proceeding book -...

124

Upload: others

Post on 27-Oct-2019

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi
Page 2: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

PROCEEDING BOOK

SIMPOSIUM DAN WORKSHOP

PERHIMPUNAN GASTROENTERO-HEPATOLOGI

DAN NUTRISI ANAK INDONESIA (PGHNAI)

TEMA :

UPDATE IN DIAGNOSIS AND MANAGEMENT OF

GASTROENTERO-HEPATOLOGY AND

NUTRITION PROBLEMS IN CHILDREN

BANDA ACEH, 19-20 JANUARI 2018

Speaker:

Agus Firmansyah, Prof. Dr. dr. Sp.A(K)

M. Juffrie, Prof. dr. PhD, Sp.A(K)

Badriul Hegar. Prof. dr. PhD, Sp.A(K)

Reza Ranuh, Dr. dr. Sp.A(K)

Bakhtiar, Dr. dr. M.Kes, Sp.A

Pramita G. Dwipoerwantoro, Dr.dr.Sp.A(K)

Sulaiman Yusuf, Dr. dr. Sp.A(K)

I Putu Gede Karyana, dr. Sp.A(K)

Mulya Safri, Dr. dr. M.Kes, Sp.A(K)

Penerbit: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Page 3: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

PROCEEDING BOOK

SIMPOSIUM DAN WORKSHOP

PERHIMPUNAN GASTROENTERO-HEPATOLOGI DAN NUTRISI ANAK

INDONESIA (PGHNAI)

TEMA :

UPDATE IN DIAGNOSIS AND MANAGEMENT OF GASTROENTERO-

HEPATOLOGY AND NUTRITION PROBLEMS IN CHILDREN

Pengarah

Prof. Dr.dr. Agus Firmansyah, Sp.A(K)

Prof.dr. Badriul Hegar Syarif, Sp.A.(K) PhD

Prof. dr. Rusdi Ismail, Sp.A(K)

Prof. dr.Yati Sunarto, Sp.A(K), PhD

Prof.dr.M.Juffrie,SpA(K), PhD

Prof.Dr.dr. Subiyanto Martosudarmo,Sp.A(K)

dr. Hadjat S. Digdowirogo, Sp.A(K), MBA

Reviewer:

Agus Firmansyah, Prof. Dr. dr. Sp.A(K)

M. Juffrie, Prof. dr. PhD, Sp.A(K)

Badriul Hegar. Prof. dr. PhD, Sp.A(K)

Editor

Sulaiman Yusuf

Bakhtiar

Mulya Safri

Mars Nasrah

Jufitriani Ismy

Penerbit:

Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

ISBN: 978-602-73790-2-2

Page 4: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| i

Sambutan Ketua Panitia Pelaksana

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Bayi, anak dan remaja merupakan tunas bangsa yang menentukan masa

depan bangsa Indonesia. Di era globalisasi saat ini, perlu evidence based sebagai

dasar dalam penanganan berbagai masalah kesehatan, khususnya dibidang

Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi anak. Masalah kesehatan ini perlu

ditangani sedini mungkin dan mendapat prioritas utama agar terjaminnya

kualitas kesehatan yang baik di masa mendatang. Saat ini masih banyak masalah

dalam bidang Gastroenterologi, Hepatologi dan Nutrisi yang sangat

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta menyebabkan angka

mortalitas yang masih tinggi.

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah

Kuala bekerja sama dengan Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi

Anak Indonesia (PGHNAI) ikut bertanggung jawab dalam peningkatan

pertumbuhan dan perkembangan bayi, anak dan remaja sehingga memandang

perlu melakukan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

teman sejawat Dokter Umum dan Dokter Spesialis Anak yang berhubungan

dengan Gastroenterologi, Hepatologi dan Nutrisi anak serta masalah-masalah

yang mempengaruhinya. Untuk itu perlu dilaksanakan Simposium dan

Workshop dengan tema: Update in Diagnosis and Management of Gastoentero-

Hepatology and Nutrition Problems in Children”, diharapkan dengan mengikuti

kegiatan ini dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan para peserta

dalam menangani masalah-masalah dalam bidang Gastroenterologi, Hepatologi

dan Nutrisi anak.

Page 5: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| ii

Akhirul kalam, semoga buku kumpulan naskah lengkap ini dapat

bermanfaat dan mempermudah para peserta.

Wassalam,

Dr. dr. Sulaiman Yusuf, Sp.A(K)

Ketua Panitia Pelaksana

Page 6: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| iii

Sambutan Pengurus Pusat Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan

Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI)

Assalamu’alaikum Wr Wb,

Generasi penerus bangsa sebagai sumber daya manusia yang sehat dan

berkualitas hanya mampu diwujudkan apabila Indonesia memiliki tenaga

kesehatan yang berkompeten dalam bidang keilmuan kedokteran. Oleh karena

itu, tenaga kesehatan Indonesia harus senantiasa aktif dalam mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam usaha meningkatkan derajat

kesehatan anak Indonesia yang selaras dengan program pemerintah pusat,

kami selaku bagian dari Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi

Anak Indonesia (PGHNAI) berupaya untuk terus meng-update ilmu

pengetahuan bagi rekan-rekan sejawat.

Dalam kesempatan rapat kerja (Raker) PGHNAI ini, kami bekerja

sama dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsyiah mengadakan

Simposium dan Workshop yang bertemakan : Update in Diagnosis and

Management of Gastoentero-Hepatology and Nutrition Problems in

Children” yang berlangsung 18-20 Januari 2018 di Hotel Hermes Palace

Banda Aceh ini merupakan suatu meomentum yang tepat dalam menjawab

permasalahan yang ada. Kami berharap materi dalam simposium dan

workshop ini dapat menjadi suatu hal yang mendasari tenaga kesehatan di

Indonesia dalam melakukan praktek klinis sehari-hari.

Page 7: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| iv

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FK Unsyiah Banda Aceh yang telah bersedia bekerja sama

untuk menyelenggarakan Raker, Simposium dan Workshop ini. Semoga acara

ini bermanfaat bagi kita semua.

Wassalam,

dr. Ade Pasaribu, Sp.A

Ketua PP PGHNAI

Page 8: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| v

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatnya sehingga kami

sudah dapat menyusun Buku Kumpulan Naskah Lengkap Simposium dan

Workshop Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia

(PGHNAI) dengan tema : “Update in Diagnosis and Management of

Gastoentero-Hepatology and Nutrition Problems in Children”. Penulis

makalah dalam buku ini berasal dari sejawat Spesialis Anak Konsultan

Gastroentero-Hepatologi yang kompeten serta berpengalaman di bidangnya

masing-masing.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada para penulis yang telah

menyediakan waktu di antara kegiatan sehari-hari mereka yang padat dan

waktu yang sempit. Syukurlah pada akhirnya buku ini dapat diselesaikan dan

disajikan tepat pada waktunya.

Penyunting juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim yang

telah membantu menyempurnakan makalah yang akan disampaikan sehingga

seragam dalam format penulisan dan menjadikan buku ini satu kumpulan yang

baik untuk dimiliki para dokter anak dan dokter umum dan dapat digunakan

sebagai referensi dalam praktek sehari-hari. Kami mohon maaf sekiranya

dalam menyunting makalah ini masih banyak terdapat kesalahan. Selamat

membaca!

Page 9: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| vi

Wassalam,

Editor :

Sulaiman Yusuf

Bakhtiar

Mulya Safri

Mars Nasrah

Jufitriani Ismy

Page 10: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| vii

Susunan Panitia

Pembina

- Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

- Direktur RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Aceh

Penasehat

- Ketua PP PGHNAI

- Ketua IDAI Cabang Aceh

- Ketua IDI Wilayah Aceh

- Ketua IDI Kotamadya Banda Aceh

Panitia Penyelenggara

Ketua : Dr.dr.Sulaiman Yusuf, Sp.A(K)

Wakil Ketua : Dr.dr.Mulya Safri, M.Kes,Sp.A(K)

Sekretaris I : Dr.dr.Bakhtiar, M.Kes,Sp.A

Sekretaris II : dr.Mars Nasrah A,M.Ked(Ped),Sp.A

Bendahara I : dr.Jufitriani Ismy,M.Kes,M.Ked(Ped),Sp.A

Bendahara II : Eliya Sofia, SE

Seksi Ilmiah

Koordinator : dr. TM Thaib, M.Kes, Sp.A(K)

Anggota : dr.Isra Firmansyah, Sp.A

dr.Raihan, Sp.A(K)

dr.Nora Sovira, M.Ked(Ped), Sp.A

dr.T.Ade Prasetia

dr.Fahrul Riza

dr.Nurul Huda Kowita

Seksi Usaha Dana

Koordinator : Prof. Dr. dr. Agus Firmansyah,Sp.A(K

Anggota : Prof.dr. Badriul Hegar,Sp.A(K),PhD

Page 11: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| viii

dr.Ade Pasaribu, Sp.A

dr.Nurjannah,Sp.A(K)

Dr.dr.Herlina Dimiati, Sp.A(K)

Seksi Sekretariat

Koordinator : dr.Rusdi Andid,Sp.A

Anggota : dr.Anidar,Sp.A(K)

dr.Octavina Susanti

dr.Hirsa Agriani

dr. Cut Elfira

Yulida Qadarsih, SE

Seksi Sidang dan Protokol

Koordinator : Dr.dr. Mulya Safri, M.Kes, Sp.A(K)

Anggota : dr.Darnifayanti, M.Ked(Ped), Sp.A

dr.Tita Menawati Liansyah, M.Kes

dr.Deska Andina Rezki

dr. Yeni Maryati

dr. Sulasmi

Seksi Konsumsi

Koordinator : dr.Nurjannah, Sp.A(K)

Anggota : Dr.dr.Dora Darussalam, Sp.A(K)

dr.Eka Destianti E, M.Ked(Ped), Sp.A

dr.Cut Zahara Phonna

dr. Diana Inti Nusantari

dr. Sannita Mayusda

Nur Ainol, Amd

Sie Perlengkapan, Dokumentasi dan Publikasi

Koordinator : dr.Heru Noviat Herdata,Sp.A

Anggota : dr.Inayah Zhiaul Muttaqin

dr.Cut Nanda Feby Ayulinda

dr.Muslim

dr.Iwan Sabardi

Husni, NT, S,Hum

Page 12: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| ix

Seksi Transportasi dan Akomodasi

Koordinator : dr.Syafruddin Haris, Sp.A(K)

Anggota : dr.Tommy

dr.Riny Fasli

dr.Pretyca Yudra Perdana

dr.Sulaiman A

dr.Budi Permana

Page 13: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| x

Daftar Isi

Sambutan ketua pelaksana ............................................................................ i

Sambutan ketua PP PGHNAI ....................................................................... iii

Kata pengantar ............................................................................................... v

Susunan panitia ............................................................................................ vii

Daftar isi......................................................................................................... x

Daftar penulis ............................................................................................... xii

The Importance of Gut in Growth, Development, and Health

of Child .......................................................................................................... 1

Agus Firmansyah

Tatalaksana Diare Terkini Pada Anak ......................................................... 11

M. Juffrie

Gastroesophageal Reflux : Etiology, Diagnosis and

Management ................................................................................................. 16

Badriul Hegar

Peran Mikrobiota pada Anak Sehat dan Sakit ............................................. 24

Reza Ranuh

Komplikasi Respiratorik Pada Anak Dengan Penyakit Refluks

Gastroesofagus ............................................................................................. 46

Bakhtiar

Mengenal Gejala Obstruksi Saluran Cerna pada Anak ................................ 56

Pramita Gayatri Dwipoerwantoro

Page 14: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| xi

Diare Persisten pada Anak Hiv/Aids ........................................................... 64

Sulaiman Yusuf

The Evidence of Zinc in Reducing The Prevalence

of Diarrhea ................................................................................................... 77

I Putu Gede Karyana

Tatalaksana Terkini Alergi Susu Sapi pada Saluran Cerna ......................... 93

Mulya Safri

Page 15: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| xii

Daftar Penulis

Agus Firmansyah, Prof. Dr. dr.

Sp.A(K)

Divisi Gastroentero-Hepatologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak,

Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia/RS.Cipto Mangunkusumo,

Jakarta

M. Juffrie, Prof. dr. PhD, Sp.A(K)

Divisi Gastroentero-Hepatologi

Bagian Ilmu Kesehatan Anak,

Fakultas Kedokteran Universitas

Gajah Mada/RS Sartjito Jogjakarta

Badriul Hegar. Prof. dr. PhD,

Sp.A(K)

Divisi Gastroentero-Hepatologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak,

Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesi/ RS.Cipto Mangunkusumo,

Jakarta

Pramita G. Dwipoerwantoro,

Dr.dr.Sp.A(K)

Divisi Gastroentero-Hepatologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak,

Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesi/ RS.Cipto Mangunkusumo,

Jakarta

Sulaiman Yusuf, Dr. dr. Sp.A(K)

Divisi Gastroentero-Hepatologi

Bagian Ilmu Kesehatan Anak,

Fakultas Kedokteran Universitas

Syiah Kuala/RS. dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh

Page 16: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| xiii

Reza Ranuh, Dr. dr. Sp.A(K)

Divisi Gastroentero-Hepatologi

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga, Surabaya

Bakhtiar, Dr. dr. M.Kes, Sp.A

Divisi Respirologi

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas

Syiah Kuala/RS. dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh

I Putu Gede Karyana, dr. Sp.A(K)

Divisi Gastroentero-Hepatologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak,

Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Sanglah

Mulya Safri, Dr. dr. M.Kes,

Sp.A(K)

Divisi Alergi-Imunologi

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas

Syiah Kuala/RS. dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh

Page 17: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 1

Peran Usus Dalam Tumbuh-Kembang

dan Kesehatan Anak

Prof. Dr. dr. Agus Firmansyah Sp.A(K)

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia/ RS.Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Pendahuluan

Proses tumbuh kembang anak memerlukan fungsi usus yang baik. Tumbuh

kembang anak yang baik tentu akan menjamin terpeliharanya kesehatan anak.

Usus tidak bekerja sendiri, tetapi berkaitan dengan organ lain yang tergabung

dalam sistem pencernaan. Mulut dengan geliginya, pankreas dengan jaringan

eksokrinnya dan hati sebagai produsen empedu. Yang disebut usus terbatas

pada usus halus dan kolon.

Fungsi usus tidak hanya mencerna (digesti) dan menyerap (absorpsi)

nutrien, tetapi juga fungsi hormonal, imunitas dan barier. Beberapa hormon,

yang berperan dalam proses digesti maupun tidak, dihasilkan oleh usus. Usus

lahir steril dan beberapa hari kemudian dikolonisasi oleh kuman dari ibunya,

terutama Bifidobacteria dan Lactobacillus. Kolonisasi mikrobiota pada awal

kehidupan penting dalam mengembangkan sistem imun.1 Seperti halnya

saluran nafas, usus merupakan barier terdepan yang berhadapan dengan

berbagai antigen dan kuman yang masuk per oral. Barier usus yang baik akan

mencegah berbagai penyakit saluran cerna dan alergi.2

Usus besar dihuni oleh sekitar 1012-1014 bakteri; sebagian besar bakteri

anaerob tetapi seperseribu diantaranya merupakan bakteri Gram (-) berpotensi

patogen (oportunis). Bila integritas mukosa usus baik (barier baik) maka

Page 18: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 2

bakteri dan endotoksin yang berada dalam usus tetap berada di dalam lumen

usus, tidak menembus epitel usus masuk ke sirkulasi darah (translokasi bakteri)

menyebabkan bakteriemia dan selanjutnya.3

Struktur usus

Dinding usus merupakan barier anatomis dan imunologis, terbentuk dari

selapis epitel yang berasal dari sel punca di kripta usus. Mukosa usus terdiri

dari lapisan epitel (enterosit) dan lamina propria. Sel punca asal kripta akan

bermigrasi ke arah apex dan berkembang menjadi enterosit absorptif, sel

goblet, sel enteroendokrin dan sel panet. Di bawah mukosa usus terdapat

jaringan submukosa, muskularis dan serosa. Lapisan pertama yang mencegah

translokasi bakteri adalah lapisan mukus yang terbentang melapisi permukaan

enterosit.4

Kecukupan asupan makanan

Fungsi usus yang baik siap berfungsi mencerna dan menyerap makanan.

Asupan makanan sangat penting pada awal kehidupan sejak 0 sampai 24 bulan

untuk mencegah gangguan gizi. Pada enam bulan pertama berilah ASI

eksklusif. Bila karena suatu alasan tidak bisa diberikan ASI eksklusif, dapat

diberikan formula bayi. Tahap ini disebut sebagai fase makan cair; tidak

diperlukan makanan tambahan lain. Tahap 6-12 bulan disebut sebagai fase

transisi; mulai diperkenalkan makanan tambahan selain ASI/formula yang

konsistensinya disesuaikan secara bertahap. Fase transisi ini sering menjadi

penyebab masalah makan pada anak di kemudian hari bila tidak berlangsung

mulus, Menjelang usia satu tahun diharapkan bayi telah makan makanan lumat

atau bubur kasar. Setelah anak berusia 1 tahun atau lebih, anak telah bisa

Page 19: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 3

menikmati makanan keluarga sesuai dengan penerimaannya. Rekomendasi

WHO, bayi berusia 6-23 bulan harus menerima minimum dietary diversity

(MDD) dan minimal meal frequency (MMF).5 ASI merupakan makan yang

penting bagi bayi dalam hubungannya dengan interitas mukosa usus, karena

bayi mengandung baik prebiotik maupun probiotik (sinbiotik).6

Digesti dan absorpsi nutrien

Pencernaan merupakan proses yang kompleks, beberapa enzim terlibat dalam

proses pencernaan makanan (Tabel 1 dan 2).7

Gangguan integritas mukosa usus

Beberapa penyakit yang langsung mengenai usus (diare, malnutrisi) atau

sistemik (alergi, renjatan) dapat menyebabkan kerusakan mukosa usus (atrofi).

Atrofi usus dapat menyebabkan defisiensi laktase, insufisiensi enzim pankreas,

protein losing enteropati, translokasi bakteri dan berkurangnya absorpsi

nutrien.

Laktase terdapat dalam brushborder vilus usus dan kadarnya tinggi pada

sepertiga puncak vilus. Bila terjadi atrofi vilus maka akan terjadi defisiensi

laktase; pada bayi dan anak yang mengkonsumsi susu akan terjadi gejala

intoleransi laktosa, berupa kembung, sering flatus, sakit perut dan diare.8

Page 20: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 4

Tabel 1. Digesti enzimatik terhadap beberapa jenis makanan7

Lokasi Lipid Karbohidrat Protein

Kelenjar ludah - Amilase saliva -

Lambung Lipase gastrik - Pepsin

Pankreas Lipase

Kolipase

Fosfolipase

Kolesterol-

esterase

Amilase Tripsin

Kimotripsin

Elastase

Karboksipeptidase

Hati (asam empedu) - -

Usus halus - Sukrase

Laktase

Maltase

Enterokinase

Endopeptidase

Oligopeptidase

Dipeptidilpeptidase

Usus halus memproduksi hormon yang penting dalam proses digesti, yaitu

sekretin dan kolesistokinin. Atrofi usus akan menyebabkan defisiensi hormon

tersebut dengan akibat ekskresi enzim pankreas dan empedu berkurang;

selanjutnya akan menyebabkan maldigesti makanan.9

Page 21: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 5

Tabel 2. Enzim pankreas yang terkait digesti7

Enzim Fungsi

Enterokinase Mengubah tripsinogen menjadi tripsin di

duodenum

Enzim proteolitik:

Tripsinogen (tripsin)

Kimotripsinogen

(kimotripsin)

Karboksipeptidase,

Elastase

Tripsin dan kimotripsin memecah protein

menjadi polipeptida dan peptida;

karboksipeptidase memecah peptida menjadi

asam amino

Enzim amilolitik:

Amilase

Hidrolisis pati, glikogen dan karbohidrat lain

(selain selulosa) menjadi disakarida dan

trisakarida

Enzim lipolitik:

Lipase, fosfolipase A1, A2

dan esterase

Lipase menghidrolisis lemak menjadi asam

lemak dan monogliserida; fosfolipase memecah

asam lemak dari fosfolipid, esterase

menghidrolisis ester kolesterol.

Kerusakan mukosa usus menyebabkan kerusakan tight junction yang

merupakan perekat antar epitel usus yang penting dalam transpor molekul

antar sel. Kerusakan tight junction akan memudahkan terjadinya translokasi

bakteri dengan akibat bakteremia dan sepsis.10

Fungsi hormonal

Banyak hormon disekresi oleh sel endokrin yang terdapat di jaringan mukosa

usus dan pankreas. Gastrin, sekretin dan kolesistokinin merupakan hormon-

Page 22: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 6

hormon saluran cerna yang pertama ditemukan. Sekarang telah ditemukan

lebih dari 50 gen hormon dan berbagai peptida bioaktif; yang membuat usus

merupakan organ endokrin terbesar dalam tubuh. Beberapa hormon lain adalah

somatostatin, ghrelin, bombesin, GLP (glucagon like peptides), VIP

(vasoactive intestinal peptide), neurotensin, GIP (gastric-inhibitory

polypeptidde), dan lain-lain.11

Fungsi barier

Integritas mukosa usus penting dijaga dalam rangka fungsi usus sebagai barier.

Kuman yang masuk peroral tidak menyebabkan penyakit dan mikrobiota usus

dan endotoksinnya tidak menembus mukosa usus. Untuk mempertahankan

integritas mukosa usus, beberapa mikronutrien mempunyai peran penting

regenerasi mukosa usus, antara lain Zn, glutamin, serat pangan dan probiotik.

Zn merupakan komponen dari lebih 300 enzim; berperan dalam proliferasi sel

dan regenerasi enterosit. Interaksi antara Zn, diare dan mnalnutrisi telah

terbukti. Diare akan menyebabkan kehilangan Zn melalui tinja; defisiensi Zn

akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan imunitas seluler; kedua faktor

tersebut menimbulkan diare berulang; dan berlanjutnya siklus diare-

malnutrisi.12 Suplementasi Zn dapat memperbaiki pertumbuhan anak

malnutrisi.13 Sayangnya Zn banyak terdapat pada makanan asal hewan yang

biasanya mahal seperti daging, ikan, dan udang.

Suplementasi probiotik berguna dalam mempertahankan keseimbangan

mikrobiota usus. Probiotik dan prebiotik dapat meningkatkan produksi musin,

memperkuat tight junction sehingga dapat merestorasi permeabilitas dan

Page 23: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 7

mencegah perlekatan bakteri patogen pada enterosit. Peran tersebut dapat

memberikan proteksi terhadap epitel usus.14,15

Serat pangan sangat penting perannya dalam mempertahankan barier usus.

Serat tidak akan dicerna usus dan dikirim ke kolon. Mikrobiota usus akan

mengurainya menjadi beberapa komponen, antara lain short chain fatty acid

(asetat, propionat, butirat). Zat-zat tersebut merupakan nutrien kolon dalam

mempertahankan integritasnya.16

Epitel saluran cerna sangat membutuhkan nutrien dari lumen usus untuk

mempertahankan integritasnya. Glutamin dari lumen merupakan nutrien

penting untuk kehidupan enterosit. Glutamin terdapat dalam ASI. Peran

glutamin penting dalam regenerasi epitel usus pasca mengalami kerusakan.17-19

Barier usus bisa pula dirusak oleh iskemia usus. Iskemia usus akan

menimbulkan kerusakan mukosa usus dan disbiosis; kedua perubahan tersebut

akan menyebabkan translokasxi bakteri dengan akibat sepsis.20

Fungsi imun

Kuman yang masuk per oral akan dikontrol oleh mekanisme pertahanan tubuh

non-imunolgis, seperti peristaltik usus, asam lambung, sekret usus (empedu,

enzim dan imunoglobulin), dan mukus. Probiotik mempunyai efek anti-infeksi

seperti memproduksi bahan antimikroba, kompetisi dengan patogen terhadap

adhesi pada epitel, memperkuat tight junction, memperbaiki permeabilitas dan

motilitas usus. Probiotik melindungi usus terhadap patogen melalui mekanisme

stimulasi produksi sitokin, meningkatkan kapasitas fagositosis makrofag,

Page 24: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 8

meningkatkan aktivitas sel NK (natural killer) dan meningkatkan respons

antibodi spesifik terhadap patogen.21

Gut health

Gut health merupakan obyektif baru dalam ilmu kedokteran. Banyak penyakit

di masa dewasa disebabkan oleh usus yang tidak sehat pada masa awal

kehidupan. Kesehatan usus tidak hanya bebas dari penyakit usus, tetapi juga

meliputi digesti dan absorpsi nutrien yang efektif, mikrobiota usus yang

seimbang, status imun yang efektif dan terjaminnya rasa nyaman (ganguan

fungsional usus sering menimbulkan dispepsia.22

Penutup

Sebagai rangkuman, kesehatan usus penting untuk mempertahankan fungsi

digesti-absorpsi nutrien, hormonal, barier dan perkembangan sistem imun.

