prop. tambahan

38
Perhiutngan Beban Gempa Metode analisa struktur yang digunakan adalah analisa statik ekivalen yaitu suatu metode analisa struktur, dimana pengaruh gempa pada struktur dianggap sebagai beban-beban statis horizontal untuk meniruhkan pengaruh gempa yang sesungguhnya akibat gerakan tanah. Beban Geser Gempa Setiap struktur gedung bertingkat direncanakan dan dilaksanakan untuk menahan suatu beban dasar akibat gempa (V) V = C 1 I R W t Dimana: C 1 = Nilai factor resfons gempa yang didapat dari spectrum respon gempa rancana I = Factor keutamaan R = Faktor reduksi gempa representatif dari gedung yang bersangkutan Wt = Kombinasi dari seluruh dan beban hidup vertical yang bekerja diatas penjepit lateral Waktu Getar Alami

Upload: nurdin-zengki

Post on 08-Aug-2015

56 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Prop. Tambahan

Perhiutngan Beban Gempa

Metode analisa struktur yang digunakan adalah analisa statik ekivalen yaitu suatu

metode analisa struktur, dimana pengaruh gempa pada struktur dianggap sebagai beban-

beban statis horizontal untuk meniruhkan pengaruh gempa yang sesungguhnya akibat

gerakan tanah.

Beban Geser Gempa

Setiap struktur gedung bertingkat direncanakan dan dilaksanakan untuk menahan

suatu beban dasar akibat gempa (V)

V=C1 I

RW t

Dimana:

C1 = Nilai factor resfons gempa yang didapat dari spectrum respon gempa rancana

I = Factor keutamaan

R = Faktor reduksi gempa representatif dari gedung yang bersangkutan

Wt = Kombinasi dari seluruh dan beban hidup vertical yang bekerja diatas penjepit

lateral

Waktu Getar Alami

Waktu getar alami struktur gedung T adalah detik dapat ditentukan dengan rumus

pendekatan sebagai berikut:

T1=

6,3√∑i=1

nW i d

i2

g∑i=1

n

F i d i

Dimana:

T = Waktu getar alami struktur gedung

d1= Ketinggian sampai puncak dari bagian utama struktur gedung diukur dari tingkat

penjepit lateral (meter).

Page 2: Prop. Tambahan

Wi= Berat lantai tingkat ke-I,termasuk beban hidup

g = Percepatan gravitasi (9810 mm/dt2)

Beban geser dari dasar akibat gempa (V) harus dibagikan sepanjang tinggi gedung

menjadi beban horizontal terpusat yang bekerja pada masing-masing tingkat lantai

menurut rumus:

Fi= Wi . zi

∑i=1

n

W i zi

.V

Dimana:

Fi = Beban gempa horizontal yang dikerjakan pada tingkat I.

Wi = Bagian dari seluruh beban vertical yang bekerja diatas tingkat penjepit lateral

yang disumbangkan oleh beban-beban vertical yang bekerja pada tingkat I (dalam

kg).

V = Beban geser akibat gempa.

Dasar-dasar Perencanaan Pelat lantai

Pelat adalah struktur bidang yang datar/tidak melengkung yang tebalnya jauh

lebih kecil dari dua dimensi yang lain. Geometri pelat dapat dibatasi oleh garis lurus,

atau garis lengkung. Kondisi tepi pelat dapat berupa bebas, jepit, atau jepit elastis.

Persyaratan Tulangan Pelat

1. Rasio luas tulangan tarik terhadap luas efektif penampang tidak boleh kurang dari

ρ minimum = 1,4fy

2. Luas tulangan pokok tidak boleh kurang dari luas yang diperlukan untuk tulangan

susut

3. Jarak tulangan pokok pusat ke pusat tidak boleh kurang dari 2 x tebal pelat atau

450 mm

Page 3: Prop. Tambahan

4. Jarak tulangan susut dan suhu tidak boleh kurang dari 5 x tebal pelat atau 450 mm

5. Diameter tulangan pelat tidak boleh kurang dari 8 mm

Persyaratan Selimut Beton

1. Untuk diameter tulangan ≤ 36 mm selimut beton = 20 mm pada beton yang

terlindung

2. Untuk diameter tulangan ≤ 36 mm selimut beton = 40 mm pada beton yang

langsung berhubungan dengan cuaca

Luas tulangan susut

As = 0,002 bh untuk fy = 300 MPa

As = 0,0018 bh untuk fy = 400 MPa

Pelat terlentur satu arah.

