presus paru - ppok
DESCRIPTION
freeTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS
Disusun oleh:
Bertha FK UPH 2010 071 2010 0081
Asri Paramytha S FK YARSI 2010 110 2010 038
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
PERIODE 9 FEBRUARI – 13 OKTOBER 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... 2
BAB 1 STATUS PASIEN................................................................................................................... 3
1.1. IDENTITAS PASIEN.......................................................................................................................3
1.2. ANAMNESIS......................................................................................................................................3
1.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang..................................................................................................... 3
1.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu......................................................................................................... 4
1.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga..................................................................................................... 5
1.2.4 Riwayat Sosial dan Lingkungan............................................................................................5
1.3. PEMERIKSAAN FISIK...................................................................................................................5
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG....................................................................................................7
1.4.1 Laboratorium tanggal 9 Februari 2015 (di IGD)...........................................................7
1.4.2 Radiologi.......................................................................................................................................... 8
1.5. RESUME.............................................................................................................................................8
1.6. DAFTAR MASALAH.......................................................................................................................9
1.7. PENGKAJIAN MASALAH..............................................................................................................9
1.8. PROGNOSIS....................................................................................................................................13
1.9. FOLLOW UP PASIEN..................................................................................................................13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................18
2.1. PENGERTIAN......................................................................................................................................18
2.2. EPIDEMIOLOGI...................................................................................................................................18
2.3. FAKTOR RISIKO.................................................................................................................................18
2.4. PATOGENESIS....................................................................................................................................19
2.5. DIAGNOSIS.........................................................................................................................................21
2.6. DIAGNOSIS BANDING.......................................................................................................................24
2.7. PPOK EKSASERBASI AKUT............................................................................................................24
2.8. PENATALAKSANAAN PPOK EKSASERBASI AKUT.......................................................................25
2.9. KOMPLIKASI......................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 28
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 29 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
BAB 1 STATUS PASIEN
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. MD
Umur : 64 tahun
Tanggal Lahir : 19 Maret 1950
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Bogor
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS II/A
Tanggal masuk : 9 Februari 2015
No. CM : 329066
1.2. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 9 Februari 2015, pukul 11.00 WIB.
Keluhan utama : sesak napas sejak 4 hari SMRS
Keluhan tambahan : batuk berdahak
1.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami sesak napas sejak 4 hari SMRS. Sesak dirasa
terus menerus. Pasien mengaku sesak berkurang jika pasien berada dalam
posisi duduk. Pasien mengatakan dalam 4 hari tersebut sesak bertambah
parah dan memburuk 1 hari SMRS. Pasien merasa semakin sesak jika
pasien beraktivitas ringan seperti berjalan ke kamar mandi (<100 meter ).
Pasien menjadi tidak dapat beraktivitas seperti biasa dan tidak dapat tidur
akibat sesaknya. Pasien mengaku masih dapat tidur telentang, tetapi
kurang nyaman. Pasien mengatakan saat sesak, suara napasnya berbunyi
mengi. Pasien menyangkal sering terbangun pada malam hari karena
sesaknya. Pasien mengaku sesak muncul setelah pasien merasa kelelahan
kurang lebih 4 hari SMRS. Pasien sudah meggunakan salbutamol,
theofilin, dan combivent di rumahnya untuk meringankan sesaknya tetapi
sesak masih dirasa dan dirasa terus memberat.
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 39 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
Pasien mengatakan sebenarnya sering merasa sesak seperti ini sejak
kurang lebih 2 tahun SMRS. Pasien mengatakan sesak hilang timbul sejak
2 tahun SMRS. Sesak muncul terutama jika pasien sedang kelelahan atau
mencium asap rokok. Sejak 2 tahun SMRS, jika pasien mengalami sesak,
pasien menggunakan salbutamol, theofilin, budesonide, dan combivent
untuk mengurangi sesaknya, dan biasanya sesak akan menjadi lebih
ringan dan hilang.
Pasien mengaku ada batuk berdahak yang terjadi sudah lama
(sekitar 2 tahun). Batuk dirasa hilang timbul, muncul tidak tentu kapan.
Pasien mengatakan dahak berwarna putih kental terkadang berwarna
kuning kehijauan. Pasien tidak minum obat apapun untuk batuknya ini.
Pasien mengaku ada penurunan berat badan. Dalam 3 bulan terakhir
berat badan pasien turun 15 kg (dari 76 kg menjadi 61 kg).