Usus yang sehat menjamin tumbuh-kembang dan kesehatan anak. Bila terjadi

kerusakan pada struktur dan fungsi usus akibat penyakit, upaya perbaikan

harus segera dilakukan. Kesehatan usus yang baik di masa awal kehidupan

akan menghindari penyakit di masa dewasa.

Daftar Pustaka

1. Isolauri E, Sutas Y, Kankaanpaa P, Arvilommi H, Salminen S. Probiotics:

efects on immunity. Am J Clin Nutr. 2001;73:444-50.

2. Rao RK, Polk DB, Seth A, Yan F. Probiotics the good neighbor: guarding

the gut mucosal barrier. Am J Infec Dis. 2009;5:182-92.

3. Mizock BA. Probiotics. Disease-a-month 2015;21:259-90.

Page 25: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 9

4. Sherman MP. New concept of microbial translocation in the neonatal

intestine: mechanisms and prevention. Clin Perinatol. 2010;37:565-79.

5. WHO. Indicators for assesing infant and young child feeding practice.

Conclusions of a consensus meeting held on 6-8 November 2007 in

Washington DC, USA.

6. Lara-Villoslada F, Olivares M, Sierra S, Rodriguez JM, Boza J. Beneficial

effects of probiotic bacteria isolated from breastmilk. Brit J Nutr.

2007;98:96-100.

7. Roxas M. The role of enzyme supplementation in degestive disorders.

Altern Med Rev. 2008;13:307-14.

8. Heyman MB. Lactose intolerance in infants, children and adolescent.

Pediatrics 2006;118:1279-86.

9. Sikkens ECM, Cahen DL, Kulpers EJ, Bruno MJ., Pancreatic enzyme

replacemant therapy in chronic pancreatitis. Best Pract Res Clin

Gastroenterol. 2010;24:337-47.

10. Grootjans J, Thuils G, Verdam F, derikx JP, lenaerts K, Buurman WA.

Non-invasive assessment of barrier integrity and function of the human gut.

World J Gastroenterol Surg. 2010;2:61-9.

11. Rao JN, Wang JY. Peptide growth factor in GI mucosal growth. San

Rafaei, Morgan & Claypool Life Science, 2010.

12. de Quieroz CAA, Fonseca SGC, Frota FB, Figueiredo IL, Aragazo KS,

Magalhaes CEC, et al. Zinc treatment ameliroates diarrhea and intestinal

inflammation. BMC Gastroenterol. 2014;136:1-14.

13. Umeta M, rst CE, Haidar J, Deurenberg, Hautvast JG. Zinc

supplementation and stunted infants in Ethiopia: a randomized controlled

trial. Lancet 2000;355:2021-6.

Page 26: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 10

14. Ohland CL, Macnaughton WK. Probiotic bacteria and intestinal epitel

barrier function. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 2010;298:807-

10.

15. Murguia-Peniche T, Mihatsch WA, Zegarra J, Supapannachart S, Ding ZY,

Neu J. Intestinal mucosal defence system.Part 2. Probiotics and prebiotics.

J Pediatr. 2013;162:65-71.

16. Anderson JW, Baird P, Davis RH, Ferreri S, Knudtson M, Korarym A, et

al. Health benefits of dietary fiber. Nutr Rev. 2009;67:188-205.

17. Roediger WEW. Metabolic basis of starvation diarrhea: implication for

treatment. Lancet 1986;i:1082-4.

18. Firmasyah A, Penn D, Lebenyhal E. Isolated colonocyte metabolism of

glucose, glutamine, n-butyrate, and ß-hydroxybutyrate in malnutrition.

Gastroenterology 1989;97:622-9.

19. Higashiguchi T, Hasselgren PO, Wagner K, Fischer JE. Effect of glutamine

on protein synthesis in isolated intestinal epithelial cells. J Parenter Enteral

Nutr. 1993;17:307-14.

20. Deitch EA. Gut-origin sepsis: evolution of a concept., Surgeon

2012;10;350-6.

21. Gilolo HS, Probiotics to enhance anti-infective defences in the gastrointinal

tract. Best Pract Res Clin Gastroenterol. 2003;17:755-73.

22. Bischoff SC. Gut health: a new objective in medicine? BMC Medicine

2011;9:1-14.

Page 27: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 11

Diare Akut

Prof. dr. Mohammad Juffrie, Ph.D, Sp.A(K)

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran

Universitas Gajah Mada/ Rumah Sakit Sardjito, Yogyakarta

Penyakit diare adalah penyebab utama kematian kedua pada anak di bawah

lima tahun, dan bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 525.000 anak

setiap tahunnya. Diare bisa berlangsung beberapa hari, dan bisa menyebabkan

tubuh tanpa air dan garam yang diperlukan untuk bertahan hidup.

Di masa lalu, bagi kebanyakan orang, dehidrasi berat dan kehilangan cairan

adalah penyebab utama kematian diare. Sekarang, penyebab lain seperti infeksi

bakteri septik akan menyebabkan peningkatan proporsi kematian terkait diare.

Anak-anak yang kekurangan gizi atau memiliki kekebalan yang terganggu

serta orang yang hidup dengan HIV paling berisiko mengalami diare yang

mengancam jiwa.

Diare didefinisikan sebagai keluarnya tiga atau lebih tinja cair per hari (atau

lebih sering daripada yang normal untuk bayi dengan ASI). Seringnya buang

kotoran yang berbentuk bukanlah diare, demikian jugajuga tidak adanya

kotoran yang embek dan "pasty" pada bayi yang disusui.

Diare biasanya merupakan gejala infeksi di saluran pencernaan, yang dapat

disebabkan oleh berbagai organisme bakteri, virus dan parasit. Infeksi

menyebar melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi, atau dari

orang ke orang sebagai akibat kebersihan yang buruk.

Page 28: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 12

Intervensi untuk mencegah diare, termasuk air minum yang aman, penggunaan

sanitasi yang lebih baik dan cuci tangan pakai sabun dapat mengurangi risiko

penyakit. Diare harus diobati dengan larutan rehidrasi oral (ORS), larutan air

bersih, gula dan garam. Selain itu, pengobatan tambahan 10-14 hari pemberian

tablet seng fermentasi 20 mg memperpendek durasi diare dan meningkatkan

hasil penyembuhan.

Ada tiga tipe klinis diare:

Diare berair akut - berlangsung beberapa jam atau hari, termasuk kolera;

Diare berdarah akut - juga disebut disentri; dan

Diare persisten - berlangsung 14 hari atau lebih.

Lingkup penyakit diare

Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian anak dan morbiditas di

dunia, dan sebagian besar disebabkan oleh makanan dan sumber air yang

terkontaminasi. Di seluruh dunia, 780 juta orang kekurangan akses terhadap air

minum yang baik dan 2,5 miliar kekurangan sanitasi yang baik. Diare akibat

infeksi tersebar luas di seluruh negara berkembang.

Di negara berpenghasilan rendah, anak di bawah tiga tahun mengalami rata-

rata tiga episode diare setiap tahunnya. Setiap episode menghilangkan nutrisi

anak yang diperlukan untuk pertumbuhan. Akibatnya, diare merupakan

penyebab utama malnutrisi, dan anak-anak kurang gizi lebih cenderung jatuh

sakit karena diare.

Dehidrasi

Ancaman paling parah yang ditimbulkan oleh diare adalah dehidrasi. Selama

episode diare, air dan elektrolit (natrium, klorida, kalium dan bikarbonat)

Page 29: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 13

hilang melalui cairan, muntah, keringat, air kencing dan pernapasan. Dehidrasi

terjadi saat kehilangan cairan dan elektrolit ini tidak diganti.

Tingkat dehidrasi dinilai pada skala tiga.

1. Dehidrasi berat (setidaknya dua dari tanda berikut ini):

kelesuan / ketidaksadaran

mata cekung

tidak bisa minum atau minum dengan buruk

cubitan kulit kembali sangat lambat (≥2 detik)

2. Dehidrasi tidak berat (dua atau lebih dari tanda-tanda berikut):

gelisah, rewel

mata cekung

minum dengan cepat, haus

3. Tanpa dehidrasi (tidak ditemukan tanda untuk diklasifikasikan sebagai

dehidrasi tak berat atau dehidrasi berat).

Penyebab

Infeksi: Diare adalah gejala infeksi yang disebabkan oleh sejumlah organisme

bakteri, virus dan parasit, yang sebagian besar disebarkan oleh air yang

terkontaminasi tinja. Infeksi lebih sering terjadi bila ada sanitasi jelek dan

kebersihan kurang dan air bersih untuk minum tidak, dimasak . Rotavirus dan

Escherichia coli, adalah dua agen etiologi paling umum dari diare sedang

sampai parah di negara-negara berpenghasilan rendah. Patogen lain seperti

spesies kriptosporidium dan shigella mungkin juga penting. Pola etiologi

spesifik lokasi juga perlu dipertimbangkan.

Page 30: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 14

Malnutrisi: Anak-anak yang meninggal karena diare sering menderita

kekurangan gizi, yang membuat mereka lebih rentan terhadap diare. Setiap

episode diare, pada gilirannya, membuat malnutrisi mereka semakin parah.

Diare adalah penyebab utama malnutrisi pada anak balita.

Sumber: Air yang terkontaminasi kotoran manusia, misalnya dari kotoran,

septic tank dan jamban, sangat memprihatinkan. Kotoran hewan juga

mengandung mikroorganisme yang bisa menyebabkan diare.

Penyebab lainnya: Penyakit diare juga bisa menyebar dari orang ke orang,

diperparah oleh kebersihan diri yang buruk. Makanan merupakan penyebab

utama diare jika disiapkan atau disimpan dalam kondisi tidak higienis.

Penyimpanan dan penanganan air bersih yang tidak aman juga merupakan

faktor risiko yang penting. Ikan dan makanan laut dari air yang tercemar juga

dapat menyebabkan penyakit ini.

Pencegahan dan pengobatan

Langkah-langkah kunci untuk mencegah diare meliputi:

akses ke air minum yang aman;

penggunaan sanitasi yang lebih baik;

mencuci tangan dengan sabun;

ASI eksklusif untuk enam bulan pertama kehidupan;

kebersihan pribadi dan makanan yang baik;

pendidikan kesehatan tentang bagaimana infeksi menyebar; dan

vaksinasi rotavirus

Page 31: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 15

Langkah-langkah kunci untuk mengobati diare adalah sebagai berikut:

Rehidrasi: dengan larutan garam rehidrasi oral (ORS). ORS adalah campuran

air bersih, garam dan gula. Biayanya beberapa rupiah per perawatan. ORS

diserap di usus halus dan menggantikan air dan elektrolit yang hilang dalam

kotoran.

Suplemen seng: Suplemen seng mengurangi durasi episode diare hingga 25%

dan dikaitkan dengan pengurangan 30% volume tinja.

Rehidrasi: dengan cairan intravena jika terjadi dehidrasi berat atau syok.

Makanan kaya gizi: lingkaran setan malnutrisi dan diare dapat dipatahkan

dengan terus memberi makanan kaya nutrisi - termasuk air susu ibu - selama

sebuah episode, dan dengan memberikan makanan bergizi - termasuk

pemberian ASI eksklusif untuk enam bulan pertama kehidupan - untuk anak-

anak saat mereka sehat.

Konsultasikan dengan profesional kesehatan, khususnya untuk penanganan

diare persisten atau bila ada darah dalam tinja atau jika ada penyakit.

Referensi

WHO up date Mei 2017

Page 32: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 16

Penyakit Refluks Gastroesofagus :

Diagnosis dan Terapi

Prof. dr. Badriul Hegar Syarif, Ph.D, Sp.A(K)

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia/ RS. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Pendahuluan

Penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) dan Refluks gastroesofagus (RGE)

adalah dua hal berbeda. Refluks gastroesofagus adalah aliran balik isi lambung

ke dalam esofagus. Aliran balik tersebut dapat hanya sampai esofagus atau

berlanjut masuk ke dalam rongga mulut dan dikeluarkan dari mulut sebagai

regurgitasi.1

Dokter yang melayani bayi harus memahami kedua hal tersebut,

sehingga dapat mendiagnosis dan memberikan terapi yang tepat dan rasional.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah mengeluarkan Pedoman atau

Rekomendasi mengenai Diagnosis dan Tata laksana Penyakit Refluks

Gastroesofagus.

Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisis. Refluks gastroeosfagus adalah keadaan

normal (fisiologi) pada bayi, yang dapat berlangsung beberapa kali sehari dan

berkurang sesuai pertambahan usia.1,2 pada bayi, gejala klinis PRGE tidak

spesifik sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menegakkan

diagnosis atau mengevaluasi hasil terapi. Pada anak berusia di atas 8 tahun,

keluhan yang disampaikan dapat dipercaya sehingga anamnesis dan

pemeriksaan fisis dapat dipakai untuk mendiagnosis dan menilai hasil terapi

Page 33: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 17

PRGE. Keluhan yang mungkin terlihat sangat bervariasi, mulai dari muntah

berulang, iritabel, menolak makan/minum hingga berat badan tidak naik secara

optimal dan hematemesis.3

Pemeriksaan Penunjang. Diagnosis PRGE perlu didukung oleh

pemeriksaan penunjang akurat. Pemantauan pH esofagus (pH-metri) selama 24

jam untuk menilai jumlah dan lama paparan asam pada dinding esofagus.

Pemeriksaan ini cukup akurat untuk mendeteksi RGE patologis atau

kecurigaan terhadap esofagitis. Nilai indeks refluks (IR) di atas 5% dianggap

sebagai refluks patologi dan IR di atas 10% perlu dipikirkan telah terjadi

esofagitis atau PRGE. Pemeriksaan pH-metri yang dikombinasikan dengan

impedans meningkatkan keakuratan nilai diagnosis PRGE. Sangat disayangkan

penggunaan kedua alat tersebut masih sangat terbatas, karena belum semua

pusat pelayanan kesehatan di Indonesia memilikinya, termasuk di Aceh.3,4

Pemeriksaan endoskopi. Kerusakan mukosa esofagus akibat iritasi

asam lambung ditandai oleh hiperemis, erosi, bahkan sampai ulkus. Keadaan

tersebut dapat dibuktikan dengan pemeriksaan endoskopi yang dilengkapi

dengan pemeriksaan patologi anatomi dari jaringan biopsi. Kerusakan mukosa

esofagus yang berat dapat menyebabkan esofagus Barrett atau metaplasia sel

esofagus yang merupakan petanda awal dari keganasan mukosa esofagus. T

Akan tetapi tidak ditemukannya perubahan gambaran patologi anatomi mukosa

esofagus bukan berarti tidak ada RGE.3

Pemeriksaan barium meal. Pemeriksaan barium meal dilakaukan

pada bayi dengan RGE untuk melihat adanya kelainan anatomi yang mungkin

sebagai penyebab RGE, tetapi tidak untuk mendiagnosis RGE. Mikroaspirasi

yang dapat terjadi akibat RGE dapat dibuktikan dengan pemeriksaan

Page 34: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 18

Skintigrafi nuklir. Mikroaspirasi seringkali memperlihatkan gejala respirasi

kronis yang sulit diatasi.4

Terapi empiris sebagai diagnostik. Pemberian obat supresi asam

lambung secara empiris sebagai metode diagnostik belum terbukti secara

ilmiah pada bayi. Bayi rewel atau iritabel bukan petanda spesifik PRGE

sehingga tidak boleh sebagai dasar pemberian terapi Proton Pump Inhibitor

atau H2 antagonis. Pemberian terapi supresi asam lambung jangka pendek (2

minggu) sebagai terapi empiris mungkin bermanfaat pada anak lebih besar dan

remaja dengan keluhan nyeri ulu hati dan nyeri dada.3

Sistem skor gejala klinis. Sistem skor Oreinstein telah lama dikenal dan

digunakan secara luas untuk menapis PRGE. Ikatan Dokter Anak Indonesia

menyesuaikan penerapan skor tersebut agar dapat diterapkan dengan mudah

secara luas. Nilai Skor kuesioner <9 berarti gejal klinis yang diperlihatkan bayi

bukan petanda PRGE, sedangkan nilai skor >9 berarti gejela klinis yang

diperlihatkan sangat mungkin disebabkan oleh PRGE sehingga perlu dilakukan

pemeriksaan penunjang lanjutan (pemantauan pH esofagus 24 jam dan atau

endoskopi) untuk membuktikan PRGE.5

Terapi

Regurgitasi berlebihan pada bayi yang telah mendapat susu formula disertai

gejala klinis alergi seperti dermatitis atopi atau riwayat atopi dalam keluarga,

dapat dipertimbangkan alergi protein susu sebagai penyebab keluhan tersebut.

Susu formula yang mengandung protein hidrolisat penuh diberikan selama 2-4

minggu. Bila tidak ada gejala klinsi alergi atau riwayat atopi dalam keluarga,

maka sangat mungkin keluhan tersebut adalah regurgitasi atau RGE primer.

Page 35: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 19

‘Thickening formula’ komersil atau modifikasi yaitu dengan menambahkan 5

gram tepung beras ke dalam 100 ml susu formula dapat diberikan pada bayi

dan terbukti menurunkan kejadian regurgitasi.3

Bayi yang mengalami regurgitasi berlebihan dianjurkan untuk

ditidurkan dalam posisi terlentang dengan sudut 60 derajat antara pinggang dan

alas tempat tidur serta miring ke kanan selama 1 jam, dilanjutkan miring ke

kiri selama 1 jam berikutnya. Posisi tengkurap dikaitkan dengan sudden infant

death syndrome/SIDS. Tidur tengkurap memberikan risiko SIDS lebih besar

dibanding manfaatnya, sehingga posisi tersebut tidak dianjurkan pada bayi

yang mengalami regurgitasi.3,4

Obat antagonis reseptor histamin (H2RA) dan inhibitor pompa proton

(PPI) dapat mengurangi gejala klinis dan memperbaiki kerusakkan mukosa.

Oleh karena telah tersedia alternatif obat yang lebih efektif (H2RA dan PPI),

maka antasid dan sukralfat tidak disarankan untuk PRGE.3

Obat prokinetik mempunyai potensi efek samping yang melebihi

potensi manfaatnya. Cisaprid terbukti efektif mengurangi gejala RGE, tetapi

adanya laporan efek samping pada irama jantung menyebabkan ketersediaan

obat tersebut dibatasi. Metoklopramid terbukti tidak efektif untuk RGE,

sedangkan eritromisin dan domperidon belum mempunyai cukup bukti ilmiah

untuk digunakan secara rutin pada bayi dengan regurgitasi atau RGE.3,4

Fundoplikasi atau operasi antirefluks perlu dipertimbangkan apabila

terapi medikamentosa yang telah diberikan optimal tidak memberikan respon,

ketergantungan obat berkelanjutan, keteraturan minum obat menjadi masalah,

pasien menolak minum obat secara terus menerus, atau terdapat komplikasi

yang mengancam nyawa.3

Page 36: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 20

Terapi empiris PPI dengan dosis 1mg/kg BB, sekali sehari selama 2

minggu dapat dipertimbangkan pada anak besar atau remaja dengan gejala

klinis nyeri dada kronis. Apabila terapi empiris tidak memperlihatkan

perubahan gejala klinis, maka terapi harus dihentikan dan dilanjutkan dengan

pemeriksaan penunjang untuk membuktikannya atau mencari penyebab

lainnya.5

Pendekatan tata laksana

Tata laksana diawali dengan penyesuaian pola hidup yang mencakup

penjelasan kepada orangtua tentang keadaan bayinya, posisi bayi, dan

‘thickening milk’ bagi bayi yang sudah mendapat susu formula. Diagnosis

RGE tanpa komplikasi dapat ditegakkan pada bayi dengan regurgitasi berulang

cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti dengan

memperhatikan ‘tanda bahaya’. Orangtua harus diyakinkan bahwa regurgitasi

adalah keadaan normal. Secara umum, RGE tidak perlu diintervensi. Bila

gejala makin berat atau tidak membaik pada usia 12-18 bulan, atau terdapat

"tanda bahaya" perlu dievaluasi lebih lanjut.3,7

‘Thickening formula’ dapat mengurangi volume regurgitasi.

Regurgitasi yang disertai kenaikan berat badan tidak optimal perlu dievaluasi

kearah infeksi, gangguan elektrolit, dan gangguan organik. Terapi nutrisi yang

gagal dan pemeriksaan penunjang tidak memperlihatkan kelainan, bayi perlu

dirujuk ke ahli gastrohepatologi anak.6

Pemberian obat PPI atau H2 antagonis kepada bayi yang menangis

berkepanjangan atau iritabilitas, selain tidak rasional juga tidak dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena kedua gejala tersebutpun

terdapat pada bayi ‘sehat’. PPI hanya diberikan kepada bayi yang telah

Page 37: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 21

terbukti mengalami refluks esofagitis atau PRGE. Terapi PPI harus dipantau

efektivitasnya dengan melihat perbaikan gejala klinis.

Pada remaja dengan nyeri ulu hati kronis dianjurkan untuk melakukan

perubahan gaya hidup dan dapat uji coba pemberian PPI selama 2 minggu. Bila

nyeri ulu hati terus berlanjut atau kembali muncul setelah terapi dihentikan,

pasien perlu dievaluasi lebih lanjut oleh ahli gastrohepatologi anak.3,4,7

Bayi menolak minum tidak direkomendasikan pemberian supresi asam

lambung tanpa evaluasi diagnostik terlebih dahulu. Anak dengan disfagia atau

odinofagia disarankan pemeriksaan barium meal yang dilanjutkan endoskopi

saluran cerna atas. Tidak disarankan supresi asam lambung tanpa evaluasi

diagnostik terlebih dahulu.3,4

Pada sebagian besar bayi, RGE tidak berkaitan dengan kejadian apnea

berulang (patologis) maupun keadaan yang mengancam nyawa. Pemeriksaan

pemantauan pH esofagus 24 jam diperlukan untuk membuktikannya. Anak

dengan gejala asma nokturnal atau asma dependen steroid sulit dikontrol, dapat

dipertimbangkan keterlibatan RGE sebagai pencetus gejala tersebut.

Pemantauan pH esofagus 24 jam diperlukan untuk membuktikannya dan

kemungkinan memerlukan obat antirefluks jangka panjang.3

Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK Gastrohepatologi) telah

memodifikasi skor PRGE Oreinstein sehingga dapat digunakan oleh para

dokter di praktek klinis sehar-hari untuk menapis PRGE. Gejala klinis yang

dinilai mencakup frekuensi regurgitasi, jumlah cairan yang keluar saat

regurgitasi, kenyamanan saat regurgitasi, menolak makan, dan kenaikan berat

badan. Penilaian respon terapi yang ketat harus menyertai terapi empiris yang

diberikan.5

Page 38: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 22

Kepustakaan

1. Sherman PM, Hassall E, Fagundes-Neto U, Gold BD, Kato S, Koletzko S,

Orenstein S, Rudolph C, Vakil N, Vandenplas Y. A Global, Evidence-

Based Consensus on the Definition of Gastroesophageal Reflux Disease in

the Pediatric Population. Am J Gastroenterol 2009;104:1278-95

2. Badriul Hegar, Yvan Vandenplas. Natural evolution of regurgitation in

healthy infants. Acta Pædiatrica/Acta Pædiatrica 2009 98: 1189–93

3. Vandenplas Y, Rudolph CD, Di Lorenzo C, Hassall E, Liptak G, Mazur L,

Sondheimer J, Staiano A, Thomson M, Veereman-Wauters G, Wenzl TG,

North American Society for Pediatric Gastroenterology Hepatology and

Nutrition, European Society for Pediatric Gastroenterology Hepatology and

Nutrition. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines:

joint recommendations of the North American Society for Pediatric

Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the

European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and

Nutrition (ESPGHAN). J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2009;49:498-547

4. Vandenplas Y, Gutierrez-Castrellon P, Velasco-Benitez C, Palacios J, Jaen

D, Ribeiro H, Shek PCL, Lee BW, Alarcon P. Practical algorithms for

managing common gastrointestinal symptoms in infants. jou, 2012 :1-11

5. Reza Ranuh, Badriul Hegar, Alpha Fardah. Rekomendasi Diagnosis dan

Tata laksana Penyakit Refluks Gastroesofagus. UKK Gastrohepatologi

Ikatan Dokter Anak Indonesia 2014.

