. Semarang: Mandira Jaya Abadi

Sunoto. 1985. Mengenal Filsafat Pancasila II. Yogyakarta: Hanindita

A.M.W. Pranaka. 1985. Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila.

Jakarta:Centre of strategic and international studies