Pasien menyangkal adanya demam, batuk darah, mual, muntah,
nyeri dada, dan keringat malam.
Pasien mengaku pernah dirawat di RSPAD 1 bulan SMRS karena
keluhan sesak juga. Sudah dilakukan pemeriksaan dahak dan dikatakan
tidak ada bakteri.
Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak kurang lebih 10 tahun
SMRS. Pasien biasanya mengonsumsi valsartan 1 x 160 mg, tetapi pasien
tidak rutin mengonsumsi obat tersebut. Pasien mengaku memiliki masalah
jantung. Pasien mengaku sudah pernah dilakukan kateter jantung dan
dikatakan ada penyempitan pembuluh darah 40%.
Pasien ada riwayat merokok selama kurang lebih 28 tahun, tetapi
sudah behenti sejakn tahun 1993 (22 tahun SMRS). Sewaktu merokok
pasien dapat menghabiskan sekitar 24 batang rokok sehari.
1.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengidap penyakit apapun sebelumnya. Pasien tidak
pernah menderita batuk lama yang mengharuskan pasien untuk meminum
beberapa jenis obat selama 6 bulan. Riwayat asma disangkal.
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 49 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
1.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada angota keluarga yang mengalami gejala yang serupa. Riwayat
batuk lama dalam keluarga disangkal. Sakit kencing manis, darah tinggi,
ginjal, asma juga disangkal.
1.2.4 Riwayat Sosial dan Lingkungan
Tetangga atau orang sekitar pasien tidak ada yang memiliki gejala yang
serupa.
Di lingkungan pasien banyak tetangga yang merokok, sehingga pasien
sering terpapar dengan asap rokok dan sering merasa sesak.
1.3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status mental : Baik
Tanda-tanda vital:
o TD : 150/90 mmHg
o N : 96x/ menit, regular, isi cukup
o P : 25x/ menit, teratur, thorakalabdominal
o Suhu : 36,4 oC (axilla)
Data Antropomentri:
Berat Badan (BB) : 61 kg
TInggi Badan (TB) : 167 cm
Indeks Massa Tubuh (IMT) : 21,87 (normoweight)
Pemeriksaan Sistemnatis
Kepala : Normocephal
Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Kelopak mata tidak edema, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-,
kornea dan lensa jernih, pupil bulat, diameter pupil 3mm/3mm,
isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+.
Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen minimal/minimal, membran timpani
intak/intak.
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 59 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
Hidung : Bentuk normal, tidak deviasi, septum intak, mukosa hidung tidak
hipermis, sekret -/-, perdarahan -/-, tidak ada nafas cuping hidung.
Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak ada sianosis.
Leher : Bentuk normal, kulit sawo matang, tidak ada hiperpigmentasi,
pergerakan baik ke segala arah, JVP 5-1 cmH2O, tiroid tidak
membesar, trakea di tengah, KGB tidak teraba.
Thorax : Normochest, tidak ada hiperpigmentasi atau venasi, tidak ada
retraksi, simetris saat statis dan dinamis.
Paru :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi
Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler menurun di kedua lapang paru,
rhonki -/-, wheezing ekspirasi +/+.
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midclavicula sinistra, thrill
tidak ada.
Perkusi : Batas kanan jantung : linea parasternalis kanan
Batas pinggang jantung : linea paraternalis kiri ICS 3
Batas kiri jantung : linea midklavikula kiri ICS 5
Auskultasi : S1-S2, normal, reguler, murmur dan gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Datar, supel, tidak ada venektasi / luka / sikatrik / perdarahan.
Auskultasi : Bising usus (+) normal 6x/menit.
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel, turgor normal, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien
tidak teraba, ballottement (-), massa (-).
Ekstremitas : Bentuk normal, gerakan aktif ke segala arah, akral hangat,
tidak ada sianosis, tonus baik, CRT < 2”, tidak ada edema.