6. Badriul Hegar, Rastra Rantos, Yvan Vandenplas. Natural Evolution of

Infantile Regurgitation Versus the Efficacy of Thickened Formula. JPGN

2008, 47: 26–30

Page 39: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 23

7. Vandenplas Y, Abkari A, Bellaiche M, Benninga M, Chouraqui JP,

Çokura F, Harb T, Hegar B, Lifschitz C, Ludwig T, Miqdady M, de

Morais MB, Osatakul S, Salvatore S, Shamir R, Staiano A Szajewska H,

Thapar N. Prevalence and Health Outcomes of Functional Gastrointestinal

Symptoms in Infants From Birth to 12 Months of Age. J Pediatr

Gastroenterol Nutr. 2015 Nov; 61(5): 531–537.

Page 40: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 24

Mikrobiota Saluran Cerna : Peran Penting Sebagai

Modulator Pertumbuhan Otak dan Fungsi Kognitif

serta Masalah Kesehatan Saluran Cerna Pada Anak

Dr. dr. Reza Ranuh, Sp.A(K)

Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga/ RSUD Dr.Soetomo, Surabaya

Abstract

Early childhood generally refers to the period from birth throughout the age of

five. Cognitive development during early childhood that includes building

skills such as pre-reading, language, vocabulary and numeracy start from the

moment a child was born. Gut microbiota show numerous health benefits

beyond providing basic nutritional value. Accumulating data now indicate that

the gut microbiota also communicates with the CNS, possibly through neural,

endocrine and immune pathway that would influences the brain function,

behaviour and cognitive in particular. They cooperatively maintain a delicate

balance between the gastrointestinal tract and immune system. When this

balance is disrupted, diseases and inflammation will apear. Inflammation and

adequate mucus production and appropriate bacterial colonization, modulates

disease processes and prevents overgrowth of pathogenic bacteria. The

understanding of the function of microbial in the maintenance of health and

the importance in preventing diseases will enhance the overall health of the

children. By increasing the knowledge and understanding on the benefit of

Page 41: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 25

microbes in health maintenance and disease prevention, microbiota may be

commonly used as a therapeutic tool by health care practitioners in the future.

A better understanding and appreciation of several potentially modifiable

factors that influence the newborn and infant gut microbiota is essential. This

article presents a review of microbiota in health maintenance and disease

prevention in healthy and sick children.

Pendahuluan

Mikrobiota saluran cerna mempunyai peran yang penting untuk kesehatan anak

secara keseluruhan. Fungsi kognitif seorang anak merupakan fungsi terpenting

sebagai penentu kesehatan secara keseluruhan dan sangat menentukan kualitas

tumbuh kembang anak di masa mendatang. Banyak penelitian yang membahas

mengenai hubungan antara mikrobiota saluran cerna dan sistem saraf pusat

yang selanjutnya disebut sebagai microbiota-gut-brain axis. Melalui hubungan

antara mikrobiota saluran cerna dengan sistem saraf pusat, telah banyak

diketahui mikrobiota saluran cerna mempunyai efek terhadap pertumbuhan dan

perkembangan sistem saraf pusat yang pada akhirnya berperan juga untuk

kesehatan anak sercara fisik maupun fungsi kognitifnya 1–4. Mikrobiota saluran

cerna adalah bakteria hidup atau bakteria campuran yang memiliki efek

menguntungkan pada saluran cerna host melalui kemampuannya menjaga

keseimbangan mikrobiota usus dan mempunyai manfaat mempertahankan

kesehatan host 5. Terdapat lebih dari 100 spesies dan lebih dari 10 milyar

bakteri dalam usus manusia. Bakteri dalam usus manusia dapat dibagi menjadi

2 kelompok yaitu kelompok bakteri yang berguna (useful) dan kelompok yang

berbahaya (harmful) 6.

Page 42: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 26

Pada keadaan infeksi saluran yang disebabkan oleh kuman patogen akan

menimbulkan proses inflamasi dan stimulasi sistem imunitas yang berlebihan.

Salah satu fungsi penting mikrobiota saluran cerna adalah mengatur adan

menghambat proses inflamasi dan stimulasi imunitas yang timbul, untuk

mencapai keseimbangan baru yang optimal. Pemahaman fungsi mikrobiota

untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit bertujun meningkatkan

status kesehatan secara menyeluruh sangat penting untuk diketahui. 7–10.

Mekanisme Mikrobiota Saluran Cerna Pada Fungsi Kognitif

Fungsi konitif adalah kemampuan potensi intelektual yang terdiri dari

kemampuan dalam hal pengetahuan (knowledge), pemahaman

(comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis),

evaluasi (evaluation). Fungsi kognitif merupakan syarat mutlak kehidupan

anak dalam merespons kehidupan yang lebih baik. Banyak bukti menjelaskan

pengaruh mikrobiota saluran cerna pada fungsi kognitif, perilaku dan

kesehatan. Hubungan antara mikrobiota saluran cerna dan sistem saraf pusat,

merupakan sitem komunikasi timbal balik yang komplek, yaitu memberikan

multi efek seperti menjaga afek, motivasi dan kognitif tingkat tinggi bagi

manusia secara keseluruhan 11. Beberapa penelitian membuktikan bahwa

mikrobiota saluran cerna mempunyai kontribusi penting untuk menjaga gut-

brain axis berjalan normal 3,4,12–14. Sehingga adanya gangguan fungsi saluran

cerna sering dipengaruhi oleh sistem saraf pusat, demikian juga sebaliknya

perubahan kolonisasi mikrobiota saluran cerna akan mempengaruhi fungsi

sistem saraf pusat 15. Pada penelitian hewan coba didapatkan bahwa keadaan

stress pada awal kehidupan akan meningkatkan kadar kortikosteron sitokin

inflamasi, dan keadaan ini dipengaruhi oleh status kolonisasi mikrobiota

Page 43: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 27

usus16. Namun mekanismenya hingga saat ini belum sepenuhnya diketahui

dengan jelas. Salah satu aspek penting untuk menjelaskan hal diatas adalah

peran dari saraf vagus. Jalur saraf vagus telah terbukti terlibat dalam

komunikasi antara mikrobiota saluran cerna dan sistem saraf pusat. Peneltian

dengan hewan coba yang dilakukan vagotomi, membuktikan adanya perubahan

komposisi mikrobiota saluran cerna tidak menunjukkan perubahan perilaku

yang nyata. Dalam studi yang sama, dilaporkan bahwa pengobatan dengan

probiotik gagal memperbaiki perilaku tikus yang dilakukan vagotomi. Namun

telah banyak diketahui adanya pengaruh mikrobiota saluran cerna terhadap

homeostasis intestinal maupun ektraintestinal. Banyak bukti penelitian yang

menjelaskan pengaruh mikrobiota saluran cerna terhadap fungsi sistem saraf

pusat 17. Penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa gangguan pada

komposisi dan fungsi beberapa anggota mikrobiota saluran cerna dikaitkan

dengan gangguan neurofisiologis, keadaan ini memperkuat bukti

hubunganantara mikrobiota-usus-otak dan peran mikrobiota sebagai "penjaga

perdamaian" dalam kesehatan otak secara paripurna melalui jalur imun,

endokrin dan saraf18.

Sebagai contoh mekanisme yang dapat menjelaskan pengaruh mikrobiota

saluran cerna terhadap fungsi system saraf pusat (gut-brain axis ) antara lain

secara tidak langsung. Beberapa bahan aktif seperti misalnya serotonin yang

dihasilkan mikrobiota saluran cerna akan mempengaruhi fungsi sistem saraf

pusat 3,4.

Page 44: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 28

Gambar 1 : A summary of the various possible mechanisms by which

microbiota can affect CNS function together with possible treatment strategies

to prevent changes in behavior and cognitive function in ageing. SCFA: short

chain fatty acids; CNS: central nervous system ( dikutip dari Katherine Leung

and Sandrine Thuret, Healthcare 2015) 4

Hormon serotonin merupakan komponen penting untuk mengendalikan fungsi

gut-brain axis. Serotonin diproduksi di saluran pencernaan di kelenjar pineal,

sistem saraf pusat, dan platelet darah. Serotonin dengan nama lainya 5-HT atau

5-hydroxytryptamines adalah neurotransmitter monoamine dapat

mempengaruhi berbagai fungsi otak antara lain berfungsi mengontrol mood

atau suasana hati, nafsu makan dan tidur 19. Keseimbangan kadar serotonin

sangat diperlukan untuk fungsi fisiologi manusia. Kelebihan hormon serotonin

Page 45: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 29

bisa menyebabkan kegelisahan, kebingungan, peningkatan denyut jantung,

pupil melebar, kehilangan koordinasi otot, berkeringat, diare, sakit kepala,

menggigil, mual, muntah, kejang, demam tinggi, detak jantung tak teratur,

gerakan tidak terkendali dan hilangnya kesadaran. Sebaliknya pada keadaan

hormon serotonin yang kurang dapat menyebabkan rasa cemas, tertekan, fobia,

pesimistis, gelisah, tidak percaya diri, mudah marah, gangguan tidur 20,21.

Mikrobiota saluran cerna juga dapat memberi efek langsung pada sistem

imunitas tubuh. Aktivasi imunitas yang muncul juga dapat memberikan

pengaruh pada sistem saraf pusat, dan secara timbal balik juga

memainkan peran penting untuk menjaga homeostasis saluran pencernaan

yang selanjutnya akan menjaga kesehatan secara keseluruhan 1,3.

Pada penelitian hewan coba lainnya membuktikan bahwa suplementasi bakteri

probiotik mempengaruhi metabolisme nutrisi dan proses fermentasi yang akan

menghasilkan bahan tertentu yang dapat menghambat atau merangsang

pertumbuhan kuman komensal saluran cerna yang dapat memberikan efek

negatip atau efek stimulasi respons imunologi innate dengan cara meningkatan

kadar proinflammatory and anti-inflammatory cytokines. Respon ini dapat

mempengaruhi fungsi system saraf pusat 22,23. Secara langsung mikrobiota

saluran cerna juga dapat memberikan signal melalui nervus vagus sebagai

salah satu komponen penting sitem autonomic saraf parasimpatik 23.

Bacterial metabolites seperti Short Chain fatty acid (SCFAs), merupakan hasil

metabolisme dari mikrobiota saluran cerna telah diketahaui mempunyai

pengaruh stimulasi sistem saraf simpatik. SCFAs akan masuk sistem sirkulasi

dan akan mempengaruhi regulasi imunitas saluran cerna dan sistemik hingga

mencapai sistem saraf pusat 20,23.

Mikrobiota saluran cerna ternyata juga mempunyai pengaruh terhadap tekanan

Page 46: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 30

darah. Pada hewan coba kelompok tikus normotensi (Wistar Kyoto)

dibandingkan kelompok tikus hipertensi (SHRs) menunjukkan adanya

perbedaan komposisi mikrobiota saluran cernanya. Kelompok tikus hipertensi

mempunyai koloni Firmicutes lima kali lebih banyak banding koloni

Bacteriodes 24.

Demikian juga pada manusia. Perbedaan komposisi mikrobiota saluran cerna

berhubungan dengan tinggi rendahnya tekanan darah sirkulasi. Pada kelompok

yang mempunyai strain mikrobiota lebih sedikit variasinya (disbiosis),

cenderung mempunyai tekanan darah lebih tinggi dibandingkan dengan

kolopok yang memiliki variasi mikrobiota saluran cerna lebih banyak. Salah

satu mekanisme mikrobiota saluran cerna pada tekanan darah ditentukan oleh

produk SCFAs, Butirat dan Propionat. Pengaruh bahan-bahan aktif ini akan

menimbulkan vasorelaksan pembuluh darah kolon dan terbukti mengakibatkan

timbulnya vasodilatasi pembuluh darah ekor hewan coba tikus 24.

Peran Mikrobiota Saluran Cerna Pada ADHD

Gangguan psikiatri secara umum sudah memasuki peringkat di antara

penyebab kecacatan di negara-negara industri. Dengan peningkatan kasus

secara progresif, dapat diperkirakan keadaan ini akan terus bertambah dan

akhirnya mencapai peringkat tertinggi dalam beberapa tahun ke depan. WHO

menyebutkan, satu diantara lima anak dan remaja usia di bawah 18 tahun

memiliki masalah kesehatan jiwa. Attention-deficit hyperactivity disorder

(ADHD), yang ditandai dengan kurangnya perhatian, impulsif, dan

hiperaktivitas, diderita oleh 3-7 persen anak-anak di seluruh dunia. Selain itu,

gejala kurangnya perhatian dan hiperaktif sering juga dijumpai pada anak-anak

yang dikenal dengan sindrom Asperger (AS), ditandai dengan perilaku

Page 47: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 31

stereotip dan gangguan interaksi dan komunikasi sosial serta keterampilan

yang kurang 1. Di Jakarta, ditemukan 26,2% dari anak yang berumur 6-13

tahun yang mengalami ADHD.

Banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari keadaan patologi yang

mendasari terjadinya ADHD dan AS, namun masih banyak yang belum

diketahui. Data yang ada hanya menunjukkan adanya multifaktorial seperti

risiko genetik (mendominasi terjadinya ADHD dan AS), diperkuat oleh

berbagai faktor lingkungan dan biologis seperti stres janin, prematuritas,

intoksikasi dan diet. Penelitian terbaru dilakukan lebih intensive di dalam

sistem saraf pusat hingga mencari kemungkinan pengaruh mikrobiota usus

serta penggunaan probiotik terhadap ADHD dan AS. Data empiris terbaru

menunjukkan bahwa probiotik dapat memanipulasi aktivitas otak hewan coba

bahkan sangat mungkin pada manusia. Dalam sebuah studi klinis sebelumnya,

membuktikan bahwa formula probiotik yang terdiri dari Lactobacillus

helveticus R0052 dan Bifidobacterium longum R0175 berhasil menurunkan

tingkat stres yang disebabkan ketidaknyamanan saluran pencernaan. Bukti

awal ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai peran

mikrobiota usus pada fungsi sistem saraf pusat 1.

Kolonisasi Mikrobiota Saluran Cerna

Pada saat lahir, saluran cerna bayi yang pada awalnya steril, selanjutnya

terkontaminasi (terkolonisasi) oleh bakteri yang diawali dengan

berkembangnya kuman Bifidobacteria, Clostridia, dan Cocci gram positive

berada di jalan lahir (vagina) dan saluran cerna ibu. Mikroba prokariotik dan

eukariotik dapat ditemukan, pada saluran cerna bayi dengan dominasi oleh

Page 48: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 32

spesies bakteri, sebagian besar spesies bakteri anaerob (97%), 3% adalah

aerobik (fakultatif anaerob).

Genera anaerobik yang paling umum dalam konsentrasi dalam saluran

pencernaan adalah Bacteroides, Bifidobacterium, Eubacterium, Fusobacterium,

Clostridium dan Lactobacillus. Koloni mikrobiota aerob adalah bakteri Gram-

negatif enterik (Escherichia coli dan Salmonella spp.) dan bakteri gram-positif

cocci (Enterococcus, Staphylococcus dan Streptococcus). Selain bakteri aerob,

spesies jamur aerobik, seperti Candida albicans, yang juga termasuk anggota

mikrobiota normal 25. Bayi yang mendapatkan ASI sejak awal kehidupan,

Bifidobacteria merupakan flora normal yang paling dominant, dibandingkan

dengan kelompok bayi yang mendapatkan susu formula 26,27.

Gambar 1. Gut microbiota colonization. Modified from Mitsuoka, 1984.

(dikutip dari Pärtty A)28

Page 49: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 33

Setelah itu, terjadi perubahan yang pesat dari flora normal usus, dan

dalam perjalanan perkembangan kolonisasi ini juga dipengaruhi oleh nutrisi

pada kehidupan seorang bayi. Pola mikrobiota usus akan mengalami

modifikasi yang besar pada tahap awal kehidupan dan keadaan in mempunyai

peran penting dalam perkembangan fungsi fisiologi sistem imun innate dan

adaptif saluran cerna yang penting untuk pertahanan mukosa saluran cerna

maupun sistemik. Faktor lingkungan seperti antibiotik, diet dan inokulasi

mikroba, dapat menyebabkan perubahan dalam stabilitas mikrobiota baik yang

bersifat sementara dan permanen 6,29,30. Beberapa faktor lain yang juga

berpengaruh terhadap kolonisasi mikrobiota saluran cerna antara lain metode

persalinan dan riwayat kelahiran prematur 31.

Penjelasan di atas mempertegas kembali bahwa kolonisasi dan perkembangan

mikrobiota normal yang seimbang pada masa neonatal khususnya pada saluran

pencernaan mempunyai peranan yang penting karena adanya gangguan

keseimbangan mikroflora pada masa ini akan mempengaruhi perkembangan

system imunitas neonatal. Gangguan perkembangan system imunitas ini

merupakan faktor predisposisi terjadingan infeksi.

Fungsi Mikrobiota Saluran Cerna

Interaksi antara mikrobiota saluran cerna dan host, merupakan interaksi yang

saling menguntungkan. Host akan menyediakan nutrisi sebagai sumber yang

menguntungkan, demikian pula sebaliknya bahwa mikrobiota akan merubah

nutrisi menjadi komponen yang memberikan manfaat baik untuk kesehatan

penjamu. Namun bebera mikrobiota dalam jumlah dominan (berlebihan),

eseperti misalnya Clostridium difficile dapat memproduksi toksin yang

merugikan. Beberapa mikrobiota tertentu akan berubah menjadi patogen pada

Page 50: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 34

keadaan kerusakan mukosa usus seperti misalnya kuman gram negatip

Enterobacteriaceae. Namun demikian, pengetahuan mengenai manfaat

mikrobiota saluran cerna secara keseluruhan belum sepenuhnya dipahami.

Beberapa bukti ilmiah menyebutkan bahwa, hewan coba tanpa mikrobiota

saluran cerna (free germ animal model) menunjukan adanya perbedaan nyata

dalam hal struktur anatomi dan fungsi organ, bila dibandingkan dengan hewan

coba dengan kolonisasi mikrobiota saluran cerna yang normal. Perbedaan

dalam hal berat organ saluran cerna, fungsi fisiologi dan kerentanan saluran

cerna terhadap infeksi, merupakan parameter perbedaan yang nyata terjadi.

Demikian juga organ lainnya seperti misalnya jantung, hati, cardiac output,

kelenjar getah bening akan berkurang pada kelompok free germ animal model.

Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bhwa keseimbangan mikrobiota saluran

cerna mutlak diperlukan untuk keseimbangan fisiologi individu6

Peran Mikrobiota Saluran Cerna Untuk Pertahanan Tubuh

Mikrobiota normal saluran cerna, sangat penting dalam memberikan

pertahanan saluran cerna, dengan cara mengahambat kolonisasi kuman

patogen. Peningkatan jumlah mikrobiota seperti misalnya kuman

bifidobakteria pada bayi yang mendapatkan ASI yang mengandung bifido

faktor, merupakan salah satu faktor penting untuk menghambat kolonisasi

kuman pathogen. Beberapa cara eliminasi kuman patogen oleh bifidobakteria

antara lain dengan meningkatnya status imun mukosa usus, proses inhibisi,

mengeluarkan hasil akhir metabolik seperti misalnya asam yang akan

menurunkan pH lingkungan saluran cerna. Pada keadaan suasana asam

bakteri probotik dapat hidup dengan subur sedangkan bakteri pathogen tak

dapat hidup. Banyak spesies kuman laktobaksilus, dan bifidobakteri, mampu

Page 51: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 35

untuk memproduksi antibiotika alamiah, yang mempunyai kemapuan

spektrum luas (seperti misalnya lactocins, helveticins, lactacins, curvacins,

nisin atau bifidocin). Kuman bifidobakteria mempunyai kemampuan

mensekresi antimikrobial yang dapat mengeliminasi berbagai macam kuman

pathogen gram negatif saluran cerna termasuk salmonella, campylobacters dan

Escherichia coli. Mikrobiota saluran cerna juga mampu menurunkan

konsentrasi endotoksin bakteri secara signifikan, hal ini dimungkinkan oleh

karena kemampuan mikrobiota ini akan meningkatkan pertahanan mukosa

untuk mencegah translokasi kuman. Beberapa spesies bifidobakteria, seperti

misalnya Bifidobacterium infantis dan B. longum mempunyai efek yang kuat

untuk eliminasi kuman E. coli 0157. Dengan bukti diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa dengan meningkatnya jumlah bifidobacteria dengan

spesies tertentu bersamaan dengan meningkatnya sistem imun mukosa, akan

memberikan proteksi terhadap infeksi saluran cerna 29,32,33.

Peran Mikrobiota sebagai Pertahanan Mukosa Saluran Cerna

Fungsi proteksi dan pertahanan imunitas saluran cerna seperti misalnya lapisan

epitel, lapisan mukus, peristalsis dan deskuamasi epitel, serta sekresi IgA,

sangat berpengaruh terhadap perlekatan dari kuman patogen. Mikrobiota

mempunyai kemampuan mensintesa short-chain fatty acids (SCFAs),

polyamines, vitamins, antioxidan dan asam amino. SCFA, butyric acids yang

disintesa dari fermentasi karbohidrat, merupakan bahan penting untuk

colonocytes di usus besar 34. Selain fungsi di atas, spesies mikrobiota tertentu

seperti Lactobacillus memproduksi antioxidant dan beberapa macam vitamin,

serta menghilangan efek tosik makanan, dan mencegah efek

Enterobacteriaceae, S. aureus, dan Enterococci yang sering dijumpai pada

Page 52: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 36

makanan fermentasi. Lactobacilli juga berfungsi untuk meningkatkan fungsi

seluler dan humoral imunitas. Kuman ini mampu menstimulasi sistem immun

antara lain meningkatkan fungsi fagositosis makrofag, natural killer cell ,

monosit dan netrofil. Latobacillus GG mampu merangsang sekresi IgM setelah

vaksinasi rotavirus dan meningkatkan produksi IgA dengan hasil akhir

meningkatkan produksi imunoglobulin 35.

Peran Mikrobiota sebagai Modulator Sistem Immun Lokal dan Sistemik

Dua fungsi immunitas di saluran cerna yang penting adalah sebagai peran

proteksi/supresi, mencegah respon immune terhadap protein dan menghindari

reaksi hipersensitivitas, khususnya pada alergi dan Inflammatory Bowel

Disease (IBD); indukdusi respons immun spesifik dengan sekresi IgA antibodi

di dalam lumen saluran cerna yang bertujuan untuk mencegah kolonisasi

kuman patogen. Kedua peran ini terutama penting mencegah reaksi

hipersensitivitas terhadap makanan pada usia 2 tahun pertama. Walaupun

tidak diketemukan agen penyebab secara spesifik, adanya gangguan

mikrobiota intestinal kemungkinan menjadi penyebab adanya gejala klinik,

menurut hygene hypotesis. Keadaan patologi lain , seperti misalnya diare

karena rotavirus dan alergi. Beberapa penelitian melaporkan adanya peran

penting dari mikrobiota terhadap kejadian ini. Berapa spesies mikrobiota,

ternyata meningkatakan sekresi IgA yang spesifik pada keadaan infeksi virus

rota pada bayi. Telah diketahui bahwa mikrobiota akan menginduksi produksi

beberapa sitokin antara lain IL-12, IL-18 dan IFN- pada sel-sel mononuklir

darah perifer manusia dan dan sitokin IL-12, TNF- dan IFN- pada sel-sel

limpa tikus. Semua sitokin yang diproduksi tersebut adalah sitokin dari TH1.

Selain menginduksi produksi sitokin TH1 mikrobiota saluran cerna ini juga

Page 53: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 37

diketahui mampu menginduksi populasi Limfosit T untuk memproduksi

sitokin IL-10 dan TGF- Keseimbangan kolonisasi mikrobiota saluran cerna

ini juga telah terbukti dapat mencegah reaksi alergi susu sapi pada mencit

dengan menginduki toleransi oral terhadap -lactoglobulin 35,36.

Peran Mikrobiota Pada Diare

Virus rota merupakan penyebab terbanyak diare pada anak. Infeksi virus rota

akan mengakibatkan kerusakan brush border. Brush border merupakan

komponen terpenting dari usus untuk menjalankan fungsi sekresi elektrolit,

enzim pencernaan, reabsorpsi cairan, dan beberapa komponen nutrient penting.

Brush border juga berfungsi sebagai pertahanan tubuh dari kuman patogen /

imunogen yang masuk melalui saluran cerna. Invasi virus/kuman patogen akan

menyebabkan perubahan/kerusakan protein penyusun brush border.