Pelat satu arah adalah pelat yang didukung pada dua tepi yang berhadapan

sehingga lenturan hanya timbul dalam satu arah. Apabila perbandingan sisi panjang

dengan sisi pendek lebih besar dari 2 pada pelat yang ditumpu pada empat sisi, maka

pelat ini dapat dianggap pelat satu arah. Pelat dapat memikul beban merata ataupun

beban terpusat. Tulangan pokok pelat satu arah dipasang pada arah tegak lurus

dukungannya. Analisis dan perencanaan pelat dilakukan untuk setiap satuan lebar pelat.

Pada pelat satu arah, selain tulangan pokok harus dipasang tulangan susut dan suhu

yang arahnya tegak lurus tulangan pokok.

Momen Pelat Satu Arah

Distribusi gaya dalam yang bekerja pada pelat satu arah dapat ditentukan dengan

mekanika teknik statis tertentu atau statis tak tentu. Selain itu untuk menentukan gaya-

gaya dalam dapat digunakan Metode pendekatan pada SNI 03 2847 2002 Pasal 10.3

Penulangan Pelat Satu Arah

Page 4: Prop. Tambahan

1. Hitung h minimum pelat sesuai dengan Tabel 8 SNI 03-2847-2002

Komponen struktur dua tumpuan sederhana h minimum = l

20

Komponen struktur satu ujung menerus h minimum = l

24

Komponen struktur dua ujung menerus h minimum = l

28

Komponen struktur kantilever h minimum = l

10

Rumus diatas hanya untuk fy = 400 MPa untuk nilai fy yang lain dikalikan dengan

factor (0,4 + f y

700)

2. Hitung berat sendiri pelat dan beban rencana wu

3. Hitung momen perlu

4. Hitung tinggi pelat efektif d (perhitungkan selimut beton dan tulangan pokok yang

akan dipakai)

5. Hitung ρ (rasio luas tulangan dengan luas penampang efektif)

6. Apabila ρ > ρ maks tambah ketebalan pelat atau gunakan tulangan rangkap

Apabila ρ < ρ maks tulangan tunggal dapat dipakai

7. Hitung luas tulanga As

8. Periksa jarak tulangan pusat ke pusat (pkp) ≤ 3 h atau 500 mm.

Struktur Pelat Dua Arah

Apabila pada struktur plat perbandingan bentang panjang (p) terhadap lebar (l)

kurang dari dua, maka plat akan mengalami lendutan pada kedua arah sumbu. Beban

lantai akan dipikul pada kedua arah oleh empat balok pendukung sekeliling panel plat,

dengan demikian panel menjadi suatu plat yang melentur pada dua arah. Dengan

sendirinya penulangan untuk plat tersebut harus menyesuaikan pula. Apabila panjang

plat sama dengan lebarnya, perilaku keempat balok keliling dalam menopang plat akan

Page 5: Prop. Tambahan

sama. Sedangkan apabila panjangnya tidak sama dengan lebar, balok yang lebih

panjang akan memikul beban lebih besar dari balok yang lebih pendek.

Ada empat metode dasar untuk menganalisis dan merencanakan sistem plat

penulangan dua arah yaitu metode koifisien momen, metode desain langsung (direct

design method), metode portal ekivalen (equivalent frame method), dan metode garis

leleh (yield line methode. (L. Wahyudi, 1999:117)

Dalam perencanaan plat kali ini dipakai metode koifisien momen. Dimana plat

dua arah yang ditumpu pada keempat tepinya adalah struktur statis tak tentu. Seperti

pelat satu arah yang menerus pada lebih dua tumpuan juga dapat digunakan tabel untuk

mempermudah analitis dan perencanaan pelat dua arah. (Kusuma, 1997:88)

Tebal pelat h tidak boleh kurang dari :

h=ln(0,8+

f y

1500 )36+9 β

dan tidak boleh lebih dari :

h=ln(0,8+

f y

1500 )36

Dimana :

ln = bentang bersih.

fy = tegangan leleh baja tulangan yang disyaratkan.