Genitalia : tidak diperiksa
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 69 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.4.1 Laboratorium tanggal 9 Februari 2015 (di IGD)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 15,1 13 – 18gr/dl
Ht 43 40 – 52%
Eritrosit 5,0 4.3-6.0 juta/µl
Leukosit 21.920 ↑ 4.800-10.800/µl
Trombosit 354.000 150.000-400.000/µl
MCV 86 80-96 fl
MCH 30 27-32 pg
MCHC 35 32-36 g/dl
Kimia Klinik
Ureum 28 20-50 mg/dl
Kreatinin 1,4 0,5-1,5 mg/dl
Gula Darah Sewaktu 101 <140 mg/dl
Natrium (Na) 147 132-145 mmol/L
Kalium (K) 3,3 ↓ 3,1 – 5,1 mmol/L
Klorida (Cl) 102 96 – 111 mmol/L
ANALISIS GAS DARAH
pH 7,290 ↓ 7,37 – 7,45
pCO2 49,2 ↑ 33 – 44 mmHg
pO2 100,8 71 – 104 mmHg
HCO3 23,9 22 – 29 mmol/L
BE -2,5 (-2) – 3 mmol/L
SaO2 95,6 94 – 98%
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 79 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
1.4.2 Radiologi
THORAX X-RAY tanggal 9 Februari 2015 (di IGD)
Thoraks AP
Jantung kesan tidak membesar
Aorta kalsifikasi. Mediastinum superior tidak melebar.
Kedua hilus tidak menebal.
Trakea di tengah.
Fibroinfiltrat di lapang atas paru kanan dan kiri, serta perihilar kanan.
Sinus kostofrenikus kanan tumpul.
Hemidiafragma kiri licin, sinus kostofrenikus kiri lancip.
Tulang-tulang intak.
KESAN :
Aorta kalsifikasi
TB paru dengan efusi pleura kanan
1.5. RESUME
Tn. MD, laki-laki, usia 64 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak
4 hari SMRS, memburuk 1 hari SMRS. Pasien lebih nyaman dalam posisi
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 89 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
duduk. DOE (+), PND (-). Terdapat suara mengi saat bernapas. Riwayat sesak
hilang timbul sejak 2 tahun SMRS, mucnul terutama jika pasien merasa
kelelahan atau mencium asap rokok. Saat sesak menggunakan obat
salbutamol, theofilin, budesonide, dan combivent. Sudah menggunakan obat
tersebut untuk sesak kali ini tetapi tidak membaik. Ada batuk berdahak yang
sudah lama terjadi (>2 tahun), hilang timbul, dahak berwara putih. Pasien ada
riwayat merokok selama 28 tahun, tetapi sudah berhenti sejak 22 tahun SMRS.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah meningkat (150/90
mmHg), takipnea (25x/menit), dan ada wheezing ekspirasi pada kedua lapang
paru.
Dari pemeriksaan penunjang darah didapatkan ada leukositosis (21.920),
hipokalemia (3,3), dan asidosis respiratorik (pH = 7,290; pCO2 = 49,2). Dari
pemeriksaan penunjang radiologi CXR didapatkan fibroinfiltrat di lapang atas
paru kanan dan kiri, serta perihilar kanan dan sudut kostofrenikus kanan
tumpul.
1.6. DAFTAR MASALAH
a. PPOK eksaserbasi akut tipe III
b. Suspek TB paru dd/ pneumonia komunitas dengan efusi pleura kanan
minimal
c. Asidosis respiratorik
d. Hipokalemia
e. Hipertensi belum terkontrol
1.7. PENGKAJIAN MASALAH
a. PPOK eksaserbasi akut tipe III (ringan)
Anamnesis :
Sesak napas berulang sejak 2 tahun SMRS (usia 64 tahun/muncul
pada usia tua)
o Muncul kembali 4 hari SMRS, bertambah buruk sejak 1 hari
SMRS eksaserbasi akut
Bunyi mengi saat bernapas
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 99 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
Batuk berdahak kronik, dahak berwana putih kental sulit
dikeluarkan
Deman (-)
Riwayat merokok (+) faktor risiko utama PPOK
Ideks Brinkmann = lama merokok (tahun) x jumlah rokok
(batang)
IB = 28 x 24 = 672 berat
Indeks Brinkmann
ringan 0 – 199
sedang 200 – 599
berat >600
Mengaku merasa kelelahan 4 SMRS mungkin salah satu
penyebab eksaserbasi
Tidak ada riwayat alergi atau asma
Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai asma
Pasien hanya memiliki 1 gejala dari 3 gejala eksasserbasi (sesak
napas bertambah, produksi sputum meningkat, dan perubahan warna
sputum) yaitu sesak napas bertambah, maka pasien termasuk dalam
tipe eksaserbasi III (ringan).1
Pemeriksaan Fisik : takipnea, wheezing ekspirasi +/+
Pemeriksaan Penunjang : tidak ada yang mendukung
Anjuran pemeriksaan :
Spirometri
Uji reversibilitas dengan bronkodilator
Tata laksana :
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi
segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian.