Perubahan/kerusakan protein penyusun brush border ini akan menyebabkan

gangguan fungsi brush border. Keseimbangan kolonisasi mikrofora sangat

penting untuk mencegah terjadinya diare sebagai manifestasi klinis kerusakan

brush border yang disebabkan karena infeksi 37,38. Selain manfaat lokal.

Manfaat sistemik seperti penjelasan di atas, sangat mempengaruhi timbulnya

diare pada anak. Selain fungsi immunitas, mikrobiota dapat mengatasi infeksi

saluran cerna, karena kemampuannya untuk mengekspresikan musin intestinal

MUC2 dan MUC3. Adanya peningkatan produksi musin ini , akan

menghambat perlekatan kuman patogen pada mukosa saluran cerna 39–41.

Peran Mikrobiota Pada Gangguan Saluran Cerna Fungsional

Gangguan saluran cerna fungsional (Functional Gastrointestinal

Disoredr’S/FGIDs) adalah gangguan fungsi saluran cerna tanpa diketahui ada

Page 54: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 38

kelainan organik saluran cerna. Beberapa hal yang mempengaruhi prevalensi

FGIDs pada anak antara lain pola infeksi dan pelayanan kesehatan berbeda,

penggunaan antibiotik terutama dalam 2 tahun pertama kehidupan, infeksi

saluran cerna dan infeksi ekstraintestinal. Riwayat alergi, diet, proses kelahiran

(spontan maupun sectio secaria) dan lama menyusui juga merupakan faktor

penting terjadinya masalah gangguan fungsional saluran cerna 42,43,43

Patogenesis FGIDs belum diketahui dengan jelas. Namun diyakini bahwa

unsur-unsur hormonal, neuronal dan psikogenik berperan dalam timbulnya

gejala FGIDs. Beberapa faktor penting yang diperkirakan mempunyai

pengaruh pada FGIDs antara lain sistem saraf enterik (ENS), motilitas, sekresi

enzim dan mikrosirkulasi, respon imun dan proses inflamasi saluran cerna.

Kemampuan respon adaptif dari ENS sebagai pemicu fisiologis dan stres

psikologi mempengaruhi terjadinya FGIDs 43,44.

Gangguan kolonisasi mikrobiota dan atau kolonisasi mikrobiota saluran cerna

yang belum optimal pada usia awal kehidupan hingga usia 2 tahun pertama

merupakan faktor penting terjadinya gangguan fungsional saluran cerna pada

anak 6,10,36,45–47. Gangguan saluran cerna fungsional yang sering dijumpai

antara lain refluk, konstipasi dan kolik. Saluran cerna pada bayi baru lahir

steril. Namun, beberapa faktor internal dan ekternal akan mempengaruhi fungsi

fisiologi saluran cerna dan ekosistem kolonisasi mikrobiota pada saat bayi

lahir. Beberapa faktor prenatal, seperti misalnya penggunaan antibiotika pada

ibu hamil mempunyai pengaruh yang cukup kuat terhadap kolonisasi

mikrobiota saluran cerna bayi 48. Segera setelah lahir, mikrobiota secara aktif

melakukan kolonisasi diseluruh permukan tubuh bayi, termasuk saluran cerna.

Kolonisasi ini berlangsung secara bertahap sesuai usia kehamilan dan usia

bayi. Sebagai contoh bayi prematur mempunyai gambaran kolonisasi

Page 55: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 39

mikrobiota yang berbeda , sehingga pada kelompok bayi prematur 26,27.

Demikian juga pada bayi yang sering mengalami kolik, mempunyai gambaran

kolonisasi mikrobiota saluran cerna yang berbeda bila dibandingkan dengan

kelompok bayi tanpa kolik 28,49

Kolonisasi mikrobiota pada kelompok usia bayi ini sangat mempunyai peran

terhadap fungsi motilitas saluran cerna. Intestinal mikrobiota diketahui

memproduksi bahan-bahan penting untuk menstimulasi system saraf saluran

cerna yang berperan untuk fungsi motilitas saluran cerna yang terjadi pada

kondisi sehat maupun sakit 32.

Peran Mikrobiota pada Alaergi Makanan dengan manifestasi gejala

saluran cerna

Pengaruh mikrobiota dalam menurunkan reaksi alergi belum jelas. Bukti-bukti

mengenai pengaruh spesifik dari mikrobiota saluran cerna ke sistim imun

innate sangat penting untuk kelangsungan toleransi imun mukosa. Pada uji

klinik probiotik telah dibuktikan dapat menurunkan gejala alergi yang

berhubungan dengan dermatitis atopik dan alergi makanan. Suplementasi

probiotik ini akan merubah komposisi mikrobiota saluran cerna yang

selanjutnya akan mencegah penyakit atopik dini pada anak dengan resiko

tinggi alergi, mencegah dermatitis atopik pada 2 tahun pertama kehidupan

anak. Modifikasi mikrobiata saluran cerna anak atopi selanjutnya akan

menimbulkan efek untuk mencegah reaksi alergi dan menurunkan reaksi alergi

susu sapi pada bayi 29,50.

Page 56: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 40

Kesimpulan

Kolonisasi dan perkembangan mikrobiota normal didalam saluran cerna

mutlak diperlukan untuk mempertahankan fungsi fisiologi kognitif dan saluran

cerna pada anak. Beberapa hal penting manfaat keseimbangan mikrobiota

saluran cerna antar lain untuk menjaga keseimbangan produksi hormon, sistem

imunitas saluran cerna dan fungsi normal gut-brain axis. Keseimbangan

kolonisasi mikrobiota saluran cerna secara langsung maupun tidak langsung

sangat diperlukan pada keadaan anak sehat maupun sakit. Gangguan

keseimbangan mikrobiota pada masa anak secara keseluruhan dapat

mempengaruhi fungsi kognitif dan tumbuh kembang anak secara optimal.

Daftar Pustaka

1. Pärtty A, Kalliomäki M, Wacklin P, Salminen S, Isolauri E. A possible

link between early probiotic intervention and the risk of

neuropsychiatric disorders later in childhood: A randomized trial.

Pediatr Res. 2015;77(6):823–8.

2. Vuong HE, Hsiao EY. Emerging Roles for the Gut Microbiome in

Autism Spectrum Disorder. Biol Psychiatry. 2017;81(5):411–23.

3. Cryan JF, Dinan TG. Mind-altering microorganisms: The impact of the

gut microbiota on brain and behaviour. Nat Rev Neurosci.

2012;13(10):701–12.

4. Leung K, Thuret S. Gut Microbiota: A Modulator of Brain Plasticity

and Cognitive Function in Ageing. Healthcare. 2015;3(4):898–916.

5. Bested AC, Logan AC SE. Intestinal microbiota, probiotics and mental

health: from Metchnikoff to modern advances: part III – convergence

Page 57: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 41

toward clinical trials Alison C. Gut Pathog. 2013;5(4):2–13.

6. Guarner F, Malagelada J-R. Gut flora in health and disease. Lancet

(London, England). 2003 Feb;361(9356):512–9.

7. Guarner F, Foxx-Orenstein A, De Paula JA, Quigley E, Fedorak R, Wu

J, et al. WGO Handbook on Gut Microbes. World Gastroenterol Organ

Glob. 2014;1(414).

8. Guarner F, Bourdet-Sicard R, Brandtzaeg P, Gill HS, McGuirk P, van

Eden W, et al. Mechanisms of disease: the hygiene hypothesis revisited.

Nat Clin Pract Gastroenterol Hepatol. 2006;3(5):275–84.

9. Collins SM. MICROBIOTA IN DISORDERS OF MOTILITY AND

THE GUT BRAIN AXIS . 2016;

10. Kim J, Lin H. Contribution of gut microbes to gastrointestinal motility

disorders. Pract Gastroenterol. 2007;(April).

11. Carabotti M, Scirocco A, Maselli MA, Severi C. The gut-brain axis:

Interactions between enteric microbiota, central and enteric nervous

systems. Ann Gastroenterol. 2015;28(2):203–9.

12. Dinan TG, Stilling RM, Stanton C, Cryan JF. Collective unconscious:

How gut microbes shape human behavior. J Psychiatr Res. 2015;63:1–9.

13. Sandhu K V., Sherwin E, Schellekens H, Stanton C, Dinan TG, Cryan

JF. Feeding the microbiota-gut-brain axis: diet, microbiome, and

neuropsychiatry. Transl Res. 2017;179:223–44.

14. Sarkar A, Lehto SM, Harty S, Dinan TG, Cryan JF, Burnet PWJ.

Psychobiotics and the Manipulation of Bacteria–Gut–Brain Signals.

Trends Neurosci. 2016;39(11):763–81.

15. Collins SM, Bercik P. The Relationship Between Intestinal Microbiota

and the Central Nervous System in Normal Gastrointestinal Function

Page 58: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 42

and Disease. Gastroenterology. 2009;136(6):2003–14.

16. O’Mahony SM, Marchesi JR SP. Early life stress alters behavior,

immunity, and microbiota in rats: implications for irritable bowel

syndrome and psychiatric illnesses. Biol Psychiatry. 2009;65:263–267.

17. Heijtz RD, Wang S, Anuar F, Qian Y, Bjorkholm B, Samuelsson A, et

al. Normal gut microbiota modulates brain development and behavior.

Proc Natl Acad Sci. 2011;108(7):3047–52.

18. Borre YE, O’Keeffe GW, Clarke G, Stanton C, Dinan TG, Cryan JF.

Microbiota and neurodevelopmental windows: Implications for brain

disorders. Trends Mol Med. 2014;1–10.

19. Elmenhorst D, Kroll T, Matusch A, Bauer A. Sleep Deprivation

Increases Cerebral Serotonin 2A Receptor Binding in Humans. Sleep.

2012;35(12):1615–23.

20. Mu C, Yang Y, Zhu W. Gut microbiota: The brain peacekeeper. Front

Microbiol. 2016;7(MAR):1–11.

21. Smith PA. Brain, Meet Gut. Nature. 2015;526(7573):312.

22. Wang X, Wang B, Zhang X, Xu Z, Ding Y, Ju G. Evidences for vagus

nerve in maintenance of immune balance and transmission of immune

information from gut to brain in STM-infected rats. 2002;8(3):540–5.

23. Forsythe P, Bienenstock J and KW. Vagal Pathways for Microbiome-

Brain-Gut Axis Communication. In: Lyte M CJ, editor. Microbial

Endocrinology: The Microbiota-Gut-Brain Axis in Health and Disease,

Advances in Experimental Medicine and Biology. New York: Springer

New York; 2014. p. 115–26.

24. Richards EM, Pepine CJ, Raizada MK, Kim S. The Gut, Its

Microbiome, and Hypertension. Curr Hypertens Rep. 2017;19(4).

Page 59: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 43

25. Noverr MC HG. Does the microbiota regulate immune responses

outside the gut? Trends Microbiol USA. 2004;

26. Duttaa Sourabh, Ganesh Meenakshi, Anesh RP and NA. Week of Life.

INDIAN Pediatr. 2014;1082(261):8–10.

27. Rotimi VO, Olowe SA, Ahmed I. The development of bacterial flora of

premature neonates. J Hyg (Lond). 1985;94(3):309–18.

28. Pärtty A, Yliopisto T. INFANT COLIC CRYING AND Causes ,

Consequences and Cure by. TURUN YLIOPISTO UNIVERSITY OF

TURKU; 2013.

29. Purchiaroni F, Tortora A, Gabrielli M, Bertucci F, Gigante G, Ianiro G,

et al. The role of intestinal microbiota and the immune system. Eur Rev

Med Pharmacol Sci. 2013;17(3):323–33.

30. Groer MW, Luciano AA, Dishaw LJ, Ashmeade TL, Miller E, Gilbert

JA. Development of the preterm infant gut microbiome: a research

priority. Microbiome . 2014;2(1):38.

31. Yang, Irene. Hodgson, Neil. Corwin, EJ. Brennan, PA. Jordan S,

Dunlop A. The Infant Microbiome: Implications for Infant Health and

Neurocognitive Development. 2017;65(1):76–88.

32. Pier M, Guarino L. “ Microbiota and gut motility .”

33. Korpela K. Intestinal Microbiota Development in Childhood:

Implications for Health and Disease. 2016.

34. Kasubuchi M, Hasegawa S, Hiramatsu T, Ichimura A, Kimura I. Dietary

gut microbial metabolites, short-chain fatty acids, and host metabolic

regulation. Nutrients. 2015;7(4):2839–49.

35. Moal VL-L, Servin AL. The Front Line of Eneteric Host Defense

Page 60: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 44

against Unwelcome Intrusion of Harmful Microorgansims: Mucins,

Antimicrobial Peptides and Microbiota. Clin Microbiol Rev.

2006;19(2):315–37.

36. Allan Walker W. Initial intestinal colonization in the human infant and

immune homeostasis. Ann Nutr Metab. 2013;63(SUPPL.2):8–15.

37. Kozáková H, Štěpánková R, Řeháková Z, Kolínská J. Differences in

enterocyte brush border enzyme activities in ageing rats reared in germ-

free and conventional conditions. Vol. 47, Physiological Research.

1998. p. 253–8.

38. Davila AM, Blachier F, Gotteland M, Andriamihaja M, Benetti PH,

Sanz Y, et al. Re-print of “intestinal luminal nitrogen metabolism: Role

of the gut microbiota and consequences for the host.” Pharmacol Res.

2013;69(1):114–26.

39. de La Cochetière M-F, Montassier E, Hardouin J-B, Carton T, Le Vacon

F, Durand T, et al. Human intestinal microbiota gene risk factors for

antibiotic-associated diarrhea: perspectives for prevention. Risk factors

for antibiotic-associated diarrhea. Microb Ecol. 2010;59:830–7.

40. Gilchrist CA, Petri SE, Schneider BN, Reichman DJ, Jiang N, Begum S,

et al. Role of the Gut Microbiota of Children in Diarrhea Due to the

Protozoan Parasite Entamoeba histolytica. J Infect Dis.

2016;213(10):1579–85.

41. Sommer F, Bäckhed F. The gut microbiota--masters of host

development and physiology. Nat Rev Microbiol. 2013;11(4):227–38.

42. Chogle A, Velasco-Benitez CA, Koppen IJ, Moreno JE, Ramírez

Hernández CR, Saps M. A Population-Based Study on the

Epidemiology of Functional Gastrointestinal Disorders in Young

Page 61: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 45

Children. J Pediatr. 2016 Dec [cited 2017 Jan 3];179:139–143.e1.

43. Rana Fayez Ammoury, Marian Del Rosario Pfefferkorn JMC.

Functional gastrointestinal disorders: past and present. World J Pediatr.

2009;5(2):103–12.

44. Eric Chiou, SN. No Title. Therapy. 2011;8(3):315–331.

45. Bachner HA. A Healthy Gut and a Healthy Brain: Implications for

Counseling and Lifestyle. VISTAS Online. 2015;Article 47.

46. Quigley EMM. Intestinal Microbiota in Health and Disease.

Gastroenterology. 2015;535(7610):7610.

47. Versalovic J. The human microbiome and probiotics: Implications for

pediatrics. Ann Nutr Metab. 2013;63(SUPPL.2):42–52.

48. Bailey MT, Lubach GR, Coe CL. Prenatal stress alters bacterial

colonization of the gut in infant monkeys. J Pediatr Gastroenterol Nutr.

2004;38(4):414–21.

49. Pärtty A, Isolauri E. Gut microbiota and infant distress – the association

between compositional development of the gut microbiota and fussing

and crying in early infancy. Microb Ecol Heal Dis. 2012;23(0):26–7.

50. Chan YK, Estaki M, Gibson DL. Clinical consequences of diet-induced

dysbiosis. Ann Nutr Metab. 2013;63(SUPPL.2):28–40.

Page 62: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 46

Komplikasi Respiratorik pada Anak dengan Penyakit

Refluks Gastroesofagus

Dr. dr. Bakhtiar, Sp.A, M.es

Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran

Universitas Syiah Kuala/ Rumah Sakit Zainoel Abidin,

Banda Aceh

PENDAHULUAN

Keluarnya isi lambung ke dalam saluran cerna pada bayi dan anak ke dalam

esophagus dapat bersifat fisiologis dan dapat juga sebagai manifestasi

patologis. Refluks gastroesofagus (RGE) merupakan kembalinya isi lambung

(makanan, minuman, asam, pepsin, asam empedu, dsb) ke dalam esophagus.

tanpa terlihat upaya bayi untuk mengeluarkannya. Sebagian besar isi refluks

tersebut masuk ke dalam rongga mulut sebagai regurgitasi. Sebaliknya,

penyakit refluks gastroesofageal (PRGE) terjadi karena isi refluks asam yang

terlalu lama dan sering berada di dalam esophagus dapat menyebabkan

kerusakan mukosa esophagus. Lebih lanjut, kondisi patologis ini kadang

berdampak pada gangguan organ di luar saluran cerna, terutama system

respiratorik.1,2

Terdapat beberapa kelainan sistem respiratorik sebagai dampak dari

RGE maupun PRGE, yang terjadi sebagai akibat dari aspirasi maupun

pengaruh reflex esofagopulmonaris atau esofagolaringea. Beberapa penyakit

yang sering terjadi pada system respiratorik dapat disebutkan misalnya asma,

bronkhitis, bronkhiolitis, dan pneumonia aspirasi.2 Sebagai pemicu dasar dari

Page 63: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 47

aspirasi ini karena adanya refluksesofagus dan regurgitasi yang dikaitkan

dengan belum sepenuhnya fungsi motalitas saluran cerna bayi berkembang.

Asam lambung atau bahan kimia lainnya dari makanan dapat merusak saluran

pernafasan dan reaksi hiperaktivitas bronkhus. Tatalaksana gangguan saluran

pernafasan yang ditimbulkan oleh PRGE dilakukan melalui tiga pendekatan,

yaitu menhambat supata tidak terjadi refluks, mencegah aspirasi ke dalam

saluran cerna, dan mengatasi kelainan yang terjadi pada saluran cerna.2,3,4

PENYAKIT RESPIRATORIK AKIBAT PRGE

Penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) dapat menyebabakan gangguan pada

saluran pernafasan pada anak. Beberapa kelainan sebagai dampak dari PRGE

tersebut adalah: asma, bronchitis, pneumonia, bronkhiolitis. PRGE dapat

menyebabkan gejala ekstra esofagus yang sering luput dari perhatian.

Mekanisme gangguan atau kerusakan yang terjadi pada saluran cerna dapat

berupa adanya rangsangan pada esophagus dengan reflex esofagopulmonaris

atau esofagolaringeal. Pada sisi lain, aspirasi bahan refluks dapat merusak

mukosa saluran pernafasan, dengan akibat munculnya berbagai kelainan

respiratorik.1,2,5

Asma

Serangan asma pada anak dapat dipicu oleh refluks asam lambung

dalam esophagus atau aspirasi yang mengenai bronchus. Serangan asma

sendiri didefinisikan sebagai episode peningkatan yang progresif (perburukan)

dari gejala batuk, sesak nafas, wheezing, dan berbagai kombinasi dari gejala-

gejala tersebut. Tingkat derajad serangan asma tergantung pada beratnya

paparan dan respon bronkhus. Kejadian utama pada serangan asma akut adalah

Page 64: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 48

obstruksi saluran respiratori secara luas yang disebabkan oleh kombinasi dari

spasme otot polos bronchus, edema mukosa karena inflamasi dan sumbatan

mucus (GINA).3,5

PRGE terdapat pada sekitar 60% anak penderita asma. Pada PRGE,

aliran balik asam lambung dan isi lambung lainnya ke dalam esophagus akibat

lemahnya tonus sfingter esophagus bagian bawah. Paparan asam lambung

pada esophagus dapat memicu terjadinya serangan asma pada anak.1,3 Pada

dasarnya, asma merupakan penyakit respiratorik dengan dasar inflamasi kronik

yang mengakibatkan obstruksi dan hiperaktivitas saluran respiratori dengan

derajad bervariasi. Pada anak dengan asma, manifestasi klinis yang dapat

dijumpai dapat berupa batuk, wheezing, sesak nafas, dada tertekan yang timbul

secara kronik dana tau berulang.2,3,6

Pemahaman imunopatologi, genetika dalam patogenesis asma telah

banyak mengalami kemajuan. Terjadinya asma dipengaruhi oleh factor genetik

dan lingkungan. Akan tetapi, faktor mana yang lebih berperan tidak dapat

dipastikan karena kompleksitas hubungan kedua faktor tersebut. Pada keadaan

normal terdapat mekanisme anti refluks dari sfingter esophagus bagian bawah.

Sebaliknya, pada kondisi patologis atau PRGE, tonus sfingter esophagus

bagian bawah lemah sehingga memudahkan terjadinya aliran balik dari

lambung ke dalam esophagus. Refluks dan sekaligus aspirasi dapat terjadi pada

kondisi dimana perbedaan tekanan atara sfinfter esophagus bagian bawah dan

laring tidak ada lagi (hilang). Hal ini karena menurunnya kekuatan sfingter

yang kadang-kadang tidak diketahui sebabnya.4,5,6

Gangguan traktus respiratorius pada PRGE terjadi melalui beberapa

mekanisme utama, yaitu:

Page 65: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 49

1. Bahan refluks pada PRGE dapat menyebabkan terjadinya inflamasi, baik

disertai atau tanpa aspirasi (teori Crausz refluks). Inflamasi ini seterusnya

akan merangsang terjadinya bronkhokonstriksi yang merupakan dasar

patomekanisme dari asma.2,3,7

2. Pada serangan asma dapat distimulasi oleh refleks

esofagopulmonaris/esofagolaringeal. Refleks dari esofagus bagian distal

menstimulasi refluks vagal yang menyebabkan bronkhokonstriksi (reflux

theory). Mekanisme lain adalah refluks esofagobronkhial, yaitu asam dari

esofagus dapat menstimulasi reseptor asam yang sensitif di saluran napas

bagian atas, menimbulkan bronkhospasme.2,5,7

3. Asam di esofagus bagian bawah akan merangsang reseptor asam yang

sensitif, menimbulkan reaksi saraf bagian atas. Saat ini banyak hal belum

diketahui apakah serabut aferen pada manusia dapat menyebabkan nyeri

dada, batuk dan asma. Teori ini didukung oleh studi pemberian sedikit

asam ke dalam traktus respiratorius akan menyebabkan spasme

bronkhus.1,2

Bronkhitis dan Bronkhiolitis

Rasa asam di mulut dan nyeri ulu hati akibat kontak refluks dengan mukosa

yang sensitif, menyebabkan inflamasi dan disfagi. Zat refluks tersebut dapat

mengenai faring dan mulut, menyebabkan laryngitis. Bahan aspirasi yang

sampai ke bronchus akam menimbulkan inflamasi pada bronchus dengan

penyakit yang ditimbulkan adalah bronchitis.2,6

Pada bronkhus, karakteristik lesi tergantung pada ukuran dan sifat

aspirat. Biasanya, asam lambung dengan pH kurang dari 2.5 dapat

menyebabkan reaksi patologis yang bermacam-macam mulai dari bronchiolitis

ringan hingga berat. Jika pasien dalam posisi berbaring, maka bagian yang

Page 66: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 50

paling sering mengalami gangguan adalah segmen posterior dari lobus superior

dan segmen superior dari lobus inferior.2,6

Cairan asam dengan cepat masuk kedalam percabangan bronkhus dan

parenkim paru-paru, menyebabkan pneumonitis kimia dalam beberapa menit.

Derajat kerusakan jaringan secara langsung dihubungkan dengan pH dan

volume dari aspirat. Tingkat kematian yang terjadi pada pasien dengan

aspirasi asam lambung adalah kira-kira 30% dan lebih dari 50% diantaranya

mengalami syok atau apnea, radang paru paru sekunder, dan distress

pernapasan akut.2,6,7

Pneumonia

Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan utama, terutama di negara

berkembang. Pada dasarnya, pneumonia merupakan inflamasi yang mengenai

parenkin paru. Sebagian besar, etiologi penyakit ini adalah mikroorganisme

dan sebagian kecil penyebabnya adalah aspirasi. Salah satu bahan yang

berdampak buruk untuk terjadinya aspirasi adalah aspirasi cairan lambung.