β = rasio bentang bersih arah memanjang terhadap arah melebar pelat dua arah.

Pelat dua arah yang ditumpu pada kempat tepinya adalah struktur statis tak tentu.

Momen-momen lentur yang bekerja pada jalur selebar 1 meter, masing-masing pada

arah x dan arah y. untuk jepit penuh adalah sebagai berikut :

Mlx adalah momen lapangan maksimum per meter lebar arah x.

Page 6: Prop. Tambahan

Mlx = 0,001.wu.lx2.x 7.10.3

Mly adalah momen lapangan maksimum per meter lebar arah y.

Mly = 0,001.wu.lx2.x 7.10.4

Mtix adalah momen terjepit tak terduga per meter lebar diarah x.

Mtix = ½. Mlx 7.10.5

Mtiy adalah momen terjepit tak terduga per meter lebar diarah y.

Mtiy = ½. Mly 7.10.6

Penyaluran beban ketumpuan untuk pelat dua arah dengan syarat-syarat batas yang

sama pada empat sisi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 7.10.1. Pemerataan Pembebanan

Perbandingan tegangan :

m=f y

0,85. f c

Rasio tulangan :

Page 7: Prop. Tambahan

ρperlu=1m [1−√1−

2.m. Rn

f y]

Rasio tulangan tarik (ρ) minimum

ρmin=1,4f y

Rasio tulangan

ρb=0,85. f c

f y

β1600

600+f y

Rasio tulangan maksimal tidak boleh melampaui 0,75 dari rasio ρb :

ρmax = 0,75. ρb

Koefisien tahanan :

R n=M u

ϕ.b . d2

Luas tulangan :

As = ρ.b.d 7.10.13

Dasar-Dasar Perencanaan Balok

Balok beton adalah bagian dari struktur yang berfungsi untuk menopang lantai

diatasnya, balok juga berfungsi sebagai penyalur momen menuju kolom. Balok dikenal

sebagai elemen lentur, yaitu elemen struktur yang dominan memikul gaya dalam berupa

momen lentur dan juga geser. Karena balok dicor secara monolit dengan pelat maka

penampang tersebut membentuk penampang balok T (untuk lajur tengah) dan

penampang balok L untuk tepi. Balok T dan Balok L dipakai dalam perencanaan beton

pada kondisi dimana bagian pelat mengalami tegangan tekan dan bagian bawah balok

mengalami tegangan tarik (umumnya pada daerah lapangan). Sedangkan pada daerah

Page 8: Prop. Tambahan

tumpuan yang pada umumnya bagian pelat / slab mengalami tegangan tarik (pada

daerah tumpuan), perencanaan balok menggunakan penampang persegi.

Balok Biasa

Pada struktur balok, berlaku panjang bentang teoritis l harus dianggap sama

dengan bentang bersih L ditambah setengan panjang perletakan yang telah ditetapkan.

(Kusuma, 1997:102)

Andaikan balok yang dibuat menyatu dengan kolom-kolom pendukung maka

sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 10.7.2 untuk bentang teoritis ditentukan sebagai

jarak pusat ke pusat antara pendukung. Bila balok tidak menyatu dengan pendukung

yang ada, Maka menurut SNI 03-2847-2002 pasal 10.7.1 untuk bentang teoritis harus

ditentukan sebagai bentang bersih L ditambah tingi balok.

Gambar 2.11 Bentang teoritis

(Sumber : Gideon Kusuma, 1997:103)

Balok T

Pada balok T dengan flens lebar dapat timbul tegangan tidak merata pada arah

melintang karena terdapat deformasi geser pada arah tersebut (shear leg). (L.Wahyudi,

1999:89)

Page 9: Prop. Tambahan

Gambar 2.12 Lebar flens efektif balok T dan L

(Sumber : L.Wahyudi, 1999:90)

Lebar efektif balok T dan L menurut SNI 03-2847-2002 pasal 10.10. adalah :

Untuk Balok T,

be ≤ 16hf + bw

be ≤ Ln

be ≤ ¼ L dengan L adalah bentang balok

Untuk balok L,

be ≤ 6hf + bw

be ≤ 0,5.ln+ bw

be ≤ ½ L+bw

Ada dua jenis analisis yang digunakan untuk balok T

1. Bila sumbu netral lebih kecil atau sama dengan tebal slab hf, balok dapat dianalisis

sebagai balok biasa dengan lebar balok sama dengan lebar flens efektif be.