Beberapa indikasi pasien dirawat inap adalah peningkatan intensitas
gejala (sesak), tidak berespon terhadap pengobatan inisial, dan usia
lanjut.4
Cek variabilitas APE harian
O2 nasal kanul 2L/menit
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 10
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
Pemberian oksigen harus dalam pengawasan dengan target SaO2
88-92%.4
Aminofilin 1,5 ampul dalam RL 500 cc per 12 jam
Aminofilin merupakan golongan xanthin. Aminofilin digunakan
ketika respon terhadap short-acting bronchodilator kurang
memuaskan.4 Dosis maintenance adalah 0,5 mg/kgBB/jam. Berat
badan pasien adalah 61 kg, sehingga diperlukan dosis 30,5
mg/jam, dan dalam 12 jam diperlukan dosis 366 mg. Sediaan
aminofilin adalah 1 ampul berisi 10 mL, yang setiap 1 mL
mengandung 24 mg aminofilin, jadi dalam 1 ampul terdapat 240
mg aminofilin. Untuk mendapat dosis 366 mg, maka diperlukan
sekitar 1,5 ampul (360 mg).
Metilprednisolon 3 x 125 mg IV
Menurut guideline GOLD, pada PPOK eksaserbasi akut
dianjurkan diberikan 40 mg prednison per hari selama 5 hari.4
Azitromycin 1 x 500 mg drip habis dalam 6 jam
Antibiotik diberikan pada pasien PPOK eksaserbasi akut karena
eksasebasi akut sering disebabkan oleh adanya infeksi.1,4
Pemberian antibiotik bersifat empiris sesuai dengan pola kuman
setempat.1,4 Biasanya antibiotik empiris yang diberikan adalah
aminopenicillin dengan atau tanpa asam klavulanat, makrolida,
atau tetrasiklin.4 Azitromycin merupakan antibiotik golongan
makrolida. Dosis azitromycin untuk orang dewasa adalah 500
mg/hari. Pemberian antibiotik di rumah sakit lebih baik per
intravena atau per drip.1 Antibiotik diberikan selama 5-10 hari.4
Salbutamol 3 x 1 mg PO
Merupakan short-acting beta2 agonist.
Inhalasi dengan Combivent UDV 3x/hari dan Pulmicort 2x/hari
Combivent berisi Ipratropium Bromide 0.52 mg (antikolinergik)
dan salbutamol sulphate 3.01 mg (short-acting beta2 agonist).
Indikasi pemberian Combivent adalah untuk mengurangi
bronkospasme yang diasosiasikan dengn penyakit paru obstruktif
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 11
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
pada pasien yang memerlukan lebih dari satu bronkodilator.
Dosis yang biasa digunakan adalah 3 kali 1 ampul sehari.
Pulmicort berisi budesonide yang merupakan kortikosteroid.
Digunakan untuk mengurangi sesak. Dosis 0,5 – 1 mg dua kali
sehari. 1 ampul Pulmicort berisi 2 mL yang dalam 1 mL berisi
0,5 mg budesonide, sehingga pada pasien ini diberikan 1 ampul
(2mL = 1 mg budesonide) dua kali sehari.
Anjuran : inhalasi N-acetylcystein 10% 3 x 1 ampul
Sebagai mukolitik, anti inflamasi dan anti oksidan.