Pada PRGE, cairan lambung dapat mengalami aspirasi hingga masuk sampai

alveoli. Cairan lambung yang dengan cepat masuk ke dalam parenkhim paru

akan menyebabkan inflamasi pada alveoli dan jaringan sekitarnya.1,2,6

Pada PRGE, bahan refluks berisi bahan-bahan material yang berasal

dari lambung yang masuk kembali ke dalam esophagus, kadang-kadang

dengan mudah diikuti dengan aspirasi. Bahan-bahan kimia ini selanjutnya

memicu proses peradangan di daerah alveoli, dengan berbagai kemungkinan

bentuk lesi yang terjadi.6

Page 67: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 51

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis RGE dan regurgitasi cukup diperlukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Gejala klinis pada RGE sangat

tidak spesifik, sehingga tidak direkomendasikan menegakkan diagnosis PRGE

hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisisk, tetapi diperlukan

dukungan pemeriksaan penunjang yang akurat. Diagnosis PRGE dan terapi

protom Pum inhibitor atau H2 antagonis hanya berdasarkan bayi menengis

berkepanjangan dan rewel adalah tidak rasional, karena kedua keadaan tersebut

merupakan kondisi fisiologi pada bayi sehat.1,2,7

Pemeriksaan penunjang akurat yang diperlukan untuk mendiagnosis

PRGE adalah endoskopi disertai pemeriksaan patologi anatomi jaringan biopsy

esophagus atau penurunan pH esophagus. Kedua pemeriksaan penunjang

tersebut hanya dimiliki oleh rumah sakit besar di wilayah provinsi, sehingga

dokter yang bekerja di wilayah lain seingkali mendapat kendala dalam

menegakkan diagnosis dan memberikan terapi rasional PRGE. Untuk

mengatasi keadaan ini, keberadaan kuesioner untuk menepis PRGE di ptaktik

klinis sangat diperlukan. Meskipun nilai sensitivitas dan spesifisitas hanya

sekitar 50%, Kuaesioner Infant Gastroesofageal Quesionaire (I-GERQ) telah

digunakan di berbagai pusat pelayanan kesehatan anak untuk meningkatkan

probable reflux, sehingga bayi memerlukan pemeriksan akurat lanjutan untuk

membuktikan adanya RGE, sedangkan bayi dengan nilai skor <9 tidak

memerlukan terapi khusus, merupakan variasi gejala klinis pada bayi

normal.1,2,6,7

Penentuan kelainan respiratorik yang disebabkan oleh GERD tidak

mudah dilakukan. Namun, prinsip dasar dalam penegakan diagnosis untuk

pembuktian tersebut dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

Page 68: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 52

pemeriksaan penunjang. Perlu diketahui apakah gejala yang berkaitan dengan

kelainan saluran pernafasan muncul didahului oleh muntah. 1,6

Pemeriksaan penunjang dalam keterkaitan antara refluks dengan

gangguan saluran pernafasan dapat dilakukan beberapa pemeriksaan. Secara

ringkas, pemeriksaan itu dibagi menjadi: pemeriksaan untuk menentukan

adanya refluks, mengetahui penyebab refluks, menentukan adanya aspirasi,

dan menentukan adanya kelainan akibat refluks. Pengamatan pH esophagus

jangka panjang, dianggap sebagai pemeriksaan yang paling sensitive karena

dapat membedakan refluks abnormal dengan normal sampai 95%. Sebaliknya,

cara ini mempunyai kekurangan yaitu memerlukan waktu yang lebih panjang

sehingga anak perlu dirawat di rumah sakit. Keunggulan cara ini, selain dapat

menunjukkan refluks yang abnormal, juga dapat mencatat frekuensi dan lama

refluks pada berbagai posisi anak, baik ketika banagun maupun saat tidur. 1,6,7

Pemeriksaan lain untuk menilai adanya aprirasi akibat GERD adalah

dengan pemeriksaan langsung. Pada pemeriksaan aspirasi langsung, yang

dilakukan adalah pemeriksaan dalam pipa endotrakhea. Jika terdapat aspirasi

akibat GERD, maka akan ditemukan isi dari lambung yang masuk ke dalam

saluran pernafasan, misalnya susu atau bahan makanan lainnya. Apabila terjadi

aspirasi susu dalam jumlah yang sangat kecil, maka dapat dilakukan

pemeriksaan cairan endotrakhea. Bila ditemukan adanya laktulosa yang berasal

dari susu, berarti telah terjadi aspirasi susu ke dalam trakhea.2,6,7

Untuk menentukan adanya dampak dari PRGE terhadap saluran

pernafasan dapat dilakukan uji fungsi paru. Disisi lain, juga dapat dilakukan

pemeriksaan pulse oximetry dan pengukuran konsentrasi karbondioksida

sepanjang siklus respirasi. Pemeriksaan lainnya untuk menulai gangguan paru

dapat dilakukan, misalnya: rongent thoraks dan bronkuskopi.1,2,6

Page 69: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 53

PENDEKATAN TATALAKSANA

Tatalaksana yang tepat diperlukan untuk mengatasi kelainan respiratorik akibat

PRGE. Pada prinsipnya, tatalaksana gangguan saluran pernafasan yang

ditimbulkan oleh PRGE dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu menghambat

supaya tidak terjadi refluks, mencegah aspirasi ke dalam saluran cerna, dan

mengatasi kelainan yang terjadi pada saluran respiratorik.1,2,6,7

Pencegahan Terjadinya Refluks

Pencegahan refluks dapat dilakukan dengan pengaturan posisi tidur pengaturan

kekentalan makanan (susu) atau pemberian makanan yang tidak alergi.

Pencegahan terhadap refluks, akan berdampak baik terhadap perbaikan

kelainan respiratorik, karena kesempatan untuk penyembuhan. Menghambat

regurgitasi yang berulang juga mencehag kelainan respiratorik yang berulang

pada bayi dan anak.1,2,7

Dalam pencegahan refluks, perlu diperjelas apakah refluk merupakan

kondisi fisiologi atau patologis. Regurgitasi tanpa tanda bahaya merupakan

keadaan fisiologis. Pada PRGE dengan regurgitasi berlebihan, tatalaksana

perlu dilengkapi dengan mengatur posisi bayi. Meletakkan bayi pada posisi

telentang dengan sudut 60 derajad terhadap dasar tempat tidur pada bayi yang

mendapat ASI eksklusif dapat mencegah refluks. Selain itu, untuk bayi yang

mendapat susu formula, dianjurkan pemberian “thickening milk”. Diharapkan,

dengan pemberian thickening formula, maka viskositas makanan akan

meningkat. Dengan demikian, akan mengurangi gejala regurgitasi, frekuensi

menangis dan meningkatkan waktu tidur.1,6,7

Page 70: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 54

Gejala klinis yang mirip tanda bahaya RGE atau PRGE terjadi pada bayi

yang alergi terhadap susu sapi. Dengan mempertimbangkan bahwa prevales

alergi protein susu sapi sangat tinggi (3-5%), maka tanda bahaya pada bayi

yang mengalami regurgitasi perlu dipikirkan sebagai gejala alergi protein susu

sapi. Penyakit RGE perlu dibuktikan bila bayi tidak mempunyai riwayat

atopi/alergi. Penapisan PRGE dilakukan dengan kuesioner PRGE, sedangkan

pembuktian PRGE dengan pemeriksaan endoskopi atau pementauan pH

esophagus 24 jam. Pemilihan Susu formula dengan kandungan protein

terhidrolisis ekstensif diberikan kepada bayi dengan alergi protein susu

sapi.1,2,5

Perbaikan Kelainan pada Esofagus

Refluks patologis seperti PRGE yang berdampak pada kerusakan mukosa

esophagus diperlukan terapi tambahan untuk menetralisasi asam lambung

dengan antacid atau H2 blokker. Obat antagonis reseptor histamine dan

inhibitor pompa proton dapat mengurangi gejala klinis dan memperbaiki

kerusakan mukosa.7

Mengatasi Aspirasi dan Kelainan Sistem Respiratorik

Pengobatan yang intensif diperlukan untuk mengatasi kelainan paru dan

saluran pernafasan. Tatalaksana didasarkan pada kelaianan yang terjadi dari

dampak refluks pada PRGE. Pada serangan asma, maka tatalaksana adalah

mengatasi bronkhospasme dan inflamasi bronchus. Pada bronchitis,

bronchiolitis dan pneumonia, disamping mengatasi inflamasi juga diberikan

antibiotika untuk mengatasi sekunder infeksi. Tatalaksana suppportif dengan

Page 71: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 55

pemberian oksigen dimaksudkan untuk mencegah sesak yang berlebihan dan

mengatasi hipoksemia.2,6

Daftar Pustaka

1. Ranuh IGMRG, Athiyyah AF, Syarif BH, penyunting. Rekomendasi

Gangguan saluran cerna fungsional. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia

2016.

2. Benedictis FM, Andrew Bush A. Respiratory manifestations of gastro-

oesophageal

reflux in children. Arch Dis Child 2017;9:1–5

3. Rahajoe N, Kartasasmita CB, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting.

Pedoman Nasional Asma Anak. Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi PP

Ikatan Dokter Anak Indonesia 2015.

4. Global Initiative for Asma. Global strategy for asthma management and

prevention. 2014.

5. Papadopaulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J.

Lemanske R, et.al. International consensus on (ICON) pediatric asma.

Allergy. 2012;67:976-97.

6. Boesch RP, Daines C, Willging JP, Kaul A, Cohen1 AP, Wood RE.

Advances in the diagnosis and management of chronic pulmonary

aspiration in children. Eur Respir J 2006; 28: 847–861.

7. Vanderplas Y, Abkari A, Bellaiche M, Benninga M, Chouraqui JP, Cokura

F, et.al. Prevalence and heatlh outcome of fuctional gastrointestinal

simptoms in infant from birth to 12 month of age. J Pediatr Gastroenterol

Nutr. 2015;61(5):531-7.

Page 72: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 56

Mengenal Gejala Obstruksi Saluran Cerna

pada Anak

Dr. dr. Pramita G Dwipoerwantoro, Sp.A(K)

Divisi Gastrohepatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia/RS.Cipto Mangunkusum, Jakarta

Obstruksi saluran cerna pada anak dapat terjadi pada sepanjang esofagus

sampai anus, dan hal ini dapat merupakan kelainan bawaan ataupun didapat.1,2

Obstruksi usus merupakan kelainan terbanyak yang memerlukan tindakan

pembedahan akut pada masa neonatus. Insidens obstruksi usus pada 1 di antara

1500 kelahiran hidup.3 Angka mortalitas di negara yang sedang berkembang

masih cukup tinggi karena biasanya bayi dalam keadaan kurang gizi dan

terlambat untuk dirujuk dibandingkan dengan negara maju.4

Patofisiologi

Obstruksi usus terjadi bila aliran kandungan usus halus terhambat. Pada

kondisi obstruksi tersebut akan terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

tubuh, sehingga menigkatkan tekanan perfusi usus. Proksimal terhadap bagian

obstruksi akan terjadi dilatasi usus karena terisi sekresi usus dan udara yang

tertelan. Kegagalan kandungan usus untuk melewati saluran cerna akan

menyebabkan kesulitan flatus dan berhentinya pergerakan usus. Pada 80%

kasus obstruksi usus terjadi di usus halus dan sisanya terjadi di usus besar.5

Page 73: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 57

Kehilangan cairan melalui emesis, edema usus, dan kehilangan kapasitas

absorpsi akan menyebabkan dehidrasi. Emesis akan menyebabkan kehilangan

kalium, hidrogen dan klorida dari lambung; dan dehidrasi yang signifikan akan

menstimulasi tubulus ginjal proksimal mereabsorpsi bikarbonat dan kehilangan

klorida, sehingga memperburuk alkalosis metabolik.6 Selain itu stasis usus

akan menyebabkan pertumbuhan mikroflora usus yang berlebihan, yang dapat

menyebabkan emesis yang berbau menyengat ataupun terjadinya translokasi

bakteri.7 Dilatasi usus halus yang berlanjut akan meningkatkan tekanan intra

lumen usus, menyebabkan kehilangan drainase vena dan berakibat peningkatan

edema dan hiperemia usus. Hal ini akan menyebabkan iskemia, nekrosis dan

perforasi.

Manifestasi Klinis

Ada 4 keluhan utama obstruksi intestinal yaitu nyeri perut hebat (kolik),

distensi abdomen, muntah, dan konstipasi. Timbulnya gejala-gejala tersebut

dipengaruhi oleh lokasi dan tipe obstruksi.8,9 Muntah salah satu gejala awal

yang perlu dicermati terutama bila terjadi obstruksi proksimal, karena pada

obstruksi yang lebih distal keluhan muntah terjadi kemudian.10 Muntah yang

terjadi pada masa neonatus sering disertai gejala intoleransi asupan makanan,

distensi abdomen, kegagalan ekskresi mekonium dan tanda peritonitis (nyeri

tekan, nyeri lepas).11

Muntah hijau merupakan karakteristik obstruksi saluran cerna distal

dari ampula Vater. Muntah yang tidak hijau dapat akibat obstruksi saluran

cerna daerah duodenum proksimal ataupun pilorik. Pada kondisi muntah yang

tidak hijau harus dieksklusi akibat non-bedah; antara lain akibat penyakit

gastroesofageal refluks, kesulitan makan (nutrisi kurang maupun berlebihan),

Page 74: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 58

infeksi sistemik, infeksi saluran kemih, peningkatan tekanan intra kranial,

alergi makanan, maupun sindrom adrenogenital.12

Pada obstruksi proksimal, contohnya atresia duodenum, muntah terjadi

segera pada introduksi asupan makan, sedangkan obstruksi yang lebih distal

(ileum dan kolon) terjadi pada 24-48 jam kehidupan dengan manifestasi

distensi abdomen yang lebih mengemuka.11 Kondisi midgut volvulus

mamberikan keluhan yang bervariasi, 50% terjadi pada minggu pertama

kehidupan dan 60% terjadi pada akhir bulan; sering disertai muntah hijau yang

terjadi tiba-tiba yang awalnya toleransi terhadap asupan makan.

Informasi mengenai pasase mekonium akan menambah nilai

diagnostik. Neonatus normal akan mengeluarkan mekonium pada 24 jam

pertama kehidupan. Mekonium yang tidak ke luar menunjukkan obstruksi

total. Neonatus dengan penyakit Hirchprung ataupun obstruksi fungsional akan

mengeluarkan mekonium dalam jumlah sedikit.11

Pada anak yang lebih besar, nyeri perut akut yang disertai muntah hijau

perlu dipertimbangkan etiologi obstruksi saluran cerna setelah dieksklusi ke

arah etiologi non-bedah.13 Riwayat nyeri perut sebelumnya perlu dievaluasi

termasuk intensitas sakit saat diperiksa. Bila disertai tinja berdarah

kemungkinan telah terjadi iskemia usus. Demam yang terjadi setelah muntah

atau nyeri perut (bukan yang terjadi saat awal keluhan) menunjukkan

kemungkinan sudah terjadi peritonitis.13

Pada saat evaluasi klinis perlu diperhatikan evaluasi appearance saat

primary survey yang meliputi apakah bayi/anak tampak letargi, apakah ada

kontak mata, apakah mudah ditenangkan oleh ibu/pengasuhnya, serta apakah

masih bisa berinteraksi). Asupan cairan dan makan perlu dievaluasi (luaran

Page 75: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 59

urin dan asupan makanan apakah berkurang). Derajat aktivitas perlu dievaluasi

apakah bayi/anak menunjukkan keaktifan yang normal, tidur terbaring atau

menunjukkan gerakan yang menahan sakit. Rasa nyeri yang tajam, terlokalisir,

dan bertambah sakit saat bergerak kemungkinan besar berasal dari reseptor

somatoparietal di peritoneum, otot, maupun kulit. Nyeri pada penekanan dan

nyeri lepas menunjukkan keadaan peritonitis. Pada auskultasi bila tidak

terdengar bising usus menunjukkan kondisi ileus ataupun peritonitis;

sedangkan bising usus yang meningkat menunjukkan obstruksi saluran cerna.13

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap termasuk

hitung jenis lekosit, laju endap darah, C-reactive protein, urinalisis, termasuk

uji kehamilan. Uji fungsi hati, kadar amilase dan lipase; serta uji darah samar.14

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) merupakan pilihan pertama diagnostik pada

nyeri perut akut yang cukup murah dan tidak menyebabkan radiasi.15

Kecurigaan akan intususepsi dengan ditemukannya tanda "donut".

Pemeriksaan USG merupakan pilihan utama pada kecurigaan akan pyloric

stenosis, apendisitis, kolesistitis, pankreatitis, batu ginjal, kita ovarium, torsi

ovarium.

Radiografi abdominal bermanfaat untuk mendeteksi kelainan akibat

distensi abdomen, riwayat operasi sebelumnya, bising usus abnormal, atau

adanya petanda peritonitis. Pemeriksaan radiografi juga dapat mendeteksi batu

ureter maupun ginjal, massa intra abdomen, tertelan benda asing termasuk

bezoar, perforasi usus dengan udara bebas, dan konstipasi.16 Pemeriksaan CT

abdomen digunakan pada kecurigaan komplikasi contohnya nekrosis pankreas,

Page 76: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 60

terbentuknya abses pada apendisitis, maupun torsi omentum dan limfadenitis

mesenterium.16

Tabel 1. Gejala dan tanda nyeri perut akut yang mungkin memerlukan

tindakan bedah

Bising usus menghilang

Muntah hijau

Diare berdarah atau tinja berdarah

Suhu meningkat > 38,0oC

Nyeri lepas

Rigiditas (akibat defense muscular)

Defense muscular

Tata Laksana

Evaluasi cepat setelah dilakukan pemeriksaan fisik (primary survey) terutama

derajat kesakitan dan status hidrasinya. Atasi dehidrasi dan kelainan elektrolit

yang terjadi akibat muntah maupun asupan cairan dan makanan yang

berkurang. Bila terdapat nyeri hebat maka dapat diberikan golongan opiat yang

tidak akan memengaruhi akurasi diagnosis.17 Konsultasi pada bedah anak

sebaiknya segera dilakukan sambil menegakkan diagnosis.

Apendisitis dapat terjadi pada usia berapa saja tetapi puncaknya pada

masa remaja akibat hiperplasia limfoid folikular.18 Pemeriksaan klinis tidak

dapat membedakan antara apendisitis dengan limfadenitis mesenterium.19

Beberapa sistem skor digunakan untuk mendiagnosis apendisitis di antaranya

adalah the Pediatric Appendicitis Score dan the Alvarado Score.20

Page 77: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 61

Pada bayi dan usia di bawah tiga tahun, keluhan nyeri perut akut dapat

disebabkan oleh intususepsi, divertikel Meckel, malrotasi midgut, dan hernia

inguinalis. Intususepsi biasanya terjadi di bawah usia 2 tahun, dengan gejala

nyeri tekan pada daerah kuadran kanan bawah, teraba massa berbentuk pisang

di daerah abdomen, tinja seperti agar berwarna merah (red currant jellystool)

akibat kongesti vena usus yang mengalami intususepsi. Penyebabnya pada

90% kasus adalah idiopatik, dan sekitar 10% akibat lead point atau sticky pot

di kolon. Enema gunakan kontras ataupun udara dapat sebagai tindakan

diagnostik sekaligus terapeutik bagi intususepsi.21

Divertikel Meckel dapat menimbulkan gejala perdarahan saluran cerna,

divetikulitis, obstruksi usus, peritonitis, intususepsi, atau volvulus. Separuh

kasus tersebut terjadi pada anak kurang dari 4 tahun. Malrotasi midgut

menyebabkan volvulus berakibat muntah hijau, nyeri perut, diare dan tinja

berdarah pada kasus yang lanjut.21

Daftar Pustaka

1. Ross III AJ. Intestinal obstruction in the newborn. Pediatr Rev.

1994;15:338-47.

2. Verma A, Rattan KN, Yadav R. Neonatal intestinal obstruction: A 15-year

experience in a tertiary care hospital. J Clin Diagnostic Res.

2016;10(2):SC10-3.

3. Seth A, Chanchlani R, Rakhonde AK. Neonatal gastrointestinal

emergencies in a tertiary care centre in Bhopal, India: A prospective Study.

IJSS J Surg. 2015;1(2):1-4.

Page 78: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 62

4. Nasir GA, Rahma S, Kadim AH. Neonatal intestinal obstruction. East

Mediterr Health J. 2000;6:187-93.

5. Ullah S, Khan M. Intestinal obstruction: A Spectrum of causes, Department

of Surgery, Postgraduate Medical Institute Lady Reading Hospital,

Peshawar Pakistan. JPMI. 2008;8(1):210–3.

6. Wangensteen OH. Understanding the bowel obstruction problem. Am J

Surg. 1978;135(2):131-49.

7. Rana SV, Bhardwaj SB. Small intestinal bacterial overgrowth. Scand J

Gastroenterol. 2008;43(9): 1030-7.

8. Cirocchi R, Abraha I, Farinella E, Montedori A, Sciannameo F.

Laparoscopic versus open surgery in small bowel obstruction. Cochrane

Database Syst Rev. 2010;17(2):751.

9. Khanzada TW, Samad A. Etiological spectrum of dynamic intestinal

obstruction, Department of Surgery, Isra University Hospital, Hyderabad,

Pakistan. Gomal J Med Sci. 2006;12(1):35–6.

10. Bailey PV, Tracy TF Jr, Connors RH, Mooney DP, Lewis JE, Weber TR.

Congenital duodenal obstruction: a 32-year review. J Pediatr

Surg. 1993 Jan;28(1):92-5.

11. Grob M. Intestinal obstruction in the newborn infant. Arch Dis Child.

1960;35:40.

12. Llyod DA, Kenny SE. Congenital anomalies. In: Walker WA, Goulet O,

Kleinman RE, Sherman IM, Shneider BC, Sanderson IA. Walker's

Pediatric Gastrointestinal Disease. 4th ed. Ontario: BC Decker; 2004.

p.561-8.

13. Reust CE, Williams A. Acute abdominal pain in children. Am Fam

Physician. 2016;93(10):830-6.

Page 79: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 63

14. Kwan KY, Nager AL. Diagnosing pediatric appendicitis: usefulness of

laboratory markers. Am J Emerg Med. 2010;28(9):1009-15.

15. Shah S. An update of common gastrointestinal emergencies. Emerg Med

Clin North Am. 2013;31 (3):775-93.

16. Carty HM. Paediatric emergencies: non-traumatic abdominal emergencies.

Eur Radiol. 2002;12 (12):2835-48.

17. Sharwood LN, Babl FE. The efficacy and effect of opioid analgesia in

undifferentiated abdominal painin children: a review of four

studies.Paediatr Anaesth. 2009;19(5):445-51).

18. Bundy DG, Byerley JS, Liles EA, Perrin EM, Katznelson J, Rice HE. Does

this child have appendicitis? JAMA. 2007;298(24):2895-904.

19. Toorenvliet B, Vellekoop A, Bakker R, Wiersma F, Mertens B, Merkus

J, et al. Clinical differentiation between acute appendicitis and acute

mesenteric lymphadenitis in children. Eur J Pediatr Surg. 2011;21(2):120-

3.

20. Ebell MH, Shinholser J. What are the most clinically useful cutoffs for the

Alvarado and Pediatric Appendicitis Score? A systematic review. Ann

Emerg Med. 2014;64(4(:365-72.e2.

21. Pepper VK, Stanfill AB, Pearl LH. Diagnosis and management of pediatric

appendicitis, intussusceptions, and Meckel diverticulum. Surg Clin North

Am. 2012;92(3):505-26.