Page 10: Prop. Tambahan

Gambar 2.13 Ukuran penampang, distribusi regangan dan gaya internal.

(Sumber : L.Wahyudi, 1999:91)

Keseimbangan gaya internal C = T

0,85 f c' ab=A s f s

a=A s f s

0,85 f c' be

=1,18 ωd Bila ρ=A s

Be ddan ω=ρ

f y

f c'

M n=A s f y (d−a2 )

Karena a < hf, penampang dianggap sebagai balok biasa keruntuhan terjadi bila :

a < ab dan ρ < ρb

ρb=( 0,85 f c' b1

f y)( 0,003 Es

0,003 E s+ f y)

2. Bila letak sumbu netral jatuh di badan balok, a > hf , analisis harus dilakukan

dengan memperhatikan daerah tekan, bentuk penampang T.

Gambar 2.14 Ukuran penampang, distribusi regangan dan gaya internal.

Page 11: Prop. Tambahan

(Sumber : L.Wahyudi, 1999:92)

Bagian Flens T1 = Cf

A s . f y=0,85 f c' h f (be−bw )

Keseimbangan internal : T1 = Cf

A sf=0,85 f c

' hf ( be−bw )f y

M n=A sf f y (d−12

hf )Bagian Web

Luas tulangan sisanya As - Asf, pada kondisi tegangan leleh fy akan diimbangi oleh

bagian balok segiempat.

T2 = Cw

( A s−A sf ) f y=0,85 f c' bw a

Keseimbangan dalam : T2 = Cw

a=( A s−A sf ) f y

0,85 f c' bw a

M n 2=A s f sf (d−a2 )

Harga momen harus dikalikan dengan faktor reduksi 0,8 untuk mendapatkankekuatan

lentur rencana atau momen ultimit.

Penutup Beton Bertulang

Page 12: Prop. Tambahan

Dua besaran yang sangat berperan dalam merencanakan beton bertulang adalah tinggi

total h dan tinggi efektif d, pada gambar 2.15 memberikan kedua besaran bagi sebuah

balok.

Gambar 2.15 Hubungan Antara d,h dan Penutup Beton Bertulang

(Sumber : Gideon Kusuma, 1997:43)

Hubungan antara d, h dan penutup beton p untuk sebuah balok, secara

umumditentukan dengan : (Kusuma, 1997:42)

h = d + ½ ϕ tulangan utama + ϕ sengkang + ρ

pada SNI 03-2847-2002 pasal 9.7 menentukan tebal penutup beton dengan

pertimbangan kondisi yang telah ditentukan.

Perencanaan Penampang Persegi Terhadap Lentur

Page 13: Prop. Tambahan

Gambar 2.16 Keadaan Seimbang Regangan

(Sumber : Gideon Kusuma, 1997:44)

Pada gambar 2.16 disajikan sebuah penampang melintang balok dengan lebar b,

dan tinggi efektif d (gambar 2.16.a). Diagram tersebut berdasarkan SNI 03-2847-2002

pasal 12.2.3. disyaratkan Ɛcu = 0,3% dan tegangan tarik baja. (Kusuma, 1997:44)

Ɛ y=f y

E s

Dimana :

Ɛy : regangan tarik baja

fy : kuat leleh tulangan baja

Es : Modulus elastis baja (200.000 Mpa)

Diagram ini menyatakan bahwa regangan tekan beton dan batang leleh baja yang

disyaratkan tercapai secara bersamaan. Suatu keadaan pembebanan terhadap lentur

murni adalah bila penampang hanya dibebani momen lentur, maka terdapat keadaan

keseimbangan yang berupa ∑H = 0 ini berarti Ct = Ts (lihat gambar 2.16.d).