b. Suspek TB paru dd/ penumonia komunitas dengan efusi pleura kanan
minimal
Anamnesis : batuk berdahak kronik
Pemeriksaan Fisik : suara napas vesikuler +/+, wheezing ekspirasi +/+
Pemeriksaan Penunjang : leukositosis (21.920) dan terdapat
fibroinfiltrat pada lapang atas paru kanan dan kiri serta perihilar
kanan
Anjuran pemeriksaan :
BTA 3x
Kultur sputum
Gram stain dari sputum
Uji resistensi antibiotik
Tata laksana:
Azitromycin 1 x 500 mg drip habis dalam 6 jam
c. Asidosis respiratorik
Anamnesis : sesak napas
Pemeriksaan Fisik : takipnea
Pemeriksaan Penunjang : pH = 7,290; pCO2 = 49,2
Anjuran Pemeriksaan : tidak ada
Tata Laksana :
O2 nasal kanul 2L/menit
d. Hipokalemia
Anamnesis dan pemeriksaan fisik : tidak ada yang signifikan
Pemeriksaan penunjang : Kalium = 3,3 mmol/L
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 12
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
Tata Laksana :
KSR 3 x 1 tab
Target Kalium >3,5 mmol/L
e. Hipertensi belum terkontrol
Anamnesis : riwayat hipertensi, minum valsartan 1 x 160 mg tidak
teratur
Pemeriksaa fisik : TD 150/80 mmHg
Pemeriksaan penunjang : tidak ada
Tata laksana :
Valsartan 1 x 160 mg
Target TDS <150 mmHg dan TDD <90 mmHg
1.8. PROGNOSIS
Qua ad vitam : bonam
Qua ad fuctionam : dubia ad bonam
Qua ad sanationam : dubia ad malam
1.9. FOLLOW UP PASIEN
Tanggal 10 Februari 2015
Hari perawatan ke 2
S Sesak masih ada, tetapi sudah lebih baik. Batuk masih ada, dahak sulit
keluar.
O Kes: compos mentis
KU: tampak sakit ringan
Status mental : tenang
Tanda-tanda vital :
TD : 130/80 mmHg
N : 88 x/menit
Suhu : 36,5 0C
P : 24 x/menit
Kepala : Normocephal
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 13
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Kelopak mata tidak edema, konjungtiva pucat -/-, sklera
ikterik -/-, kornea dan lensa jernih, pupil bulat, diameter
pupil 3mm/3mm, isokor, refleks cahaya langsung dan
tidak langsung +/+.
Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen minimal/minimal,
membran timpani intak/intak.
Hidung : Bentuk normal, tidak deviasi, septum intak, mukosa
hidung tidak hipermis, sekret -/-, perdarahan -/-, tidak ada
nafas cuping hidung.
Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak ada sianosis.
Leher : Bentuk normal, kulit sawo matang, tidak ada
hiperpigmentasi, pergerakan baik ke segala arah, JVP 5-
1 cmH2O, tiroid tidak membesar, trakea di tengah, KGB
tidak teraba.
Thorax : Normochest, tidak ada hiperpigmentasi atau venektasi,
tidak ada retraksi, simetris saat statis dan dinamis.
Paru :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada
retraksi
Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler menurun di kedua
lapang paru, rhonki -/-, wheezing ekspirasi +/-.
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicula
sinistra, thrill tidak ada.
Perkusi : Batas kanan jantung : linea parasternalis kanan
Batas pinggang jantung : linea paraternalis kiri
ICS 3
Batas kiri jantung : linea midklavikula kiri ICS 5
Auskultasi : S1-S2, normal, regular, murmur dan gallop
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 14
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Datar, supel, tidak ada venektasi / luka / sikatrik /
perdarahan.
Auskultasi : Bising usus (+) normal 6x/menit.
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel, turgor normal, tidak ada nyeri tekan,
hepar dan lien tidak teraba, ballottement (-),
massa (-).
Ekstremitas : Bentuk normal, gerakan aktif ke segala arah,
akral hangat, tidak ada sianosis, tonus baik, CRT
< 2”, tidak ada edema.
Genitalia : tidak diperiksa
A a. PPOK eksaserbasi akut
b. Suspek TB paru dd/ pneumonia komunitas dengan efusi pleura kanan
minimal
P O2 2L/menit nasal kanul
Aminofilin 1,5 ampul dalam RL 500 cc per 12 jam
Metilprednisolon 3 x 125 mg IV
Azitromycin 1 x 500 mg IV drip
Salbutamol 3 x 1 mg PO
Inhalasi dengan Combivent 3x/hari dan Pulmicont 2x/hari
Anjuran : inhalasi N-acetylcystein 10% 3 x 1 ampul
Tanggal 11 Februari 2015
Hari perawatan ke 3
S Sesak masih ada, bertambah saat aktivitas ringan. Batuk masih ada,
dahak sulit keluar.
O Kes: compos mentis
KU: tampak sakit ringan
Status mental : tenang
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 15
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
Tanda-tanda vital :
TD : 150/80 mmHg
N : 92 x/menit
Suhu : 36,5 0C
P : 22 x/menit
Kepala : Normocephal
Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Kelopak mata tidak edema, konjungtiva pucat -/-, sklera
ikterik -/-, kornea dan lensa jernih, pupil bulat, diameter
pupil 3mm/3mm, isokor, refleks cahaya langsung dan
tidak langsung +/+.
Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen minimal/minimal,
membran timpani intak/intak.
Hidung : Bentuk normal, tidak deviasi, septum intak, mukosa
hidung tidak hipermis, sekret -/-, perdarahan -/-, tidak ada
nafas cuping hidung.
Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak ada sianosis.
Leher : Bentuk normal, kulit sawo matang, tidak ada
hiperpigmentasi, pergerakan baik ke segala arah, JVP 5-
1 cmH2O, tiroid tidak membesar, trakea di tengah, KGB
tidak teraba.
Thorax : Normochest, tidak ada hiperpigmentasi atau venektasi,
tidak ada retraksi, simetris saat statis dan dinamis.
Paru :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada
retraksi
Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler menurun di kedua
lapang paru, rhonki + di basal paru kanan/-,
wheezing inspirasi dan ekspirasi +/+.
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 16
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicula
sinistra, thrill tidak ada.
Perkusi : Batas kanan jantung : linea parasternalis kanan
Batas pinggang jantung : linea paraternalis kiri
ICS 3
Batas kiri jantung : linea midklavikula kiri ICS 5
Auskultasi : S1-S2, normal, regular, murmur dan gallop
tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Datar, supel, tidak ada venektasi / luka / sikatrik /
perdarahan.
Auskultasi : Bising usus (+) normal 6x/menit.
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel, turgor normal, tidak ada nyeri tekan,
hepar dan lien tidak teraba, ballottement (-),
massa (-).
Ekstremitas : Bentuk normal, gerakan aktif ke segala arah,
akral hangat, tidak ada sianosis, tonus baik, CRT
< 2”, tidak ada edema.
Genitalia : tidak diperiksa
A a. PPOK eksaserbasi akut
b. Suspek TB paru dd/ pneumonia komunitas dengan efusi pleura kanan
minimal
P O2 2L/menit nasal kanul
Aminofilin 1,5 ampul dalam RL 500 cc per 12 jam
Metilprednisolon 3 x 125 mg IV
Azitromycin 1 x 500 mg IV drip
Salbutamol 3 x 1 mg PO
Inhalasi dengan Combivent UDV 3x/hari dan Pulmicort 2x/hari
Anjuran : inhalasi N-acetylcystein 10% 3 x 1 ampul
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 17
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang
bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya.1
2.2. Epidemiologi
Prevalensi PPOK berdasarkan SKRT 1995 adalah 13 per 1000 penduduk,
dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3 banding 1.
Penderita PPOK umumnya berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak
tertutup kemungkinan PPOK terjadi pada usia kurang dari 40 tahun. Menurut
hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS. Persahabatan
Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120
pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari
riwayat merokok, hampir semua pasien adalah bekas perokok yaitu 109
penderita dengan proporsi sebesar 90,83%. Kebanyakan pasien PPOK adalah
laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki
dibandingkan pada wanita.1
2.3. Faktor Risiko
Faktor risiko PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang
menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor
risiko tersebut meliputi faktor pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor
lingkungan. Faktor pejamu meliputi genetik, hiperesponsif jalan napas dan
pertumbuhan paru. Faktor genetik yang utama adalah kurangnya alfa 1
antitripsin, yaitu suatu serin protease inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga
dapat terjadi akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan
dengan masa kehamilan, berat lahir dan pajanan semasa anak-anak. Penurunan
fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko
mendapatkan PPOK.2
Merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Prevalensi
tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 18
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus per tahun dan perokok aktif
berhubungan dengan angka kematian. Tidak semua perokok akan menderita
PPOK, hal ini mungkin berhubungan juga dengan faktor genetik.2
Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukkan hubungan dose
response, artinya lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih
lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan
lebih besar. Hubungan dose response tersebut dapat dilihat pada Indeks
Brigman, yaitu jumlah konsumsi batang rokok per hari dikalikan jumlah hari
lamanya merokok (tahun), misalnya bronkitis 10 bungkus tahun artinya jika
seseorang merokok sehari sebungkus, maka seseorang akan menderita
bronkitis kronik minimal setelah 10 tahun merokok.3
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap
rokok, asap kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain, polusi di luar ruangan
(outdoor), seperti gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu
jalanan, dan lain-lain, serta polusi di tempat kerja, seperti bahan kimia,
debu/zat iritasi, gas beracun, dan lain-lain. Pajanan yang terus menerus oleh
polusi udara merupakan faktor risiko lain PPOK.2
2.4. Patogenesis
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu
pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga
tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan
keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang
sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu
gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan
aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat
gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan
obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1),
dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa
(VEP1/KVP).3
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 19
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
Gambar 1 Konsep Patogenesis PPOK
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen
asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus.
Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang
dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.1
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara
dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps
terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan
(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps.1
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 20
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
2.5. Diagnosis
Diagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan
pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat
penyakit.
1. Anamnesis
a. Faktor risiko yang penting adalah usia (biasanya usia pertengahan), dan
adanya riwayat pajanan, baik berupa asap rokok, polusi udara, maupun
polusi tempat kerja. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya
penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya.3
b. Gejala klinisGejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi.
Keluhan respirasi ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali
dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan. Batuk
kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang
dengan pengobatan yang diberikan. Kadang- kadang pasien
menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk. Selain
itu, Sesak napas merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien
terutama pada saat melakukan aktivitas.1
Gambar 2 Skala Sesak Menurut British Medical Research Council (MRC)
2. Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi dapat berupa bentuk
dada seperti tong (barrel chest), terdapat cara bernapas purse lips
breathing(seperti orang meniup), terlihat penggunaan dan hipertrofi otot-
otot bantu napas, pelebaran sela iga, dan bila telah terjadi gagal jantung
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 21
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
kanan terlihat distensi vena jugu laris dan edema tungkai.
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
Suara napas vesikuler normal, atau melemah
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
Ekspirasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Faal Paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau
VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 22
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
20%
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml - Uji
bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
b. Radiologi (Foto Toraks)
Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa
hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan
bronkovaskuler meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal
melebar.1
c. Laboratorium
Darah rutin
Analisa gas darah
Mikrobiologi sputum1
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan
klasifikasi (derajat) PPOK, yaitu:
Gambar 3 Klasifikasi PPOK
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 23
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
2.6. Diagnosis Banding
PPOK lebih mudah dibedakan dengan bronkiektasis atau sindroma pasca
TB paru, namun seringkali sulit dibedakan dengan asma bronkial atau gagal
jantung kronik.
Gambar 4 Perbedaan klinis dan hasil spirometri pada PPOK, asma bronkial, dan gagal jantung kronik
2.7. PPOK Eksaserbasi Akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah
kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya
perubahan basal sesak napas, batuk, dan/atau sputum yang diluar batas normal
dalam variasi hari ke hari.1
Penyebab eksaserbasi akut dapat primer yaitu infeksi trakeobronkial
(biasanya karena virus), atau sekunder berupa pneumonia, gagal jantung,
aritmia, emboli paru, pneumotoraks spontan, penggunaan oksigen yang tidak
tepat, penggunaan obat- obatan (obat antidepresan, diuretik) yang tidak tepat,
penyakit metabolik (diabetes melitus, gangguan elektrolit), nutrisi buruk,
lingkungan memburuk atau polusi udara, aspirasi berulang, serta pada stadium
akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi).2
Selain itu, terdapat faktor-faktor risiko yang menyebabkan pasien sering
menjalani rawat inap akibat eksaserbasi. Menurut penelitian Kessler dkk.
(1999) terdapat faktor prediktif eksaserbasi yang menyebabkan pasien dirawat
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 24
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
inap. Faktor risiko yang signifikan adalah Indeks Massa Tubuh yang rendah
(IMT<20 kg/m2) dan pada pasien dengan jarak tempuh berjalan enam menit
yang terbatas (kurang dari 367 meter). Faktor risiko lainnya adalah adanya
gangguan pertukaran gas dan perburukan hemodinamik paru, yaitu PaO2≤65
mmHg, PaCO2>44 mmHg, dan tekanan arteri pulmoner rata-rata (Ppa) pada
waktu istirahat > 18 mmHg.
Gejala eksaserbasi utama berupa peningkatan sesak, produksi sputum
meningkat, dan adanya perubahan konsistensi atau warna sputum. Menurut
Anthonisen dkk. (1987), eksaserbasi akut dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu
tipe I (eksaserbasi berat) apabila memiliki 3 gejala utama, tipe II (eksaserbasi
sedang) apabila hanya memiliki 2 gejala utama, dan tipe III (eksaserbasi
ringan) apabila memiliki 1 gejala utama ditambah adanya infeksi saluran napas
atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan
mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi
nadi > 20% baseline (Vestbo, 2006).