Page 80: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 64

Diare Persisten Pada Anak HIV/AIDS

Dr. dr. Sulaiman Yusuf, Sp.A(K)

Divisi Gastroentero-Hepatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak

FK Unsyiah/Rumah Sakit Zainoel Abidin, Banda Aceh

Pendahuluan

Penyakit diare merupakan masalah kesehatan di banyak negara

berkembang termasuk Indonesia. Walaupun telah banyak kemajuan diperoleh

di bidang pemberantasan penyakit diare di Indonesia namun hingga kini angka

kesakitan diare tetap masih tinggi. Angka kesakitan diare diperkirakan antara

120-130 kejadian per 1000 penduduk, 60% kejadian diare tersebut terjadi pada

balita. Telah banyak kemajuan yang diperoleh sehingga angka kematian dari

diare akut sudah dapat ditekan, tetapi angka kematian diare persisten pada anak

balita masih tinggi yaitu berkisar antara 23-62% dengan rata-rata 45%. Di

samping itu penderita diare persisten juga akan mengalami gangguan

pertumbuhan di kemudian hari.1

Diare persisten pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

terjadi akibat berbagai penyebab, termasuk infeksi bakteri (Salmonella,

Shigella, Listeria, Kampilobakter, atau Escherichia coli) serta parasit yang

umum dan infeksi oportunistik tidak umum seperti kriptosporidiosis,

mikrosporidiosis, kolitis kompleks Mycobacterium avium dan sitomegalovirus

(CMV). Pada beberapa kasus, diare adalah efek samping beberapa obat yang

digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping infeksi HIV, terutama

selama infeksi HIV utama.2

Page 81: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 65

Bagi penderita infeksi HIV, diare persisten merupakan komplikasi yang

biasa terjadi di mana 60-90% di negara berkembang. Suatu studi di India

menyatakan bahwa diare merupakan manifestasi klinikal ketiga paling banyak

pada pasien Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Walaupun begitu,

sampai 50% pasien tidak dapat diidentifikasi patogen pada ususnya. Hal ini

kerana infeksi intestinal pada HIV berkait dengan enteropati pada AIDS dan

organismenya masih tidak dapat dideteksi seperti prevalensi infeksi

mikrosporidia pada pasien HIV diperkirakan 15%.3

Diare merupakan salah satu infeksi oportunistik yang sering dijumpai

pada anak dengan HIV/AIDS. HIV tidak hanya menyerang orang dewasa saja

melainkan juga pada anak. Penularan ini dapat terjadi karena adanya transmisi

virus pada kehamilan, pada saat melahirkan, maupun pada saat menyusui. Saat

virus HIV menjangkiti tubuh, virus akan menyerang dan merusak sel-sel

limfosit T CD4+ sehingga kekebalan penderita rusak dan rentan terhadap

berbagai penyakit infeksi.2

Adanya virus HIV di dalam tubuh tidak hanya mempengaruhi sistem

imun melainkan juga dapat mempengaruhi sistem saraf bahkan gastrointestinal

(GI). Gangguan GI terlihat pada 50% pasien AIDS di Amerika Utara atau

Eropa dan sebesar '90% pada negara berkembang. Salah satu manifestasi

umum gangguan GI pada pasien dengan HIV/AIDS adalah diare.1

Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan atau

tanpa darah dan/atau lendir dalam tinja. Diare dapat dikelompokkan

berdasarkan durasi dan gejalanya menjadi diare akut, persisten, dan kronik.

Pada HIV/AIDS, diare yang terjadi umumnya berupa diare persisten dan kronis

atau diare yang terjadi berulang. Penyebab diare pada pasien dengan

HIV/AIDS adalah karena infeksi protozoa, bakteri, virus, helmintik, fungi,

Page 82: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 66

maupun karena efek samping pengobatan dan malnutrisi. Diare dapat

mengakibatkan kematian atau kehilangan kemampuan anak apabila tidak

didiagnosis dan ditangani dengan baik.2

Definisi

Diare persisten adalah episode diare lebih dari dua minggu yang

sebagian besar disebabkan diare akut berkepanjangan akibat infeksi.1

Berdasarkan The American Gastroenterological Association diare persisten

adalah episode diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu, oleh etiologi

infeksi serta memerlukan pemeriksaan labih lanjut.1

Diare persisten atau kronis merupakan suatu kondisi episode diare lebih

dari dua minggu yang disertai dengan kondisi penurunan berat badan atau

sukar naik. Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari di definisikan sebagai

diare persisten apabila etiologinya adalah infeksi, dan didefinisikan sebagai

diare kronis apabila etiologinya non-infeksi.1

Epidemiologi

Diare persisten/kronis mencakup 3-20% dari seluruh episode diare

pada balita, insidensi diare persisten di beberapa negara berkembang berkisar

antara 7-15% setiap tahun dan menyebabkan kematian sebesar 36-54% dari

keseluruhan kematian akibat diare. Hal ini menunjukan bahwa diare persisten

dan kronis menjadi suatu masalah kesehatan yang mempengaruhi tingkat

kematian anak di dunia.3

Di Indonesia diare persisten/kronik sebesar 0,1% dengan angka

kejadian tertinggi anak-anak berusia 6-11 bulan. Penyebab diare persisten

Page 83: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 67

dan penyakit penyerta adalah terbanyak adalah gizi buruk 36,6%, alergi

susu sapi 31,7%, infeksi saluran kemih 24,4%, HIV 19,5%.4

Infeksi HIV/AIDS pertama kali dilaporkan di Amerika pada 1981 pada

orang dewasa homoseksual dan pada anak ditemukan 1983. Sedangkan di

Indonesia kasus HIV pertama kali ditemukan pada 1987 yaitu pada pasien

dewasa di Bali. Infeksi HIV adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus HIV. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah penyakit

yang menunjukkan adanya sindrom defisiensi imun sebagai akibat dari infeksi

HIV.5

Data terbaru dari Ditjen PP & PL Kemenkes RI secara kumulatif dari 1

April 1987 sampai 31 Maret 2016, total pasien dengan infeksi HIV adalah

191.073 kasus dan penderita AIDS adalah 77.940 kasus. Untuk Aceh

didapatkan 303 kasus HIV dan 276 kasus AIDS (prevalensi 6.14 per 100.000

penduduk). Sejak epidemi HIV, AIDS telah merenggut nyawa lebih dari 25

juta orang di dunia. Setiap tahun diperkirakan 3 juta orang meninggal karena

AIDS dan 500.000 di antaranya adalah anak di bawah umur 15 tahun.5

Berdasarkan Data Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia 2011-

2016 oleh Kementerian Kesehatan RI (2013) bahwa total penderita AIDS pada

anak 16.884 kasus (sekitar 2,77%) dari keseluruhan kasus AIDS. Jumlah

penderita infeksi HIV baru pada anak yaitu 5,7% (4.361 kasus) dari total kasus

baru dan jumlah kematian anak akibat AIDS 1.839 orang (6,7%) dari total

jumlah penderita yang meninggal. Tampak terjadi peningkatan setiap

tahunnya.5

Risiko penularan HIV tidak hanya terbatas pada subpopulasi yang

berperilaku risiko tinggi, tetapi juga dapat menular pada pasangan atau istrinya

bahkan anaknya. Pada akhir 2015 terjadi penularan secara kumulatif pada lebih

Page 84: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 68

38.500 anak yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV. Para ibu ini

sebagian besar tertular dari suaminya.5

Kasus HIV/AIDS di Indonesia, termasuk di Provinsi Aceh diyakini

bagaikan fenomena gunung es, laporan resmi jumlah kasus tidak

mencerminkan masalah yang sebenarnya. Artinya, banyak kasus tidak

terdeteksi. Jadi, itu ada rasionya 1 : 200, dimana ada satu kasus yang

terdeteksi, berarti ada 200 kasus lainnya yang positif. Kalau angka sekarang

hampir mencapai 300 orang positif HIV di Provinsi Aceh. Berarti tinggal

dikalikan, 300 x 200 berapa? Ada sekitar 60 ribu kasus. Kalau dilihat dari rasio

maka di Aceh ada sekitar 60 ribu orang yang positif HIV. Untuk itu

pemerintah wajib memberikan perhatian khusus, jangan sampai di Aceh yang

merupakan daerah yang menerapkan Syariat Islam menjadi nomor satu kasus

HIV/AIDS di Indonesia.6

Etiologi

Pada umumnya para ahli sependapat bahwa penyebab diare

persisten/kronik sangat kompleks dan merupakan gabungan banyak faktor

yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Faktor etiologi diare

persisten/kronik menurut PRITECH/WHO adalah :1

1. Kuman penyebab yang khusus

a. Kuman yang sering ditemukan pada diare persisten dari pada diare

akut

- Enteroadherent E. Coli

- Cryptosporidium

- Enteropathogenic E. Coli

Page 85: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 69

b. Kuman yang dijumpai dengan frekuensi sama antara diare persisten

dan diare akut

- Shigella

- Non-typhoid Salmonella

- Campylobacter jejuni

- Enterotoxigenic E. Coli

- Giardia lamblia

- Entamoba histolytica

- Clostridium lamblia

2. Faktor host

- Gizi buruk : atrofi mukosa usus, regenerasi epitel usus berkurang,

pembentukan enzim serta penyerapannya terganggu

- Defisiensi zat imunologis

- Defisiensi enzim laktase

- Alergi makanan

3. Faktor-faktor lainnya

- Penanganan diare yang tidak efektif

- Penghentian ASI dan makanan

- Penggunaan obat-obatan antimotilitas

Berbagai patogen dari kelompok virus, bakteri dan parasit dapat

menyebabkan diare persisten pada HIV. Attili et al (2006) menyebutkan bahwa

parasit yang terbanyak dijumpai pada penderita HIV dengan diare persisten

adalah Entamoeba histolytica (17,1%). Insidensi infeksi oportunistik ini

meningkat pada keadaan kadar CD4 yang rendah.7 Schmidt (1997)

mengemukakan bahwa microsporodia adalah parasit terbanyak penyebab diare

persisten pada HIV. Parasit ini menyebabkan pemendekan dan pengurangan

Page 86: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 70

luas permukaan villi usus, meskipun kondisi ini juga didapatkan pada pasien-

pasien HIV tanpa gejala diare persisten. Selain itu, insidensi defisiensi laktase

lebih tinggi pada pasien HIV dengan infeksi microsporidiasis.8 Grohmann et al

(1993) menyatakan bahwa Astrovirus, Picobirnavirus, Calicivirus, dan

Adenovirus adalah enterovirus terbanyak pada HIV dengan diare.9

Patogenesis

Cryptosporidium, Microsporidium, dan Isospora belli merupakan

protozoa yang paling sering menginfeksi saluran cerna dan menimbulkan diare

pada pasien HIV. Infeksi menular melalui rute feses-oral, kontak seksual,

makanan, minuman, atau hewan.10 Infeksi dapat menimbulkan gejala beragam,

dari diare ringan atau intermitten pada tahap-tahap awal infeksi HIV sampai

diare berat yang mengancam nyawa pada pasien dengan gangguan kekebalan

yang parah.10,11

Yang berperan pada pathogenesis diare terutama karena infeksi yaitu

faktor kausal (agent) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah

kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat

menimbulkan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare, Terdiri

dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna antara

lain keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan

mikroflora usus. Pada pasien penderita HIV, terjadi penurunan sistem imunitas

yang bermakna, sehingga mudah terinfeksi oleh mikroorganisme. Faktro

kausal yaitu daya penetrasi yang dapat masuk sel mukosa, kemampuan

memproduksi toksin yang memperngaruhi sekresi cairan usus halus serta daya

lekat kuman.10-12

Page 87: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 71

Defisiensi zat imun Infeksi & overgrowth bakteri

Laktase↓

Kerusakan epitel usus

KEP

Hepar

Dekonjugasi &

dehidroksilasi asam

empedu

Maldigesti/malabsorp

si nutrien ATP-ase↓ Sekresi & Motilitas↓ Absorpsi protein

asing↑

Atrofi mukosa lambung & vili

usus

gastrin, HCL, pepsin, sekretin↓

Pankreas

Pankreozimin & ↓ polipeptida

pankreas

Protase ↓

Alergi sensitisasi Tekanan koloid osmotik↑

DIARE

PERSISTEN/KRONIS

Meskipun patogenesis virus HIV dalam menyebabkan diare pada anak-

anak belum diketahui secara jelas, diduga kejadian diare persisten pada kasus

HIV terkait dengan perubahan status imunitas. Pada infeksi HIV, terjadi

penurunan kadar CD4, IgA sekretorik dan peningkatan CD8 lamina propria.

Perubahan keadaan ini memacu pertumbuhan bakteri.1

Kerusakan mukosa usus, pada tahap awal kerusakan mukosa usus

disebabkan oleh penyebab diare akut yang tidak mendapatkan penanganan

yang baik. Berbagai faktor melalui interaksi timbal balik yang tidak hanya

menyebabkan perbaikan kerusakan mukosa tidak efektif tetapi juga

menimbulkan kerusakan mukosa yang lebih berat dengan berbagai

komplikasi.13

Gambar. Konsep patogenesis diare persisten dan kronis1,13

Page 88: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 72

Diagnosis

Evaluasi pada pasien dengan diare persisten/kronis meliputi :1,3

1. Anamnesis

Anamnesis harus dapat menggali secara jelas perjalanan penyakit diare,

antara lain berapa lama diare sudah berlangsung dan frekwensi berak.

Selain itu anamnesis juga bertujuan untuk mengetahui factor-faktor risiko

penyebab diare, antara lain riwayat pemberian makanan atau susu, ada

tidaknya darah dalam tinja anak, riwayat pemberian obat dan adanya

penyakit sistemik.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada diare persisten/kronis harus mencakup perhatian

khusus pada penilaian status dehidrasi, status gizi, dan status

perkembangan anak.

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah standar meliputi pemeriksaan hitung darah

lengkap, elektrolit, ureum darah, tes fungsi hati, vitamin B12,

asam folat, kalsium, ferritin, laju endap darah, dan protein C reaktif.

Pemeriksaan serum Ig deteksi adanya defisiensi imun, HIV testing

untuk pemeriksaan kadar CD4 pada kasus sangkaan infeksi

HIV/AIDS.

b. Pemeriksaan tinja

Pemeriksaan tinja spesifik antara lain meliputi tes enzim pankreas

jika curiga ada pankreas, pH tinja <5 menandakan adanya

intoleransi laktosa. Kultur tinja diperlukan untuk menyingkirkan

Page 89: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 73

kemungkinan infeksi protozoa seperti giardiasis, dan amebiasis yang

banyak dikaitkan dengan kejadian diare persisten.

Tatalaksana

Penatalaksanaan diare persisten meliputi rehidrasi enteral/parenteral,

nutrisi dan medikamentosa.1,3

1. Penilaian awal, resusitasi dan stabilisasi

Pada tahap ini, perlu dilakukan penilaian status dehidrasi dan rehidrasi

secepatnya. Diare persisten seringkalai disertai gangguan elektrolit

sehingga perlu dilakukan koreksi elektrolit, khususnya pada kondisi

hipokalemia dan asidosis. Pemberian antibiotika spektrum luas harus

dipertimbangkan pada anak-anak yang menunjukkan gambaran kondisi

kegawatan atau infeksi sistemik sebelum hasil kultur diperoleh.

2. Terapi Nutrisi

a. Kebutuhan dan jenis diet pada diare persisten

Kebutuhan energy dan protein pada diare persisten berturut-turut

sebesar 100 kcal/kg/hari dan 2-3 g/kg/hari, sehingga diperlukan

asupan yang mengandung energi 1 kcal/g. Pilihan terapi nutrisi

dapat meliputi : diet elemental, diet berbahan dasar susu, dan diet

berbahan dasar ayam.

b. Pemberian mikronutrien zinc, vitamin A dan zat besi.

3. Medikamentosa

Antibiotik diberikan jika terdapat tanda-tanda infeksi, baik infeksi

intestinal maupun ekstra-intestinal. Jika dalam tinja didapatkan darah,

segera diberikan antibiotic yang sensitive untuk shigellosis.

Metronidazol oral (50 mg/kg dalam 3 dosis terbagi) untuk penyebab

Entamoeba histolytica dan Giardia lamblia. Jika dicurigai penyebab

Page 90: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 74

adalah infeksi lainnya, antibiotik disesuaikan dengan hasil biakan tinja

dan sensitivitas. Infeksi bakteri Mycobacterium Avium Kompleks

menyebabkan demam berlanjutan, keringat pada malam hari, berat badan

menurun, anemia, nyeri badan, pusing, diare, dan kelemahan. Bakteria

yang menyebabkan infeksi ini biasanya ditemui dalam air, habuk, tanah,

dan tinja burung. Infeksi ini biasanya terjadi apabila jumlah sel CD4+

kurang dari 50 mm3 darah. Azithromycin biasanya diberikan sebagai

pengobatan pencegahan.14 Tatalaksana paling efektif untuk diare ini

adalah penggunaan Antiretroviral (ARV) yang mengontrol

kriptospiridosis yang persisten. Nitazoxanid disetujui untuk terapi (usia

1-3 tahun: 100 mg, 2x/ hari ; usia 4-6 tahun: 200 mg, 2x/hari).15

Kesimpulan

Diare merupakan salah satu infeksi oportunistik yang sering dijumpai

pada anak dengan HIV/AIDS. HIV tidak hanya menyerang orang dewasa saja

melainkan juga pada anak. Penularan ini dapat terjadi karena adanya transmisi

virus pada kehamilan, pada saat melahirkan, maupun pada saat menyusui. Saat

virus HIV menjangkiti tubuh, virus akan menyerang dan merusak sel-sel

limfosit T CD4+ sehingga kekebalan penderita rusak dan rentan terhadap

berbagai penyakit infeksi.

Malnutrisi, defisiensi mikronutrien dan defisiensi status imun pasca

infeksi atau trauma menyebabkan terlambatnya perbaikan mukosa usus,

sehingga menjadi kontribusi utama terjadinya diare persisten.

Talaksanaan diare persisten meliputi rehidrasi enteral/parenteral, nutrisi

dan medikamentosa. Pada tahap ini, perlu dilakukan penilaian status dehidrasi

dan rehidrasi secepatnya. Diare persisten seringkalai disertai gangguan

elektrolit sehingga perlu dilakukan koreksi elektrolit, khususnya pada kondisi

Page 91: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 75

hipokalemia dan asidosis. Pemberian antibiotika spektrum luas harus

dipertimbangkan pada anak-anak yang menunjukkan gambaran kondisi

kegawatan atau infeksi sistemik sebelum hasil kultur diperoleh.

Kepustakaan

1. Soenarto Y. 2015. Diare Kronis dan Diare Persisten, Buku ajar

gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak

Indonesia.

2. Matondang SC, Kurniati N. 2010. Infeksi HIV pada Bayi dan Anak, Buku

ajar Alergi-imunologi anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak

Indonesia.

3. Hegar B, Yuliarti K, Gandaputra E. Buku Pedoman Pelayanan Medis.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Penerbit IDAI. Jilid 2. 2011. hal 56-63.

4. International Child Health. 2007. Diare persisten. International

Child Health.

5. Aslinar. HIV/AIDS pada Anak. Koran Serambi Indonesia. Sabtu, 3

Desember 2016.

6. Jamil KF. Jumlah pasien HIV/AIDS berobat terus meningkat. Tabloid

RSUDZA Lam Haba. Edisi 17/Tahun II/2017.

7. Attili SVS, Gulati AK, Varma DV, Rai M, Sundar S. Diarrhea, CD4

counts and enteric infections in a hospital-based cohort of HIV-infected

patients around Varanasi, India. BMC Infectious Diseases. 2006: 6: 39.

8. Schimdt W, Schneider T, Heize W, Schultz D, Weinke T, Ignatius R,

Owen EY, Zeitz, Reichen T, Ulrich R. Mucosal Absorbtion In

Microsporisiasis. AIDS. 1997; 11: 1589-1594.

Page 92: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 76

9. Grohmann GS, Roger GW, Perreira HG, Monroe SS, Hightower AW,

Weber R, Brian RT. Enteric Viruses And Diarrhea In HIV Infected

Patient. 1993; 329: 14-20.

10. McPhee,dkk.Current Medical Diagnosis & Treatment 2011 Fiftieth

Edition.. Mc Graw Hill.2011. USA

http://emedicine.medscape.com/article/211316-clinical#showall.

11. Brian A. Boyle, MD posted: 07/01/2001; AIDS Read. 2001;

11(7) © 2001 Cliggott Publishing, Division of CMP Healthcare Media

http://emedicine.medscape.com/article/ 211316-overview#showall Ana

Luiza Werneck-Silva; Ivete Bedin Prado Posted: 02/18/2009; J

Gastroenterol Hepatol. 2009;24(1):135-139. © 2009 Blackwell Publishing.

12. Price,Sylvia.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi

6.EGC.2003.Jakarta

13. Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-prose

Penyakit, ed. 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

14. Maartens, G., Celum,C., dan Lewin, SR. (2014). HIV infection:

epidemiology, pathogenesis, treatment, danprevention. Lancer. 384,

pp.258-327.

15. Purnaningtyas Dewi A. Faktor Resiko Kejadian HIV Pada Anak Dari Ibu

Hamil Yang Terinfeksi HIV. RSUP Dr. Kariadi Semarang, Indonesia :

Universitas Diponegoro, 2011

Page 93: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 77

The Evidence of Zinc in Reducing

the Prevalence of Diarrhea

I Putu Gede Karyana, I Gusti Ngurah Sanjaya Putra,

Ni Nyoman Metriani Nesa

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

Abstrak

Suplemen zink merupakan intervensi penting untuk mengobati episode diare

pada anak-anak. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemberian zink

bersama rehidrasi dengan oralit baru (cairan rehidrasi oral osmolaritas rendah),

dapat mengurangi durasi dan tingkat keparahan episode diare. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF merekomendasikan suplemen zink

harian 20 mg zink untuk 10-14 hari untuk anak-anak di atas usia 6 bulan dan

10 mg per hari untuk bayi di bawah usia enam bulan dengan diare.

Suplemetasi zink ini mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan episode

diare serta mencegah kejadian diare sampai dua-tiga bulan berikutnya.

Suplementasi zink pada anak di Negara berkembang juga dikaitkan dengan

pengurangan angka diare yang merupakan penyebab kematian yang paling

sering.

Katakunci: diare, cairan rehidrasi oral, zink, prevalensdiare

Page 94: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 78

Pendahuluan

Diare akut masih menjadi penyebab utama kematian anak meskipun upaya

rehidrasi oral (URO) tak terbantahkan telah menunjukkan keberhasilan. Diare

merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh

dunia. Episode diare diperkirakan terjadi 1,5miliar episode tiap tahunnya, serta

mengakibatkan 1,5-2,5 juta kematian setiap tahunnya pada anak-anak di bawah

usia lima tahun.1,2 Catatan lebih buruk ditemukan di negara-negara

berkembang, karena dipengaruhi oleh factor infeksi, kekurangan gizi, dan buta

huruf. Insiden diare di Indonesia cenderung meningkat. Pada tahun 2000

insiden penyakit diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000

penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010

menjadi 411/1000 penduduk. Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari

tahun ke tahun,diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di

Indonesia. Peningkatan kematian akibat diare adalah terutama terkait dengan

tatalaksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk

menurunkan kematian karena diare perlu tatalaksana yang cepat dan tepat.3

Penggunaan larutan rehidrasi oral (oralit) menyelamatkan nyawa anak-anak,

tetapi tampaknya tidak memiliki efek pada pengurangan lama diare pada anak.

Saat ini telah direkomendasikan tatalaksana diare oleh Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF, bekerja sama dengan United States

Agency for International Development (USAID) dan ahli lainnya.

Rekomendasipenggunaan zink bersama dengan oralit osmolaritas

rendah(dengan pengurangan kadar glukosa dan garam) selama diare akut,

mampumengurangi durasi dan keparahan episode diare. Suplemen zink

diberikan selama 10-14 hari menurunkan kejadian diare untuk dua sampai tiga

bulan berikutnya.4

Page 95: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 79

Meskipun terbukti bemanfaat, ada sedikit hambatan pada pengenalan

luasoralit osmolaritas rendah dan zink untuk pengobatan diare. Banyak negara

telah mengubah kebijakan tatalaksana diare untuk menyertakanoralit

osmolaritas rendah dan zink, tetapi masihada kesenjangan antara perubahan

kebijakan dan pelaksanaan program yang efektif, dengan sangat sedikit anak-

anak yang saat ini sedang diobati dengan tepat.5

Mekanisme Kerja Zink pada Diare

Efek fisiologis zink pada transport ion di usus belum jelas secara

menyeluruh. Dalam penelitianin-vitro dengan ileum tikus yang telah

dipublikasi didapatkan bahwa zink menghambat induksi cAMP dan sekresi

cairan tergantung klorida dengan menghambat saluran kalium (K) basolateral.

Penelitian ini juga menunjukkan spesifisitas dari Zn terhadap saluran saluran

K diaktivasi cAMP. Zink tidak menghambat saluran K dimediasi kalsium (Ca).

Penelitian ini tidak dilakukan pada hewan dengan defisiensi Zn, ini

membuktikan bahwa Zn mungkin efektif tanpa adanya defisiensi Zn.6,7 Zink

juga meningkatkan penyerapan air dan elektrolit, regenerasi epitel usus, kadar

enzim brush border, dan respon imun, yang memungkinkan clearance yang

lebih baik terhadap patogen.8 Laporan lain memberikan bukti bahwa zink

menghambat toksin kolera, tetapi tidak toksin heat-stable dari Escherichia

coli.Sekresi ion diinduksi olehenterotoksin dalam kultur sel Caco-2.9 Dengan

demikian, zink berperan penting dalam modulasi pertahanan inang terhadap

agen infeksi dan mengurangi risiko, tingkat keparahan, dan durasi diare. Zink

juga memainkan peran penting dalam metallo-enzim, polyribosome, dan fungsi

membran sel dan selsendiri, sehingga memberikan keyakinan bahwa zink

Page 96: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 80

memainkan peran sentral dalam pertumbuhan sel dan fungsi sistem kekebalan

tubuh.10

Farmakokinetik Zink pada Diare11

Penyerapan

Berat molekul zink elemental adalah 65,37 dan zinc sulfat adalah

287,5. Setiap gram zink sulfat merupakan 3,5 milimol Zn. Kelarutannya adalah

1 dalam 0,6 ml air dan tidak larut dalam alkohol. Zink dan garamnya kurang

diserap (hanya 20 sampai 30%) di duodenum dan ileum. Zink endogen diserap

kembali di ileum dan kolon, menciptakan sirkulasi enterohepatik.