Ct = Ts sehingga :

0,85 f c' ab=A s f y

Dimana pada SNI 03-2847-2002 pasal 12.2 disyaratkan sebagai berikut :

Page 14: Prop. Tambahan

a = β1.c

Untuk,

β1 = 0,85 untuk mutu beton f c' ≤30 Mpa

β1 = 0,85-0,05 ( f c' =30 )untuk mutu beton30 ≤ f c

' ≤60 Mpa

β1 = 0,65 untuk mutu beton f c' ≥60 Mpa

Jika As adalah luas tarik maka :

A s=ρ . b . d

Letak dari sumbu netral atau c dari diagram rega ngan sesuai dengan gbr 2.16.b

E s=2. 105 Mpa

cd=

εcu

εcu+ε y

= 0,003

0,003+( f y

Es)

c= 0,003

0,003+f y

E s

=600 (d )600+ f y

ρb=0,85 f c

' β1

f y

x600

600+ f y

Perencanaan Kekuatan Penampang Persegi Tulangan Tarik (tunggal)

Pada pasal 12.3 SNI 03-2847-2002 ditetapkan bahwa jumlah tulangan baja tarik

tidak boleh melebihi 0,75 dari jumlah tulangan baja tarik yang diperlukan untuk

mencapai keseimbangan regangan,

Page 15: Prop. Tambahan

A s≤ 0,75 A sb

Apabila pembatasan diberlakukan, di mana rasio penulangan maksimum yang diijinkan

dibatasi dengan 0,75 kali rasio penulangan keadaan seimbang (ρ), sehingga :

(L.Wahyudi, 1999:53)

ρmaks=0,75 . ρb

ρb=0,85 f c

' β1

f y

x600

600+ f y

Dimana :

β1 = koefisien tebal stress

f c' = kuat desak beton (MPa)

f y' = tegangan leleh baja (MPa)

Dari gambar 2.16 untuk Ct = Ts tinggi distribusi tegangan persegi adalah :

a=A s f y

0,85 f c' b

Mencari rasio tulangan (ρ)

ρ=A s

b .d

Selanjutnya mencari momen nominal di dapat :

M n=A s . f y (d−12

a)Dimana : ϕMn ≥ Mu

Page 16: Prop. Tambahan

Perencanaan kekuatan Penampang Persegi dengan Tulangan Tekan (rangkap)

Penampang persegi dengan penulangan tarik dan tekan dinamakan juga

penampang bertulang rangkap. Karena beton cukup kuat untuk menahan tekan maka

penulangan di daerah tekan peranannya tidak besar seperti di daerah tarik.

(Dipohusodo, 1996:87)

Gambar 2.17 Analisa Balok Bertulangan Rangkap

(Sumber : Istimawan Dipohusodo, 1996:87)

Karena,

As = As1 + As2 ; As1 = As – Ss2

As2 = As’ ; As1 = As – As’

Pada gambar 2.17.c momen nominal yang dikerahkan oleh tulangan tarik dengan As1

= As – As2 beton yang tertekan :

M n 1=A s1 . f y(d−a2 )

M n 2=A s 2. f y (d−d ' )

Page 17: Prop. Tambahan

Jumlah momen nominal dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan ϕ :

ϕ M n=ϕ M n1+ϕ M n 2≥ M u

Perencanaan Tulangan Geser

kontrol tulangan geser digunakan untuk mengetahui jarak sengkang yang ada

pada balok. Dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.5 (5(1)) menetapkan bila Vu ≤ ϕVc idak

perlu tulangan geser, namun peraturan mengharuskan menyediakan tulangan geser

minimum pada tempat dimana Vu ≤ ½ ϕVc.

Sedangkan pada tempat dimana diperlukan tulangan geser minimum jumlah

luasnya ditentukan dengan rumus : SNI 03-2847-2002 pasal 13.5(5(3).

Av=13

bw . S

f y

Untuk menghitung kuat geser sengkang digunakan rumus : SNI 03-2847-2002 pasal

13.5(6(2).

V s=Av . F y . d

S

Dimana :

Vc = kuat geser beton untuk menahan gaya geser batang 16 √ f c

' . bw d

Vu = Gaya geser batang (bidang lintang)

ϕ = Faktor reduksi (untuk geser = 0,6)

d = Tinggi efektif beton

Vs = Kuat geser sengkang

Page 18: Prop. Tambahan

fy = Tegangan leleh baja

S = jarak sengkang

Dasar-dasar Perencanaan Kolom

Kolom merupakan bagian vertikal dalam suatu elemen struktur yang menerima

beban tekan, dimana diharapkan bagian ini dapat menahan gaya beban dari lantai -lantai

atas sampai lantai bawah lalu diteruskan ke tanah melalui pondasi.