2.8. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi segera
eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian. Risiko kematian
dari eksaserbasi sangat berhubungan dengan terjadinya asidosis respiratorik,
adanya komorbid, dan kebutuhan akan alat ventilasi.1 Penanganan eksaserbasi
akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di
rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan eksaserbasi
akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan
dilakukan di poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau
ruang ICU.2
Indikasi rawat inap:4
Peerburukan gejala yang sanagt jelas seperti munculnya dispnea saat
istirahat
PPOK yang parah
Muncul tanda fisik baru (sianosis, edema perifer)
Gagal berespon terhadap manajemen medis inisial
Adanya komorbid berat (gagal jantung atau aritmia)
Eksaserbsi yang seringKEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 2
59 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
Usia lanjut
Tidak adekuatnya perawatan di rumah
Obat-obatan yang dapat digunakan:
1. Bronkodilator
Bronkodilator yang lebih dipilih pada terapi eksaserbasi PPOK adalah
short-acting inhaled B2-agonists. Jika respon segera dari obat ini belum
tercapai, direkomendasikan menambahkan antikolinergik, walaupun bukti
ilmiah efektivitas kombinasi ini masih kontroversial.1
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid oral/intravena direkomendasikan sebagai tambahan
terapi pada penanganan eksaserbasi PPOK. Dosis pasti yang
direkomendasikan tidak diketahui, tetapi dosis tinggi berhubungan dengan
risiko efek samping yang bermakna. Dosis prednisolon oral sebesar 30-40
mg/hari selama 7-10 hari adalah efektif dan aman.1 Menurut PDPI (2003),
kortikosteroid tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi.
Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari
selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena.
3. Antibiotik
Berdasarkan bukti terkini yang ada, antibiotik harus diberikan kepada:
a. Pasien eksaserbasi yang mempunyai tiga gejala kardinal, yaitu
peningkatan volume sputum, sputum menjadi semakin purulen, dan
peningkatan sesak
b. Pasien eksaserbasi yang mempunyai dua gejala kardinal, jika
peningkatan purulensi merupakan salah satu dari dua gejala tersebut
c. Pasien eksaserbasi yang memerlukan ventilasi mekanik. Pemilihan
antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi
kombinasi antibiotik yang mutakhir. Antibiotik yang dapat diberikan di
Rumah Sakit yaitu lini I: Ampisilin, Kotrimoksasol, Eritromisin, dan
lini II: Ampisilin kombinasi Kloramfeniko l, Eritromisin, kombinasi
Kloramfenikol dengan Kotrimaksasol ditambah dengan Eritromisin
sebagai Makrolid.3
4. Terapi Oksigen
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 26
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah
keadaan yang mengancam jiwa, dapat dilakukan di ruang gawat darurat,
ruang rawat atau di ICU. Tingkat oksigenasi yang adekuat (PaO2>8,0
kPa, 60 mmHg atau SaO2>90%) mudah tercapai pada pasien PPOK yang
tidak ada komplikasi, tetapi retensi CO2 dapat terjadi secara perlahan-
lahan dengan perubahan gejala yang sedikit sehingga perlu evaluasi ketat
hiperkapnia (PDPI, 2003).
5. Ventilasi Mekanik
Tujuan utama penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi
berat adalah mengurangi mortalitas dan morbiditas, serta memperbaiki
gejala.1
2.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik,
gagal napas akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor
pulmonale. Gagal napas kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah
berupa PaO2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg, serta pH dapat normal. Gagal
napas akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak napas dengan atau
tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran
menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain
itu, pada kondisi kronik ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai
dengan menurunnya kadar limfosit darah. Adanya kor pulmonale ditandai oleh
P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat disertai gagal jantung
kanan.4
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 27
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015
PRESENTASI KASUS – PPOK
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) PPOK. Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, 2003
2. Aru W, Bambang S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi keempat, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2006
3. Amim M. PPOM : Polusi Udara, Rokok dan Alfa-1 Antitripsin. Cetakan Pertama, Airlangga University Press. Surabaya 1996
4. Robert R, Antonio, A, et all. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of COPD. Medical Communication Resources. www.goldcopd.com 2009
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PARU 28
9 FEBRUARI – 13 FEBRUARI 2015