Distribusi

Setelah penyerapan zink terikat oleh protein metallothionein dalam

usus. Zink didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh, kemudian disimpan

dalam sel darah merah, leukosit, otot, tulang, kulit, ginjal, hati, pankreas,

retina, dan prostat. Luasnya pengikatan adalah 60-70% pada albumin plasma,

30-40% pada alpha 2 macroglobulins, dan 1% pada asam amino seperti

histidin dan sistein. Konsentrasi zinkplasma tertinggi adalahdalam dua

jamsetelahdikonsumsi.

Eliminasi

Zink diekskresi terutama dalam feses (90%) dan hanya sebagian kecil

ditemukan dalam urin. Sepertinya ginjal memainkan peran kecil dalam

mengatur zink tubuh.

Suplemen Zink Mengurangi Keparahan dan Durasi Diare

Sebuah penelitian menguji hipotesis bahwa suplementasi harian zink

memiliki efek pada perjalanan klinis diare akut pada 117 anak-anak, usia 6-59

Page 97: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 81

bulan. Paramameter yang dinilai adalah frekuensi tinja, jumlah tinja, dan durasi

diare. Pengurangan frekuensi tinja per hari didapatkan 62% pada kelompok

dengan suplementasi zinc dan pengurangan 26% didapatkan pada kelompok

plasebo. Perbedaan yang jelas 36% antara dua kelompok dari hari pertama

sampai hari ke-3 dan hari ke-5 menjadi signifikan secara statistik. Demikian

pula, perbedaan yang signifikan didapatkan dalam pengurangan jumlah tinja

per hari dari hari pertama sampai hari ke-3 dan hari ke-5 dengan perbedaan

45% antara kedua kelompok.12

Sebuah meta-analisis dari 12 penelitian mengamati dampak suplemen

zink pada tatalaksana diare akut, 11 di antaranya menunjukkan pengurangan

durasi episode diare. Delapan dari penilitian tersebut, didapatkan pengurangan

signifikan secara statistik. Lima dari penelitian ini juga mengumpulkan data

volume tinja dan frekuensi defekasi, dan menemukan bahwa suplemen zink

mengurangi volume tinja dan frekuensi defekasi. Data menunjukkan bahwa

suplementasi zink memiliki dampak yang signifikan dan menguntungkan pada

perjalanan klinis diare akut, mengurangi baik durasi dan tingkat keparahan.3

Meta-analisis lain dari 18 penelitian oleh Lazzerinidkk., dengan

melibatkan 6165 partisipan menunjukkan bahwa pada diare akut, zink

mengurangi durasi diare, baik mengurangi diare kurang dari tiga hari, diare

kurang dari lima hari, maupun diare kurang dari tujuh hari. Zink juga

mengurangi durasi diare persisten. Beberapa penelitian melaporkan tingkat

keparahan diare, tetapi hasilnya tidak konsisten.13

Hasil sebuah kajian sistematik oleh Patel dkk. menunjukkan bahwa

suplemen zink mengurangi durasi rata-rata diare akut sekitar 20%, dan diare

persisten sebesar 15-30%, tetapi tidak memiliki efek yang signifikan pada

frekuensi atau volume tinja. Ada tingkat heterogenitas yang tinggi signifikan

Page 98: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 82

secara statistik di seluruh penelitian untuk efek suplementasi zink pada rerata

durasi diare dan risiko muntah setelah pemberian zink.14

Suplementasi Zink dalam Pencegahan dari Diare Akut dan Persisten

Beberapa penelitian yang mengevaluasi efek dari suplementasi zink pada

penyakit diare menemukan bahwa zink mempunyai efek pencegahan yang

cukup bertahan lama. Satu penelitian komunitas di Bangladesh yang

melibatkan 8070 anak 3-59 bulan mengamati efek preventif suplementasi zink.

Padapenelitiandengan cluster randomized comparison tersebut dilakukan

pengamatan selama2 tahun. Hasil dari penelitian tersebut didapatkan zink

mampu mengurangi lama diare (hazard ratio 0,76, IK 95%, 0,65-0,90),

insiden diare (rate ratio 0,85, IK 95%, 0,76-0,96), kejadian masuk rumah sakit

(rate ratio 0,76, IK 95%, 0,59-0,89), angka kematian (rate ratio 0,49, IK 95%,

0,25-0,49) dan mencegah diare untuk 2-3 bulan berikutnya.15Badan Kesehatan

Sedunia (WHO) dan UNICEF kemudian merekomendasikan suplementasi

zink 20 mg per hari, selama 10-14 hari, untuk anak dengan diare, dan 10 mg

per hari pada bayi dibawah usia enam bulan, untuk mengurangi tinggat

keparahan diare dan mencegah kejadian diare 2-3 bulan setelah kejadian diare.

Suplementasi Zink pada Pengobatan Diare Persisten

Sebuah penelitian randomized controlled trial (RCT) mengevaluasi efek dari

pemberian suplementasi zink oral pada 40 bayi (usia 6-18 bulan) dengan diare

persisten (durasi lebih dari dua minggu). Penelitian ini menyimpulkan bahwa

pada diare persisten terjadi deplesi dari zink seiring dengan berjalannya

penyakit, dan pemberian suplementasi zink oral memperbaiki status zink dari

bayi.16

Page 99: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 83

Sebuah analisis gabungan dari empat RCT melaporkan tentang efek

dari suplementasi zink oral pada anak dibawah usia lima tahun dengan diare

persisten. Analisa Cox survival regression digunakan untuk mengevaluasi efek

zink pada diare berkelanjutan. Suplementasi zink pada anak dengan diare

persisten mempunyai kemungkinan lebih rendah 24% untuk terjadi diare

berkelanjutan dan rerata gagal terapi atau kematian lebih rendah 42% dari pada

grup kontrol.17

Suplementasi Zink pada Pengobatan dan Pencegahan terhadap Diare

Berdarah

Penelitian yang dilakukan pada shigelosis akut menunjukan bahwa terapi zink

berhubungan dengan peningkatan respon antibodi terhadap antigen spesifik.

Kadar titer antibodi baktericidal terhadap Shigella meningkatkan proporsi dari

sel limfosit B dan sel plasma, dan juga terjadi respon proliferasi limfosit yan

glebih tinggi pada sirkulasi perifer, selama fase konvalesen awal dari

shigelosis. Semua ini menjadikan alasan yang jelas untuk pemberian

suplemetnasi zink sebagai terapi tambahan selain terapi antibiotik pada diare

berdarah.18

Suplementasi Zink pada Pencegahan Diare

Penelitian yang dilakukanuntuk menilai efek suplementasi zink dalam

pencegahan diare dan pneumonia dengan menggunakan analisis

gabungan terhadap randomized controlled trials pada anak-anak di negara-

negara berkembang.Suplemen oral yang mengandung setidaknya satu setengah

dari United States Recommended Daily Allowance (RDA) zinkdiberikan pada

anak-anak <5 tahun, 5 sampai 7 kali per minggu selama 2 minggu, kemudian

Page 100: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 84

diikuti 2 sampai 3 bulan untuksurveilans morbiditas. Suplementasi zink pada

anak-anak di negara berkembang ternyatadikaitkan dengan pengurangan

tingkat diare yang substansial sebagai penyebab utama kematian.19

Suplemetasi Zink dan Cost-effectiveness

Sebuah penelitian menganalisa biaya tambahan, efek, dan cost-

effectiveness biaya ketika zink diberikan sebagai terapi tambahan dari terapi

standar pada anak dengan diare, termasuk disentri, dan menaksir cost-

effectiveness kembali manajemen standar diare dengan menggunakan oralit.

Analisis kemungkinan cost-effectiveness dilakukan dengan menggunakan

tehnik simulasi Monte-Carlo dan hal yang mempengaruhi parameter tunggal

dieksplorasi dengan menggunakan One-way sensitivity analyses. Pada

penelitian ini, cairan oralit memiliki cost-effectiveness yang lebih rendah.

Penggunaan zink sebagai terapi tambahan, secara signifikan meningkatkan

cost-effectiveness daritatalaksana standar dari diare baik untuk disentri maupun

penyakit selain disentri.20

Suplemetasi Zink dan Penggunaan Antibiotik yang Irasional

Penggunaan antibiotik pada diare adalah salah satu faktor penyumbang

terbesar terjadinya resistensi antibiotik pada negara berkembang. Pada sebuah

penelitian pada daerah rural di Bangladesh menemukan bahwa 26% dari obat-

obatan yang paling sering dibeli adalah antibiotik, dimana pembelian obat

tersering untuk anak pada usia 0-4 tahun adalah untuk mengobati diare. Sebuah

penelitian berbasis komunitas (Community-based controlled trial) yang

dilakukan di Bangladesh di 30 daerah di sekitar Matlab Treatment Center,

dengan jumlah anak pada setiap daerah sekitar 200 anak berusia antara 3

Page 101: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 85

hingga 59 bulan, setiap area secara acak dilakukan intervensi dan kontrol.

Setiap anak dengan usia 3 hingga 59 bulan dimasukan dalam penelitian.

Penurunan penggunaan antibiotik secara signifikan tampak pada grup

intervensi yang menunjukkan bahwa keuntungan suplementasi zink dapat

menurunkan morbiditas dan mortalitas pada anak. Suplementasi zink untuk

diare dengan program edukasi selain dengan terapi rehidrasi oral, dapat

menurunkan penggunaan antibiotik yang tidak diperlukan yang dapat

menyebabkan resistensi.21

Dosis dan Lama Pemberian Zink pada Diare

Zink elemental digunakan secara oral sebagai tambahan terapi rehidrasi oral

pada diare akut. Untuk bayi usia kurang dari 6 bulan: 10 mg per hari selama

10-14 hari; dan pada anak-anak (6 bulan-5 tahun): 20 mg per hari selama 10-14

hari.22

Sebuah penelitian mengamati apakah terapi zink selama 5-hari atau

10-hari sama ampuh mencegah diare pada 3 bulan berikutnya di antara anak-

anak Bangladesh. Penelitian tersebut merupakan suatu randomized, double-

blind placebo controlled trial di daerah rural pada anak-anak usia 4-59 bulan.

Luaran yang diamati setelah pemberian 5-hari atau 10-hari terapi zink pada

diare akut adalah kejadian dan durasi diare selama 90 hari berikutnya. Anak-

anak (n=1.622) dengan diare akut secara acak dialokasikan baik untuk 5-hari

atau 10-hari pengobatan zink. Hasilnya, kejadian diare selama 90 hari

berikutnya tidak berbeda antara grup5-hari (1.0861.38) dan 10-hari (1.0261.35)

(p=0,35). Anak-anak pada kedua grup mengalami durasi episode diare

sebanding (3.165.6 hari vs 2.965.6 hari, 5-hari vs 10-hari, secara berurutan;

p=0,64) dengan perbedaan rerata antara grup dalam rentang ekuivalen yang

Page 102: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 86

ditetapkan. Waktu untuk timbulnya episode pertama dan proporsi anak

mengalami diare selama 90-hari berikutnya juga tidak berbeda antara grup.

Temuan ini menunjukkan bahwa di antara anak-anak Bangladesh, 5-hari

pengobatan zink untuk diare akut sama ampuhnya dengan 10-hari dalam

mencegah diare pada 3 bulan berikutnya.23

Cara Memberikan Garam Zink

Zink sulfat, asetat, dan glukonat semuanya merupakan formulasi garam zink

yang telah digunakan secara luas. Zink sulfat bersifat aman, murah, dan sangat

efektif sehingga optimal untuk digunakan dalam program nasional. Tablet zink

sulfat dapat terdistribusi melalui air susu ibu, cairan rehidrasi oral, atau pada

air. Anak yang lebih tua dapat mengunyah tablet atau menelan langsung

dengan menggunakan air. Tablet zink sulfat terdispersidansirupjuga telah

tersedia, mengandung 10 atau20 mg zink elemental.22

Interaksi Obat

Bila zink diberikan bersamaan dengan beberapa obat tertentu, maka interaksi

obat dapat terjadi. Phytate yang terdapat pada makanan pokok seperti sereal,

jagung, dan nasi, dapat menurunkan penyerapan zink. Penelitian in vitro

menunjukkan bahwa zink dapat dipresipitasi oleh fosfat dan phytate pada pH

yang mendekati pH lumen usus. Produk susu dan roti menurunkan absorpsi

zink. Kopi juga menghambat penyerapan zink. Suplemen besi menghambat

absorpsi zink sehingga suplementasi zink sebaiknya diberikan 2 jam sebelum

zat besi. Penicillamine dan chelator lainnya mengurangi absorpsi zink. Garam

kalsium mengurangi absorpsi zink. Tetrasiklin oral mengurangi absorpsi zink,

sehingga suplementasi zink diberikan 2 jam sebelum tetrasiklin. Asam amino,

Page 103: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 87

seperti histidin dan metionin, dan ion lain dengan berat molekul rendah seperti

EDTA dan asam organik (misal sitrat), meningkatkan absorpsi zink. Zink

menghambat absorpsi copper dari intestin. Diuretik thiazid meningkatkan

ekskresi zink melalui urin. Zink mengurangi absorpsi siprofloksasin,

levofloksasin, dan ofloksasin. Absorpsi dari garam zink dan garam besi akan

menurun bila dikonsumsi secara bersamaan.22,24,25

Efek Samping dari Suplementasi Zink

Sampai saat ini belum ada laporan mengenai reaksi simpang yang berat dari

segala bentuk suplementasi zink yang digunakan untuk terapi diare. Dosis zink

40 mg dapat digunakan secara aman dan diterima oleh Food and Drug

Administration (FDA). Dosis zink yang melebihi dosis tesebut dapat

menimbulkan risiko. Terlalu banyak zink yang diberikan dapat mengganggu

metabolismedan absorpsi mineral esensial yang lain, terutama besi,

magnesium, dan copper, dapat menurunkan fungsi imunitas, serta menurunkan

kadar HDL. Suplementasi oral zink sulfat dapat menimbulkan efek samping

seperti gejala gastrointestinal, heartburn, dan nausea. Efek samping yang

jarang meliputi demam, nyeri tenggorokan, sariawan, kelemahan dan

kelelahan. Beberapa penelitian efektivitas zink pada lebih dari 8.500 anak yang

berpartisipasi sebagai grupplasebo dan zink, dengan hampir 12.000 anak yang

diobservasi per tahun, menunjukkan bahwatidak ada perbedaan reaksi simpang

pada pemberian garam zink yang berbeda (sulfat, asetat, dan glukonat). Satu

penelitian menunjukkan efek samping berupa muntah lebih besar pada

kelompok zink dibandingkan kontrol, ketika zink diberikan bersamaan dengan

beberapa mikronutrien lain. Kadar copper telah dievaluasi pada 4 penelitian,

dan pada 3 penelitian tidak menunjukkan adanya perbedaan kadar copper

Page 104: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 88

setelah suplementasi zink. Namun, satu penelitian menunjukkan penurunan

kadar copper yang signifikan pada kelompok anak malnutrisi dengan diare

persisten yang diberikan suplementasi zink. Tetapi dapat disimpulkan bahwa

tidak ada efek samping substansial pada pemberian suplementasi zink untuk

terapi diare yang dapat mempengaruhi kadar copper.26

Rekomendasi

World Health Organization (WHO) dan UNICEF telah merekomendasikan

penggunaan zink sebagai suplemen disamping terapi rehidrasi oral untuk

penatalaksanaan diare. Dosis zink elemental 20 mg per hari bersifat efektif dan

aman pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Pemberian zink direkomendasikan

untuk digunakan sejak pada layanan kesehatan primer.

Untuk efek yang maksimal, zink dan terapi rehidrasi oral sebaiknya

tersedia di masyarakat. Program berbasis komunitas dapat meningkatkan

penggunaan zink serta meningkatkan terapi rehidrasi oral pada komunitas yang

sama.

Revitalisasi tenaga kesehatan dengan menggapai masyarakat ekonomi

rendah sangat penting dalam mencapai tingkat cakupan sasaran. Selain itu,

kerjasama dengan sektor swasta, sektor medis dan non medis, serta formal dan

informal, dapat membantu mencapai perluasan program di populasi.4

Kesimpulan

Pemberian zink oral memberikan manfaat tambahan dalam menurunkan

jumlah, frekuensi, dan durasi diare, dengan sifat aman, sertaefektif untuk terapi

diare. Selain itu, pemberian zink selama 10-14 hari mencegah terjadinya diare

sampai 2-3 bulan berikutnya. Suplementasi zink pada anak-anak di negara

Page 105: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 89

berkembang juga dikaitkan dengan pengurangan angka diare yang substansial

sebagai penyebab utama kematian, Dapat disimpulkan bahwa suplementasi

zink oral merupakan intervensi terapi yang sederhana dan efektif dalam

tatalaksana diare serta dapat mengurangi prevalens diare.

Daftar Pustaka

1. Kosek M, Bern C, Guerrant RL. The global burden of diarrheal

diseases as estimated from studies published between 1992 and 2000.

Bull World Health Organ 2003;81:197-204.

2. Black RE, Morris SS, Bryce J. Where and why are 10 million children

dying every year ? Lancet 2003;361:2226-33.

3. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela

Data dan Informasi Kesehatan 2011; triwulan II:1-18.

4. WHO/UNICEFJoint Statement-Clinicalmanagement of acute diarrhea.

WHO/FCH/CAH 04.7 May 2004.

5. Fischer Walker CL, Fontaine O, Young MW, Black RE. Zinc and low

osmolarity oral rehydration salts for diarrhea: A renewed call to action.

Bull World Health Organ 2009;87:780-6.

6. Hoque KM, Rajendran VM, Binder HJ. Zinc inhibits cAMP-stimulated

Cl secretionvia basolateral K-channel blockade in rat ileum. Am J

Physiol 2005;288:G956-63.

7. Hoque KM, Binder HJ. Zinc in the Treatment of Acute Diarrhea:

Current Statusand Assessment. Gastroenterology 2006;130:2201-05.

Page 106: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 90

8. Zinc supplementation helps diarrhea symptoms. Available from:

http://www. newsmedical.net / news / 2008 / 02 / 04 / 34888.aspx. [last

cited on 2010 Feb 6].

9. Berni CR, Cirillo P, Buccigrossi V, Ruotolo S, Annalisa P, De Luca P,

dkk. Zinc inhibits cholera toxin induced, but not Escherichia coli heat

stable enterotoxininduced, ion secretion in human enterocytes. J Infect

Dis 2005;191:1072-7.

10. Implementing the new recommendations on the clinical management of

diarrhea-Guidelines for policy makers and programme managers.

WHO, Geneva. 2006.

11. Ramanujam TR. Role of zinc in health and disease. Available from:

http: / www.medindia.net / articles / roleofzinc.asp. [last cited on 2010

Nov 15].

12. Trivedia SS, Chudasamab RK, Patel N. Effect of zinc supplementation

in children with acute diarrhea: Randomized double blind controlled

trial. Gastroenterol Res 2009;2:168-74.

13. Lazzerini M, Ronfani L. Oral zinc for treating diarrhea in children.

Cochrane Database Syst Rev 2008:CD005436.

14. Patel A, Mamtani M, Dibley MJ, Badhoniya N, Kulkarni H.

Therapeutic value of zinc supplementation in acute and persistent

diarrhea: a systematic review. PLoS ONE 2010;5:e10386.

15. Baqui AH,Black RE, Arifeen SE, Yunus M, Chakraborty J, Ahmed S,

Vaughan JP. Effect of zinc supplementation started during diarrhoea on

morbidity and mortality in Bangladeshi children: community

randomised trial. BMJ 2002; 325:1-7.

Page 107: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 91

16. Sachdev HP, Mittal NK, Yadav HS. Oral zinc supplementation in

persistent diarrhea in infants. Ann Trop Paediatr 1990;10:63-9.

17. Bhutta ZA, Bird SM, Black RE, Brown KH, Gardner JM, Hidayat A,

dkk. Therapeutic effects of oral zinc in acute and persistent diarrhea in

children in developing countries: Pooled analysis of randomized

controlled trials. Am J Clin Nutr 2000;72:1516-22.

18. Roy SK, Raqib R, Khatun W, Azim T, Chowdhury R, Fuchs GJ, dkk.

Zinc supplementation in the management of shigellosis in

malnourished children in Bangladesh. Eur J Clin Nutr 2008;62:849-55.

19. Bhutta ZA, Black RE, Brown KH, Gardner JM, Gore S, Hidayat

A, Khatun F, Martorell R, Ninh NX, Penny ME, Rosado JL, Roy

SK, Ruel M, Sazawal S, Shankar A.Prevention of diarrhea and

pneumonia by zinc supplementation in children in developing

countries: pooled analysis of randomized controlled trials. Zinc

Investigators' Collaborative Group.J Pediatr1999 Dec;135(6):689-97.

20. Robberstad B, Strand T, Black RE, Sommerfelt H. Cost effectiveness

of zinc as adjunct therapy for acute childhood diarrhea in developing

countries. Bull World Health Organ 2004;82:523-31.

21. Baqui AH, Black RE, El Arifeen S, Yunus M, Zaman K, Begum N,

dkk. Zinc therapy for diarrhea increased the use of oral rehydration

therapy and reduced the use of antibiotics in Bangladeshi children. J

Health Popul Nutr 2004;22:440-2.

22. Medicines for diarrhea in children. Dalam: Stuart MC, Kouimtzi M,

Hill SR, penyunting. WHO Model Formulary; 2008. h. 351.

23. Alam DS,Yunus M, El Arifeen S,Chowdury HR,Larson CP, Sack

DA,Baqui AH, Black RE. Zinc treatment for 5 or 10 days is equally

Page 108: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 92

efficacious in preventing diarrhea in the subsequent 3 months among

Bangladeshi children.J Nutr2011;141(2):312-5.

24. Lönnerdal B. Dietary factors infl uencing zinc absorption. J Nutr

2000;130:1378S-83.

25. Pécoud A, Donzel P, Schelling JL. Effect of foodstuffs on the

absorption of zinc sulfate. Clin Pharmacol Ther 1975;17:469-74.

26. Fischer C, Harvey P. Low risk of adverse effects from zinc

supplementation. MOST, The USAID Micronutrient Program.

Page 109: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 93

Diagnostik dan Tata Laksana Terkini

Alergi Saluran cerna Pada Anak

Dr. dr. Mulya Safri, M.Kes, Sp.A(K)

Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah

Kuala/Rumah Sakit Zainoel Abidin, Banda Aceh

Pendahuluan

Penyakit alergi merupakan masalah yang penting diperhatikan karena terjadi

pada semua lapisan masyarakat dan angka kejadian penyakit ini terus

meningkat pada tiga dekade terakhir (Bellanti et al., 2005; Mohammadzadeh et

al., 2008; Patel et al., 2008). Perkembangan dan peningkatan penyakit alergi

ditentukan antara lain oleh latar belakang genetik, pajanan terhadap alergen

serta diperkuat oleh faktor yang berasal dari lingkungan. Faktor genetik dapat

dibuktikan dengan riwayat penyakit alergi dalam keluarga. Faktor prediksi

yang paling baik dalam menentukan apakah anak akan mengalami penyakit

alergi dikemudian hari adalah riwayat atopi dalam keluarga terutama pihak ibu

(Yadav dan Yadav, 2005).

Tingkat risiko terkena alergi terhadap janin atau bayi baru lahir dapat

dibedakan dalam tiga kategori: risiko kecil (5-15%), dimana ibu bapak dan

atau salah satu keluarga sekandung dan janin atau bayi tanpa riwayat alergi

apapun. Risiko sedang (20-40%), dimana ibu bapak dan atau salah satu saudara

kandung janin atau bayi diduga terkena alergi. Sedangkan risiko tinggi (40-

60%), dimana ibu bapak dan atau salah saudara sekandung janin atau bayi

yang dinyatakan oleh dokter atau secara medis terkena alergi. Nilai keluarga

yang diprediksi digunakan untuk menentukan kemungkinan bayi terkena

Page 110: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 94

alergi. Penilaian awal pada usia dini sangat penting untuk mengurangi risiko

alergi pada bayi agar tidak terjadi gangguan regulasi sitokinsehingga memiliki

efek perlindungan jangka panjang terhadap keseimbangan sel Th(Yadav dan

Yadav, 2005).