Seperti halnya balok, asumsi yang digunakan dalam perencanaan kolom

dievaluasi berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut : (Nawy,1990:306)

Kekakuan unsur-unsur harus didasarkan pada perhitungan perhitungan yang

memenuhi syarat keseimbangan dan kompabilitas regangan.

Regangan di dalam baja tulangan dan beton dimisalkan berbanding lurus dengan

jarak terhadap garis netral.

Regangan maksimum dapat dicapai pada serat tekan extreme beton dicapai 0,003

Kuat tarik beton diabaikan dalam perhitungan.

Macam-macam kolom

Jenis kolom berdasarkan bentuk dan macam penulangannya dapat dibagi menjadi tiga

katagori yang diperlihatkan pada gambar 6.2.1 yaitu :

a. Kolom segi empat atau bujur sangkar dengan tulangan memanjang dan sengkang

b. Kolom bundar dengan tulangan memanjang dan sengkang berbentuk spiral

c. Kolom komposit yaitu gabungan antara beton dan profil baja sebagai pengganti

tulangan didalamnya.

Page 19: Prop. Tambahan

Gambar 2.18 Macam-macam Kolom

(Sumber : Istimawan Dipohusodo, 1996:288)

Kolom pendek dengan beban sentris

Apabila beban tekan P berimpit dengan sumbu memanjang kolom, berarti tanpa

eksentrisitas, perhitungan teoritis menghasilkan tegangan tekan merata pada permukaan

penampang lintangnya. Sedangkan apabila gaya tekan tersebut bekerja di suatu tempat

berjarak e terhadap sumbu memanjang, kolom cenderung melentur seiring dengan

timbulnya momen:

M = P.e

Jarak e dinamakan eksentrisitas gaya terhadap sumbu kolom. Tidak sama halnya

dengan kejadian beban tanpa eksentrisitas, tegangan tekan yang terjadi tidak merata

pada seluruh permukaan penampang tetapi akan timbul lebih besar pada satu sisi

terhadap sisi lainnya.

Kondisi pembebanan tanpa eksentrisitas yang merupakan keadaan khusus, kuat beban

aksial nominal atau teoritis dapat ditulis sebagai berikut :

Po=0,85 f c' ( A g−A st )+f y . A st

Dimana :

Page 20: Prop. Tambahan

Po = Kapasitas penampang batas dengan eksentrisitas nol (kN)

Ag = luas penampang beton bruto (b.h) (mm2)

Ast = luas penampang tulangan memanjang total (mm2) (A1 + A2)

A1 = uas penampang tulangan tarik

A2 = Luas penampang tulangan tekan ( A s' )

Kekuatan nominal maksimum

Kolom Panjang dengan beban eksentris

Pada umumnya beban aksial yang bekerja pada kolom adalah beban eksentris.

Beban aksial eksentris ini dapat terjadi karena dua hal yaitu (1) Gaya aksial yang

terletak tidak tepat pada titik berat penampang atau (2) Terdapat gaya aksial dan

momen lentur pada penampang tersebut. Pada kolom yang mendapat gaya aksial dan

momen lentur, eksentrisitas gaya e adalah momen lentur Mu dibagi gaya aksialnya Pu

yang diperlihatkan pada gambar 6.5.3.1 dapat ditulis dalam persamaan berikut e=M u

Pu

Momen lentur yang bekerja akan menyebabkan tegangan tekan dan tegangan tarik pada

penampang sedangkan gaya aksial yang bekerja menyebabkan tegangan tekan saja.

Kombinasi antara Mu dan Pu ini akan menyebabkan makin membesarnya tegangan

tekan pada tepi penampang terdekat dan makin mengecilnya tegangan tekan pada tepi

penampang terjauh dari titik eksentrisitas. Bila momen lentur yang terjadi bertambah

besar maka tepi penampang terjauh yang semula tertekan akan berubah menjadi tertarik

sedangkan tegangan tekan pada tepi penampang tertekan makin bertambah besar

sehingga penampang berperilaku tidak linier lagi dan bila momen yang terjadi makin

besar maka akan terjadi keruntuhan lentur seperti pada balok dan sebaliknya makin

Page 21: Prop. Tambahan

besar gaya tekan yang terjadi makin kecil eksentrisitasnya dan bila kekuatan bahan

terlampui maka akan terjadi keruntuhan tekan.

Gambar 6.5.3.1 Eksentrisitas beban pada kolom

(sumber: Yunan Rusdianto dan Zamzami Estiropa)

Persamaan keseimbangan gaya dan momen untuk kolom pendek dapat dinyatakan

sebagai : (Nawy,1990:314)

Pn=C c+C c−T s

Momen tahanan nominal Mn, yaitu sebesar Pn, e, dapat diperoleh dengan menuliskan

keseimbangan momen terhadap pusat elastis penampang. Untuk kolom yang

penulangannya simetris, plastisnya dengan geometrisnya :

M n=Pn . e

❑❑=C c( y−a2 )+C s ( y−d ' )+T s (d− y )

y = ½ h

Cc = 0,85. f c' b .a

Cs = A s' . f s

'

Page 22: Prop. Tambahan

Ts = A s . f s'

Maka diperoleh persamaan :

Pn=0,85 f c' b .a+ A s

' f s'−A s f s

M n=0,85 f c' b .a ( y−a

2 )+A s' f s

' ( y−d ' ) A s f s (d− y )

Gambar 2.19 Tegangan dan gaya-gaya pada kolom

(Sumber : Nawy, 1990:316)

Macam-Macam Keruntuhan Pada Kolom

1. Keruntuhan Balance pada kolom segi empat

Keruntuhan balance tercapai bila tulangan tarik mengalami regangan leleh Ey dan

pada saat itu pula beton mengalami regangan batasnya (0,003) dan mulai hancur.

(Nawy,1990:318)

Cb

d= 0,003

0,003+f y

Es

Page 23: Prop. Tambahan

atau dengan menggunakan Es = 2.105 Mpa

Cb=d600. d

600+f y

ab=β1 . cb=β1. d600

600+f y

Beban aksial nominal pada kondisi balance Pn.b dan ksentrisitasnya e.b dapat

ditentukan dengan menggunakan ab dimana Pn = Pn.b

Pn . b=0,85 f c' b . ab+ A s

' f s'−A s f y

M n .b=0,85 f c' b .ab ( y−a

2 )+A s' f s

' ( y−d ' ) A s f y (d− y )

Dimana :

f s'=0,003 E s

Cb−d '

cb

z = jarak tepi tertekan ke pusat plastis (=0,56 bila A s=A s' )

2. Keruntuhan Tarik Pada Penampang Kolom Segi Empat

Jika ρ > ρb atau Pn < Pn.b, maka keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan tarik

yang diawali oleh lelehnya tulangan tarik. (Nawy,1990:320)

Apabila tulangan tekan diasumsikan telah leleh dan A s=A s' , maka :

Pn=0,85. f c' . a . b

M n=Pn . e=0,85. f c' . a . b( y−a

2 )+ A s' . f y ( y−d ' ) A s f y (d− y )

Bila y = ½ h dan A s' diganti A s maka :

Page 24: Prop. Tambahan

Karena a=Pn

0,85. f c' b

pada persamaan dibawah ini :

Pn . e=Pn( h2−

Pn

1,7 f c' b )+ A s f y (d−d ' )

Jika ρ=ρ'=A s

b .d dan jika m=

f y

0,85 f c'

maka persamaan di atas dapat ditulis :

Pn=0,85. f c' . b .d ( h−2e

2d )+√( h−2e2d )

2

+2mp( d

d ' )Dimana :

e = jarak antar pusat plastis dengan titik tangkap gaya.

e' = jarak antar tulangan tarik dengan titik tangkap gaya

3. Keruntuhan Tekan pada Penampang Kolom Segi Empat

Keruntuhan tekan terjadi apabila e < eb atau Pn > Pnb. Untuk menghitung kapasitas

penampang kolom di daerah hancur tekan dapat digunakan persamaan “Whitney” .