Terdapat lebih dari 170 jenis makanan yang dapat menyebabkan reaksi

alergi namun sejumlah studi prevalensi hanya memfokuskan pada makanan

yang paling banyak menyebabkan alergi, yaitu susu sapi, kacang tanah,

seafood, dan telur (Sampson dan Burks, 2009). Makanan utama yang diperoleh

seorang bayi pada usia 0-6 bulan adalah air susu ibu (ASI), susu sapi atau

keduanya. Susu sapi dan makanan pendamping lain seperti bubur susu

diberikan pada bayi dari ibu yang tidak mempunyai ASI dapat menyebabkan

penyakit alergi susu sapi (ASS) (Smith dan Ownby, 2009). Sekitar 35-45%

penyakit dermatitis atopi dan gejala alergi saluran cerna dan pernapasan yang

terjadi pada bayi usia 0 bulan sampai dengan 2 tahun disebabkan ASS.

(Skripak et al., 2007). Faktor lingkungan termasuk alergen makanan, tungau,

debu rumah, polutan terutama asap rokok, dan infeksi pada bayi merupakan

faktor penting yang menyebabkan gejala alergi pada awal kehidupan (Bellanti

et al., 2005). Bila seorang mempunyai bakat atopi, maka ia akan rentan dan

mudah tersensitisasi serta dapat berkembang menjadi penyakit alergi yang juga

dapat diakibatkan oleh makanan hiperalergenik seperti protein susu sapi dan

beberapa alergen inhalan (Host dan Halken, 2003a; Smith dan Ownby, 2009;

Abraham dan Ownby, 2005).

Diare disamping dermatitis atopi, asma atau mengi, rinitis alergi dan alergi

makanan merupakan suatu perjalanan alamiah penyakit alergi yang dikenal

dengan istilah “Allergic March”, dimulai saat bulan pertama setelah lahir

sampai usia 1-2 tahun (Sangsupawanich et al., 2007). Diare yg merupakan

Page 111: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 95

salah satu dari alergi pada anak sangat berhubungan dengan imunitas mucosa

serta makanan hiperalergenik yg dikonsumsinya dan bahkan makakan ibunya

yg memberi ASI.

Patogenesis Penyakit alergi

Alergi merupakan reaksi imun tubuh yang menyimpang, terjadi berulang,

akibat paparan Bahan/zat yang semestinya aman pada orang non atopi.

Pengenalan antigen spesifik menyebabkan agregasi molekul dan reseptor IgE

terhadap permukaan antigen tersebut. Hal ini menyebabkan sel mast atau

basofil akan melepaskan mediator inflamasi dan vasoaktif seperti histamin

yang membuat peningkatan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi pembuluh

darah, kontraksi otot viseral dan inflamasi lokal. Mekanisme tersebut

merupakan immediate hypersensitivity (Abbas et al., 2007).

Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4

Tipe, yaitu reaksi hipersensitivitas tipe I anafilaktik, reaksi hipersensitivitas

Page 112: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 96

tipe II sitotoksik yang bergantung antibodi, reaksi hipersensitivitas tipe III

yang dipengaruhi kompleks imun, dan reaksi hipersensitivitas tipe IVcell-

mediated (hipersensitiv tipe lambat). Selain itu masih ada satu tipe lagi yang

disebut reaksi hipersensitivitas tipe V atau stimulatory hypersensitivity(Hǿst

dan Halken, 2003a; Abraham dan Ownby, 2005).Hipersensitivitas yang sangat

berhubungan dengan alergi makanan adalah tipe I dan IV (Borish dan

Rosenwasser, 2009).

Reaksi hipersensitivitas tipe I

Reaksi hipersensitivitas tipe I, atau tipe cepat ini ada yang membagi menjadi

reaksi anafilaktik (tipe Ia) dan reaksi anafilaktoid (tipe Ib). Untuk suatu reaksi

selular yang berangkai pada reaksi tipe Ia diperlukan interaksi antara IgE

spesifik yang berikatan dengan reseptor IgE pada sel mast atau basofil dengan

alergen yang bersangkutan (Bellanti et al., 2005).Proses aktivitas sel mast

terjadi bila IgE atau reseptor spesifik yang lain pada permukaan sel mengikat

anafilatoksin, antigen yang lengkap atau kompleks kovalen hapten-protein.

Proses aktivitas ini akan membebaskan berbagai mediator peradangan yang

menimbulkan gejala alergi pada penderita, seperti reaksi anafilaktik terhadap

penisilin atau gejala rinitis alergik akibat reaksi serbuk bunga (Hǿst dan

Halken, 2003a; Abraham dan Ownby, 2005).Reaksi anafilaktoid terjadi

melalui degranulasi sel mast atau basofil tanpa peran IgE. Sebagai contoh

reaksi anafilaktoid akibat pemberian zat kontras atau akibat anafilatoksin yang

dihasilkan pada proses aktivasi komplemen (Smith dan Ownby, 2009).

Eosinofil berperan secara tidak langsung pada reaksi hipersensitvitas tipe I

melalui faktor kemotaktik eosinofil-anafilaksis (ECF-A=eosinophil

chemotactic factor of anaphylaxis). Zat ini merupakan salah satu dari

preformed mediators yaitu mediator yang sudah ada dalam granula sel mast

Page 113: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 97

selain histamin dan faktor kemotaktik neutrofil (NCF=neutrophil chemotactic

factor). Mediator yang terbentuk kemudian meupakan metabolit asam

arakidonat akibat degranulasi sel mast yang berperan pada reaksi tipe

I.Menurut jarak waktu, reaksi tipe I dibagi menjadi 2, yaitu fase cepat dan fase

lambat (Hǿst dan Halken, 2003a; Smith dan Ownby, 2009; Rothenberg dan

Hogan, 2006).

Hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat)

Reaksi hipersensitivitas tipe lambat tak dapat melalui antibodi tetapi

diperlukan sel limfosit lebih khusus limposit T. Setelah reaksi pertama sel T

memori mengenal antigen bersama molekul MHC kelas II pada APC dan sel

limfosit berubah menjadi sel blast dan berproliferasi. Sel T yang terstimulasi

melepaskan mediator yang menimbulkan respon hipersensitivitas (Smith dan

Ownby, 2009).Pelepasan limfokin terus menerus dari sel T yang tersensitasi

menyebabkan akumulasi makrofag, banyak yang kemudian menjadi sel

epiteloid, sedangkan yang tersisa berfungsi membentuk sel raksasa (giant

cells) (Hǿst dan Halken, 2003a).

Imunitas mukosa

Sistim imunitas mukosa saluran cerna

Pertahanan yang paling kuat pada jaringan limfoid mukosa saluran cerna

adalah enzim yang terdapat mulai dari mulut sampai ke kolon. Enzim

proteolitik di dalam lambung (pepsin, papain) dan usus halus (tripsin,

kimotripsin, protease pankreatik) berfungsi untuk digesti. Pemecahan

polipeptida dan tripeptida bertujuan agar dapat terjadi proses digesti dan

absorpsi bahan makanan, dan membentuk protein imunogenik yang bersifat

nonimun (peptida dengan panjang asam amino <8-10 bersifat imunegonik

yang buruk). Efek protease berlipat ganda dengan adanya garam empedu yang

Page 114: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 98

memecah karbohidrat dan akan didapatkan suatu sistim yang poten untuk

meningkatkan paparan antigen (Ag). Kadar pH yang sangat rendah di dalam

lambung dan usus halus dan produk bakteri di dalam kolon berfungsi sebagai

respon imun terhadap antigen oral. Patogen invasif (yang merusak pertahanan)

memicu respons agresif, sedangkan untuk kolonisasi luminal dibutuhkan yang

lebih bersifat respons toleran.

Komponen utama pertahanan tubuh adalah produk gen musin.

Glikoprotein musin melapisi permukaan epitel dari rongga hidung/orofaring

sampai ke rektum. Sel goblet yang menghasilkan mukus secara kontinu

melindungi persambungan epitel. Partikel asing, bakteri virus menjadi

terperangkap dalam lapisan mukus dan akan dikeluarkan dengan proses

peristaltik. Pertahanan ini mencegah patogen dan antigen masuk ke bagian

bawah epitel, dan disebut proses ekslusi nonimun. Musin juga berfungsi

sebagai cadangan IgA. Antibodi ini berasal dari epitel dan dikeluarkan ke

dalam lumen.

Antibodi sIgA terdapat dalam lapisan mukus berikatan dengan

bakteri/virus dan mencegah menempel pada epitel. Hubungan faktor-faktor,

disebut sebagai faktor trefoil, membantu memperkuat pertahanan dan memicu

pemulihannya biar terdapat defek. Tidak adanya produk gen musin atau faktor

trefoil, manusia menjadi lebih rentan terhadap inflamasi dan kurang mampu

memperbaiki kerusakan bariel. Apakah defek tersebut berperan pada pasien

dengan alergi makanan masih dalam penelitian.

Sel regulator imunitas mukosa pada saluran cerna

Lapisan barier berikutnya adalah sel epitel. Bersama-sama dengan

persambungan bagian apeks dan basal yang kuat, membran dan ruang antara

Page 115: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 99

sel membatasi masuknya makro molekul yang besar. Namun demikian,

persambungan yang kuat ini masih mungkin dilalui oleh di dan tripeptida serta

oleh ion-ion tertentu. Pada keadaan inplamasi persambungan ini menjadi

kurang kuat sehingga makro molekul dapat masuk kedalam lamina propria,

contohnya respon terhadap antigen makanan atau masuknya mikro organisme

lumen. Pada keadaan ini, antigen makanan akan menjadi antigen asi, dimana

pada individu yang memiliki bakat alergi akan menginduksi proses alergi

menjadi berlanjut.

Sel epitel usus dapat memproses sebagian antigen lumen dan

mempresentasikannya ke sel T dalam lamina propria. Dalam keadaan normal,

interaksi ini menyebabkan aktifasi selektif sel T CD 8+ regulator. Pada

penyakit tertentu (contohnya inflamatory bowel disease), aktifasi sel regulator

rusak sehingga inflamasi menetap. Pada alergi makanan alergen yang

menembus epitel akan menempel pada sel mast mukosa.

Sel T yang teraktifasi dalam Peyer’s Patch setelah paparan dengan

antigen disebut sebagai Th3. Sel ini berfungsi mengeluarkan transforming

growth faktor β, memicu sel B untuk menghasilkan BgA dan berperan pada

terjadinya toleransi oral (aktifasi antigen spesifik non respon terhadap antigen

yang masuk per oral).

Sel T regulator yang paling baru dikenal adalah fenotip

CD4+CD25+CD45RA+ sel ini awalnya dikenal pada gas tritis auto imun dan

berfungsi menghambat kontak antar sel dan dapat menyebabkan kelainan auto

imun pada neonatus yang mengalami timektomi.

Page 116: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 100

Reaksi Simpang Makanan

(Adverse Reactions to Foods)

Reaksi simpangmakanan

Imunologis

IgE-mediated Non IgE-mediated

Non imunologis

- Intoleransi(laktosa)

- Intoksikasi/kontaminan

Med Clin N Am 2006;90:97-127.

Immunol Allergy Clin N Am 2005;25:369-88.

Reaksi Simpang Makanan

(Adverse Reactions to Foods)

Reaksi simpangmakanan

Imunologis

IgE-mediated Non IgE-mediated

Non imunologis

- Intoleransi(laktosa)

- Intoksikasi/kontaminan

Med Clin N Am 2006;90:97-127.

Immunol Allergy Clin N Am 2005;25:369-88.

Reaksi Simpang Makanan

(Adverse Reactions to Foods)

Reaksi simpangmakanan

Imunologis

IgE-mediated Non IgE-mediated

Non imunologis

- Intoleransi(laktosa)

- Intoksikasi/kontaminan

Med Clin N Am 2006;90:97-127.

Immunol Allergy Clin N Am 2005;25:369-88.

Imonuglobulin A Sekretori Pada Saluran Cerna

Antibodi IgA adalah antibodi yang tidak dapat berikatan dengan komplemen

(yang dapat memicu respon inflamasi) dan berfungsi utama sebagai inhibitor

penempelan bakteri atau virus ke epitel. Anti bodi IgA dapat menggumpalkan

antigen, menjebaknya dalam lapisan mokus dan membantu mengeluarkannya

dari tubuh. Anti bodi IgA Sekretorik dilindungi dari proteolisis dan protease

lumen dengan perlindungan glikoprotein yang diproduksi sel epitel. Molekul

ini menutupi bagian fc antibodi dimer melindunginya dari proses proteolitik.

Sistim IgA tidak akan matur sebelum usia 4 tahun sehingga pada umur

tersebut dapat terjadi peningkatan respon imun terhadap antigen makanan. IgA

sekretorik dari ASI dapat memberikan imuniasi pasif dalam menghadapi

patogen dan berperan menjadi barier bagi neonatus. IgA tidak ditemukan

dalam saluran cerna karena mudah dipecah oleh protease lambung dan usus

halus. Pada alergi makanan harus terdapat IgE dalam saluran cerna. Hal ini

dapat terjadi karena adanya antigen yang melewati barier mukosa dan

mempresentasikannya ke sel mast.

Reaksi simpang makanan

Page 117: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 101

Pemeriksaan alergi

Pada anamnesis, dapat diketahui jangka waktu timbul gejala setelah

mengkonsumsi makanan hiperalergenik atau makanan yang mengandung susu

sapi. Kebanyakan gejala akibat alergen makanan timbul sekitar seminggu

setelah bayi mengkonsumsi makanan tersebut (Dias et al., 2010).Gejala klinis

pada kulit (urtikaria, dermatitis atopi), saluran pernapasan (asma/diawali suara

mengi, rinitis alergi) serta saluran cerna (muntah, diare, berak berdarah, kolik,

obstipasi) (Scurlock et al., 2005).Pemeriksaan fisik didapatkan kulit kering,

urtikaria, dermatitis atopi, Alergi Schiner’s, nasal crease, geographic tongue,

mukosa pucat, mengi (Hǿst dan Halken, 2003b; Scurlock et al., 2005).

Pemeriksaan penunjang untuk melihat telah terjadi sensitisasi alergi

makanan pada anak yang lazim dilakukan saat ini adalah pemeriksaan IgE

spesifik secarain vivo (uji tusuk kulit) dimana konsentrasi IgE spesifik dinilai

dengan uji tusuk kulit untuk melihat reaksi alergi tipe cepat (hipersensitivitas

tipe I) dan pemeriksaan kadar eosinofil total untuk melihat reaksi alergi tipe

lambat (hipersensitivitas tipe IV) (Bellanti et al., 2005; Hǿst dan Halken,

2003a; Vandenplas et al., 2007; Sicherer, 2008. Borish dan Rosenwasser,

2009). Namun terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang merupakan suatu

parameter yang secara langsung menunjukkan respon imun terhadap pajanan

alergen, yaitu sekresi sitokin dari limfosit T. Ketidak seimbangan produksi

sitokin yang berasal dari Th-1 dan Th-2 menjadi faktor risiko dermatitis atopi

dan penyakit alergi lain (Bellanti et al., 2005; Hǿst dan Halken, 2003a).

Pemeriksaan yang lazim untuk mengukur kadar IgE secara invitro dengan

metode RAST atau ELISA dan pemeriksaan IgE secara invivo (uji tusuk kulit)

(Sicherer dan Wood, 2012; Sicherer, 2008). Pharmacia CAP System, yaitu

Page 118: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 102

suatu pemeriksaan immunoassay untuk menilai antibodi IgE spesifik, yang

sama dengan ELISA dan dinyatakan positif bila hasil >32kUa/L serta

berkorelasi baik dengan double blind placebo controlled food

challenge(DBPCFC) (Hǿst dan Halken, 2003b; Scurlock et al., 2005).

Pemeriksaan penunjang lain adalah pemeriksaan darah tepi: hitung jenis

eosinofil >3%, eosinofil total >300/ml, kadar IgE total (menurut umur)

meningkat.

Uji tusuk kulit merupakan metode diagnostik konvensional untuk menilai

kehadiran IgE spesifik alergen dan mendeteksi IgE yang terikat pada sel mast

di kulit. Ketika kulit ditusuk, maka alergen akan memicu aktivasi sel dan

melepaskan mediator inflamasi termasuk histamin. Mediator yang terlepas

akan menghasilkan reaksi wheal dan flare, yaitu suatu reaksi hipersensitivitas

cepat yang diperantarai oleh IgE yang spesifik terhadap alergen yang diuji. Tes

akan memberikan hasil berupa ukuran wheal yang maksimal setelah 15 sampai

20 menit. Ukuran wheal dengan diameter 3 mm atau lebih dari kontrol akan

memberikan hasil positif. Banyaknya kehadiran IgE spesifik dapat diprediksi

dari besarnya ukuran wheal yang terbentuk. Uji tusuk kulit sangat mudah

dilakukan, cepat dan sangat sensitif dalam mendeteksi IgE spesifik (O’Brien,

2002; Lasley dan Shapiro, 2000). Pemeriksaan dengan menggunakan uji tusuk

kulit yang merupakan metode utama untuk menilai sensitisasi alergi yang

dimediasi IgE. Pemeriksaan ini berguna untuk mendapatkan informasi

mengenai IgE spesifik terhadap protein atau alergen. Tes alergi ini berfungsi

untuk memperkuat akurasi diagnosis setelah pemeriksaan fisik dan riwayat

keluarga diperoleh. Uji tusuk kulitsangat direkomendasikan untuk mendukung

efektivitas terapi yang akan dilakukan. Tidak ada batasan umur yang

Page 119: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 103

ditetapkan untuk dilakukan pemeriksaan ini namun reaksi pada kulit

kebanyakan muncul pada bayi dan anak-anak yang berusia muda.

Penilaian untuk menentukan hasil pemeriksaan positif adalah bila lesi yang

ditemukan >3mm dari kontrol. beberapa studi menyatakan bahwa lesi yang

berukuran >3mm memiliki hubungan klinis yang lebih erat terhadap reaksi

allergen meskipun ukuran lesi 3mm dan 6mm sama-sama menunjukkan hasil

positif (Sumadiono dan Setiabudiawan, 2012; Sicherer, 2008).

Penanganan

-Penghindaran protein susu sapi dan produknya

-Asi

-Ibu pantang protein susu sapi dan produknya

Page 120: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 104

Provokasi susu sapi, merupakan suatu cara pemeriksaan lanjutan yang sangat

penting bila seorang bayi telah dilakukan eliminasi susu sapi setelah diketahui

IgE spesifik susu sapi menunjukkan hasil yang positif (Hǿst dan Halken,

2003b; Scurlock et al., 2005). Tes provokasi dibutuhkan sebagai pemeriksaan

baku emasuntuk mengkonfirmasi reaksi makanan yang memediasi IgE

(Eckman et al., 2009). Diantara pemeriksaan tersebutyang paling penting

adalah pemeriksaan kadar IFN-γ dan IL-5 darah perifer saat terjadi alergi yang

dapat menggambarkan aktifitas Th-1 dan Th-2 (Abraham dan Ownby, 2005).

Prognosis

Angka remisi:

-Tahun pertama : 45-55%

-Tahun kedua : 60-75%

-Tahun ketiga : 90%

Alergi dengan alergen lain

Daftar Pustaka

1. Abbas, A.K., Licthman, A.H., Pober, J.S., 2007, Celluler and

molecular immunology. Edisi ke-5. Philadelphia: Saunders. h.31-204.

2. Abraham, C.M., Ownby, D.R., 2005. Ontogeny of the Allergic

Inflammatory Response. Dalam: Moss, M.H., Editor. Immunology and

Allergy Clinics of North America. Philadelphia: Saunders Elsevier.

h.215-229.

3. Ahlstedt, S., Soderstrom, L., Kober, A., 2008. In vitro diagnostic

method in the evaluation of food hypersensitivity. Dalam: Metcalfe,

D.D., Sampson, H.A., Simon, R.A. penyunting. Food allergy: adverse

Page 121: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 105

reactions to foods and food additive. Edisi ke-4. Blackwell

Publishing.h.233-263.

4. Bellanti, J., Zeligh, B., Pung, Y.H., 2005. Immunology of the fetus and

new born. Dalam: MacDonald, M.G., Seisha, M.M., Mullet, M.D.

Avery Neonatology. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

5. Borish, L., Rosenwasser, L.J., 2009. Cytokines in Allergic

Inflammation. Dalam: Adkinson, N.F., Bochner, B.S., Busse, W.W.,

Holgate, S.T., Lemanske, R.F., Simons, F.E. Middleton’s Allergy:

Principles and practice. Edisi ke-7. Missouri: Mosby. h.165-179.

6. Eckman, J., Saini, S.S., Hamilton, R.G., 2009. Diagnostic evaluation of

food-related allergic diseases. Allergy Asthma Clin Immunol, 5(2): h.1-

7.

7. Hǿst, A., Halken, S., 2003b. Approach to feeding problems in the infant

and young child. Dalam: Leung, D.Y.M., Sampson, H.A., Geha, R.S.,

Szefler, S.J., penyunting. Pediatric Allergy principles and practice.

Edisi ke-7. Missouri: Mosby.h.488-494.

8. Munasir, Z., 2010. Peran risiko alergi dan polimorfisme genetic gen

Interleukin 4, serta faktor lingkungan terhadap terjadinya Dermatitis

Atopi pada bayi sampai usia 6 bulan. Desertasi. Jakarta: FKUI.

9. Munasir, Z., Siregar, S.P., 2007. Alergi protein susu sapi. Dalam: Buku

Ajar Alergi Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit IDAI.

h. 285-94.

10. O’Brien, R.M., 2002. Skin prick testing and in vitro assays for allergic

sensitivity. Austr Pres, 25(4): h.91-3.

Page 122: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 106

11. Safri, M., Munasir, Z., Kurniati, N., 2008. Elimination and provocation

test in cows milk hypersensitive children. Paediatr Indones, 48(4):

h.253-256.

12. Sampson, H.A., Burks, A.W., 2009. Adverse reactions to foods. Dalam:

Dalam: Adkinson, N.F., Bochner, B.S., Busse, W.W., Holgate, S.T.,

Lemanske, R.F., Simons, F.E., Middleton’s Allergy: principal and

practice. 7th Ed. Philadelphia: Mosby Elsevier. h.1139-67.

13. Sangsupawanich, P., Chongsuvivatwong, V., Mo-Suwan, L.,

Choprapawon, C., 2007. Relationship between atopic dermatitis and

wheeze in the first year of life: analysis of the prospective cohort of the

thai children. J Investig Allergol Clin Immunol, 17: h.292-296.

14. Scurlock, A.M., Lee, L.A., Burk, A.W., 2005. Food Allergy in

Children. J Immunol Allergy Clin N Am, 25: h.369-388.

15. Sicherer, S.H., Wood, R.A., 2012. Allergy testing in Childhood: using

allergen-specific IgE tests. Pediatrics, 192: h.193-197.

16. Sicherer, S.H., 2008. In Vivo Diagnosis: Uji tusuk kuliting and

Challenge Procedures. Dalam: Metcalfe, D.D., Sampson, H.A., Simon,

R.A., penyunting.Food Allergy Adverse Reactions to Foods and Food

Additives. Edisi ke-4. Massachusetts. Blackwell Publishing. h. 267-277.

17. Skripak,J.M., Matsui, E.C., Mudd, K., Wood, R.A., 2007. The natural

history of IgE-mediated cow’s milk allergy. J Allergy Clin

Immunol,120: h.1172-1177.

18. Smith, H.P., Ownby, D.R., 2009. Clinical significance of

Immunoglobin E. Dalam: Adkinson, N.F., Bochner, B.S., Busse, W.W.,

Holgate, S.T., Lemanske, R.F., Simons, F.E. Middleton’s Allergy:

Principles and practice. Edisi ke-7. Missouri: Mosby. h.845-57.

Page 123: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi

Proceeding Book Simposium dan Workshop

Perhimpunan Gastroentero-Hepatologi dan Nutrisi Anak Indonesia (PGHNAI) 2018 Banda Aceh

| 107

19. Sumadiono, Setiabudiawan, B., 2012. Metode Pemeriksaan skin prick

test. Dalam: Petunjuk Penanganan Alergi protein susu sapi Ikatan

Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta.

20. Yadav, M., Yadav, A., 2005. Causes and Prevention: Allergy and

Asthma. Edisi ke-1. h.223-231.

Page 124: PROCEEDING BOOK - staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/pramita.gayatri/publication/simp_dan...proceeding book simposium dan workshop perhimpunan gastroentero -hepatologi