(Dipohusodo, 1996:120)

Persamaan Whitney untuk penampang persegi dengan hancur tekan :

Pn=A s . f y

e

(d−d' )+0,5

+b .h . f c

'

3hed2 +1,18

Page 25: Prop. Tambahan

Gambar 2.20 Diagram M – P Interaksi Pada Kolom

(Sumber : L.Wahyudi,1999:195)

Diagram Interaksi diatas menunjukkan hubungan antara Pu dan Pu.e . yang

dapat diartikan bahwa titk-titik yang ada di dalam berarti belum terjadi keruntuhan dan

bila diluar berarti kolom tidak dapat memikulnya.

Dimana :

AB = Keruntuhan tekan

B = Keruntuhan setimbang

BC = Keruntuhan tarik

Desain Dimensi Kolom

Dalam perancangan kolom beton bertulang ada beberapa hal yang biasanya

diambil sebagai ketetapan, antara lain dimensi kolom (b/h), mutu baja (fy) dan mutu

beton (fc’). Diagram interaksi tanpa dimensi dapat digunakan untuk menentukan

dimensi kolom jika diketahui beban-beban yang bekerja.

1. Hitung e=M u

Pu

2. Tetapkan nilai f c' dan f y

3. Tentukan nilai h, ρ, g, dan hitung e/h

Page 26: Prop. Tambahan

4. Dengan nilai e/h dan ρ tersebut, dari diagram didapat nilai K

K=Pu

f c' . b . h

, sehingga b .h=Pu

f c' . K

5. Tetapkan dimensi kolom sedemikian rupa sehingga mendekati nilai yang

diperlukan.

Perencanaan Penulangan Kolom

Kolom direncanakan terhadap beban aksial Pu dan Mu.

1. Pilih ukuran kolom dan balok

2. Tentukan f c' , f y

3. Hitung EIk dan EIb.

Elk=( Ec lk

2,5 )1+ βd

Elb=( Ec lb

5 )1+ βd

βd=(1,2 M D )

(1,2 M D+1,6 M L)

4. Hitung ΨA,ΨB

Ψ A=∑ ( Elk / lk )∑ ( E lb/ lb )

, ujung atas kolom

Ψ B=∑ ( Elk / lk )∑ ( E lb/ lb )

, ujung bawahkolom

5. Tentukan K dengan nomogram

Page 27: Prop. Tambahan

Gambar 7.4.2.1. Nomogram Untuk Nilai K Dlam Menentukan Panjang Efektif

Elemen Struktur

6. Hitung K lu

r dengan r=√ I

A

7. Tentukan apakah kolom pendek atau langsing

Kolom pada struktur dengan penahan

JikaK lu

r<34−( 12. M1 b

M 2b) kolom pendek, Maka Tidak perlu diperhitungkan

pembesaran momen.

JikaK lu

r≥ 34−( 12. M 1 b

M 2 b) kolom langsing, Maka harus diperhitungkan

pembesaran momen.

M c=δ b . M 2b

δ b=Cm

1−( Pu

ϕ. Pc)

≥ 1,0

Cm=0,6+0,4M1 b

M2 b

≥0,4

Pc=π 2 EI

( K lu )2

Page 28: Prop. Tambahan

Kolom pada struktur tanpa Penahan

JikaK lu

r<22 kolom pendek, Maka Tidak perlu diperhitungkan pembesaran

momen.

JikaK lu

r≥ 22 kolom langsing, Maka harus diperhitungkan pembesaran

momen.

M c=δ b . M 2b+δ s .M 2 s

δ b=1

1−( ∑ Pu

ϕ.∑ Pc)≥ 1,0

8. Hitung e = Mu/Pu

e ≥ 15 + 0,003.h

jika e < e ≥ 15 + 0,003.h, maka dipakai e ≥ 15 + 0,003.h

9. Tentukan tulangan kolom dengan diagram

a. Didalam grafik pada sumbu vertikal dinyatakan dengan nilai :

Pu

ϕ. Agr .0,85 . f c'

dan pada sumbu horisontalnya adalah :

Pu

ϕ. Agr .0,85 . f c' ( e1

h )

b. Pilihlah diagram yang sesuai dengan f cc , f y dand' /h, diperoleh nilai ρ, sehingga

luas baja tulangan yang dibutuhkan adalah :

Atot = ρ.b.h

c. Tetapkan ukuran dan jumlah tulangan yang digunakan.

Page 29: Prop. Tambahan